Vektor

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 18

Vektor, Pemotongan dan Penggabungan DNA, dan Transformasi sel inang

Kloning dan juga ekspresi dari suatu fragmen DNA asing atau DNA penumpang atau
DNA sasaran dalam suatu vector harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1. Vektor DNA harus dimurnikan dan dipotong sehingga terbuka.
2. DNA sasaran harus disisipkan ke dalam molekul vector untuk menciptakan DNA
rekombinan.
3. Reaksi pemotongan dan penggabungan harus dipantau. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan elektroforesis gel.
4. DNA rekombinan harus ditransformasikan ke dalam E. coli atau sel inang lainnya.
Berikut akan dibahas lebih mendalam mengenai vektor, pemotongan dan penggabungan
DNA, dan transformasi sel inang.
1. Vektor
Teknik rekayasa DNA prokariot dan eukariot melibatkan pemotongan molekul
DNA menjadi dua fragmen untuk kemudian diisolasi segmen DNA spesifik dan
insersinya ke molekul DNA lain pada lokasi yang diinginkan. Hasil dari teknik ini
disebut DNA rekombinan dan teknik yang dilakukan disebut sebagai rekayasa genetika.
Dengan menggunakan teknik ini dapat diisolasi dan dikloning suatu salinan tunggal gen
atau segmen DNA menjadi salinan dengan jumlah yang tak terbatas dan semuanya
bersifat identik. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan karena adanya vector seperti
plasmid dan fag yang dapat bereplikasi dalam sel inang. Teknik ini disebut sebagai
cloning gen dan vector yang digunakan untuk tujuan ini disebut vector kloning. Dengan
teknik ini, menggunakan beragam vector cloning, gen dapat diisolasi, dikloning dan
dikarakterisasi sehingga teknik ini menyebabkan kemajuan signifikan dalam bidang
biologi molekuler.
Beragam vector juga telah dikembangkan yang tidak hanya memungkinkan untuk
perbanyakan salinan DNA, namun juga dapat dimanipulasi sehingga gen yang disisipkan
dapat diekspresi dalam sel inang. Vector yang digunakan dalam teknik ini disebut sebagai
vector ekspresi (Gupta PK 2008). Terdapat dua tipe vector yaitu tipe penyisipan dan tipe
substitusi.
Vektor merupakan molekul DNA yang dapat bereplikasi dalam organisme inang
yang sesuai dan merupakan molekul DNA dimana fragmen DNA asing dapat
diintroduksi. Kebanyakan vektor yang digunakan dalam biologi molekuler berupa
plasmid bakteri dan bakteriofag.
Vektor memiliki beberapa karakteristik berikut (Brandenberg O 2011).
a. Memiliki titik mula replikasi (origin of replication), yang memungkinkan vector
untuk bereplikasi sendiri tanpa tergantung pada genom inang.
b. Memiliki situs yang dapat dipotong oleh enzim restriksi dimana fragmen DNA asing
dapat diintroduksi disebut juga situs restriksi yang dapat berjumlah banyak sehingga
disebut multiple cloning site atau polylinker.
c. Mengandung marker untuk identifikasi sel inang yang mengandung vector dengan
DNA yang diinginkan. Marker seleksi yang umum digunakan adalah gen resistensi
antibiotik. Apabila sel bakteri mengandung vector kemudian bakteri tersebut
ditumbuhkan dalam media yang mengandung antibiotic tersebut, maka sel bakteri
dapat tumbuh dengan baik, sebaliknya pertumbuhan bakteri yang tidak mengandung
plasmid akan dihambat.
d. Vektor harus dapat dengan mudah diintroduksikan ke organisme inang dimana vector
tersebut akan bereplikasi dan menghasilkan salinan vektor dan DNA asing.
e. Vektor harus dapat diisolasi kembali dengan mudah dari sel inang.

