Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya

bibit penyakit kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati

urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang,

termasuk Indonesia. Bagi penderita, selain menyebabkan penderitaan fisik,

infeksi juga menyebabkan penurunan kinerja dan produktifitas, yang pada

gilirannya akan mengakibatkan kerugian materil yang berlipat-lipat. Bagi

Negara, tingginya kejadian infeksi di masyarakat akan menyebabkan

penurunan produktifitas nasional secara umum, sedangkan dilain pihak

juga menyebabkan peningkatan pengeluaran yang berhubungan dengan

upaya pengobatannya.

Sebagaimana diketahui, infeksi dapat disebabkan oleh bakteri,

virus, maupun jamur, dan dapat terjadi di masyarakat (community

acquired) maupun di rumah sakit (hospital acquired). Pasien yang sedang

dalam perawatan di rumah sakit memiliki resiko tertular infeksi lebih besar

dari pada di luar rumah sakit. Lingkaran infeksi dapat terjadi antara pasien,

lingkungan/vektor, dan mikroba.

1
2

Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai

macam mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak

yang dapat mengenai selaput pembungkus otak sampai dengan medula

spinalis (Smeltzer, 2002)

Ensefalitis mengenai parenkim otak. Mikroorganisme yang

menginfeksi salah satunya adalah virus. Virus masuk tubuh pasien melalui

kulit, saluran nafas dan saluran cerna dan menggandakan dirinya diri pada

bagian infeksi awal, setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke

seluruh tubuh

Secara umum, gejala berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari

demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000)

Diperlukan penangan yang intensif pada penderita ensefalitis baik

secara medis dan keperawatan.

2. Tujuan Penulisan

1) Memahami kasus ensephalitis

2) Menyelesaikan kasus-kasus yang berkaitan dengan ensephalitis

3. Manfaat Penulisan

1) Perawat dapat memahami konsep dasar sistem syaraf.


3

2) Perawat dapat menerapkan konsep dan prinsip ilmu biomedik, klinik,

perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan

kesehatan tingkat primer pada penyakit ensefalitis.


4

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Definisi

Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai

macam mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak

yang dapat mengenai selaput pembungkus otak sampai dengan medula

spinalis (Smeltzer, 2002). Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS

yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang menyebabkan

infliltrasi limfositik yang kuat pada jaringa otak dan leptomeningen

menyebabkan edema serebral, degenarasi sel ganglion otak dan kehancuran

sel saraf difusi (Anania, 2008). Encephalitis adalah radang jaringan otak

yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau

virus (Mansjoer, 2000)

2. Etiologi

Penyebab terjadinya ensefalitis menurut Anania (2008) dan Smeltzer

(2002) adalah sebagi berikut:

a. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan

virus.

Macam-macam Encephalitis virus:


5

1) Infeksi virus yang bersifat epidermik :

a) Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus

ECHO.

b) Golongan arbovirus = Western equire encephalitis, St. louis

encephalitis, Eastern equire encephalitis, Japanese B.

encephalitis, Murray valley encephalitis.

2) Infeksi virus yang bersifat sporadik : rabies, herpes simplek,

herpes zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic,

choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh

virus tetapi belum jelas.

3) Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca

rubella, pasca vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan

jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak

spesifik.

b. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox.

c. Keracunan : arsenik, CO.

3. Tanda dan Gejala

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih

kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria

diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari
6

demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000). Adapun tanda

dan gejala ensefalitis sebagai berikut :

a. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia.

b. Kesadaran dengan cepat menurun

c. Muntah

d. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja

(kejang-kejang di muka)

e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau

bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.

4. Patofisiologi

Ensefalitis mengenai parenkim otak. Mikroorganisme yang

menginfeksi salah satunya adalah virus. Virus masuk tubuh pasien melalui

kulit, saluran nafas dan saluran cerna dan menggandakan dirinya diri pada

bagian infeksi awal, setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke

seluruh tubuh dengan beberapa cara:

a. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah.

Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.

b. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan

selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.


7

Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam,

sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri

ekstremintas dan pucat .Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan

perilaku, gangguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda

Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia,

Paralisis syaraf otak (Smeltzer, 2002).

5. Komplikasi

a. Akut :

1) Edema otak.

2) SIADH

3) Status konvulsi.

b. Kronik :

1) Cerebral palsy.

2) Epilepsy.

3) Gangguan visus dan pendengaran.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Biakan dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga

sukar untuk mendapatkan hasil yang positif. Biakan dari likuor

serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat


8

gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. Biakan

dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.

b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi

hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat

diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal gejala

penyakit timbul.

c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.

d. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal,

kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar

protein atau glukosa.

e. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas

listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya

kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses,

jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari

pola normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)

f. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal,

tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus

seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus

inferomedial temporal dan lobus frontal (Anania, 2002).


9

7. Penatalaksanaan Medis

a. Isolasi : Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan

sebagai tindakan pencegahan.

b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan

oleh dokter:

1) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis

2) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis

3) Bila encephalitis disebabkan oleh virus, agen antiviral acyclovir

secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas

encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30

mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk

mencegah kekambuhan.

4) Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara

polifragmasi.

c. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema

otak

1) Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan; jenis dan jumlah

cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.

2) Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan

untuk menghilangkan edema otak.


10

3) Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan

untuk menghilangkan edema otak.

d. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk

memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau

luminal.

1) Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali

2) Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis

yang sama

3) Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang,

berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.

e. Mempertahankan ventilasi :Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai

kebutuhan (2-3 lt/menit).

f. Penatalaksanaan shock septik

g. Mengontrol perubahan suhu lingkungan

Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada

permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada

kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan

di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2

mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau

intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan


11

antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah

memungkinkan pemberian obat per oral (Erfandi, ).


12

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji meliputi:

a. Biodata.

Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,

suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal

pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk

membedakan klien satu dengan yang lain.

b. Keluhan utama.

Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.

keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku

kuduk, gangguan kesadaran, demam dan kejang.

c. Riwayat penyakit sekarang.

Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan

hebatnya keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang

pernah dialami sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal

berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam,sakit kepala,

pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat.


13

Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari

distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah,

irritable, screaning attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan

kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia,

hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.

d. Riwayat kehamilan dan kelahiran.

Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.

Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah

diderita oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu

diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak

karena mempengaruhi system kekebalan terhadap penyakit pada anak.

Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya

aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk

mengetahui keadaan anak setelah lahir. Contoh : BBLR, & apgar score.

e. Riwayat penyakit yang lalu.

Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan

meningkatkan kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada

jaringan otak. Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana

kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk

dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan.


14

f. Riwayat kesehatan keluarga.

Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan

penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga

perlu diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit

menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh

klien.

g. Riwayat sosial.

Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan

dan perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga

mengganggu status mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut

mengkaji status klien ataukeluarga agar dapat memprioritaskan maslaah

keperawatnnya.

h. Kebutuhan dasar (aktifitas sehari-hari).

Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan

sehari-hari antara lain: gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena

mual muntah, hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan

tekanan intrakranial. Pola istirahat pada penderita sering kejang, hal ini

sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri harus dilakukan di

atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak sadar dan cenderung
15

tergantung pada orang lain perilaku bermain perlu diketahui jika ada

perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak.

i. Pemeriksaan fisik.

j. Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada

pemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan

secara umum meliputi :

1) Keadaan umum.

Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami

perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat

kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi

serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses

peradangan otak.

2) Gangguan system pernafasan.

3) Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial

menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan

pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada

batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan.

4) Gangguan system kardiovaskuler.

Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi

iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang


16

vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat.

Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya

transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.

5) Gangguan system gastrointestinal.

Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan

tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan

nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat

pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi

hipermetabolisme.

6) Pertumbuhan dan perkembangan.

Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis

atau mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya

gangguan pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini

disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk

fungsi social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan

“tahun emas” untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan

yang terjadi saat ini harus diatasi untuk mencapai tugas –tugas

pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhna dan

perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal


17

penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan dengan

menggunakan format DDST.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermi

b. Mual

c. Gangguan sensori persepsi

d. Resiko trauma

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi

Keperawatan Keperawatan

Hipertermi Tujuan: 1. Monitor suhu 1. mencegah terjadinya

Setelah dilakukan tindakan sesering mungkin hiperpireksia

keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor warna 2. kulit yn merah dan

pasien menunjukkan suhu tubuh dan suhu kuli hangat menunjukkan

dalam batas normal kenaikan suhu tubuh

Kriteria Hasil 3. mengetahui respon

1. Suhu 36 – 37C fisiologis dari

2. Nadi dan RR dalam rentang 3. Monitor tekanan kenaikan suhu tubuh

normal darah, nadi dan 4. WBC yg tinggi


18

3. Tidak ada perubahan warna RR menunjukkan

kulit dan tidak ada pusing, hipertermi krn

merasa nyaman 4. Monitor WBC, infeksi, Hb dan HCT

Hb, dan Hct yang rendah

menunjukkan

hipertermi karena

kehilangan cairan.

5. terkait dengan

kenaikan suhu akibat

kekurangan cairan

5. Monitor intake 6. menurunkan suhu

dan output cairan tubuh secara

farmakologis

6. Berikan anti 7. hipertermi karena

piretik infeksi dapat hilang

jika infeksi hilang.

7. Berikan antibiotik

yang sesuai 8. lakukan jika pasien

menggigil.

8. Selimuti pasien 9. mencegah


19

kekurangan cairan

9. Berikan cairan akibat panas tubuh

intravena yg tinggi.

10. memicu vasodilatasi

pembuluh darah

10. Kompres pasien besar shg suhu

pada lipat paha perifer menjadi

dan aksila dingin.

11. Tingkatkan

sirkulasi udara

12. Tingkatkan intake

cairan dan nutrisi

13. Catat adanya

fluktuasi tekanan

darah

14. Monitor hidrasi

seperti turgor

kulit, kelembaban

membran mukosa)

Mual Tujuan: 1. Pencatatan intake 1. untuk menentukan


20

Setelah dilakukan tindakan output secara tambahan cairan jika

keperawatan selama 3x24 jam, akurat terjadi dehidrasi.

mual pasien teratasi 2. mempertahankan

Kriteria hasil: 2. Monitor status energi klien.

