Professional Documents
Culture Documents
Tugas Labtek Ekstraksi
Tugas Labtek Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan
bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu
campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating agen. Pemisahan terjadi
atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Biasanya
menggunakan pelarut yang sesuai dengan komponen yang diinginkan. Cairan dipisahkan dan
kemudian diuapkan sampai pada kepekatan tertentu. Ekstraksi memanfaatkan pembagian suatu zat
terlarut antar dua pelarut yang tidak saling tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari
satu pelarut ke pelarut lain. Ekstraksi memegang peranan penting baik di laboratorium maupun
industri. Di laboratorium, ekstraksi seringkali dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan
zat terlarut dalam larutan dengan pelarut air yang diekstraksi dengan pelarut lain seperti eter,
kloroform, karbondisulfida atau benzene.
Istilah-istilah berikut ini umumnya digunakan dalam teknik ekstraksi:
1. Bahan ekstraksi: Campuran bahan yang akan diekstraksi
2. Pelarut (media ekstraksi): Cairan yang digunakan untuk melangsungkan ekstraksi
3. Ekstrak: Bahan yang dipisahkan dari bahan ekstraksi
4. Larutan ekstrak: Pelarut setelah proses pengambilan ekstrak
5. Rafinat (residu ekstraksi): Bahan ekstraksi setelah diambil ekstraknya
6. Ekstraktor: Alat ekstraksi
7. Ekstraksi padat-cair: Ekstraksi dari bahan yang padat
8. Ekstraksi cair-cair (ekstraksi dengan pelarut = solvent extraction): Ekstraksi dari bahan
ekstraksi yang cair
A. Klasifikasi Ekstraksi
1. Ekstraksi kelat, ialah ekstraksi ion logam yang berlangsung melalui mekanisme
pembentukan kelat.
Contoh: Ekstraksi Uranium dengan 8-Hidroksi Quinolin pada kloroform atau ekstraksi Fe
dengan distizon pada pelarut CCl4.
2. Ekstraksi solvasi, ialah ekstraksi dimana zat yang diekstraksi disolvasikan ke fasa organik.
Pada pembentukan melalui solvasi, pasangan ion kompleks yang terbentuk dapat berupa
kation/anion yang selanjutnya bergabung dengan kation/anion lain untuk menghasilkan
kompleks tidak bermuatan yang dapat diekstraksi melalui fasa organic. Contoh: Ekstraksi
Fe (III) dari asam klorida dengan Dietil eter atau ekstraksi Uranium dari media asam nitrat
dengan Tributil Phosfat. Kedua ekstraksi ini dapat terjadi karena solvasi logam ke fasa
organik.
3. Ekstraksi pembentukan pasangan ion. Ekstraksi ini berlangsung melalui pembentukan
senyawa netral (yang tidak bermuatan) kemudian diekstraksi ke fasa organik.
Contoh: Ekstraksi Scandium atau Uranium dengan Trioktil Amina. Pada ekstraksi ini
terbentuk senyawa netral antara Uranium atau Scandium dalam larutan asam dengan amina
yang mempunyai berat molekul besar.
4. Ekstraksi sinergis (efek saling memperkuat). Keadaan ini diakibatkan oleh penambahan
suatu pelarut pengekstraksi yang lain kepada sistem ekstraksi.
Contoh: Ekstraksi Uranium dengan Tributil Phosfat (TBP) bersama-sama dengan 2-
Thenoyl Trifluoro Aceton (TTA). Masing-masing dapat mengekstraksi Uranium tetapi
dengan menggunakan campuran dari dua pelarut tersebut dapat terjadi kenaikkan pada
hasil ekstraksi.
B. Teknik Ekstraksi
1. Ekstraksi Bertahap
Cara ekstraksi bertahap banyak digunakan dilaboratorium karena mudah dan
sederhana, dalam pengerjaannya hanya digunakan corong pisah (labu ekstraksi). Pada
larutan yang akan diekstraksi ditempatkan dalam corong pisah kemudian ditambahkan
pelarut pengekstraksi yang tidak saling tercampur dan dilakukan pengocokan.
Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya pengulangan ekstraksi dengan
jumlah volume sesedikit mungkin. Jadi dengan jumlah volume pengekstrak yang sama,
satu dilakukan hanya sekali ekstraksi sedangkan yang lain dilakukan untuk beberapa kali.
Maka ekstraksi yang dilakukan dengan beberapa kali, akan didapatkan hasil pemisahan
yang lebih sempurna.
Jika V ml larutan (fasa1) mengandung W gram zat terlarut, diekstraksi dengan S
ml pelarut lain (fasa2) yang tidak saling bercampur dengan fasa1 dimana perbandingan
distribusinya adalah D. Setelah dilakukan pengocokan akan didapatkan W1 yaitu berat zat
terlarut yang tersisa pada fasa1 (tidak terekstraksi).
