Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh

kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak,

dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun

absolut. Pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung

insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin).1

Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini

dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan,

gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus jika tidak ditangani dengan baik akan

mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti, mata, ginjal,

jantung, pembuluh darah kaki, syaraf, dan lain-lain.

Diabetes melitus merupakan penyebab kematian ke dua belas di dunia(2).

Penyakit diabetes melitus dapat mengenai semua organ tubuh seperti otak (stroke),

ginjal (gagal ginjal), jantung, mata dan kaki (amstrong dan Lawrence). Salah satu

komplikasi menahun dari diabetes melitus adalah ulkus diabetikum. Prevalensi

penderita ulkus diabetikum di AS sebesar 15-20% dan angka mortalitas sebesar 17,6%

bagi penderita diiabetes melitus dan merupakan sebab utama perawatan penderita

diabetes melitus dirumah sakit(1). Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus

merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat komplikasi

mikrovaskuler dan makrovaskuler oleh karena diabetes melitus(4).

Komplikasi ulkus diabetikum menjadi alasan tersering rawat inap pasien

diabetes melitus berjumlah 25% dari seluruh rujukan diabetes melitus di amerika serikat

dan inggris(1). Menurut Institut National Diabetes dan Penyakit Pencernaan dan Ginjal,

16.000.000 penduduk Amerika diperkirakan diketahui menderita diabetes, dan jutaan


lainnya yang dianggap beresiko terkena penyakit itu. Di antara pasien dengan diabetes,

15% menjadi ulkus kaki, dan 12-24% dari individu dengan ulkus kaki memerlukan

amputasi(1). Setiap tahun sekitar 5% dari penderita diabetes dapat menjadi ulkus

diabetikum dan 1% memerlukan amputasi. Bahkan tingkat kekambuhan dalam populasi

pasien adalah 66% dan laju amputasi naik sampai 12%. Setengah dari semua amputasi

non traumatic adalah akibat komplikasi ulkus diabetikum(5).


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Ulkus Diabetikum adalah luka pada kaki yang merah kehitam – hitaman dan

berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh sedang atau besar di

tungkai (Askandar,2001).Sedangkan menurut Kamus Kedokteran Dorland, ulkus

diabetikum adalah kerusakan lokal atau ekskavasi pada permukaan suatu organ

atau jaringan yang ditimbulkan akibat terkelupasnya jaringan nekrotik radang yang

terjadi pada penderita diabetes mellitus biasanya di ekstremitas bawah seperti pada

ganggren diabetikum.

B. EPIDEMIOLOGI

Ulkus diabetikum pada extremitas bawah sering ditemui sebagai komplikasi

pasien dengan diabetes. Pada tahun 2000 diperkirakan terdapat 131 juta manusia

dengan diabetes di dunia, dan diperkirakan meningkat sampai 366 juta pada tahun

2030 (Wild, 2005). Jumlah penderita DM di Amerika Serikat akan meningkat 2

kali lipat dari 23,7 juta menjadi 44,1 juta antara tahun 2009-2034. Penelitian

sebelumnya menyatakan bahwa pasien diabetes mempunyai 25% resiko terkena

ulkus pedis. Angka insidensi pasien diabetes dengan ulkus pedis adalah 3% dan

pencapaian sebanyak 10% di Amerika dan Inggris. Bila terdapat ulkus, dapat

terjadi peningkatan resiko luka yang bertambah buruk hingga amputasi, dimana

ulkus diabetikum menjadi amputasi pada sekitar 85% kasus. Sekitar 40% amputasi

pada pasien diabetes dapat dicegah dengan penerapan penanganan luka yang baik

(Reiber, 2004).
C. ETIOLOGI

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi

menjadi faktor endogen dan eksogen,

 Faktor endogen :

 Genetik, metabolik

 Angiopati diabetik

 Neuropati diabetik

 Faktor ekstrogen:

 Trauma

 Infeksi bakteri, berikut adalah contoh beberapa infeksi bakteri,

Gambar 1 : Distribusi bakteri pada Ulkus Diabetik


D. PATOFISIOLOGI

Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang diabetes melitus

adalah ulkus kaki diabetes. Ulkus diabetes merupakan akibat dari aksi simultan dari

berbagai penyebab. Penyebab paling utama yang biasa ditemukan adalah neuropati

perifer dan iskemia dari penyakit vaskular perifer. (Bowering, 2001)

Lebih dari 60% pasien ulkus diabetikum mempunyai neuropati (Bowering,

2001). Pada penderita diabetes melitus apabila kadar glukosa darah tidak terkendali

akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan

saraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan

akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek

otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila penderita

diabetes melitus tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan meneybabkan lesi

dan menjadi ulkus kaki diabetes (Waspadji, 2006).

