Latar Belakang

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

Latar Belakang

Perbincangan soal etika bisnis semakin mengemuka mengingat arus globalisasi semakin deras
terasa. Globalisasi memberikan tatanan ekonomi baru. Para pelaku bisnis dituntut melakukan
bisnis secara fair. Segala bentuk perilaku bisnis yang dianggap ”kotor” seperti pemborosan
manipulasi, monopoli, dumping, menekan upah buru, pencemaran lingkungan, nepotisme, dan
kolusi tidak sesuai dengan etika bisnis yang berlaku. Pada saat banyak perusahaan semakin
berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan social dan kerusakan lingkungan sekitarnya
dapat terjadi. Karena itu muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negative. Banyak
perusahaan swasta banyak mengembangkan apa yang disebut Corporate Social Responsibility
(CSR). Banyak peneliti yang menemukan terdapat hubungan positif antara tanggung jawab sosial
peruahaan atau (Corporate Social Responsibility) dengan kinerja keuangan, walaupun dampaknya
dalam jangka panjang. Penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai cost melainkan investasi
perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan menunjukan kepedulian perusahaan terhadap
kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada hanya sekedar kepentingan perusahaan
saja. Tanggung jawab dari perusahan (Corporate Social Responsibility) merujuk pada semua
hubungan yang terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua stake holder,termasuk didalamnya
adalah pelanggan atau customers, pegawai, komunitas, pemilik atau investor, pemerintah, supplier
bahkan juga competitor. Pengembangan program-program sosial perusahaan berupa dapat
bantuan fisik, pelayanan kesehatan, pembangunan masyarakat ( community development),
outreach,beasiswa dan sebagainya.

1. Definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (selanjutnya akan di
singkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan adalah memiliki
suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan
lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.1 Secara umum, tanggung jawab sosial
perusahaan adalah kewajiban untuk mengambil tindakan yang melindungi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan serta kepentingan organisasi.
Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dinyatakan bahwa
Corporate Social Responsibility adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga
karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara
keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Tanggung jawab sosial perusahaan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu konsep
yang mewajibkan perusahaan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para
stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang di maksud
diantaranya adalah para share holder, karyawan (buruh), customer, komunitas lokal,
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lain sebagainya.
2. Lingkup Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Dalam perkembangan etika bisnis sampai saat ini terdapat gagasan yang lebih komprehensif
mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu:
a. Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan
masyarakat luas.
Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial ini dimaksudkan untuk membantu
memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan-kegiatan sosial ini sangat
beragam, misalnya menyumbangkan dana untuk membangun rumah ibadah, membangun
prasarana dan fasilitas sosial dalam masyarakat (listrik, jalan, air, tempat rekreasi dan
sebagainya), melakukan penghijauan, menjaga sungai dari pencemaran atau ikut
membersihkan sungai dari polusi, melakukan pelatihan cuma-cuma bagi pemuda yang tinggal
disekitar perusahaan, memberi beasiswa kepada anak dari keluarga yang kurang mampu
ekonomi dan seterusnya.
b. Keuntungan ekonomis
Menurut Milton Friedman, satu-satunya tanggung jawab sosial perusahaan adalah
mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan. Oleh karena itu, berhasil
tidaknya suatu perusahaan, secara ekonomis dan moral dinilai dari lingkup tanggung jawab
sosial ini.
c. Lingkup tanggung jawab sosial perusahaan yang ketiga adalah memenuhi aturan hukum
yang berlaku dalam suatu masyarakat, baik yang menyangkut kepentingan bisnis maupun
yang menyangkut kehidupan sosial pada umumnya.
Sebagai bagian integral dari masyarakat, perusahaan mempunyai kewajiban dan juga
kepentingan untuk menjaga ketertiban dan keteraturan sosial. Tanpa hal tersebut kegiatan
bisnis perusahaan tersebut pun tidak akan berjalan. Salah satu bentuk dan wujud tanggung
jawab sosial perusahaan adalah dengan mematuhi aturan hukum yang berlaku. Kalau
perusahaan tidak mematuhi aturan hukum yang ada, sebagaimana halnya semua orang lainnya,
maka ketertiban dan keteraturan masyarakat tidak akan terwujud.
Jadi, perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial dan moral untuk taat pada aturan bisnis
yang ada, tidak hanya demi kelangsungan bisnis, melainkan juga demi menjaga ketertiban dan
keteraturan baik dalam iklim bisnis maupun keadaan sosial pada umumnya.
d. Hormat pada hak dan kepentingan stakeholders atau pihak-pihak terkait yang punya
kepentingan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan bisnis suatu perusahaan.
3. Teori-Teori Pemikiran CSR
Oliver Laas mengemukakan sedikitnya 5 landasan yang menempatkan CSR sebagai strategi
bisnis:
CSR sebagai strategi bersaing; yaitu yang menempatkan CSR sebagai keunikan bisnis untuk
memenangkan persaingan. perusahaan yang melakukan CSR memiliki keunikan yang terkait
dengan tanggung jawabnya dalam pengelolaan bisnis yang tidak hanya mengejar keuntungan
ekonomi, bisnis yang senantiasa mentaati hukum/peraturan yang berlaku, hukum yang selalu
mengedepankan etika (jujur, transparan, anti korupsi, dll.), serta senantiasa peduli dengan
masalah-masalah (sosial) yang sedang dihadapi oleh masyarakat di sekitarnya.
CSR sebagai strategi pengelolaan sumber daya alam yang tidak hanya memiliki makna
pelestarian sumberdaya hayati, tetapi juga pencegahan kerusakan sumber daya alam yang
mengakibatkan bencana, tetapi juga pelestarian sumber daya yang dibutuhkan bagi
keberlanjutan bisnis (bahan baku dan energi). Selain itu, pengelolaan sumber daya alam melalui
praktik-praktik: reduce (penghematan), reuse (pemanfaatan ulang), dan recycle (pemanfaatan
produk daur ulang), sesungguhnya merupakan praktik bisnis yang menguntungkan.
CSR sebagai strategi memuaskan stakeholder, merupakan praktik bisnis yang terus-menerus
menjaga kepuasan dan loyalitas pelanggan internal dan pelanggan eksternal untuk selanjutnya,
kepuasan dan loyalitas pelanggan, pada gilirannya akan berdampak pada peningkatan
aksesibilitas dalam memperoleh permodalan, aksesibilitas pemasaran produk, serta
aksesibilitas kebijakan untuk memperoleh dukungan politik dari pemerintah dan tokoh-tokoh
masyarakat.
CSR sebagai strategi mengatasi isu dan krisis, oleh pelaku bisnis dapat digunakan sebagai “alat”
untuk memperoleh dukungan dari para pemangku kepentingan dalam menghadapi isu-isu
(negatif, yang merugikan) melalui terbangunnya citra perusahaan (seperti: isu lingkungan, isu
kualitas produk, dll.)
CSR sebagai implementasi strategi philanthropy, manajemen lingkungan, dan penilaian
dampak. Strategi philanthropy akan berdampak pada: kepuasan dan loyalitas pelanggan
utamanya dalam menghadapi isu-isu dan kritis. Manajemen lingkungan akan berdampak pada
terjaminnya pasokan bahan baku dan energi, kenaikan keuntungan dari penghematan biaya
produksi, dan terhindarnya ancaman bencana/kerusakan sumber daya alam. Penilaian dampak,
akan menjaga atau mencegah terjadinya isu-isu dan krisis kepercayaan dari stakeholder.

