Professional Documents
Culture Documents
Tugas Lansekap Tradisional
Tugas Lansekap Tradisional
GOBANG
156060500111001
BAB I
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
1
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
dilaksanakan prosesi Jalan Salib yang dikenal dengan upacara Logu Senhor atau dalam
bahasa Indonesia berarti “Merunduk dibawah Salib”. Logu Senhor di Kampung Sikka
diadakan pada setiap Jumat Agung. Adapula atraksi tarian Toja Bobu yang dipentaskan
setiap bulan Desember setelah upacara misa hari raya Natal. Tarian ini bermakna sebagai
perayaan kemenangan bagi seorang pria dalam keberhasilan meminang gadis untuk
dijadikan istri.
Selain itu, telah tercatat dalam sejarah bahwa ditengah kampung ini juga berdiri suatu
hasil karya arsitektur yang monumental yaitu Istana Raja Sikka (Lepo Gete) yang menjadi
pusat kontak sosial budaya masyarakat Sikka dengan dunia luar. Tersedia pula berbagai
kerajinan tangan tenun ikat “Utan Sikka” dan souvenir yang unik dan menarik.
Hal lain yang menarik dan unik yang ada di Kampung Sikka ini yaitu tradisi
perkawinan serta tradisi membangun dan memasuki rumah baru. Catatan sejarah
menyebutkan bahwa tradisi ini merupakan tradisi asli peninggalan nenek moyang yang
hidup pada zaman awal pembentukan kampung Sikka (Lewis & Mandalangi, 2008:20-26).
Tradisi perkawinan dan tradisi rumah baru masih ada dan dilestarikan masyarakat hingga
sekarang walaupun sudah terjadi beberapa perubahan atau pergeseran.
Desa Sikka sebagai kampung tua yang bersejarah tersebut telah dikenal luas oleh para
wisatawan dunia. Kampung inilah yang melahirkan sejarah agama Katolik dan peletak dasar
tata pemerintahan dari Kerajaan sampai tata pemerintahan Kabupaten Sikka saat ini. Warga
2
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
kampung Sikka meyakini bahwa sejarah telah menggarisbawahi ‘Puat Wawa Sikka’, yang
artinya pokok dan asal mula berasal dari Sikka.
Setiap hari Kampung Sikka tidak pernah sepi dari kunjungan para wisatawan, baik
domestik maupun manca negara. Para wisatawan, tidak saja datang membeli sarung dan
kerajinan tangan lainnya yang ada di Kampung Sikka, tapi umumnya datang menikmati
keindahan alam laut di Sikka, melihat Gereja Tua, Senhor (Salib) dan Istana Lepo Gete.
Gambar 4. Kiri : Gereja Tua & Kapel Senhor, Kanan : Istana Lepo Gete
Sumber : http://www.floresbangkit.com/2015/01/lepo-gete-istana-raja-yang-merana/
1.1.1 Adminitrasi
A. Kabupaten Sikka
Kabupaten Sikka sebagai salah satu kabupaten yang terdapat di Propinsi Nusa
Tenggara Timur termasuk dalam gugusan Pulau Flores dan terletak di antara 8022’ sampai
8050’ Lintang Selatan dan 121055’40” sampai 122041’30” Bujur Timur.
Kabupaten Sikka
Ibukota wilayah Kabupaten Sikka terletak di Maumere. Secara fisik dan administrasi,
wilayah Kabupaten Sikka berbatasan dengan :
3
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Secara administrasi, wilayah Kabupaten Sikka terdiri dari 21 kecamatan, 147 desa dan
13 kelurahan. Total luas wilayah daratan dan lautan yang dimiliki Kabupaten Sikka adalah
3.253,24 km2, yang terdiri dari daratan seluas 1.731,91 km2 dan lautan seluas 1.521,33 km2.
Wilayah kecamatan terluas yang terdapat di Kabupaten Sikka adalah Kecamatan
Talibura yaitu seluas 404,47 km2 atau sekitar 23,35% dari total luas wilayah di Kabupaten
Sikka. Sedangkan luas wilayah terkecil terdapat pada Kecamatan Lela yaitu seluas 31,33
km2 atau sekitar 1,81% dari total luas wilayah di Kabupaten Sikka. Di Kecamatan Lela
inilah, terdapat Desa Sikka atau Kampung Sikka yang diyakini sebagai awal terbentuknya
kehidupan dan peradaban masyarakat Sikka. (Sumber : Bappeda Kabupaten Sikka,Tahun 2012).
