Professional Documents
Culture Documents
Savira Faradinar 12.039 PDF
Savira Faradinar 12.039 PDF
OLEH
SAVIRA FARADINAR
NIM 12.039
JUlI 2015
KEEFEKTIFAN SEDIAAN LIGHTENING CREAM
Diajukan kepada
OLEH
SAVIRA FARADINAR
NIM 12.039
JULI 2015
i
ABSTRAK
Faradinar, Savira. 2015. Uji Mutu Fisik dan Keefektifan Ekstrak Daun Ashitaba
(Angelica keiskei) Pada Sediaan Lightening Cream. Karya Tulis Ilmiah.
Akademi Analis Farmasi Dan Makanan Putra Indonesia Malang.
Pembimbing : Ayu Ristamaya Yusuf, A.Md., ST.
Kata Kunci : mutu fisik, keefektifan, ekstrak daun Ashitaba, krim, Angelica keiskei
Ashitaba (Angelica keiskei) merupakan salah satu tanaman introduksi asli Jepang.
Senyawa polifenol yang terkandung pada daun Ashitaba memiliki peran untuk
penyembuhan dan merupakan sumber utama antioksidan. Ekstrak etanol dari daun
Ashitab telah diuji memiliki potensi sebagai pencerah kulit pada konsentrasi
100mg/mL. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun
Ashitaba yang berperan untuk mencerahkan kulit. Selain itu untuk mengetahui
konsentrasi ekstrak yang ditambahkan dalam sediaan lightening cream yang efektif
sebagai pencerah kulit. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Akademi Analis
Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Metode yang dilakukan dalam
penelitian ini meliputi proses ekstraksi polifenol dari daun Ashitaba, pembuatan
sediaan lightening cream menggunakan basis cleansing cream dengan metode
peleburan, pengujian mutu fisik kemudian dilanjutkan dengan uji keefektifan
sediaan lightening cream yang telah dibuat kepada kulit punggung tangan 10 orang
responden selama 4 minggu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi
ekstrak yang mampu ditambahkan dalam sediaan krim yaitu sebesar 1 g dan 0,5 g.
Kedua sediaan yang telah dibuat memiliki mutu fisik yang memenuhi syarat.
Sediaan dengan penambahan ekstrak sebanyak 1g (1% b/v) efektif mencerahkan
kulit 5 orang responden dengan rata-rata sebanyak 2 tingkat lebih cerah.
Kesimpulan dari penelitian ini ekstrak daun Ashitaba yang ditambahakan pada
basis cleansing cream mampu mencerahkan kulit dan sediaan lightening cream
efektif untuk mencerahkan kulit dengan konsentrasi 1% b/v.
i
ABSTRACT
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
yang Berjudul “Keefektifan Sediaan Lightening Cream Ekstrak Daun Ashitaba
(Angelica keiskei)“ ini tepat waktu.
penulis
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................................. 7
1.5 Asumsi Penelitian ..................................................................................... 7
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ........................................... 8
1.7 Definisi Istilah .......................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 10
2.1 Tinjauan tentang Kulit ............................................................................ 10
2.2 Tinjauan tentang Kosmetik .................................................................... 20
2.3 Tinjauan tentang Krim............................................................................ 22
2.4 Tinjauan tentang Ashitaba (Angelica keiskei) ........................................ 27
2.7 Tinjauan tentang Ekstraksi ..................................................................... 32
2.8 Analisis Data .......................................................................................... 35
2.9 Kerangka Konsep ................................................................................... 36
2.10 Kerangka Teori ..................................................................................... 377
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 40
5.1 Rancangan Penelitian ............................................................................. 40
5.2 Populasi Sampel ..................................................................................... 41
5.3 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 41
5.4 Instrumen Penelitian ............................................................................... 41
5.5 Definisi Operasional ............................................................................... 42
5.6 Pengumpulan Data ................................................................................. 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 51
4.1 Ekstraksi Daun Ashitaba ........................................................................ 51
iv
4.2 Uji Skrinning Fitokimia.......................................................................... 52
4.3 Pembuatan sediaan Lightening Cream ................................................... 53
4.4 Uji Mutu Fisik Sediaan Lightening Cream .......................................... 555
4.5 Uji Keefektifan Sediaan Lightening Cream ........................................... 60
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 64
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 64
5.2 Saran ....................................................................................................... 64
DAFTAR RUJUKAN ......................................................................................... 65
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
produk kosmetik yang banyak digunakan adalah produk pencerah kulit. Produk
pencerah kulit sangat diminati di wilayah Asia yang pada umumnya masyarakatnya
berkembang saat ini adalah memiliki kulit halus, putih, bersih dan mulus. Kulit
putih sebagai pencitraan kecantikan terus digencarkan oleh media massa melalui
berbagai iklan sehingga membentuk kesadaran semu bahwa berkulit putih memang
yang membahayakan karena hanya ditempelkan di bagian luar kulit saja. Pendapat
ini tentu saja salah karena ternyata kulit mampu menyerap bahan yang melekat pada
penyerapan kosmetika melalui kulit terjadi karena kulit mempunyai celah anatomis
yang dapat menjadi jalan masuk zat-zat yang melekat di atasnya. Apabila kosmetika
yang digunakan mengandung bahan berbahaya, maka bahan tersebut akan diserap
oleh kulit sehingga dapat menimbulkan efek samping. Efek samping kosmetik
1
2
dermatitis kontak dalam bentuk bercak warna putih yang disebabkan oleh over
2007).
(Monitoring Efek Samping Kosmetik) Badan POM RI tahun 2007. Data ini
akibat kosmetik pencerah (35%), pelembab (20%), bleaching (15%), bedak (10%),
cat rambut (5%), dan parfum (5%). Dengan demikian efek samping yang paling
Berdasarkan fakta tersebut maka perlu dicari alternatif lain untuk kosmetik
pencerah yaitu dengan menggunakan bahan alami. Salah satu bahan alam yang
berpotensi sebagai pencerah kulit adalah tanaman seledri Jepang atau Ashitaba
dikonsumsi sebagai sayuran. Tanaman Ashitaba adalah salah satu tanaman obat
asli Jepang yang dikenal sebagai “Harta Karun” dan “Raja Sayur Mayur”.
(Tjitrosoepomo dalam Jauhari 2010). Nagata et al. dalam Swarayana et al. (2012:
untuk panjang umur yang dulu dicari-cari oleh kaisar pertama Cina dari Dinasti
Chin. Pada masa jaman Edo, Ashitaba juga dikenal sebagai jamu-jamuan “Umur
tersebut terdapat senyawa kimia golongan tanin paling kuat yang disebut juga
dengan polifenol. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Adinata et al. (2012)
daun Ashitaba mengandung senyawa yang beragam, yaitu β-karoten, vitamin B1,
B2, B3, B5, B6, B12, biotin, asam folat dan vitamin C, dan juga mengandung beberapa
mineral seperti kalsium, magnesium, potasium, fosfor, seng dan tembaga. Selain
nutrisi tersebut daun Ashitaba juga mengandung cairan pekat berwarna kuning,
bebas lebih tinggi dibandingkan batang dan umbi yang ditunjukkan dengan
EC50yaitu sebesar 38,00 ppm. Nilai EC50 yang dimiliki daun Ashitaba lebih kecil
dibandingkan dengan jenis seledri yang lain yang nilai EC50 nya sebesar 446,107
ppm. Ini disesuaikan dengan pendapat Robinson (1995), kelompok senyawa tanin
dan fenolik dapat berperan sebagai sumber antioksidan. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian Andayani et al. (2008), kemampuan polifenol 100 kali lebih efektif
menangkal radikal bebas dibanding dengan vitamin C dan 25 kali dari vitamin
Penelitian yang dilakukan oleh Sang Han-Lee (2012) yaitu melakukan studi
efek dari fraksi tanaman Ashitaba pada iritasi mukosa mata. Selanjutnya terdapat
penelitian yang melakukan uji iritasi kulit dan fototoksisitas akut dengan cara
menggunakan model hewan untuk menganalisa efek daun Ashitaba secara in vivo.
