Professional Documents
Culture Documents
Culture Barong
Culture Barong
ABTRACT
This research aims to express and analyze the desacredness of Barong Dance in the
social living Balinese People’s culture. Desacredness is a traditional norm movement
into the modern ones in with the growth of historical events anda run in accordance
with the people’s change and take many. Barong dance is sacred one performed only for
the need of Hindu ritual in Bali, however in this opment of dance is also performed for
those of tourists’amusement. Research models are both descriptive and explorative
ones which qualitatively depict about the redness of Barong dance. The data collection
was held by observation, literatures, and document. Observation for seeing the Barong
dance performance and the symbols used. The interview was held artistis, religious
custom and youngsters. The document were bay reading correlated literature with
discussed problems. The research result includes as follows. Appearance of desacradness
of Barong dance of power structure change and the decision for in the Barong dance
performance. When the king held the power in Bali, he was the decision for in the
performance, when the Dutch colony came, the colonial government holding the decision,
when the freedom time came, the people gradually held the decision to this time the
organization, even the stage Barong dance in the form of Barong Profan appeared
because of debate between five is, that is, religious, custum, artist, tourist and government
groups. Thus, it is also the form of these people’s dynamism for doing a renewal,
experimentationd dissolve the religious tradition unity for sacral Barong dance
performance, which during this time dominate. The Barong dance element having
desacradness was the process of making mask, ceremonial; pace anda the level of
ceremonial; place and the level of ceremony, performance ritualism, function, and
performance objektif, rating organization, acor, dancing structure, place of performance,
organization structure, dynasty nation, magical ambience and the audiences and the
audiences of Barong dance performance. The desacredness bias of Barong dance in the
socio-cultural living cause the nowe organization , like sekaa barong dance, barong
dance management individually/personally. The tradition change happiness”, livehood,
pesangkepan tradition, will glue the correction between the village custom. Interacting
in doing things. The weakness of Barong dance sacredness existence give more care the
Barong dance performance. The symbols of Barong having been desacredness is the
beginning for using colour, decoration of performance attribute and the disappear of
“title” to Barong on the performance of Barong profane.
41
AKADEMIKA, Jurnal Kebudayaan
Vol. 4, No. 1, April 2006 ISSN: 0216-8219
42
Desakralisasi Tari Barong dalam Kehidupan
Sosial Budaya Masyarakat Bali (41 - 55) I Guti Ngurah Sudiana
hiasan, atribut pementasan dan hilang- tape recorder. Studi dokumentasi di-
nya gelar barong pada pementasan tari lakukan terhadap Awig-awig Desa Adat
barong profan. Batu Bulan, sumber-sumber berupa
pustaka lontar, buku, majalah, surat
Metode Penelitian kabar yang berkaitan dengan objek
Penelitian ini adalah penelitian penelitian.
deskriptif ekploratif yang bertujuan Observasi langsung dilakukan
menemukan dan menggambarkan ten- untuk mengamati secara langsung pe-
tang terjadinya desakralisasi tari ba- laksanaan pertunjukan barong dance
rong dalam pariwisata di daerah Bali. untuk melihat simbol-simbol yang me-
Metode yang digunakan adalah metode ngalami desakralisasi dari tari barong
kualitatif yaitu suatu cara untuk mem- ini.
bangun grounded theory. Penelitian ku- Data yang diperlukan dalam pe-
alitatif menghendaki arah bimbingan nelitian ini adalah sebagai berikut:
penyusunan teori dari data (Maleong, a. Perkembangan pertunjukan barong
1991:6). dance sejak berdirinya sampai dengan
Teknik pengumpulan data yang penelitian berlangsung. Data ini
dipergunakan dalam penelitian ini diperlukan untuk mengetahui latar
adalah wawancara, observasi langsung, belakang berdirinya pertunjukan
dan dokumentasi. Wawancara menda- barong dance di desa Batu Bulan. Data
lam dilakukan terhadap informan yaitu ini diperoleh dengan studi doku-
orang-orang yang dimanfaatkan untuk mentasi pada sekretariat perkum-
memberikan informasi tentang masa- pulan barong dance dan wawancara
lah penelitian. Karena itu informan ha- dengan tokoh-tokoh seni, adat, dan
rus banyak mempunyai pengetahuan agama setempat untuk mengetahui
tentang latar penelitian ini yang men- pandangan mereka tentang tari
jadi informan dalam penelitian ini Barong.
