Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Teknologi dalam bidang makanan dewasa ini menunjukkan pola yang
semakin meningkat. Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Oleh
karena itu untuk menjamin kelangsungan hidup manusia maka ketersediaan
akan pangan sangat perlu diperhatikan.
Dewasa ini, kesadaran konsumen pada pangan adalah memberikan
perhatian terhadap nilai gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsi. Faktor
keamanan pangan berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan oleh cemaran
mikrobiologis, logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan.
Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi
kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium
saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan
sistem manajemen lingkungan, atau penerapan sistem produksi pangan yang
baik (Cahyadi, 2008)
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa
Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus
dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama seperti
diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan.
Dalam UU tersebut disebutkan pemerintah menyelenggarakan pengaturan,
pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat
menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi
serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang
cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan
terjangkau oleh daya beli mereka.
Keamanan pangan selalu menjadi pertimbangan pokok dalam
perdagangan, baik perdagangan nasional maupun perdagangan internasional.
Di seluruh dunia kesadaran dalam hal keamanan pangan semakin meningkat.
Keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
industri yang meliputi produsen bahan baku, industri pangan dan distributor,

1
serta konsumen. Keterlibatan ketiga sektor tersebut sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan keamanan pangan. Kita tidak bisa hanya menyerahkan
tanggung jawab kepada pemerintah atau pihak produsen saj,a akan tetapi
semua pihak termasuk konsumen punya andil cukup penting dalam
meningkatkan keamanan pangan. industri pangan adalah salah satu faktor
penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Andarwulan, 2011).
Oleh karena itu Makanan dikatakan aman bila tidak mengandung bahan-
bahan berbahaya. pertama bahaya biologis, yaitu makanan yang tercemar
oleh mikroba, virus, parasit, bakteri, kapang, binatang pengerat, serangga,
lalat kocoak dan lain-lain. Dan kedua, bahaya Kimiawi karena mengandung
cemaran bahan kimia yaitu bahan tambahan pangan yang berlebihan atau
tidak memenuhi aturan yang ditetapkan oleh pemerintah seperti pewarna,
pemanis, pengawet penyedap dan lain-lain. Bahan berbahaya (formalin,
borax, bahan pewarna / pengawat yang bukan untuk makanan.
Pengujian mutu suatu bahan makanan sangat diperlukan. Berbagai uji
yang mencakup uji fisik, uji kimia, uji mikrobiologi, dan uji organoleptik. Uji
kimia merupakan salah satu uji yang penting, karena untuk melihat reaksi
secara kimiawi akan adanya zat kimia tertentu dalam suatu bahan yang
bersifat merugikan. Pengujian kimia, diantaranya meliputi uji kadar sir
dimana banyaknya air yang terkandung dapat mempengaruhi tekstur dan
citarasa pada pangan serta dapat menentukan kesegaran dan daya awet
suatapangan. Kadar abu, bertujuan untuk mengetahui besarnya mineral yang
terdapat dalam pangan. Dan uji bahan tambahan pangan, dimana bukan
merupakan bagian dari bahan baku pangan, melainkan ditambahkan dengan
sengaja kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
Semua pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas suatu pangan dan
adanya zat asing pada pangan.
Untuk itu menurut Syah (2005), keamanan pangan merupakan aspek yang
sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap
hal ini, telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan
kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak

2
higienisnya proses penyimpanan dan penyajian sampai risiko munculnya
penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan (food additive) yang
berbahaya. Oleh karenanya, pada kesempatan ini dilakukan praktikum uji
kualitas pangan ini yang dihubungkan dengan kesehatan yaitu untuk dapat
mengetahui kualitas suatu pangan yang nantinya agar lebih berhati-hati
mengkonsumsi makanan dalam kehidupan sehari-hari.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari laporan kali ini ialah sebagai berikut.
1. Agar mahasiswa dapat menentukan kadar air dan kadar abu pada pangan
serta kualitas pangannya.
2. Agar mahasiswa dapat menentukan kadar asam lemak bebas pada bahan
pangan serta kualitas bahan pangannya.
3. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi bahan tambahan pangan (zat
warna) pada pangan serta kualitas pangannya.
4. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi zat asing (formaldehid) pada
pangan serta kualitas pangannya.
5. Agar mahasiswa dapat menentukan kadar alkohol pada pangan dan
kualitas pangannya.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari laporan kali ini ialah sebagai berikut.
1. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam menentukan kadar
air dan kadar abu pada pangan serta kualitas pangannya.
2. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam menentukan kadar
asam lemak bebas pada bahan pangan serta kualitas bahan pangannya.
3. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam mengidentifikasi
bahan tambahan pangan (zat warna) pada pangan serta kualitas
pangannya.
4. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam mengidentifikasi zat
asing (formaldehid) pada pangan serta kualitas pangannya.
5. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam mengidentifikasi
kadar alkohol pada pangan dan kualitas pangannya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Pangan


Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalam
pengertian pangan adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan dan minuman (Fasak, 2011).
Menurut Fasak (2011), pengertian pangan dikelompokkan berdasarkan
pemrosesannya, yaitu:
1. Bahan makanan yang diolah, yaitu bahan makanan yang dibutuhkan
proses pengolahan lebih lanjut, sebelum akhirnya siap untuk dikonsumsi.
Pemrosesan di sini berupa proses pengubahan bahan dasar menjadi bahan
jadi atau bahan setengah jadi untuk tujuan tertentu dengan menggunakan
teknik tertentu pula. Contoh bahan makanan olahan adalah nasi,
pembuatan sagu, pengolahan gandum, pengolahan singkong, pengolahan
jagung, dan lain sebagainya.
2. Bahan makanan yang tidak diolah, yaitu bahan makanan yang langsung
untuk dikonsumsi atau tidak membutuhkan proses pengolahan lebih
lanjut. Jenis makanan ini sering dijumpai untuk kelompok buah-buahan
dan beberapa jenis sayuran.
Menurut Eriska (2016), pemilihan bahan pangan yang baik
memperhatikan beberapa aspek, yaitu:
1. Mengandung cukup zat gizi. Makanan yang sehat adalah makanan yang
secara kimia mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Zat
yang dimaksud adalah karbohidrat sebagai sumber energi utama, protein
sebagai komponen pembangun sel dan jaringan tubuh, lemak sebagai
komponen sel dan jaringan sebagai pelarut vitamin dan cadangan energi,
vitamin sebagai komponen yang memperlancar proses metabolisme
didalam sel, mineral sebagai komponen yang larut serta membangun