Gambar. Peta plasmid pUC18. (a) peta fisik dengan posisi origin of replication (ori) dan gen
resistensi ampisilin (Apr). Gen lacI (repressor lac), multiple cloning site (MCS) atau polilinker dan
gen lacZ’. (b) daerah polilinker. Daerah ini memiliki banyak situs restriksi pada posisi downstream
dari promoter lac (Plac) (Nicholl DST 2008).
Vektor dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan tujuannya yaitu vektor cloning
dan vector ekspresi. Vektor cloning digunakan untuk memperbanyak suatu fragmen DNA
tertentu dalam sel inang sedangkan vector ekspresi digunakan untuk mengekspresikan
suatu gen tertentu di dalam sel inang.
a. Vektor kloning
Salah satu manfaat yang paling penting dari teknologi DNA rekombinan adalah
cloning segmen DNA atau cDNA secara acak dari genom dan cloning gen spesifik yang
dapat diisolasi dari genom atau disintesis dari mRNA dalam bentuk cDNA. Teknik
cloning DNA hanya dapat dilakukan dengan bantuan molekul DNA lain yang disebut
vector kloning. Vector kloning dapat berupa plasmid, bakteriofag, cosmid atau fagamid,
transposon, virus atau kromosom artifisial (Gupta PK 2008).
Dalam pemilihan vektor cloning dalam eksperimen, peneliti sering dihadapkan
pada sejumlah besar pilihan. Penerapan sejumlah kecil kriteria dapat membantu untuk
memilih vector yang sesuai. Banyak plasmid yang mengandung fitur yang sesuai dengan
yang diinginkan. Kriteria pemilihan vector cloning adalah sebagai berikut (Casali N &
Preston A 2003).

1) Ukuran DNA yang akan disisipkan


Untuk kegunaan eksperimen yang menginginkan segmen DNA khusus untuk
dikloning, satu pertimbangan yang perlu diperhaikan adalah ukuran DNA yang akan
diintroduksikan. Kebanyakan plasmid cloning dapat membawa DNA asing dengan
ukuran hingga sekitar 15 kb. Ukuran DNA asing yang besar dapat menghambat proses
replikasi plasmid dan dapat menurunkan stabilitas DNA asing. Beberapa jenis vector
dapat digunakan untuk fragmen DNA asing yang besar yaitu Cosmid, vector Lambda dan
Bacterial artificial chromosomes. Vector ini biasanya digunakan untuk membuat klon
perpustakaan yang seringnya mengandung bagian dari keseluruhan suatu genom. Klon
perpustakaan kemudian diseleksi untuk identifikasi klon tertentu yang membawa DNA
yang diinginkan.
2) Jumlah salinan
Vector cloning berbeda dapat dipertahankan pada jumlah salinan yang berbeda,
tergantung pada replicon plasmid. Pada kebanyakan kasus dimana suatu segmen DNA
harus diklon dalam jumlah yang banyak sehingga dapat menggunakan vector yang dapat
menghasilkan salinan dalam jumlah besar. Pada kasus lainnya, jumlah salinan DNA yang
banyak dapat menyebabkan masalah dalam proses cloning DNA. Sebagai contoh, DNA
yang dikloning mungkin mengkodekan protein yang bersifat toksik terhadap sel ketika
protein tersebut berada pada jumlah yang tinggi. Pada kasus ini maka perlu digunakan
vector plasmid dengan jumlah salinan yang rendah sehingga dapat mengurangi dosis gen
dibawah tingkat dosis yang dapat menyebabkan toksisitas pada sel.

3) Inkompatibilitas
Adanya inkompatibilitas menggambarkan bahwa plasmid yang berbeda
terkadanag tidak dapat berada bersama dalam sel yang sama. Hal ini terjadi apabila dua
plasmid yang berbeda memiliki fungsi yang serupa yang dibutuhkan untuk replikasi.
Kompetisi langsung untuk fungsi ini sering menyebabkan hilangnya salah satu plasmid
dari sel selama pertumbuhan kultur sel. Inkompatibilitas dapat menjadi masalah hanya
jika suatu eksperimen membutuhkan dua plasmid berbeda berada pada sel yang sama.

4) Marker seleksi
Introduksi plasmid ke dalam sel E. coli merupakan proses yang tidak efisien. Oleh
karena itu, dibutuhkan sebuah metode untuk seleksi sel yang telah menerima plasmid.
Lebih jauh lagi, sel yang tidak mengandung plasmid biasanya dapat tumbuh dengan laju
lebih cepat dari sel yang mengandung plasmid. Sehingga dibutuhkan gen marker untuk
menyeleksi sel yang mengandung plasmid yang diintroduksikan. Hampir semua plasmid
konvensional menggunakan gen resistensi antibiotic sebagai marker seleksi. Resistensi
antibiotic yang paling umum digunakan pada vector adalah resistensi terhadap ampisilin,
kanamisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.