Lebih lanjut, CSR sebagai praktik pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan, harus dilandasi
oleh teori-teori:
Pembangunan berbasis masyarakat, yang mensyaratkan partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat. Konsep pembangunan berbasis masyarakat, tidak hanya berbasis pada modal fisik
(sumber daya alam), tetapi juga memanfaatkan modal sosial, modal spiritual, kearifan lokal,
dan budaya setempat. Pemberdayaan masyarakat, diarahkan untuk memperbaiki kapasitas dan
kekuasaan masyarakat, kaitannya dengan peningkatan kesadaran, kemampuan, dan
kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Partisipasi
(dalam: pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, dan
pemanfaatan hasil pembangunan) akan meningkatkan pemerataan pendapatan dan berusaha
bagi seluruh warga masyarakat.
Pengembangan masyarakat (community development), yang merupakan upaya sadar yang
dilakukan oleh pihak luar (pemerintah, LSM, donor, dll.) untuk mengoptimalkan potensi yang
ada dalam masyarakat demi perbaikan mutu hidupnya.
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) yang merupakan penguatan kapasitas
individu, entitas, dan jejaring (sistem), baik kapasitas manusia, kapasitas usaha, kapasitas
lingkungan, dan kapasitas kelembagaan.
4. Model Dasar Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Satu model evaluasi kinerja tanggung jawab sosial perusahaan telah dikembangkan oleh
Archie B. Carroll. Dalam buku Poerwanto, Corporate Social Responsibility,Model Carroll
menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan dapat dibagi ke dalam empat
kriteria, yaitu sebagai berikut:
a.Tanggung jawab ekonomi menunjukkan bahwa setiap usaha harus mampu memperoleh
keuntungan baik berupa uang, citra organisasi, keuntungan sosial maupun keberlangsungan
usaha.
b.Tanggung jawab legal berkaitan dengan kepatuhan perusahaan dalam memenuhi aturan-
aturan yang berlaku dalam tata kehidupan.
c.Tanggung jawab etika. Tanggung jawab etika adalah kebijakan perusahaan yang didasarkan
pada nilai-nilai dan norma-norma yang berkembang di masyarakat sebagai kepedulian dan
penghargaan serta menghormati hak-hak individu maupun kelompok.
Tanggung jawab diskresioner, yaitu kebijakan yang murni sukarela dan didasarkan pada
keinginan perusahaan untuk memberi kontribusi sosial yang tidak memiliki kepentingan timbal
balik secara langsung.

5. Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


a. Manfaat bagi perusahaan
Manfaat yang jelas bagi perusahaan jika perusahaan memberikan tanggung jawab sosial
adalah munculnya citra positif dari masyarakat akan kehadiran perusahaan di lingkungannya.
Kegiatan perusahaan dalam jangka panjang akan dianggap sebagai kontribusi yang positif
bagi masyarakat. Selain membantu perekonomian masyarakat, perusahaan juga akan
dianggap bersama masyarakat membantu dalam mewujudkan keadaan yang lebih baik di
masa yang akan datang.
Akibatnya, perusahaan justru akan memperoleh tanggapan yang positif setiap kali akan
menawarkan sesuatu kepada masyarakat. Perusahaan tidak saja dianggap sekadar
menawarkan produk untuk dibeli masyarakat, tetapi juga dianggap menawarkan sesuatu yang
akan membawa perbaikan bagi masyarakat.
b. Manfaat bagi masyarakat
Manfaat bagi masyarakat dari tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan sangatlah
jelas. Selain bahwa beberapa kepentingan masyarakat diperhatikan oleh perusahaan,
masyarakat juga akan mendapatkan pandangan baru mengenai hubungan perusahaan dan
masyarakat yang barangkali selama ini hanya sekedar dipahami sebagai hubungan produsen-
konsumen, atau hubungan antara penjual dan pembeli saja. Masyarakat akan memiliki
pandangan baru bahwa hubungan antara masyarakat dan dunia bisnis perlu diarahkan untuk
kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Hubungan masyarakat dan dunia bisnis tak lagi dipahami sebagai hubungan antara pihak yang
mengeksploitasi dan pihak yang tereksploitasi, tetapi hubungan kemitraan dalam membangun
masyarakat lingkungan yang lebih baik. Tidak hanya di sektor perekonomian, tetapi juga dalam
sektor sosial, pembangunan, dan lain-lain.
c. Manfaat bagi pemerintah
Manfaat sebagai pemerintah dengan adanya tanggung jawab sosial dari pemerintah juga
sangatlah jelas. Pemerintah pada akhirnya tidak hanya berfungsi sebagai wasit yang
menetapkan aturan main dalam hubungan masyarakat dengan dunia bisnis, dan memberikan
sanksi bagi pihak yang melanggarnya.
Pemerintah sebagai pihak yang mendapat legitimasi untuk mengubah tatanan masyarakat ke
arah yang lebih baik akan mendapatkan partner dalam mewujudkan tatanan masyarakat
tersebut. Sebagian tugas pemerintah dapat dijalankan oleh anggota masyarakat, dalam hal ini
perusahaan atau organisasi bisnis.
Selanjutnya, manfaat bisnis yang mengadopsi program tanggung jawab sosial atau biasa
dikenal CSR, diantaranya:
a. Reputasi meningkat
b. Nilai pemegang saham bertambah
c. Para karyawan termotivasi dan bahagia
Selain itu, CSR juga dianggap memberikan kontribusi terhadap komunitas bisnis untuk
membantu masyarakat memenuhi tantangan lingkungannya.16
B. Implementasi Bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
1. Tujuan Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Implementasi tanggung jawab sosial diberbagai negara baik negara berkembang maupun negara
maju pada umumnya hanya bertujuan untuk:
Memenuhi tujuan bisnis, yaitu menghasilkan profit jangka panjang.
Menggunakan kekuatan bisnis secara lebih bertanggungjawab.
Melakukan integrasi social demand dalam operasi bisnis.
Mendukung sesuatu yang bersifat sosial dan beretika.
2. Bentuk Implementasi CSR di Indonesia
Model implementasi CSR perusahaan di Indonesia mencakup hal-hal berikut ini:33
Bantuan sosial meliputi: bakti sosial, pengadaan sarana kesehatan, rumah ibadah, jalan dan
sarana umum lainnya, penanggulangan bencana alam, pengentasan kemiskinan dan pembinaan
masyarakat.
Pendidikan dan pengembangan meliputi: pengadaan sarana pendidikan dan pelatihan,
melaksanakan pelatihan dan memberikan program beasiswa kepada anak-anak usia sekolah.
Ekonomi meliputi: mengadakan program kemitraan, memberikan dana atau pinjaman lunak
untuk pengembangan usaha dan memberdayakan masyarakat sekitar.
Lingkungan meliputi: pengelolaan lingkungan, penanganan limbah, melakukan reklamasi, dan
melestarikan alam dan keanekaragaman hayati.
Konsumen meliputi: perbaikan produk secara berkesinambungan, pelayanan bebas pulsa dan
menjamin ketersediaaan produk.
3. Pendekatan dalam Implementasi Tanggung jawab Sosial Perusahaan
Untuk mengimplementasikan tanggung jawab sosial, R.W. Griffin mengemukakan empat
pendekatan tanggung jawab sosial, yaitu sebagai berikut:
Sikap obstruktif, yaitu pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang melibatkan tindakan
seminimal mungkin dan melibatkan usaha-usaha menolak atau menutupi pelanggaran yang
dilakukan. Perusahaan yang menganut pendekatan seperti ini tidak terlalu peduli terhadap
perilaku etis dan umumnya sedapat mungkin menyembunyikan tindakannya yang salah.
Sikap defensif, yaitu pendekatan tanggung jawab sosial yang ditandai dengan perusahaan
hanya persyaratan hukum secara minimum atas komitmennya terhadap kelompok dan individu
dalam lingkungan sosialnya.
Sikap akomodatif, yaitu pendekatan tanggung jawab sosial yang diterapkan suatu perusahaan
dengan melakukannya apabila diminta melebihi persyaratan hukum minimun dalam
komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya.
Sikap produktif, yaitu pendekatan tanggung jawab sosial yang diterapkan suatu perusahaan,
yaitu secara aktif mencari peluang untuk menyumbang demi kesejahteraan kelompok dan
individu dalam lingkungan sosialnya.
B. ETIKA BISNIS
Velasquez (2005) menyatakan bahwa: Etika bisnis merupakan studi standar moral dan
bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat
modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang atau jasa dan diterapkan kepada orang-
orang yang ada di dalam organisasi. Studi ini tidak hanya mencakup analisa moral dan nilai
moral, namun juga berusaha mengaplikasikan kesimpulan-kesimpulan analisis tersebut
keberagam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas, danusaha-usaha yang kitasebutbisnis.
Preuss (2008) mengatakan bahwa:“Business ethics is described as a part of veritable explosion
of concept that aim to explain what the proper role of business in society should be”. “Etika
bisnis digambarkan sebagai bagian dari konsep yang sesungguhnya bertujuan untuk menjelaskan
apaperan yang tepat dari bisnis yang seharusnya dilakukan masyakarakat”.
Crane and Matten (2003) menyatakan bahwa:“BE is the study of business situations, activities,
and decisions where issues of right and wrong are
addressed”.“Etikabisnisadalahstuditentangberbagaisituasibisnis, aktivitas, dan keputusan dimana
isu-isu tentang benar dan salah dibahas”.
K.Bertens (2000) menyatakan bahwa: Etika bisnis adalah pemikiran refleksi kritis tentang
moralitas dalam kegiatan ekonomian bisnis.
Ronald J. Ebert and Ricky M. Griffin (2007) menyatakan bahwa: Etika bisnis adalah istilah
yang sering digunakan untuk menunjukan perilaku dari etika seorang manajer atau karyawan
suatu organisasi.

Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam
perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam
melakukan kegiatannya sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis.
Seperti halnya manusia pribadi juga memilki etika pergaulan antar manusia, maka pergaulan
bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.
Standar etis merupakan fundalmental mendefinisikan etika ( ethics) sebagai standar perilaku
bermoral, yaitu perilaku yang diterima oleh masyarakat. Banyak yang memutuskan secara
situasional apakah boleh untuk mencuri, berbohong, atau minum dan mengemudi. Mereka
tampak berfikir bahwa apa yang benar adalah apapun yang terbaik bagi individu tersebut,
bahwa setiap orang harus menentukan bagi dirinya sendiri perbedaan antara benar dan salah.
Hal ini adalah jenis pemikiran yang telah menyebabkanskandal-skandal dalam pemerintah dan
bisnis akhir-akhir ini.
Hal yang sehat ketika mendiskusikan isu moral dan etis untuk ingat bahwa perilaku etis dimulai
dengan diri kita. Kita dapat mengharapkan masyarakat untuk menjadi lebih bermoral dan etis
kecuali kita sendiri sebagai individu berkomitmen untuk menjadi lebih bermoral dan etis.
Tujuan dari mengambi keputusan etis yang dilihat adalah memperlihatkan kepada kita
pentingnya selalu ingat etika setiap kali membuat keputusan bisnis. Pilihannya tidaklah selalu
mudah. Kadang-kadang, pemecahan yang wajar dari sudut pandang etis mempunyai
kekurangan dari sudut pandangan pribadi atau professional.
Upaya perwujudan dan peningkatan etika perusahaan
Pelatihan etika
Advokasi etika
Kode etika
Keterlibatan public dalam etika perusahaan.

C. Kelangsungan Hidup

1. Etika Bisnis Terhadap Kelangsungan Hidup Perusahaan

Ketika menyadari bahwa dampak negatif kegiatan bisnis bagi kelangsungan hidup umat
manusia, maka usaha-usaha untuk mempertemukan pandangan etika danpan dangan bisnis
dari waktu-kewaktu selalu dikampanyekan agar didapat suatu model yang paling ideal, yaitu
etika bisnis merupakan etika terapan yang dapat dipakai sebagai pedoman mengenai apa yang
dianggap baik dan benar bagi pelaku bisnis.

Bagaimana perilaku etis dapat berperan dalam menciptakan keberlangsungan usaha? Sebagian
besar perusahaan berusaha menciptakan adanya repetitive purchase (pembelian berulang)
yang dilakukan konsumen. Hal ini hanya dapat terjadi jika konsumen merasakan kepuasan
dalam mengkonsumsi produk tersebut. Perilaku tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan
dapat mencederai kepuasaan ini.

Dalam kaitannya dengan dalam relasi bisnis, setiap perusahaan ingin bekerja sama dengan
perusahaan yang dapat dipercaya. Kepercayaan ini ada di dalam reputasi perusahaan yang
tidak diciptakan dalam sekejap. Perilaku etis merupakan salah satu komponen utama dalam
membangun reputasi perusahaan
Di dalam tingkat kompetisi yang sangat tinggi, perusahaan yang dapat bertahan adalah
perusahaan yang inovatif, proaktif, dan berani dalam mengambil risiko. Hal ini hanya dapat
terjadi jika perusahaan itu memiliki budaya kerja yang suportif. Salah satu syaratnya adalah
adanya etika perusahaan.

