Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 43

BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan


manifestasi erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri
radikuler unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom. herpes zoster
merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen virus varisela zoster di
dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis atau
ganglion saraf autonomik yang menyebar ke jaringan saraf dan kulit dengan
segmen yang sama.1

Herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa mengenal muism.


Insidennya 2-3 kasus per-1000 orang/tahun. Insiden dan keparahan penyakitnya
meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari setengah jumlah keseluruhan
kasus dilaporkan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan komplikasi terjadi
hampir 50% di usia tua. Jarang dijumpai pada usia dini (anak dan dewasa muda),
bila terjadi, kemungkinan dihubungkan dengan varisela maternal saat kehamilan.
Pada tahun 2011 - 2013 dari data 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia terdapat
2.232 penderita herpes zoster dan puncak kasus herpes zoster terjadi pada usia
45 – 64 tahun sebanyak 37,95%.1,2

Meningkatnya insidensi pada usia lanjut ini berkaitan dengan menurunnya


respon imun dimediasi sel yang dapat pula terjadi pada pasien imunokompromais
seperti pasien HIV-AIDS, pasien dengan keganasan, dan pasien yang mendapat obat
imunosupresi. Namun, insidensinya pada pasien imunokompeten pun besar. Herpes
zoster sendiri meskipun bukan penyakit yang life-threatening, namun dapat
menggangu pasien sebab dapat timbul rasa nyeri. Lebih lanjut lagi nyeri yang dialami
saat timbul lesi kulit dapat bertahan lama, hingga berbulan-bulan lamanya sehingga
dapat menggangu kualitas hidup pasien.3

Laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dan bahan pembelajaran pada stase
kulit kelamin di Rumah Sakit Daerah Palembang Bari, sebab menurut Konsil

1
Kedokteran Indonesia (2012), herpes zoster adalah kasus dengan tingkat
kemampuan 4A, yaitu lulusan dokter dapat mendiagnosis klinis dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.4

2
BAB II
ISI

2.1. HERPES ZOSTER


2.1.1 DEFINISI
Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi
vesikuler berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikuler unilateral yang
umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi
infeksi laten endogen virus varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks
dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomik yang menyebar ke
jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama.1

2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Penyakit herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa mengenal musim.
Insidennya 2-3 kasus per-1000 orang/tahun. Insiden dan keparahan penyakitnya
meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari setengah jumlah keseluruhan kasus
dilaporkan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan komplikasi terjadi hampir 50% di
usia tua. Jarang dijumpai pada usia dini (anak dan dewasa muda), bila terjadi,
kemungkinan dihubungkan dengan varisela maternal saat kehamilan. Risiko penyakit
meningkat dengan adanya keganasan, atau dengan transplantasi sumsum tulang/ginjal
atau infeksi HIV. Tidak terdapat predileksi gender. Penyakit ini bersifat menular namun
daya tularnya kecil bila dibandingkan dengan varisela.1

3
2.1.3 ETIOPATOGENESIS

Gambar 1. Dermatom
(Medical Mini Notes – Surgery Edition hal. 41)

Pada herpes zoster, predileksi yang paling sering terkena adalah toraks (>50%),
trigeminal (10-20%), lumbosakral dan cervikal (10-20%). Hope simpson, 1965,
mengajukan hipotesis bahwa imunitas terhadap varisela zoster berperan dalam
patogenesis herpes zoster terutama imunitas selularnya. mengikuti infeksi primer virus
varisela-zoster (varisela), partikel virus dapat tetap tinggal di dalam ganglion sensoris
saraf spinalis, kranialis atau otonom selama setahun. Pada saat respons imunitas selular
dan titer antibodi spesifik terhadap virus varisela-zoster menurun (misal oleh karena
umur atau penyakit imunosupresif) sampai tidak lagi efektif mencegah infeksi virus,
maka partikel virus varisela-zoster yang laten tersebut mengalami reaktivasi dan
menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata di dalam satu dermatom. faktor lain seperti
radiasi, trauma fisis, obat-obat tertentu, infeksi lain, atau stres dapat dianggap sebagai
pencetus walaupun belum pasti.1

4
Gambar 2. Varisela menjadi herpes zoster5

Gambaran perkembangan rash pada herpes zoster :

Gambar 3. sekelompok vesikel – vesikel dalam bentuk bervariasi6

Gambar 4. vesikel berumbilikasi dan membentuk krusta6

5
Gambar 5. sekelompok vesikel – vesikel berkonfluens pada kasus inflamasi berat6

Gambar 6. vesikel pecah menjadi krusta dan mungkin dapat menjadi scar jika inflamasi
berat6

2.1.4 GEJALA KLINIS


Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodormal berupa sensasi
abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parestesia sepanjang dermatom, gatal,
rasa terbakar dari ringan sampai berat. Nyeri dapat menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark
jantung, nyeri duodenum, kolesistitis, kolik ginjal atau empedu, apendisitis. Dapat juga
dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri kepala, malaise dan demam. Gejala prodromal
dapat berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2 hari). Setelah awitan gejala
prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas di
satu dermatom) berupa makula kemerahan. Kemudian berkembang menjadi papul,
vesikel jernih berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan
akhirnya pecah menjadi krusta (berlangsung selama 7-10 hari). Erupsi kulit mengalami
involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian besar kasus herpes zoster, erupsi kulitnya
menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa.1

6
Pada sejumlah kecil pasien dapat terjadi komplikasi berupa kelainan mata (10-
20% penderita) bila menyerang di daerah mata, infeksi sekunder, dan neuropati motorik.
kadang-kadang dapat terjadi meningitis, ensefalitis atau mielitis. Komplikasi yang sering
terjadi adalah neuralgia pasca herpes (NPH), yaitu nyeri yang masih menetap di area
yang terkena walaupun kelainan kulitnya sudah mengalami resolusi. Perjalanan penyakit
herpes zoster pada penderita imunokompromais sering rekuren, cenderung kronik
persisten. Lesi kulitnya lebih berat (terjadi bula hemoragik, nekrotik dan sangat nyeri),
tersebar diseminata, dan dapat disertai dengan keterlibatan organ dalam. Proses
penyembuhannya juga berlangsung lebih lama. Dikenal beberapa variasi klinis herpes
zoster antara lain zoster sine herpete bila terjadi nyeri segmental yang tidak diikuti
dengan erupsi kulit. Herpes zoster abortif bila erupsi kulit hanya berupa eritema dengan
atau tanpa vesikel yang langsung mengalami resolusi sehingga perjalanan penyakitnya
berlangsung singkat dan disebut zoster aberans bila serupa kulitnya melalui garis tengah.1
Bila virusnya menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius terjadi sindrom
ramsay-hunt yaitu erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau membran timpani disertai
paresis fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah, tinitus,
vertigo dan tuli. Terjadi herpes zoster oftalmikus bila virus menyerang cabang pertama
nervus trigeminus. Bila mengenai anak cabang nasosiliaris (timbul vesikel di puncak
hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson) kemungkinan besar terjadi kelainan mata.
Walaupun jarang dapat terjadi keterlibatan organ dalam.1

2.1.5 DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran klinisnya
memiliki karakteristik tersendiri. Untuk kasus-kasus yang tidak jelas, deteksi
antigen atau nucleic acid varicella zoster virus, isolasi virus dari sediaan hapus
lesi atau pemeriksaan antibodi IgM spesifik diperlukan. Pemeriksaan dengan
teknik polymerase chain reaction (PCR) merupakan tes diagnostik yang paling
sensitif dan spesifik (dapat mendeteksi DNA virus varisela zoster dari cairan
vesikel). Pemeriksaan kultur virus mempunyai sensitivitas yang rendah karena
virus herpes labil dan sulit to recover dari cairan vesikel. pemeriksaan direct
immunofluorecent antigen-staining lebih cepat serta mempunyai sensitivitas yang

7
lebih tinggi daripada kultur dan dipakai sebagai tes diagnostik alternatif bila
pemeriksaan PCR tidak tersedia.1

Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran klinis.


