Professional Documents
Culture Documents
Wa0001
Wa0001
KELOMPOK I
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Permukiman merupakan wujud dari ide pikiran manusia dan dirancang semata-mata
untuk memudahkan dan mendukung setiap kegiatan atau aktifitas yang akan dilakukannya.
Permukiman merupakan gambaran dari hidup secara keseluruhan, sedangkan rumah adalah
bagian dalam kehidupan pribadi. Pada bagian lain dinyatakan bahwa rumah adalah
gambaran untuk hidup secara keseluruhan, sedangkan permukiman sebagai jaringan
pengikat dari rumah tersebut. Oleh karena itu, permukiman merupakan serangkaian
hubungan antara benda dengan benda, benda dengan manusia, dan manusia dengan
manusia. Hubungan ini memiliki suatu pola dan struktur yang terpadu (Rapoport dalam
Sudirman Is, 1994).
Dalam aspek budaya yang turut mempengaruhi sistem permukiman, dapat dijumpai
pola atau tatanan yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesakralannya atau nilai-nilai
adat dari suatu tempat tertentu. Hal tersebut diatas memiliki pengaruh cukup besar dalam
pembentukan suatu lingkungan hunian atau permukiman, khususnya pada permukiman
tradisional. (Rapoport, 1985). Dalam permukiman tradisional, dapat dijumpai pola atau
tatanan yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesakralannya atau nilai-nilai adat dari
suatu tempat tertentu. Hal tersebut diatas memiliki pengaruh cukup besar dalam
pembentukan suatu lingkungan hunian atau permukiman tradisional.
Terdapat suatu elemen utama dari hal yang sakral tersebut pada permukiman
tradisional. Jika permukiman dianggap sebagai suatu lingkungan yang diperadabkan, maka
bagi kebanyakan masyarakat tradisional di lingkungan tersebut, menurut ketentuan,
merupakan lingkungan yang sakral atau disucikan. Alasan pertama adalah karena orang-
orang banyak berpandangan bahwa masyarakat-masyarakat tradisional selalu terkait dengan
hal-hal yang bersifat religius. Agama dan kepercayaan merupakan suatu hal yang sentral
dalam sebuah permukiman tradisional. Hal tersebut tidak dapat terhindarkan, karena orang-
orang akan terus berusaha menggali lebih dalam untuk mengetahui makna suatu lingkungan
yang sakral atau disucikan, karena hal itu menggambarkan suatu makna yang paling penting.
Kedua, sebuah pandangan yang lebih pragmatik, adalah bahwa hal yang sakral tersebut
serta ritual keagamaan yang menyertainya dapat menjadi efektif untuk membuat orang-
orang melakukan sesuatu di dalam sesuatu yang disahkan atau dilegalkan. Ritual-ritual yang
mengandung nilai-nilai keagamaan adalah suatu cara ampuh untuk baik mengesahkan
maupun memelihara kebudayaannya. Elemen-elemen fisik yang dipergunakan dapat
membantu untuk mengingatkan orang-orang akan ritual keagamaan, sebagai wadah yang
dapat menunjang untuk hal-hal yang berkaitan dengan ritual keagamaan, dan
mengungkapkan baik ritual keagamaan maupun bagan- bagan dan kosmologi yang
mendasarinya dalam bentuk yang permanen, dan sering mengesankan.