Mekanisme aksi yang paling sering adalah jalur polyol (Feldman, 2004).

Pada neuropati hiperglikemi menyebabkan peningkatan aksi enzim aldose

reductase dan sorbitol dehydrogenase. Hal ini menyebabkan konversi glukosa

intraselular menjadi sorbitol dan frukotosa. Akumulasi produk gula ini

menyebabkan penurunan sintesis sel saraf myoinositol, yang dibutuhkan untuk

konduksi neuron. Konversi glukosa menyebabkan deplesi dari nicotinamide

adenine dinucleotide phosphate yang dibutuhkan untuk detoksifikasi oksigen

reaktif dan untuk sintesis nitric oksida. Peningkatan stress oksidatif pada sel saraf

dan peningkatan vasokonstriksi menyebabkan iskemia, yang menyebabkan rusak

dan kematian sel saraf. Hiperglikemia dan okidatif stress berkontribusi

menyebabkan glikasi abnormal protein sel saraf dan aktivasi protein kinase C, yang

menyebabkan rusak berkelanjutannya sel saraf dan iskemia (Feldman, 2004).


Neuropati pada pasien diabetes melitus muncul pada komponen saraf motor,

autonomi, dan sensori (Bowering, 2001). Kerusakan inervasi otot intrinsik

menyebabkan ketidakseimbangan antara fleksi dan ekstensi kaki terkait, yang

menyebabkan deformitas kaki yang berkelanjutan menjadi penonjolan tulang yang

abnormal sehingga akhirnya kulit rusak dan ulserasi.

Neuropati autonomi menyebabkan gangguan sekresi minyak dan keringat

secara fungsional sehingga kulit kering dan lebih mudah mengalami perlukaan dan

infeksi.Kehilangan sensasi sebagai bagian dari neuropati perifer menyebabkan

perkembangan ulserasi.Bila trauma mengenai daerah tersebut, pasien tidak

menyadari sehingga perlukaan dan ulkus semakin besar (Bowering, 2001).

Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan

darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan

adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan

menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri

dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.

Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya

dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi

dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian

dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot

kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa

tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian

jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada

penderita diabetes melitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah

perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan

bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus kaki diabetes
(Tambunan, 2006). Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkendali kadar gula

darahnya akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis

arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi

kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke

jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit

pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C

yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh

eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi

jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang

selanjutnya timbul ulkus kaki diabetes. Peningkatan kadar fibrinogen dan

bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah

merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya

trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.

Penderita diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasma

tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia

dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang

terjadinya aterosklerosis. Perubahan / inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan

terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL

(highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor

risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis

(Tambunan, 2006). Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan

menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.Kelainan

selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai

dari ujung kaki atau tungkai. Pada penderita diabetes mellitus apabila kadar glukosa

darah tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi


khemotoksis di lokasi radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan

bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk

dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus

kaki diabetes, 50% akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi

karena merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi

pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylococcus atau Streptococcus serta

kuman anaerob yaitu Clostridium Perfringens, Clostridium Novy, dan Clostridium

Septikum (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

E. KLASIFIKASI ULKUS DIABETIK

Klasifikasi Ulkus Diabetik menurut Wagner :

a. Derajat 0

Ditandai tanpa adanya ulserasi pada kulit dengan adanya satu atau lebih faktor

risiko untuk menjadi kaki diabetik. Kulit kering, tampak callus, terdapat

deformitas berupa claw toes, depresi caput metatarsal, depresi caput

longitudinalis dan penonjolan tulang karena arthropi charcot.

Gambar 2 : Gambaran kaki diabetik derajat 0 berdasarkan klasifikasi Wagner


b. Derajat 1

Terdapat ulkus superficial tanpa adanya infeksi disebut juga ulkus neuropatik.

Sering ditemukan padda daerah kaki yang mengalami tekanan berat beban, yaitu

ibu jari kaki dan plantar. Adanya lesi kulit terbuka (terbatas pada kulit) dengan

dasar bersih atau purulen.