B. Desa Sikka
Desa Sikka termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Lela. Secara fisik dan
administrasi Desa Sikka (Kampung Sikka) berbatasan dengan :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Iligai
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Sawu
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lela
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Hokor, Kec. Bola
Gambar 8. Peta Adminitrasi Kab. Sikka, Kec. Lela dan : Google Earth Desa Sikka (Sikka Natar)
Sumber : Bappeda Kabupaten Sikka, 2014
4
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Kampung Sikka berjarak kurang lebih 27 km dari Kota Maumere (ibukota Kabupaten
Sikka) ke arah pesisir selatan Laut Sawu.
1.1.2 Topografi
Desa Sikka berada di selatan Kota Maumere, tetapi pada sisi pantai yang berbeda.
Maumere di pantai utara Flores, menghadap ke Laut Flores; sebaliknya Desa Sikka berada
di pantai selatan, menghadap ke Laut Sawu.
Topografi Kabupaten Sikka sebagian besar berbukit-bukit dan bergunung-gunung
dengan lereng–lereng yang curam diselingi dengan lembah dan daratan yang tidak luas dan
umumnya terletak di daerah pantai.
Daratan Desa Sikka tergolong landai karena letaknya menghadap ke laut di bagian selatan
sedangkan bagian utara berupa perbukitan yang merupakan gugusan gunung Ili Gai yang
pada zaman awal sebagai tempat tinggal penduduk asli yang disebut Natar Gahar
(Kampung tinggi, kampung di perbukitan).
1.1.3 Ekonomi
Kehidupan ekonomi orang Sikka sangat tergantung kepada perladangan dengan
tanaman pokok padi dan jagung, ditambah dengan singkong, sorgum dan ubi jalar manis.
Sebagian kecil juga beternak babi, sapi, kambing, kuda, itik, dan ayam. Penduduk yang
tinggal dekat pantai bisa pula menangkap ikan, tetapi mereka bukan masyarakat nelayan
yang menggantungkan hidup dari hasil laut.
Komposisi mata pencaharian masyarakat Desa Sikka adalah 20 % sebagai nelayan,
70% petani daratan atau ladang, 10 % tersebar sebagai pegawai pemerintah, tukang kayu,
tukang batu, pedagang ternak atau blantik, dan sebagainya. Kegiatan pertanian merupakan
kegiatan utama dari kaum perempuan dan anak. Sementara itu, kaum laki-laki dan anak
laki-laki dewasa pekerjaan utamanya adalah melaut dan hanya pergi ke ladang pertanian
jika tidak melaut karena sesuatu hal, misal musim, atau ketika panen hasil pertanian.
Hambatan utama dalam sektor pertaniannya adalah curah hujan yang tidak teratur dan hama
tikus, yang terkadang menggagalkan panen dan mengakibatkan bencana kelaparan.
Kegiatan pertanian dilakukan ketika musim penghujan antara bulan November sampai April
atau Juni dengan kegiatan utamanya adalah membersihkan ladang, menanam,
membersihkan rerumputan dan memanen. Diantara bulan-bulan tersebut juga seringkali
diadakan upacara-upacara adat.
Mata pencaharian masyarakat Sikka umumnya pertanian. Adapun kalender pertanian
sebagai berikut : Bulan Wulan Waran - More Duru (Okt-Nov) yaitu bulan untuk
membersihkan kebun, menanam, menyusul di bulan Bleke Gete-Bleke Doi - Kowo (Januari,
Pebuari, Maret) masa untuk menyiangi kebun (padi dan jagung) serta memetik, dalam bulan
Balu Goit - Balu Epan-Blepo (April s/d Juni) masa untuk memetik dan menanam
palawija/kacang-kacangan. Sedangkan pada akhir kelender kerja pertanian yaitu bulan
Pupun Porun Blebe Oin Ali-Ilin (Agustus - September). Mata pencaharian lain adalah
sebagai pengrajin tenun ikat, peternak, nelayan, dan juga ada yang bekerja di kantor
pemerintah desa serta guru.