kulit atau menjadi fototoksik, dan menunjukkan bahwa fraksi ini mungkin berguna
4
dalam industri kosmetik dan untuk aplikasi lainnya. Hal ini didukung oleh pendapat
Chen et al. (2004) dalam Sembiring dan Manoi (2011: 179) nilai total aktivitas
antioksidan dari daun Ashitaba berkisar antara 1890±30 mg/g berat kering dan
pendapat Son Hu (2012) dalam Sang Han-Lee (2012)ekstrak etanol maupun ekstrak
air dari daun Ashitaba memiliki potensi sebagai whitening dan aktifitas anti-atopic
pencerah kulit dengan bahan aktif ekstrak daun Ashitaba. Sediaan krim yang
berfungsi sebagai memutihkan warna kulit, tampak lebih cerah dan bercahaya biasa
pertimbangan bahwa mayoritas warna kulit orang Indonesia cukup gelap dan tidak
mungkin sampai menjadi warna putih. Mekanisme kerja pencerah kulit adalah
menghambat satu atau beberapa tahapan sintesis melanin. Ketika kulit terkena sinar
ultraviolet, sel tyrosin pigmentasi yang ada di lapisan basal kulit menghasilkan
dilaporkan bahwa bahan yang efektif untuk menghambat aktivitas tirosinase adalah
asam askorbat, arbutin, kojic acid, azelaic acid, dan tropolone(Jung et al. dalam
Dalam formulasi sediaan krim ekstrak daun Ashitaba ini perlu diperhatikan
digunakan, sehingga sediaan krim dapat digunakan sekaligus pada kulit wajah dan
memiliki daya penyangga (buffer) yang kuat, baik terhadap senyawa yang bersifat
5
alkalis maupun yang bersifat asam. Semakin alkalis atau semakin asam bahan yang
mengenai kulit, semakin sulit untuk menetralisirnya dan kulit akan menjadi lelah
karenanya. Kulit dapat menjadi kering, pecah-pecah, sensitif, dan mudah terkena
infeksi. Tingkat keasaman (pH) berbeda antara yang ditemukan oleh Machionini
(1992) dalam Tranggono (2007) dengan peneliti yang lainnya, tetapi pada
Perlu diperhatikan pula pelarut dan metode ekstraksi yang digunakan untuk
mengekstrak zat aktif dalam daun Ashitaba. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Sembiring (2011) daun Ashitaba dapat diekstrak menggunakan air dan etanol.
Bagian tanaman yang akan diekstrak adalah pada bagian daun. Hasil ekstrak etanol
tanaman Ashitaba segar, diperoleh rendemen ekstrak dari daun 5,75%, batang
3,99% dan umbi 3,12%. Rendemen ekstrak tertinggi diperoleh dari daun. Menurut
dikadungnya juga semakin banyak. Berdasarkan data diatas maka metode yang
Sediaan krim yang akan dibuat berbasis cleansing cream. Cleansing cream
merupakan emulsi minyak dalam air. Kosmetik dibuat dalam bentuk emulsi minyak
dalam air karena alasan harga yang lebih murah, lebih mudah dalam pembuatan,
lebih nyaman dipakai dan lebih mudah penyebaarannya diatas permukaan kulit
daun Ashitaba, yaitu 5%, 10% dan 15% yang bertujuan untuk mengetahui dosis
yang efektif sebagai pencerah kulit. Sediaan lightening cream ekstrak daun
Ashitaba yang telah jadi kemudian diuji mutu fisik dan stabilitasnya sebelum diuji
keefektifanya. Uji mutu fisik dan stabilitas yang dilakukan yaitu uji organoleptis,
uji homogenitas, uji pH, uji viskositas, uji sentrifugasi, uji daya sebar dan uji daya
warna kulit pada responden selama 4 minggu dengan menggunakan kertas indeks
warna kulit.
konsentrasi ekstrak daun Ashitaba yang paling efektif sebagai pencerah kulit.
7
konsentrasi ekstrak daun Ashitaba yang paling efektif sebagai pencerah kulit.
yang telah dipelajari dan dimiliki. Menambah ilmu pengetahuan di bidang farmasi
minyak dalam air (M/A) yang nyaman digunakan pada kulit dengan segala
kondisi.
lightening cream. Sediaan lightening cream yang sudah jadi kemudian diuji mutu
Pada penelitian ini hanya pada bagian daun dari tanaman Ashitaba yang
akan digunakan. Daun Ashitaba diperoleh dari HPHA Provisi Jawa Timur di
Trawas, Mojokerto. Daun yang dipetik tidak ditentukan umur panen dan waktu
panennya. Daun Ashitaba kemudian diekstraksi dengan pelarut etanol dan air
dengan perbandingan (7:3).Lihgtening cream yang sudah jadi diuji mutu fisik dan
stabilitasnya, yaitu meliputi uji organolpetis, uji homogenitas, uji pH, uji viskositas,
uji sentrifugasi, uji daya sebar dan uji daya lekat. Selanjutnya formulasi lightening
cream dibagi menjadi tiga berdasarkan perbedaan konsentrasi dari ekstrak daun
Ashitaba yaitu 5%, 10 % dan 15%. Uji keefektifan dilakukan selama 4 minggu
kepada 15 orang responden yang memiliki usia dan aktivitas yang sama.
9
1. Mutu Fisik adalah penilaian suatu sediaan yang meliputi uji organoleptis,
homogenitas, uji pH, uji viskositas, uji sentrifugasi, uji daya lekat dan uji daya
daya sebar.
3. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
4. Krim adalah emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau
minyak dalam air dan digunakan untuk pemakaian obat pada kulit (Anwar 2012).
digunakan dengan tujuan agar kulit pemakai tampak lebih putih, cerah dan
bercahaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tranggono (2007: 11) adalah selimut yang menutupi seluruh permukaan tubuh dan
berfungsi sebagai pelindung organ tubuh dari gangguan dan rangsangan dari luar
tubuh. Sedangkan menurut Wasitaatmadja (1997: 11) kulit adalah organ tubuh yang
berada pada bagian paling luar, yang berfungsi sebagai pembatas manusia dengan
lingkungan hidupnya.
Luas kulit pada manusia rata-rata 2 meter persegi, dengan berat 10 kg jika
dengan lemaknya. Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu epidermis (kulit ari)
sebagai lapisan kulit paling luar, dan dermis (korium, kutis, kulit jangat). Para ahli
histologi membagi epidermis dari bagian terluar hingga kedalam menjadi lima
lapisan, yakni:
5. Lapisan Basal (Stratum germinativum) hanya tersusun oleh satu lapis sel basal.
10
11
2.1.1.1 Epidermis
ketebalan yang berbeda pada bagian tubuh. Lapisan tebal berada ada telapak kaki
dan telapak tangan yang berukuran 1 milimeter. Sedangkan lapisan paling tipis
terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut yang berukuran 0,1 milimeter. Sel-
Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, mati, tidak berinti, tidak
memiliki proses metabolisme, tidak berwarna dan sedikit mengandung air. Lapisan
ini sebagian besar terdiri dari keratin, jenis protein tidak larut air, dan sangat
resisten terhadap bahan kimia. Pada permukaan lapisan tanduk terdapat lapisan
pelindung lembab tipis yang disebut dengan mantel asam kulit (Tranggono 2007
:12).
