Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

SAP 9

BUMN DAN BUMD

9.1. Dasar Hukum dan Pengertian


a. Dasar Hukum dan Pengertian BUMN
Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau
seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat
pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau
jasa bagi masyarakat. Berdasarkan Undang- Undang No. 19 tahun 2003 Pasal 1
dijelaskan bahwa pengertian dari Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya
disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan, dan kegiatan utamanya adalah untuk mengelola
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan digunakan sepenuhnya
untuk kemakmuran rakyat.
b. Dasar Hukum dan Pengertian BUMD
Badan usaha milik negara yang dikelola oleh pemerintah daerah disebut badan
usaha milik daerah (BUMD). Perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan
oleh pemerintah daerah yang modalnya sebagian besar / seluruhnya adalah milik
pemerintah daerah. Tujuan pendirian perusahaan daerah untuk pengembangan dan
pembangunan potensi ekonomi di daerah yang bersangkutan. Contoh perusahaan
daerah antara lain: perusahaan air minum (PDAM) dan Bank Pembangunan Daerah
(BPD). Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ) memiliki kedudukan sangat panting
dan strategis dalam menunjang pelaksanaan otonomi. Dasar hukum pembentukan
BUMD adalah berdasarkan UU No 5 tahun 1962 tetang perusahaan daerah. UU ini
kemudian diperkuat oleh UU No 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan
daerah (Nota Keuangan RAPBN, 1997/1998).
9.2. Mekanisme Pendirian dan Pembubaran/Likuidasi
a. Mekanisme Pendirian dan Pembubaran/Likuidasi BUMN
Mekanisme Pembentukan BUMN. Dalam Pasal 4 Ayat (1) UU BUMN
disebutkan bahwa modal Persero berasal dari uang/kekayaan Negara yang
dipisahkan. Dalam konsep hukum perseroan pemisahaan kekayaan Negara yang
kemudian dimasukkan dalam modal Persero disebut sebagai penyertaan modal.
Dalam konsep hukum publik/hukum administrasi, penyertaan modal negara adalah
pemisahaan kekayaan negara. Untuk itu diperlukan prosedur administrasi sesuai
dengan aturan-aturan pengelolaan kekayaan negara. Berdasarkan ketentuan Pasal 1
angka 7 PP No.44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan
Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas, bahwa “Penyertaan Modal
Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Belanja dan Pendapatan
Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan
sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara
korporasi”. Selanjutnya dalam Pasal 4 PP No. 44 Tahun 2005 menentukan bahwa,
setiap penyertaan dari APBN dilaksanakan sesuai ketentuan bidang keuangan
negara. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (3) UU BUMN penyertaan dari APBN
harus digunakan Peraturan Pemerintah (PP). Untuk penyertaan negara yang tidak
berasal dari APBN, pada penjelasan Pasal 4 Ayat (5) UU BUMN ditegaskan dapat
dilakukan dengan keputusan RUPS atau Menteri Negara BUMN dan dilaporkan
kepada Menteri Keuangan. Penyertaan modal berdasarkan Pasal 5 PP No. 44
Tahun 2005 dapat dilakukan oleh negara antara lain dalam hal (a). pendirian
BUMN atau Perseroan Terbatas. Pendirian Persero adalah merupakan bagian dari
penyertaan modal. Sebelum sebuah “penyertaan” menjadi modal Persero,
diperlukan adanya syarat kajian yang mendalam tentang pentingnya “penyertaan”
tersebut dilakukan. Kajian ini dilakukan 3 (tiga) menteri yakni oleh Menteri
Keuangan, Menteri Negara BUMN dan Menteri Teknis. Secara rinci prosedur
“penyertaan” diatur Pasal 10 Ayat (1) sampai Ayat (4) PP Nomor 44 Tahun 2005
Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada BUMN dan
Perseroan Terbatas. Proses berikutnya, adalah diatur dalam Pasal 12 PP Nomor 44
Tahun 2005 bahwa berdasar kajian yang layak tersebut kemudian Presiden
menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pendirian Persero, yang memuat
pendirian, maksud dan tujuan, dan jumlah kekayaan yang dipisahkan untuk modal
Persero. Jumlah antara “penyertaan negara” dengan modal harus sama. Dalam PP
pendirian juga dimuat bahwa penyertaan modal Negara adalah kekayaan Negara
yang dipisahkan yang berasal dari APBN Tahun Anggaran tertentu. Berdasarkan
PP Pendirian ini, Menteri Negara BUMN mewakili Negara, menghadap notaris
untuk memenuhi tata cara pendirian sebuah Perseroan Terbatas. Hal-hal yang
termuat dalam PP Pendirian akan dimuat dalam Anggaran Dasar Persero.
Kedudukan Menteri Negara BUMN mewakili negara sebagai pemegang saham,
merupakan delegasi kewenangan dari Presiden, namun proses peralihan
kewenangan tidak terjadi langsung dari Presiden kepada Menteri Negara BUMN
(Pasal 6 UU BUMN). Menteri Keuangan selanjutnya melimpahkan sebagian
kekuasaan pada Menteri Negara BUMN, dan atau kuasa substitusinya, bertindak
untuk dan atas nama negara sebagai pemegang saham. Pelimpahan ini diatur Pasal
1 PP Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas Dan
Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan
Umum (Perum) Dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan
Usaha Milik Negara “. Setelah proses pemisahaan kekayaan negara melalui PP
Pendirian selesai dilakukan, pendirian Persero selanjutnya dilakukan melalui
prosedur hukum privat/hukum perseroan. Melalui prosedur hukum ini berubahlah
penyertaan negara menjadi modal Persero yang berwujud saham-saham. Sejak
Persero berdiri berdasarkan hukum privat/perseroan, Persero dianggap mempunyai
hak dan kewajiban sendiri lepas dari negara. Tanggal pengesahan pendirian Persero
oleh Menteri Hukum dan HAM RI, merupakan tanggal pemisahan tanggung jawab
antara pemegang saham dengan Persero sebagai badan hukum (separate legal
entity). Dalam hukum perseroan sebelum memperoleh status badan hukum, negara,
direksi dan komisaris bertanggung jawab pribadi atas perbuatan hukum perseroan.