1.3 Tujuan
Ketiga unsur dari permukiman tradisional tersebut tidak lepas satu sama lain, melainkan
merupakan satu kesatuan. Ciri yang paling pokok dalam kehidupan masyarakat tradisional
adalah ketergantungan mereka terhadap lingkungan alam sekitarnya. Faktor ketergantungan
masyarakat tradisional terhadap alam ditandai dengan proses penyesuaian terhadap
lingkungan alam itu. Jadi, masyarakat tradisional, hubungan terhadap lingkungan alam
secara khusus dapat dibedakan dalam dua hal, yaitu:
Demikian pola kehidupan masyarakat tradisional tersebut ditentukan oleh 3 faktor, yaitu :
c. Iklim
Indonesia merupakan kepulauan yang berada di daerah khatulistiwa, sehingga
berilkim tropis basah. Menurut Juhana (2001), arsitektur tropis adalah arsitektur yang
beradaptasi terhadap iklim tropis. Bentuk denah berorientasi utara selatan. Bukaan
ditempatkan pada sisi ini dengan dimensi sepertiga luas lantai. Atap miring dengan
digabungkan dengan penyekat akan membantu pendinginan ruangan. Kenyamanan
termal merupakan ambang batas relatif yang menunjukkan bahwa kondisi iklim
tertentu, lingkungan sekitar, jenis kelamin, kelompok usia, aktivitas, dan sebagainya.
Dalam hubungan pola permukiman dan faktor yang mempengaruhinya, Archer
dalam Rapoport (1969) berpendapat bahwa kita membangun rumah untuk menjaga
iklim yang konsisten dan melindungi diri dari predator yang berupa cuaca dan iklim
yang buruk. Orang seharusnya membangun sendiri dengan berbagai bentuk rumah yang
berbeda dan berbeda pula iklimnya.
d. Elemen Ekistik
Terbentuknya sebuah permukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara
keseluruhan dapat dilihat unsur-unsur ekistiknya. Menurut Doxiadis (1968) adapun
unsur-unsur ekistik pada sebuah pola permukiman yaitu sebagai berikut :
2) “Man” (manusia), meliputi : kebutuhan ruang untuk kegiatan manusia (ruang, udara,
suhu); sensasi dan persepsi; kebutuhan emosional dan nilai-nilai moral.
5) "Network” , meliputi : sistem jaringan air; sistem jaringan listrik; sistem transportasi;
sistem komunikasi; sistem pembuangan dan drainase; dan bentuk fisik.
Secara kronologis kelima elemen ekistik tersebut membentuk lingkungan
permukiman. Nature (unsur alami) merupakan wadah manusia sebagai individu (man)
ada di dalamnya dan membentuk kelompok-kelompok sosial yang berfungsi sebagai
suatu masyarakat (society). Kelompok sosial tersebut membutuhkan perlindungan
sebagai tempat untuk dapat melaksanakan kehidupannya, maka mereka menciptakan
shell. Shell berkembang menjadi besar dan semakin kompleks, sehingga membutuhkan
network untuk menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada dasarnya suatu permukiman terdiri dari
isi (content), yaitu manusia baik secara individual maupun dalam masyarakat dan wadah
(contain ner), yaitu lingkungan fisik permukiman (Doxiadis, 1968).
2.4 Karateristik Permukiman Tradisional Permukiman
Permukiman tradisional sering direpresentasikan sebagai tempat yang masih
memegang nilainilai adat dan budaya yang berhubungan dengan nilai kepercayaan atau
agama yang bersifat khusus atau unik pada suatu masyarakat tertentu yang berakar dari
tempat tertentu pula di luar determinasi sejarah (Sasongko 2005). Menurut Sasongko
(2005), bahwa struktur ruang permukiman digambarkan melalui pengidentifikasian tempat,
lintasan, batas sebagai komponen utama, selanjutnya diorientasikan melalui hirarki dan
jaringan atau lintasan, yang muncul dalam suatu lingkungan binaan mungkin secara fisik
ataupun non fisik yang tidak hanya mementingkan orientasi saja tetapi juga objek nyata
dari identifikasi.
1. Syarat-Syarat Permukiman
a. Lokasi
Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, gelombang Tsunami, longsor dan sebagainya.
Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir sampah dan bekas
lokasi pertambangan.
Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur
pendaratan penerbangan.