5
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
1.1.4 Kepercayaan
Sistem kepercayaan tradisional orang Sikka awal adalah kepercayaan kepada dewa-
dewa. Dewa utama adalah pasangan Ama Lero Wulang (Bapa Langit) dan Ina Niang Tana
(Ibu Bumi), yaitu simbol bulan-matahari dan bumi. Selain itu ada pula dewa-dewa yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan kematian. Ritus religi lama yang mengharuskan
setiap remaja lelaki disunat sudah tidak ada lagi sejak ritus Katolik diterima sepenuhnya
pada awal terbentuknya Kerajaan Sikka tahun 1607.
Agama Katolik sudah masuk ke dalam masyarakat Sikka sejak zaman raja-raja Sikka
dulu, sehingga kehidupan seremonial sudah sejak lama pula diwarnai oleh ritus Katolik.
Sebagian besar masyarakat suku Sikka (sebutan untuk suku di daerah Kabupaten
Sikka) di Kabupaten Sikka, seperti juga di daerah Flores umumnya memang telah menganut
agama-agama bertradisi besar, Katolik dan sebagian beragama Islam, khususnya di daerah-
daerah pesisir Selatan pulau ini. Flores identik dengan Katolik karena mayoritas penduduk
Flores adalah penganut agama Katolik. Akan tetapi, meskipun telah menganut agama
Katolik, masyarakat suku Sikka juga memelihara dan meneruskan nilai-nilai religi warisan
leluhur mereka. Adat istiadat, upacara, dan kegiatan religius yang bersifat tradisional dan
turun temurun seperti ritual pratanam dan syukur pascapanen padi ladang, hingga kini masih
dilakukan.
6
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Kerajaaan Sikka di kampung Sikka merupakan salah satu kerajaan tertua yang pernah
ada di Pulau Flores. Bahkan dikenal sebagai kerajaan Katolik pertama di Nusantara dan
Asia. Perkembangan Kerajaan Sikka sudah dimulai sejak awal abad 16 atau sekitar tahun
1500-an. Dalam sejarah kerajaan Sikka tercatat bahwa kerajaan ini pernah di nakhodai oleh
16 orang raja sejak tahun 1607 sampai dengan tahun 1958. Dibawa kepemimpinan raja-raja
tersebut di atas, Kerajaan Sikka tergolong kerajaan yang cukup diperhitungkan oleh
kerajaan lain di daratan Flores bahkan sampai kerajaan di luar Flores.
Dalam sejarah Kerajaan Sikka sejak dahulu telah memiliki tingkat peradaban yang
cukup tinggi, hal ini terlihat dari teknologi bangunan istana yang dikenal, serta penataan
kawasan berdasarkan pertimbangan tertentu, jika diperhatikan kawasan istana Kerajaan
Sikka memiliki konsepsi filosofi, yakni di dalamnya menyiratkan kesatuan unsur
pemerintahan, agama dan rakyat (masyarakat). Di bagian barat istana terdapat tempat
pemujaan leluhur disebut watu mahe, sebelum masyarakat Sikka mengenal agama.
7
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Sejak Raja Don Alexius Alessu Ximenes da Silva, tercatat ada 15 orang Raja Sikka
namun yang terkenal adalah Raja Yoseph Nong Meak da Silva, dengan “revolusi kelapa”
yang menjadikan Sikka hingga kini dikenal sebagai Bumi Nyiur Melambai. Kemudian Raja
Don Yosephus Thomas Ximenes Da Silva yang membangun Sikka secara modern baik
sumber daya manusianya maupun infrastrukturnya.
Mengikuti “Traktat Lisabon” Tanggal 20 April 1859 antara Portugis dan Belanda
maka Flores termasuk Sikka diserahkan Portugis ke tangan Belanda. Sejak tahun 1859 itu
tata pemerintahan lokal dipengaruhi Belanda.
Berbeda dengan Portugis yang memakai pendekatan budaya. Belanda menggunakan
pendekatan militer sehingga tiga kerajaan diadu-domba dengan politik devide et impera
sehingga bumi Sikka tidak pernah aman dari perang antara suku dan antara kerajaan. Pada
tahun 1925 Kerajaan Nita dan Kerajaan Kangae disatukan kedalam Kerajaan Sikka.
