Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 29

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah
SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya dapat terselesaikannya makalah yang berjudul
“Osteoarthritis” untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Immunologi.
Makalah ini berisi tentang anatomi, pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
klasifikasi, proses penularan, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, dan askep.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu keperawatan tentang penyakit
HIV/AIDS yang disajikan berdasarkan berbagai sumber informasi dan referensi.
Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit hambatan yang dihadapi terutama disebabkan
kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun disadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sehingga kendala-kendala yang dihadapi dapat teratasi. Terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa STIKEP PPNI JABAR. Diharapkan saran dan
kritik yang bersifat positif guna perbaikan pembuatan makalah dimasa yang akan datang.

Bandung, April 2017

Tim penyusun
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakng
Berdasarkan data statistik, peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia
begitu cepat. Apalagi, ternyata dasar penularan awal epidemi ini disebabkan oleh jarum suntik.
Diperkirakan saat ini terdapat lebih dari 1,3 juta penderita HIV dan AIDS akibat jarum suntik.
Jika terus berlanjut, maka diperkirakan pada tahun 2020 jumlah itu akan meningkat menjadi
2,3 juta orang. 46 persen di antaranya adalah pengguna narkoba suntik. Oleh karena itu, setiap
lini di tataran masyarakat dan pemerintah Indonesia perlu bekerja sama melakukan penanganan
secara cepat, membangun dan mengelola sistem jangka panjang, serta memperbaiki sistem
pelayanan kesehatan dan distribusi yang lemah
Dan sebagai tenaga kesehatan, perawat sebagai mitra bagi dokter dan tenaga kesehatan
lainnya perlu memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS dan penatalaksanaannya sebagai
bentuk tuntutan masyarakat agar penderita dan penyebaran HIV/AIDS dapat tertangani secara
komprehensif.
Adapun yang melatarbelakangi penulisan makalah ini selain merupakan tugas
kelompok juga merupakan materi bahasan dalam mata kuliah Keperawatan Medical Bedah.
Dimana mahasiswa dari setiap kelompok akan membahas materi, sesuai judul materi yang
telah ditugaskan kepada masing-masing kelompok. Dalam makalah ini akan dibahas tentang
“AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome)” yang merupakan penyakit yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia, yang dapat memudahkan atau membuat rentan si pendertia
terhadap penyakit dari luar maupun dari dalam tubuh. AIDS merupakan penyakit yang
disebabkan oleh Human Immuno-deficiency Virus (HIV).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut.
1. Bagaimana anatomi HIV?
2. Apa definisi dari HIV?
3. Bagaimana etiologi dari HIV?
4. Bagaimana patofisiolagi HIV?
5. Bagaimana pathway HIV?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari HIV?
7. Apa saja klasifikasi HIV?
8. Bagaimana proses penularan HIV?
9. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada HIV?
10. Bagaimana penatalaksaan HIV?
11. Apa saja komplikasi HIV?
12. Bagaimana asuhan keperawatan pada HIV?

C. Tujuan
Adapun tujuannya sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui atamoni HIV
2. Untuk mengetahui definisi HIV
3. Untuk mengetahui etiologi HIV
4. Untuk mengetahui patofisiologi HIV
5. Untuk mengetahui pathway HIV
6. Untuk mengetahui menifestasi HIV
7. Untuk mengetahui klasifikasi HIV
8. Untuk mengetahui proses penularan HIV
9. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan HIV
11. Untuk mengetahui komplikasi HIV
12. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada HIV

D. Manfaat
Setelah disusun makalah ini mahasiswa keperawatan mampu memahami efektifitas
Asuhan Keperawatan pada klien dengan HIV/AIDS sesuai dengan Pendekatan Proses
Keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI

VIRUS HIV

Virus ini adalah anggota keluarga retrivirus, yakni virus yang umumnya bereplikasi
menggunakan Resverse transcription. Virus ini memiliki materi genetic berupa RNA dan saat
menginfeksi inang, RNA akan diubah menjadi DNA dengan memanfaatkan enzim-enzim sel
inangnya.
Bagian internal HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid. Genom
adalah materi genetic pada bagian inti virus HIV yang berupa dua kopi utas RNA. Kapsid
adalah protein yang membungkus dan melindungi genom.
Ciri-ciri virus HIV, yaitu:
1. Virus ini berbentuk bulat atau sferis (Spherical)
2. Berdiameter 100-150nm, biasanya 120nm. Ukuran ini lebih kecil dari sel darah manusia
namun cenderung lebih besar dibandingkan virus lain
3. Materi genetic berupa RNA berantai tunggal
4. Kapsulnya terdiri dari 2000 protein dan beberapa senyawa lipid seperti fospolipid sel
inangnya lisis memiliki beberapa gen penyandi enzim, seperti enzim reverse transcipse,
protease ribonuklease, dan integrase pada RNA nya untuk membantu proses infeksi HIV
pada sel inang, dan inangnyalah yang akan menyintesis enzim dari gen-gen tersebut.
Dalam satu envelope Virus berisi :
1. Lipid, yang berasal dari membran sel inang
2. Mempunyai 72 macam paku yang dibuat dari Gp41 dan Gp120, setiap paku disebut trimer
dimana terdiri dari 3 copy dari Gp120 dan Gp41
3. Protein, yang sebelumnya terdapat pada membrane sel yang terinfeksi
4. Gp120,glikoprotein yang merupakan bagian dari envelope yang tertutup oleh molekul gula
untuk melindungi diri dari pengenalan antibody, yang berfungsi mengenali secara spesifik
reseptor dari permukaan target sel dan secara tidak langsung berhubungan dengan
membrane virus lewat membrab glikoprotein
5. Gp41,transmembran glikoprotein yang berfungsi melakukan trans membran virus,
mempercepat fusion (peleburan) dari host dan membran virus dan membawa HIV masuk
ke sel host.
6. RNA dimer dibentuk dari 2 single strand dari RNA.
7. Matrix protein : garis dari bagian dalam membran virus dan bisa memfasilitasi perjalanan
dari HIV DNA masuk ke inti host.
8. Nukleocapsid : mengikat RNA genome.
9. Kapsid protein : inti dari virus HIV yang berisikan 2 kopi dari RNA genom dan 3 macam
enzim (reverse transcriptase, protease dan integrase).

Siklus Hidup
1. Virus hiv bebas berkeliaran di dalam aliran darah, virus ini mencari sel CD4 untuk
dijadikan inang.
2. Binding, begitu dia menemukan sel CD4 maka virus akan menempelkan reseptornya pada
koreseptor sel CD4 yakni protein CCR5 atau CXCR4.
3. Fusion, Begitu virus berhasil tertempel pada sel CD4 maka terjadi fusi antara dinding virus
dengan dinding sel cd4 yang menyebabkan terjadinya lubang
4. Infeksi, virus menyuntikan bahan-bahan genetiknya seperti RNA dan beberapa enzime ke
dalam sitoplasma sel CD4.
5. Begitu material genetik virus masuk ke dalam sel CD4 maka, enzim reverse transcriptase
akan membuat ‘bayangan’ RNA virus sehingga terbentuknya dua untaian RNA. Dengan
bantuan enzim khusus maka dua RNA ini diubah menjadi DNA virus.
6. Integrasi, selanjutnya enzim integrase membawa DNA virus untuk masuk ke dalam inti sel
CD4. Di dalam inti sel maka DNA virus akan digabungkan dengan DNA sel CD4.
7. Transkripsi, Bila sel aktif maka DNA virus juga akan terbaca sehingga rantai panjang
protein virus hiv juga akan terbentuk. Protein ini akan keluar dari inti sel menuju
sitoplasama.
8. Asembly, pembentukan rantai protein virus
9. Budding, dalam sitoplasma sel maka protein ini membentuk virus yang belum matang dan
akan keluar darri sel CD4.
10. Virus yang belum matang keluar dari sel, dan tahap terakhir enzim protease virus akan
memotong protein dan terbentuklah virus yang matang yang akan mencari sel CD4 yang
masih sehat.

B. DEFINISI
HIV (human immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan Aids. HIV menyerang salah satu jenis dari
sel-sel darah putih yang bertugas untuk menangkal infeksi. Sel darah ptih tersebut terutama
limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah penanda yang berada di permukaan sel limfosit.
Karena berkurangnya nilai CD4 pada tubuh manusia menunjukan berkurangnya limfosit yang
seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang yang
dengan sistem kekebalan tubuh yang baik, nilai normalnya berkisar 1400-1500 sedangkan pada
orang yang dengan sistem kekebalan tubuhnya teranggu maka nilai CD4 nya semain hari akan
semakin menurun