4
struktur tubuh dan ikut memperlancar proses fisiologis di dalam sel, serat
untuk membantu kelancaran mekanisme pencernaan di dalam pencernaan
dan air sebagai pelarut berbagai zat gizi yang lain.
2. Tidak mengandung zat-zat berbahaya. Suatu makanan terkadang tampak
sehat atau segar jika dilihat sepintas, namun kondisi sepeti itu belum
menjadi jaminan jika makanan tersebut benar-benar sehat. Segar memang
diperlukan untuk menjamin ketersediaan zat gizi di dalamnya, tetapi jika
kesegaran yang tampak tersebut disebabkan oleh faktor lain yang
merupakan perlakuan khusu pada bahan makanan tersebut. Sebagai
contoh bahan makanan dari tumbuhan yang tampak segar karena
pertumbuhannya di bantu oleh pemberian pestisida yang berlebihan. Atau
bahan makanan olahan yang tampak segar karena pemberian zat-zat
pengawet. Hal-hal itu sesungguhnya dapat merugikan di dalam tubuh.
3. Bahan pengawet. Bahan pengawet yang di toleransi oleh BPOM dalam
jumlah terbatas adalah benzoate, propionate, nitrit, nitrat, sorbet, dan
sulfit. Dan yang berbahaya adalah formalin dan boraks. Kedua pengawet
terakhir ini banyak di salah gunakan untuk mengawetkan makanan
sehingga dapat bertahan lama.
4. Bahan pewarna. Bahan pewarna untuk memberi tampilan yang menarik
pada makanan. Bahan ini ada yang alami dan sintetis. Bahan alami
biasanya di ambil dari klorofil (zat hijau daun) untuk memberi warna
hijau atau karoten dari wortel untuk member warna orange. Pewarna
sintetis diambil dari zat kimia yang dibuat.
2.1.1. Klasifikasi Bahan Pangan
Menurut Eriska (2016), secara garis besar bahan makanan dapat
dibedakan menjadi dua berdasarkan dari sumbernya yaitu bahan
makanan hewani dan bahan makan nabati.
1. Bahan makanan hewani adalah bahan makanan yang merupakan
produk dari hewan atau bahan makanan olahan yang berasal dari
hewan. Kebanyakan merupakan sumber protein dan lemak bagi
tubuh. Contohnya : susu, telur ayam, daging hewan, ikan, cumi,
udang dan lain-lain.

5
2. Bahan makanan nabati adalah bahan makanan yang berasal dari
tumbuhan atau bahan makanan yang berbahan dasar dari
tumbuhan. Kebanyakan merupakan sumber karbohidrat, vitamin,
lemak dan protein. Contohnya : ubi, jagung, beras, kacang-
kacangan dan lain-lain.
Menurut Koeswardhani (2008), berdasarkan mudahnya terjadi
kerusakan, makanan dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan
sebagai berikut.
1. Makanan yang tidak mudah rusak (nonperishable), yaitu yang
dapat disimpan dalam waktu relatif lama pada suhu kamar seperti
beras, kacang-kacangan yang telah dikeringkan.
2. Makanan yang agak mudah rusak (semi perishable foods) yaitu
makanan yang dapat disimpan dengan jangka waktu terbatas
seperti bawang bombai dan umbi-umbian.
3. Makanan yang mudah rusak (perishable foods), yaitu makanan
yang cepat rusak bila disimpan tanpa perlakuan penanganan
(pengawetan) seperti daging, ikan, susu, buah yang matang dan
sayur-sayuran.
2.1.2. Komponen Bahan Pangan
1. Air
Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan,
karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa
makanan kita. Bahkan dalam bahan makanan yang kering
sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian, terkandung
air dalam jumlah tertentu. Air berperan dalam zat-zat makanan dan
sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan
pembentukan biopolimer, dan sebagainya. Semua bahan makanan
mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan
makanan hewani maupun nabati. Sebagai contoh sayur-sayuran
dan buah-buahan segar mempunyai kadar air 90-95%, susu 85-
90% ikan 70-80%, telur 70-75%, dan daging 60-70%
(Koeswardhani, 2008).

6
Pengurangan air di samping bertujuan untuk mengawetkan juga
untuk mengurangi volume dan berat pangan sehingga
memudahkan dan menghemat pengepakan. Beberapa jenis biji-
bijian yang diperdagangkan di pasar mempunyai kadar air tertentu,
misalnya beras dengan kadar air sekitar 14% atau kacang kedelai
dengan kadar air sekitar 8%. Pada kadar air tersebut beras dan
kacang kedelai mempunyai keawetan dan daya simpan lebih lama
dibandingkan dengan keadaan segarnya pada kadar air yang lebih
tinggi. Air di dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk air bebas
dan air terikat. Air bebas mudah dihilangkan dengan cara
penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sangat sukar
dihilangkan dari bahan pangan meskipun dengan cara penguapan
(Koeswardhani, 2008).
2. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia.
Sebanyak 60-80% kalori yang diperoleh tubuh manusia berasal
dari karbohidrat. Hal ini terutama berlaku bagi bangsa-bangsa di
Asia Tenggara. Di samping merupakan sumber utama, juga
mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik
bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain. Bagi
tubuh manusia, sebagian besar karbohidrat diperoleh dari bahan
makanan sehari-hari, terutama berasal dari tumbuh-tumbuhan
(tanam-tanaman). Terbentuknya karbohidrat dari tanaman melalui
proses asimilasi atau fotosintesis, yaitu terjadi melalui permukaan
daun yang menghisap udara (CO2), bersamaan dengan air yang
diserap oleh akar, dibawa ke jaringan daun (Koeswaedhani, 2008).
3. Protein
Protein merupakan salah satu zat makanan yang penting bagi
kelangsungan hidup suatu makhluk. Di samping berfungsi sebagai
bahan bakar di dalam tubuh, juga berfungsi sebagai zat pembangun
dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang
mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh

7
lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula
belerang (S) dan fosfor (P) dan ada pula jenis protein yang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Dalam setiap
sel yang hidup, protein merupakan bagian yang sangat penting.
Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen
terbesar setelah air, dengan berat lebih kurang 50 persen dari berat
kering sel dalam jaringan misalnya hati dan daging, sedangkan
dalam tenunan segar sekitar 20% (Koeswardhani, 2008).
4. Lipid
Molekul lemak terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen
(C, H dan O). Selain karbohidrat, lemak merupakan sumber energi
yang kedua bagi tubuh manusia. Satu gram lemak menghasilkan 9
kalori sehingga sebagai sumber kalori sebenarnya lebih
menguntungkan, juga melarutkan vitamin A, D, E, K sehingga
dapat diserap oleh dinding usus halus, dan memberikan asam-asa
lemak esensial. Asam lemak esensial tidak dapat dibuat oleh tubuh
manusia, harus diambil dari makanan, dan berfungsi untuk
melindungi alat-alat tubuh yang halus. Energi lemak berarti lebih
besar daripada molekul karbohidrat (4 kalori) dan protein (4
kalori). Lemak memberikan rasa gurih dan halus pada makanan
dan dapat memberikan rasa kenyang lebih lama. Berdasarkan
bentuknya, lemak ada yang berbentuk padat dan ada yang
berbentuk cair (Koeswardhani, 2008).
2.2. Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahanyang
secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan dengan sengaja ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk bahan pangan. Bahan tambahan pangan ditambahkan untuk
memperbaiki karakter pangan supaya meningkatkan kualitas. Selain itu bahan
tambahan pangan ditambahkan dan dicampurkan pada saat pengolahan
makanan untuk meningkatkan mutu dan mengubah sifat-sifat makanan sesuai
yang diinginkan (Winarno, 2004).

