Professional Documents
Culture Documents
Sistem Ispo Untuk Menjawab Tantangan Dalam Pembangunan Kelapa Sawit Indonesia Yang Berkelanjutan
Sistem Ispo Untuk Menjawab Tantangan Dalam Pembangunan Kelapa Sawit Indonesia Yang Berkelanjutan
ABSTRACT
The implementation of ISPO certification system which has been running since 2011 in addition to having
experienced various achievements and developments also encountered various obstacles, problems, challenges
and demands. The formulation of the problems analyzed and answered in this study are: what aspects should be
formulated in order to strengthen ISPO system? To analyze and answer the problem formulation is used framework
thinking about legal system theory or Legal System Theory developed by Lawrence M. Friedman. The research
method used in this study is more focused on normative legal research. Based on the analysis, it can be concluded
that the aspects that must be formulated in order to strengthen ISPO system include: First, related to the aspect of
law substance, ISPO system arrangement must be increased from the level of Minister of Agriculture Regulation
to the level of Presidential Regulation. Through this Presidential Regulation is expected to become a stronger
legal umbrella in the implementation of ISPO system. Second, in relation to aspects of its legal apparatus, the
institutional mechanisms of ISPO certification shall be enhanced and strengthened. Third, from the legal culture
aspect, there must be a common understanding about the definition and concept of sustainability in the management
and development of oil palm Indonesia.
Keywords: ISPO, Development, Palm Oil, Sustainable, Indonesia
ABSTRAK
Penyelenggaraan sistem sertifikasi ISPO yang berjalan sejak 2011, di samping telah mengalami berbagai
pencapaian dan perkembangan, menemui berbagai hambatan, masalah, tantangan, dan tuntutan. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat aspek-aspek apa saja yang harus dirumuskan dalam rangka penguatan sistem ISPO? Untuk
menganalisis dan menjawab rumusan masalah tersebut, digunakan kerangka berpikir tentang teori sistem hukum
atau legal system theory yang dikembangkan oleh Lawrence M. Friedman. Metode penelitian yang digunakan
dalam kajian ini lebih dititikberatkan pada penelitian hukum normatif. Berdasarkan pada analisis yang dilakukan,
dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang harus dirumuskan dalam rangka penguatan sistem ISPO meliputi:
pertama, terkait dengan aspek substansi hukum, pengaturan sistem ISPO harus ditingkatkan dari tingkat peraturan
menteri pertanian menjadi tingkat peraturan presiden. Peraturan presiden ini diharapkan dapat menjadi payung
hukum yang lebih kuat dalam penyelenggaraan sistem ISPO. Kedua, terkait dengan aspek aparatur hukumnya,
mekanisme kelembagaan penyelenggaraan sertifikasi ISPO harus disempurnakan dan dikuatkan. Ketiga, dari aspek
budaya hukum, harus ada persamaan pemahaman mengenai definisi dan konsep sustainability dalam pengelolaan
dan pengembangan kelapa sawit Indonesia.
Kata kunci: ISPO, Pembangunan, Kelapa Sawit, Berkelanjutan, Indonesia
65
merupakan tuntutan pasar, sejatinya telah menjadi tata kelola perizinan, pengawasan, inkonsistensi
amanat Konstitusi Negara Republik Indonesia, kebijakan, minimnya transparansi, dan lemahnya
yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik penegakan hukum yang terus terjadi. Keempat,
Indonesia Tahun 1945—selanjutnya disebut UUD legalitas dan pembiayaan sistem sertifikasi ISPO.
1945—dan dijabarkan lebih lanjut dalam berba Penyelenggaraan sistem sertifikasi ISPO selama
gai peraturan perundang-undangan. Pemerintah ini dinilai kurang berjalan maksimal karena
Indonesia telah menetapkan dan memberlakukan beberapa faktor, antara lain mengenai pemenu-
standar pembangunan perkebunan kelapa sawit han aspek legalitas dan masalah pembiayaan.
Indonesia berkelanjutan sejak 2011 melalui Kelima, keberterimaan sistem sertifikasi ISPO di
sistem sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan pasar global (Policy Brief Rancangan Peraturan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ Presiden tentang Penguatan ISPO, 25 Oktober
ISPO)—selanjutnya disebut sistem sertifikasi 2016, 2–3). Untuk menjawab beberapa hambatan,
ISPO. masalah, tantangan, dan tuntutan krusial dalam
Penyelenggaraan sistem sertifikasi ISPO kaitan dengan sistem sertifikasi ISPO di atas,
yang berjalan sejak 2011, di samping telah meng akhir-akhir ini muncul adanya proses penguatan
alami berbagai pencapaian dan perkembangan, sistem ISPO. Berdasarkan pada uraian latar be-
menemui berbagai hambatan, masalah, tantangan, lakang di atas, rumusan masalah yang dianalisis
dan tuntutan. Merujuk pada hasil kajian dan refe dan dijawab adalah: aspek-aspek apa saja yang
rensi dari berbagai pihak, meskipun Indonesia harus dirumuskan dalam rangka penguatan sistem
telah memberlakukan sistem sertifikasi ISPO, ISPO?