Mantel asam kulit merupakan lapisan tipis lembab yang bersifat asam.
Tingkat keasamannya (pH) berbeda antara yang ditemukan oleh Marchionini dan
(1992) menemukan pH mantel asam kulit itu antara 3,5-5; Blank (1939) atara 4,2-
5,6; Schmidt (1942) atara 5,6-6,0; Harry (1994) atara 4,2-5,6 dan terakhir oleh
Tranggono (1987) pada 400 orang Indonesia ditemukan nilai pH pria 5,60 ± 0,08
Lapisan ini terdapat dibawah lapisan tanduk berupa lapisan sel gepeng tanpa
inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein eledein. Lapisan ini terlihat
Lapisan ini tersusun oleh sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir
kasar, berinti dan mengkerut. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin yang
pertandukan kulit.
Lapisan ini memiliki sel yang berbentuk kubus seperti duri berinti besar dan
oval. Setiap sel meiliki filamen kecil yang disebut serabut protein.
Lapisan basal adalah lapisan paling bawah yang memiliki sel melanosit,
yaitu sel yang tidak mengalami keratinasisi dan berfungsi sebagai pembentuk
pigmen melanin.
2.1.1.2 Dermis
Dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin, yang
berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin
rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang
lapisan stratum corneum yang memiliki warna putih kekuningan atau keabu-abuan.
Caroten adalah suatu pigmen warna kuning yang sedikit sekali jumlah dan efeknya,
serta eleidin dalam stratum lucidum yang hanya terlihat pada kulit yang menebal
menentukan warna kulit adalah pigmen melanin. Jumlah, tipe, ukuran dan
distribusi pigmen melanin ini akan menentukan variasi warna kulit berbagai
2. Warna kulit fakultatif, yaitu warna kulit akibat pengaruh sinar ultaviolet dan
hormon. Warna ini jelas tampak pada bagian badan yang tidak tertutup pakaian.
melalui dendrit (jaringan lengan). Satu sel melanosit melayani sekitar 36 sel
atau merupakan gabungan dari 3-4 buah partikel lebih kecil yang mempunyai
Pembentukan melanosom didalam melanosit melalui 4 fase ( Toda Et. Al, 1968),
yaitu :
Fase III : mulai nampak adanya deposit melanin di dalam membran vesikula. Disini
melanosom tersebut ada yang mengalami degradasi dan ada yang tidak. Melanosom
yang yang terbentuk dari gabungan beberapa partikel dan besarnya kurang dari 1
mikron akan mengalami degradasi, melanosom ini biasanya dimiliki oleh ras
besarnya lebih dari 1 mikron dan tunggal (tidak terdiri dari gabungan beberapa
partikel) tidak mengalami degradasi, melanosom ini dimiliki oleh ras Negro dan
Aborigin. Ukuran melanosom ini ditentukan oleh faktor genetik dan non-genetik
seperti penyinaran oleh sinar matahari (ultraviolet) (Tranggono dan Latifah 2007:
27-28).
quinone kemudian akan diubah menjadi DOPAchrome, dan pada proses berikutnya
acid (DHICA) yang akan membentuk eumelanin yaitu melanin berwarna hitam dan
cokelat. Pada proses tersebut tirosinase juga berperan utnuk mengubah DHI yang
Sinar ultraviolet gelombang agak panjang serta sinar yang dapat dilihat,
gelombang yang lebih pendek (290-320 nm) juga merupakan penyebab paling
efektif untuk melanogenesis. Bila terjadi penyinaran pada kulit oleh sinar matahari,
maka terjadi reaksi fisiologis pada kulit. Kulit yang terpapar sinar matahari selama
antara 6-20 jam akan menghasilkan eritema yang cepat atau lambat menimbulkan
pencoklatan kulit (tanning). Hal ini disebabkan oleh sinar ultraviolet A (UV-A)
dengan panjang gelombang 290-320 nm dan sinar yang terlihat (visible light)
Tanning terlihat jelas 1 jam setelah kulit terpapar matahari dan kemudian
akan hilang kembali dalam waktu 4 jam. Hal ini mungkin disebabkan oleh reaksi
oksidasi dari radikal bebas semiquinon yang tidak stabil didalam melanin. Pada
tanning tidak tambak adanya pembentukan melanosom baru. Rekasi yang sama
terjadi pada sunburn (290-320 nm). Tetapi pada sunburn akan terbentuk
17
melanosom-melnosom baru secara perlahan dan baru akan terlihat dalam waktu 72
Ada 4 faktor yang mempengaruhi hasil pemakaian kosmetik terhadap kulit manusia
yang akan memberikan hasil positif maupun negatif. Faktor tersebut antara lain;
1. Faktor manusia, seperti perbedaan ras warna kulit serta pandangan mengenai
kecantikan.
2. Faktor kosmetik, bahan baku, formulasi dan prosedur pembuatan yang kurang
tepat.
Jenis-jenis reaksi negatif yang disebabkan oleh kosmetik pada kulit maupun sistem
1. Iritasi, disebabkan oleh salah satu bahan pembentuk kosmetik bersifat iritan
terhadap kulit.
6. Penyumbatan fisik pada pori-pori kulit (Tranggono dan Latifah 2007: 43-45).
pemutih kulit karena berpotensi sebagai bahan pereduksi (pemucat) warna kulit.
seperti ginjal, saraf dan sebagainya (Syafnir & Putri, 2008: 71).
Ada dua jenis reaksi negatif kulit yang terlihat bila menggunakan merkuri,
yaitu reaksi iritasi (pembengkakan dan kemerahan pada kulit) dan alergi berupa
atau menyebar rata. Selain itu kulit yang sudah di bleaching menjadi sangat sensitif
timbul jerawat karena sifat kosmetik yang sangat berminyak (Tranggono dan
pigmen yang tidak merata, tepatnya berfungsi untuk mengurangi atau menghambat
bentuk bercak berwarna putih yang disebabkan oleh over bleaching, atau
adanya berbagai sebab antara lain faktor usia, perawatan yang salah dan paparan
Mekanisme kerja ligtening agent yaitu dengan cara menghambat produksi melanin
Jung et al. Dalam Park dan Lee (2013 : 407) juga menyatakan bahwa
mekanisme pencerah kulit adalah menghambat satu atau beberapa tahapan sintesis
melanin. Ketika kulit terkena sinar ultraviolet, sel tirosin pigmentasi yang ada pada
lapisan basal kulit menghasilkan melanin melalui aksi enzim tirosinase. Melanin
bintik-bintik.
tirosinase adalah asam askorbat, arbutin, kojic acid, azelaic acid, dan tropolone.
terhadap kultur sel melanosit Mouse Melanoma B-16 Cell-Line. Suhandi dan Jafar
(2014) juga telah melaporkan bahwa senyawa polifenol ekstrak daun teh hijau dapat
bersifat sitotoksik terhadap sel melanosit. Penggunaan bahan alam dari tanaman
...Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan
pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin
bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, melindungi
supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak
dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit...