adalah Kelian Desa Adat Batu Bulan, pe- b. Program dan kegiatan perkumpulan
nyelenggara pertunjukan barong dance, barong dance sebelum mulai pertun-
tokoh agama dalam hal ini ketua PHDI jukan sampai akhir pertunjukan dan
Propinsi Bali, tokoh agama di desa Batu kegiatan lain untuk menarik penon-
Bulan, generasi muda serta tokoh-to- ton yang lebih banyak untuk me-
koh masyarakat lain yang dianggap me- nyaksikannya. Data ini diperoleh de-
mahami permasalahan ini. Nama-nama ngan pengamatan langsung serta
yang diwawancarai antara lain: I Nyo- wawancara dengan ketua pelaksana
man Yudha, I Komang Gede, Jero Mang- serta komponen pertunjukan, di-
ku Pererepan, I Made Mastika, I Gede tambah dengan studi publikasi ma-
Sura,dan I Ketut Subagiasta. jalah atau koran-koran dan seba-
Untuk mengarahkan kegiatan wa- gainya.
wancara digunakan pedoman wa- c. Bentuk pertunjukan, struktur pe-
wancara (interview guide). Selanjutnya mentarasan, elemen-elemen tari,
agar data dapat diperoleh dengan baik, pihak yang menentukan/berkuasa di
maka digunakan catatan lapangan dan dalam pementasan dan pengelolaan
43
AKADEMIKA, Jurnal Kebudayaan
Vol. 4, No. 1, April 2006 ISSN: 0216-8219
44
Desakralisasi Tari Barong dalam Kehidupan
Sosial Budaya Masyarakat Bali (41 - 55) I Guti Ngurah Sudiana
45
AKADEMIKA, Jurnal Kebudayaan
Vol. 4, No. 1, April 2006 ISSN: 0216-8219
46
Desakralisasi Tari Barong dalam Kehidupan
Sosial Budaya Masyarakat Bali (41 - 55) I Guti Ngurah Sudiana
47
AKADEMIKA, Jurnal Kebudayaan
Vol. 4, No. 1, April 2006 ISSN: 0216-8219
48
Desakralisasi Tari Barong dalam Kehidupan
Sosial Budaya Masyarakat Bali (41 - 55) I Guti Ngurah Sudiana
dengan Pemangku memercikan air suci yang kewenangannya lebih rendah di-
sehingga penari keris Ngunying kesu- bandingkan Pendeta/Sulinggih. Demi-
rupan. Adegan ini diikuti oleh pemen- kian juga bila dilihat dalam stage-stage
tasan barong profan yakni pemangku yang ada di Batu Bulan, dari empat sta-
memercikan air suci kepada penari ge yang ada pimpinan stage masih di
keris/Ngunying juga pada barong sak- dominasi oleh kaum kesatria yakni tiga
ral. Pemercikan air suci dan penusukan stage dipimpin oleh wangsa satria se-
keris pada tubuh penari yang dilakukan dangkan hanya satu stage dipimpin oleh
tidak tepat pada waktunya serta ber- wangsa jaba. Berarti pementasan ba-
dasarkan tradisi religius menyebabkan rong sakral didominasi oleh kaum Brah-
manipulasi ini sebagai salah satu ade- mana dalam upacara, sedangkan kepe-
gan yang rasionalitas dan penuh ke- mimpinan dalam barong profan dido-
pura-puraan. minasi oleh kaum ksatria.