Komponen utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya gejala prodromal
berupa nyeri, distribusi yang khas dermatomal, vesikel berkelompok, atau dalam
beberapa kasus ditemukan papul, beberapa kelompok lesi mengisi dermatom,
terutama dimana terdapat nervus sensorik, tidak ada riwayat ruam serupa pada
distribusi yang sama (menyingkirkan herpes simpleks zosteriformis), nyeri dan
allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal tidak menimbulkan
nyeri) pada daerah ruam. Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes
Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti
banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan
mikroskop elektron, serta tes serologik.7

2.1.6 DIANOSIS BANDING


Herpes zoster awal dapat didiagnosis banding dengan dermatitis venenata
atau dermatitis kontak, herpes zoster yang timbul di daerah genetalia mirip dengan
herpes simpleks, sedangkan herpes zoster diseminata dapat mirip dengan
varisela.1

2.1.7 KOMPLIKASI
1. Neuralgia paska herpetik

Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.1,5

2. Infeksi sekunder

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.


Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
8
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan
jaringan nekrotik.5

3. Sindrom Ramsay Hunt

Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit
yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran,
nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.8

4. Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai
paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas,
vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.8

2.1.8 PENATALAKSANAAN
prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri secepat mungkin
dngan cara membatasi replikasi virus, sehingga mengurangi kerusakan saraf lebih
lanjut.

a) Sistemik

 obat antivirus

Obat antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster dand


erajat keparahan nyeri herpes zoster akut. efektivitasnya dalam
mencegah NPH masih kontroversial. Tiga antivirus oral disetujui oleh
Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi herpes zoster,
famsiklovir, valasiklofir hidrokhlorida, dan asiklovir. bioavailabilitas
asiklovir hanya 15-20%, lebih rendah dibandingkan valasiklovir
(65%) dan famsiklovir (77%). antivirus famsiklovir 3x 500 mg atau
valasiklovir 3x 1000 mg atau asiklovir 5x 800 mg diberikan sebelum

9
72 jam awitan lesi selama 7 hari.1

 Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid oral sering dilakukan, walaupun berbagai


penelitian menunjukkan hasil beragam. prednison yang digunakan
bersama asiklovir dapat mengurangi nyeri akut. hal ini disebabkan
penurunan derajat neuritis akibat infeksi virus dan kemungkinan juga
menurunkan derajat kerusakan pada saraf yang terlibat. Akan tetapi
pada penelitian lain, penambahan kortikosteroid hanya memberikan
sedikit manfaat dalam memperbaiki nyeri dan tidak bermanfaat untuk
mencegah NPH, walaupun memberikan perbaikan kulaitas hidup.
mengingat risiko komplikasi terapi kortikosteroid lebih berat daripada
keuntungannya, departemen ilmu kesehatan kulit dan elamin
FKUI/RSCM tidak menganjurkan pemberian kortikosteroid pada
herpes zoster.1

 Analgetik

Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respons baik terhadap


AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau analgetik
non opioid (parasetamol, tramadol, asam mafenamat). kadang-kadang
dibutuhkan opioid (kodein, morfin atau oksikodon) untuk pasien
dengan nyeri kronik hebat. pernah dicoba pemakaian kombinasi
parasetamol dengan kodein 30-60 mg.1

 antidepresan dan antikonvulsan

Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi terapi


asiklovir demgan antidepresan trisiklik atau gabapentin sejak awal
mengurangi prevalensi NPH.1

10
b) Topikal

 analgetik topikal

 kompres

Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio Calamin


(Caladryl) dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi
nyeri dan pruritus. kompres dengan solusio Burowi
(aluminium asetat 5%) dilakukan 4-6 kali/hari selama 30-60
menit. kompres dingin atau cold pack juga sering digunakan.1

 Anti inflamasi nonsteroid (AINS)

Berbagai AINS topikal seperti bubuk aspirin dalam kloroform


atau etil eter, krim indometasin dan diklofenak banyak
dipakai. Balaskrishnan dkk melaporkan asam asetil salisilat
topikal dalam pelembab lebih efektif dibandignkan aspirin oral
dalam memperbaiki nyeri akut. aspirin dalam etil eter atau
kloroform dilaporkan aman dan bermanfaat menghilangkan
nyeri untuk beberapa jam. krim indometasin sama efektifnya
dengan aspirin, dan aplikasinya lebih nyaman. penggunaannya
pada area luas dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal
akibat absorbsi perkutan. peneltiian lain melaporkan bahwa
krin indometasin dan diklofenak tidak lebih baik dari plasebo.1

 Anestetik lokal

Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras


saraf yang terlibat dalam herpes zoster telah banyak dilakukan
untuk menghilangkan nyeri. pendekatan seperti infiltrasi lokal
subkutan, blok saraf perifer, ruang paravertebral atau epidural,
dan blok simpatis untuk nyeri yang berkepanjangan sering
digunakan. Akan tetapi, dalam studi propektif dengan kontrol
berskala besar, efikasi blok saraf terhadap pencegahan NPH
belum terbukti dan berpotensi menimbulkan risiko.1

11
 Kortikosteroid

Krim/losio yang mengandung kortikosteroid tidak digunakan


pada lesi akut herpes zoster dan juga tidak dapat mengurangi
NPH.1

2.1.9 PROGNOSIS
Infeksi primer herpes virus merupakan penyakit yang dapat sembuh
spontan, biasanya berlangsung selama 1-2 minggu. Kematian dapat terjadi pada
masa neonates, anakdengan malnutrisi berat, kasus meningo-ensefalitis, dan
eksema herpetikum yang berat, diluar keadaan ini biasanya prognosis baik.
Mungkin sering ditemukan serangan berulang, tetapi serangan ulang tersebut
jarang berat, kecuali serangan ulang pada mata yang dapat menyebabkan
timbulnya jaringan parut pada kornea dan menimbulkan kebutaan.1,8

2.2. DERMATITIS VENENATA


2.2.1 DEFINISI
Dermatitis Venenata merupakan dermatitis kontak iritan tipe akut lambat
(gejala sama dengan DKI akut namun lesi baru muncul 8-24 jam atau lebih
setelah kontak) yang biasanya disebabkan oleh gigitan, liur atau bulu serangga
yang terbang pada malam hari, atau dapat juga disebabkan oleh terpaparnya bahan
iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga, pohon mahoni, dan lain
sebagainya.9

2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Dermatitis venenata dapat dialami oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita diperkirakan cukup banyak
terutama pada orang yang pekerjaannya sangat rentan kontak dengan agen iritan.1
Pada DKI akibat serangga khususnya yang disebabkan Paederus kejadiannya
meningkat pada musim penghujan, karena cuaca yang lembab merupakan

12
lingkungan yang sesuai bagi organisme penyebab dermatitis venenata (misal:
Genus Paederus).9,10

2.2.3 ETIOLOGI
Serangga yang menyebabkan dermatitis venenata akibat paederus berasal
dari kelas insect, Ordo Coleoptera, Famili Staphylinidae, Genus Paederus dan
Spesies Paedeus Fuscipes. Khususnya banyak ditemukan di daerah tropis.
Morfologi paederus dewasa panjangnya bisa mencapai 7 sampai 10 mm dan lebar
0,5 sampai 1 mm. Paederus berkepala hitam dengan abdomen di caudalnya dan
juga elytral (struktur yang membungkus sayap dan sepertiga atas segmen
abdomen). Meskipun paederus dapat terbang, namun paederus lebih sering berlari
dan meloncat. Paederus merupakan makhluk nocturnal dan tertarik dengan cahaya
putih dan terang. Hemolimfe dari paederus mengandung suatu bahan aktif yakni
paederin yang kemudian menyebabkan keluhan gatal, rasa panas tebakar,
kemerahan pada kulit yang timbul dalam 12-48 jam setelah kulit terpapar.11