Dari definisi yang dimaksudkan diatas, yang dimaksud dengan kosmetik
adalah sediaan atau paduan bahan yang dimaskudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit atau tidak mempengaruhi struktur dan faal kulit.
Tetapi meskipun sediaan tersebut terbuat dari bahan kimia atau bahan alam apabila
diaplikasikan kepada organ tubuh yang dikenai maka kosmetik tersebut akan
mengakibatkan reaksi dan terjadi perubahan pada faal kulit. Hal ini didasarkan oleh
pendapat dari Lubowe (1955), Klingman (1982) dan Celleno (1988) dalam
21
Tranggono (2007) bahwa tidak ada bahan kimia yang bersifat indiferens (tidak
menimbulkan apa-apa).
meningatkan daya tarik melalui make-up, meningkatkan rasa percaya diri dan
perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV, polusi dan
faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan, dan secara umum membantu
tertentu atau biasa disebut dengan istilah “cosmedics’ yang merupakan gabungan
dari kosmetik dan obat yang sifatnya dapat mempengaruhi faal kulit. Selama
Sediaan semisolid umumnya bersifat plastis, memiliki karakter yang spesial, yaitu
memiliki struktur tiga dimensi yang permanen. Sediaan semisolid dalam kosmetik
biasanya dibuat dalam bentuk oinment, pasta, gel dan emulsi (krim) (Anwar 2012:
190).
22
padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan
emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Mengacu pada ketentuan mengenai
krim, dapat disimpulkan bahwa krim mempunyai dua tipe yaitu air dalam minyak
A/M dan minyak dalam air M/A. Kapan diperlukan basis krim tipe A/M dan M/A
Sifat umum sediaan krim adalah mampu melekat pada permukaan tempat
pemakaian dalam waktu yang lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan.
cream. Cleansing cream merupakan emulsi minyak dalam air (oil/water atau O/W).
Komponen air yang terkandung dalam sediaan ini merupakan komponen yang
kecil ( fase dispersi). Umumnya kosmetika dibuat dalam bentuk emulsi minyak
dalam air karena alasan harga yang lebih murah, lebih mudah dalam pembuatan,
lebih nyaman dipakai karena tidak terlalu lengket, dan penyebarannya diatas
kulit hiperpigmentik adalah dengan cara memakai kosmetik pada siang hari dan
malam hari. Dalam penelitian ini formulasi krim yang dibuat mengacu pada
standart formulasi krim dengan basis cleansing cream dibuat dengan bobot 100g.
TEA 15
Adp. Lenae 30
Aqua Ad 550
1. Parafin Liquid
transparan, tidak berfluoresensi, tidak berwarna, hampir tidak berbau dan berasa.
Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut dalam kloroform P,
eter P, aseton dan benzen tidak bercampur dengan reduktor kuat. Penggunaan dalam
2. Asam Stearat
mengkilap, kristal padat atau putih, atau putih kekuningan, sedikit berbau dan mirip
lemak lilin. Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol 95% P, dalam
2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P. Asam stearat tidak bercampur
dengan hidroksida logam dan dengan senyawa yang bersifat oksidator. Kegunaanya
dalam formulasi topikal sebagai bahan pengemulsi, konsentrasi untuk krim yaitu 1-
3. TEA (Trietanolamin)
maka dalam industri sabun, asam lemak ditransplantasikan dengan produk trietanol
teknis, yang umumnya masih mengandung sekitar 10-15% dietanol amin ([HO-
juga sebagian kecil sabun mono dan dietanol, digunakan sebagai emulgator yang
lebih kuat daripada sabun alkali, maka diperoleh dispersi halus dan sistem emulsi
yang sangat stabil, yang menunjukan reaksi mendekati netral, kerugiannya mudah
Inkompabilitas, beraksi dengan asam mineral membentuk garam dan ester, dengan
asam lemak yang lebih tinggi mampu membentuk garam yang larut dalam air dan
perubahan warna dan pengendapan dapat terjadi dengan adanya garam logam berat
4. Adeps Lanae
Merupakan lemak yang diperoleh dari bulu domba, berwarna kuning muda,
berbau khas. Adeps lanae yang telah meleleh berupa cairan kuning. Larut dalam
benzen, kloroform, eter, dan petroleum, sedikit larut dalam eetanol dingin (95%),
lebih larut dalam etanol panas (95%), praktis tidak larut dalam air. Mengandung
dalam sediaan semi solid sebagai emulsifying agent, fase minyak dalam persiapan
krim A/M. Adeps lanae dapat menyerap air sebesar 25%, campuran adepas lanae
Sediaan cleansing cream yang dibuat akan ditambahkan dengan zat aktif
1. Organoleptis
Dalam uji organoleptis ini dilihat sifat fisik sediaan lightening cream dari
2. Uji Homogenitas
tercampurnya bahan-bahan yang digunakan dalam formula krim, baik bahan aktif
3. Uji pH
Dalam uji pH berhubungan dengan stabilitas zat aktif yang terkandung dalam
sediaan krim tersebut sesuai dengan pH normal dan efektifitas pengawet pada
26
keadaan kulit sehingga tidak menghambat fungsi fisiologis kulit atau sesuai dengan
keasaman sediaan krim yang telah dibuat sesuai dengan pH standar kulit yang telah
pemutih kulit menyatakan bahwa rentang ph krim yang memenuhi syarat yaitu 3,5-
8 (Rohmah, 2013).
4. Uji Sentifugasi
Dalam uji ini dilihat kondisi penyimpanan normal dapat diramalkan dengan
cepat dengan mengamati pemisahan dari fase terdispersi karena pembentukan krim
sentrifugasi setinggi 10 cm selama 5 jam adalah sama dengan efek gravitasi selama
5. Viskositas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kekentalan sediaaan lightening cream yang
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan sediaan krim yang telah dibuat
untuk menyebar pada kulit. Syarat uji daya sebar adalah 5-7 cm.
27
Uji ini dilakukan untuk mengetahui waktu sediaan krim yang telah dibuat
untuk melekat pada permkaan kulit. Syarat uji daya lekat yaitu lebih dari 10 detik
semakin lama sediaaan berada diatas permukaan kulit maka sediaan dikatakan baik
seledri hanya Ashitaba bentuk tanamannya lebih tinggi dan lebih besar
mempunyai nama latin yaitu Angelica yang berarti malaikat, keiskei digunakan
untuk menghargai ahli botani Jepang pada abad 19 bernama Ito Keisuke yang
menjadi penemu tanaman Ashitaba tersebut. Ashitaba dan seledri masih satu family
apabila tanaman ini dipetik daunnya hari ini, maka keesokan harinya daunnya sudah
tumbuh lagi sehingga dikenal juga dengan sebutan “Tomorrowleaf”. Ashitaba juga
penyembuhan berbagai jenis penyakit dan manfaat yang banyak sebagai tanaman
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Sympetalae
Bangsa : Apiales
Keluarga : Apiaceae
Marga : Angelica
Jenis : Angelica keiskei koidzumi
Daun Ashitaba termasuk daun lengkap dan majemuk, memiliki susunan
tulang daun menjari dan menyirip.Daging daunnya tipis seperti kertas jika pada usia
muda tapi pada daun-daun yang sudah dewasa daun tanaman ini tipis agak keras
dengan permukaan yang agak kasar. Warna daun yang masih muda berwarna hijau
agak kekuning-kuningan seadangkan daun yang sudah dewasa berwarna hijau tua
Penelitian mutu tanaman Ashitaba telah diteliti oleh Sembiring dan Manoi
fitokimia tanaman Ashitaba, unsur mineral, ekstrasi dan senyawa aktif tanaman
bahwa kadar air daun Ashitaba lebih tingga daripada kadar alkoholnya. Hasil
Bagian Kadar air Kadar abuKadar abu Kadar sari Kadar sari
Tanaman (%) (%) tak larut air alkohol
asam (%) (%)
(%)
Daun 8,79 11,20 0,08 31,50 9,75
Batang 10,86 8,15 0,5 42,58 16,56
Umbi 8,02 6,95 0,03 23,93 10,34
Kadar sari air dan kadar sari alkohol yang dihasilkan masih memenuhi
standar mutu MMI yang disyaratkan harus memiliki kadar sari minimum 18% dan
kadar sari alkohol minimal 9,7%. Faktor utama yang menentukanmutu bahan
adalah kadar sari air dan kadar sari alkohol yang menunjukkan adanya kandungan
sebagai antitumorigenic.