Para pengambil keputusan dalam Suasana magis yang terdapat
pementasan barong sakral juga meng- dalam pementasan tari barong sakral
alami desakralisasi. Perubahan ini se- sangat kelihatan dari peralatan, sarana
cara historis yaitu semula pementasan dan prasarana yang dipergunakan
diputuskan oleh raja ketika jaman ke- dalam pementasan. Atribut serta simbol
rajaan, kemudian pada jaman kolonial sakral , baik yang terdapat pada topeng
oleh pemerintah kolonial dan raja se- barong dan Rangda yang disertai penari
bagai alat kolonial. Setelah jaman ke- Nguying yang betul-betul mengalami
merdekaan diputuskan oleh Desa adat kesurupan dan pemercikan air suci oleh
dan Pemaksan barong. Ketika industri pemangku dengan air suci pelaksanaan
pariwisata semakin berkembang kepu- odalan di suatu pura. Sedangkan sua-
tusan hanya terletak di tangan Desa sana magis yang terdapat dalam barong
adat dan Pemaksan Barong sakral. Te- profan/wisatawan penuh dengan mani-
tapi bagi barong profan yang sekaanya pulasi kemagisan dengan unsur kepu-
masih tradisional diputuskan oleh Pe- ra-puraan belaka sehingga kelihatan
maksan dan sekaa barong, sedangkan hambar. Kehambaran ini semakin lama
dalam sekaa perorangan/stage per- mempengaruhi eksistensi kesakralan
orangan keputusan terletak di tangan barong sakral, yang oleh masyarakat
pemilik saham. Secara sosiologis setiap pementasan tari barong sakral sama
pergeseran kekuasaan pengambilan dengan Barong wisatawan. Istilah lain
keputusan dalam pementasan tari ba- barong sudah merupakan tari komoditi
rong menjadi otoritas penguasa pada turis.
saat itu. Di dalam struktur organisasi juga
Dominasi wangsa dalam pemen- terjadi desakralisasi yaitu semula di
tasan tari barong sakral masih dido- wadahi oleh Desa Adat, banjat adat, dan
minasi oleh kalangan Wangsa Brahma- pemaksan barong, maka yang berwe-
na yang sudah menjadi pendeta untuk nang penuh adalah Bendesa Adat, Ka-
upacara melaspas, pasupati dan ngatep lian Banjar, dan Kelian Pemaksan un-
serta ngelukar, sedangkan pada barong tuk menetapkan keputusan paratem/
profan hanya dilakukan oleh Pemangku rapat. Sedangkan dalam barong profan
49
AKADEMIKA, Jurnal Kebudayaan
Vol. 4, No. 1, April 2006 ISSN: 0216-8219
yang diwadahi oleh Pemaksan barong rong, sebab kehidupan pertanian sudah
dan Sekaa barong dalam Sekaa tradi- tidak memungkinkan lagi.
sional keputusannya terletak dalam we- Perubahan juga terjadi pada tra-
wenang kelian pemaksan dan kelian disi pesangkepan/rapat. Secara tradisi
sekaa barong, sedangkan dalam wadah sebelum ada barong dance warga Pe-
sekaa pribadi atau stage perorangan maksan barong mengadakan pesang-
keputusan terletak pada kelian sekaa kepan setiap hari Rabu Wage/Budha
dan pimpinan stage secara otonom. wage tetapi sekarang menggunakan
tanggal masehi yakni setiap tanggal 15
3. Bias Desakralisasi Tari Barong pertengahan bulan.
dalam Kehidupan Sosial: Tum- Terjadinya interaksi antarlem-
buhnya Organisasi Baru, Peru- baga dan pribadi dalam pementasan
bahan Tradisi “Suka-Duka”, dan tari barong. Antarlembaga interaksinya
Peralihan Mata Pencaharian dapat dilihat ketika akan ada pemen-
Tumbuhnya organisasi baru se- tasan barong sakral, maka desa adat
bagai bias dari desakralisasi tari barong meminta kepada sekaa barong dance
antara lain: adanya sekaa-sekaa barong untuk melaksanakan pementasan ba-
dance, baik yang tradisional maupun rong sakral, Pemakian stage secara ber-
yang perorangan. Di samping itu adanya gantian antara stageBarong Dejalan
sekaa-sekaa arisan dan sekaa nampah, Batur dengan stage Banjar Tegal Tamu.
sekaa dagang, seperti dagang tegak Interaksi antarpribadi dapat di-
(menetap) dan pejalan dan dagang a- perhatikan ketika para penari sedang
cung. mempersiapkan pementasan, petugas
Perubahan tradisi suka duka da- dekorasi, tukang gamelan, tukang pa-
pat dilihat ketika anggota sekaa barong yas. Di samping berdialog untuk mem-
dance akan melaksanakan gotong ro- pertimbangkan masalah keluarga, pri-
yong di masyarakat adat Baru Bulan badi, dan sosial juga berdialog tentang
yang secara tradisi dilakukan mulai tiga segala yang berkaitan dengan pemen-
hari pagi siang dan malam ketika akan tasan tari barong profan ini.
