Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 3

Teori Kinetik Molekul Cairan dan Padatan

Kita menggunakan teori kinetik molekul untuk menjelaskan perilaku gas. Penjelasan
itu didasarkan pada pemahaman bahwa sistem gas merupakan kumpulan molekul dalam
gerak yang acak dan tetap. Pada gas, jarak antara molekul sangat jauh (dibandingkan dengan
diameter molekul gas) sehingga pada suhu dan tekanan biasa (katakanlah, 25oC dan 1 atm),
tidak ada interaksi antara molekul yang berarti. Penggambaran yang agak sederhana ini
menjelaskan beberapa sifat khas gas. Karena terdapat banyak ruang kosong dalam gas, yaitu
ruang yang tidak ditempati molekul, gas dapat dengan mudah dimampatkan. Tidak adanya
gaya antar molekul yang kuat memungkinkan suatu gas untuk mengembang ke seluruh
volume wadahnya. Banyaknya ruang kosong juga menjelaskan mengapa gas memiliki
kerapatan yang sangat rendah pada kondisi normal.
Cairan dan padatan mempunyai cerita yang berbeda. Perbedaan utama antara wujud
terkondensasi (cair dan padat) dan wujud gas terletak pada jarak antara molekulnya. Dalam
cairan molekul-molekul saling berdekatan sehingga hanya tersisa sedikit ruang kosong. Jadi
cairan lebih sulit dimampatkan daripada gas dan jauh lebih rapat pada kondisi normal.
Molekul-molekul dalam cairan terikat melalui satu atau lebih jenis gaya tarik. Cairan juga
memiliki volume tertentu, karena molekul-molekul dalam cairan tidak saling memisah karena
adanya gaya tarik tersebut. Tetapi, molekul-molekul tersebut dapat bertukar tempat dengan
bebas, sehingga cairan dapat mengalir, dapat dituang, dan memiliki bentuk seperti wadahnya.
Dalam padatan, molekul-molekul terikat dengan kaku pada tempatnya tanpa bebas
bergerak. Banyak padatan memiliki ciri keteraturan yang menjangkau-jauh; yaitu molekul-
molekul tersusun dalam konfigurasi yang teratur dalam tiga dimensi. Padatan mempunyai
ruang kosong lebih sedikit dibandingkan cairan. Jadi padatan hampir tidak dapat
dimampatkan dan memiliki bentuk dan volume tertentu. Dengan sedikit pengecualian (salah
satu yang terpenting adalah air), kerapatan padatan lebih tinggi daripada kerapatan cairan
untuk zat tertentu. Tabel 11.1 meringkas beberapa ciri khas ketiga wujud materi ini.
Kinetika dalam Wujud Padat
Penguraian obat dalam bentuk padat belum dipelajari secara luas dalam
farmasi.
Padatan Murni
Penguraian padatan murni, kebalikan dari campuran yang lebih kompleks dari
bermacam-macam bahan dalam sediaan obat. Plot konsentrasi obat yang terurai terhadap
waktu menghasilkan kurva sigmoid. Setelah cairan mulai terbentuk, penguraian menjadi orde
pertama dalam larutan. Sistem komponen tunggal farmasi seperti itu dapat terurai dengan
reaksi orde nol ataupun orde pertama.
Sediaan obat berbentuk padat
Penguraian obat dalam sediaan padat jauh lebih kompleks daripada penguraian
yang terjadi pada senyawa tunggal murni. Dalam bentuk sediaan tablet atau sediaan padat
lain, terdapat kemungkinan interaksi padat-padat
Analisis Kestabilan yang Dipercepat
Dahulu banyak perusahaan farmasi mengadakan evaluasi mengenai kestabilan
sediaan farmasi dengan pengamatan selama 1 tahun atau lebih, sesuai dengan waktu normal
yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam penggunaan. Metode seperti ini memakan
waktu dan tidak ekonomis.
Metode uji dipercepat untuk produk-produk farmasi yang didasarkan pada
prinsip-prinsip kinetik kimia, yaitu nilai k untuk penguraian obat dalam larutan pada berbagai
temperatur yang dinaikkan diperoleh dengan memplot beberapa fungsi konsentrasi terhadap
waktu. Logaritma laju penguraian spesifik kemudian diplot terhadap kebalikan dari
temperatur mutlak dan hasil berupa garis lurus diekstraporasi sampai temperatur. K
digunakan untuk memperoleh pengukuran kestabilan obat pada kondisi penyimpanan biasa.
Free dan Blythe serta Amirjahed telah mengusulkan metode yang mirip
dimana periode waktu fraksional diplotkan terhadap kebalikan temperatur dan waktu dalam
hari yang diperlukan oleh obat untuk terurai menjadi beberapa fraksi dari potensi asalnya.
Dengan metode ini, overage yaitu kelebihan jumlah obat yang harus ditambahkan pada
sediaan untuk menjaga paling sedikit 100 % dari jumlah yang tercantum, selama umur yang
diperkirakan untuk obat, dapat dihitung dan ditambahkan pada sediaan tersebut pada saat
pembuatan.
Pendekatan yang lebih maju untuk evaluasi kestabilan adalah kinetika
nonisotermal, yang diperkenalkan oleh Rogers. Sejumlah variasi telah dibuat paa metode ini
dan sekarang memungkinkan untuk mengubah laju pemanasan selama proses atau
menggabungkan laju pemanasan dan kestabilan memperkirakan waktu yang direncanakan
dan pada berbagai temperatur.
Metode lainnya adalah metode yang didasarkan pada hukum Arhenius yang
hanya berlaku jika penguraian terjadi dengan energy aktivasi sekitar 10 sampai 30 kkal/mol.
Penelitian mengenai temperatur yang dinaikkan ternyata kurang berguna untuk
memperkirakan umur produk. Terutama produk yang mengandung bahan pensuspensi seperti
metilselulosa yang menggumpal pada saat pemanasan, protein yang mudah didenaturasi,
salep dan suppositoria yang meleleh pada kondisi temperatur yang sedikit dinaikkan. Berbeda
dengan emulsi yang bahkan lebih stabil pada temperatur yang dinaikkan karena terjadi
kenaikan gerakan Brown.
Terakhir, metode statistik harus digunakan untuk menghindari kesalahan laju
konstanta, karena orde reaksi dapat berubah selama penelitian. Maka, penguraian orde-nol
dapat kadang-kadang menjadi orde-pertama, orde-kedua atau orde dalam pecahan dan energi
aktivasi juga dapat berubah jika penguraian terjadi dengan beberapa mekanisme.
Kesimpulannya, peneliti pada laboratorium penelitian pengembangan produk
harus mengetahui keterbatasan pengkajian dipercepat baik klasik maupun tipe kinetika yang
terkhir, bilamana metode percepatan tidak dapat diterapkan, pengujian umur yang dapat
diperpanjang dan dilaksanakan dalam berbagai kondisi untuk memperoleh informasi yang
diinginkan.

You might also like