A. Latar Belakang: Bab I Pendahuluan

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila

dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian

ibu secara langsung adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%,

dan penyebab tidak langsung adalah anemia 51%. Anemia merupakan komplikasi

dalam kehamilan yang paling sering ditemukan. Hal ini disebabkan karena dalam

kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-

perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Faktor nutrisi utama yang

mempengaruhi terjadinya anemia adalah zat besi, asam folat dan vitamin

B12.(1,2,3,4,5)

Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) darah

kurang dari normal. Kadar Hb normal berbeda untuk setiap kelompok umur dan

jenis kelamin : pada balita 11 g %, anak usia sekolah 12 g %, wanita dewasa 12 g

%, laki-laki dewasa 13 g %, ibu hamil 11 g %, dan ibu menyusui 12 g %.

Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar Hb di bawah 11 g/dL atau

hematokrit kurang dari 33%. Komplikasi anemia dalam kehamilan dapat

berdampak pada masa kehamilan, persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia

pada ibu hamil diketahui akan berdampak buruk baik bagi kesehatan ibu maupun

bayinya. Anemia merupakan penyebab penting yang melatarbelakangi kejadian

morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu

melahirkan atau nifas sebagai akibat dari komplikasi kehamilan. Selain itu, ibu

1
hamil yang menderita anemia juga beresiko terjadinya perdarahan saat

melahirkan. Di samping pengaruhnya kepada kematian dan perdarahan, anemia

pada saat hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah,

dan peningkatan kematian perinatal. (1,6)

Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi

besi dan anemia megaloblastik. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya

zat besi dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil,

kebutuhan zat besi untuk janin dan plasenta, dan pendarahan post partum. Jadi,

cadangan zat besi yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih dari 500 mg.

Perubahan diet dengan konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan

suplemen zat besi dianjurkan pada ibu hamil. Anemia megaloblastik terjadi karena

kerusakan sintesis DNA yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi asam folat atau

vitamin B12. Diet yang ekstrem atau malabsorpsi menyebabkan terjadinya anemia

megaloblastik. Oleh karena itu, sebagian besar wanita mengonsumsi suplemen

folat sebagai langkah pencegahan defek tuba neural pada janin dan kebanyakan

dari suplemen tersebut merupakan kombinasi dari zat besi dan asam folat. Kedua

anemia ini dapat mengakibatkan berkurangnya produksi heme. Jadi, pengobatan

yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan produksi sel darah merah. (7,8,9)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin darah kurang dari

normal, yang berbeda untuk kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis,

definisi anemia berupa hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah persentil 10.
(1,8)

Berdasarkan WHO batas normal hemoglobin untuk ibu hamil adalah 11,0

gr%.(1) Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia

dalam kehamilan adalah seperti yang berikut :

1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga

2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua. (3,9,10)

B. ETIOLOGI

Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :

1) Didapatkan (acquired)

 Anemia defisiensi besi

 Anemia karena kehilangan darah secara akut

 Anemia karena inflamasi atau keganasan

 Anemia megaloblastik

 Anemia hemolitik

 Anemia aplastik (9)

3
2) Herediter

 Thalasemia

 Hemoglobinopati lain

 Hemoglobinopati sickle cell

 Anemia hemolitik herediter (9)

C. PATOFISIOLOGI

Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada

peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi

protein pengikat zat gizi dalam sirkulasi darah, termasuk penurunan zat gizi

mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses

perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan pertumbuhan

tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan

volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada

trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan

produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan

pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester kedua

pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan

menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan.

Akibatnya, kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi

peningkatan produksi eritrosit dan karena itu rentan untuk terjadinya anemia

terutama anemia defisiensi besi. (6,12)

Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda pada wanita

yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses

4
hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma

dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit.

Dalam hal ini, oleh karena peningkatan oksigen dan perubahan sirkulasi yang

meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk

pembesaran uterus, terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume

plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma ini terjadi dalam

proporsi yang lebih besar yaitu sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan

peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat

hemodilusi. Hemodilusi berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran uterus

terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous return

saat posisi terlentang, dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat

proses melahirkan. (4,11,12)

Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam

kehamilan dan bermanfaat pada wanita untuk meringankan beban jantung yang

harus bekerja lebih berat semasa hamil karena sebagai akibat hipervolemi cardiac

output meningkat. Kerja jantung akan lebih ringan apabila viskositas darah rendah

dan resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak meningkat. Secara

fisiologis, hemodilusi ini membantu si ibu mempertahankan sirkulasi normal

dengan mengurangi beban jantung. (4,11,12)

Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan

mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus

meningkat sampai minggu ke-37. Volume plasma meningkat sebesar 45-65 %

dimulai pada trimester II kehamilan dan mencapai maksimum pada bulan ke-9

5
yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali

normal dalam tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume

plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi

aldosteron. (4,11)

Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit,

konsentrasi hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan

jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit,

konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7

sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16 hingga ke-22

ketika titik keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu, apabila ekspansi volume

plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi

eritropoetin sehingga menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit

di bawah batas “normal”, timbullah anemia. (12)

D. GEJALA KLINIS

6
Kekurangan Asam Folat Kekurangan Protein Kekurangan zat besi

Berkurangnya pembentukan
dan terjadinya kelainan sel Pembentukan hemoglobin Pembentukan tissue
darah merah berkurang respiratory enzymes
berkurang

Anemia Megaloblastik Anemia Defisiensi Besi Defisiensi penggunaan


oksigen

Defisiensi pengangkutan oksigen di


dalam darah
Gejala Klinis Anemia

Gambar 1 : Grafik menunjukkan kekurangan asam folat, protein dan zat besi dapat menyebabkan
kekurangan oksigen jaringan dan mengakibatkan terjadinya anemia (Dikutip dari kepustakaan 5).

Gejala klinis dari anemia bervariasi bergantung pada tingkat anemia yang

diderita. Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan,

sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah :

a) Anemia ringan : adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, dan sesak.

b) Anemia sedang : adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan

tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis

atau diare.

c) Anemia berat : adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah

dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis,

termogenesis yang terganggu, penyakit kuning, rambut halus dan rapuh,

7
hepatomegali dan splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk

mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat. (3,7,14)

E. PEMBAGIAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN

Berbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah banyak

dikemukakan. Penyebab anemia tersering adalah karena defisiensi zat-zat nutrisi.

Seringkali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai

infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Sekitar 75 %

anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi yang memperlihatkan

gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab

tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh

defisiensi asam folat atau vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang

ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia,

dan keganasan. (4)

Anemia yang akan dibahas kali ini adalah anemia yang sering ditemukan

di Indonesia yaitu anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik. (4)

1. ANEMIA DEFISIENSI BESI

Anemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah anemia

akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan oleh :

a) Kurangnya intake unsur zat besi dalam makanan.

b) Gangguan absorpsi zat besi : muntah dalam kehamilan mengganggu absorpsi,

peningkatan pH asam lambung, kekurangan vitamin C, gastrektomi dan kolitis

kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan

kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

8
c) Kebutuhan besi yang meningkat

d) Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan. (4,12,13)

Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan

bertambahnya usia kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi

di dalam tubuh meningkat dari 0.8mg/hari di awal kehamilan hingga 7.5mg/hari

pada trimester akhir. Zat besi rata-rata yang dibutuhkan untuk wanita hamil adalah

800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500 mg ditambahkan untuk

hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan persalinan dan

post partum. Jadi, penyimpanan minimal zat besi di dalam tubuh wanita hamil

adalah lebih dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak ditambahkan

dalam kehamilan maka akan mudah terjadi anemia defisiensi zat besi terutama

pada kehamilan kembar, multipara, kehamilan yang sering dalam jangka waktu

yang singkat dan pada vegetarian. Di daerah tropis, zat besi banyak keluar melalui

keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari yang dianjurkan untuk ibu hamil

tidak sama untuk beberapa negara. (4,7,9,13)

Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan

yaitu ketika pembentukan organ janin terjadi. Rata-rata kebutuhan zat besi harian

adalah antara 6 hingga 7 mg dibandingkan pada kondisi yang normal yaitu 1 mg /

hari. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan zat besi meningkat

hingga 10 mg / hari. Pada wanita yang memasuki kehamilan dengan cadangan zat

besi yang rendah, pemberian suplemen zat besi sering gagal untuk mencegah

kekurangan zat besi. Lebih jauh lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang

9
abnormal dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan meningkatkan

kebutuhan zat besi selama kehamilan. (2)

Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma

selama kehamilan yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa

sel darah merah menghasilkan hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu

terlindungi dari hilangnya sel darah merah selama perdarahan yang berhubungan

dengan persalinan. Walaupun begitu, 5% dari persalinan disertai dengan

kehilangan darah >1 L disertai gejala anemia termasuk gejala jantung, sehingga

harus transfusi darah. (2,6)

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi

yang negatif yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai

oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta

pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut

terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk

eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit

tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron

deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah

peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam

eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron

binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam

serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin

terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia

10
mikrositik hipokrom yang disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency

anemia). (12)

Gejala klinis anemia defisiensi besi adalah pucat, lemah, lesu, anoreksia,

sesak, depresi mental, nyeri kepala, berdebar-debar, rambut halus dan rapuh,

koilonikia, atropi papila lidah dan stomatitis. Pucat ditemukan di mukosa

membran, konjungtiva, kuku, dan telapak tangan. Pada kasus yang berat,

ditemukan takikardia dan takipnea.(4)

Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena

ditandai ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan

apusan darah tepi dapat ditemukan mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang

ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas itu, bahkan banyak yang bersifat

normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat

berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi

besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi

serum tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan

tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang.