2.2.4 PATOGENESIS
Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan
lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan
(toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus
membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti. Kerusakan
membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA),
diasilgliserida (DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA
dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi
vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah
transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan
kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan
histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler.1
DAG dan second messenger lain mengstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt-macrophage colony
stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2

13
an mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan
proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR
dan adesi intrasel- (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga
melepaskan TNFά, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T,
makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan
sitokin.1
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di
tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan
kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali
kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga hal tersebut
akan mempermudah kerusakan sel di lapisan kulit lebih dalam.1

2.2.5 GEJALA KLINIS


Dermatitis venenata termasuk ke dalam tipe DKI akut lambat. Keluhan
yang dirasakan dirasakan pedih, panas, rasa terbakar, dan gatal. Gejala klinis yang
dapat ditemukan dari pasien dengan dermatitis venenata antara lain:
a. Tidak ada gejala prodromal.
b. Lesi muncul tiba-tiba pada pagi hari atau setelah berkebun dan terasa gatal
serta pedih.
c. Kulit yang terpapar oleh bahan aktif paederin akan menjadi eritem, disertai
rasa perih, panas dan terbakar. Bila lesi ini digaruk, maka lesi ini akan
menyebar dan membentuk gambaran lesi berupa patch eritem linear yang
kemudian berlanjut menjadi vesikel, bula, terkadang bula menjadi pustular,
bahkan nekrosis. Lesi mulai muncul setelah 8-24 jam setelah terpapar bahan
aktif dan membaik dalam waktu seminggu
d. Lesi biasanya terjadi pada tempat yang tidak tertutupi, misalnya tangan, kaki
juga leher dan wajah, khususnya area periorbital, yang merupakan bagian
tubuh paling sering menjadi predileksi.
e. Adanya kissing phenomenon, yang berarti yang tertempel atau terkena lesi
akan berubah menjadi lesi yang baru.10

14
2.2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis venenata dapat ditegakkan melalui anamnesa dan
pemeriksaan fisik yang cermat. Riwayat kegiatan sebelumnya penting untuk
ditanyakan mengingat penyakit ini biasanya timbul akibat bulu serangga yang
terbang pada malam hari.10,

2.2.7 PENATALAKSANAAN
Upaya pengobatan non medikamentosa yang terpenting adalah menghindari
pajanan bahan iritan yang menjadi penyebab, baik yang bersifat mekanik, fisis,
maupun kimiawi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak
terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh tanpa pengobatan topikal,
mungkin cukup dengan pemberian pelembab untuk memperbaiki sawar kulit.10
Pengobatan medikamentosa terdiri dari:
Pengobatan topikal :
1. Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NaCl 0,9%)
atau Burrow’s solution. Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi
pembentukan vesikel dan membantu mengurangi pertumbuhan bakteri.
Kompres ini diganti setiap 2-3 jam.
2. Bentuk kronis dan kering, untuk mengatasi peradangan pada rekasi lokal,
dapat diberikan krim hydrocortisone 1% yang merupakan lini pertama
pengobatan sebagai antiinflamasi ringan, atau diflucortolone valerat 0,1%
atau krim betamethasone valerat 0,005-0,1%, atau untuk kelainan yang kronis
dapat diawali dengan kortikosteroid dosis yang lebih kuat. Apabila terjadi
reaksi sistemik maka dipertimbangkan pemberian obat secara sistemik.

Pengobatan sistemik :
Kortikosteroid sistemik hanya diberikan penyakit berat. Ketika pertahanan
kulit rusak, hal tersebut berpotensial untuk terjadinya infeksi sekunder oleh
bakteri. Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral untuk
mencegah perkembangan selulit dan untuk mempercepat penyembuhan.

15
Antihistamin dapat diresepkan untuk mengobati beberapa gejala simptomatis
yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan.12

2.2.8 PROGNOSIS
Bila bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis tersebut tidak dapat
disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik.10

2.3 IMPETIGO VESIKOBULOSA


2.3.1 DEFINISI
Impetigo vesikobulosa atau impetigo bulosa merupakan pioderma
superficialis berupa eritema, bula dan bula hipopion yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus.1

2.3.2 EPIDEMIOLOGI
Impetigo vesikobulosa dapat dijumpai pada anak-anak maupun orang
dewasa.1

2.3.3. ETIOPATOGENESIS
Impetigo vesikobulosa disebabkan oleh eksotoksin Staphylococcus aureus
yang masuk melalui kulit terluka menyebabkan lepasnya adhesi dermis superfi
sial yang menimbulkan lepuh dan menyebabkan terkelupasnya kulit dengan
membelahnya sel granular epidermis. Racun eksfoliatif yang dihasilkan oleh
Staphylococcus aureus mengandung protease serin yang berkerja pada
desmoglein 1, yaitu suatu ikatan peptide penting yang terikat pada molekul yang
menahan sel epidermal secara bersamaan. Proses ini memungkinkan bakteri
Staphylococcus aureus untuk menyebar dibawah stratum korneum dan kemudian
mengeluarkan toksin yang akan menyebabkan epidermis terpisah dari stratum
granulosum.13

16
2.3.4 GEJALA KLINIS
Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di aksila, dada dan
punggung. Sering bersama-sama millaria. Kelainan kulit berupa eritema, bula dan
bula hipopion. Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah
memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.1

2.3.5 DIAGNOSIS BANDING


Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koleret dan eritema, maka
mirip dermatofitosis. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah sebelumnya
terdapat lepuh. Jika ada maka diagnosisnya adalah impetigo vesikobulosa.1

2.3.6 TATALAKSANA
Jika terdpat hanya beberapa vesikel/bula, maka vesikel/bula dipecahkan
lalu diberi salap antibiotik atau cairan antiseptik. Jika banyak, maka diberikan
pula antibiotik sistemik. Faktor predisposisi dicari. Jika karena banyak keringat,
maka ventilasi diperbaiki.1

17
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. S
Usia : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Bangsa : Indonesia
Alamat : Perum OPI Jl. Cendrawasih I Blok H 33
Palembang
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 16 Juli 2018

3.2 Anamnesis
Alloanamnesis (16 Juli 2018 pukul 11.30 WIB)
3.2.1 Keluhan Utama
Terdapat gelembung kemerahan berisi cairan pada punggung kiri, lengan dan
tangan kiri sejak ± 6 hari yang lalu.

3.2.2 Keluhan Tambahan


Nyeri, panas dan gatal.