b. Vektor ekspresi
Vector cloning yang dibahas sebelumnya hanya bertujuan untuk menggandakan
jumlah salinan segmen DNA untuk penggunaan eksperimen rekayasa genetika atau studi
ilmu dasar. Dengan tujuan tersebut, gen yang dikloning dalam vector ini tidak perlu
diekspresikan baik pada tingkat transkripsi untuk menghasilkan mRNA maupun pada
tingkat translasi untuk menghasilkan protein. Namun, ketika gen yang dikloning
digunakan untuk transformasi untuk menghasilkan bakteri, hewan atau tanaman
transgenic, maka gen yang dikloning harus diekspresikan. Terkadang, ekspresi gen pada
tingkat yang tinggi dibutuhkan jika produk dari gen yang dikloning merupakan produk
komersial. Tujuan ini dapat dicapai melalui penggunaan promoter dan kaset ekspresi.
Kaset ekspresi adalah kombinasi sekuens DNA yang memungkinkan ekspresi gen yang
dikloning (Gupta PK 2008).
Penjelasan lebih lanjut mengenai promoter dan kaset ekspresi dipaparkan sebagai
berikut.
1) Promoter
Promoter dari sumber selain tanaman dapat melakukan ekspresi dengan laju yang
rendah pada sel tanaman, kecuali promoter dari T-DNA. Hal ini juga terjadi pada
promoter dari sumber selain hewan yang melakukan ekspresi pada laju rendah pada sel
hewan. Oleh karena itu, untuk memperoleh ekspresi yang benar, gen yang ditransfer ke
tanaman harus dihubungkan dengan promoter spesifik tanaman dan juga gen yang akan
ditransfer ke sel hewan harus dihubungkan dengan promoter spesifik hewan. Salah satu
contoh promoter yang digunakan pada tanaman adalah promoter nopaline sintase (nos)
yang terdapat pada T-DNA. Promoter ini memiliki panjang 200 bp dan mengandung
beberapa bentuk sekuens DNA yang mengarahkan ekspresi gen yang terhubung
dengannya. Bagian hulu dari -97 hingga 130, ketika diduplikasi, meningkatkan ekspresi
hingga tiga kali lipat. Hal ini mencerminkan bahwa bagian ini mungkin merupakan
sebuah enhancer (Gupta PK 2008).

2) Kaset ekspresi
Secara bahasa, kaset berarti sebuah perangkat yang berisi film misalnya kaset tape
untuk dimasukkan dalam perekam tape. Dalam hal ini, kaset ekspresi memiliki makna
sebagai konstruksi gen yang memungkinkan penyisipan gen asing dibelakang promoter
spesifik. Plasmid pRT merupakan salah satu contoh dari kaset ekspresi yang merupakan
turunan dari pUC18/19. Plasmid ini mengandung seri vector (misalnya pRT100, pRT101,
pRT102, pRT103, pRT104), yang berbeda dalam sekuens poli linker, setiap vector diapit
oleh promoter CaMV pada satu ujung dan sekuens untuk penambahan poli-A pada ujung
lainnya. Beragam gen marker (misalnya cat, nptII, gus dll.) telah disisipkan ke dalam
kaset ini dan ekspresinya telah dipelajari baik dalam protoplas maupun dalam jaringan
transgenic yang stabil (Gupta PK 2008).

Gambar. Kaset ekspresi pada sel tanaman (Gupta PK 2008).

2. Pemotongan dan penggabungan DNA


a. Pemotongan DNA
Enzim restriksi merupakan perangkat yang diperlukan untuk memotong fragmen
DNA. Sebagian besar endonuclease restriksi tipe II dapat mengenali dan memutus DNA
dalam urutan tertentu dari tetra-, penta-, heksa-, atau hepta-nukleotida yang memiliki
sumbu simetri rotasional atau disebut juga sekuens palindrom yang analog dengan kata-
kata yang dapat terbaca sama, baik dari depan maupun dari belakang.
5’-G A A | T T C-
3’-C T T | A A G-
Namun, istilah palindrom juga diterapkan untuk urutan yang bersifat palindrom
dalam satu untai, yang tidak memiliki suatu sumbu simetri rotasional.
5’-A G C C G A-
3’-T C G G C T-
Spesifisitas enzim ini memungkinkan seleksi fragmen DNA tertentu dan karena
lebih dari seratus enzim restriksi yang berbeda telah diketahui, varietasnya yang luas
memberikan banyak pilihan situs restriksi yang dapat digunakan. Salah satu enzim
restriksi yang sangat berguna adalah enzim EcoRI. Enzim ini tidak memotong bagian
tengah dari sekuens pengenalan palindromik dan menghasilkan dua fragmen dengan
ujung tumpul namun memotong bagian sekuens pengenalan palindromik dan
menghasilkan dua fragmen DNA dengan ujung lengket (sticky ends) yang terdiri dari
empat basa. Ujung lengket ini sangat berguna dalam rekombinasi DNA karena dapat
melakukan penempelan kembali (reannealing) pada temperature rendah.