“Etika merupakan bagian dari filsafat. Sebagai ilmu, etika mencari keterangan (benar) yang
sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia mencari ukuran baik-buruk bagi
tingkah laku manusia . . .memang apa yang tertemukan oleh etika mungkin menjadi pedoman
seseorang, tetapi tujuan etika bukanlah untuk memberi pedoman, melainkan untuk tahu.”(Prof.
Ir. Poedjawiyatna, Etika, Filsafat Tingkah Laku)

“Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral melainkan merupakan filsafat atau
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan padangan-pandangan moral (Franz
Magnis Suseno)

“Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi
maupun sebagai kelompok.” (A. Sonny Keraf)

“Etika adalah ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang
dapat dipahami oleh pikiran manusia. Etika disebut pula akhlak dan disebut pula moral.”
(Drs.Sudarsono)

Tolok ukur dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika selalu
mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan

Perusahaan yang dapat bertahan dan dapt memperkecil resiko gulung tikar itu adalah
perusahaan yang selalu memiliki etika dalam berbisnis. Entah itu dengan relasi bisnis antar
perusahaan, dengan investor maupun dengan sesama orang yang ada di dalam perusahaan itu
senadiri. Contohnya saja seperti atasan dengan bawahan tentunya guna mendapatkan hasil
kerjasama yang baik, antara atasan dan bawahan harus mengerti etika dalam berbisnis juga
etika pribadi antara keduanya.

Tidak ada perbedaan yang tegas antara etika bisnis dengan etika pribadi. Kita dapat
merumuskan etika bisnis berdasarkan moralitas dan nilai-nilai yang kita yakini sebagai
kebenaran.

Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang selalu terbuka akan semua yang ada di dalam
nya kepada konsumennya. Bukan jamannya lagi bagi perusahaan untuk mengelabuhi pihak lain
dan menyembunyikan cacat produk. Jaman sekarang adalah era kejujuran. Perusahaan harus
jujur mengakui keterbatasan yang dimiliki oleh produknya.

Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang beretika dibangun di atas realitas sekarang, visi
atas masa depan dan perannya di dalam lingkungan. Etika bisnis tidak hidup di dalam ruang
hampa. Semakin jelas rencana sebuah perusahaan tentang pertumbuhan, stabilitas,
keuntungan dan pelayanan, maka semakin kuat komitmen perusahaan tersebut terhadap
praktik bisnis.

Perusahaan yang beretika harus merumuskan standar nilai secara tertulis. Rumusan ini bersifat
spesifik, tetapi berlaku secara umum. Etika menyangkut norma, nilai dan harapan yang ideal.
Meski begitu, perumusannya harus jelas dan dapat dilaksanakan dalam pekerjaan sehari-hari.

Kesimpulannya perusahaan dapat melangsungkan hidupnya dalam arti dapat terus eksistensi
diterima oleh masyarakat ataupun konsumennya jika perusahaan tersebut mengerti,
memahami , mempelajari dan menerapkan etika dalam berbisnisnya. Etika bisnis dapat menjadi
salah satu tolak ukur seorang pengusaha atau suatu perusahaan dalam pengambilan
keputusan.