alkaloid, saponin, flavonoid, triterfenoid dan glikosida cukup kuat. Khusus pada
daun terdapat senyawa kimia golongan tanin paling kuat yang disebut juga dengan
polifenol.
bagian daun karena memiliki aktivitas antioksidan dalam menangkap radikal bebas
30
lebih tinggi dibandingkan dengan batang dan umbi. Robinson (1995) menyatakan
bahwa kelompok senyawa tanin dan fenolik dapat berperan sebagai sumber
antioksidan. Kemampuan polifenol 100 kali lebih efektif menangkap radikal bebas
dibanding dengan vitamin C dan 25 kali dari vitamin E (Sibuea 2003 dalam
Tanaman Ashitaba yang terdiri dari bagian daun, batang dan umbi diekstrak
dari daun 5,75%, batang 3,99% dan umbi 3,12%. Rendemen ekstrak tertinggi
Bagian Berat
Tanaman Serbuk simplisia Ekstrak Rendemen
(g) (g) (g)
Daun 1.500 86,2 5,75
Batang 1.700 67,9 3,99
Umbi 1.650 51,5 3,12
Hydroxyderricin 0,07% dan total chalcone 0,32% (Baba 1995). Total flavonoid di
dalam pucuk Ashitaba berkisar 219 mg/100g per berat basahnya (Yang et al.2008).
31
Selanjutnya menurut Ma’mun et al. (2009), di dalam ashitaba terdapat zat asam
melebihi anggur, teh hijau maupun kedelai, yang berfungsi menjaga organ tubuh
dan kerusakan sel akibat radikal bebas serta memperlambat proses penuaan. Nilai
total aktivitas antioksidan dari Ashitaba berkisar 1890±30 mg/g berat kering (Chen
et al. 2004).
dibutuhkan ekstrak daun ashitaba sebanyak 38,00 ppm, batang 390,98 ppm dan
umbi 780,65 ppm. MenurutWindono et al. (2001), nilai Ec50 berpengaruh terhadap
aktvitas penangkapan radikal bebas. Semakin kecil nilainya, semakin baik aktivitas
campurannya yang berbentuk padat. Proses ini paling banyak ditemui didalam
usaha mengisolasi suatu substansi yang terkandung didalam suatu bahan alam.
ini pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai.
2. Ekstraksi bertahap (bath extraction) dalam ekstraksi ini pada tiap tahap
2.6.1 Maserasi
Maserasi adalah suatu contoh metode ekstraksi padat cair bertahap yang
dilakukan dengan cara membiarkan padatan terendam dalam suatu pelarut. Proses
perendaman dalam usaha mengekstraksi suatu substansi dari bahan alam ini bisa
bahkan pada suhu pendidihan. Sesudah disaring, residu dapat diekstraksi kembali
proses ekstraksi lebih lanjut yaitu ekstraski fase air yang diperoleh dengan pelarut
organik. Jika maserasi langsung dilakukan dengan pelarut organik maka filtrat hasil
Salah satu keuntungan metode ini adalah cepat, terutama jika maserasi
dilakukan pada suhu didih pelarut. Meskipun demikian metode ini tidak selalu
efektif dan efisien. Waktu rendaman bahan dalam pelarut bervariasi antara 15-30
menit tetapi kadang-kadang bisa sampai 24 jam. Jumlah pelarut yang diperlukan
juga cukup besar, berkisar antara 10-20 kali jumlah sampel (Kristanti et.al, 2008).
destilasi, tekanan akan menurun sehingga pelarut akan menguap dibawah titik
didihnya.
dengan rotavapor akan memutar labu yang berisi sampel oleh rotavapor sehingga
pemanasan akan lebih merata. Selain itu, penurunan tekanan diberikan ketika labu
yang berisi sampel diputar menyebabkan penguapan lebih cepat. Dengan adanya
pemutaran labu maka penguapan pun menjadi lebih cepat terjadi. Pompa vakum
Labu disimpan dalam labu alas bulat dengan volume 2/3 bagian dari
volume labu alas bulat yang digunakan, kemudian waterbath dipanaskan sesuai
dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah suhu tercapai, labu alas bulat dipasang
dengan kuat pada ujung rotor yang menghubungkan dengan kondensor. Aliran air
pendingin dan pompa vakum dijalankan, kemudian tombol rotar diputar dengan
teknologi pengeringan beku ini dimulai dengan proses pembekuan pangan, dan
besar air dalam bahan yang terjadi melalui mekanisme sublimasi. Scara ilustrasi,
tekanan (P) dan suhu (T), air dapat berubah menjadi gas (uap), cair (air) atau
padatan (es). Perbedaan antara pengeringan biasa dengan kering beku dapat dilihat
(Statistical Package for Social Science) dengan metode Regresi dan ANOVA.
pengaruh dari variabel bebas dan variabel terikat. Dengan analisa regresi dapat
terikatnya, dan variabel mana yang paling berpengaruh terhadap variabel terikat.
Sedangkan ANOVA (One Way Analysis of Variance ) digunakan jika memiliki dua
kelompok percobaan atau lebih. Dalam menggunakan metode ANOVA ini harus
36
Wallis. Dengan menggunakan kedua metode tersebut akan diketahui dosis ekstrak
Polifenol
Skrinning Fitokimia Ekstrak daun Ashitaba
Lightening
Cream
Flavonoid Tannin
Basis Cleansing
5 Orang Responden cream 5g
2.10Kerangka Teori
Daun Seledri Jepang atau biasa disebut dengan daun Ashitaba merupakan
tanaman yang disebut daun malaikat karena memiliki pengalaman dan kemampuan
penyembuhan berbagai jenis penyakit dan manfaat yang banyak sebagai tanaman
kali lebih efektif menangkap radikal bebas dibandingkan dengan vitamin C dan 25
Ashitaba, akan dibuat sediaan lightening cream atau krim pencerah kulit yang
Daun Ashitaba yang yang dari HPHA Provinsi Jawa Timur di Trawas,
dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol dan air dengan perbandingan (7:3)
selama 24 jam. Digunakan pelarut metanol karena etanol yang bersifat polar sesuai
evaporator.
sediaan lightening cream. Sediaan lightening cream dibuat dari basis sediaan
38
pada masing – masing konsentrasi ekstrak yang ditambahkan dalam basis cleansing
cream, yaitu 5%, 10% dan 15%. Digunakan 3 konsentrasi yang berbeda karena
Ashitaba ekstrak etanol maupun ekstrak air dari daun Ashitaba memiliki potensi
Selanjutnya dilakukan uji mutu fisik sediaan lightening cream yang dibuat.