ada upacara keagamaan baik perka-
winan dan kematian, pada masa seka- 4. Bias Desakralisasi Tari Barong
rang dilaksanakan hanya setelah pe- dalam Kehidupan Budaya
mentasan barong dan sebelum pemen- Dalam kehidupan budaya dapat
tasan, artinya, waktunya telah berubah dilihat pada kehidupan politik, kesa-
dan mengutamakan bagaimana agar kralan/eksistesi kesakralan, peles-
gotong royong dilakukan sesingkat tarian tari barong dan simbolisasi. Kehi-
mungkin, tetapi pekerjaan warga sudah dupan politik di Bali menyebabkan tari
selesai. barong dikendalikan oleh tiga betuk
Peralihan mata pencaharian juga pemerintahan semasa tiga periode. Pe-
disebabkan oleh desakralisasi tari ba- merintahan kerajaan untuk kepenti-
rong, masyarakat Batu Bulan kebanya- ngan religius dan kerajaan. Pemerintah
kan memfokuskan kepada usaha seba- kolonial Belanda untuk kepentingan
gai kelompok pematung dan tari ba- menyambut tamu penjajah, dan peme-
50
Desakralisasi Tari Barong dalam Kehidupan
Sosial Budaya Masyarakat Bali (41 - 55) I Guti Ngurah Sudiana
rintahan republik untuk religius, poli- ngan atribut pementasan sekaa meng-
tik, dan sajian wisatawan. utamakan estetis yang terpenting ba-
Eksistensi kesakralan juga sema- gaimana indah dilihat oleh wisatawan
kin melemah sebab dipentaskan setiap walau pun tidak tepat dengan filosofi
hari dengan memanipulasi simbol, masyarakat Bali. Apabila diperhatikan
atribut, sarana, dan prasarana pemen- juga banyak simbol barong sakral yang
tasan barong sakral. Demikian juga sudah tidak ditemukan dalam pemen-
semakin banyaknya jumlah stage-stage tasan barong wisatawan, seperti tingga
sehingga tari barong dianggap sebagai diganti dengan gedong/tempat penyim-
tari turis dan bukan tari sakral oleh se- panan benda/barong sakral, sanggah
bagian masyarakat Bali, eksistensi ke- crukcuk, tumbak, dan sebagainya.
sakralannya ditambah lagi semakin me- Di samping memudarnya simbol
rasionalnya pemikiran kelompok-ke- tari barong juga terjadi pengkaburan
lompok masyarakat. gelar yang diberikan oleh masyarakat
Bias desakralisasi juga membe- Bali. Jika pada barong sakral diberikan
rikan dampak pelestarian pada tari ba- dengan gelar, Ratu sakti dan sebagai-
rong tersebut. Hal ini dapat dilihat dari nya, sedangkan pada barong profan
semakin tumbuhnya wadah pemen- menjadi tanpa gelar karena tidak ada
tasan tari barong, semakin seringnya kaitannya dengan upacara keagama-
masyarakat mengadakan latihan tari an/sifatnya profan.
dan musik/gong sehingga regenersi
penari barong semakin lama semakin 6. Munculnya Desakralisasi Tari
banyak. Barong Sebuah Realitas dalam
Masyarakat Bali
5. Simbol-simbol tari Barong yang Secara struktur sosial budaya ma-
Mengalami Desakralisasi syarakat Bali, tari barong merupakan
Dapat dilihat dari; profanisasi bagian dari salah satu wujud kekayaan
warna, atribut barong, dan atribut pe- budaya. Budaya yang timbul dari unsur
mentasan, serta pemberian gelas. seni. Dalam hubungannya dengan ma-
Profanisasi warna yaitu jika ba- syarakat, seni dapat dipakai sebagai me-
rong sakral mengutamakan warna me- dia untuk mengomunikasikan maksud
rah dan kuning sebagai simbol keper- tertentu oleh individu atau masyarakat
kasaan dan keagungan, sedangkan pada yang berkepentingan. Demikian halnya
barong profan mengutamakan warna dengan tari barong itu sendiri.
