Professional Documents
Culture Documents
Revisi
Revisi
Kata Pengantar
Daftar Isii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Maksud dan Tujuan
Bab II Pembahasan
II.1. Prilaku orang Aceh
II.2. Prilaku Orang Batak
II.3. Esensi dan eksistensi Toleransi Orang Jawa
Bab III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dan kehidupannya selalu menarik untuk kita kaji. Hal itu
disebabkan objek kajiannya adalah diri kita sendiri maupun orang-orang disekitar
kita. Ilmu yang mengkaji masalah kehidupan manusia salah satunya
antropologi/sosiologi.
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya
masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari
ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya
yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.Antropologi lebih memusatkan pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan
masyarakat yang tinggal daerah yang sama.
Sosiologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang
hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat, memfokuskan kajiannya
pada peran dan kedudukan individu dalam masyarakat serta hubungan diantara
keduanya.
Antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan
pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dari Latar Belakang diatas adalah untuk
mengetahui manfaat-manfaat apa saja yang terkandung di dalam antropologi
hukum.
Semua orang yang berasal dari daerah istimewa aceh adalah orang aceh.
Kecuali orang-orang Gayo dan Alas yang sistem kemasyarakatannya berdasarkan
kekerabatan, maka seluruh masyarakat aceh merupakan masyarakat teritorial
keagamaan. Walaupun masih nampak adanya pengaruh keturunan bangsawan
dengan gelat teuku bagi keturunan pria dangelar cut bagi keturunan wanita yang
demikian banyaknya, orang-orang aceh tidak mengenal sistem klen. Kehidupan
yang bersifat parental atau bilateral mendiami tempat kediaman yang disebut
“mukim”, “gampong” atau “meunasah”, yang dipakai oleh kepala mukim, keucik
(kepala kampung) dan teuku kepala meunasah (pusat pengajian kampung),
disamping orang-orang tua selaku pemuka masyarakat setempat, merekalah yang
berprilaku sebagai kepalaadat dan berperan menjadi penengah atau jurudamai
dalam menyelesaikan perselisihan adat setempat. Orang aceh tidak biasa dalam
pertemuan warga masyarakat menanyakan hubungan kekerabatan, mengusut-usut
pertalian daerah atau pertalian perkawinan seperti orang batak meminta cerai
dikarenakan dimadu, suami mempunyai isteri lain. Sedangkan mengapa suami
menceraikan isterinya karena alasan biologis, kebanyakan karena isteri melakukan
perbuatan serong atau tidak punya keturunan. Alasan-alasan yang menjadi sebab
perceraian karena ada pihak lain yang campur tangan, dari pihak isteri mengapa
meminta cerai karena campur tangan orang tua, sedangkan mengapa suami
menceraikan istrinya karena isteri dibujuk rayu orang lain.Menurut adat jika isteri
dicerai suami maka sebaliknya sebelum suami meninggalkan rumah isteri, ia
memperbaiki kerusakan-kerusakan rumah, misalnya memperbaiki atap dinding
lantai tangga rumah, pagar pekarangan, dinding (keupalang) sumur dan diberinya
pula pakaian untuk istrinya. Selama masa idah suami mengirimkan nafkah pada
isterinya, jika ada anak-anak, maka semua anak tinggal pada isterinya, dan
kewajiban suami memberi nafkah untuk anaknya dan sewaktu-waktu suami datang
menjenguk anak-anaknya. Apabila istri tidak mengurus anak-anaknya dengan baik
maka suami dapat mengambil anak-anaknya itu, jika terjadi perselisihan mengenai
anak-anak, maka penelesaiannya dilakukan dihadapan Keuchiq dan Teungku
Meunasah dengan rukun dan damai, biasanya anak yang masih menyusu tetap
dipelihara ibunya dengan bantuan biaya suaminya sedangakan yang sudahagak
besar dapat ikut suami, dan apabila sudah besar boleh memilih ikut ayah atau
ibunya.Jika terjadi perceraian maka areuta peunulang tetap tinggal pada isteri
menjadi areutatuha untuk diberikan dan dibagikan kepada anak-anaknya
dikemudian hari. Sedangkan mengenai areuta sihareukat dapat dibagi berimbang
banyaknya antara suami dan istri atau sepertiga bagian bagi istri dan dua pertiga
bagian bagi suami sebaliknya menurut keadaan setempat dan sejauh mana istri ikut
berperan dalam pengumpulan harta pencarian itu. Dengan demikian dalam
keluarga Aceh yang hidup rukun sampai umur tua, ada kemungkinan mempunyai
tiga macam harta yang akan menjadi harta warisan bagi para waris dari pewaris