Gambar 11. Peta Wilayah Kerajaan Sikka, Kerajaan Nita dan Kerajaan Kangae
Sumber : http://press.anu.edu.au/austronesians/sharing/mobile_devices/ch08s03.html
8
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Pada tahun 1945 berdirilah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang wilayahnya
meliputi Sikka di pulau Flores. Tahun 1958 Kabupaten Sikka dibentuk maka Raja Sikka
waktu itu Don Yosephus Thomas Ximenes da Silva menyerahkan tampuk pemerintahan
kepada Dewan Swantantra Tingkat II Sikka dengan pejabat sementara Don Paulus Centis
Ximenes da Silva bertugas mempersiapkan pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II
Sikka.
C. Sebuah Tradisi : Dari Lepo Gete Mejadi Istana Kerajaan di Kampung Sikka
Istana Kerajaan Sikka atau disebut dalam bahasa Sikka, Lepo Gete berarti rumah
besar menjadi istana Raja Sikka, sebuah bangunan mewah pada zamannya.
9
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Dalam kisah sejarah kuno bahwa Lepo Gete dibangun oleh penghuni awal kampung
Sikka yaitu oleh penduduk asli dan kaum pendatang. Bangunan Lepo Gete dibangun dengan
pengaruh gaya arsitektur luar diperkirakan dibawa oleh kaum pendatang serta bagian ruang
ritual baik di dalam bangunan maupun di luar bangunan berupa megalit Wua Du’a dan
menhir Moat Mahe atau Watu Mahe diperkirakan dipengaruhi oleh tradisi penduduk asli
yang selalu memberikan persembahan kepada leluhur (Lewis & Mandalangi, 2008 : 20-21).
Tradisi dari Lepo Gete ini kemudian diyakini sebagai tradisi asli Sikka dalam
membangun rumah dan memberikan persembahan sebagai ucapan syukur kepada leluhur
yang diturunkan dari generasi dahulu sampai generasi sekarang.
Dalam rentang perjalanan sejarahnya, Lepo Gete ini menjadi Istana Kerajaan Sikka
dan sekaligus pusat pemerintahan Kerajaan Sikka dalam kurun waktu yang cukup lama.
Terutama dalam masa penjajahan Portugis abad ke XVI dan Belanda abad ke XVII. Lepo
Gete pernah menjadi pusat kontak budaya antara penduduk pribumi Sikka pada umumnya
dan bangsa asing seperti Portugal dan Belanda.
Sejak awal terbentuknya Kerajaan Sikka sekitar tahun 1607, Raja Sikka, Don Alexius
Alessu Ximenes da Silva, membangun pusat pemerintahannya dengan bermarkas di
Kampung Sikka (Sikka Natar) ini. Hampir semua raja Sikka mendiami Istana Kerajaan
Sikka ini. Dalam perjalanannya, Kerajaan Sikka dipengaruhi oleh agama Katolik, sehingga
setelah pemerintahan kerajaan dipegang oleh beberapa raja berikutnya, sekitar awal tahun
1800-an istana Lepo Gete yang sebelumnya berada di tengah kampung harus dipindahkan
ke bibir pantai Sikka karena lokasi di tengah kampung didirikan bangunan gereja.
Ket :
10
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Selain istana raja, di Kampung Sikka juga dibangun rumah bagi Moagn Liting Puluh
(menteri/dewan/pembantu raja) yang bertugas membantu raja dalam menjalankan
pemerintahannya. Rumah pembantu raja sebanyak 10 (sepuluh) buah ini terletak di
sekeliling kampung Sikka berdekatan dengan istana raja.
Setelah Raja Don Alessu pulang dari Malaka, istana raja pun diperbesar karena
wilayah kerajaan juga diperluas. Bangunan ini berbentuk rumah panggung dengan panjang
20 meter dan lebar 15 meter beratap tinggi melancip dengan dua sisi air.
Rumah besar ini pada zaman Belanda dan sebelum kemerdekaan baru dipindah ke
Maumere. Raja Don Yosephus Thomas Ximenes da Silva, pernah tinggal di Lepo Gete tapi
setelah itu pindah ke Maumere. Ada rencana akan dibangun kembali seperti aslinya.
Pemerintah Kabupaten Sikka saat bupati dijabat Drs. Paulus Moa, membangun kembali
rumah adat ini pada tahun 2000 untuk melestarikan sejarah, budaya dan sekaligus menjadi
obyek wisata, tetapi bentuknya tidak sesuai aslinya.