3.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit


± 8 hari yang lalu, pasien mengeluh pegal, kesemutan dan panas terutama
pada tangan kirinya. Pasien juga mengeluh badan terasa lemas disertai sakit
kepala dan demam Pasien mengatakan bahwa keluhan tersebut tidak terlalu
dirasakannya sehingga dirinya enggan untuk berobat ke rumah sakit. Pasien tidak
mengkonsumsi obat apapun dan hanya beristirahat di rumah untuk mengurangi
gejala yang diderita, namun keluhan yang dirasakan tidak berkurang.
± 6 hari yang lalu, awalnya timbul gelembung kemerahan sebanyak > 5
buah sebesar jarum pentul pada telapak tangan kiri. Kemudian gelembung

18
kemerahan tersebut muncul di punggung kiri atas lalu di lengan kiri pasien
dengan jumlah masing-masing < 10 buah sebesar jarum pentul. Pasien
mengatakan bahwa munculnya gelembung pada punggung dan lengan terjadi
hanya dalam hitungan jam dan hanya timbul pada tubuh sebelah kiri saja. Pasien
mengeluh panas, nyeri dan gatal pada daerah tersebut. Pasien mengatakan bahwa
dirinya sempat berobat ke puskesmas dan diberikan salep yang dioleskan 3 kali
sehari pada daerah yang mengalami keluhan, namun pasien lupa nama salep
tersebut. Pasien merasa keluhan tidak berkurang dan gelembung semakin banyak.
± 5 hari yang lalu, jumlah gelembung kemerahan dirasakan semakin
bertambah banyak. Pasien mengatakan bahwa gelembung-gelembung kemerahan
yang ada di telapak tangan kirinya menyatu dan membentuk 2 buah gelembung
yang berukuran besar kurang lebih sebesar koin. Pada daerah punggung kiri atas
dan lengan kiri juga dirasakan jumlah gelembung kemerahan bertambah menjadi
>10 buah sebesar jarum pentul dan biji jagung. Pasien juga mengeluh nyeri,
panas, dan gatal pada daerah tersebut. Pasien tidak mengeluhkan adanya kelainan
kulit di bagian tubuh lain. Pasien menggunakan salep yang dioleskan 3 kali sehari
pada daerah yang mengalami keluhan, namun keadaan masih belum membaik.
Pada tanggal 16 Juli 2018, pasien datang berobat ke poliklinik kulit dan
kelamin RSUD Palembang BARI untuk berobat. Pasien mengatakan bahwa
keluhan ini pertama kali terjadi. Sehari-hari pasien selalu mandi 2 kali sehari dan
mengganti pakaian minimal 2 kali dalam sehari. Pasien menyangkal adanya
anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien. Riwayat
kontak dengan serangga sebelumnya disangkal. Riwayat keluhan muncul tiba-tiba
pada pagi hari disangkal. Riwayat penyakit kencing manis disangkal. Riwayat
adanya penyakit kulit sebelumya disangkal. Riwayat kontak dengan penderita
penyakit kulit sebelumnya disangkal. Keluarganya mengatakan bahwa pasien
dulu sempat terkena cacar air saat usia 3 tahun.

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat keluhan yang sama dengan sebelumnya tidak ada.
2. Riwayat cacar pada pasien ada.

19
3. Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
4. Riwayat DM disangkal.

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


1. Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan pada kulit yang sama
seperti penderita.
2. Riwayat alergi dalam keluarga disangkal.
3. Riwayat DM di keluarga tidak ada.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 60 kg
Nadi : 80 x/menit, regular.
Suhu : 37,2 °C
Pernapasan : 21 x/menit
Keadaan Spesifik
Kepala : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada kelainan
Thoraks : Tidak ada kelainan
Thoraks posterior : Lihat status dermatologikus
Abdomen : Tidak ada kelainan
Genitalia : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Lihat status dermatologikus.

20
3.3.2. Status Dermatologikus

Vesikel
dan bula
eritematosa

Tidak
simetris,
berkelompok

Gambar 1. Regio scapularis


 Pada dermatom C4 terdapat vesikel eritematosa, berjumlah multipel, berukuran
0,1 - 0,3 cm, lesi ireguler, unilateral.
 Pada dermatom C4 terdapat bula eritematosa, berjumlah multipel, berukuran 0,5 -
0,7 cm, lesi ireguler, unilateral.

bula
eritematosa

Vesikel

bula

Gambar 2. Regio palmar

21
 Pada dermatom C8 dan C7 terdapat bula eritematosa, multipel, berukuran 0,5 –
2,6 cm, lesi ireguler, konfluens herpetiformis.
 Pada dermatom C8 dan C7 terdapat vesikel eritematosa, multipel, berukuran 0,1 –
0,4 cm, lesi ireguler, herpetiformis.

Vesikel dan
bula
eritematosa
berkelompok

Gambar 3. Regio brachialis, antebrachialis dan dorsum manus


 Pada dermatom C5, C6, C7, C8 dan T1 terdapat vesikel dasar eritematosa,
multipel, berukuran 0,1 – 0,3 cm, lesi ireguler, herpetiformis.
 Pada dermatom C5, C6, C7, C8 dan T1 terdapat bula eritematosa, multipel,
berukuran 0,5 – 0,6 cm, lesi ireguler, herpetiformis.

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan bila ada keraguan klinis. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu:
1. Tes Tzanck
2. Pemeriksaan Histopatologis
3. Pewarnaa Gram

22
3.5 Diagnosa Banding
1. Herpes Zoster
2. Dermatitis Venenata
3. Impetigo Vesikobulosa

3.6 Diagnosis Kerja


Herpes Zoster

3.7 Penatalaksanaan
Non-medikamentosa
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit, kemungkinan penyebab dan
kemungkinan menularnya penyakit ini.
b. Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan badan agar tidak terjadi infeksi
sekunder.
c. Menganjurkan kepada pasien untuk jangan menggaruk lesi agar tidak pecah.
d. Edukasi tentang menjaga lesi agar tetap bersih dan kering.

Medikamentosa
a Oral
Antivirus :
Asiklovir 5 x 800 mg diberikan selama 7 hari.
Analgetik :
Asam mefenamat 3 x 500 mg setelah makan
b Topikal
Salicyl talk 2%

3.8 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad cosmetica : dubia ad bonam

23
3.9 Follow Up
Hari/tanggal : Senin, 23 Juli 2018
S/ Pasien datang dengan keluhan terdapat koreng kehitaman pada punggung
kiri atas, lengan dan tangan kiri sejak ± 5 hari lalu yang disertai nyeri dan
panas pada daerah yang mengalami keluhan.
O/ Kesadaran : compos mentis
Pemeriksaan dermatologikus:
 Pada dermatom C7 dan C8 terdapat bula, multipel, berukuran 0,5 –
2,6 cm, ireguler, unilateral.
 Pada dermatom C4, C5, C6, C7, C8 dan T1 terdapat krusta,
multipel, berukuran 0,1-0,2 cm x 0,1-0,5 cm, ireguler, unilateral.

Gambar 4. Lesi pada punggung kiri atas, lengan kiri dan tangan kiri
A/ Herpes Zoster
P/ Paracetamol 3 x 500 mg setelah makan
Salicyl talk 2%

24
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada laporan kasus ini membahas tentang seorang pasien Ny. S, seorang
perempuan berusia 50 tahun yang saat ini bekerja sebagai guru PNS dan beragama Islam.
Dalam menegakkan suatu diagnosis klinis dapat diperoleh dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta status dermatologikus pasien tersebut.
Dari hasil anamnesis, didapatkan pasien datang dengan keluhan muncul
gelembung kemerahan berisi cairan pada punggung kiri atas, lengan dan tangan kiri. Pada
bagian yang terdapat gelembung kemerahan terasa nyeri, panas dan gatal. Esoknya
gelembung dirasakan semakin bertambah banyak pada daerah tersebut dan tidak muncul
pada bagian tubuh yang lain. Keluhan seperti pegal, kesemutan, panas disertai lemas,
sakit kepala dan demam dirasakan sejak 2 hari sebelum munculnya gelembung. Dari
status dermatologikus didapatkan pada dermatom C4, C5, C6 C7, C8 dan T1 sinistra
terdapat vesikel dan bula eritematosa, berjumlah multipel, berukuran 0,1 – 2,6 cm, lesi
ireguler, unilateral. Pada herpes zoster, gejala klinis dimulai dari gejala prodromal yaitu
pegal, gatal, nyeri, rasa terbakar dari ringan sampai berat serta gejala konstitusi seperti
nyeri kepala, malaise dan demam. Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi
vesikuler berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikuler unilateral.1
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut dapat kita pikirkan tiga
diagnosis banding yaitu herpes zoster, dermatitis venenata, dan impetigo vesikobulosa.
Diagnosis banding dapat ditinjau dari epidemiologi, gejala klinis dan daerah
predileksinya. Bila ditinjau dari aspek epidemiologi, pada kasus ini pasien berjenis
kelamin perempuan berusia 50 tahun, berkebangsaan Indonesia. Berdasarkan teori,
insiden dan tingkat keparahan penyakit herpes zoster semakin meningkat dengan
bertambahnya usia dan jarang dijumpai pada usia anak dan dewasa muda, namun tidak
terdapat predileksi gender. Dermatitis venenata dapat dialami oleh semua orang dari
berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Sedangkan pada impetigo vesikobulosa
dapat dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa.1 Meskipun sesuai dengan teori,
namun hal ini belum dapat menyingkirkan diagnosis banding.