Gambar 3. Diagnosis anemia defisiensi besi (Dikutip dari kepustakaan 9).

11
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu

ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan nonanemik

(Hb <11g/dl dan ferritin > 20 µg/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat

lahir rendah. (4)

Dosis Pencegahan

Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1

tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama

minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu

memeriksa kehamilannya. (15) Obat yang sering digunakan adalah tablet Fe sulfat,

furamat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1x200mg. Diberikan pada sasaran

(Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr% pemberian menjadi 3 tablet

sehari selama 90 hari kehamilannya. (15)

Terapi parenteral zat besi diberikan hanya apabila terdapat kontraindikasi

dengan terapi oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara

intramuskular, dapat disuntikkan dekstran besi, Imferon, atau sorbitol besi.

Hasilnya akan lebih cepat tercapai dan penderita hanya merasa nyeri pada tempat

suntikan. Akhir-akhir ini, Imferon banyak pula diberikan dengan infus dengan

dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus dengan hasil yang sangat

memuaskan.(4,11) Efek sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi

darah. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan yang harus segera

diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasanya, walaupun tidak

lebih dari 1000 ml.

12
Terdapat 3 jenis terapi dengan preparat besi IV, yaitu Iron Sucrose (Venofer,

Vifor Pharma), Iron Dextran (CosmoFer, Vitaline Pharma), Ferric

Carboxymaltose (FCM, Ferinject, Vifor Pharma)

Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu seperti daging

sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi dalam

mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam folat).
(4,13)

2. ANEMIA MEGALOBLASTIK

Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi

asam folat (pterolyglutamic acid) dan jarang sekali oleh karena defisiensi vitamin

B12 (cyanocobalamin). Asam folat merupakan vitamin larut air yang bersumber

dari daging, hati, kacang-kacangan, dan sayuran hijau. Penyimpanan asam folat

pada tubuh yaitu di hepar. Anemia megaloblastik sering ditemukan pada multipara

yang berusia lebih dari 30 tahun atau individu dengan diet tidak adekuat (intake

asam folat yang kurang). Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia

megaloblastik adalah pasien yang mempunyai riwayat penyakit seperti

preeklampsia, eklampsia, sickle cell anemia, dan pasien yang masih dalam

pengobatan epilepsi (primidone atau fenitoin). (4,7,10)

Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA di dalam tubuh dan karena itu

diperlukan kebutuhan asam folat maksimum saat jaringan janin dibentuk.

Defisiensi asam folat terjadi disebabkan oleh :

a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilan

13
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah,

kecepatan pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan uterus. (13)

Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat yaitu

sekitar 90 hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental, glossitis,

ginggivitis, emesis atau diare biasa terjadi. (7)

Efek defisiensi folat pada janin akan dapat menyebabkan kelainan berat

yang mengenai jaringan non hemopoietik, yaitu neural tube defect (NTD) dan

yang dapat terjadi merupakan isolate NTD (tanpa disertai kelainan kongenital

lain) yang kekambuhannya dapat dicegah dengan pemberian folat. NTD adalah

suatu kelainan kongenital yang terjadi akibat kegagalan penutupan lempeng saraf

(neural plate) yang terjadi pada minggu ketiga hingga keempat masa gestasi. (7)

Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas

atau promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia

megaloblastik dari apusan darah tepi adalah makrositik dan hiperkrom yang tidak

selalu dijumpai kecuali apabila anemianya sudah berat. Perubahan-perubahan

dalam leukopoesis seperti hipersegmentasi granulosit dan polimorfonuklear

merupakan petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat sering

berdampingan dengan defisiensi zat besi dalam kehamilan. Standar baku emas

untuk penegakan diagnosis anemia megaloblastik adalah dengan pemeriksaan

kadar serum folat absorption test dan clearance test asam folat. (4,8)