D. Corporate Citizenship
Definisi Global Corporate Citizenship
Pada era globalisasi, perusahaan dituntut untuk dapat menjalankan fungsi community
development. Salah satu implementasi tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility/CSR) adalah melalui corporate citizenship. Schwab (2008) mengatakan bahwa
Corporate Citizenship merupakan suatu cara pandang perusahaan dalam bersikap dan
berperilaku ketika berhadapan dengan pihak lain, misalnya pelanggan, pemasok, masyarakat,
pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya. Tujuan Global Corporate
Citizenship (GCC) adalah sebagai salah satu cara untuk memperbaiki reputasi perusahaan,
meningkatkan keunggulan kompetitif serta membantu memperbaiki kualitas hidup manusia
(Schwab, 2008). GCC mengacu pada peran perusahaan dalam menangani isu- isu yang memiliki
dampak dramatis terhadap masa depan dunia, seperti perubahan iklim, kekurangan air,
pendidikan, teknologi informasi dan kemiskinan.( Schwab, 2008)
World Economic Forum juga menyatakan bahwa :
Global Corporate Citizenship is fundamentally in the enlightened self-interest of global
corporations since their growth, prosperity and sustainability is dependent on the state of the
global political, economic, environmental and social landscape. The license to operate in a
global market and to make profits entails a responsibility of being engaged in society (Corporate
Global Citizenship in action)[1]
Carroll (1991) menjelaskan bahwa pada dasarnya corporate citizenship merupakan pelaksanaan
CSR yang disesuaikan dengan konteks hak dan kewajiban tempat perusahaan beroperasi, di
mana dasar dari pelaksanaan corporate citizenship tetaplah merupakan bagian dari CSR yang
dijalankan secara bersamaan dengan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundang-
undangan tempat perusahaan beroperasi dengan menjalankan legal responsibilities; serta
kegiatan-kegiatan perusahaan dijalankan secara etis yaitu dengan memenuhi kewajiban ethical
responsibilities. Marsden and Andrioff (1998) mendefinisikan sebagai berikut:
“Good corporate citizenship can be defined as understanding and managing a company`s wider
influences on society for the benefit of the company and society as a whole.”
Jadi, corporate citizenship yang baik dapat dirumuskan sebagai suatu pemahaman dan
pengelolaan atas pengaruh perusahaan secara luas terhadap masyarakat untuk kebaikan
perusahaan dan masyarakat secara keseluruhan.
Peneliti misalnya, Logsdon dan Wood (2005) mengajukan konsep global business citizenship
dan membedakannya dari konsep corporate citizenship yang lebih didominasi oleh kegiatan
filantropi dan program pengembangan komunitas (community development). Logsdon dan
Wood (2005) mendefinisikan global business citizenship, sebagai berikut:
“A global business citizen is a multinational enterprise tahat responsibly implements its duties to
individuals and to societies within and across national and cultural broders.”
Wood et al. (2002) memberi gambaran lebih luas yang dapat meletakkan warga negara sebagai
individu mapun perusahaan sebagai representasi kelompok individu yang mengejar
representasi kepentingan kolektif.
Perbedaan orientasi nilai antara self interest (yang dikejar oleh individu dan perusahaan)
dengan collective interest (yang dikejar oleh pemerintah), melahirkan pula spectrum nilai yang
lebih signifikan yakni antara orientasi kepada kebebasan (liberty) di satu sisi dan orientasi
kepada (liberty) di satu sisi dan orientasi kepada keadilan (justice) di sisi yang lain (Reilly dan
Kyj, 1994). Ketegangan antara dua orientasi nilai tersebut telah melahirkan kebutuhan akan
adanya lembaga sosial yang dapat berperan sebagai mediator yang menyeimbangkan kedua
ujung spektrum kepentingan yang berbeda.
Dengan mengikuti paparan tersebut di atas, Wood et al, (2002) mengantarkan kita untuk
melihat bahwa pada dasarnya konsep corporate citizenship merupakan mekanisme untuk
menyeimbangkan orientasi nilai perusahaan dari orientasi nilai yang lebih bersifat self
interest menjadi orientasi nilai yang memerhatikan pula kepentingan publik (yang sebelumnya
menjadi domain bagi kegiatan pemerintah semat- mata).

Perangkat Kelembagaan yang membentuk Global Corporate Citizenship


Jeurissen (2004) menjelaskan bahwa perusahaan yang menjalankan aktivitas corporate
citizenship di suatu negara, akan dihadapkan oleh beberapa kemungkinan. Pertama, terdapat
kesesuaian antara manfaat sosial (sosial benefits) yang diberikan perusahaankepada
masyarakat dengan manfaat yang diperoleh perusahaan (business benefit)melalui pelaksanaan
program corporate citizenship. Kedua, terdapat ketidaksesuaian antara manfaat sosial yang
diberikan perusahaan dengan manfaat bisnis yang perusahaan terima.
Secara institusional, pelaksanaaan corporate citizenship sangat ditentukan oleh lingkungan
eksternal perusahaan yang akan mendukung atau menghalangi program tanggung jawab sosial
perusahaan maupun kebijakan perusahaan mengenai keberlangsungan operasi perusahaan
(suistainability). Jeurissen (2004) menjelaskannya dengan melihat pengaruh berbagai perangkat
institusi yang ada di satu negara di mana perusahaan beroperasi terhadap pelaksanaan program
corporate citizenship yang dilakukan perusahaan. Jeurissen (2004: 91-92) menggunakan 4 model
yang mempengaruhi pelaksanaan corporate citizenship dikemukakan oleh Parson, yaitu :