Uji mutu fisik yang dilakukan meliputi uji organoleptis, homogenitas, pH,
viskositas, sentrifugasi, daya sebar dan daya lengket. Uji organoleptis dan
polifenol. Polifenol dan vitamin lainnya yang terkandung dalam ekstrak daun
Ashitaba bekerja dengan menghambat satu atau beberapa tahapan sintesis melanin.
BAB III
METODE PENELITIAN
penelitian eksperimental untuk menyelidiki efektif atau tidak efektif dan pengaruh
kadar ekstrak daun Ashitaba pada sediaan lightening cream terhadap perubahan
yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Tahap persiapan yaitu
sediaan krim, pengujian mutu fisik sediaan krim yang meliputi pengamatan
organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, uji sentrifugasi, uji daya sebar dan uji
daya lekat. Selanjutnya dilakukan uji keefektifan dengan volunter yang ditentukan
kriterianya.
mengetahui apakah sediaan lightening cream yang dibuat mempunyai mutu fisik
baik dan menentukan dosis ekstrak daun Ashitaba yang paling efektif sebagai
pencerah kulit.
40
41
keiskei) yang diperoleh dari HPHA Provinsi Jawa Timur di Trawas, Mojokerto.
Sampel yang digunakan adalah lightening cream yang telah dibuat dengan
perbedaan ekstrak.
Juni 2015.
Intrumen penelitian adalah semua alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini. Adapun alat dan bahan yang digunakan sebagai berikut .
3. Cawan penguap
4. Peralatan gelas/Glassware
5. pH meter
42
6. Viskometer
7. Rottary Evaporator
8. Sentrifugator
2. Aquades
3. Etanol
4. Parafin liq
5. As. Stearat
6. Triaethanolamin
7. Metil Paraben
8. Lanolim
9. Parfum
Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
bebas adalah kadar atau dosis ekstrak daun Ashitaba pada sediaan lightening cream.
Sedangkan variabel terikat adalah perubahan warna kulit responden yang diukur
43
dari selisih angka pada kertas indeks warna kulit sebelum dan sesudah penggunaan
lightening cream.
matahari.
kontrol
endapan kuning.
larutan hitam.
Dalam penelitian ini formulasi krim yang dibuat mengacu pada standart
formulasi krim dengan basis cleasnsing cream dibuat dengan bobot 100g.
TEA 15
45
Adp. Lenae 30
Aqua Ad 550
Komposisi Formula
Formula 1 Formula 2 Formula 3
Ekstrak Kental 15% 10% 5%
Cleansing cream 100 g 100 g 100 g
3. Dimasukkan seluruh bahan kecuali aquades dan metil paraben kedalam cawan
kental daun Ashitaba dengan air panas tersebut. (untuk konsentrasi 10%
pada mortir panas lalu seluruh bahan diaduk sambil ditambahkan larutan
8. Sediaan lightening cream yang sudah jadi disimpan dalam wadah tertutup.
1. Uji Organoleptis
warnanya.
2. Uji Homogenitas
Sebanyak 0,5 gram sediaan diletakkan pada gelas objek kemudian ditutup
lagi dengan gelas objek yang lain lalu ditekan hingga sediaan merata. Kemudian
diamati pada gelas objek tersebut, apabila tidak terdapat butiran-butiran kasar,
3. Uji pH
larutan dapar pH 7 dan pH 4. Sediaan diletakkan diatas sensor pada ujung pH meter
kemudian ditutup. Angka pada pH meter dibiarkan sampai menunjukkan nilai yang
konstan. pH yang ditunjukkan oleh angka yang tertera pada layar pH meter.
4. Viskositas
dan rotor dijalankan dengan kecepatan 60 rpm. Hasil viskositas dicatat setelah
5. Uji Sentrifugasi
5000 rpm selama 5 menit sampai 1 jam , kemudian adanya pemisahan pada
gram diatas gelas objek. Diletakkan gelas objek yang lain diatas krim tersebut
kemudian ditekan dengan beban 1 g selama 5 menit lalu beban dilepas. Dilekatkan
tali yang telah diikat dengan beban seberat 20 g pada salah satu gelas objek.
Kemudian dilepaskan beban seberat 20 gram dan dicatat waktunya hingga kedua
kaca bundar (ekstensometer) dan anak timbang gram. Krim ditimbang sebanyak 0,5
g kemudian dileskan pada salah satu lempeng kaca, kemudian ditutup dengan
lempeng kaca yang lain. Diameter krim yang menyebar kemudian diberi beban
seberat 50 gram, 100 gram dan 150 gram. Setiap penambahan beban didiamkan
lightening cream ekstrak daun Ashitaba dalam mencerahkan kulit. Uji keefektifan
lightening cream ekstrak daun Ashitaba setiap hari dengan pemakaian pada malam
kulit yang telah diberi nomer yaitu nomer 20 sampai nomer 1 dimulai dari ukuran
yang paling cerah hingga yang paling gelap. Seperti pada gambar berikut;
berikut ini,
Dosis
5% 10% 15%
sederhana Data tersebut akan diolah dengan software SPSS. Analisa data metode
4. Tabel ANOVA
5. Tabel Coefficients
50
Hipotesis :
Pengambilan Keputusan :
Daun Ashitaba yang diperoleh dari daerah Trawas, Mojokerto Jawa Timur
dipisahkan dari batangnya kemudian dirajang dan dijemur dibawah sinar matahari
sampai mengering untuk mengurangi kadar airnya. Simplisia daun Ashitaba yang
yaitu pada saat proses maserasi diharapkan zat aktif lebih banyak larut pada pelarut.
pelarut etanol dan air dengan perbandingan 7 : 3 sebanyak 5 liter. Etanol yang
digunakan yaitu sebanyak 3500 mL dan air yang digunakan yaitu sebanyak 1500
mL. Maserasi dilakukan selama 4 hari dengan menggunakan botol cokelat. Tujuan
digunakan pelarut air dan etanol adalah untuk mengikat senyawa polifenol yang
terdapat pada daun Ashitaba. Pemilihan pelarut didasarkan pada prinsip like disolve
like yaitu pelarut yang bersifat polar akan terlarut dengan pelarut polar begitu juga
sebaliknya. Etanol dan air memiliki sifat kepolaran yang sama dengan polifenol
yang terkandung pada daun Ashitaba. Setelah 4 hari serbuk simplisia dipisahkan
evaporator dengan suhu 70-80oC. Suhu tersebut merupakan titik didih dari etanol.
51
52
menurun dan pelarut akan menguap dibawah titik didihnya. Selama proses
penguapan suhu alat harus tetap terjaga agar zat aktif tidak ikut menguap/rusak.