Pengobatan untuk anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya

diberikan terapi oral asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat

diberikan dalam dosis 1-5 mg/hari pada anemia ringan dan sedang dan dapat

14
mencapai 10 mg/hari pada anemia berat. Anemia megaloblastik jarang disebabkan

oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh

defisiensi vitamin B12 maka dapat diberikan secara parentral 1000µg/minggu

selama 6 minggu atau sampai kadar hemoglobin kembali normal. Oleh karena

anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat maka transfusi darah

kadang-kadang diperlukan pada kehamilan yang masih preterm atau apabila

pengobatan dengan berbagai obat penambah darah biasa tidak berhasil. (4,8,10)

3. ANEMIA HIPOPLASTIK

Terjadi pada sekitar 8 % kehamilan. Disebabkan oleh sumsum tulang kurang

mampu membuat sel-sel darah baru. Etiologi anemia hipoplastik karena

kehamilan belum diketahui dengan pasti. Biasanya anemia hipoplstik karena

kehamilan, apabila wanita tsb telah selesai masa nifas akan sembuh dengan

sendirinya. Dalam kehamilan berikutnya biasanya wanita mengalami anemia

hipoplastik lagi.

Ciri-ciri :

 pada darah tepi terdapat gambaran normositer dan normokrom, tidak

ditemukan ciri-ciri defisiensi besi, asam folat atau vitamin B12.

 Sumsum tulang bersifat normoblastik dengan hipoplasia eritropoesis yang

nyata

4. ANEMIA HEMOLITIK

Terjadi pada sekitar 0,7 % kehamilan. Disebabkan oleh pengancuran sel

darah merah berlangsung lebih cepat daripada pembuatannya. Wanita dengan

anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila hamil maka biasanya anemia

15
menjadi berat. Sebaliknya mungkin pula kehamilan menyebabkan krisis hemolitik

pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia. Anemia hemolitk dibagi

menjadi 2 golongan besar:

1. disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler seperti thalassaemia, anemia sel sabit,

sferositosis, eliptositosis, dll.

2. disebabkan oleh faktor ekstrakorpuskuler seperti defisiensi G-6 Fosfat

dehidrogenase, leukemia, limfosarkoma, penyakit hati dll.

Gejala proses hemolitik

 anemia

 hemoglobinemia

 hemoglobinuria

 hiperbilirubinuria

 hiperurobilirubinuria

 kadar sterkobilin dalam feses tinggi, dll.

F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

a. Anamnesis

Untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dibutuhkan anamnesis

yang akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, sesak,

berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan fisis dapat

ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental,

glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis yang

terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan derajat

anemia yang diderita. (1,3,7,14)

16
b. Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat sahli.

 Tidak Anemia : Hb 11 gr%

 Anemia ringan : Hb 9 – 10 gr%

 Anemia sedang : Hb 7 – 8 gr%

 Anemia berat : Hb < 7 gr%. (WHO)

Kriteria anemia
Reticulocyte
menurut CDC (Centers count
for Disease Control)

Normal atau
Meningkat menurun

Pertimbangkan : Anemia Mikrositik, Anemia Makrositik,


1. Kehilangan MCV <80, MCV>100,
darah akut. Pertimbangkan : Pertimbangkan :
2. Terapi zat besi 1. Defisiensi zat 1. Defisiensi
yang baru. besi. Cek ferritin, As.Folat
3. Anemia TIBC dan plasma 2. Defisiensi vit.
Hemolitik. iron level. B12
2. Cek serum folat dan
Cek apusan Hemoglobinopati. B12 level.
darah tepi dan Cek hemoglobin Pertimbangkan
tingkat malabsorbsi,
heptaglobin.

Anemia Normositik, MCV 80-100


Pertimbangkan:
1. Defisiensi zat besi ringan
2. Anemia disebabkan penyakit
kronik. Cek fungsi tes renal,
hepatik dan tiroid.

Gambar 2 : Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil darah laboratorium (Dikutip dari
kepustakaan 8).

17
Gambar 3. Interpretasi anemia pada kehamilan

18
G. KOMPLIKASI

Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik

dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai

penyulit dapat timbul akibat anemia seperti berikut :

1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan

a) Abortus (keguguran)

b) Persalinan prematur

c) Gangguan pertumbuhan janin

d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)

e) Mudah terjadi infeksi

f) Hyperemesis gravidarum

g) Perdarahan sebelum persalinan

h) Ketuban pecah dini.

2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan

a) Gangguan his

b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama

c) Kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan kelemahan his.

3) Pengaruh Anemia pada saat Nifas

a) Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum

b) Memudahkan infeksi puerpuerium

c) Pengeluaran ASI berkurang

d) Terjadinya dekompensasi kordis.