25
Tabel 1. Diagnosis Banding Berdasarkan Epidemiologi
Diagnosis Banding
Kasus Herpes Zoster Dermatitis Impetigo
Venenata Vesikobulosa
Epidemiologi Pasien insiden dan dapat dialami dapat dijumpai
perempuan, 50 tingkat keparahan oleh semua pada anak-
tahun, penyakit semakin orang dari anak maupun
berkebangsaan meningkat dengan berbagai orang dewasa.
Indonesia. bertambahnya golongan umur,
usia dan jarang ras dan jenis
dijumpai pada kelamin
usia anak dan
dewasa muda.
Tidak terdapat
predileksi gender

Jika ditinjau dari gejala klinis, pada kasus diketahui bahwa awalnya timbul
gelembung kemerahan pada telapak tangan kiri, kemudian gelembung kemerahan
tersebut muncul di punggung kiri atas lalu di lengan kiri yang jumlahnya semakin lama
semakin banyak dan berkelompok. Keluhan ini disertai rasa panas, nyeri dan gatal pada
daerah tersebut. 2 hari sebelum timbulnya gelembung, pasien mengeluh pegal,
kesemutan, panas disertai lemas, sakit kepala dan demam. Herpes zoster dimulai dengan
timbulnya gejala prodromal berupa nyeri, pegal, parestesia dan lain-lain selama 1-10 hari
(rata-rata 2 hari) dan setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya
gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa makula kemerahan,
papul, vesikel jernih berkelompok selama 3-5 hari.1 Pada dermatitis venenata tidak
dijumpai gejala prodromal dan lesi berupa eritem, disertai rasa perih, panas dan terbakar
yang bila digaruk akan menyebar dan membentuk gambaran lesi berupa patch eritem
linear yang kemudian berlanjut menjadi vesikel, bula, terkadang bula menjadi pustular,
bahkan nekrosis.10 Sedangkan pada impetigo vesikobulosa, keadaan umum tidak
dipengaruhi dan terdapat kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopion yang
dapat pecah sehingga tampak koleret dengan dasar eritematosa.1 Berdasarkan teori
tersebut, maka diagnosis banding herpes zoster lebih mendekati dibandingkan dermatitis
venetata dan impetigo vesikobulosa.

26
Tabel 2. Diagnosis Banding Berdasarkan Gejala Klinis
Diagnosis Banding
Kasus Herpes Zoster Dermatitis Impetigo
Venenata Vesikobulosa
Gejala Klinis Timbul dimulai dengan tidak dijumpai keadaan umum
gelembung timbulnya gejala gejala tidak
kemerahan pada prodromal berupa prodromal dan dipengaruhi
telapak tangan nyeri, pegal, lesi berupa dan terdapat
kiri, kemudian parestesia dan eritem, disertai kelainan kulit
gelembung lain-lain selama rasa perih, panas berupa
kemerahan 1-10 hari (rata- dan terbakar eritema, bula
tersebut muncul rata 2 hari) dan yang bila dan bula
di punggung kiri setelah awitan digaruk akan hipopion yang
atas lalu di gejala prodromal, menyebar dan dapat pecah
lengan kiri yang timbul erupsi membentuk sehingga
jumlahnya kulit yang gambaran lesi tampak koleret
semakin lama biasanya gatal berupa patch dengan dasar
semakin banyak atau nyeri eritem linear eritematosa.
dan terlokalisata yang kemudian
berkelompok. (terbatas di satu berlanjut
Keluhan ini dermatom) berupa menjadi vesikel,
disertai rasa makula bula, terkadang
panas, nyeri dan kemerahan, papul, bula menjadi
gatal pada vesikel jernih pustular, bahkan
daerah tersebut. berkelompok nekrosis.
2 hari sebelum selama 3-5 hari.
timbulnya
gelembung,
pasien mengeluh
pegal,
kesemutan,
panas disertai
lemas, sakit
kepala dan
demam.

Berdasarkan daerah predileksi pada kasus ini adalah punggung atas, lengan dan
tangan bagian kiri saja. Berdasarkan teori, daerah predileksi pada herpes zoster adalah
pada toraks, trigeminal, lumbosakral dan cervikal serta unilateral atau hanya terkena pada
satu sisi tubuh.1 Pada dermatitis venenata biasanya terjadi pada tempat yang tidak
tertutupi, misalnya tangan, kaki juga leher dan wajah, khususnya area periorbital, yang
merupakan bagian tubuh paling sering menjadi predileksi.10 Sedangkan pada impetigo

27
vesikobulosa, tempat predileksinya di aksila, dada dan punggung.1 Pada kasus ini, daerah
yang mengalami keluhan hanya satu sisi tubuh saja, yaitu bagian kiri. Oleh karena itu,
diagnosis banding herpes zoster lebih mendekati dibandingkan dua penyakit lainnya
karena dermatitis venenata dan impetigo vesikobulosa masih dapat terjadi secara
bilateral.

Tabel 3. Diagnosis Banding Berdasarkan Tempat Predileksi


Diagnosis Banding
Kasus Herpes Zoster Dermatitis Impetigo
Venenata Vesikobulosa
Tempat punggung atas, toraks, trigeminal, tempat yang aksila, dada
Predileksi lengan dan lumbosakral dan tidak tertutupi, dan punggung.
tangan bagian cervikal, misalnya tangan, Tidak
kiri saja unilateral kaki juga leher unilateral
dan wajah,
khususnya area
periorbital, yang
merupakan
bagian tubuh
paling sering
menjadi
predileksi.
Tidak unilateral

Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien yaitu menjelaskan kepada pasien
tentang penyakit, kemungkinan penyebab kemungkinan penyebab dan kemungkinan
menularnya penyakit ini, edukasi pasien untuk menjaga kebersihan badan agar tidak
terjadi infeksi sekunder, menganjurkan kepada pasien untuk jangan menggaruk lesi agar
tidak pecah dan edukasi tentang menjaga lesi agar tetap bersih dan kering.
Sedangkan medikamentosa diberikan obat oral yaitu acyclovir 5 x 800 mg peroral
selama 7 hari dan Asam Mefenamat 3 x 500 mg per hari selama 7 hari serta obat topikal
berupa Salicyl Talk 2%.
Adapun beberapa jenis obat sistemik yang dapat diberikan yaitu acyclovir,
valacyclovir dan famcyclovir. Penggunaan Acyclovir pada kasus ini karena acyclovir
adalah suatu prodrug yang baru memiliki efek antivirus setelah di metabolism menjadi
asiklovir trifosfat. Asiklofir difosfat menghambat sintesis DNA virus dengan cara