Sedangkan rumah para pembantu raja juga berbentuk seperti Lepo Gete hanya
berukuran lebih kecil dan terletak di dalam Sikka Natar (kampung Sikka) berdekatan dan
mengelilingi istana raja untuk memudahkan raja berkoordinasi dengan pembantu-
pembantunya. Akan tetapi rumah para pembantu raja ini tak satupun yang tertinggal saat ini,
karena dirobohkan oleh anak cucu para Moang Puluh dengan alasan membutuhkan biaya
besar untuk perawatannya.
Ket :
Tradisi Membangun
Menurut Lewis & Mandalangi (2008 : 20-21), bangunan Lepo Gete memang sejak
dulu sudah ada, dan tradisi membangun rumah (lepo) serta persembahan kepada leluhur,
bagi masyarakat Sikka telah tertanam sejak nenek moyang pada awal terbentuknya
kampung Sikka sampai dengan saat ini. Rumah atau Lepo oleh masyarakat awal dalam
syair-syair disebut sebagai Lepo Gete Blapu Sina, Blapu Rae Blapu Raja atau balai agung
Sina dan Rae Raja (Rubang Sina, istri dari Rae Raja). Dengan ini menyiratkan bahwa rumah
digambarkan seperti suami istri atau orang tua yang melindungi, merawat dan memelihara
bagi segenap penghuninya.
11
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Hal diatas telah menjadi tradisi dan kepercayaan turun temurun bahwa seorang Sikka
yang hidup dan membangun rumah adalah seoarang yang memiliki keberhasilan yang tak
ternilai. Rumah adalah ibu yang melindungi dan menjaga penghuninya. Keberhasilan
membangun rumah selalu diikuti dengan tradisi syukur kepada leluhur yaitu memberikan
persembahan berupa sesajian dan doa syukur di atas Watu Mahe (meja persembahan). Pada
masa sekarang, bentuk dan ukuran telah mengalami perubahan namun bernilai dan
bermakna sama serta tradisi ini tetap bertahan.
Lepo Gete, terdiri atas dua bagian utama yakni tedang yang berfungsi sebagai
pendapa rumah, tempat menerima tamu, tempat musyawarah, tempat perjamuan atau acara
pesta lainnya. Bagian kedua disebut une. Tempat ini khusus hanya untuk penghuni rumah
atau anggota keluarga dekat dimana di situ juga terdapat tempat tidur dan tempat
menyimpan harta kekayaan yang berharga. Bagian une letaknya lebih tinggi dari bagian
tedang dan ada tangga (dang) yang menghubungkan kedua bagian itu. Selain tedang dan
une, pada bagian belakang terdapat dapur dan tempat menyimpan persediaan makanan
yakni awu dan ronang. Bagian ini letaknya juga lebih rendah dari tedang dan dilengkapi
dengan kamar tidur untuk pembantu rumah.
Berpindah Ke Maumere
Istana Raja Sikka pernah berpindah ke Maumere atas saran penguasa Belanda.
Pemerintah Belanda untuk pertama kalinya pada tanggal 24 Agustus 1879 mengangkat
seorang ”Posthouder” di Maumere. Posthouder G. A.Van Siek itulah yang menyarankan
agar Raja Sikka sebaiknya selalu berada di Maumere. Ketika itu Maumere sudah ramai
sekali sebagai tempat pertemuan para pedagang dari berbagai jurusan. Saran yang baik itu
sangat menarik perhatian sang Raja Sikka (Gomez & Mandalangi, 2006 : 64).
Secara bertahap, Raja Sikka mulai membuat rencana untuk memindahkan ibukota
Kerajaan Sikka ke Maumere. Akan tetapi hal ini baru terlaksana pada tanggal 26 Februari
1894 dengan dipancangkanlah tiang pertama bangunan Istana Raja Sikka itu di Maumere.
Dan pada tanggal 8 Maret 1894 diselenggarakan suatu pesta rakyat yang meriah
dengan acara main dadu dan sabung ayam selama seminggu sebagai tanda peresmian
pembangunan istana itu. Istana yang sudah runtuh tersebut kini di atasnya berdiri bangunan
rumah dua bersaudara sekandung keturunan Raja Sikka, Mikhael da Silva dan Rafael da
Silva. Namun demikian, Raja Sikka masih tetap saja berdiam di Kampung Sikka. Beliau
datang ke Maumere hanya sesewaktu apabila perlu atau diminta Posthouder.