Mekanisme Pembubaran/likuidasi BUMN. Suatu Perseroan dapat dibubarkan


berdasarkan peraturan perundangan-undangan dengan alasan berikut: 1)
Berdasarkan keputusan RUPS Perseroan, 2) Karena jangka waktu berdirinya
Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir, 3) Berdasarkan
penetapan pengadilan, 4) Dengan dicabutnya status kepailitan berdasarkan putusan
pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit
perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan, 5) Karena harta pailit
perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi
sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang. 6) Karena dicabutnya izin usaha perseroan sehingga
mewajibkan perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pembubaran Perseroan wajib diikuti dengan likuidasi,
sementara itu, likuidasi Perseroan Terbatas dilakukan oleh likuidator atau kurator
baik berdasarkan keputusan RUPS maupun penetapan pengadilan. Likuidator
Perseroan berkewajiban memberitahukan kepada semua kreditor mengenai
pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam
Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pembubaran Perseroan, serta dalam
jangka waktu yang sama juga memberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia (Menteri) untuk dicatatkan dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan
dalam likuidasi. Penghitungan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari untuk
memberitahukan kepada kreditur dan Menteri dimulai sejak tanggal pembubaran
oleh RUPS dalam hal Perseroan dibubarkan oleh RUPS atau pada saat penetapan
pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam hal Perseroan
dibubarkan berdasarkan penetapan pengadilan. Sementara itu, khusus untuk jangka
waktu pengajuan tagihan adalah selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak
tanggal pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia
tersebut. Setelah likuidator melaksanakan pemberitahuan kepada kreditor dalam
Surat Kabar, selanjutnya likuidator melaksanakan pemberitahuan kepada Menteri
yang wajib dilengkapi dengan bukti berupa dasar hukum pembubaran Perseroan
dan pemberitahuan kepada kreditur dalam Surat Kabar. Dalam melakukan
pemberesan harta kekayaan Perseroan likuidator memiliki kewajiban dalam proses
likuidasi untuk: 1) Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan, 2)
Pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai
rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi, 3) Pembayaran kepada para kreditor,
4) Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham, 5) Tindakan
lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan. Apabila
likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan
Perseroan, maka likuidator berkewajiban mengajukan permohonan pailit atas
Perseroan kepada Pengadilan Niaga. Terhadap rencana pembagian kekayaan hasil
likuidasi, kreditor diberikan hak untuk mengajukan keberatan dalam jangka waktu
paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman di Surat
Kabar dan Berita Negara. Jika keberatan oleh kreditor tersebut ditolak oleh
likuidator, maka kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam
jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
penolakan. Bagi kreditor yang belum mengajukan tagihan dalam jangka waktu
sebagaimana dinyatakan dalam pengumuman pembubaran Perseroan dapat
mengajukan tagihannya melalui pengadilan negeri dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun terhitung sejak pembubaran Perseroan diumumkan. Apabila likuidator tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka atas
permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, ketua
pengadilan negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan
likuidator lama setelah sebelumnya likuidator yang lama dipanggil untuk didengar
keterangannya. Berkaitan dengan tanggung jawab, likuidator bertanggungjawab
kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroan yang
dilakukan, sementara itu, untuk Kurator bertanggung jawab kepada hakim
pengawas atas likuidasi Perseroan yang dilakukannya. Pemberitahuan dan
pengumuman dari likuidator yaitu hasil akhir proses likuidasi dalam Surat Kabar
tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima oleh RUPS,
pengadilan atau hakim pengawas. Selanjutnya Menteri mencatat berakhirnya status
badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari daftar Perseroan dan
selanjutnya Menteri mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
b. Mekanisme Pendirian dan Pembubaran/Likuidasi BUMD
Mekanisme Pembentukan BUMD. Langkah pendirian BUMD berbadan hukum
perseroan terbatas adalah: Misalnya Pemda menetapkan Perda tentang Pendirian
PT XYZ. Hal-hal yang perlu diatur dalam perda tersebut adalah: 1) Nama sebutan