28
berkompetensi dengan 2’-deoksiguanosis trifosfat sebagai substrat DNA polymerase
virus. Jika asiklovir (dan buka 2’-deoksiguanosis) yang masuk ketahap replikasi DNA
virus akan menyebabkan sintesis berhenti. Pada proses ini, DNA polymerase virus
menjadi inaktif. Asiklovir oral memiliki banyak kegunaan, antara lain mempersingkat
durasi gejala sekitar 2 hari, waktu penyembuhan menjadi 4 hari dan viral shedding
selama 7 hari pada herpes genitalis. Asiklovir diberikan dengan dosis 5x 800 mg dalam 7
hari akan mengurangi jumlah lesi dan secara signifikan mempercepat terjadinya krusta
serta mengurangi gejala konstitusi. VZV kurang rentan terhadap asiklovir, maka
diperlukan dosis yang lebih tinggi yaitu 5 x 800 mg. Asiklovir di toleransi dengan baik
dan sangat jarang menimbulkan efek samping yang berat. Sedangkan pada valasiklovir
pernah dilaporkan menyebabkan mikroangiopati trombolitik pada pasien imunosupresi
dan memperlihatkan peningkatan insiden intoleransi pencernaan serta purpura
trombositopenik trombotik serta sindrom hemolitik uremia pada penggunaan dosis tinggi
jangka panjang. Famsiklovir memang memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi
dibandingkan asiklovir, namun obat ini tidak menyebabkan penghentian pembentukan
rantai seperti pada asiklovir.15

Tabel 4. Antivirus15
Senyawa Mekanisme kerja Spectrum antivirus
Yang telah Kemungkinan
disetujui
Asiklovir Dimetabolisme menjadi Herpes simplex Eipstain-Barr,
asiklovir trifosfat, yang Varicella-zoster herpes B
menghambat DNA Sitomegalovirus
polymerase virus Herpes zoster
Valasiklovir Dimetabolisme menjadi Herpes simplex
asiklovir trifosfat, yang Varicella-zoster
menghambat DNA Sitomegalovirus
polymerase virus Herpes zoster
Gansiklovir Dimetabolisme menjadi Sitomegalovirus Herpes simplex
gansiklovir trifosfat, yang Varicella-zoster

29
menghambat DNA Eipstain-Barr,
polymerase virus herpes B
Pensiklovir Dimetabolisme menjadi Herpes simplex Herpes zoster
pensiklovir trifosfat, yang
menghambat DNA
polymerase virus
Famsiklovir Dimetabolisme menjadi Herpes zoster Hepatitis B
pensiklovir trifosfat, yang Herpes simplex
menghambat DNA Varicella-zoster
polymerase virus
Foskarnet Menghambat DNA Herpes simplex Human herpes
polymerase virus dan reverse Sitomegalovirus virus B, HIV-1
transcriptase pada tempat
ikatan pirifosfat

Pasien ini juga diberikan obat asam mefenamat 3 x 500 mg per hari setelah makan
sebagai obat simptomatik. Obat ini memiliki daya kerja sebagai analgetik dan anti
inflamasi serta menunjukkan kerja di pusat dan perifer. Mekanisme kerja asam
mefenamat adalah dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase. Namun sebaiknya
tidak diberikan lebih dari satu minggu karena sifat toksiknya. Lain halnya dengan obat
antipiretik lain seperti parasetamol. Parasetamol mempunyai daya kerja analgetik,
antipiretik namun tidak mempunyai efek anti-inflamasi sehingga kurang memadai untuk
penyakit-penyakit peradangan. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang.
Obat ini merupakan penghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan
14,15
tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna. Berikut adalah tabel macam-
macam obat AINS:

Tabel 5. Obat AINS14


Obat Dosis Indikasi Kontraindikasi ES

Paracetamol oral : 0,5–1 nyeri ringan gangguan fungsi hati jarang terjadi efek

30
gram setiap sampai sedang, berat, hipersensitivitas. samping, tetapi
4–6 jam nyeri sesudah dilaporkan terjadi
hingga operasi cabut reaksi
maksimum 4 gigi, pireksia. hipersensitivitas,
gram per ruam kulit, kelainan
hari; anak– darah (termasuk
anak umur 3 trombositopenia,
bulan–1 leukopenia,
tahun 60 mg– neutropenia),
120 mg, 1-5 hipotensi juga
tahun 120– dilaporkan pada
250 mg, 6–12 infus
tahun 250–
500 mg, dosis
ini dapat
diulangi
setiap 4–6
jam jika
diperlukan
(maksimum 4
kali
dosis/hari)
Asam 500 mg 3 kali nyeri ringan pengobatan nyeri peri gangguan sistem
mefenamat sehari sampai sedang operatif pada operasi darah dan limpatik
sebaiknya seperti sakit CABG, peradangan berupa
setelah kepala, sakit gigi, usus besar. agranulositosis,
makan; dismenore anemia aplastika,
selama tidak primer, termasuk anemia hemolitika
lebih dari 7 nyeri karena autoimun, hipoplasia
hari. trauma, nyeri sumsum tulang,
otot, dan nyeri penurunan
pasca operasi. hematokrit,
eosinofilia,
leukopenia,
pansitopenia, dan
purpura
trombositopenia.
Dapat terjadi reaksi
anafilaksis. Pada
sistem syaraf dapat

31
mengakibatkan
meningitis aseptik,
pandangan kabur;
konvulsi,
mengantuk. Diare,
ruam kulit (hentikan
pengobatan), kejang
pada overdosis.
Asetosal 300-900 mg nyeri ringan anak dan remaja di biasanya ringan dan
tiap 4-6 jam sampai sedang; bawah usia 16 tahun tidak sering, tetapi
bila demam dan ibu menyusui); kejadiannya tinggi
diperlukan; riwayat maupun sedang untuk terjadinya
maksimum 4 menderita tukak saluran iritasi saluran cerna
g per hari. cerna; hemofilia; tidak dengan perdarahan
Anak dan untuk pengobatan gout. ringan yang
remaja tidak HIPERSENSITIVITAS. asimptomatis;
dianjurkan Asetosal dan AINS memanjangnya
lainnya tidak boleh bleeding time;
diberikan kepada bronkospasme; dan
penderita dengan reaksi kulit pada
riwayat hipersensitivitas pasien hipersensitif.
terhadap asetosal atau
AINS lain; termasuk
mereka yang terserang
asma; angioudema;
urtikaria atau rinitis
yang ditimbulkan oleh
asetosal atau AINS lain.
SINDROM REYE.
Karena hubungannya
dengan Sindrom Reye,
maka sediaan yang
mengandung asetosal
tidak diberikan pada
anak dan remaja di
bawah usia 16 tahun,
kecuali ada indikasi
yang spesifik misalnya
untuk pengobatan
Sindrom Kawasaki.

32
Ibuprofen Dewasa, Nyeri ringan Kehamilan trimester Umum: pusing, sakit
dosis yang sampai sedang akhir, pasien dengan kepala, dispepsia,
dianjurkan antara lain nyeri ulkus peptikum (ulkus diare, mual, muntah,
200-250 mg pada penyakit duodenum dan nyeri abdomen,
3-4 kali gigi atau lambung), konstipasi,
sehari. Anak pencabutan gigi, hipersensitivitas, polip hematemesis,
1-2 tahun, 50 nyeri pasca pada hidung, melena, perdarahan
mg 3-4 kali bedah, sakit angioedema, asma, lambung, ruam.
sehari. 3-7 kepala, gejala rinitis, serta urtikaria Tidak umum: rinitis,
tahun, 100- artritis reumatoid, ketika menggunakan ansietas, insomnia,
125 mg 3-4 gejala asam asetilsalisilat atau somnolen,
kali sehari. 8- osteoartritis, AINS lainnya. paraestesia,
12 tahun, gejala juvenile gangguan
200-250 mg artritis penglihatan,
3-4 kali reumatoid, gangguan
sehari. menurunkan pendengaran,
demam pada tinnitus, vertigo,
anak. asma, dispnea, ulkus
mulut, perforasi
lambung, ulkus
lambung, gastritis,
hepatitis, gangguan
fungsi hati, urtikaria,
purpura,
angioedema,
nefrotoksik, gagal
ginjal. Jarang:
meningitis aseptik,
gangguan
hematologi, reaksi
anafilaktik, depresi,
kebingungan,
neuritis optik,
neuropati optik,
edema.
Asam 600 mg nyeri dan radang pada penyakit (atau efek samping yang
Tiaprofenat sehari dalam pada penyakit gejala) kantung empedu lebih banyak
2-3 dosis; reumatoid dan atau penyakit prostat daripada ibuprofen
ANAK: tidak gangguan otot aktif dan riwayat (pernah dilaporkan
dianjurkan. skelet lainnya. gangguan saluran kemih terjadinya sistitis