Gambar. Pemotongan situs pengenalan enzim restriksi menghasilkan ujung lengket.

Hal ini memungkinkan penggabungan secara efisien antara dua fragmen DNA
pada saat tahap ligasi. Sekitar setengah dari enzim restriksi sekarang diketahui dapat
menghasilkan ujung lengket. Pada beberapa kasus, fragmen DNA bahkan dapat disusun
sehingga memiliki dua tipe ujung lengket yang berbeda dengan tujuan supaya insersinya
ke DNA lain dapat dilakukan dengan orientasi yang diinginkan.

Gambar. Situs pengenalan dan pemotongan dari beberapa enzim restriksi. Apa I menghasilkan dua
fragmen dengan ujung lengket (sticky ends). Hae III dan Dpn I menghasilkan dua fragmen dengan ujung
tumpul (blunt ends).
Terdapat tiga tipe enzim restriksi yaitu endonuclease restriksi tipe I, II, dan III.
Enzim restriksi tipe I mengenali urutan nukleotida khusus, namun tidak cukup berguna
untuk rekayasa genetika karena situs restriksinya tidak spesifik. Enzim restriksi tipe II
dapat mengenali urutan nukleotida tertentu dan memutus untai DNA dalam urutan
pengenalan atau di dekat urutan pengenalan sehingga menghasilkan fragmen DNA
dengan panjang dan urutan tertentu. Enzim ini paling sering digunakan dalam rekayasa
genetika.
Selain digesti DNA dengan endonuclease restriksi untuk menghasilkan fragmen-
fragmen tertentu, terdapat berbagai macam perlakuan lain yang dapat memutus untai
DNA pada urutan yang tidak spesifik yaitu dengan menggunakan pengguntingan
mekanis. Untai panjang DNA dapat diputus dengan mudah dengan pengguntingan dalam
larutan. Sonikasi yang intens dengan gelombang suara ultrasonik dapat menghasilkan
fragmen-fragmen DNA dengan ukuran sekitar 300 bp. Teknik lain adalah dengan
menggunakan blender. DNA dengan berat molekul tinggi dapat dipotong-potong dengan
pengadukkan dalam blender dengan kecepatan 1500 putaran/menit selama 30 menit.

