Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

BAB 1

PENDAHULUAN

Pembedahan merupakan semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara

infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani

(Sjamsuhidajat & Win de Jong, 2005). Menurut Potter dan Perry (2006) bedah atau

operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter mengobati kondisi yang sulit

atau tidak mungkin dengan obat-obatan sederhana. Hampir semua tindakan

pembedahan dilakukan dibawah pengaruh anestesi umum (Lestari, 2010).

Anestesia merupakan tindakan yang dilakukan untuk membuat pasien dari

sadar menjadi tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian anestesi dengan

tujuan untuk menghilangkan nyeri saat pembedahan (Latief, Suryadi, dan Dachlan,

2007). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari: hipnotik, analgesia, dan relaksasi

otot. Secara garis besar anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum

dan anestesi lokal. Anestesi umum merupakan tehnik yang paling banyak dilakukan

pada berbagai macam prosedur pembedahan.

Tindakan pembedahan terutama yang memerlukan anastesi umum diperlukan

teknik intubasi, baik intubasi endotrakeal maupun nasotrakeal. Intubasi adalah suatu

teknik memasukkan suatu alat berupa pipa kedalam saluran pernapasan bagian atas.

Tujuan dilakukannya intubasi untuk mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas,

mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah terjadinya aspirasi lambung pada

keadaan tidak sadar, tidak ada refleks batuk ataupun kondisi lambung penuh, sarana

gas anestesi menuju langsung ke trakea, membersihkan saluran trakeobronkial. Pipa

endotrakeal digunakan untuk menghantarkan gas anestesi langsung ke trakea dan

memfasilitasi ventilasi dan oksigenasi. Pipa endotrakeal terbuat dari plastik Polyvinyl
Chlorida yang merupakan cetakan dari bentukan jalan nafas. Bahan dari ETT harus

bersifat radioopaq untuk mengetahui posisi ujung distal ke karina dan transparan agar

dapat dilihat sekresi atau aliran udara yang dibuktikan oleh adanya pengembungan

uap air pada lumen pipa selama ekshalasi. Pipa Murphy memiliki lubang (Murphy

eye) untuk menurunkan resiko oklusi bagian bawah pipa yang berbatas langsung

dengan carina atau trakea.

Stabilitas hemodinamik merupakan indikator penting dari suatu tindakan

anestesi yang ideal dan berpengaruh terhadap rencana pengelolaan anestesi (Gallo et

al, 1988 dalam Lestari, 2010). Penggunaan obat untuk induksi anestesi merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas hemodinamik. Zat anestetik sebagian

besar bekerja dengan menekan aktivitas simpatis sehingga kontraksi jantung

menurun, terjadi vasodilatasi perifer dan hipotensi (Morgan, 2002 dan Stoelting, 1999

dalam Lestari, 2010). Efek anestesi ini bisa berlanjut menjadi komplikasi yang tidak

diinginkan. Komplikasi anestesi pada kardiovaskuler dapat berupa hipertensi,

hipotensi, disritmia, PONV (Post Operative Nausea and Vomiting) (Julien, 1994 dan

Glyn, 1999 dalam Lestari, 2010).


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Intubasi

2.1.1 Definisi Intubasi

Intubasi adalah memasukan pipa ke dalam rongga tubuh melalui mulut atau

hidung. Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan

intubasi nasotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa

trakea ke dalam trakea melalui rima glottides dengan mengembangkan cuff,

sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara

dan bifurkasio trakea. Intubasi nasotrakeal yaitu tindakan memasukan pipa nasal

melalui nasal dan nasopharing ke dalam oropharing sebelum laryngoscopy.