33
berat).
Selekoksib Osteoartritis, menghilangkan sensitif terhadap flatulen, insomnia,
200 mg per gejala dan tanda- sulfonamid, faringitis, sinusitis;
hari sebagai tanda osteoartritis inflammatory bowel agak jarang stomatis,
dosis tunggal dan artritis disease. konstipasi, palpitasi,
atau 100 mg reumatoid pada lelah, paraestesia,
dua kali pasien dewasa. kram otot; jarang
sehari Artritis terjadi perubahan
reumatoid, terhadap indera
100-200 mg perasa, alopesia;
dua kali sangat jarang terjadi
sehari. epilepsi yang
memburuk.
deksketopro 50 mg setiap mengatasi gejala riwayat hipersensitivitas sering terjadi mual,
fen 8-12 jam. intensitas nyeri terhadap muntah, nyeri pada
trometamol Dosis total akut, pada deksketoprofen; pasien tempat injeksi.
tidak boleh keadaan dimana yang pernah mengalami
melebihi 150 pemberian serangan asma,
mg/hari. peroral tidak bronkospasme, rhinitis
Tidak memungkinkan akut, atau polip nasal,
ditujukan seperti nyeri urtikaria atau edema
untuk pasca operasi. angioneuritik yang
pemakaian diinduksi obat lain
jangka dengan cara kerja yang
panjang, serupa
harus dibatasi
untuk periode
simtomatik
akut. Injeksi
dapat
diberikan
secara IM
maupun IV.
piroksikam Dosis awal terapi simtomatik riwayat tukak lambung gangguan
20 mg pada rematoid atau pendarahan gastrointestinal
sebagai dosis artritis, lambung, pasien yang seperti stomatitis,
tunggal. osteoartritis, mengalami anoreksia, epigastric
Dosis ankilosing bronkospasme, polip distress, mual,
pemeliharaan spondilitis, hidung dan angioedema konstipasi, rasa tidak
pada gangguan atau urtikaria apabila nyaman pada

34
umumnya 20 muskuloskeletal diberikan asetosal atau abdomen, kembung,
mg sehari akut dan gout obat-obatan AINS yang diare, nyeri
atau jika akut. lain. abdomen,
diperlukan perdarahan lambung,
dapat perforasi dan tukak
diberikan 10 lambung, edema,
mg - 30 mg pusing, sakit kepala,
dalam dosis ruam kulit, pruritus,
tunggal atau somnolence,
terbagi. penurunan
hemoglobin dan
hematokrit.

Untuk topikal diberikan Salicyl Talk 2% yang terdiri dari asam salisilat 2% dan
talk 98% yang digunakan untuk mencegah vesikel pecah serta menghilangkan keluhan
gatal di kulit. Asam salisilat merupakan bakteriostatik lemah dan berdaya keratolitik.
Selain itu juga memiliki efek antipiretik, analgesik dan anti-inflamasi sehingga paling
bermanfaat dalam penanganan penyakit yang nyeri berkaitan dengan intensitas proses
peradangan. Sedangkan talk merupakan zat tambahan berupa serbuk hablur, sangat halus
licin dan mudah melekat pada kulit.14,15 Selain Salicyl talk, juga terdapat produk topikal
lain yang serupa yaitu Herocyn yang terdiri dari Bals. peru 2%, Zinc oxide 3.5% Precip.
Sulph 1.42%, Salicylic acid 0.8%, Camphor 0.31%, Menthol 0.47% dan Talc ad.
100%.14. Kandungan asam salisilat yang terdapat pada obat ini lebih rendah dibandingkan
pada Salicyl talk, sehingga penggunaan Salicyl talk lebih dipilih daripada Herocyn.
Untuk cara penggunaan kedua obat ini sama, yaitu dengan cara ditaburkan pada bagian
yang mengalami keluhan.

Dilihat dari keadaan umum pasien dan berdasarkan teori prognosis pasien ini
adalah :
1. Quo ad vitam adalah bonam karena penyakit ini tidak mengancam jiwa, sebab dari
pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi.
2. Quo ad Functionam adalah bonam karena fungsi bagian tubuh yang terkena tidak
terganggu.

35
3. Quo ad Sanationam adalah bonam karena herpes zoster merupakan penyakit yang
bersifat self-limiting disease.
4. Quo ad cosmetica adalah dubia ad bonam karena jika vesikel pecah akibat garukan
maka akan menimbulkan scar.

36
BAB V
KESIMPULAN

1. Pada kasus memiliki tiga diagnosis banding yaitu herpes zoster, dermatitis venenata
dan impetigo vesikobulosa berdasarkan keluhan utama pada kasus berupa timbulnya
vesikel dan bula eritematosa.
2. Diagnosis kerja pada kasus ini yaitu herpes zoster, dimana gejala klinis berupa
vesikel jernih dengan eritema di sekitarnya, herpetiformis dengan distribusi unilateral
serta terdapat gejala prodromal seperti pegal, kesemutan, panas disertai lemas, sakit
kepala dan demam dirasakan sejak 2 hari sebelum munculnya lesi.
3. Tatalaksana herpes zoster berupa non medikmentosa (edukasi) dan medikamentosa
yaitu Asiklovir 5 x 800 mg diberikan selama 7 hari dan Asam mefenamat 3 x 500 mg
setelah makan, serta Salicyl talk 2% dengan cara ditaburkan pada bagian yang
terdapat lesi.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Erdina HD. Herpes Zoster. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Cetakan VII, Jakarta : Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2015. p. 121-124

2. Dilly JT, et al. Profil Herpes Zoster di poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado periode Januari – Desember 2013. Jurnal e-Clinic Volume 4
(2). Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. 2016.

3. Johnson RW. The Impact of Herpes Zoster and Post-Herpetic neuralgia on Quality
of Life. Biomed Central Medicine Journal. 2010; 8: 37-42.

4. Konsil Kedokteran Indonesia Ed. Perkonsil Nomor 11 Tahun 2012 : Standar


Kompetensi Dokter Indonesia 2012. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia. 2012.

5. Gaspersz S, Jackqueline S, Pandeleke HEJ, Kartini A. Penyakit Kulit Infeksi di


Divisi Dermatologi Anak Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Kumpulan Naskah Ilmiah PIT X PERDOSKI. 2009: 283-6.

6. Harlin MD. Shingles Photos. 2016.


http://hardinmd.libuiowa.edu/dermnet/shingles.html. (diakses pada 17 Juli 2018).

7. Dworkin RH, et al. Recommendations For The Management of Herpes Zoster.


Clinical Infection Disease Journal; 44:1-21.

8. Ali Asra. Varicella Zoster Virus (VZV). In: Dermatology a Pictorial Review. New
York: Mc Graw Hill Companies. 2007. p. 22-23.

9. Abdullah B. Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah Sakit, Indonesia:


Pusat Penerbitan Universitas Airlangga; 2009. p.94-96.

10. Sularsito SA, Soebaryo RW. Dermatitis kontak. In: Menaldi SLS, Bramono K,
Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2015. p.158-61.

11. Gurcharan Singh, Syed Yousuf Ali. Paederus Dermatitis. Indian J Dermatol Venerol

38
Leprol January-February 2007.Vol 73.

12. Pohan SS., Hutomo MM., Sukanto H., Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Indonesia: Pusat Penerbitan Universitas
Airlangga. Hal.5-8.