8
Salah satu keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan yaitu
penggunaan bahan tambahan pangan (BTP), untuk berbagai keperluan.
Penggunan bahan tambahan makanan dilakukan pada industri pengolahan
pangan maupun dalam pembuatan, berbagai pengaruh jajanan yang umumnya
dihasilkan oleh industri kecil atau rumah tangga. Pengguna BTP (Bahan
Tambahan Pangan) dalam proses produksi perlu di waspadai bersama baik
oleh produsen maupun konsumen. Dampak dapat berakibat positif maupun
negatif bagi masyarakat (Bakary, 2015).
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan
pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan
pangan (Cahyo, 2006).
Secara khusus tujuan penggunaan BTP dalam pangan adalah untuk:
1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan
mutu pangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan enak dimulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik
4. Meningkatkan kualitas pangan.
5. Menghemat biaya.
Berdasarkan tujuan penggunaannya dalam pangan, pengelompokan BTP
yang diizinkan digunakan dalam makanan menurut peraturan Menteri
Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
makanan. Contoh pewarna sintetik adalah amaranth, indigotine, dan
nafthol yellow.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada
makanan yang tidak atau hamper tidak memiliki nilai gizi. Contohnya
adalah Sakarin, Siklamat dan Aspartam.
3. Pengawet yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat terjadinya
fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang

9
disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Contohnya: asam asetat, asam
propionat dan asam benzoat.
4. Antioksidan yaitu BTP yang dapat memghambat atau mencegah proses
oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan. Contohnya
adalah TBHQ (tertiary butylhydroquinon).
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah menggumpalnya makanan
serbuk, tepung atau bubuk.contohnya adalah: kalium silikat.
6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat
memberikan, menembah atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya
Monosodium Glutamate (MSG).
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar), yaitu BTP yang
dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat asam
makanan. Contohnya agar, alginate, lesitin dan gum.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses
pemutihan atau pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu
pemanggangan. Contohnya adalah asam askorbat dan kalium bromat.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu
terbentuknya dan memantapkan system disperse yang homogen pada
makanan.
10. Pengeras yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya
makanan. Contohnya adalah kalsium sulfat, kalsium klorida dan kalsium
glukonat.
11. Sekuestan, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang terdapat dalam
makanan, sehingga memantapkan aroma, warna dan tekstur. Contohnya
asam fosfat dan EDTA (kalsium dinatrium EDTA).
12. BTP lain yang termasuk bahan tambahan pangan tapi tidak termasuk
golongan diatas. Contohnya antara lain: enzim, penambah gizi dan
humektan.
2.3. Bahan Berbahaya untuk Pangan
2.3.1. Rhodamin B
Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal,
berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan

10
akan berwarna merah terang berpendar/berfluorosensi. Rhodamin B
merupakan zat warna golongan xanthenes dyes yang digunakan pada
industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk
pembersih mulut,dan sabun. Nama lain rhodamin B Adalah D and C
Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan
Brilliant Pink (Badan POM RI, 2005).
Konsumsi rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi
di dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan
ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis
tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (Badan
POM RI, 2005).
2.3.2. Formalin
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat
menusuk. Didalam formalin mengandung sekitar 37 persen
formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15 persen
sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama
(desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari
formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid,
Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform,
Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith (Rora, 2015).
Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman
sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan
kapal, pembasmi lalat dan serangga lainnya, bahan pembuat sutra
buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Dalam dunia
fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan
kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan pembuatan
produk parfum, bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku,
pencegah korosi untuk sumur minyak, bahan untuk isolasi busa,
bahan perekat untuk produk kayu lapis (playwood), dalam konsentrasi
yang sangat kecil (< 1 %) digunakan sebagai pengawet, pembersih
rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu,
shampo mobil, lilin dan karpet (Rora, 2015).

11
Penggunaan formalin yang salah adalah hal yang sangat
disesalkan. Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium,
ditemukan sejumlah produk pangan yang menggunakan formalin
sebagai pengawet. Praktek yang salah seperti ini dilakukan produsen
atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab. Beberapa
contoh produk yang sering mengandung formalin misalnya ikan
segar, ayam potong, mie basah dan tahu yang beredar di pasaran.
Yang perlu diingat, tidak semua produk pangan mengandung formalin
(Rora, 2015).
2.3.3. Boraks
Boraks atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan nama
“bleng” (bahasa jawa) yaitu serbuk kristal lunak yang mengandung
boron, berwarna putih atau transparan tidak berbau dan larut dalam
air. Boraks dengan dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai natrium
tetraborate decahydrate. Boraks mempunyai nama lain natrium
biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat yang seharusnya hanya
digunakan dalam industry non pangan (Adinugroho, 2013).
Banyak masyarakat yang belum mengetahui efek negatif dari
penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan. Oleh karena itu
para pedagang makanan biasanya mencampurkan boraks pada
makanan yang akan dijual agar makanan tersebut menjadi lebih
kenyal dan terlihat lebih menarik. Efek jangka panjang dari
penggunaan boraks dapat menyebabkan merah pada kulit, gagal
ginjal, iritasi pada mata, iritasi pada saluran respirasi, mengganggu
kesuburan kandungan dan janin. Dosis yang dapat menyebabkan
kematian atau biasa disebut dengan dosis letal pada orang dewasa
adalah sebanyak 10-25 gram, sedangkan pada anak-anak adalah
sebanyak 5-6 gram (Adinugroho, 2013).
2.3.4. Metanil Yellow
Metanil Yellow adalah pemberi warna kuning, yang digunakan
untuk industri tekstil dan cat. Bentuknya bisa berupa serbuk, bisa pula
berupa padatan. Biasanya digunakan secara illegal pada industri mie,

12
kerupuk dan jajanan berwarna kuning mencolok. Ciri-ciri makanan
yang mengandung pewarna kuning metanil antara lain makanan
berwarna kuning mencolok dan cenderung berpendar serta banyak
memberikan titik-titik warna karena tidak homogen. Hal ini jelas
sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat
pada zat pewarna tersebut (Florentina, 2014).
Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan,
iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung
kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit
perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Bahaya
lebih lanjut yakni menyebabkan kanker pada kandung dan saluran
kemih. Metanil yellow juga bisa menyebabkan kanker, keracunan,
iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung, dan usus. Efek zat warna
Metanil yellow ialah selain bersifat karsinogenik, zat warna ini dapat
merusak hati pada binatang percobaan, berbahaya pada anak kecil
yang hypersensitive dan dapat mengakibatkan gejala-gejala akut
seperti kulit menjadi merah, meradang, bengkak, timbul noda-noda
ungu pada kulit, pandangan menjadi kabur pada penderita asma dan
alergi lainnya (Florentina, 2014).
2.4. Pengujian Bahan Pangan
2.4.1. Kadar Air dan Kadar Abu
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan
yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik
yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan.
Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya
awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan
mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Aventi, 2015).
Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang
terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut
dipanaskan pada suhu 105⁰C selama waktu tertentu. Perbedaan antara

13
berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air. Dengan
mengatur panas, kelembaban, dan kadar air, oven dapat digunakan
sebagai dehidrator. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam.
Lebih lama dari dehidrator biasa. Agar bahan menjadi kering,
temperatur oven harus di atas 140⁰F. Kelebihan pengeringan buatan
adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur seuai
keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitasi dan higiene dapat
dikendalikan. Kelemahan pengeringan buatan adalah memerlukan
keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding
pengeringan alami (Aventi, 2015).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organic. Kandungan abu dan komosisinya bergantung pada jenis
bahan dan cara pengabuannya. Penentuan kadar abu total bertujuan
untuk mennetukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui
jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi
suatu bahan makanan. Abu adalah zat anorganik sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan
erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan dan
kemurnian dan kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Kusmiati dan
Titi, 2016).
Prinsip dari pengabuan cara kering, yaitu dengan mengoksidasi
semua zat organic pada suhu tinggi sekitar 500-600⁰C dan kemudian
melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran tersebut. Mekanisme pengabuan pad apercobaan ini
adalah pertama-tama krus porselin dioven selama 1 jam. Krus
porselin adalah tempat atau wadah yag digunakan dalam pengabuan
karena penggunaannya luas dan dapat mencapai berat konstan maka
dilakukan pengovenan. Kemudian di dinginkan selama 30 menit,
setelah itu dimasukan ke dalam eksikator. Lalu timbang krus sebagai
berat a gram. Setelah itu, dimasukkan bahan sebanyak 3 gram ke
dalam krus dan catat sebagai berat b gram. Pengabuan dianggap