b. Penggabungan DNA
Terdapat tiga metode untuk menggabungkan fragmen DNA secara in vitro.
Metode yang pertama memanfaatkan kemampuan DNA ligase untuk menggabungkan
secara kovalen ujung-ujung kohesif terbuka atau ujung lengket (sticky ends) yang
dihasilkan oleh enzim restriksi tertentu. Metode yang kedua bergantung pada kemampuan
ligase DNA dari E. coli yang terinfeksi virus T4 untuk mengkatalisis pembentukkan
ikatan fosfodiester antara fragmen-fragmen dengan ujung tumpul (blunt ends). Metode
yang ketiga memanfaatkan enzim deoksinukleotidil transferase terminal untuk
mensintesis untai tunggal 3’-homopolimer pada ujung-ujung fragmen.
1) Penggunaan DNA ligase
E. coli dan fag T4 mengkode suatu enzim ligase DNA yang menutup takik untai
tunggal di antara nukleotida yang berdekatan. Walaupun reaksi yang dikatalisis oleh
enzim dari E. coli dan E. coli yang terinfeksi T4 sangatlah mirip, namun terdapat
perbedaan dalam hal kebutuhan akan kofaktor. Enzim T4 membutuhkan ATP, sementara
enzim E. coli membutuhkan NAD+. Pada masing-masing enzim itu, kofaktor terpecah
dan membentuk suatu kompleks enzim-AMP. Kompleks itu berikatan dengan takik yang
memiliki gugus 5’-fosfat dan 3’-OH dan membentuk ikatan kovalen dengan ikatan
fosfodiester.
Dua syarat harus dipenuhi untuk menggabungkan dua fragmen DNA. Syarat yang
pertama adalah, molekul harus merupakan substrat yang utuh, yaitu memiliki gugus
hidroksil 3’ dan fosfat 5’. Syarat kedua adalah, gugus pada molekul yang akan
digabungkan harus diposisikan dengan benar antara satu molekul dan molekul lainnya.
Terdapat dua metode untuk menghasilkan posisi yang benar yaitu hibridisasi fragmen
yang memiliki ujung lengket (sticky ends) dan hibridisasi fragmen DNA dengan ujung
tumpul (blunt ends).
Temperatur optimum untuk DNA ligase adalah 37C, namun pada temperature ini
hibridisasi antara ujung-ujung lengket menjadi tidak stabil. Temperature untuk meligasi
ujung lengket merupakan kompromi antara laju aktivitas enzim dan hibridisasi ujung
lengket DNA. Melalui eksperimen telah ditemukan bahwa rentang temperaturnya adalah
4-15C. Hibridisasi fragmen DNA yang memiliki ujung lengket dapat memposisikan
fragmen dengan benar dengan lebih efektif. Banyak enzim restriksi misalnya EcoRI
menghasilkan ujung lengket empat basa yang dapat diligasi setelah ujung lengket dari
dua fragmen DNA mengalami hibridisasi. Ujung lengket biasanya hanya terdiri dari
empat basa sehingga dengan menurunkan temperature selama ligase hingga sekitar 12°C
dapat memfasilitasi proses hibridisasi dan ligasi.
Reaksi ligase dapat ditingkatkan efisiensinya dengan beberapa cara. Pertama,
menggunakan molekul DNA dengan konsentrasi yang tinggi. Kedua, dengan
memperlakukan plasmid vector DNA yang telah dilinearkan dengan alkalin fosfatase
untuk menghilangkan gugus fosfat 5’. Hal ini dapat mencegah terjadinya penggabungan
kembali plasmid atau pembentukkan dimer plasmid. Dengan hal ini, penggabungan
kembali ujung-ujung DNA plasmid hanya dapat terjadi dengan adanya penyisipan DNA
asing yang tidak diperlakukan dengan enzim alkalin fosfatase. DNA asing memberikan
satu ujung fosfat 5’pada DNA rekombinan yang terbentuk namun terdapat masih dua
takik karena tidak memiliki ujung fosfat 5’. Setelah DNA rekombinan memasuki sel
inang dengan transformasi, terjadi mekanisme seluler untuk menyambung takik tersebut.
2) Penambahan Linker dengan T4 DNA Ligase
Suatu modifikasi dari teknik penggabungan dengan DNA ligase adalah dengan
penggunaan DNA T4 ligase untuk menggabungkan ujung-ujung tumpul molekul DNA.
DNA ligase E. coli tidak dapat mengkatalisis ligasi ujung tumpul kecuali dalam kondisi
reaksi khusus yaitu dalam kepadatan molekul DNA yang sangat tinggi. Penggunaan
fragmen DNA dengan ujung tumpul membutuhkan konsentrasi fragmen yang tinggi
sehingga dapat meningkatkan kemungkinan dua fragmen dapat berada pada posisi yang
benar. Linker dapat pula digunakan untuk menghasilkan fragmen DNA linier yang
memiliki situs restriksi pada kedua ujungnya sehingga dapat mengkonversi ujung tumpul
menjadi ujung lengket pada fragmen DNA. Linker berbentuk pendek, molekul DNA yang
mengandung sekuens pengenalan untuk enzim restriksi yang menghasilkan ujung lengket
(sticky ends). Ligasi linker fragmen DNA menghasilkan efisiensi tinggi karena
konsentrasi molar yang tinggi dari linker dapat diperoleh dengan mudah. Penggabungan
lingker ke fragmen DNA menggunakan enzim T4 DNA ligase. Setelah linker
digabungkan ke segmen DNA, hasil pengabungannya kemudian didigesti dengan enzim
restriksi yang akan memotong linker dan menghasilkan ujung lengket. Dengan cara ini,
molekul DNA ujung tumpul atau rata (blunt end) dapat diubah menjadi molekul DNA
dengan ujung lengket yang dapat dengan mudah digabungkan ke molekul DNA lain.

Gambar. Penambahan linker dengan ligase dan konversinya menjadi ujung lengket (sticky ends) dengan
digesti enzim restriksi (Schleif R. 1993).

3) Penambahan ekor homopolimer dengan enzim deoksinukleotidil terminal transferase


Ujung tumpul dari molekul DNA yang dihasilkan oleh enzim restriksi dapat
menyebabkan masalah. Satu solusinya adalah mengkonversi molekul ujung tumpul
menjadi molekul ujung lengket dengan teknik penambahan ekor homopolimer oleh enzim
deoksinukleotidil terminal transferase. Enzim ini menambahkan nukleotida ke ujung 3’
DNA. Ekor poli-dA dapat ditambahkan ke satu fragmen sementara ekor poli-dT dapat
ditambahkan ke fragmen lainnya. Dua fragmen tersebut kemudian dapat berhibridisasi
bersama karena bersifat komplementer pada ujung lengketnya dan kemudian dapat
diligasi. Apabila ekornya cukup panjang, dua fragmen dapat diintroduksikan secara
langsung ke dalam sel, dimana celah antara dua fragmen tersebut dapat diisi dan
disambung oleh enzim seluler. Metode yang lain adalah dengan menggunakan teknik
polimerase chain reaction (PCR) untuk menghasilkan ujung fragmen DNA sesuai dengan
yang diinginkan.