12
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Don Josephus Nong Meak da Silva dinobatkan menjadi Raja Sikka ke-14 pada tahun
1903. Pada mulanya beliau menetap di Kampung Sikka, dan baru pada tahun 1918, beliau
mengambil keputusan untuk memindahkan ibukota pemerintahan Kerajaan Sikka ke
Maumere. Kepindahan itu terjadi tahun 1917. Raja Nong Meak membangun istananya, yang
disebut oleh masyarakat setempat sebagai ”Oring Sirat“, di lokasi yang sekarang sudah
berdiri bangunan Losmen Lareska, sedangkan bangunan kantor pemerintahan Kerajaan
Sikka (Landschaap Sikka) terletak di kompleks lapangan Tugu (sekarang sudah menjadi
lokasi sakral patung Kristus Raja ).
13
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
BAB II
TEORI DAN METODE
14
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
15
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
16
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu 1. Struktur Sosial. merupakan struktur yang
menggambarkan adanya tingkat perhubungan dengan kondisi sosial dalam ruang; 2.
Struktur Ekonomi, menggambarkaan kegiatan-kegiatan ekonomi yang terselenggara oleh
penduduk; dan 3. Struktur Fisik dan Kegiatan, menampilkan bentukanbentukan fisik ruang
yang diidentifikasikan dengan pengelompokkan tasilitas, kegiatan di lokasi tertentu.
Ruang-ruang terbentuk karena kegiatan/aktifitas masyarakat, menurut Ronels dalam
Sasongko (2005), sistem kegiatan dilihat dari pola perilaku digolongkan menjadi tiga,
yaitu 1. Sistem kegiatan rutin yakni aspek kegiatan utama individu meliputi pergi belanja.
Ke kantor dan sebagainya; 2. Sistem kegiatan berlembaga, yakni kegiatan kelembagaan
baik swasta maupun pemerintahan yang difokuskan pada particular point; dan 3. Sistem
kegiatan yang menyangkut organisasi dari pada proses-prosesnya sendiri yang
menyangkut hubungan yang lebih kompleks dengan berbagai sistem kegiatan lain baik
dengan perorangan, lembaga/kelompok tercipta lingkungan (pertanian yang sangat banyak
dalam satu system saja).
Permukiman tradisional sering direpresentasikan sebagai tempat yang masih
memegang nilai-nilai adat dan budaya yang berhubungan dengan nilai kepercayaan atau
agama yang bersifat husus atau unik pada suatu masyarakat tertentu yang berakar dari
tempat tertentu pula di luar determinasi sejarah. Struktur ruang permukiman digambarkan
melalui pengidentifikasian tempat, lintasan, batas sebagai komponen utama, selanjutnya
diorientasikan melalui hirarki dan jaringan atau lintasan, yang muncul dalam suatu
lingkungan binaan mungkin secara fisik ataupun non fisik yang tidak hanya mementingkan
orientasi saja tetapi juga objek nyata dari identifikasi.
Oleh karena itu Koentjaraningrat (1980) menjelaskan bahwa benda–benda hasil
karya manusia merupakan wujud kebudayaan fisik, termasuk di dalamnya adalah
permukiman dan bangunan tradisional.
Permukiman merupakan wujud dari ide pikiran manusia dan dirancang semata- mata
untuk memudahkan dan mendukung setiap kegiatan atau aktifitas yang akan
dilakukannya. Permukiman merupakan gambaran dari hidup secara keseluruhan,
sedangkan rumah adalah bagian dalam kehidupan pribadi. Pada bagian lain dinyatakan
bahwa rumah adalah gambaran untuk hidup secara keseluruhan, sedangkan permukiman
sebagai jaringan pengikat dari rumah tersebut. Oleh karena itu, permukiman merupakan
serangkaian hubungan antara benda dengan benda, benda dengan manusia, dan manusia
dengan manusia. Hubungan ini memiliki suatu pola dan struktur yang terpadu (Rapoport,
1994).
17
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
BAB III
ANALISA KARAKTERISTIK LOKAL LANSEKAP TRADISIONAL
18
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Pupun Porun Blebe Oin Ali-Ilin (Agustus - September). Mata pencaharian lain adalah
sebagai pengrajin tenun ikat, peternak, nelayan, dan juga ada yang bekerja di kantor
pemerintah desa serta guru.
dahulu. Secara garis besar, lansekap Desa Sikka mempunyai pedoman khusus yang sangat
dipegang oleh masyarakat dalam pembentukan tatanan dan membangun permukiman
penduduk. Aspek Ama Lero Wulang dan Ina Niang Tana masih tetap terjaga hingga saat ini.