Gambar 3 : Gambaran kaki diabetik derajat 1 berdasarkan klasifikasi Wagner

c. Derajat 2

Ulkus yang dalam disertai selulitis. Adanya ulkus yang dalam dengan dasar

ulkus meluas ke tendon, tulang atau sendi. Dasar ulkus dapat bersih atau

purulen, disertai infeksi yang minimal.

Gambar 4 : Gambaran kaki diabetik derajat 2 berdasarkan klasifikasi Wagner


d. Derajat 3

Abses yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat

osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang agresif yang

mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka tembus sampai ke dasar

tulang

Gambar 5 : Gambaran kaki diabetik derajat 3 berdasarkan klasifikasi Wagner

e. Derajat 4

adanya gangren pada satu jari atau lebih, gangren dapat pula terjadi pada

sebagian ujung kaki atau tumit. Penyebab utamanya adalah iskemik, oleh karena

itu disebut juga ulkus iskemik. Hal ini menyebabkan perfusi dan oksigenasi

tidak adekuat. yang apabila tidak ditangani akan menimbulkan peningkatan

kerusakan jaringan yang terus-menerus.

Gambar 6 : Gambaran kaki diabetik derajat 4 berdasarkan klasifikasi Wagner


f. Derajat 5

Ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan ganggren-ganggren diseluruh kaki

atau tungkai bawah

Gambar 7 : Gambaran kaki diabetik derajat 5 berdasarkan klasifikasi Wagner

Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan pengobatan atau pembedahan

dapat ditentukan sebagai berikut :

a. Derajat 0 : Perawatan lokal secara khusus tidak ada

b. Derajat I-IV : Pengelolaan medik dan tindakan bedah minor

c. Derajat V : Tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan tindakan

bedah mayor (amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut)

F. DIAGNOSIS ULKUS DIABETIK

Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti, diagnosis kaki diabetik

ditegakkan melalui riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa kaki diabetes melitus dapat

ditegakkan melalui beberapa tahap pemeriksaan sebagai berikut :


1) Riwayat kesehatan pasien dan keluarga,

Riwayat kesehatan pasien dan keluarga meliputi :

 Lama diabetes

 Managemen diabetes dan kepatuhan terhadap diet

 Olahraga dan obat-obatan

 Evaluasi dari jantung, ginjal dan mata

 Alergi

 Pola hidup

 Medikasi terakhir

 Kebiasaan merokok

 Minum alkohol

Selain itu, yang perlu diwawancara adalah tentang pemakaian alas kaki,

pernah terekspos dengan zat kimia, adanya kalus dan deformitas, gejala neuropati

dan gejala iskemi, riwayat luka atau ulkus. Pengkajian pernah adanya luka dan

ulkus meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan kedalaman, penampakan ulkus,

temperatur dan bau.

2) Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi meliputi kulit dan otot,

Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit, pecahpecah;

berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula; bentuk kuku;

adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari

tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot joint;

keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan kekuatan kaki.


b. Pemeriksaan Neuroligis

Peda pemeriksaan neurologis didapatkan penurunan sensitivitas pada kaki,

penurunan reflex pada kaki.

3) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien,

yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu,

glycohemoglobin (HbA1c), urinalisis, dan lain- lain.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien dengan ulkus DM adalah mengendalikan kadar

gula darah dan penanganan ulkus DM secara komprehensif(12).

1. Pengendalian Diabetes

a) Terapi non farmakologis:

Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah dengan

melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik.

Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat menyebabkan

terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satunya adalah

terjadinya gangren diabetik(3). Jika kadar glukosa darah dapat selalu

dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi

dapat dicegah, paling sedikit dihambat. Dalam mengelola diabetes melitus

langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis,

Perubahan gaya hidup, dengan melakukan pengaturan pola makan yang


dikenal sebagai terapi gizi medis dan meningkatkan aktivitas jasmani

berupaolah raga ringan(15).

Edukasi kepada keluarga juga sangat berpengaruh akan keadaan

pasien. Peran keluarga sendiri adalah mengkontrol asupan makanan, obat-

obat gula yang dikonsumsi setiap hari serta mencegah semaksimal

mungkin agar penderita tidak mengalami luka yang dapat memicu

timbulnya infeksi(4).

b) Terapi farmakologis

Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan

terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan

kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan. Terapi farmakologis

yang diberikan adalah pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin.