Gambar. Penggabungan dua fragmen DNA dengan ekor homopolimer poli-dA dan poli-dT (Schleif R.
1993).

3. Transformasi sel inang


a. Transformasi E. coli
Setelah sekuens DNA yang diklon telah bergabung dengan vector yang sesuai,
hybrid tersebut harus ditransformasikan ke dalam sel untuk amplifikasi. Kunci utama
dalam transformasi sel E. coli adalah pemaparan sel dengan ion kalsium atau rubidium
untuk membuatnya menjadi kompeten sehingga dapat mengambil plasmid atau DNA dari
luar sel (Schleif R. 1993). Mandel dan Higa (1970) menemukan bahwa bila E.coli
diperlakukan dengan CaCl2, sel-sel nya dapat mengambil DNA dari bakteriofag lambda.
Cohen et. Al (1972) juga menunjukkan bahwa sel-sel E. coli yang dipaparkan dengan
CaCl2 dapat menerima DNA plasmid secara efektif. Banyak bakteri mengandung system
restriksi yang dapat mempengaruhi efisiensi transformasi. Walaupun belum diketahui
dengan pasti bagaimana fungsi keseluruhan system restriksi ini, namun telah diketahui
bahwa salah satu peran dari system restriksi adalah pengenalan dan pendegradasian DNA
asing. Oleh karena itu, biasanya digunakan mutan E. coli yang tidak mengandung
restriksi sebagai inang yang dapat ditransformasi. Banyak kelompok peneliti mengamati
factor-faktor yang mempengaruhi efisiensi transformasi. Ditemukan bahwa sel-sel E. coli
dan DNA plasmid melakukan interaksi secara produktif di dalam lingkungan ion kalsium
dan temperature rendah (0-5°C) dan kejutan panas setelahnya (37-45°C), tetapi tidak
selalu harus ada. Beberapa factor lain, terutama pemasukkan ion-ion logam selain
kalsium dapat pula meningkatkan efisiensi.
Suatu prosedur transformasi yang sangat sederhana yang memiliki keefisienan
sedang untuk digunakan pada E. coli melibatkan pelarutan kembali sel-sel fase log di
dalam 50 mM kalsium klorida sedingin es pada sekitar 1010 sel/mL dan tetap
menyimpannya dalam es selama sekitar 30 menit. DNA plasmid (0,1 mg) kemudian
ditambahkan ke alikuot kecil (0,2 ml) dari sel-sel yang sekarang telah menjadi kompeten
(yaitu mampu melakukan transformasi), dan inkubasi dalam es dilanjutkan kembali
selama 30 menit lagi, diikuti dengan perlakuan kejutan panas selama 2 menit pada suhu
42°C. Sel-sel ini biasanya dipindahkan ke medium nutrient dan diinkubasikan selama
waktu tertentu (30 menit hingga 1 jam) untuk memberi kesempatan agar sifat-sifat
fenotipe yang diberikan oleh plasmid dapa diekspresikan misalnya resistensi antibiotic
yang umumnya digunakan sebagai penanda yang dapat diseleksi untuk sel-sel yang
mengandung plasmid. Kemudian sel-sel ini dikultur dalam medium selektif. CaCl2 dapat
mempengaruhi dinding sel dan mungkin juga bertanggungjawab untuk mengikatkan
DNA ke permukaan sel. Pengambilan DNA yang sebenarnya dirangsang oleh kejutan
panas yang singkat. DNA yang besar kurang efisien bertransformasi dibandingkan
dengan DNA yang kecil per molarnya.