13. Habif, T.P. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. Mosby.
2004:p. 267-269.

14. Badan POM RI. Obat AINS dan Analgesik Non-Opioid. 2015.
http://pionas.pom.go.id/ioni. (diakses pada 22 Juli 2018).

15. Katzung, Berthram G. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 12. Jakarta; EGC. 2012.
p. 974-978.

16. Kartowigno, Soenarto. Sepuluh Besar Kelompok Penyakit Kulit. Cetakan kedua.
Palembang: FK UNSRI. 2012.

17. Douglas MW, Johnson RW, Cunningham AL. Tolerability of treatments for
postherpetic neuralgia. Drug Saf. 2004; 27(15):1217-33.

18. Campanelli CM. The American geriatrics society updated beers criteria for
potentially innappropriate medication use in older adults. J Am Geriatri Soc. 2012;
60(4):616-31.

19. Djuanda A. Pioderma. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu penyakit kulit
dan kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.p.57-63.

39
DISKUSI

1. Mengapa pada pasien ini tidak diberikan obat antidepresan ?


Jawab :
Karena Antidepresan trisiklik dan sejenisnya memiliki efek samping potensial
pada interaksi antar obat dan telah diidentifikasi oleh American Geriatrics Society
sebagai kelas obat yang harus dihindari penggunaannya pada pasien-pasien usia
tua.17,18

2. Apa saja faktor predisposisi impetigo vesikobulosa ?


Jawab :
Faktor predisposisi impetigo vesikobulosa antara lain:

a) higiene buruk
b) penurunan daya tahan tubuh (malnutrisi, diabetes mellitus)
c) kerusakan epidermis.19

3. Pada kasus ini mengapa diberikan asiklovir? Mengapa bukan obat antivirus
lainnya?
Jawab :
Acyclovir adalah suatu prodrug yang baru memiliki efek antivirus setelah di
metabolism menjadi asiklovir trifosfat. Asiklofir difosfat menghambat sintesis DNA
virus melalui dua mekanisme yaitu berkompetisi dengan 2’-deoksiguanosis trifosfat
untuk DNA polymerase virus sehingga terjadi pengikatan ke cetakan DNA sebagai
suatu kompleks ireversibel dan pengakhiran pembentukan rantai setelah obat masuk
ke DNA virus. Asiklovir dipilih karena memiliki efek samping yang masih bisa
ditoleransi, sedangkan pada obat antivirus valasiklovir memang memiliki mekanisme
kerja yang sama seperti asiklovir tetapi pernah dilaporkan valasiklovir memiliki efek
samping mikroangiopati trombolitik pada pasien immunosupresi dan pada dosis yang
tinggi pernah dilaporkan terdapat delirium, halusinasi dan kejang. Pada famsiklovir

40
bekerja menghambat sintesis DNA, namun tidak menyebabkan penghentian
pembentukan rantai.15

4. Mengapa pasien diberi obat acyclovir berupa oral dan bukan bentuk krim?
Jawab :
Karena krim asiklovir topikal secara substansial kurang efektif dibandingkan
dengan terapi oral acyclovir. Pada obat topikal hanya berkerja pada tempat yang
dioleskan obat, sedangkan pada asiklovir sistemik langsung menghalangi replikasi
virus karena bekerja langsung menghambat sintesis DNA virus dengan inhibisi
sintesis DNA virus dan pengakhiran pembentukan rantai.15

5. Pada kasus ini apakah masih perlu diberikan obat acyclovir selama 7 hari ?
Jawab :
Masih perlu. Karena meskipun pada saat pasien datang ke poliklinik sudah
menunjukkan lesi yang muncul sejak ± 6 hari yang lalu, pemeriksa masih
menemukan erupsi lesi yang baru muncul pada dermatom C8. Berdasarkan teori,
apabila masih terdapat erupsi yang baru muncul maka tetap lakukan pengobatan dan
kemudian evaluasi kembali setelah selesai pengobatan. Apabila sudah tidak terdapat
lesi baru yang muncul maka hentikan pengobatan.1

6. Mengapa prognosis Quo et cosmetica pada kasus ini dubia ad bonam?


Jawab :
Karena hal ini bergantung pada pencegahan dan pengobatan yang dilakukan,
dimana pada pasien herpes zoster dapat terjadi infeksi sekunder yang menimbulkan
scar. Apabila pasien melakukan pengobatan secara teratur dan menjaga kebersihan
diri maka prognosis dapat lebih mengarah ke bonam. Namun, jika pasien tidak
melakukan pengobatan secara teratur dan hygiene yang kurang baik maka
kemungkinan untuk munculnya scar lebih tinggi sehingga prognosis mengarah ke
dubia.16

41
7. Apa alasan memilih diagnosis banding herpes zoster, dermatitis venenata dan
impetigo vesikobulosa?
Jawab :
Karena herpes zoster, dermatitis venenata dan impetigo vesikobulosa merupakan
beberapa penyakit yang di tandai dengan erupsi kulit berupa timbulnya gelembung
kemerahan berisi cairan. Yang membedakan herpes zoster, dermatitis venenata dan
impetigo vesikobulosa adalah pada herpes zoster, keluhan diawali dengan adanya
gejala prodromal berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal,
parestesia sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai berat sebelum
timbulnya erupsi kulit. Sedangkan pada dermatitis venenata dan impetigo
vesikobulosa tidak terdapat gejala prodromal.1

8. Mengapa tatalaksana pada kasus ini diberikan bedak Salicyl talk 2%?
Jawab :
Karena bedak Salicyl Talk 2% terdiri dari asam salisilat 2% dan talk 98% yang
digunakan untuk mencegah vesikel pecah serta menghilangkan keluhan gatal di kulit.
Asam salisilat merupakan bakteriostatik lemah dan berdaya keratolitik. Selain itu juga
memiliki efek antipiretik, analgesik dan anti-inflamasi sehingga paling bermanfaat
dalam penanganan penyakit yang nyeri berkaitan dengan intensitas proses
peradangan. Sedangkan talk merupakan zat tambahan berupa serbuk hablur, sangat
halus licin dan mudah melekat pada kulit.14,15

9. Apakah pada kasus dapat terjadi komplikasi berupa NPH?


Jawab :
Pada kasus ini masih terdapat kemungkinan untuk terjadinya komplikasi NPH,
yaitu nyeri yang masih menetap di area yang terkena meskipun kelainan kulitnya
sudah mengalami resolusi. Hal ini sesuai dengan faktor risiko terjadinya NPH yaitu :

 Usia > 50 tahun


 Wanita
 Adanya gejala prodromal
 Nyeri hebat

42
 Pemeriksaan PCR didapatkan VZV viremia1

10. Apa obat yang dapat diberikan jika telah terjadi NPH ?
Jawab :
Menurut FDA, obat yang dapat diberikan pada NPH adalah pregabalin. Obat
tersebut lebih baik daripada obat gaba yang analog karena efek sampingnya lebih
sedikit, lebih poten (2-4 kali), kerjanya lebih cepat serta pengaturan dosis lebih
sederhana. Dosis awal yang diberikan adalah 2 x 75 mg sehari, setelah 3 – 7 hari bila
responnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2 x 150 mg sehari. Dosis maksimum 600
mg per hari.14

11. Mengapa pada saat Follow Up tidak diberikan obat acyclovir ?


Jawab:
Karena pada saat dilakukan pemeriksaan terhadap pasien, lesi sudah berubah
menjadi krusta dan tidak ditemukan adanya lesi baru yang muncul sehingga pada saat
itu tidak diberikan acyclovir. Hal ini sesuai dengan teori dimana pemeriksa akan
mengevaluasi kembali setelah selesai pengobatan dengan acyclovir. Apabila sudah
tidak terdapat lesi baru yang muncul maka hentikan pengobatan.1

43

You might also like