14
selesai apabila diperoleh pengabuan yang umumnya berwarna putih
abu-abu (Kusmiati dan Titi, 2016).
2.4.2. Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)
Pengujian FFA (Free Fatty Acid) digunakan untuk mengetahui
kandungan asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak
goreng. Kenaikan nilai FFA menunjukkan minyak mengalami
kerusakan akibat hidrolisa. Semakin tinggi nilai FFA dalam minyak
maka kualitas minyak rendah dan sebaliknya semakin rendah nilai
FFA dalam minyak maka kualitas minyak bagus. Nilai FFA yang
tinggi dalam minyak jika dikonsumsi dapat menimbulkan rasa gatal di
tenggorokan (Silalahi, 2017).
Pengujian FFA dilakukan menggunakan metode titrasi alkalimetri.
Metode titrasi alkalimetri merupakan metode analisa yang didasarkan
pada reaksi asam basa. Penggunaan indikator PP (Phenolphtealin)
dikarenakan memiliki rentan pH yang cenderung bersifat basa dan
tidak berwarna. Perubahan warna mudah diamati karena
menggunakan indikator PP. Sementara menggunakan NaOH untuk
titrasi dikarena sifat dari NaOH yaitu basa kuat. Cara pengujiannya
yaitu dengan pengambilan sampel minyak. Kemudian sampel
ditambahkan alkohol dan PP dan kemudian sampel dipanaskan
sampai homogen dan selanjutnya di titrasi dengan NaOH 0,1 N.
Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna merah muda dalam
kurun waktu 30 detik. Kemudian diukur volume NaOH yang
digunakan dan dihitung (Silalahi, 2017).
2.4.3. Identifikasi Bahan Tambahan Pangan (Zat Warna)
Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat
memperbaiki penampakan makanan agar menarik, menyeragamkan
dan menstabilkan warna, serta menutupo perubahan warna akibat
proses pengolahan dan penyimpanan. Secara garis besar, berdasarkan
sumbernya dikenal dua jenis zat earna yang termasuk dalam golongan
bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintesis
(Nasution, 2014). Menurut Sumarlin (2010), prinsip uji bahan

15
Pewarna Tambahan Pangan (BTP) adalah zat warna dalam contoh
makanan/minuman diserap oleh benang wool dalam suasana asam
dengan pemanasan.
2.4.4. Identifikasi Zat Asing (Formaldehid)
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat
menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37 persen
formaldehid dalam air. Formalin sering digunakan sebagai bahan
desinfektan, bahan insektisida, bahan baku industri plastik dan
digunakan juga pada berbagai macam industri seperti industri tekstil,
farmasi, kosmetika serta digunakan untuk mengawetkan mayat
(Khaira, 2013).
Analisa kualitatif adanya formalin menurut Sikanna (2016) yaitu
analisis ini menggunakan 2 tabung reaksi yang masing-masing diberi
kode A dan B. Tabung reaksi A diisi dengan 2 mL akuades, lalu
ditambahkan 1 tetes larutan KMnO4 0,1 N dan diaduk hingga
homogen. Tabung reaksi B diisi dengan 10 mL akuades, lalu
ditambahkan 5 gr sampel tahu. Kemudian diaduk hingga homogen,
dan disaring untuk diambil filtratnya. Filtrat tahu yang berasal dari
tabung reaksi B dimasukkan ke dalam tabung reaksi A. Didiamkan
sampai 30 menit. Diamati perubahan warna yang terjadi. Jika warna
merah muda pudar, menunjukkan sampel tersebut mengandung
formalin (Khaira, 2013).
2.4.5. Kadar Alkohol
Alkohol merupakan senyawa yang kita sering sebut dengan
etanol, yang memiliki istilah umum untuk senyawa organic yang
memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang
ia sendiri terikat pada atom hydrogen dam atau atom karbon lain.
Dalam kehidupan sehari-hari ,sering kali kita mendengar kata alkohol
dan karbohidrat,namun dalm minuman bersoda kadar alkohol yang
tinggi dan rendah. alkohol adalah alkanol berasal dari alkana dengan
satu atom H alkana digantikan oleh gugus fungsi –OH,berdasarkan

16
jenis atom karbon yang mengikat gugus –OH ,alkohol dibedakan atas
alkohol primer,alkohol sekunder,dan alkohol primer (Assegaff, 2015).
Penentuan kadar alkohol menggunakan metode destilasi. Distilasi
atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap
(volatilitas) bahan atau didefinisikan juga teknik pemisahan kimia
yang berdasarkan perbedaan titik didih. Dalam penyulingan,
campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian
didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik
didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan
termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan
proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-
masing komponen akan menguap pada titik didihnya (Assegaff,
2015).
Adapun cara pengerjaannya yaitu diambil 10 cc zat yang akan
diukur kadar alkoholnya. Masukkan di labu destilasi dan didestilasi,
atur suhu destilasi (tidak boleh lebih dari suhu alkohol).Lalu destilasi
dihentikan bila filtrate yang diperoleh telah mencapai 25 cc, atur
destilasi dihentikan bila ada kenaikan suhu. Tentukan berat jenisnya
dengan menggunakan tabel, cari kadar alkoholnya (Assegaff, 2015).

17
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah statif, klem,
buret, Erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, labu takar, pipet volume, dan ball
pipette, tanur, eksikator (desikator), krus, lumpang, alu, destilator, neraca
analitik, oven dan pipet tetes.
3.2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini ialah sampel
kacang kedelai, VCO (Virgin Coconut Oil), minuman berwarna, bakso,
minuman cap tikus, indikator Phenolphthalein 0,1%, larutan KOH, larutan
NaOH, larutan HCL dan HCL pekat, H2SO4 pekat, larutan NH4OH, larutan
KMnO4, aqaudest, benang wool dan kertas saring.
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1 Kadar Air
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Timbang dengan
seksama 1-2 gram cuplikan pada sebuah botol timbang bertutup yang
sudah diketahui bobotnya. Keringkan pada oven suhu 1050C selama 3
jam. Dinginkan dalam eksikator. Timbang, ulangi pekerjaan ini hingga
diperoleh bobot tetap Perhitungan kadar air
𝐵 − (𝐶 − 𝐴)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = × 100%
𝐶−𝐴
Keterangan :
A adalah berat cawan kering yang sudah konstan (gram)
B adalah berat awal sampel (gram)
C adalah cawan dan sampel kering yang sudah konstan (gram)
3.3.2 Kadar Abu
Siapkan bahan dan alat yang akan digunakan. Timbang dengan
seksama 2-3 gram contoh ke dalam seuah cawan porselen yang telah
diketahui bobotnya. Abukan dalam tanur pada suhu maksimum 6000C
sampai pengabuan sempurna. Dinginkan dalam eksikator, lalu timbang