C. ETIOLOGI
Pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit klinis yang nyata seperti
infeksi oportunistik / neoplasma. Level virus yang lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma
selama tahap infeksi yang lebih lanjut dan lebih virulin daripada yang ditemukan pada awal
infeksi.
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi penurunan daya tahan
tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga beberapa jenis mikroorganisme yang
selama ini komensial bisa jadi ganas dan menimbulkan penyakit (zein, 2006)
Infeksi oportunistik diantaranya:
1. Limfadenopati generalista persisten (PGL)
Pembengkakan kronis kelenjar getah bening >1cm ditemukan paling sedikit di 2 tempat
selama 3 bulan atau lebih. Biasanya di kepala, leher, dan di daerah ketiak.
2. Penyakit kulit
Ruam kulit yang gatal
a. Dermatitis seboroik: lesi kulit bersisik pada batas wajah dan rambut serta sisi hidung.
Sisik ini sering berminyak.
b. Prurigo: lesi kulit yang gatal pada lengan dan tungkai. Sering disertai papul
kemerahan. Kecil bekas garukan
c. Herpes zoster
3. Problem mulut dan atau tenggorokan dan esofagus
a. Kelitis angularis: dapat menimbulkan luka pada susut mulut yang kronis, terjadi pada
awal infeksi HIV stadium klinis 2.
b. Ulserasi berulang pada mulut.
c. Kandidiasis oral: bercak putih yang ditimbulkan oleh kandidia, dapat hilang jika di
kerok. Kadang-kadang muncul seperti bercak kemeraha. Merupakan tanda stadium 3
klinis.
d. Kandidiasis esofagus: nyeri hebat pada saat menelan, sulit makan. Merupakan tanda
stadium klinis 4.
e. Oral Hairy Leukoplakia (OHL): garis vertikal putih di samping lidah, tidak nyeri,
tidak hilang jika dikerok, lebih dari 1 bulan. Tanda stadium klinis 3
4. TB

D. PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa
dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan
banyaknya kematian sel T yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman
ulang materi genetik dari sel T yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA
ini akan disatukan kedalam nukleus sel T sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi
yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T helper tidak dapat mengenali virus HIV
sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T
helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T helper. Fungsi dari sel T helper
adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh
terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya
tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan
penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300
per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi
infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

E. PATHWAY

F. MANIFESTASI
1. Gejala mayor
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1bulan
b. Diare kronis yang berlansung belih dari 1bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1bulan
d. Penurunan kesadaran
e. HIV ensefalopati
2. Gejala minor
a. Batuk menetap lebih dari 1bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
Menurut mayo foundation for medical education and research (MEMER) (2008),gejala
klinis dari HIV dibagi atas beberapa fase.

1. Fase awal
Pada awal infeksi,mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.Tapi
kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam,sakit kepala,sakit tenggorokan,ruam dan
pembengkakan kelenjar getah bening.Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi,penderita
HIV dapat menularkan virus kepada orang lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetep bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.Tetapi sering
dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,penderita HIV akan mulai
memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering
merupakan gejala yang khas),diare berat badan menurun,demam,batuk,dan pernafasan
pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV,yang terjadi sekitar 10tahun atau lebih setelah terinfeksi,gejala
yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut
AIDS.
G. KLASIFIKASI
Fase –fase perjalanan virus HIV
1. Fase pertama dimana HIV masuk kedalam tubuh sampai terbentuknya anti body terhadap
HIV dalam darah .gejala dan tanda belum terlihat jelas, orang tersebut terlihat masih sehat
dan merasa sehat.fase ini berlangsung sekitar 1minggu -6 bulan.
2. Fase kedua (HIV positif tanpa gejala ) virus HIV ini mulai berkembang biak di dalam tubuh
.masih belum terlihat gejala khusus ,namun tes HIV sudah dapat mendeteksi status HIV
seseorang, karena terbentuknya anti body terhadap HIV. Fase ini berlangsung selama 5-10
bulan .
3. Fase ketiga (virus HIV positif muncul gejala ) mulai gejala-gejala penyakit terkait dengan
HIV karena menurunnya system imun seperti : keringat dingin berlebihan pada waktu
malam ,diare terus menerus ,pembengkan kelenjar getah bening ,FLU tidak sembuh –
sembuh , nafsu makan berkurang dan berat badan berkurang yaitu 10 % dari berat badan
awal dalam waktu 1 bulaan.
4. Fase keempat (AIDS ) system kekebalan tubuh menurun dratis ,sehingga penyakit mudah
menyerang tubuh pada fase ini kekebalan tubuh berkurang dan timbul penyakit ter tentu
yang disebut dengan infeksi oportunistik seperti:
 Kanker kulit atau yang sering disebut sarcoma Kaposi.
 Infeksi paru –paru .
 Infeksi usus yang menyebabkan diare terus menerus.
 Infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental ,sakit kepaala dan sariwan.
 Pada akhirnya penderita AIDS akan meninggal karena penyakit oportunistik.