2.1.2 Tujuan Intubasi

Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau melalui

hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trachea. Tujuan dilakukannya

intubasi yaitu sebagai berikut :

a. Mempermudah pemberian anesthesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan

kelancaran pernapasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi lambung (pada keadaan tidak

sadar, lambung penuh dan tidak ada reflex batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakeobronkial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut. 8


2.1.3 Indikasi dan kontraindikasi Intubasi

Indikasi intubasi yaitu mengontrol jalan napas, menyediakan saluran udara yang

bebas hambatan untuk ventilasi dalam jangka panjang, meminimalkan risiko

aspirasi, menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan gawat atau

pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi, ventilasi yang tidak adekuat,

ventilasi dengan thoracoabdominal pada saat pembedahan, menjamin fleksibilitas

posisi, memberikan jarak anestesi dari kepala, memungkinkan berbagai posisi

(misalnya,tengkurap, duduk, lateral, kepala ke bawah), menjaga darah dan sekresi

keluar dari trakea selama operasi saluran napas, Perawatan kritis :

mempertahankan saluran napas yang adekuat, melindungi terhadap aspirasi paru,

kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal. Kontraindikasi

intubasi endotrakeal adalah : trauma servikal yang memerlukan keadaan

imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan

intubasi. Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang akan

menjalani operasi maupun tindakan intraoral. Dibandingkan dengan pipa

orotrakeal, diameter maksimal dari pipa yang digunakan pada intubasi nasotrakeal

biasanya lebih kecil oleh karenanya tahanan jalan napas menjadi cenderung

meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang dilakukan untuk

intubasi jangka panjang karena peningkatan tahanan jalan napas serta risiko

terjadinya sinusitis. Teknik ini bermanfaat apabila urgensi pengelolaan airway

tidak memungkinkan foto servikal.


Intubasi nasotrakeal secara membuta (blind nasotrakeal intubation) memerlukan

penderita yang masih bernafas spontan. Prosedur ini merupakan kontraindikasi

untuk penderita yang apnea. Makin dalam penderita bernafas, makin mudah

mengikuti aliran udara sampai ke dalam laring. Kontraindikasi lain dari

pemasangan pipa nasotrakeal antara lain fraktur basis cranii, khususnya pada

tulang ethmoid, epistaksis, polip nasal, koagulopati, dan trombolisis.9

2.1.4 Kesulitan Intubasi

Sehubungan dengan manajemen saluran nafas, riwayat sebelum intubasi

seperti riwayat anestesi, alergi obat, dan penyakit lain yang dapat

menghalangi akses jalan napas. Pemeriksaan jalan napas melibatkan

pemeriksaan keadaan gigi; gigi terutama ompong, gigi seri atas dan juga

gigi seri menonjol. Visualisasi dari orofaring yang paling sering

diklasifikasikan oleh sistem klasifikasi Mallampati Modifikasi. Sistem ini

didasarkan pada visualisasi orofaring. Pasien duduk membuka mulutnya

dan menjulurkan lidah. Klasifikasi Mallampati :

a. Mallampati 1 : Palatum mole, uvula, dinding posterior oropharing,

pilar tonsil

b. Mallampati 2 : Palatum mole, sebagian uvula, dinding posterior

uvula

c. Mallampati 3 : Palatum mole, dasar uvula

d. Mallampati 4 : Palatum durum saja


Dalam sistem klasifikasi, Kelas I dan II saluran nafas umumnya

diperkirakan mudah intubasi, sedangkan kelas III dan IV terkadang sulit.

Selain sistem klasifikasi Mallampati, temuan fisik lainnya telah terbukti

menjadi prediktor yang baik dari kesulitan saluran nafas. Wilson dkk

menggunakan analisis diskriminan linier, dimasukkan lima variable : Berat

badan, kepala dan gerakan leher, gerakan rahang, sudut mandibula, dan

gigi ke dalam sistem penilaian yang diperkirakan 75% dari intubasi sulit

pada kriteria risiko = 2. Faktor lain yang digunakan untuk memprediksi

kesulitan intubasi meliputi :

Lidah besar

Gerak sendi temporo-mandibular terbatas

Mandibula menonjol

Maksila atau gigi depan menonjol

Mobilitas leher terbatas

Pertumbuhan gigi tidak lengkap

Langit-langit mulut sempit

Pembukaan mulut kecil

Endokrinopati (Kegemukan,Acromegali, Hipotiroid, Gondok)

Massa pada mediastinum

Jaringan parut luka bakar atau radiasi

Trauma dan hematoma

Tumor dan kista


Benda asing pada jalan napas

Kurangnya keterampilan, pengalaman, atau terburu-buru.