18
sampai bobot tetap. Lakukan perhitungan kadar abu dengan
menggunakan formula sebagai berikut :
𝑊1 − 𝑊2
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = × 100%
𝑊
Keterangan :
W adalah bobot contoh sebelum diabukan (gram)
W1 adalah bobot contoh + cawan sesudah diabukan (gram)
W2 adalah bobot cawan kosong (gram)
3.3.3 Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)
Siapkan bahan dan alat yang akan digunakan. Ditimbang sebanyak
5 gram cuplikan dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Ditambahkan
50 ml alkohol 95% dan dipanaskan. Ditambahkan 2 ml indikator
phenolphthalein. Dititrasi dengan KOH 0,5 N hingga terjadi perubahan
warna merah jambu dan tidak hilang selama 30 detik. Dilakukan
perhitungan kadar asam lemak.
𝑉𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑁𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀
𝐹𝐹𝐴 = 𝑥 100%
𝐺𝑟 𝑥 1000
Keterangan :
FFA adalah Asam Lemak Bebas (%)
VKaOH adalah volume KOH (ml)
NKOH adalah normalitas KOH (N)
BM adalah berat molekul asam lemak laurat = 200
Gr adalah massa cuplikan (gr)
3.3.4 Identifikasi Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Siapkan bahan dan alat yang akan digunakan. Diambil cuplikan
sebanyak 30-50 ml dan diasamkan menggunakan larutan HCl.
Dimasukkan benang wol ±40 cm ke dalam cuplikan. Dipanaskan
cuplikan selama 30 menit. Diambil benang wol dari cuplikan
kemudian dicuci dan dikeringkan. Dibagi benang wol menjadi empat
bagian dan diletakkan dalam masing-masing cawan petri. Diteteskan
HCl pekat, larutan NaOH, H2SO4 pekat, larutan NH4OH dimasing-
masing cawan petri. Amati perubahan warna.

19
3.3.5 Identifikasi Zat Asing (Formaldehid)
Siapkan bahan dan alat yang akan digunakan. Dimasukkan 2 ml
KMnO4 0,1 N ke dalam tabung reaksi A dan ditambahkan aqaudest.
Ditimbang 5 gram cuplikan. Digerus cuplikan dalam lumpang
kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi B. Disaring tabung
reaksi B dan diambil filtratnya. Dimasukkan filtrat cuplikan ke dalam
tabung reaksi A dan diamkan selama 30 menit. Diperhatikan
perubahan warna yang terjadi.
3.3.6 Kadar Alkohol
Siapkan bahan dan alat yang akan digunakan. Dipipet 100 ml
cuplikan ke dalam labu destilasi. Dilakukan proses destilasi dan dicatat
volume destilat. Ditimbang piknometer kemudian dimasukkan
aquadest dan ditimbang kembali. Dibuang aqaudest dan piknometer
dikeringkan. Dimasukkan destilat ke dalam piknometer dan ditimbang.
Dihitung berat jenis relatif dan ditentukan kadar alkohol menggunakan
daftar berat jenis dan kadar alkohol.
𝑊2 − 𝑊0
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 =
𝑊1 − 𝑊0
Keterangan :
W0 adalah massa piknometer kosong (gram)
W1 adalah massa piknometer berisi air suling (gram)
W2 adalah massa piknometer berisi destilat (gram)

20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari pengujian bahan pangan makanan dan
minuman ialah sebagai berikut :
Tabel 4.1.1. Analisa Kadar Air dan Kadar Abu
Berat
Cawan Setelah Kadar Air Kadar Abu
Sampel Sampel
Konstan dikeringkan (%) (%)
(gram)
(gram) (gram)
Kacang 5 45,98 50,48 14,11% -
Kedelai 2 63,89 64,01 - 6%

Tabel 4.1.2. Uji Organoleptik VCO


Parameter Hasil
Warna Bening jernih
Rasa Berasa kelapa segar
Bau Tidak berbau tengik
Tekstur Cair dan halus tidak lengket

Tabel 4.1.3. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)


Volume KOH Kadar FFA
Sampel Berat sampel
(gram) Awal Akhir Rerata (%)
(ml) (ml) (ml)
VCO 5 23 23,4 23,2 46,4%

Tabel 4.1.4. Uji Organoleptik Minuman Berwarna


Parameter
Sampel
Warna Rasa Bau Tekstur
Minuman I Merah Manis Frambosen Cair
Minuman II Jingga Manis Nanas Cair
Minuman III Hijau Manis Melon Cair

21
Tabel 4.1.5. Identifikasi Bahan Tambahan Pangan (Zat Warna)
Zat Warna Minuman I Minuman II Minuman III

Rhodamin B Negatif Negatif Negatif


Amaranth Negatif Negatif Negatif
Tartrazine Negatif Negatif Negatif
Fast Green FCF Negatif Negatif Negatif
Aniline Yellow Negatif Negatif Negatif
Orange G Negatif Negatif Negatif
Acid Violet 6B Negatif Negatif Negatif
Azoflavine Negatif Negatif Negatif
Acid Yellow Negatif Negatif Negatif
Methyl Violet Negatif Negatif Negatif
Turmeric Negatif Negatif Negatif

Tabel 4.1.6. Identifikasi Formaldehid (Formalin)


Warna
Sampel Penambahan Hasil
Awal 30 Menit
KMnO4
Bakso Putih Keunguan Putih Positif

Tabel 4.1.7. Kadar Alkohol


Volume Rendamen Berat Piknometer Bobot Kadar
Sampel Sampel (%) Kosong Aqaudest Alkohol Relarif Alkohol
(ml) (ml) (ml) (ml) (g/cm3) (%)
Cap
100 32 33,3 65,3 62,15 0,9015 ±65
tikus

22
4.2. Pembahasan
Pangan merupakan hal paling mendasar dari kebutuhan manusia selain
sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia merupakan hal
yang esensial sehingga kebutuhan pangan harus tetap tercukupi oleh setiap
manusia. Definisi pangan menurut Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996
adalah pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Di era sekarang banyak panganan yang sering kita jumpai dimana-mana.
Banyak pedagang yang menjajakan pangan hasil olahan mereka. Namun
banyaknya pangan yang beredar tidak mengurangi risiko bahwa adanya
tindak kecurangan yang dilakukan oleh pedagang demi mendapatkan
keuntungan dari kegiatannya. Oleh karena itu, banyak pendagang
menggunakan bahan-bahan tambahan pangan yang tidak boleh digunakan
pada pangan yang mereka jual. Sehingga, perlu untuk meningkatkan
kewaspadaan lebih untuk melakukan pembelian makanan dan minuman yang
dijual bebas.
Pada dasarnya, antara pangan yang telah diberi zat-zat berbahaya tidak
ada bedanya dengan pangan yang tidak menggunakan zat-zat berbahaya
secara fisik. Pengujian harus dilakukan pada bahan pangan tersebut untuk
menentukan kualitas serta bahan apa saja yang terkandung di dalam bahan
pangan tersebut. Oleh karena itu, pada kesempatan ini akan dilakukan
praktikum pengujian bahan pangan guna untuk mendapatkan gambaran akan
kualitas dan kandungan dari bahan pangan yang beredar luas dimasyarakat.
Pengujian kualitas pangan dapat dilihat dari kadar air dan kadar abu
dalam suatu bahan pangan. Menurut Koeswardhani (2008), kadar air sangat
berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, karena dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Bahkan dalam bahan
makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian,
terkandung air dalam jumlah tertentu. Serta menurut Kusmiati dan Titi