H. PROSES PENULARAN
1. Melalui darah, misalnya: tranfusi darah, terkena darah HIV+ pada kulit yang terluka,
jarum suntik, dsb.
2. Melalui cairan semen, air mani (sperma). Misalnya: seorang pria berhubungan badan
dengan pasangannya tanpa menggunakan kondom atau pengaman lainya, oral sex, dsb.
3. Melalui cairan vagina pada wanita. Misalnya: wanita yang berhubungan badan tanpa
pengaman, pinjam-menminjam alat bantu seks, oral sex, dsb.
4. Melalui air susu ibu (ASI). Misalnya: bayi meminum ASI dari wanita HIV+, pria
meminum susu ASI pasangannya, dsb. Adapun cairan tubuh yang tidak mengandung
virus HIV pada penderita HIV+ antara lain saliva (air liur atau air ludah), feses (kotoran
atau tinja), air mata, air keringat serta urine (air seni atau air kencing).

I. PEMERIKSAAN DIAGNISTIK
1. TES ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
ELISA adalah suatu teknik biokimia yag pertama atau antigen dalam bidang imunologi
untuk mendeteksi kehadiran antibody atau antigen dalam suatu sampel. Dalam pengertian
sederhana, sejumlah antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu permukaan,
kemudian antibody spesifik dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga akan berkaitan
dengan atigennya. Antibody ini terikat dengan suatu enzim, dan pada tahap terakhir
ditambahkan substansi yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal yang dapat dideteksi.
Tes ELISA ini bisa dilakukan setelah 3 bulan terkena virus HIV .
2. Western Blot
Western Blot adalah sebuah metode untuk mendeteksi protein pada sampel jaringan.
Imunoblot menggunakan elektroforesis gel untuk memisahkan protein asli atau perubahan
oleh jarak polipeptida atau oleh struktur 3-D protein. Protein tersebut dikirim ke membran,
di mana mereka dideteksi menggunakan antibodi untuk menargetkan protein.