kuning sebagai lambang kemakmuran. Tari barong dalam perkembangan-
Atribut barong serta atribut pe- nya tidak lepas dari pengaruh struktur
mentasan juga mengalami desakrali- masyarakat Bali, baik secara politik,
sasi. Misalnya dalam pemasangan hi- ekonomi, dan sebagainya. Pada jaman
asan pada tubuh barong lebih mengu- kerjaaan tari barong digunakan oleh ra-
tamakan dari segi estetis dan tidak me- ja untuk menyampaikan ide-ide kekua-
ngutamakan estetis religius sesuai de- saannya kepada masyarakat Bali. Hal
ngan makna filosofi masyarakat Bali. ini terjadi ketika kerajaan Kelungkung
Demikian juga terjadi pada pemasa- mencapai puncak kejayaannya yakni
51
AKADEMIKA, Jurnal Kebudayaan
Vol. 4, No. 1, April 2006 ISSN: 0216-8219
abad ke XVII. Pada saat itu struktur ke- munculanlah kelompok tari barong, ba-
rajaaan Gelgel/Kelungkung merupakan ik yang bernaung di bawah desa adat
struktur kesatuan yang terdesentra- atau benjar dan pribadi untuk memen-
lisasi (Sideman, 1983:6). Setelah jatuh- taskan tari sakral sebagai hiburan ke-
nya kerajaan Gelgel tanggal 27 April pada wisatawan. Melihat perilaku ma-
1908, maka Bali dikuasai oleh Belanda. syarakat Bali yang demikian, maka
Berkuasanya Belanda di Bali, tari ba- pemerintah Bali mengadakan seminar
rong dipergunakan sebagai media un- seni sakral dan profan di bidang tari
tuk memperkuat penanaman ide-ide tahun 1971 di Denpasar. Seminar ter-
kekuasaannya yaitu mempergunakan sebut diikuti oleh lima kelompok ma-
tari barong sebagai tari pertunjukan ke- syarakat, yakni kelompok agamawan,
pada tamu-tamu penting kerajaan Be- adat, seniman, pemerintah, dan pari-
landa (Wiryasuta, 1939:175-177). Ketika wisata (Widja, 1983:11).
jaman kemerdekaan, tari barong bah- Pertentangan pendapat sakral dan
kan semakin berkembang pengguna- profan dalam masyarakat Bali, yang
annya, baik sebagai sarana propaganda dilanjutkan dengan pelaksanaan semi-
politik sekitar tahun 1965 dan diper- nar tersebut membawa akibat terbit-
tunjukkan untuk sajian kepada wisa- nya keputusan Gubernur Bali No. 2
tawan mancanegara. Tahn 1973. Isinya adalah pelarangan
Sesuai dengan fungsinya sesung- pementasan tari sakral untuk para
guhnya tari barong adalah tari sakral wisatawan. Larangan pemerintah Bali
yang hanya boleh dipentaskan ketika tidak membuat berhentinya para ke-
pelaksanaan upacara di sebuah pura. lompok seniman dan pengelola wisata
Namun, jika kekuasaan berbicara, ma- melaksanakan pementasan tari. Mere-
ka masyarakat pendukung tari barong ka kemudaian membuat tari duplikat
tersebut akan tunduk pada penguasa. yang hampir sama dengan tari sakral.
Sebagai akibatnya fungsi tari Barong Tari duplikat inilah yang disajikan un-
yang sesungguhnya magis religius tuk para wisatawan.