20
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Permukiman Tradisional
Permukiman Warga
Gambar 3.12 Organisasi Keruangan Desa Sikka
Sumber : Diolah dari Google Earth, 2015
Permukiman Warga
Permukiman Tradisional
Penggunaan lahan sebagian besar didominasi oleh guna lahan kebun, ladang dan
hutan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa hampir 50% lebih penduduk Sikka bermata
pencaharian sebagai petani kebun atau ladang. Permukiman tradisional Kerajaan Sikka
berbentuk melingkar sedangkan permukiman warga menyebar sesuai dengan keadaan
topografi dan linear mengikuti jalur jalan. Secara spasial permukiman tradisional Kerajaan
Sikka terdapat ruang luar yaitu ruang yang berada ditengah-tengah permukiman tradisional
digunakan untuk aktivitas ritual. Batas permukiman tradisional Kerajaan Sikka dapat
diidentifikasi dari jalur jalan yang melingkari kawasan ini.
22
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Permukiman
Warga Permukiman Tradisional Sikka
23
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
f. Sirkulasi (Circulation)
Sistem sirkulasi merupakan aspek penting yang menentukan hubungan lingkungan
di dalam permukiman dan juga lingkungan di dalam dengan di luar permukiman. Untuk
mencapai Desa Sikka dibutuhkan waktu ± 45 menit perjalanan dari pusat kota yaitu Kota
Maumere dengan menggunakan bis angkutan umum atau sepeda motor. Kondisi jalan dari
Kota Maumere ke Desa Sikka masih cukup baik. Akses jalan pada permukiman penduduk
biasa berupa jalan aspal untuk kendaraan roda dua dan empat. Sedangkan sirkulasi mikro
pada permukiman tradisional kerajaan Sikka tidak diperbolehkan untuk kendaraan bermotor
dan kondisi berupa jalan tanah dan diperkeras pada bebrapa bagian. Adanya pagar pembatas
ini merupakan penanda bahwa permukiman adat ini tidak sembarang boleh memasukinya.
g. Topografi (Topgraphy)
Daratan Desa Sikka tergolong landai karena letaknya menghadap ke laut di bagian
selatan sedangkan bagian utara berupa perbukitan dan gugusan pegunungan (Gunung Ili
Bekor, Gunung Ili Gai dan Gunung Ili Newa) yang pada zaman awal sebagai tempat tinggal
penduduk asli yang disebut Natar Gahar (kampung tinggi, kampung di perbukitan).
Pembentukan permukiman awal terjadi di area bagian tengah dengan tingkat
kemiringan yang relatif datar atau landai dan berada pada ketinggian ± 15 mdpl.
24
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Permukiman tradisional di Desa Sikka berada pada dataran rendah yang dilindungi oleh
perbukitan sebagai gugusan pegunungan dan lautan. Berkaitan dengan sejarah dan
kepercayaan yang diceritakan secara turun temurun oleh pendahulu, manusia pertama di
wilayah Sikka yaitu penduduk asli turun dari Gunung Ili Gai dan Gunung Ili Newa atau
Natar Gahar dengan pendatang dari seberang lautan yang bertemu dan membentuk suatu
kawasan permukiman tradisional Sikka.
Perkampungan Warga
Kawasan Kerajaan Sikka
Laut Sawu
h. Vegetasi (Vegetation)
Desa Sikka terletak diantara daerah pegunungan yang dikelilingi oleh bukit-bukit dan
lautan. Vegetasi yang tumbuh pada lingkungan permukiman sesuai dengan spsefikasi iklim
dan ketinggian lahannya. Pertanian dan perkebunan menjadi hal yang utama bagi
masyarakat Sikka, sehingga lahan perkebunan dan ladang berdekatan dengan area
permukiman.
Adapula tanaman keras seperti, jati, mahoni, lontar, kelapa dan bambu. Tanaman-
tanaman keras tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk membangun rumah adat maupun
rumah tinggal bagi mereka. Disepanjang jalan menuju Desa Sikka terdapat bermacam-
macam jenis vegetasi yang tumbuh pada jalur itu. Pada area permukiman tradisional,
vegetasi yang tumbuh berupa beberapa pohon kelapa, pisang, beringin, mahoni serta perdu
dan semak yang berada di area permukiman tradisional Kerajaan Sikka. Penyebaran
vegetasi di permukiman Desa Sikka secara umum tidak merata berdasarkan keinginan
masyarakat setempat atau tumbuh secara liar.