2. Fasilitas Sanitasi Dasar
a) Air :
Kebutuhan air 60liter/orang/ hari
Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan atau air minum
sesuai dengan PERMENKES NO.416 Tahun 1990. Sedangkan persyaratan
kebutuhan air bersih dalam situasi di darurat menururt KEPUTUSAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIANOMOR : 1357 / Menkes /SK / XII /
2001adalah sedikit–dikitnya 15 liter per orang dan Jarak pemukiman terjauh dari
sumber air tidak lebih dari 500 meter.
b) Jamban
Menurut UU NO.23 Tahun 1992 tentang kesehatan : Setiap rumah tangga
wajib memiliki jamban keluarga.
Sedangkan untuk situasi darurat menururt KEPUTUSAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1357 / Menkes /SK / XII
/ 2001adalah: 1 jamban= 20 orang dan jarak jamban tidak lebih dari 50 meter
dari pemukiman (rumah atau barak di kamp pengungsian).
3. Pembuangan limbah
a.Limbah Padat
b.Limbah Cair
Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vector penyakit.
Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan baud an tidak mencemari permukan tanah. Untuk kondisi bencana
menurut: KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001:
a) Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik
pengambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam maupun di
sekitar tempat pemukiman,
b) Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran
pembuangan air.
c) Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana pengadaan
air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.
4. Pemberantasan Vektor
Menurut KMK RI NO. 829/MENKES/SK/VII/1999:
Indeks jenitik nyamuk tidak melebihi 5%
Tidak terdapat tikus bersarang di dalam rumah.
• Massa bangunan publik berupa : Kapela; WC; Gua Maria; gardu pandang; rumah
informasi dan pos pariwisata.
• Massa bangunan privat berupa : unit hunian yang terbagi dalam rumah pokok Sao Saka
Lobo; rumah pokok Sao Saka Pu’u dan rumah pendukung Sao Kaka Pu’u dan Sao kaka
Lobo
Menurut Rapoport (1969), pengertian tata ruang merupakan lingkungan fisik tempat
terdapat hubungan organisatoris antara berbagai macam objek dan manusia yang terpisah dalam
ruang-ruang tertentu. Ketataruangan secara konsepsual menekankan pada proses yang saling
bergantung antara lain :
1. Proses yang mengkhususkan aktivitas pada suatu kawasan sesuai dengan hubungan
fungsional tersebut;
2. Proses pengadaan ketersediaan fisik yang menjawab kebutuhan akan ruang bagi aktivitas
seperti bentuk tempat kerja, tempat tinggal, transportasi dan komunikasi; dan
3. Proses pengadaan dan penggabungan tatanan ruang ini antara berbagai bagian-bagian
permukaan bumi di atas, yang mana ditempatkan berbagai aktivitas dengan bagian atas
ruang angkasa, serta kebagian dalam yang mengandung berbagai sumber daya sehingga
perlu dilihat dalam wawasan yang integratik.
(a) Syarat-Syarat Permukiman Tradisional Kampong Bena
Lokasi
Lokasi kampung berada pada lahan yang berkontur, dengan struktur tanah
berbatuan vulkanik dan akses masuk melewati jalan raya yang rawan longsor.
Jamban
Di bena ada kepemilikan jamban pribadi sebanyak 639 rumah (92,08%) dan yang
tidak memilikki jamban 55 rumah (7,92%).Ada juga penempatan jamban pada
lokasi kampong bena pada Massa bangunan publik berupa : Kapela; WC; Gua
Maria; gardu pandang; rumah informasi dan pos pariwisata
Pembuangan limbah
Pembungan air limbah pada kampong bena hanya 138 ( 19,98%) rumah yang
memiliki sedangkan yang tidak memiliki saliuran pembuangan limbah sebanyak
556 rumah ( 80,1%)
Pemberantasan Vektor
Karena banyak rumah yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah,
sehingga menjadi tempat perindukan vector seperti lalat, nyamuk, tikus dan vector
lainnya untuk dapat menyebarkan penyakit.
Stefen Anyerdy Taosu dan R. Azizah.HUBUNGAN SANITASI DASAR RUMAH DAN PERILAKU
IBU RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BENA NUSA
TENGGARA TIMUR. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 1–6