beralih fungsi menjadi profan. Lebih Pementasan tari kamuflase ini
menarik lagi, ketika pergeseran fungsi membawa akibat semakin samarnya
tersebut banyak dikehendaki oleh ma- perbedaan antara tari yang sakral dan
syarakat pendukungnya dan bukan tidak sakral/profan. Kemudian mening-
atas kemauan penguasa yang kemudian katnya persaingan penjualan tari
dipergunakan untuk menarik devisa duplikat/profan kepada wisatawan. Hal
dari wisatawan. Pengabaikan fungsi tari ini juga terjadi pada tari barong. Per-
barong pada taraf tersebut sudah ber- saingan antarkelompok dan organisasi
arti masyarakat bukan saja memanfa- tari barong untuk merebut pasaran, me-
atkan tari barong hanya untuk kepen- nyebabkan masyarakat Bali berusaha
tingan spiritual belaka tetapi juga di- untuk menampilkan tari Barong sesa-
manfaatkan untuk kepentingan eko- kral mungkin beserta dengan simbol-
nomi. simbol, serimonial, dan sebagainya yang
Sejalan dengan berkembangnya dibuat nuansa penuh kesakralan. Di
Bali sebagai pulau wisata, maka ber- samping masyarakat mementaskan Ba-
52
Desakralisasi Tari Barong dalam Kehidupan
Sosial Budaya Masyarakat Bali (41 - 55) I Guti Ngurah Sudiana
rong profan mereka juga mementaskan rubahan sosial budaya sehingga otoritas
tari barong yang sakral untuk hiburan kesakralan yang sebelumnya diperta-
wisatawan pada stage-stage tertentu hankan kemudian diubah disesuaikan
yang berlangsung sampai sekarang. dengan tempat, situasi, dan kondisi
Pementasan barong sakral dan (Desa Kala dan Patra).
barong profan untuk kepentingan pasar Bila diperhatikan lebih jauh ten-
menyebabkan terjadinya pergeseran tang perangkat dan sirkulasi pemen-
simbolis tari barong itu sendiri. Artinya, tasan tari barong profan, hal ini dapat
tari barong yang semula sebagai salah dikatakan bahwa para seniman, kelom-
satu simbol sakral, kemudian menjadi pok masyarakat yang tergabung dalam
simbol profan yang identik dengan ba- organisasi tari barong sebagai para
rang dagangan. Bila dilihat dari pen- spesialis dalam memproduksi serta
dekatan Bourdieu dalam “Toward a So- menjual simbol kesakralan tari barong
ciology of Postmodern Culture” bahwa dalam hubungannya dengan konsumen
masyarakat Bali yang tergabung dalam atau orang-orang yang telibat dalam
kelompok pementasan barong profan di kepariwisataan. Istilah Bordieu disebut
desa Batu Bulan telah melakukan pen- dengan “perantara budaya baru” (Pris-
jualan tari Barong yang diidentikkan ma, 1993:13). Artinya, di dalam situasi
barang simbolis; kondisi pemasaran dan yang global di mana arus sirkulasi dan
permintaan tari Barong melalui promosi, informasi yang serba cepat membantu
berbagai proses persaingan dan mono- melancarkan jalannya perubahan dalam
polisasi, serta berbagai pertarungan budaya tari barong sakral yang semula
dengan kelompok tari barong yang su- tertutup, kemudian muncul berbagai sa-
dah mapan dan baru berdiri. Misalnya luran komunikasi baru, kebutuhan ba-
dilihat dari tindakan penamaan (na- ru, peluang baru, dalam kondisi persai-
ming), sebagai salah satu strategi yang ngan yang semakin meningkat sehingga
penting dari berbagai kelompok seni- desakralisasi tari barong tidak terelak-
man tari Barong yang terlibat dalam kan lagi. Di sinilah terlihat jelas antara
pertarungan dengan kelompok lain/ seniman yang tergabung dalam pemen-
antarstage dengan nama yang tertera, tasan tari barong profan sebagai penjual
penggunaan segala atribut dan istilah simbol, dengan pelaku ekonomi pari-
baru yang berkepentingan mendistabi- wisata sebagai konsumen simbol saling
lisasi berbagai hirarki kepentingan sim- ketergantungan satu dengan lainnya,
bolis yang ada untuk menghasilkan sua- yaitu produsen simbolis dan konsumen
tu klasifikasi ulang di bidang bersang- simbolis. Maksudnya, seniman sebagai
kutan sejalan dengan kepentingan me- produsen dan penjual simbol tari barong
reka (Prisma, 1993:12). sedangkan pelaku pariwisata sebagai
Penjualan tari barong profan me- pembeli simbol tersebut.