PT dan alternatif sebutan nama PT, sebab sangat mungkin PT XYZ yang akan di
daftarkan di Menteri Hukum dan HAM sudah terdaftar oleh pihak lain. Bila perlu
hal ini diatur lebih lanjut dalam peraturan kepala daerah. 2) Susunan pengurus PT,
meliputi nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali
diangkat. 3) Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.
4) Dan data & informasi yang lain yang diperlukan oleh Notaris. 5) Selanjutnya
dihadapan Notaris menyusun anggaran dasar PT, selanjutnya oleh Notaris diajukan
ke Menkumham. Jika disetujui akan ada akte pendirian terhadap PT tersebut. 6)
Setelah PT tersebut mendapat persetujuan dari Menkumham, maka pemda
menetapkan perda ttg penyertaan modal pada PT XYZ tersebut. Hal yang perlu
ditegaskan adalah, bahwa besarnya penyertaan modal sebaiknya disesuaikan
dengan analisis investasi yang disusun oleh pengelola investasi dibantu oleh
penasihat investasi. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 15-16 Permendagri
52/2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Daerah. Dalam analisis investasi
akan terlihat berapa besarnya modal yang diperlukan dan berapa lama akan
dipenuhi. 7) Selanjutnya berdasarkan perda tentang penyertaan modal tersebut,
pemda mengalokasikan penyertaan modal di ranperda APBD pada pengeluaran
pembiayaan.
Mekanisme Pembubaran/likuidasi BUMN. Sebelumnya mengenai pembubaran
Perusahaan Daerah dan penunjukan likuidatornya ditetapkan dengan Peraturan
Daerah (Pasal 29 ayat (1) UU 5/1962 jo. Pasal 177 UU 32/2004). Berdasarkan
Pasal 142 ayat (2) UU 40/2007,setelah pembubaran wajib diikuti dengan likuidasi.
Dalam hal syarat pembubaran perusahaan telah terpenuhi sesuai Pasal 142 (1) UU
PT, maka proses likuidasi diawali dengan ditunjuknya seorang atau lebih
likuidator. Jika tidak ditentukan likuidator dalam proses likuidasi tersebut maka
direksi bertindak sebagai likuidator (Pasal 142 ayat (3) UU PT). Prosedur likuidasi
BUMD yang berbentuk PT tetap mengacu pada UU perseroan terbatas kecuali
ditentukan lain. Secara umum likuidasi diatur dalam Pasal 147 s/d 152 UU 40/07,
proses likuidasi tersebut menjadi beberapa tahapan: 1) Dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan,
likuidator wajib (Pasal 147 UU 40/2007). 2) Dalam pengumuman surat kabar dan
BNRI tersebut diterangkan mengenai dasar hukum pembubaran, tata cara
pengajuan tagihan, jangka waktu pengajuan tagihan (60 hari terhitung sejak tanggal
pengumuman) dan juga nama dan alamat likuidator. (Pasal 147 ayat (2) UU
40/2007). 3) Sejalan dengan itu, likuidator juga melakukan pencatatan terhadap
harta-harta dari perusahan (aktiva dan pasiva) termasuk di dalamnya pencatatan
nama-nama dari kreditor berserta tingkatannya dan hal lainnya terkait tindakan
pengurusan dalam proses likuidasi (Pasal 147 UU 40/2007). 4) Dalam hal
pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri belum dilakukan, pembubaran
Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Dalam hal likuidator lalai melakukan
pemberitahuan likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung
jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga. (Pasal 148 UU 40/2007). 5) Setelah
itu melakukan lagi pengumuman surat kabar dan BNRI, dalam pengumuman kedua
ini likuidator juga wajib memberitahukan kepada Menteri tentang rencana
pembagian kekayaan hasil likuidasi (laporan ini dilakukan oleh likuidator dengan
cara memberitahukan dengan surat tercatat kepada Menteri terkait) (Pasal 149 ayat
(1) UU 40/2007). 6) Setelah lewat waktu 90 hari pengumuman kedua ini maka
likuidator dapat melakukan pemberesan dengan menjual aset yang sebelumnya
sudah dinilai dengan jasa penilai independen dilanjutkan dengan melakukan
pembagian atas aset tersebut kepada para kreditornya dengan dengan asas pari
passu pro rata parte (vide 1131 jo. 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Dan dalam hal masih adanya sisa kekayaan dari hasil likuidasi maka sisa tersebut
harus dikembalikan kepada para pemegang saham. 7) Melakukan RUPS tentang
pertanggungjawaban proses likuidasi yang sudah dilakukan (Pasal 152 ayat (1) UU
40/2007). Dalam hal RUPS menerima pertanggungjawaban proses likuidasi yang
sudah dilakukan maka dilanjutkan dengan pengumuman kepada surat kabar yang
kemudian disusul dengan pemberitahuan kepada Menteri bahwa proses likudasi
sudah berakhir (pemberitahuan kepada Menteri ini dilakukan Notaris melalui
sisminbakum) (Pasal 152 ayat (3) UU 40/2007). 8) Dalam hal sudah dilakukan
pengumuman tersebut maka Menteri akan mencatat berakhirnya status badan
hukum perseroan dan menghapus nama perseroan dari daftar perseroan yang
diikuti dengan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 152
ayat (5) jo. Pasal 152 ayat (8) UU 40/2007).