Western blot Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid
tes sebagai hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot menemukan keberadaan
antibodi yang melawan protein HIV-1 spesifik (struktural dan enzimatik). Western blot
dilakukan hanya sebagai konfirmasi pada hasil skrining berulang (ELISA atau rapid tes).
Hasil negative Western blot menunjukkan perbandingan respon bahwa hasil positif ELISA
atau rapid tes dinyatakan sebagai hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai antibodi
HIV-1. Hasil Western blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1 pada individu
dengan usia lebih dari 18 bulan.
3. Rapid test
Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibody terhadap HIV-
1. Prinsip pengujian berdasarkan aglutinasi partikel, imunodot (dipstik), imunofiltrasi atau
imunokromatografi. ELISA tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil rapid tes
dan semua hasil rapid tes reaktif harus dikonfirmasi dengan Western blot atau IFA.
4. PCR Test
Polymerasi Chain Reaction (PCR) adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan
virus HIV pada plasma, darah, cairan cerebral, cairan cervical, sel-sel dan cairan semen.
Metode ini yang paling sensitive.
PCR adalah suatu teknologi yang menghasilkan turunan/kopi yang berlipat gande dari
sekuen nukleotida dari organism target, yang dapat mendeteksi target organism dalam
jumlah yang sangat rendah dengan spesitifitas tinggi. Tes ini dapat dilaksanakan sekitar
seminggu setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang
canggih oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan jika uji antibody di atas tidak
memberikan hasil.
5. Viral Load
Viral Load adalah jumlah partikel virus dalam 1 mm kubik darah. Semakin banyak
jumlah partikel virus dalam darah berarti semakin besar kerusakan Sel CD4, makin rentan
untuk terjadi infeksi oportunistik dan perjalanan dari HIV positif menjadi AIDS pun
menjadi semakin cepat. Sama halnya dengan jumlah Sel CD4, maka dengan menghitung
besarnya Viral Load kita dapat:
a. Memonitor perjalanan penyakit
b. Menetapkan kapan memulai pengobatan dengan ARV
c. Mengetahui efektifitas pengobatan
Pengobatan dengan ARV akan mengurangi reproduksi virus HIV, menurunkan Viral
Load dan melindungi sistem imun tubuh.
Berbeda dengan tes-tes laboratorium lainnya, maka Viral Load tidak mempunyai angka
normal. Orang yang tidak terinfeksi HIV tidak akan ada Viral Load samasekali. Viral Load
menunjukkan berapa partikel virus (disebut: copy) yang ada dalan 1 mm kubik darah kita.
Tujuan pengobatan HIV/AID adalah menurunkan angka Viral Load serendah mungkin
sampai pada tingkatan “tidak terdeteksi” yaitu pada kisaran 40-75 copy per sampel darah.
Viral Load berubah dari waktu ke waktu. Pada awal infeksi maka Viral Load bisa
tinggi, mencapai jutaan. saat itu sistem imun masih mampu bereaksi dan mendorong
kembali Viral Load sampai ke “set point”. Viral Load akan dipertahankan rendah sampai
tiba saatnya kerusakan sel-sel CD4 semakin besar. Pada saat inilah terapi dengan ARV
mulai diperlukan.
Pemeriksaan Viral Load dilakukan pada awal orang didiagnosa HIV positif guna
memperoleh data awal, selanjutnya akan direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan
setiap 3-6 bulan karena yang penting adalah mengetahui trend dari Viral Load (naik atau
turun). Perlu dicatat bahwa Viral Load bukan untuk pemeriksaan sewaktu atau satu kali.
6. CD4
Sel CD4 adalah jenis sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian yang
penting dari sistem kekebalan tubuh kita. Sel CD4 kadang kala disebut sebagai sel-T. Ada
dua macam sel-T. Sel T-4, yang juga disebut CD4 dan kadang kala sel CD4+, adalah sel
‘pembantu’. Sel T-8 (CD8) adalah sel ‘penekan’, yang mengakhiri tanggapan kekebalan.
Sel CD8 juga disebut sebagai sel ‘pembunuh’, karena sel tersebut membunuh sel kanker
atau sel yang terinfeksi virus.
Sel CD4 dapat dibedakan dari sel CD8 berdasarkan protein tertentu yang ada di
permukaan sel. Sel CD4 adalah sel-T yang mempunyai protein CD4 pada permukaannya.
Protein itu bekerja sebagai ‘reseptor’ untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor CD4 itu
seperti kunci dengan gembok.
HIV umumnya menulari sel CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian dari sel itu. Waktu
sel CD4 menggandakan diri (bereplikasi) untuk melawan infeksi apa pun, sel tersebut juga
membuat tiruan HIV.
Setelah kita terinfeksi HIV dan belum mulai terapi antiretroviral (ART), jumlah sel
CD4 kita semakin menurun. Ini tanda bahwa sistem kekebalan tubuh kita semakin rusak.
Semakin rendah jumlah CD4, semakin mungkin kita akan jatuh sakit.
Ada jutaan keluarga sel CD4. Setiap keluarga dirancang khusus untuk melawan kuman
tertentu. Waktu HIV mengurangi jumlah sel CD4, beberapa keluarga dapat diberantas.
Kalau itu terjadi, kita kehilangan kemampuan untuk melawan kuman yang seharusnya
dihadapi oleh keluarga tersebut. Jika ini terjadi, kita mungkin mengalami infeksi
oportunistik
J. PENTALAKSANAAN
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah
Istiqomah : 2009) :
1. Terapi ARV
Terapi ARV dilakukan untuk melambatkan pertumbuhan virus dan saat ini ada lima jenis
ARV yang telah disetujui yakni:
a. Entry Inhibitor
Jenis ini menghambat virus HIV agar tidak bisa masuk ke dalam sel CD4 (langkah 2
diatas), terdapat dua jenis ARV dalam golongan ini yakni :
 Enfuvirtid (T-20)
 Maraviroc (MVC)
b. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Jenis ini menghambat langkah ketiga diatas dimana RNA virus tidak akan bisa
dirubah menjadi DNA virus. Golongan obat ini antara lain :
 3TC (lamivudin)
 Abacavir (ABC)
 AZT (ZDV, zidovudin)
 d4T (stavudin)
 ddI (didanosin)
 Emtrisitabin (FTC)
 Tenofovir (TDF; analog nukleotida)
c. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Jenis ini fungsinya sama dengan NRTI akan tetapi cara menghambatnya dengan cara
yang berbeda. Beberapa contoh ARV golongan ini adalah ,
 Delavirdin (DLV)
 Efavirenz (EFV)
 Etravirin (ETV)
 Nevirapin (NVP)
 Rilpivirin (RPV)
d. Integrasi inhibitor
ARV jenis ini menghambat siklus HIV pada langkah ke empat, dengan cara ini maka
DNA virus tidak bisa bergabung dengan DNA sel CD4. ARV yang termasuk
golongan ini adalah,
 Dolutegravir (DTG)
 Elvitegravir (EGV)
 Raltegravir (RGV)
e. Protease inhibitor
ARV jenis ini menghambat siklus HIV pada langkah ketujuh dimana dengan protease
inhibitor maka protein virus tidak bisa dipotong sesuai ukuran yang diperlukan
sehingga virus pun tidak bisa berubah menjadi virus yang matang. Jenis ini antara lain
adalah:
 Atazanavir (ATV)
 Darunavir (DRV)
 Fosamprenavir (FPV)
 Indinavir (IDV)
 Lopinavir (LPV)
 Nelfinavir (NFV)
 Ritonavir (RTV)
 Saquinavir (SQV)
 Tipranavir (TPV)