Pada 1 kali ekstraksi:
Konsentrasi pada fasa 1 = W1/V (gram/ml) = C1
Konsentrasi pada fasa 2 = W - W1/S (gram/ml) = C2
Perbandingan distribusi (D) = C2/ C1
C2 W − W1/S
𝐷 = C1 = C1
𝑊1 .𝑉
𝑊1 = 𝐷.𝑆+𝑉
Selanjutnya dari fasa 1 dilakukan ekstraksi dengan pelarut S ml (fasa 2). Pada ekstraksi
yang kedua kali maka didapatkan:
𝑊1 .𝑉
𝑊2 = 𝐷.𝑆+𝑉
Dimana W2 adalah berat zat terlarut sisa pada fasa 2
𝑊.𝑉 𝑉
𝑊2 = 𝐷.𝑆+𝑉 𝐷.𝑆+𝑉
𝑊.𝑉 2
𝑊2 = 𝐷.𝑆+𝑉
Dengan cara yang sama, untuk n kali ekstraksi didapatkan rumus sebagai berikut:
𝑊.𝑉 𝑛
𝑊𝑛𝑙 = 𝐷.𝑆+𝑉
Kesimpulan:
Ekstraksi akan sempurna jika S kecil dan n besar, yaitu jumlah volume pelarut
pengekstraksi sedikit dan perlakuan ekstraksi lebih banyak. Ekstraksi bertahap ini
memberikan hasil yang baik jika perbandingan distribusi D besar.
Karena labu C terus dipanaskan maka uap dari pelarutnya juga terus menerus
terbentuk dan labu B lama-kelamaan akan penuh dengan cairan pelarut. Setelah penuh
maka secara otomatis pelarut ini akan terhisap masuk ke dalam labu C lagi sambil
membawa zat yang dapat larut di dalamnya. Peristiwa ini terus-menerus berlangsung
selama alat pemanas tetap dinyalakan. Setelah beberapa lama maka dalam labu C akan
terkumpul zat yang kita ekstraksi, sedangkan pada labu B tersisa zat padat yang tidak
terekstraksi.
agar proses ekstraksi dapat berlangsung, harga β harus lebih besar dari satu. Jika
nilai β =1 artinya kedua komponen tidak dapat dipisahkan.
2) Koefisien distribusi
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘,𝑌
K =𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡,𝑋
Sebaiknya dipilih harga koefisien distribusi yang besar, sehingga jumlah solvent
yang dibutuhkan lebih sedikit.
3) Recoverability (kemampuan untuk dimurnikan)
Pemisahan solute dari solvent biasanya dilakukan dengan cara distilasi, sehingga
diharapkan harga “relative volatility” dari campuran tersebut cukup tinggi.
4) Densitas
Perbedaan densitas fasa solvent dan fasa diluent harus cukup besar agar mudah
terpisah. Perbedaan densitas ini akan berubah selama proses ekstraksi dan
mempengaruhi laju perpindahan massa.
5) Tegangan antar muka (interfasia tension)
Tegangan antar muka besar menyebabkan penggabungan (coalescence) lebih mudah
namun mempersulit proses pendispersian. Kemudahan penggabungan lebih
dipentingkan sehingga dipilih pelarut yang memiliki tegangan antar muka yang
besar.
6) Chemical reactivity
Pelarut merupakan senyawa yang stabil dan inert terhadap komponen-komponen
dalam system dan material (bahan konstruksi).
7) Viskositas, tekanan uap dan titik beku dianjurkan rendah untuk memudahkan
penanganan dan penyimpanan.
8) Pelarut tidak beracun dan tidak mudah terbakar.
D. Koefisien Distribusi
Koefisien distribusi (KD) hanya menunjukkan salah satu spesi dan bukan seluruh spesi
yang mungkin terbentuk karena adanya reaksi-reaksi sampingan. Misalnya pada reaksi asam
benzoat/ HB dari fasa air yang diasamkan dengan HCl, asam HCl akan menekan dissosiasi
asam benzoat/ HB sehingga asam benzoat lebih banyak berada dalam bentuk molekulnya,
sehingga banyak yang larut di dalam fasa organik sebagai pelarut pengekstrak. Konstanta
distribusinya dapat dituliskan sebagai berikut :
[𝐻𝐵]𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘
𝐾𝐷 =
[𝐻𝐵]𝑎𝑖𝑟
Reaksi dissosiasi dari asam benzoat/ HB dan konstanta kesetimbangannya adalah sebagai
berikut:
HB ↔ H+ + B-
[𝐻 + ][𝐵 − ]
𝐾𝑎 =
[𝐻𝐵]
2 HB ↔ (HB.HB)
[𝐻𝐵. 𝐻𝐵]
𝐾𝐷 =
[𝐻𝐵]2
Nilai perbandingan distribusi (D) dalam ekstraksi asam benzoat ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Konsentrasi total zat pada fasa organik
𝐷=
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟
DAFTAR PUSTAKA
Wahab, Abd & Nafie, N., 2014, Metode Pemisahan Dan Pengukuran 2 (Elektrometri
Dan Spektrofotometri), Universitas Hasanudin, Makassar.
Geankoplis, C.J., 1985, Transport Processes and Unit Operation, Prentice
Hall, Inc., Singapore.
Martunus & Helwani, Z. 2004. Ekstraksi Senyawa Aromatis dari Heavy Gas
Oil (HGO) dengan Pelarut Dietilen Glikol (DEG). J. Si. Tek. 3[2]: 46-50.
Martunus & Helwani, Z. 2005. Ekstraksi Senyawa Aromatis dari Heavy Gas
Oil (HGO) dengan Pelarut Trietilen Glikol (TEG). J. Si. Tek. 4[2]: 34-37.