b. Transformasi organisme lain


Walaupun E. coli seringkali merupakan satu-satunya organisme pilihan untuk
dijadikan inang dalam eksperimen pengklonaan, terdapat inang-inang lain yang dapat
bertransformasi. Dalam hal bakteri gram positif, dua kelompok organisme yang paling
penting adalah Bacillus spp. dan actinomycetes. Telah lama diketahui bahwa B. subtilis
secara alami dapat melakukan transformasi sehingga genetika sel bakteri ini telah banyak
dipelajari. Kemampuan ini menjadikan bakteri ini digunakan sebagai inang pengklonaan
atau pengekspresian alternative. Inang lain yang dapat bertransformasi adalah
actinomycetes yang dapat ditingkatkan efisiensi transformasinya dengan cara
membungkus DNA di dalam liposom, kemudian memfusikannya dengan membrane sel
inang. Khamir dapat dijadikan sel kompeten dengan memaparkannya dengan ion lithium.
Beberapa jenis sel mamalia, sel L tikus misalnya, dapat ditransfeksi dengan cara
menetesinya dengan campuran DNA dan Kristal kalsium fosfat. Injeksi manual sejumlah
kecil DNA ke dalam sel secara langsung juga telah berhasil dilakukan dan dengan
metode ini tidak lagi dibutuhkan marker seleksi. Metode lain yang digunakan untuk
memasukkan DNA ke dalam sel adalah dengan cara elektroporasi. Sel yang akan
ditransformasi dipaparkan pada medan listrik yang kuat namun dalam waktu yang
singkat. Hal ini akan menciptakan lubang kecil pada membrane dan dalam waktu singkat
molekul DNA yang ada didalam larutan di luar sel dapat memasuki sel.
Sel khamir, tanaman dan bakteri juga dapat ditransformasi dengan efisien dengan
menggunakan liposom. Suatu system transformasi sederhana yang telah dikembangkan
dengan menggunakan liposom yang diambil dari lipid kationat. Dihasilkan vesikula kecil
berlamela tunggal (bilayer tunggal). DNA dalam larutan secara spontan dan efisien
membentuk kompleks dengan liposom ini. Liposom yang bermuatan positif tidak hanya
membentuk kompleks dengan DNA, namun juga berikatan dengan sel-sel inang yang
dikultur dan mentransformasikannya, mungkin emlalui fusi dengan membrane plasma.
Teknik ini disebut dengan lipofeksi.

4. Vektor plasmid Ti Agrobacterium


Vektor plasmid Agrobacterium yaitu plasmid Ti dan Ri digunakan untuk rekayasa
genetika pada tanaman tingkat tinggi. Plasmid Ti dari Agrobacterium tumefaciens atau
plasmid Ri dari A. rhizogenes merupakan dua jenis vector yang paling diketahui dengan
baik. T-DNA dari plasmid Ti atau Ri Agrobacterium dianggap merupakan vector yang
sangat potensial untuk eksperimen kloning pada tanaman tingkat tinggi. Eksperimen ini
melibatkan langkah-langkah sebagai berikut: (i) DNA asing pertama-tama harus
diintegrasikan ke T-DNA dari plasmid Ti atau Ri; (ii) T-DNA hybrid ditransfer ke genom
sel tanaman dengan infeksi Agrobacterium (Gupta PK 2008).
Gambar. Struktur plasmid Ti fungsional (Gupta PK 2008).

Plasmid Ti merupakan suatu vector alami untuk rekayasa genetika sel tumbuhan
karena plasmid tersebut dapat mentransfer T-DNA nya dari bakteri ke genom tumbuhan.
Namun, plasmid Ti tipe liar (wild type) tidak sesuai sebagai vector gen untuk rekayasa
genetika karena menyebabkan pertumbuhan yang tidak teratur dari sel-sl tumbuhan yang
disebabkan oleh efek onkogen dari T-DNA. Untuk menggunakan plasmid Ti dalam
rekayasa genetika maka perlu melakukan pelucutan (disarm) terhadap T-DNAnya dengan
cara membuatnya menjadi nononkogenik. Cara yang paling efektif adalah dengan
melepaskan semua onkogennya. Sebagai contoh, urutan-urutan pBR322 disubstitusikan
ke hampir semua sekuens T-DNA dari pTiC58, dengan hanya menyisakan daerah batas
kiri (left border) dan batas kanan (right border) serta gen nos sehingga menghasilkan
plasmid pGV3850. Agrobacterium yang membawa plasmid ini mentransfer T-DNA yang
telah dimodifikasi ke sel tumbuhan. Sebagaimana yang diharapkan, tidak ada sel-sel
tumor yang dihasilkan.
Beragam vektor transformasi tanaman yang memanfaatkan proses pembentukkan
tumor telah dikembangkan. DNA yang akan ditransfer ke sel tanaman diapit diantara
border T-DNA berukuran 25 bp. Terdapat dua jenis vector yang digunakan dalam bakteri
Agrobacterium, yaitu vector kointegratif dan vector biner. Vector kointegratif merupakan
turunan dari plasmid Ti dimana sebagian besar T-DNA nya diantara ulangan border telah
digantikan oleh sekuens DNA yang ingin di transfer ke tanaman. DNA yang akan
ditransfer ke sel tanaman, diklon dalam vector intermediet, yang mengandung marker
seleksi dan sekuens yang homolog dengan sekuens yang ada diantara pengulangan border
dari vektor kointegratif. Vektor intermediet yang mengandung DNA yang diinginkan
ditransformasikan ke bakteri Agrobacterium yang membawa vector kointegratif dengan
cara konjugasi. Vector intermediet tidak memiliki titik mula replikasi (origin of
replication) sehingga tidak dapat direplikasi dalam Agrobacterium. Marker seleksi yang
ada pada vector intermediet dapat menunjukkan bakteri Agrobacterium dimana
rekombinasi yang homolog dengan vector kointegratif telah dihasilkan dan DNA yang
diinginkan telah terintegrasi diantara pengulangan border T-DNA.
Vektor biner merupakan plasmid yang mengandung titik mula replikasi (origin of
replication) yang dapat aktif dalam sel E.coli dan A. tumefaciens dan juga memiliki
marker seleksi yang dapat berfungsi dalam kedua jenis bekteri tersebut. Vector biner
mengandung border 25 bp yang mengapit DNA yang akan ditransfer ke genom tanaman
dan juga mengandung marker yang memungkinkan seleksi jaringan tanaman yang telah
bersifat transgenik.
Gambar. Introduksi vector transformasi tanaman ke Agrobacterium. (a) vector kointegratif, (b) vector biner
(Gupta PK 2008).