25
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
26
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
Titik fokus (focal point) di permukiman Desa Sikka mengarah ke istana Lepo Gete,
gereja tua Sikka dan Wisung Fatima Lela.
27
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
28
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setiap tradisi memiliki karakteristik permukiman tradisional yang khas. Desa Sikka
merupakan sebuah desa tradisional yang ada di Kabupaten Sikka memegang nilai-nilai
sejarah penting dan memiliki tradisi yang cukup kuat. Tatanan lansekap pada Desa Sikka
dapat dilihat dari konsep ruang makro, meso dan mikro. Ruang makro terdiri dari ruang
pertanian dan perkebunan, dan ruang permukiman. Ruang meso merupakan area
permukiman masyarakat baik permukiman tradisional Kerajaan Sikka maupun permukiman
masyarakat biasa yang berada pada topografi yang landai sedangkan ruang mikro adalah
tata ruang pada skala rumah baik permukiman tradisional maupun permukiman masyarakat.
Lansekap Desa Sikka merupakan pola atau tata ruang yang didalamnya terdapat elemen-
elemen lansekap pembentuknya, ragam jenis, tata letak dan bentuk, fungsi dan makna
kepercayaan, sosial budaya, dan alam sekitarnya. Selain itu pembentuk karakter lansekap
Desa Sikka sangat dipengaruhi oleh tradisi atau aktivitas-aktivitas yang biasanya dilakukan
oleh masyarakat yang berhubungan dengan nilai-nilai tradisi.
4.2 Saran
Penataan ruang yang direncanakan sebaiknya memperhatikan perspektif tradisional
dan budaya setempat dalam pengembangan wilayah. Pengabaian budaya dan perspektif
tradisional akan mendorong permukiman yang tumbuh semrawut dan tidak bernilai.
Begitupun konflik-konflik kecil antara masyarakat adat dengan pemerintah setempat.
Menjaga dan melestarikan merupakan suatu hal penting untuk masa yang akan datang
sekaligus menjaga identitas wilayah dengan masyarakatnya. Mengetahui karakteristik dan
faktor-faktor yang mempengaruhi pola permukiman tradisional suatu masyarakat dalam
menghadapi tantangan pengaruh global merupakan hal yang diperlukan bagi negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia sebelum nilai-nilai budaya tergerus oleh arus
globalisasi. Kajian ini akan menjadi informasi yang sangat berguna dalam menyusun
kebijakan pembangunan lingkungan budaya, khususnya perdesaan. Kegiatan inventarisasi
dan dokumentasi tentang pola pemukiman tradisional dalam semua aspek perlu ditingkatkan
dan dilakukan secara berkesinambungan.
29
Lansekap Tradisional
AMBROSIUS A. K. S. GOBANG
156060500111001
DAFTAR PUSTAKA
Ebed de Rosary. ‘Lepo Gete’ Istana Raja yang Merana, Majalah Flores Bangkit.
http://www.floresbangkit.com/2015/01/lepo-gete-istana-raja-yang-merana/. (diakses 13
Agustus 2015)
Gomez, E. P. d & O. P. Mandalangi. 2006. Don Thomas Peletak Dasar Sikka Membangun.
Maumere : Penerbit Yapenthom
Haryono, Paulus. 2007. Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Jakarta : Bumi Aksara
Longginus Diogo. Pulau Ular Naga Sawaria. Kupang : Harian Spirit NTT
http://spiritentete.blogspot.com/2010/09/pulau-ular-naga-sawaria-2.html, (diakses 13
Agustus 2015)
Sajogyo & Pudjiwati S. Sosiologi Pedesaan. Jakarta : Gadjah Mada University Press
Ubed A. Syarif. Kerajaan Sikka-Flores yang Hilang dan Pesona Wisata Flores. Jakarta :
Kompasiana. http://www.kompasiana.com/ubedasy/kerajaan-sikka-flores-yang-hilang-dan-
pesona-wisata-flores_54f37598745513962b6c7667, (diakses 13 Agustus 2015)
30
Lansekap Tradisional