Institusi ekonomi (tingkat persaingan usaha). Intensitas tingkat persaingan usaha


antarperusahaan dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pelaksanaan
program corporate citizenship oleh suatu perusahaan, di mana hal tersebut diwujudkan dengan
kepatuhan perusahaan terhadap etika dan nilai-nilai dalam persaingan pasar.
Institusi politik (peraturan-peraturan di suatu negara).Perusahaan multinasional melaksanakan
kegiatan usahanya di berbagai negara yang memiliki hukum dan undang- undang yang berbeda.
Pelaksanaan corporate citizenship mengharuskan perusahaan untuk taat terhadap hukum dan
undang- undang yang berlaku di suatu negara. Dan apabila adanya ketiadaan hokum yang
dapat dipatuhi oleh perusahaan untuk menjalankan corporate citizenship, maka perusahaan
mengajukan usulan kepada pemerintah negara untuk sesegera mungkin membuat aturan
mengenai hubungan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan di negara tersebut dengan berbagai
negara lainnya.
Institusi sosial (lingkungan para pemangku kepentingan). Para pemangku
kepentingan (stakeholders) akan memberi pengaruh yang signifikan terhadap
pelaksanaan corporate citizenship. Mereka membatasi atau mendukung aktivitas corporate
citizenship melalui kekuasaan yang mereka miliki. Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki
para investor selaku salah satu pemangku kepentingan turut menentukan
pelaksanaan corporate citizenship dalam bentuk ketundukkan perusahaan terhadap nilai-nilai
dalam suatu masyarakat.
Institusi budaya (nilai-nilai masyarakat). Nilai-nilai masyarakat merupakan variable yang penting
dari institusi budaya dan memiliki pengaruh besar bagi pelaksanaan corporate
citizenhip(Jeurissen, 2004: 93). Nilai masyarakat merupakan kepercayaan yang bertahan lama
dalam masyarakat tersebut yang akhirnya akan melahirkan suatu prefensi. Prefensi inilah yang
akan memberi arah kepada masyarakat suatu negara di dalam menilai pelaksanaan corporate
citizenship suatu perusahaan. Perusahaan akan memperoleh reputasi yang baik di mata
masyarakat bila pelaksanaan corporate citizenship (yang merupakan cermin dari nilai
perusahaan) memiliki kesesuaian dengan nilai- nilai yang dimiliki oleh masyarakat suatu negara
PT Combiphar, misalnya, memiliki program “COMBI HOPE Healthy Living Education” yang
fokus soal upaya mewujudkan hidup sehat di Indonesia pada masa depan.Berjalan sejak 2014,
program ini menekankan tujuan pada peningkatan kemampuan baca tulis dan akses terhadap
pendidikan kesehatan bagi generasi muda Indonesia.Semula, target sasaran program adalah
2.000 siswa di Jakarta, representasi kota besar. Namun, pada tahun pertama program,
pesertanya malah sudah melampaui target yaitu diikuti 6.500 pelajar dari 48 SMA di Jawa
Barat, Jawa Timur, dan Bali.

Combiphar melalui salah satu pilar program CSR-nya yaitu Combi Hope Women’s Empowerment, secara
konsisten memberikan pembekalan ilmu bisnis dan kesehatan kepada komunitas pengrajin perempuan Circa
HandMade yang berasal dari Cihanjuang, Bandung, sepanjang tahun 2015 lalu. Komitmen yang dijalankan
sejak tahun 2014 dengan fondasi Volunteerism tersebut juga ikut melibatkan sejumlah karyawan Combiphar
sebagai volunteer fasilitator ahli di bidangnya masing-masing. Kurang lebih lima pembekalan telah diberikan,
antara lain Disain Produk, Strategi Pemasaran, Pengelolaan Keuangan Keluarga, Consumer Insight, dan
Pengelolaan Kesehatan Keluarga. "Combi Hope Women’s Empowerment dirancang sebagai program
tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan secara berkelanjutan. Program ini bertujuan untuk
memberikan dampak perubahan bagi komunitas, khususnya perempuan sebagai target influencer sekaligus
penyebar gaya hidup sehat bagi keluarga yang menjadi concern kami. Kami juga melibatkan karyawan
Combiphar serta para profesional dalam bidangnya melalui program pemberdayaan komunitas pengrajin yang
inspiratif,”

You might also like