23
(2016), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang
terdapat dalam suatu bahan dan kemurnian dan kebersihan suatu bahan yang
dihasilkan. Berdasarkan teori penunjang tersebut, adanya kadar air dan kadar
abu dalam suatu bahan pangan merupakan hal yang sangat dibutuhkan
sebagai parameter kualitas suatu bahan.
Bahan pangan yang akan dilakukan pengujian kadar air dan kadar abu
adalah kacang kedelai. Kedelai merupakan tanaman dari bangsa polong-
polongan yang sumber cadangan makanannya dibentuk dalam rupa kacang-
kacangan. Penggunaan kacang kedelai dimasyarakat ialah sangat beragam,
ada yang digunakan sebagai bahan dasar tempe, digunakan untuk pembuatan
tahu serta ada pula yang digunakan sebagai susu. Oleh karena minat
masyarakat pada kacang kedelai sangat tinggi maka perlu untuk melakukan
pengujian mutu kualitas kacang kedelai yang digunakan.
Adapun pengujian kadar air terhadap kacang kedelai dilakukan dengan
metode Oven. Prinsip metode oven menurut SNI 01-2891-1992 ialah
kehilangan bobot pada pemanasan 1050C dianggap sebagai kadar air yang
terdapat pada contoh/cuplikan. Prosedur kerjanya dilakuakn dengan cara
kacang kedelai ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukan kedalam cawan
petri yang telah diketahui massa konstannya. Kacang kemudian dikeringkan
pada oven dengan suhu 1050C selama 30. Setelah itu, kacang didinginkan
pada eksikator (desikator) untuk menghilangkan uang panasnya. Kacang
kemudian ditimbang pada neraca analitik dan kemudian dikeringkan lagi.
Pengeringan dilakukan secara berulang-ulang hingga mendapatkan massa
konstannya.
Dari hasil pengujian, didapatkan hasil bahwa kacang kedelai tersebut
memiliki 14,11% kadar air. Hal ini kemudian dirujuk pada SNI 01-3922-
1995, bahwa kadar air pada kacang kedelai berkisar 13-16%. Sehingga dapat
dipastikan bahwa kualitas kacang kedelai terbilang baik karena kadar airnya
tidak melewati batas ambang minimum atau pun maksimum. Kadar air yang
terlalu kecil menandakan bahwa kacang kecelai sangat kering sehingga tidak
dapat digunakan karena akan mengeras. Sedangkan jika kadar air yang terlalu

24
tinggi kacang kedelai akan mudah untuk membusuk karena menjadi tempat
ideal bagi jamur berkembang biak.
Selanjutnya pengujian kadar abu terhadap kacang kedelai. Prinsip
pengujian kadar abu menggunakan metode pengabuan kering dimana prinsip
metode pengabuan kering menurut SNI 01-2891-1992 yaitu proses
pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan CO2 tetapi tidak dengan
bahan anorganik. Adapun pengerjaannya ialah kacang kedelai ditimbang dan
dimasukkan kedalam krus bertutup yang telah diketahui massa konstannya.
Selanjutnya kacang kedelai di abukan dalam tanur dengan suhu 600⁰C selama
8 jam. Setelah itu, kacang diambil dan didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang pada neraca analitik. Hasil yang diperoleh kemudian dilakukan
perhitungan kadar abu. Kadar abu dari kacang tersebut ialah 6%. Hasil ini
menunjukkan bahwa dalam kacang tersebut terdapat mineral sebanyak 6%.
Selanjutnya dilakukan pengujian zat abu tidak larut pada abu kacang dan
didapatkan terdapat 1,4% kadar abu tidak larut.
Selanjutnya pengujian terhadap lipid. Lipid biasa disebut juga minyak
atau lemak merupakan suatu zat yang tidak larut dalam pelarut air tetapi larut
pada pelarut organik seperti kloroform. Lemak digunakan tubuh sebagai
sumber cadangan energi. Dewasa kini, banyak jajanan yang diperjual belikan
yang mengandung lemak atau minyak contohnya gorengan tahu, pisang,
bakwan dan lain sebagainya. Namun penggunaan minyak juga perlu untuk
diwaspadai karena minyak yang digunakan secara terus menerus akan
menurunkan kualitas minyak tersebut. Minyak mengandung senyawa asam
lemak yang apabila terakumulasi dalam tubuh akan menyebabkan gangguan
kesehatan berupa timbunan plak dipembuluh darah dan lain sebagainya. Oleh
karena itu, akan dilakukan pengujian terhadap sampel VCO (Virgin Coconut
Oil) untuk mengetahui kadar asam lemak bebasnya (Free Fatty Acid).
Menurut Maradesa, dkk (2014) Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan
minyak kelapa murni yang dihasilkan dari daging buah kelapa tua yang segar.
Beberapa metode yang digunakan dalam pembuatan VCO adalah pemanasan
(<95⁰C), fermentasi dan pancingan. Selain metode tersebut ada juga metode
pengadukan. Pada metode pengadukan, dengan adanya pengadukan terus-

25
menerus, maka molekul protein yang berfungsi sebagai emulsifier dapat
rusak sehingga minyak dapat terpisah. Keunggulan dari minyak ini adalah
jernih, tidak berwarna dan tidak mudah tengik. Berdasarkan teori tersebut
dilakukan pengujian organoleptik pada sampel VCO, dimana hasil yang
didaptkan ialah warna VCO ialah bening dan jernih, tidak berbau tengik,
memiliki rasa kelapa, dan teksturnya cair serta halus.
Pengujian FFA ini menggunakan metode titrasi alkalimetri dimana
prinsip kerja metode alkalimetri ialah penetapan kadar senyawa-senyawa
yang bersifat asam dengan menggunakan larutan baku basa dimana
penentuan titik akhirnya didasarkan pada perubahan warna oleh indikator
phenolphthalein. Adapun cara pengerjaannya ialah ditimbang sampel VCO
sebanyak 5 gram dan larutkan dalam 50 ml alkohol 95%. Kemudian
ditambahkan indikator phenolphthalein sebanyak 2 ml. Selanjutnya dititrasi
dengan KOH 0,5 N. Titrasi berhenti ketika terjadi perubahan warna pada
sampel menjadi merah muda. Hasil yang diperoleh ialah kadar asam lemak
bebas (asam laurat) pada VCO ialah 46,6%. Hasil ini kemudian dirujuk pada
SNI 7381-2008 bahwa kadar asam lemak bebas (asam laurat) pada VCO
harus berkisar 45,1-53,2%. Oleh karena itu, kadar asam lemak bebas VCO
ialah masih berada dibatas ambang sehingga kualitas VCO dapat dikatakan
baik.
Selanjunya ialah pengujian Bahan Tambahan Pangan (Zat Pewarna).
Menurut Permenkes RI No. 033 tahun 2012, Bahan Tambahan Pangan yang
selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan
untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. BTP yang terdaftar dalam
Permenkes tersebut ada 27 golongan, salah satunya zat pewarna. Zat pewarna
merupakan zat yang digunakan untuk memperkaya sifat suatu bahan pangan
menjadi lebih menarik dengan warna yang beragam. Zat warna terbagi
emnjadi dua yaitu zat warna alami seperti kurkumin (zat warna kuning) dan
klorofil (zat warna hijau), dan zat warna sintesis seperti Eritrosin dan
Karmoisin. Zat warna juga ada yang termasuk dalam zat berbahaya yaitu
Rhodamin B dan Metanil Yellow. Oleh karenanya, pengujian zat warna ini