2. Pengendalian Infeksi Opurtunistik


Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
3. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
4. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah
:
– Didanosine
– Ribavirin
– Diedoxycytidine
– Recombinant CD 4 dapat larut
5. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat
unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan
dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
6. Diet
a. Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
1) Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh
aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang
diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
3) Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
4) Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.
b. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
1) Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
2) Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada: pasien
dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra
pengecap dan kesulitan menelan.
3) Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
4) Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).
5) Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai
dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.
c. Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
1) Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres,
aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk
setiap kenaikan Suhu 1°C.
2) Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan
sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan
hati.
3) Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan
dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan
ikatan rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak
omega 3) diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
4) Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di
anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng
dan Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi
megadosis harus dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.
5) Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
6) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi
menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan
konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid),
semi kental (semi thick fluid) dan cair (thin fluid).
7) Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium,
kalium dan klorida).
8) Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya
dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan
toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat, maka
dianjurkan pemberian makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama
atau makanan selingan.
9) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
10) Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik,
maupun kimia.
d. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada
pasien dengan:
 Infeksi HIV positif tanpa gejala.
 Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan,
sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
 Infeksi HIV dengan TBC.
 Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.
e. Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,
enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi
secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau
parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS
yaitu Diet AIDS I, II dan III.
1) Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas
tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran
menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan
bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam
porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan dalam
bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde.
Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan makanan enteral komersial
energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin
C. bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa polimer
(misalnya polyjoule).
2) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut
teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam.
Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan
energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral
3) Diet AIDS III
Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada
pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa,
diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan
mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi
penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde sebagai
makanan tambahan atau makanan utama.

K. KOPLIKASI
1. Pneumonia pneumocystis (PCP)
Jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik. tetapi
umumnya dilumpai pada orans ),ang terinfeksi HIV.Penyebab penyakit ini adalah fungi
Pneumc.ystis jirovec'ii. Sebelum adanva cliagnosis. perawatan, dan tindakan pencegahan
rutin yang efektif di negara-negara Barat. penyakit ini mumnya segera menvebabkan
kematian. Di negara-negara berkembang.
Penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang
belum dites. walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah cD4
kurang dari 200 per pL.
2. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi laimya yang
terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui
rute pemapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi. Dapat
muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun
demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada
penyakit ini. Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang
karena digunakamya terapi dengan pengamatan langsung dan metode terbaru laimya,
namun tidaklah demikian yang terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling
banyak ditemukan .
Pada stadium awal infeksi HIV fiumlah CD4 >300 sel per pL), TBC
muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HlV, ia sering muncul
sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh laimya (tuberkulosis
ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan
tidak terbatasi pada satu tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang
sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencemaan, hati, kelenjar getah
bening (nodus limfa regional). dan sistem syaraf pusat. Dengan demikian. gejala yang
muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya penyakit ekstrapu lmoner.
3. Esofagitis
Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofbgus), yaitu jalur makanan
dari mulut ke lambung. Pada individu y'ang terinf-eksi HlV. penlakit ini teriadi karena
infeksi jamur (amur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-l atau virus sitomegalo). la
pun dapat disebabkan oleh mikobakteria. meskipun kasusnya langka.
4. Diare Kronis
Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena
berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella,
Shigella, Li.steria. Kampilobakter. dan E.scherichia coli), serta infeksi oportunistik yang
tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, A'{ycobacleriunt uvinm
complex. dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).
Pada beberapa kasus. diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang
digunakan untuk menangani HIV. atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV
itu sendiri. Selain itu, diare dapat.iuga merupakan efek samping dari antibiotik rang
digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnl,a pada C'lo.stridium cli//icilc). Pada
stadium akhir infeksi HIV. diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan
cara saluran Pencemaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting
dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV.
5. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu. Vang
disebut Toxopla.sma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan
radang otak akut (toksoplasma ensefalitis). namun ia ,juga dapat menginf-eksi dan
menvebabkan penyakit pada mata dan paru-paru.
6. Meningitis kriptokokal
Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges nembran yang menutupi otak dan
sumsum tulang belakang) oleh .iamur Cryptococcus neoformans .Hal ini dapat
menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin
mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.
7. Leukoensefalopati multifokal progresif
Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit
yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson).
sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC. yang 70Vo
populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten. dan meny'ebabkan penyakit
hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah. sebagaimana,yang teriadi pada pasien AIDS.
Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal). sehingga biasam
amenyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
8. Kompleks demensia AIDS
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental
(demensia) yang ter-iadi karena menurumya metabolisme sel otak (enselidopati metabolik)
yang disebabkan oleh infeksi HIV: dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun
oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami inf'eksi HlV, sehingga
mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk
ketidaknomalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah
infeksi HIV terjadi.
Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4* dan tingginya
muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculamya (prevalensi) di negara-negara
Barat adalah sekitar 10-20% namLm di lndia hanya terjadi pada l-2oh pengidap inf-eksi
HIV. Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di lndia.