Gambar 2.1 Kesulitan Intubasi Trakea

Kelas 1: sebagian besar glotis terlihat, kelas 2 : hanya ekstremitas

posterior glotis dan epiglotis tampak; kelas 3: tidak ada bagian dari glottis

terlihat, hanya epiglotis terlihat; Kelas 4: tidak bahkan epiglotis terlihat.

Kelas 1 dan 2 dianggap sebagai 'mudah' dan kelas 3 dan 4 sebagai 'sulit'.

2.1.5 Persiapan intubasi

Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alat‐alat dan

memposisikan pasien.ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff

ETT sebaiknya di tes terlebih dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika

menggunakan stylet sebaiknya dimasukkan ke ETT.Berhasilnya intubasi

sangat tergantung dari posisi pasien, kepala pasien harus sejajar dengan

pinggang anestesiologis atau lebih tinggi untuk mencegah ketegangan

pinggang selama laringoskopi.Persiapan untuk induksi dan intubasi juga

melibatkan preoksigenasi rutin.Preoksigenasi dengan nafas yang dalam

dengan oksigen 100 %.


Persiapan alat untuk intubasi antara lain :

STATICS

Scope

Scope yang dimaksud di sini adalah stetoskop dan laringoskop.

Stestoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung serta

laringoskop untuk melihat laring secara langsung sehingga bisa

memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar,

dikenal dua macam laringoskop:

a. Bilah/daun/blade lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-dewasa.

b. Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa.

Pilih bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi adalah

lampu pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas terlihat.

Gambar 2.2 Laryngoskop

Tube

Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa

trakea mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya

dibuat dari bahan standar polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea

dalam ukuran milimeter. Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi, anak
kecil, dan dewasa berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah usia lima

tahun, bentuk penampang melintang trakea hampir bulat, sedangkan

untuk dewasa seperti huruf D. Oleh karena itu pada bayi dan anak di

bawah lima tahun tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan untuk anak

besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor. Alasan lain adalah

penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput

lendir trakea dan postintubation croup.19 Pipa trakea dapat dimasukkan

melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).

Nasotracheal tube umumnya digunakan bila penggunaan orotracheal tube

tidak memungkinkan, mislanya karena terbatasnya pembukaan mulut atau

dapat menghalangi akses bedah. Namun penggunaan nasotracheal tube

dikontraindikasikan pada pasien dengan farktur basis kranii. Pipa

endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan nafas,

mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah

ventilasi, oksigenasi dan pengisapan.

Gambar 2.3 Pipa Endotrakeal


Pipa endotrakea terbuat dari material silicon PVC (Polyvinyl Chloride)

yang bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor standar.

Termosensitif untuk melindungi jaringan mukosa dan memungkinkan

pertukaran gas, serta struktur radioopak yang memungkinkan perkiraan

lokasi pipa secara tepat. Pada tabung didapatkan ukuran dengan jarak

setiap 1cm untuk memastikan kedalaman pipa. Anatomi laring dan rima

glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea disesuaikan dengan

besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa endotrakea

yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat

melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea

berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin

kecil makin sempit). Oleh karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai pada

anak, terutama adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila dipakai pipa tanpa

balon hendaknya dipasang kasa yang ditempatkan di faring di sekeliling

pipa tersebut untuk mencegah aspirasi untuk fiksasi dan agar tidak terjadi

kebocoran udara inspirasi. Bila intubasi secara langsung (memakai

laringoskop dan melihat rima glotis) tidak berhasil, intubasi dilakukan

secara tidak langsung (tanpa melihat trakea) yang juga disebut intubasi

tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan laringoskop

serat optic. Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk

memakai pipa dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk

anak kecil dan bayi pipa tanpa balon lebih baik. Balon sempit volume kecil

tekanan tinggi hendaknya tidak dipakai karena dapat menyebabkan


nekrosis mukosa trakea. Pengembangan balon yang terlalu besar dapat

dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon (yang pada balon lunak

besar sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau dengan

memakai balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari plastik yang

tidak iritasif.Ukuran penggunaan bervariasi bergantung pada usia pasien.