Terdapat enam golongan obat anti diabetes oral yaitu(15):

 Golongan sulfonilurea

 Glinid

 Tiazolidindion

 Penghambat Glukosidase α

 Biguanid

 Obat-obat kombinasi dari golongan-golangan diatas

2. Penanganan Ulkus Diabetikum

Penanganan pada ulkus diabetikum dilakukan secara komprehensif.

Penanganan luka merupakan salah satu terapi yang sangat penting dan dapat

berpengaruh besar akan kesembuhan luka dan pencegahan infeksi lebih lanjut.
Penanganan luka pada ulkus diabetikum dapat melalui beberapa cara yaitu:

menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar

selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan skin

graft.

a) Debridemen

Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus

ulkus diabetikum. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya

pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan

sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula

atau rongga yang memungkinkan kuman berkembang(4). Setelah dilakukan

debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau

pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Tujuan dilakukan

debridemen bedah adalah(5):

 Mengevakuasi bakteri kontaminasi

 Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat

penyembuhan

 Menghilangkan jaringan kalus

 Mengurangi risiko infeksi lokal

 Mengurangi beban tekanan (off loading)

b) Perawatan Luka

Perawatan luka modern menekankan metode moist wound

healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab(5,6). Lingkungan

luka yang seimbang kelembabannya memfasilitasi pertumbuhan sel dan

proliferasi kolagen didalam matriks non selular yg sehat. Luka akan

menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar


luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres,

terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan ini

merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat

penyembuhan lesi. Prinsipnya yaitu bagaimana menciptakan suasana

dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko

operasi.

c) Pengendalian Infeksi

Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada infeksi

berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Pada

beberapa penelitian menyebutkan bahwa bakteri yang dominan pada

infeksi ulkus diabetik diantaranya adalah s.aureus kemudian diikuti

dengan streotococcus, staphylococcus koagulase negative, Enterococcus,

corynebacterium dan pseudomonas. Pada ulkus diabetikum ringan atau

sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif.

Pada ulkus terinfeksi yang berat kuman lebih bersifat polimikrobial

(mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif

berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat

broadspektrum, diberikan secara injeksi.

d) Tindakan Amputasi

Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren,

jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat

bagian kaki yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari infeksi

kaki pada pasien DM adalah fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada
keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa amputasi.

Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang

mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab

yang didapat.(9)

Indikasi amputasi pada kaki diabetika :

 Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas

 Infeksi yang tidak bisa dikendalikan

 Ulkus resisten

 Osteomielitis

 Amputasi jari kaki yang tidak berhasil,

 Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil

 Trauma pada kaki

 Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati


DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. 2007. Preventive Care in People with


Diabetes. Diabetes Care. Vol 26:78-79.
2. Frykberg RG, Zgonis T, Armstrong DG, et al. 2006. Diabetic Foot Disorders: a
Clinical Practice Guideline. American College of Foot and Ankle
Surgeons. Journal Foot Ankle Surgical. Vol 39:1-66.
3. Frykberg R.G. 2002. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management,
American Family Physician.
4. Giurini JM dan Lyons TE. 2005. Diabetic Foot Complications: Diagnosis and
Management. Lower Extremity Wounds. Vol 4 (3):171–82.
5. Kruse dan Edelman S. 2006. Evaluation and Treatment of Diabetic Foot Ulcers.
Clinical Diabetes. Vol 24: 91-3.
6. Baal JG. 2004. Surgical Treatment of The Infected Diabetic Foot. Clinical
Infectious Disease. Vol 39 (Suppl 2): 123-128.
7. Martini, F. 2005. Fundamental of Anatomy and Physiology.
8. Price dan Sylvia.2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
9. Sjamsuhidayat R dan De Jong W. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
10. Sherwood, Laurale. 2006. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta :EGC.
11. WHO. Diabetes Mellitus. Http//www.who.int.inf.fs/en/fact 138.html
12. http://www.scribd.com/doc/28490321/Konsep-Dasar-Ulkus-Diabetes-Melitus-1-
Definisi.
13. Waspadi, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam ed. IV. Jakarta.
14. White C. 2007. Intermittent claudication. New Engl J Med. Vol 356:1241-
50.
15. http://emedicine.medscape.com/article/190115-treatment
16. Sastroasmoro, Sudigdo. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Edisi ke 3. Jakarta :
Sagung Seto.
17. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
18. http://health.allrefer.com/pictures-images/skin-graft.html
19. http://www.bedahugm.net/bedah/bedah-thorak-dan-kardiovaskuler/

You might also like