Pasien dengan infeksi HIV pada dasamya memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap
terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penvebab mutasi
genetik: yaitu terutama virus Epstein-Barf'1enV1" virus herpes Sarkona Kaposi
(KSHV). dan virus papiloma manusia (HPV).
1. Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi
HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun l98l adalah
salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari
subfamily gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang.iuga.disebut virus
herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncnl di kulit dalam bentuk
bintik keungu-unguan. tetapi dapat menverang organ lain. terutama mulut. saluran
pencemaan. dan paru-paru.
2. Kanker getah bening tingkat tinggi (limfbma sel B) adalah kanker yang menverang sel
darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening. misalnya seperti limfbda
Burkitt (Burkitt'.s lymphomct) atau sejenisnya (Burkitt'.s-like lymphoma). difussi large
B-cell Ivmphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering
muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan perkiraan
kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus. limfoma adalah tanda utama
AIDS. l-idfbma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Ban atau virus herpes
Sarkoma Kaposi
3. Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS.
Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia. Pasien yang terinfeksi HIV juga
dapat terkena tumor laimya. seperti limfoma Hodgkin. kanker usus besar bawah
(recturtt)^ dan kanker anus. Namun demikian. Banyak tumor-tumor yang umum seperti
kanker payudara dan kanker ushs besar (cttlon). yang tidak meningkat kejadiamya pada
pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukamya terapi antiretrovirus yang sangat
aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang
berhubungan dengan AIDS menurun. namun pada saat yang sama kanker kemudian
menjadi penyebab kematian yang paling unlum pada pasien I'ang terinfeksi HIV.
Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan ge.iala tidak spesifik.
terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi opodunistik ini temasuk
infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo
dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang diielaskan
di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retiniti.s sitomegalovint,s). yang dapat
menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium mameffeii,
atau disebut Penisiliosis. kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling ur"nLun
(setelah tuberculosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah
endemik Asia tenggara.
L. ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


HIV DAN AIDS

 ANALISIS DATA
No Data Fokus Etiologi Masalah
1 DS : Imunosupresi, Malnutrisi Resiko Tinggi Infeksi
DO : Anemia,
Trombositopenia,
Leukositopenia, TTV
2 DS : Pasien menyatakan Intake yang kurang Ketidak seimbangan nutrisi
adanya keluhan penurunan kurang dari kebutuhan tubuh
nafsu makan, nyeri dimulut
dan tenggorokan sehingga sulit
menelan
DO : Mual, Muntah, BB
Menurun, Ulser pada bibir /
mulut dan mulut kering.
3 DS : Pasien mengeluh lemas Penurunan kekebalan tubuh Intoleransi Aktivitas
badannya yang menyebabkan kelemahan
DO : Defisit lemak, nafsu Umum
makan menurun
4 DS : Pasien mengeluh mencret Infeksi Virus menyebabkan Resiko ketiak seimbangan
/ Diare peningkatan peristaltic elektrolit
DO : Diare sehingga timbul diare

 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunologi.
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, malnutrisi dan kelelahan.
4. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare.