SAP 10
HAK CIPTA

10.1. Pengaturan dan Pengertian Hak Cipta


Pengertian Hak Cipta. Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang
Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014.
Dalam undang-undang tersebut, Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan
intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas, karena mencakup
ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup pula
program komputer. Dengan Undang-Undang Hak Cipta yang memenuhi unsur
pelindungan dan pengembangan ekonomi kreatif ini maka diharapkan kontribusi sektor
Hak Cipta dan Hak Terkait bagi perekonomian negara dapat lebih optimal.
Pengaturan Hak Cipta. Hak cipta berlaku dalam jangka waktu terbatas, dan lamanya
berbeda-beda tiap negara. Sebagai suatu hak yang mempunyai fungsi sosial, maka hak
cipta mempunyai masa berlaku tertentu. Hal ini untuk menghindarkan adanya monopoli
secara berlebihan dari si pencipta. Di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, jangka waktu berlakunya suatu hak cipta adalah
sebagai berikut:
1. Masa Berlaku Hak Moral
Hak moral pencipta berlaku tanpa batas waktu dalam hal:
a. tetap mencantumkan ata tidak mencantumkan namanya pada salinan
sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya; dan
c. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan,
modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau
reputasinya.
2. Masa Berlaku Hak Ekonomi
Pasal 58 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa:
a. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
1. Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenislainnya;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukian,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
7. Karya arsitektur;
8. Peta.
b. Karya seni batik atau seni motif lain, berlaku selama hidup pencipta dan terus
berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia.
c. Dalam hal ciptaan dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, perlindungan hak
cipta berlaku selama hidup penciptanya yang meninggal dunia paling akhir dan
berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya.
d. Perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan
hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan
pengumuman.
Pasal 59 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa:
a. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
1. Karya fotografi;
2. Potret;
3. Karya sinematografi;
4. Permainan video;
5. Program Komputer;
6. Perwajahan karya tulis;
7. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,basis data, adaptasi,
aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
8. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi
buda ya tradisional;
9. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan
Program Komputer ataumedia lainnya;
10. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli;
11. berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan
pengumuman.
b. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku selama
25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
10.2. Subyek dan Obyek Hak Cipta
10.3. Pendaftaran Hak Cipta

SAP 11
HAK PATEN

11.1. Pengaturan dan Pengertian Hak Paten


11.2. Subyek dan Obyek Hak Paten
11.3. Pendaftaran Hak Paten

SAP 12
HAK MEREK

12.1. Pengaturan dan Pengertian Hak Merek


12.2. Subyek dan Obyek Hak Merek
12.3. Pendaftaran Hak Merek

SAP 13
ARBITRASE PERDAGANGAN DI INDONESIA
13.1. Pengertian dan Dasar Hukum Arbitrase
13.2. Keuntungan Memakai Arbitrase
13.3. Jenis-Jenis Arbitrase

SAP 14
BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (BANI)

14.1. Prosedur Arbitrase


14.2. Putusan Arbitrase
14.3. Pelaksanaan Putusan Arbitrase

You might also like