Vector biner dapat diintroduksikan dengan konjugasi maupun transformasi atau


elektroporasi ke sel A. tumefaciens yang membawa plasmid yang mengandung vir region
fungsional. Vektor kointegratif memiliki kelebihan yaitu bersifat sangat stabil dalam
Agrobacterium, sedangkan vektor biner memiliki kelebihan yaitu lebih mudah digunakan
(Walden R et al. 1990). Vektor biner lebih cocok digunakan untuk transfer DNA karena
ukurannya lebih kecil dari vector plasmid tipe liar dan kointegratif. Telah diketahui
bahwa daerah T berbeda dengan daerah vir yang bertanggungjawab dalam transfer dan
integrasi T-DNA ke dalam genom tumbuhan.
Oleh karena itu T-DNA yang telah dilucuti dan direkayasa dengan disisipi DNA
asing dapat dipisahkan dari daerah vir dalam plasmid yang berbeda. Ini adalah prinsip
dari vector biner. T-DNA yang telah disisipi DNA asing dibentuk pada sebuah plasmid
kecil yang dapat bereplikasi pada E. coli. Plasmid ini disebut mini-Ti atau mikro –Ti
selanjutnya dapat ditransfer secara konjugatif pada suatu perkawinan tiga induk ke dalam
A. tumefaciens yang telah mengandung sebuah plasmid pembawa gen-gen virulen. Pada
perkawinan ini, tiga galur bakteri dicampur bersama. Galur-galur bakteri ini adalah : (a)
E. coli ysng membawa plasmid penolong yang dapat berkonjugasi, (b) galur E. coli yang
membawa plasmid kecil yang telah disisipi T-DNA rekombinan, dan (c) A. tumefaciens.
Selama proses inkubasi, plasmid penolong melakukan transfer ke galur E. coli yang
membawa plasmid rekombinan yang selanjutnya ditransfer ke Agrobacterium.
Vektor biner biasanya digunakan untuk tujuan transfer gen pada tanaman tingkat
tinggi. Vektor biner yang biasa digunakan adalah plasmid pPCV (plant cloning vector).
Plasmid ini dapat bereplikasi dala sel E. coli maupun Agrobacterium, sehingga vector
dapat bertahan lama dan dapat ditransfer diantara dua sel.
Referensi

Brandenberg O, Zephaniah D, Alessandra S, Kakoli G, & Andrea S. 2011. Introduction to


Molecular Biology and Genetic Engineering. Food and Agriculture Organization of the
United Nations Rome.

Casali N & Preston A. 2003. E. coli Plasmid Vectors: Methods and Applications. Humana Press:
New York City.

Gupta PK. 2008. Molecular Biology and Genetic Engineering. Rastogi publication : New Delhi.

Nicholl DST. 2008. An Introduction to Genetic Engineering. Cambridge University Press:


Cambridge, New York, Melbourne, Madrid, Cape Town, Singapore.

Old RW & SB Primrose. 1989. Principles of gene Manipulation 4th edition. Blackwell Scientific
Publications: London.

Schleif R. 1993. Genetics and Molecular Biology. The Johns Hopkins University Press :
Baltimore and London.

Walden R, Koncz C & Jeff S. 1990. The Use of Gene Vectors in Plant Molecular Biology.
Methods in Molecular and Cellular Biology. Vol 1. No.516: 175-194.

You might also like