rupakan kondisi masyarakat yang Desakralisasi tari barong dalam
tanpa disadari dapat menghancurkan berbagai simbol dan unsur-unsurnya
pembatas antara tari barong sakral de- seperti upacara, pemimpin upacara, pe-
ngan tari barong profan dalam wilayah megang keputusan, pementasan tari
seni. Yang digerakkan oleh kondisi pe- barong, pergeseran organisasi tari ba-
53
AKADEMIKA, Jurnal Kebudayaan
Vol. 4, No. 1, April 2006 ISSN: 0216-8219
rong, dan sebagainya. Dilihat dari ka- yang merupakan kepekaan masyarakat
camata posmodernisme inilah yang di- Bali untuk melihat perbedaan yang ada
maksud oleh Lyntard sebagai ketidak- dalam konteks aktivitas budaya sebagai
percayaan pada kebenaran tunggal. Da- pendukung religius.
lam era posmodernisme legitimasi me- Sebagaimana teori posmodernis-
njadi majemuk dan lokal (bukan uni- me yang memandang relativisme plural
versal) tidak terdapat dan dibutuhkan sebagai salah satu dasar untuk mengkaji
keadilan serta kebenaran tunggal. Apa kebenaran realitas kehidupan masya-
yang dibutuhkan adalah keadilan dan rakat dengan melihat kebenaran teori
kebenaran majemuk (Lyntard, 1979:33- lain yang masih relevan, maka tari Ba-
34). Pementasan tari barong untuk wi- rong profan dalam masyarakat Bali me-
satawan merupakan sebuah terobosan rupakan wujud relativisme dari sistem
dan cermin telah memudarnya legimi- dan struktur budaya yang dimiliki oleh
tasi agama dan adat, serta penguasa masyarakat Bali.
terhadapnya. Kelompok pementasan
mempunyai pandangan, bahwa pemen- Simpulan
tasan tari Barong profan tersebut juga Penelitian ini bermaksud meng-
merupakan suatu kebenaran dari ke- ungkapkan dan menganalisis desa-
benaran religius lainnya. Sebab dalam kralisasi tari barong dalam kehidupan
membuat pementasan barong profan sosial budaya masyarakat Bali.
masyarakat Bali seolah-olah sudah Desakralisasi adalah gerakan-
mendapatkan kebenaran dari tradisi, gerakan norma-norma tradisional me-
norma, adat, dan budaya masyarakat nuju norma-norma modern seirama de-
Bali. ngan berkembangnya peristiwa-pe-
Pementasan barong profan juga ristiwa sejarah dan berjalan sesuai de-
sebagai wujud dinamisme, artinya para ngan perubahan masyarakat serta me-
seniman dan kelompok pementasan ngambil berbagai bentuk.
tari barong telah melakukan usaha Tari barong semula merupakan
untuk pembaharuan, eksperimentasi tari sakral yang dipentaskan hanya
tari sehingga dapat mewujudkan se- untuk kepentingan upacara agama
buah tari barong profan dengan mem- Hindu di Bali, tetapi dalam perkem-
berikan ciri perbedaan fungsi tari ba- bangannya tari ini juga dipentaskan
rong sakral. Secara halus sesungguhnya untuk hiburan wisatawan.
seniman tari barong profan menolak Muncul unsur-unsur, simbol-sim-
pemikiran yang terlalu totaliter reli- bol, dan bias desakralisasi tari barong
gius, tetapi mengkombinasikan antara dalam kehidupan sosial budaya ma-
tari barong sakral dengan tari barong syarakat Bali.
profan melalui proses simbolis. Inilah
54
Desakralisasi Tari Barong dalam Kehidupan
Sosial Budaya Masyarakat Bali (41 - 55) I Guti Ngurah Sudiana
Daftar Pustaka
Maleong, Lexy J. 1991. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Prisma. 1993. No. 1 Tahun XXII LP3S
Widia, I Gede. 1982. “Kasta dalam Hindu Kesalahpahaman Berabad-abad”. Jakarta:
Yayasan Mamik Geni.
Wirjasutha, Nyoman. 1939. “Verslog dari Lezing tentang: Penyakitnya Perkoempoelan
di Bali”dalam Djataanjoe. No.6. 25 Djanuari, III. Soerabaia : Modern Canalaan
55