Untuk bayi dan anak kecil pemilihan diameter dalam pipa (mm) = 4 + ¼

umur (tahun). Pemakaian pipa endotrakea sesudah 7 sampai 10 hari

hendaknya dipertimbangkan trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus

lebih dini. Pada hari ke-4 timbul kolonisasi bakteri yang dapat

menyebabkan kondritis bahkan stenosis subglotis. Kerusakan pada

laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya perbaikan balon dan

pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda jika ekstubasi

diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu. Akan tetapi pasien

sadar tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka panjang mungkin

merasa lebih nyaman dan diberi kemungkinan untuk mampu berbicara jika

trakeotomi dilakukan lebih dini.

Airway

Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan napas

yaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidungfaring

(naso-tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan lidah saat pasien

tidak sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas.


Tape

Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak

terdorong atau tercabut. Introducer yang dimaksud adalah RlasticR atau

stilet dari kawat yang dibungkus Rlastic (kabel) yang mudah dibengkokkan

untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

Connector

Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag

valve mask ataupun peralatan anesthesia.

Suction
Suction yang dimaksud adalah penyedot lender, ludah dan cairan lainnya.

2.1.5 Cara Intubasi

a. Intubasi Endotrakeal

Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop

dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut

kanan dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong

ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan

akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan

dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan

pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V. Tracheal tube

diambil dengan tangan kanan dan ujungnya dimasukkan melewati pita

suara sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum

memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior

sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila

mengganggu, stylet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan

dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon

pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa

difiksasi dengan plester. Dada dipastikan mengembang saat diberikan

ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan steteskop,

diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada

aliran udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi intubasi endotrakeal yang

terlalu dalam akan terdapat tanda‐tanda berupa suara nafas kanan

berbeda dengan suara nafas kiri, kadang‐kadang timbul suara wheezing,


sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada

ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua

paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka

daerah epigastrium atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat

ventilasi (dengan stetoskop), kadang‐kadang keluar cairan lambung, dan

makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut

pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi

yang cukup.

Gambar Auskultasi Suara Napas Setelah Dilakukan Intubasi

Intubasi yang gagal tidak harus dilakukan berulang-ulang dengan cara

yang sama. Perubahan harus dilakukan untuk meningkatkan

kemungkinan keberhasilan, seperti reposisi pasien, mengurangi ukuran

tabung, menambahkan stylet, memilih pisau yang berbeda, mencoba jalur

lewat hidung, atau meminta bantuan dari ahli anestesi lain. Jika pasien
juga sulit untuk ventilasi dengan masker, bentuk alternatif manajemen

saluran napas lain (misalnya, LMA, Combitube, cricothyrotomy dengan jet

ventilasi, trakeostomi) harus segera dilakukan.

b. Intubasi Nasotrakeal

Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT masuk lewat

hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi.

Lubang hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung yang

pasien bernafas lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine (0,5 –

0,25%) menyebabkan pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan

membrane mukosa. Jika pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan

blok saraf dapat digunakan. NTT yang telah dilubrikasi dengan jelly yang

larut dalam air, dimasukkan ke dasar hidung, dibawah turbin inferior. Bevel

NTT berada disisi lateral jauh dari turbin. Untuk memastikan pipa lewat di

dasar rongga hidung, ujung proksimal dari NTT harus ditarik ke arah

kepala. Pipa secara berangsurangsur dimasukan hingga ujungnya terlihat

di orofaring. Umumnya ujung distal dari NTT dapat dimasukan pada

trachea tanpa kesulitan. Jika ditemukan kesulitan dapat diguankan forcep

Magil. Penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak

merusakkan balon. Memasukkan NTT melalui hidung berbahaya pada

pasien dengan trauma wajah yang berat disebabkan adanya resiko masuk

ke intrakranial.