1. Melaporkan bebas dari mual nutrisi 3. memanatau adanya

2. Mengidentifikasi hal-hal 3. Monitor status dehidrasi

yang mengurangi mual hidrasi

3. Nutrisi adekuat (Kelembaban

4. Status hidrasi: hidrasi kulit membran mukosa,

membran mukosa baik, tidak vital sign adekuat)

ada rasa haus yang abnormal, 4. Anjurkan untuk 4. makan pelen-pelan

panas, urin output normal, TD, makan pelan-pelan akan mencegah

HCT normal pasien memuntahkan

makanan.

5. Batasi minum 1 5. mencegah rasa penuh

jam sebelum, 1 di perut yang

jam sesudah dan memicu muntah

selama makan.

6. Berikan terapi IV 6. terapi IV untuk


21

kalau perlu mengganti cairan

yang hilang akibat

muntah.

7. Kolaborasi 7. menghentikan rasa

pemberian anti mual secara

emetik farmakologis.

Gangguan Tujuan: 1. Evaluasi dan 1. perubahan motorik ,

sensori persepsi Setelah dilakukan tindakan pantau secara persepsi kognitif dan

keperawatan selama 3x24 jam teratur perubahan kepribadian dapat

gangguan sensori persepsi orientasi, bersifat menetap dan

teratasi, kemampuan terus menerus

berbicara, afektif,

Kriteria hasil sensorik dan

1. komunikasi jelas dan pantas proses fikir.

secara usia dan kemampuan 2. Kaji kesadaran 2. informasi penting

sensorik seprti untuk keamanan

2. Perhatian sentuhanm panas pasien, jika pasien

3. Konsentrasi dingin, benda merasakan panas dan

4. penglihatan dan pendengaran tajam/tumpul. dingin maka akan


22

5.koordinasi motorik terhindar dari bahaya

karena tubuh akan

menghindar.

3. Catat adanya 3. membantu

perubahan yang menentukan daerah

spesifik seperti lokalisasi yang

mersusatkan kedua mengalami infeksi.

mata, atau

mengatakan

instruksi ya/tidak.

4. Hilangkan 4. menurunkan ansietas,

stimulus yang respon emosi yang

berlebihan sesuai berhubungan dengan

dengan kebutuhan. sensasi yg

berlebihan.

Resiko Trauma Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan 1. mencegah cidera dari

keperawatan selama 3x24 jam lingkungan yang eksternal saat terjadi

klien tidak mengalami trauma aman untuk pasien kejang.

dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi 2. menyediakan

kebutuhan lingkungan yg
23

Indikator: keamanan pasien, nyaman sesuai

2. Keluarga mampu mengontrol sesuai dengan kebutuhan pasien.

resiko trauma yang mungkin kondisi fisik dan

terjadi fungsi kognitif

1. Pasien terbebas dari pasien dan riwayat

trauma fisik penyakit terdahulu

pasien

3. Memasang side 3. mencegah pasien

rail tempat tidur jatuh dari tempat

tidur.

4. Memberikan 4. pada pasien

penerangan yang ensefalitis

cukup mengalamai

fotofobia, shg

penerangan harus

lebih redup.

5. Menganjurkan 5. keluarga dapat

keluarga untuk mencegah pasien dari

menemani pasien. cidera.


24

6. Memindahkan 6. Menghindari cidera

barang-barang saat kejang

yang dapat

membahayakan

7. Berikan 7. agar keluarga pasien

penjelasan pada memahami keadaan

pasien dan pasien yang

keluarga atau mengalami

pengunjung penurunan kesadaran

adanya perubahan dan disfungsi pada

status kesehatan otaknya setidaknya

dan penyebab hingga infeksi pada

penyakit. otak teratasi

4. Implementasi Keperawatan

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan

disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai

tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
25

dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

masalah kesehatan klien. Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan

adalah sebagai berikut :

Tahap 1 : persiapan Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut

perawat untuk mengevaluasi yang di indentifikasi pada tahap perencanaan.

Tahap 2 : intervensi Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah

kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi

kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi

tindakan : independen,dependen,dan interdependen.

Tahap 3 : dokumentasi Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti

oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam

proses keperawatan.

5. Evaluasi

Terdapat 2 tipe dokumentasi evaluasi yaitu

a. Evaluasi formatif yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat

memberikan intervensi dengan respon segera dan evaluasi sumatif

yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status

pasien pada waktu tertentu.

b. Evaluasi sumatif dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan

SOAP, sebagai berikut :


26

S : Respon Subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

O : Respon objektifklien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

A : Analisa ulang atas subjektif dan objektifuntuk menyimpukan

apakah masalah masih tetap atau muncul. Masalah baru ataudata yang

kontradiksi dengan masalah yang ada.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkanhasil analisa pada

respon klien.
27
28

You might also like