Hasil dari proses penguapan didapatkan ekstrak pekat sebanyak 250 mL. Namun
dalam ekstrak pekat tersebut masih terkandung pelarut (etanol dan air) dengan
konsentrasi rendah. Sehingga untuk menghilangkan pelarut yang masih ada, ekstrak
Ekstrak pekat sebanyak 250 mL yang dibagi dalam 3 buah botol cokelat
berukuran 100 mL untuk keperluan proses freeze drying. Prinsip dari teknologi
freeze drying ini dimulai dengan proses pembekuan bahan, dilanjutkan dengan
tekstur pekat, kering dan benar-benar telah terpisah dari pelarutnya. Tujuan
sediaan krim. Pelarut etanol harus sudah hilang karena apabila ektrak ditambahkan
pada formulasi sediaan krim akan merusak tekstur dari formulasi yang telah jadi,
sehingga menyebabkan krim menjadi pecah. Hasil ekstrak kental yang didapat
83,625 gram.
polifenol yaitu dengan cara ekstrak sebanyak 1 gram dilarutkan dengan dengan
sampel dalam tabung reksi yang lain. Sampel tersebut kemudian dipanaskan lalu
pemanasan adalah untuk mempercepat reaksi antara FeCl3 dengan filtrat. Hasil
cream. Dipilih basis cleansing cream karena merupakan tipe emulsi minyak dalam
air (M/A) komponen minyak lebih sedikit dibandingkan dengan komponen airnya.
Kelebihan basis ini dalam pemakaian yaitu memiliki daya sebar yang baik dan tidak
dengan jumlah perhitungan sebanyak 100 gram. Asam stearat ditimbang sebanyak
14,6 gram, TEA sebanyak 1,5 gram, lanolin sebanyak 3 gram, parafin liquid
sebanyak 25 gram dan aquades panas sebanyak 55 mL. Seluruh bahan yang telah
ditimbang dileburkan diatas penangas. Sambil menunggu lebur telah disiapkan air
panas untuk diletakkan didalam mortir sehingga mortir dan stemper lama kelamaan
akan panas. Selanjutnya ditimbang ekstrak kental sebanyak 10 gram lalu dilarutkan
didasarkan pada literatur yang menyatakan bahwa daun Ashitaba memiliki potensi
kemudian dimasukkan seluruh bahan yang telah melebur. Seluruh bahan diaduk
sedikit demi sedikit hingga homogen sampai terbentuk tekstur krim. Setelah
terbentuk tekstur krim ditambahkan metil paraben sebagai pengawet dan parfum
agar bau ekstrak Ashitaba tersamarkan. Kemudian diamati organoleptis krim, krim
yang terbentuk memiliki warna hijau tua kehitaman dan memiliki tekstur yang tidak
baik. Krim mengalami breaking atau pecah sehingga fase minyak terpisah dengan
fase airnya (Djajadisastra 2004). Hal ini dikarenakan jumlah ekstrak yang
ditambahkan terlalu banyak karena ekstrak daun Ashitaba merupakan ektrak yang
penimbangan dan prosedur yang sama dengan trial yang pertama namun
konsentrasi dari ekstrak kental daun Ashitaba dikurangi menjadi 1 gram (1%) dari
55
dalam mortir dan membentuk tekstur krim, ditambahkan metil paraben sebagai
sediaan krim yang telah jadi. Krim yang terbentuk berwarna hijau muda dengan
tekstur yang baik, krim tidak pecah menjadi dua fase (breaking).
berbeda. Konsentrasi ektrak yang ditambahkan dinaikkan menjadi 1,5 gram (1,5%)
yang ditambahkan dalam sediaan basis cleansing cream. Hasil yang diperoleh
sediaan lightening cream yang terbentuk tidak stabil, yaitu mengalami breaking
ditambahkan dikurangi menjadi 0,5 gram (0,5%). Hasil yang diperoleh sediaan
lightening cream yang terbentuk memiliki warna hijau pucat, teksturnya baik atau
tidak mengalami breaking. sehingga pada dua sediaan lightening cream yaitu
sediaan dengan konsentrasi ekstrak 1% dan 0,5% saja yang dapat diuji mutu
fisiknya. Formulasi sediaan lightening cream yang digunakan dalam penelitian ini
Komposisi Formula
Formula 1 Formula 2
Ekstrak daun Ashitaba 1% 0,5%
Cleansing cream 100 g 100 g
Uji mutu fisik sediaan lightening cream yang dilakukan yaitu organoleptis,
pH, viskositas, homogenitas, sentrifugasi, daya lekat dan daya sebar sediaan.
56
4.4.1 Organoleptis
dengan beda konsentrasi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2. Sediaan lightening
ditambahkan pada sediaan untuk menyamarkan bau khas ekstrak yang kurang
sedap, memiliki bentuk krim yang padat serta memiliki warna hijau segar.
Sedangkan sediaan lightening cream dengan formulasi 2 memiliki bau dan bentuk
yang sama dengan formulasi 1, hanya warna yang dimiliki berbeda yaitu warna
hijau pucat. Hal ini dikarenakan jumlah ekstrak kental yang ditambahkan lebih
berbeda.
4.4.2 Uji pH
formulasi 2 memiliki pH yang sama yaitu 6,87. Hasil pH sediaan sesuai dengan
persyaratan SNI yang menyatakan bahwa rentang pH sediaan krim yang memenuhi
syarat yaitu 3,5-8. Menurut Levin dan Maibach (2007) dalam Rohmah (2013), nilai
pH yang tidak sesuai akan menyababkan perubahan pH dan kerusakan pada mantel
57
objek glass secara merata. Kemudian diamati pada objek glass adanya butiran kasar
pada sediaan. Apabila tidak ada butiran kasar maka sediaan disebut homogen. Hasil
pengamatan uji homogenitas sediaan lightening cream dapat dilihat pada tabel
berikut;
menggunakan viskometer Brook Field, viskositas kedua sediaan tidak dapat diukur.
58
Hal ini dikarenakan bentuk atau tekstur yang dimiliki kedua sediaan lightening
stabilitas krim dengan metode sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan dua atau
lebih zat yang memiliki kepadatan yang berbeda seperti dua cairan yang berbeda
atau cairan dan padatan karena adanya pengaruh gaya sentrifugal dan merupakan
suatu alat yang berguna untuk menilai dan memprediksi shelf-life suatu emulsi.
pemisahan fase hingga pengamatan dengan total waktu 3 jam 15 menit. Dari
pengujian sentrifugasi dapat diketahui waktu simpan sediaan lightening cream yaitu
selama 7 bulan 18 hari. Hasi luji sentrifugasi dapat dilihat melalui tabel berikut;
Waktu Pemisahan
Formula 1 Formula 2
5 menit Tidak memisah Tidak memisah
10 menit Tidak memisah Tidak memisah
15 menit Tidak memisah Tidak memisah
20 menit Tidak memisah Tidak memisah
25 menit Tidak memisah Tidak memisah
30 menit Tidak memisah Tidak memisah
40 menit Tidak memisah Tidak memisah
50 menit Tidak memisah Tidak memisah
60 menit Tidak memisah Tidak memisah
4.4.6 Uji Daya Sebar
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui luas daerah menyebarnya krim
pada kulit yang dioleskan. Daya sebar diperoleh dengan mengukur menggunakan
jangka sorong diameter dari luas sebaran sediaan dalam plat kaca. Hasil
59
pengukuran daya sebar kedua formula sediaan lightening cream dapat dilihat
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Luas Daya Sebar Sediaan Lightening Cream
lightening cream memenuhi syarat daya sebar sediaaan krim. Sediaan dengan daya
sebar yang baik, maka zat aktifnya dapat terabsorbsi oleh kulit secara merata.
Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui lama waktu kontak antara
sediaan dengan kulit. Pengamatan uji daya lekat menggunakan pengukuran waktu
lamanya sediaan yang melekat pada plat kaca yang telah diberi beban seberat 20
gram. Hasil pengujian lama waktu lekat kedua formulasi sediaan lightening
Tabel 4.8 Hasil Uji Waktu Daya Lekat Sediaan Lightening Cream
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa daya lekat sediaan lightening
Kedua sediaan lightening cream yang teah diuji mutu fisiknya kemudian
Dipilih jangka waktu tersebut karena regenerasi sel terjadi setiap 4-6 minggu
telah ditentukan. Kriteria responden yaitu sebagai mahasiswi berumur 18-21 tahun.
ligtening cream lalu dicatat pada tabel. Selanjutnya pemakaian sediaan lightening
cream dioleskan pada punggung tangan kiri dan tangan kanan sebagai kontrol.
Kemudian setiap minggunya diukur lagi kenaikan skala warna kulit punggung
tangan kiri menggunakan kertas indeks selama pemakaian sediaan. Hasil kenaikan
skala indeks warna kulit dihitung dengan selisih minggu ke-1 dan minggu ke-4
pemakaian sediaan.
Dalam penelitian ini terdapat faktor diluar kendali yang mempengaruhi uji
keefektifan lightening cream ekstrak daun Ashitaba. Faktor yang pertama yaitu
responden tidak memiliki luas tangan yang sama. Faktor yang kedua adalah
cream.
61
penelitian Suhandi dan Jafar (2014) memiliki kemampuan secara maksimum dalam
Ekstrak daun Ashitaba juga merupakan lightening agent yang tidak menimbulkan
toksistas sebagaimana telah disebutkan dalam penelitian Sang Han-Lee (2012) yang
melakukan studi efek dari fraksi tanaman Ashitaba pada iritasi mukosa mata, hasil
menjanjikan sebagai bahan kosmetik yang tidak menyebabkan iritasi kulit dan
fototoksik. Penelitian ini didukung oleh Son Hu (2012) yang menyatakan bahwa
ekstrak daun Ashitaba memiliki potensi sebagai whitening agent atau pencerah kulit
yang berbeda dari hewan coba. Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa penelitian
tentang absorbsi perkutan (zat aktif) pada hewan, baik in-vitro maupun in-vivo
hanya dapat digunakan untuk memprediksi aktifitas pada manusia. Karena Bartek
(1972) dalam Simanjuntak (2005) telah meneliti absorbsi perkutan dan menemukan
absorbsi zat aktif kedalam kulit. Formulasi sediaan mempengaruhi jumlah dan
kecepatan zat aktif yang diabsorbsi. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat
Aiache (1982) yang menyatakan bahwa pemilihan formulasi yang baik sangat
menentukan tercapainya tujuan pengobatan, dalam hal ini pencerah kulit. Karena
zat pembawa akan mempengaruhi pelepasan zat aktif dan absorbsinya pada lapisan
kulit.Hasil kenaikan skala indeks warna kulit setiap responden dapat dilihat melalui
tabel berikut;
Tabel 4.9 Hasil Pengukuran Kenaikan Skala Indeks Warna Kulit Responden
Responden Dosis
Ke- 1% 0,5%
1 3 0
2 2 1
3 2 0
4 2 0
5 1 0
Rata-rata 2 0
daripada sediaan dengan konsentrasi sebesar 0,5%. Dari hasil penelitian ini juga
dapat diketahui bahwa ekstrak kental daun Ashitaba sebanyak 1 gram yang
ditambahkan dalam sediaan sudah efektif untuk mencerahkan kulit responden rata-
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
ekstrak etanol daun Ashitaba efektif sebagai pencerah kulit pada konsentrasi 10
mg/mL hal ini dapat disebabkan oleh karena apabila sediaan lightening cream
63
dengan konsentrasi 10% tidak memenuhi syarat mutu fisik sediaan yang baik. Jika
adanya penelitian lebih lanjut mengenai formulasi zat pembawa yang baik untuk
statistik SPSS dengan menggunakan metode Uji T dua sampel independen. Uji ini
keputusan untuk mengetahui perbedaan keefektifan dari data skala kenaikan warna
H0 diterima apabila Thitung > Ttabel atau probabilitasnya < 0,05 dan H0 ditolak
apabila Thitung < Ttabel atau probabilitasnya > 0.05. kemudian setelah data diolah
dapat diketahui bahwa nilai Sig. (probabilitas) > 0,05 yaitu 0,777. Sehingga
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
(b/v).
5.2 Saran
2. Ekstrak daun Ashitaba juga dapat di tambahkan pada sediaan lain seperti
64
DAFTAR RUJUKAN
Adinata, Made Oka, I wayan Sudira, and I Ketut Berata. 2012. “Efek Ekstrak Daun
Ashitaba (Angelica Keiskei) Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Mencit
(Mus Musculus) Jantan.” Buletin Veteriner Udayana 4(2): 55–62.
Astarina, N.W.G., Astuti, K.W. & Warditiani, N.K., 2012. Skrining Fitokimia
Ekstrak Metanol Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.),
Iswindari, Desti. 2014. Formulasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim Rice Bran
Oil. Jakarta.
Perdanakusuma, David S. 2007. From Caring to Curing, Pause Before You Use
Gauze ANATOMI FISIOLOGI KULIT DAN PENYEMBUHAN LUKA.
Surabaya.
65
66
Putri, Amalia Lisiana.,2013. Uji Mutu Fisik dan Uji Volunteer Krim Ekstrak Buah
ALpukat (Persea gratissima gaertn.f.) dengan Basis Cold Cream. Akademi
Farmasi Putra Indonesia Malang
Suhandi., Asep dan Garnadi Jafar, M.Si.,Apt. 2014. kajian Pustaka Hidrogel
Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia Sinensis (L)) Sebagai Bleaching Skin
PadaMata Panda
Siswanto, Agus, Wiranti Sri Rahayu, and Pri Iswati Utami. 2010. Formulasi Krim
Tabir Surya Ekstrak Etanol Rimpang Kencur (Kaempferia Galangal L).
Purwokerto.
Son HU, Yoon EK, Cha YS, Kim MA, Shin YK, Kim JM, Choi YH and Lee SH:
Comparison of The Toxicity of Aqueous and Ethanol Fractions of Angelica
keiskei Leaf Using The Eye Irritacy Test. Exp Ther Med. 4:820-824. 2012
Syafnir, Livia, and Arlina Prima Putri. 2008. “Pengujan Kandungan Merkuri Dalam
Sediaan Kosmetik Dengan Spektrofotometri Serapan Atom.” Prosiding
SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan: 71–78.
Tranggono, Retno Iswari. & Latifah, Fatma., 2007, Buku Pegangan Ilmu
Pengetahuan Kosmetik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zuhra, C.F., Tarigan, J.B. & Sihotang, H., 2008. Skrining fitokimia tumbuhan yang
digunakan oleh pedagang jamu gendong untuk merawat kulit wajah di
kecamatan medan baru. , 3(1), pp.1–6.
67
Proses Freeze
drying
Homogenitas
Uji pH
71
Group Statistics
Std. Error
Konsentrasi_ekstrak N Mean Std. Deviation Mean
selisish_skor_w 1% 5 2,00 ,707 ,316
arna_kulit 0,5% 5 ,20 ,447 ,200
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Std. Error Interval of the
Sig. (2- Mean Differenc Difference
F Sig. t df tailed) Difference e Lower Upper
selisish Equal
_skor_ variances
,086 ,777 4,811 8 ,001 1,800 ,374 ,937 2,663
warna_ assumed
kulit
Equal
variances not 4,811 6,759 ,002 1,800 ,374 ,909 2,691
assumed