 PERENCANAAN
DIAGNOSA (NANDA) TUJUAN (NIC) INTERVENSI (NOC) RASINAL (DUNGUS)
Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan Asuhan 1. Monitor tanda-tanda 1. Untuk pengobatan diri
berhubungan dengan Keperawatan selama 3x24 infeksi baru 2. Untuk mencegah pasien
imunologi jam pasien terbebas dari 2. Gunakan teknik aseptic terpapar oleh kuman
infeksi opertunistik dengan pada setiap tindakan pathogen yang diperoleh
kriteria hasil : invasive. Cuci tangan dari rumah sakit.
1. Tidak ada tanda-tanda sebelum dan sesudah 3. Mencegah
infeksi baru melakukan tindakan. bertambahnya infeksi
2. TTV dalam batas normal 3. Pertahankan teknik 4. Membantu dalam proses
3. Hasil laboratorium tidak aseptic penyembuhan
ada tanda-tanda infeksi 4. Instruksikan untuk
minum antibiotic sesuai
resep
Ketidak seimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kemampuan 1. intake menurun
nutrisi kurang dari Asuha Keperawatan nutrisi mengunyah dan menelan berhubungan dengan nyeri
kebutuhan tubuh pasien dapat terpenuhi 2. Monitor BB, intake dan tenggorokan dan mulut
berhubungan dengan dengan kriteria : Output 2. menentukan data dasar
intake yang kurang 1. Aadanya peningkatan BB 3. Kaji kemampuan pasien 3. rasa sakit pada mulut
2. Mual/Muntah terkontrol untuk mendapatkan nutrisi atau ketakutan akan
3. Tidak ada tanda-tanda yang dibutuhkan mengiritasi lesi pada mulut
malnutrisi mungkin akan
mengakibatkan pasien
enggan untuk makan.
Tindakan ini akan berguna
untuk meningkatkan
pemasukan makanan
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu untuk 1. memungkinkan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 mengidentifikasi aktivitas penghematan energy
kelemahan, malnutrisi jam adanya toleransi yang sesuai dengan peningkatan stamina dan
dan kelelahan aktivitas dengan kriteria kemampuan fisik, psikologi mengijinkan pasien untuk
hasil : dan social lebih aktif tanpa
1. mampu melakukan 2. bantu pasien untuk menyebabkan frustasi
aktivitas sehari-hari mengidentifikasi aktivitas 2. dapat memperbaiki
2. mampu berpindah yang disukai perasaan sehat dan
3. peningkatan energi 3. bantu pasien untuk mengontrol diri
membuat jadwal latihan 3. latihan yang terprogram
diwaktu luang dapat membantu
4. kolaborasi dengan tenaga penyembuhan pasien
rehabilitasi medik dalam 4. membantu dalam proses
perencanaan program terapi penyembuhan
yang tepat
Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji konsistensi dan 1. mendeteksi adanya
ketidakseimbangan keperawatan selama 3x24 frekwensi feses dan adanya darah dalam feses
elektrolit berhubungan jam adanya keseimbangan darah 2. Mempertahankan
dengan diare cairan dengan kriteria hasil 2. Pertahanan catatan intake keseimbangan cairan serta
: dan output membantu dalam proses
1. tidak ada tanda-tanda 3. Dorong keluarga untuk penyembuhan dengan
dehidrasi, elestisitas turgor membantu pasien makan melihat data yang telah
kulit baik, membrane 4. kolaborasi dengan dokter dikaji
mukosa lembab, tidak ada jika tanda cairan berlebihan 3. Keluarga memiliki
rasa haus yang berlebihan atau memburuk keterikatan yang dapat
2. Tidak diare
membantu dalam proses
penyembuhan
4. dapat menurunkan
jumlah keenceran feses
dan mungkin mengurangi
kejang usus dan peristaltik
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

HIV (human immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan Aids. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-
sel darah putih yang bertugas untuk menangkal infeksi. Sel darah ptih tersebut terutama limfosit
yang memiliki CD4 sebagai sebuah penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena
berkurangnya nilai CD4 pada tubuh manusia menunjukan berkurangnya limfosit yang seharusnya
berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.

Manifestasi HIV ada dua yaitu gejala mayor dan gejala minor kemudian ada juga
manifestasi perfase seperti yang sudah dijelas diatas. dan untuk eiologi hiv diantara ada:
Limfadenopati generalista persisten (PGL), Penyakit kulit, Problem mulut dan atau tenggorokan
dan esofagus, dan TB.

Proses penularan HIv diantaranya : Melalui darah, misalnya: tranfusi darah, terkena darah
HIV+ pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb, melalui cairan semen, air mani (sperma).
Misalnya: seorang pria berhubungan badan dengan pasangannya tanpa menggunakan kondom atau
pengaman lainya, oral sex, dsb, melalui cairan vagina pada wanita. Misalnya: wanita yang
berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-menminjam alat bantu seks, oral sex, dsb, melalui
air susu ibu (ASI). Misalnya: bayi meminum ASI dari wanita HIV+, pria meminum susu ASI
pasangannya, dsb. Adapun cairan tubuh yang tidak mengandung virus HIV pada penderita HIV+
antara lain saliva (air liur atau air ludah), feses (kotoran atau tinja), air mata, air keringat serta urine
(air seni atau air kencing).

Komplikasi HIV : Pneumonia pneumocystic (PCP), tbc, esofagitits, diare kronis,


toksoplasmonis, meningitis kriptokokal, leukensefalopati multifocal progresif, dan kompleks
demensia AIDS.
DAFTAR PUSTAKA

Heri.”AsuhanKeperawatan HIV/AIDS”,(Online),(http://mydocumentku.blogspot.
com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

Istiqomah, Endah.”Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV/AIDS”,(Online),


(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html,
diakses 20 Oktober 2012)

Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius

Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC

Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit . Jakarta : EGC

UGI.2012. ”Diet Penyakit HIV/AIDS”,(Online),(http://ugiuntukgiziindonesia.


blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth ed. 8,
EGC, Jakarta, 2001.

Marylinn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3, EGC, Jakarta, 1999.

http://www.mer-c.org/mc/ina/ikes/ikes_0604_aids.htm

http://www. patriani-gift.blogspot.com/2009/02/download-askep-hivaids.html

You might also like