26
dilakukan untuk mengetahui adanya zat warna berbahaya dalam bahan
pangan.
Bahan yang digunakan ialah minuman berwarna. Terdapat tiga minuman
berwarna yaitu minuman berwarna merah secara organoleptiknya terasa
manis dan berbau frambosen. Minuman berwarna jingga secara
organoleptiknya terasa manis dan berbau nanas. Minuman berwarna hijau
secara organoleptiknya terasa manis dan berbau melon. Menurut Permenkes
RI No. 239/Menkes/Per/85, terdapat 30 macam zat warna yang dilarang
untuk digunakan pada pangan antara lain Rhodamin B, Metanil Yellow,
Violet 6B, dll.
Menurut Sumarlin (2010), prinsip uji bahan Pewarna Tambahan Pangan
(BTP) adalah zat warna dalam contoh makanan/minuman diserap oleh
benang wool dalam suasana asam dengan pemanasan. Adapun cara
pengerjaannya ialah wol didihkan terlebih dahulu kemudian dikeringkan.
Setelah itu, diambil sampel kira 30-50 ml dan didihkan. Masukan wool ke
dalam sampel selama 30 menit. Setelah itu cuci dan keringkan. Wool
kemudian dibagi menjadi 4 dan dimasukkn ke dalam cawan petri. Tiap cawan
akan di tetesi masing HCl pekat, NaOH, H2SO4 pekat dan NH4OH. Dilihat
perubahan warna yang terjadi berdasarkan tabel perubahan warna. Dari hasil
yang didapatkan, semua sampel tidak ada yang positif mengandung zat
pewarna berbahaya karena semua hasilnya tidak menampakkan perubahan
warna sesuai dari tabel. Oleh karena itu, zat warna yang digunakan ialah zat
warna alami sehingga kualitas minumannya baik dikonsumsi.
Selanjutnya pengujian formaldehid (formalin) pada sampel bakso.
Formalin merupakan zat pengawet yang dilarang untuk digunakan pada
bahan pangan menurut Permenkes RI No. 033 tahun 2012 dan PerKBOM No.
2 tahun 2013. Adapun cara pengujiannya menggunakan metode kualitatif
yaitu metode yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya formalin pada
suatu bahan pangan. Pengerjaannya dilakukan yaitu Pada tabung A
dimasukkan 2 ml larutan KMnO4 dan ditambahkan sebanyak 1 ml aquadest.
Kemudian sampel bakso diambil 5 gram dan digerus, sedikit tambahkan
aquadest. Kemudian sampel disaring menggunakan kertas saring dan diambil

27
filtratnya. Filtratnya kemudian dicampurkan dengan 5 tetes larutan KMnO4.
Amati perubahan warna yang terjadi. Hasil yang diperoleh ialah sampel
bakso ialah positif yang ditandai dengan perubahan warna dari keunguan
menjadi tidak berwarna. Hal ini sesuai pernyataan Sikanna (2016) bahwa
penambahan KMnO4 (kalium permanganat) berfungsi untuk mengoksidasi
formaldehid dalam formalin, yang ditandai dengan hilangnya warna merah
muda menjadi tidak berwarna (bening). Hilangnya warna merah muda pada
sampel mengindikasikan sampel positif mengandung formalin. Sampel bakso
yang positif mengadung formalin mutu kualitas daya tahannya memang baik
tetapi tidak baik untuk tubuh karena konsumsi formalin dalam jangka
panjang akan menyebab ………………
Selanjutnya pengujian kadar alkhol pada minuman cap tikus. Cap tikus
merupakan minuman yang mengandung alkohol. Minuman ini tidak dijual
secara bebas karena pada dasarnya minuman ini dilarang untuk diperjual
belikan. Dalam pengujian ini, metode yang digunakan ialah destilasi dimana
prinsip kerjanya menurut Assegaff (2015) ialah pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas)
bahan atau didefinisikan juga teknik pemisahan kimia yang berdasarkan
perbedaan titik didih. Adapun cara pengujiannya ialah diambil sampel cap
tikus sebnayak 100 ml dimasukan ke dalam tabung destilasi. Dilakukan
destilasi pada suhu 80 derajat. Destilat yang keluar kemudian ditampung
yang merupakan alkohol. Dari pengujian didapatkan hasil rendamen 32%
yaitu terdapat 32 ml alkohol dalam 100 ml minuman cap tikus. Selanjutnya
piknometer ditimbang dalam keadaan kosong, kemudian ditimbang lagi
dalam keadaan terisi aqaudest. Selanjtnya destilat dimasukan ke dalam
piknometer kosong, dan ditimbang. Hasil timbangan antara piknometer
kosong, piknometer dengan aqaudest dan piknometer dengan destilat
kemudia dilakukan perhitungan bobot relatif. Bobot relatif yang didapatkan
ialah 0,9015 yang apabila dihubungkan dengan kadar alkohol ditemukan
±65% kadar alkohol dalam minuman cap tikus.
Menurut Permenperin RI No. 2012 dan PerKBPOM No. 14 tahun 2016,
kadar alkohol dalam suatu minuman dibagi menjadi tiga golongan yaitu

28
golongan A (sampai dengan 5%), golongan B (lebih dari 5 – 20%) dan
golongan C (lebih dari 20 – 55%). Jika dirujuk pada golongan minuman
beralkohol ini, cap tikus tidka termasuk dalam ketiga golongan tersebut
dikarenakan kadar alkoholnya melebih batas yang telah ditetapkan
pemerintah. Konsumsi minuman dengan kadar alkohol tinggi akan
menyebabkan kerusakan organ tubuh yaitu hati dan akan menyebabkan
penyakit hati seperti sirosis hepatis dan lain sebagainya. Oleh karena itu,
minuman cap tikus dinyatakan tidak baik untuk kesehatan dan mutu
kualitasnya tidak baik.

29
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai pengujian bahan pangan
makanan dan minuman, kesimpulan yang diperoleh ialah sebagai berikut :
1. Kadar air dan kadar abu pada sampel kedelai berturut-turut ialah 14,11%
dan 6% dimana mengacu pada SNI 01-392-1995 bahwa kadar air dan
kadar abu kedelai masih pada batas normal sehingga kualitas kedelainya
ialah baik.
2. Kadar asam lemak bebas (asam laurat) pada sampel VCO (Virgin
Coconut Oil) ialah 46,1% dimana mengacu pada SNI 7381-2008 bahwa
kadar asam lemak bebas masih pada batas normal sehingga kualitas VCO
ialah baik.
3. Zat warna pada ketiga minuman berwarna (merah, jingga dan hijau) tidak
teridentifikasi adanya zat warna yang berbahaya berdasarkan Permenkes
RI No. 239/Menkes/Per/85 sehingga minuman dengan zat warna tersebut
memiliki kualitas yang baik.
4. Hasil pengujian Formaldehid (Formalin) pada sampel bakso ialah positif
mengandung formalin dimana berdasarkan Permenkes RI No. 033 tahun
2002 dan PerKBPOM No. 2 tahun 2013 menyatakan bahwa formalin
tergolong dalam bahan berbahaya dan dilarang untuk pangan sehingga
mutu kualitas bakso dari aspek kesehatan ialah tidak baik.
5. Kadar alkohol pada sampel minuman cap tikus ialah ±65% dimana
merujuk pada Permenperin RI No. 2012 dan PerKBPOM No. 14 tahun
2016 bahwa kandungan alkohol telah melebih batas ambang kadar
alkohol Golongan C sehingga kualitas minuman cap tikus dari aspek
kesehatan ialah tidak baik.
5.2. Saran
Saran yang dapat disampaikan ialah perlu untuk melakukan praktikum
kembali dengan melakukan pengujian kuantitatif pada formalin dan kualitatif
pada alkohol sehingga pengujian yang dilaukan saling melengkapi antara
kualitatif dan kuantitatif.