7. Ekstubasi Perioperatif
Setelah operasi berakhir, pasien memasuki prosedur pemulihan yaitu

pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas

spontan. Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen

100% disertai penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan

apakah ada hambatan nafas yang mungkin menjadi komplikasi. Bila

dijumpai hambatan nafas, tentukaan apakah hambatan pada central atau

perifer. Teknik ekstubasi pasien dengan membuat pasien sadar betul atau

pilihan lainnya pasien tidak sadar (tidur dalam), jangan lakukan dalam

keadaan setengah sadar ditakutkan adanya vagal refleks. Bila ekstubasi

pasien sadar, segera hentikan obat-obat anastesi hipnotik maka pasien

berangsu-angsur akan sadar. Evaluasi tanda-tanda kesadaran pasien

mulai dari gerakan motorik otot-otot tangan, gerak dinding dada, bahkan

sampai kemampuan membuka mata spontan. Yakinkan pasien sudah

bernafas spontan dengan jalan nafas yang lapang dan saat inspirasi

maksimal. Pada ekstubasi pasien tidak sadar diperlukan dosis pelumpuh

otot dalam jumlah yang cukup banyak, dan setelahnya pasien

menggunakan alat untuk memastikan jalan nafas tetap lapang berupa

pipa orofaring atau nasofaring dan disertai pula dengan triple airway

maneuver standar. Syarat-syarat ekstubasi :

1. Vital capacity 6 – 8 ml/kg BB.

2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O.

3. PaO2 diatas 80 mm Hg.

4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil.


5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot.

6. Reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh.
BAB 3
KESIMPULAN

Tindakan pembedahan terutama yang memerlukan anestesi umum

diperlukan teknik intubasi. Intubasi adalah suatu tehnik memasukkan

suatu alat berupa pipa ke dalam saluran pernafasan bagian atas. Tujuan

dilakukannya intubasi untuk mempertahankan jalan nafas agar tetap

bebas, mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah terjadinya

aspirasi lambung pada keadaan tidak sadar, tidak ada reflex batuk

ataupun kondisi lambung penuh, sarana gas anestesi menuju langsung ke

trakea, membersihkan saluran trakeobronkial. Intubasi terbagi menjadi 2

yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan intubasi nasotrakeal. Intubasi

endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea

melalui rima glottidis dengan mengembangkan cuff, sehingga ujung

distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan

bifurkasio trakea. Intubasi nasotrakeal yaitu tindakan memasukan pipa

nasal melalui nasal dan nasopharing ke dalam oropharing sebelum

laryngoscopy. Komplikasi akibat intubasi antara lain nyeri tenggorok,

suara serak, paralisa pita suara, edem laring, laring granuloma dan ulser,

glottis dan subglotis granulasi jaringan, trachealstenosis, tracheamalacia,

tracheoesophagial fistula.
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhardi M., dkk., 1989. Anestesiologi. Jakarta: FKUI


2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu Dasar Anestesia. Petunjuk
Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Desai,Arjun M.2010. Anestesi. Stanford University School of Medicine.
Diakses dari: http://emedicine.medcape.com
4. Soenarjo, dkk. Anestesiologi. Semarang: Ikatan Dokter Anestesi dan
Reanimasi Cabang Jawa Tengah ; 2010
5. Dorland,Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29,
Jakarta:EGC,1765.
6. Pasca Anestesia, dalam Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua,
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI, Jakarta, 2002, Hal
:253-256.
7. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Airway Management. In : Morgan
GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology 4th ed. US
A, McGraw‐Hill Companies, Inc.2006, p. 98‐06.
8. Gisele de Azevedo Prazeres,MD., (2002), Orotracheal Intubation,
http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.
html
9. Longnecker D, Brwon D, Newman M, Zapol W. Anesthesiology. USA.
The McGraw-Hill Companies. 2008

You might also like