Professional Documents
Culture Documents
Khutbah Jumat 1
Khutbah Jumat 1
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya
lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada
selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca
Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan
yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan
tetapi sangat terkenal di langit. Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul.
Uwais Al Qarni lahir disebuah desa terpencil bernama Qaran di dekat Nejed, Yaman, anak dari Amir,
sehingga dia mempunyai nama lengkap Uwais bin Amir Al Qairani, karena beliau lahir dilahirkan di desa
yang bernama Qaran, sehingga beliau lebih di kenal dengan sebutan Uwais Al Qarni. Dan para ahli
sejarah tidak menceritakan tanggal dan tahun berapa beliau dilahirkan. Seorang anak yatim. Ia hidup
bersama ibunya yang telah tua lagi lumpuh. Bahkan, mata ibunya telah buta, dan tidak ada sanak family
lain.
Dikalangan para sufi beliau dikenal sebagai seorang yang ta'at dan berbakti kepada kedua orang tua
(ibunya), dan kehiduapannya yang amat sederhana dan zuhud yang sejati, beliau juga dikenal sebagai
orang sufi yang mempunyai ilmu kesucian diri yang amat luar biasa yang dilimpahkan Allah SWT
kepadanya. Uwais Al-Qarni mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba orang pada waktu
siang hari. Uwais seringkali melakukan puasa, salat malam, berdoa, memohon petunjuk kepada Allah.
Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan
dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke
tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk
mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, disana ternyata sudah
ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan,
luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada
orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni disebabkan permintaan Uwais Al-Qarni sendiri
kepada Khalifah Umar ra dan Ali ra, agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka
mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi saw, bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni
langit, ternyata ia tak terkenal di bumi tapi justru sudah sangat terkenal di langit.
HIKMAH UWAIS
1. Bakti kepada orang tua adalah kewajiban setelah bakti kepada Allah dan rasul-Nya. Keridaan orang tua
juga keridaan Allah. Kondisi saat ini, banyak anak remaja sudah jauh meninggalkan baktinya kepada
ortu, nasehat bijak ortu dianggap sesuatu yang menghalangi kesenangan anak – dianggap nasehat kuno.
Hal ini dibuktikan anak-anak yang nakal/kriminal ternyata jauh dari ortu atau melarikan diri dari
keluarga. Oleh karena itu, menyayangi yang lebih muda dan menghormati yang lebih tua adalah sikap
seorang muslim sejati, sebagaimana kisah Uwais dan ibunya.
2. Popularitas bukan tujuan hidup, terkenal bukan jaminan orang alim atau suci, dijadikan idola bukan
jaminan kita selamat. Maka keikhlasan seseorang dalam berbuat tanpa pamrih (tanpa imbalan manusia,
bukan karena pujian/sanjungan) adalah pengabdian yang luar biasa. Berbuat ikhlas
ْ َ ش ِْركُ اْأل
صغ َُر َيا ْ َ ش ِْركُ اْأل
ّ صغ َُر قَالُوا َو َما ال ّ َاف َعلَ ْي ُك ُم ال ُ ف َما أَخ َ ِإ هن أ َ ْخ َو
ّ ِ َّللاِ قَا َل
الريَا ُء سو َل ه ُ َر
“Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan terjadi pada kalian adalah syrik kecil”, para sahabat
bertanya : “Wahai Rasulullah, apa itu syirik kecil ? Rasulullah menjawab : “Riya’”. [HR. Ahmad]
Fakta sekarang adalah hilangnya nilai keikhlasan seseorang, sehingga segala sesuatu diukur dengan
materi kebendaan daripada keberkahan. Misalnya orang bekerja semata-mata untuk mencari harta bukan
untuk mencari keridaan Allah dan keberkahan harta. Pejabat bekerja bukan lagi menunaikan amanah
tetapi mencari uang tambah sehingga tidak memperhatikan halal haram.
Nsehat Uwais al_Qarni: hidup asing/tidak dikenal ditengah-tengah ramainya orang/masyarakat lebih
aku sukai, hal ini akan menjauh diri dari sifat sombong/takabur, riya/pamer, mengharapkan balasan dari
orang lain, dll.
3. Ukuran kemuliaan orang tidak berdasarkan tingginya jabatan, melimpahnya harta, banyaknya anggota,
tersedianya kemewahan-kemewahan lainnya. Akan tetapi pengabdian/ketaqwaan dan amal saleh adalah
sumber ketenangan hidup dan kemuliaan seseorang. Uwais al-Qarni sudah membuktikan bahwa ia bukan
siapa-siapa dalam hidupnya tetapi ketika wafat menjadi orang luar biasa. Oleh karena itu, keterbatasan
hidup di dunia janganlah menjadi alasan untuk tidak beribadah kepada Allah, kekurangan hidup di dunia
janganlah menjadikan kita jauh dari amal saleh. Justru sebaliknya kekurangan dan keterbatasan hidup
kita jadikan pemicu semangat dalam beribadah kepada Allah Swt.
Seorang yang berkedudukan tinggi (semisal Khalifah Umar) tidak segan-segan meminta nasehat kepada
kaum biasa/rakyat biasa. Artinya seseorang yang mempunyai kedudukan tinggi bukan berarti
terlepas/tidak memerlukan nasehat-nasehat dan merasa lebih tahu/pintar/professional dibandingkan
orla. Termasuk ulama tidaklah bebas dari nasehat dan petunjuk orla.
Bagaimana Imam Abu Hanifah (7 tahun) mengalahkan argumentasi ulama senior yang sombong karena
lebih pintar dan tahu dengan mengatakan "Allah tidak menyimpan kemuliaan dan keagungan kepada
pemilik sorban yang besar dan para pejabat,dan para pembesar,tetapi kemuliaan hanya diberikan kepada
orang yang ikhlas"
ف
َ س ْو َ ف ت َ ْعلَ ُمونَ ث ُ هم َكال َ س ْو َ أ َ ْل َها ُك ُم الت ه َكاث ُ ُر َحتهى ُز ْرت ُ ُم ْال َم َقا ِب َر َكال
َ ين لَت َ َر ُو هن ْال َج ِح
َيم ث ُ هم لَت َ َر ُونه َها َعيْن ِ ت َ ْعلَ ُمونَ َكال لَ ْو ت َ ْعلَ ُمونَ ِع ْل َم ْال َي ِق
ِ ْال َي ِق
ين ث ُ هم لَت ُ ْسأَلُ هن َي ْو َمئِ ٍذ َع ِن النه ِع ِيم