yang wafat, yaitu areuta tuha, areuta peunulang dan areuta sihareukat. Areuta Tuha
adalah harta yang menjadi milik suami istri (ayah-ibu) masing-masing yang berasal
dari hibah,wasiat atau warisan orang tua masing-masing. Areta Peunulang adalah
harta yang dimiliki istri (ibu) berasal dari pemberian orang tua atau mertua ketika
berpisah hidup berumah tangga sendiri (dipeungkleh).Menurut hasil penelitian
Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Syiah Kuala tahun
1980/1981 di daerah tingkat II Aceh Besar, apabila pewaris wafat, maka yang
berhak menjadi waris adalah semua anak pria dan wanita, semua cucu dari anak
laki-laki, ayah dan ibu kakek dan nenek, sudara laki-laki, paman, anak-anak
paman, janda dan atau duda yang masih hidup. Jika pewaris tersebut semuanya ada
maka yang diutamakan mendapat bagian warisan adalah ayah dan ibu mendapat
1/6 bagian, janda 1/8 bagian, duda ¼bagian, kemudian anak laki-laki dan
perempuan dengan perbandingan anak laki-laki mendapat satu bagian, sedangkan
anak perempuan setengah bagian.Pelaksanaan pembagian warisan (peurae atau
weuk-pusaka) dilakukan denganberpedoman pada hukum islam dan
memperhatikan hukum adat, artinya tidak mutlak berpegang pada hukum Islam
melainkan juga diperhatikan adat yang tradisional yaitu kepentingan anak-anak
wanita yang diutamakan dari anak-anak laki-laki. Dalam praktek pelaksanaan
pembagian warisan dilakukan dalam tenggang waktu paling cepat tujuh hari, atau
44 hari atau 100 hari sejak wafatnya pewaris, maksud tenggang waktu tersebut
adalah untuk memberi kesempatan bagi para penagih utang atau pembayar yang
menyelesaikan utang piutang pada waris. Tenggang waktu tersebut juga tidak
mutlak, masih diperhatikan jika parawaris masih ada yang masih anak-anak. Jika
demikian pembagian warisan ditangguhkan pelaksanaannya sampai anak-anak
dewasa, dan warisan dikuasai dalam keadaan tidak terbagi-bagi di tangan ayah atau
ibu yang masih hidup.Menurut hasil penelitian Fakultas Hukum dan Pengetahuan
Masyarakat UniversitasSyiah Kuala tahun 1980/1981 di daerah tingkat II Aceh
Besar pelaksanaan hibah dapatberlaku tidak saja terhadap bangunan rumah atau
tanah kepada anak-anak wanita, tetapi jugamungkin perhiasan dan ternak yang
bukan saja diberikan bagi keperluan anak melainkan jugakeperluan orang lain.
Biasanya penghibahan itu dilakukan orang tua dihadapan keuchiq,Teungku
Meunasah dan orang-orang tua (Tuha Peuet) serta para ahli waris. Apabila
ketikahidupnya orang tua belum menghibahkan harta kepada anak-anaknya, maka
sebelum iameninggal ia dapa berwasiat (wasiet), meninggalkan pesan tentang harta
kekayaan yang akanditinggakannya, baik dengan lisan maupun dalam bentuk
tulisan, wasiat itu dikemukakannyadengan diketahui oleh Keuchiq, Teungku
Meunasah dan Tuha Peuet serta ahli waris. Jumlahharta yang diwasiatkan itu juga
tidak boleh lebih dari 1/3 bagian harta kekayaannya, baik wasiat untuk para ahli
waris maupun kepada orang-orang yang berjasa kepada pewaris atauuntuk maksud
tertentu. Jika wasiat melebihi 1/3 bagian dari harta peninggalan maka para
ahliwaris berhak menuntut pembatalannya.Anak-anak sebagai ahli waris dibedakan
yang pria dan yang wanita, yang pria akanmendapat dua bagian sedangkan anak
wanita sebagian, sedangkan anak yang lahir di luarperkawinan yang sah hanya
mewaris dari ibu biologisnya, dan anak tiri hanya mewaris dariorang tua yang
melahirkannya. Pewarisan itu tidak menimbulkan masalah jika warisnyatunggal,
jika ahli waris anak laki-laki tunggal maka semua harta peninggalan orang
tuanyadiwarisinya sendiri, ialah yang berkuasa mengaturnya, tetapi jika waris
tunggal anak wanita maka ia hanyamendapat seperduanya dan jika anak wanita ada
dua orang, maka merekaberhak atas 2/3 bagian dari harta warisan.
2. Sumatera Utara
A. Melayu
B. Batak
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebudayaan merupakan hasil kreasi manusia yang tidak dibentuk hanya dalam
waktu hitungan jari, baik itu jari tangan maupun kaki. Kebudayaan dibentuk dari
awal kehidupan manusia, sampai akhir kehidupan manusia. Oleh karena itu,
kebudayaan memang seharusnya dan selayaknya kita pertahankan dan lestarikan
keberadaannya. Disamping untuk menghormati segala yang telah diwariskan oleh
nenek moyang kita, kebudayaan merupakan hal yang amat berharga dan tidak
tergantikan.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
http://www.azamku.com/
https://www.academia.edu/4900995/Makalah_Antropologi_Budaya