4) Pengaruh Anemia terhadap Janin

19
a) Kematian janin dalam kandungan

b) Berat bayi lahir rendah

c) Kelahiran dengan anemia

d) Cacat bawaan

e) Mudah terinfeksi hingga kematian perinatal

f) Inteligensi yang rendah. (1)

H. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN ANEMIA


a. Pencegahan Anemia 12

Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan

pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat di ketahui data dasar kesehatan ibu

tersebut, dalam pemeriksaan kesehatan di sertai pemeriksaan laboratorium

termasuk pemeriksaan tinja sehingga di ketahui adanya infeksi parasit.

b. Penanganan pada Anemia sebagai berikut : 4

1. Anemia Ringan

Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10 gr% masih di anggap ringan

sehingga hanya perlu di perlukan kombinasi 60 mg/hari zat besi dan 500

mg asam folat peroral sekali sehari.

2. Anemia Sedang

Pengobatan dapat di mulai dengan preparat besi feros 600-1000 mg/hari

seperti sulfat ferosus atau glukonas ferosus.

3. Anemia Berat

Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 mg, 6 bulan selama

hamil, dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan.

20
I. PROGNOSIS

Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik

bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan

banyak atau adanya komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita

anemia defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun

cadangan zat besinya kurang sehingga baru beberapa bulan kemudian akan

tampak sebagai anemia infantum. (4,10)

Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik

tanpa adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan

asam folat hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan

selamat dengan atau tanpa pengobatan maka anemianya akan sembuh dan tidak

akan timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak, kebutuhan

asam folat jauh berkurang. Anemia megaloblastik berat dalam kehamilan yang

tidak diobati mempunyai prognosis buruk. (4,7)

21
BAB III

KESIMPULAN

Anemia dapat berpengaruh terhadap kehamilan, saat persalinan, masa

nifas serta pada janin, maka dari itu diharapkan penanganan yang baik dan

kesadaran dari ibu untuk selalu memeriksakan kehamilannya dan mempelajari

faktor faktor yang dapat beresiko bagi kehamilan.

Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat

anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan

angkakematian bayi. Untuk mengenali kejadian anemia pada kehamilan, seorang

ibu harus mengetahui gejala anemia pada ibu hamil, yaitu cepat lelah, sering

pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun

(anoreksia), konsentrasi hilang, napas pendek (pada anemia parah) dan keluhan

mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth J.L., et all . Anemia in Williams Manual of Obstetrics, 21rd edition,


Mc Graw Hill, United States, 2003.

2. Abdulmuthalib, Kelainan Hematologik. Dalam : Winkjosastro H, Saifuddin


A.B., Rachimhadhi T (editor). Ilmu kebidanan, edisi ke-4. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Praworiharjo, Jakarta; 2009. hal 774-80..

3. DeCherney A, Nathan L, Laufer N, Roman A. Hematologic Disorder in


Pregnancy in Current Diagnosis and Treatment Obstetrics & Gynecology, 10th
edition, Mc Graw Hill ; 2008.

4. Hudono S.T., Penyakit darah. Dalam : Winkjosastro H, Saifuddin A.B.,


Rachimhadhi T (editor). Ilmu kebidanan, edisi ke-3. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Praworiharjo, Jakarta; 1994. hal 448-51.

5. Huch R, Breymann C. Anaemia in pregnancy and the puerperium. International


Medical Publishers Bremen; 2005

6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani W.I, Setiowulan W (Editor).


Kapita selekta kedokteran, edisi ke-3. Media Aesculapius FKUI,Jakarta; 1999.
hal. 549-50

7. Samuels P. hematological Complications of Pregnancy. Dalam : gabbe:


Obstetrics-Normal and problem Pregnancies, 4th ed. Churshill
Livingstone; Philadelphia: 2002. hal. 1179

8. Hercberg G, Galan P, Preziosi P, et al.Consequences of iron deficiency in


pregnant women. Clin Drug Invest 2000; 19 Suppl. 1:1-7.

9. Soemantri S, Ratna L, Budiarso, et al. Survei Kesehatan Rumah Tangga


(SKRT), 199 . Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 199 .p.
39- 40

10. Bernard J. Brabin, Mohammad Hakimi and David Pelletier, An Analysis of


Anemia and Pregnancy-Related Maternal Mortality, Journal of
Nutrition.2001;131:604S-615S

11. Corwin E.J. Anemia in Handbook of Pathophysiology, 3rd ed, Lippincott


William and Wilkins, USA ; 2008: pg 410-9.

23
12. Manuaba I.B.G. Ilmu Kebidanan,Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan, EGC : 1998; hal. 29-32.

13. Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah


http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/588.pdf

14. Sacher, Ronald A. Transfusion in Widmann’s Clinical Interpretation of


Laboratory Test. 11th ed, F.A Davis Company, Philadelphia:2000 ; pg 250-70.

24

You might also like