30
DAFTAR PUSTAKA

Fasak, Emiliana (2011) DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN BERBASIS


POTENSI LOKAL DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN
NASIONAL DI KECAMATAN BOLA, KABUPATEN SIKKA, PROPINSI NUSA
TENGGARA TIMUR, TAHUN 2010. S1 thesis, UAJY.

Koeswardhani M., Muhami, Rosandi T., dan Rasyid R. 2008. Teknologi


Pengolahan Pangan. Universitas Terbuka, Jakarta

ERISKA, ZULFIANASARI (2016) ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN MAKANAN
PADA INSTALASI GIZI RS PERMATA MEDIKA KOTA SEMARANG TAHUN
2015. Skripsi,Fakultas Kesehatan.

31
LAMPIRAN I
DOKUMENTASI

Sampel Kacang Sampel Virgin Sampel Cap Tikus


Kedelai Coconut Oil

Sampel Benang Wol Sampel Pemanis Sampel Setelah


Buatan Dilakukan Pemanasan

Proses Penggerusan Sampel Bakso Positif


Proses Pendinginan Bakso Formalin
Dalam Desikator

32
Proses Titrasi Perubahan Warna Benang Diasamkan
Pada Sampel Menjadi Dengan HCl
Warna Merah Muda

Sampel yang telah ditetesi larutan NaOH, HCl, Sampel Yang Telah
NH4OH, H2SO4 Ditetesi Reagen

Sampel negatif mengandung BTP, dan tidak Destilat Yang


terjadi perubahan warna pada benang Dimasukan Kedalam
Piknometer

33
LAMPIRAN II
SKEMA KERJA
PENENTUAN KADAR AIR DAN KADAR ABU

Sampel

Masukkan ke dalam krus Masukkan kedalam cawan petri


bertutup yang telah konstan yang telah konstan

Keringkan dalam tanur Keringkan


Keringkandalam
dalam oven
oven
selama 8 jam selaa
selama
3030
menit
menit

Abu Kering

Masukkan ke
dalam desikator Masukkan ke dalam
desikator

Timbang pada Timbang pada


neraca analitik neraca analitik

Lakukan
Lakukan kembali
perhitungan
pengeringan di
kadar abu
oven tiap 30 menit
hingga berat
konstan

Lakukan
perhitungan
kadar air

Hasil Hasil

34
PENENTUAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS

Sampel

Diambil 5 gram sampel

Ditambahkan 50 ml alkohol 95%

Ditambahkan indikator
phenolphthalein 2 ml

Dititrasi dengan KOH 0,5 N

Merah muda

Dilakukan lagi untuk duplo

Dihitung kadar asam lemak bebas

Hasil

35
IDENTIFIKASI BAHAN TAMBAHAN PANGAN
(ZAT WARNA)

Sampel

Diambl 50 ml sampel dan asamkan


dengan HCl

Dimasukan 40 cm wol ke dalam


sampel

Didihkan selama 30 menit

Dikeringkan wol pada oven

Dibagi 4 wol dan masukkan ke dalam


cawan petri

Diteteskan disetiap cawan berturut-


turut HCl pekat, NaOH, H2SO4 pekat
dan NH4OH

Diamati perubahan warna, sesuaikan


dengan tabel zat warna

Hasil

36
IDENTIFIKASI ZAT ASING (FORMALDEHID/FORMALIN)

Sampel

Diambil 5 gram sampel


dan digerus (ditambahkan
sedikit aquadest)

Disaring sampel dan diambil


filtratnya

Dimasukkan kedalam tabung


A

Filtrat Putih

Diambil 2 ml KMnO4 dan


tambahkan 1 ml aqaudest
(Tabung B). Diteteskan pada
filtrate sebanayk 5 ml

Filtrat Keunguan

Diamati perubahan warna


yang terjadi selama 30 menit

Hasil

37
ANALISA KADAR ALKOHOL

Sampel

Diambil 100 ml sampel dan


dimasukkan ke dalam tabung destilasi

Dilakukan destilasi dengan


mempertahankan suhunya

Diambil destilatnya

Destilat

Dimasukkan kedalam piknometer yang


telah diktahui massanya dan massa
piknometer + aqaudest

Ditimbang piknometer

Dilakukan perhitungan bobot relative


dan hubungkan dengan tabel kadar
alkohol

Hasil

38
LAMPIRAN III
PERHITUNGAN
PENENTUAN KADAR AIR DAN KADAR ABU
Rumus :
𝐵 − (𝐶 − 𝐴)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = × 100%
𝐶−𝐴
𝑊1 − 𝑊2
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = × 100%
𝑊

Keterangan :
A = Berat cawan kering konstan (gram)
B = Berat awal sampel (gram)
C = Berat cawan dan sampel kering konstan (gram)
W = Bobot contoh sebelum diabukan (gram)
W1 = Bobot contoh + cawan sesudah diabukan (gram)
W2 = Bobot cawan kosong (gram)

Kadar Air sampel kedelai :


𝐵 − (𝐶 − 𝐴)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = × 100%
𝐶−𝐴
5 − (50,48 − 45,98)
= × 100%
50,48 − 45,98
0,5
= × 100%
4,5
= 11,11 %
Kadar Abu sampel kedelai:
𝑊1 − 𝑊2
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = × 100%
𝑊

64,01 − 63,89
= × 100%
2
0,12
= × 100%
2
= 6%

39
PENENTUAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS
DAN BERAT JENIS RELATIF
Rumus :
𝑉𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑁𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀
𝐹𝐹𝐴 = 𝑥 100%
𝐺𝑟 𝑥 1000
𝑊2 − 𝑊0
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 =
𝑊1 − 𝑊0

Keterangan :
FFA = Asam Lemak Bebas (%)
BM = Berat molekul asam lemak laurat = 200
Gr = Massa cuplikan (gr)
VKOH = Volume rata-rata KOH (ml)
NKOH = Normalitas KOH (ml)
W0 = Massa piknometer kosong (gram)
W1 = Massa piknometer berisi air suling (gram)
W2 = Massa piknometer berisi destilat (gram)

Sampel VCO (Virgin Coconut Oil) :


𝑉𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑁𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀
𝐹𝐹𝐴 = 𝑥 100%
𝐺𝑟 𝑥 1000
23,2 𝑥 0,5 𝑥 200
= 𝑥 100%
5 𝑥 1000
2320
= 𝑥 100%
5000
= 46,4 %
Sampel Cap tikus :
𝑊2 − 𝑊0
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 =
𝑊1 − 𝑊0
62,15 − 33,30
=
65,3 − 33,3
28,85
=
32
= 0,9015
= ±65%

40
41

You might also like