kelapa sawit Indonesia tidak serta-merta terlepas
dari adanya tuntutan sustainable palm oil, baik PENGUATAN SISTEM ISPO
yang datang dari pembeli, konsumen, maupun Dalam perkembangannya, terutama sejak pelun-
industri produk berbahan baku minyak sawit. curan ISPO dan terbitnya berbagai peraturan
Adapun yang paling keras bersuara adalah lem- terkait dengan keberlanjutan pembangunan perke-
baga swadaya masyarakat (LSM), baik di tingkat bunan serta diundangkannya Undang-Undang
nasional, regional, maupun internasional. Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang
Hambatan, masalah, tantangan, dan t untutan harus diadopsi oleh persyaratan ISPO, permintaan
krusial terkait dengan sistem sertifikasi ISPO pasar terhadap minyak yang bersertifikat ISPO
antara lain, pertama, terkait dengan pemahaman yang mulai bermunculan mengharuskan perlu-
nya merevisi persyaratan ISPO. Penyempurnaan
dan kebijakan tentang definisi dan konsep dasar
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri
sustainability (keberlanjutan) di Indonesia. Per
Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011
soalan sangat mendasar yang belum pernah
tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit
dibahas secara tuntas dalam konteks Indonesia
Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable
adalah pemahaman bersama tentang definisi dan
Palm Oil/ISPO), bertujuan memberikan petunjuk
konsep dasar sustainability dalam pengelolaan yang lebih jelas bagi pelaku usaha perkebunan
dan pengembangan kelapa sawit. Kedua, dan para auditor. Akhirnya, pada 2015, telah
meka
n isme kelembagaan penyelenggaraan terbit Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Per-
sertifikasi ISPO. Persoalan mendasar dalam me- mentan/OT.140/3/2015 tentang Sistem Sertifikasi
kanisme kelembagaan ISPO terletak pada me- Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Perkebun
kanisme penyelenggaraan proses sertifikasi ISPO an Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indo-
yang dinilai sebagian pihak tidak independen, nesian Sustainable Palm Oil/ISPO)—selanjutnya
transparan, akuntabel, dan kredibel. Ketiga, disebut ISPO—adalah sistem usaha di bidang
substansi prinsip, kriteria, dan indikator dari perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi,
sistem sertifikasi ISPO. ISPO diklaim sebagian layak sosial, dan ramah lingkungan didasarkan
pihak lebih mencerminkan kepentingan nasional. pada peraturan perundangan yang berlaku di
Prinsip, kriteria, dan indikator yang dibuat belum Indonesia (Peraturan Menteri Pertanian Nomor
mampu menjawab permasalahan dan kelemahan 11/Permentan/OT.140/3/2015).
Ermanto Fahamsyah dan ... | Sistem ISPO untuk Menjawab Tantangan ... | 67
interpretasi yang berbeda. Hal lain yang cukup dalam suatu sistem. Substansi juga mengandung
berbeda adalah RSPO mencakup free and prior pengertian produk atau keputusan dari pembuat
informed consent dalam prinsip dan kriterianya peraturan perundang-undangan. Budaya hukum
sehubungan dengan kepedulian terhadap komu- mengandung pengertian sikap perilaku masyara-
nitas dan akuisisi lahan. Dalam standar ISPO, kat terhadap hukum dan sistem hukum. Hal ini
aspek-aspek ini dianggap normatif, sedangkan mencakup bagaimana kepercayaan, nilai, ide,
informasi yang lebih detail juga terbatas. dan pengharapan mereka terhadap hukum. Ide
Merupakan tantangan untuk memperkuat pemikiran inilah yang membuat hukum dapat
sistem ISPO berdasarkan pada kesadaran terha- berjalan sebagaimana semestinya (Friedman,
dap kelebihan dan kekurangan ini. Apalagi, kalau 1984, 5–6).
dipandang dari tujuannya, bahwa ISPO—seperti Melalui analisis dengan teori sistem hukum
halnya RSPO—bertujuan meningkatkan keber- tersebut, diharapkan dapat dirumuskan suatu
lanjutan dari produksi kelapa sawit (Gillespie & konsep penguatan sistem ISPO sebagai instru-
Harjanthi, 2012). Sebagai standar sertifikasi yang men yang dapat menjawab segala hambatan,
berbasis pada legalitas, penguatan ISPO dilak- masalah, tantangan, dan tuntutan krusial terkait
sanakan berdasarkan pada kerangka berpikir ilmu dengan penyelenggaraan sustainable palm oil
hukum seperti dijelaskan pada bagian berikut. di Indonesia. Penguatan sistem ISPO dimulai
pada aspek substansi hukumnya, selanjutnya
KERANGKA TEORETIS dari aspek aparatur hukumnya, yaitu pelaksana/
kelembagaannya, serta terakhir aspek budaya hu-
Pembangunan perkebunan kelapa sawit berke kum yang menyangkut persepsi para pemangku
lanjutan atau sustainable palm oil merupakan kepentingan terhadap sistem ISPO itu sendiri.
kewajiban yang diterapkan pemerintah Indonesia
dalam upaya memelihara lingkungan, meningkat-
kan kegiatan ekonomi dan sosial, serta menegak- METODE PENELITIAN
kan peraturan perundangan Indonesia di bidang Metode penelitian yang digunakan dalam kajian
perkelapasawitan. Penerapan kewajiban kebun ini lebih dititikberatkan pada penelitian hukum
sawit yang berkelanjutan ini dilakukan sejak normatif (Sidharta, 2000, 218; Soekanto, 2006,
peluncuran Perkebunan Kelapa Sawit Berkelan- 51; Soekanto & Mahmudji, 2001, 13–14). Pene-
jutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm litian norma hukum ialah penelitian hukum yang
Oil/ISPO) di Medan pada Maret 2011. mengacu pada peraturan perundang-undangan,
Untuk menganalisis dan menjawab rumusan keputusan pengadilan, dan norma yang berlaku
masalah di atas, digunakan kerangka berpikir di masyarakat (Filstead, 1978, 38). Dengan
tentang teori sistem hukum atau legal system demikian, objek yang dianalisis dalam peneli-
theory yang dikembangkan oleh Lawrence M. tian ini adalah norma hukum berupa peraturan
Friedman (2001, 6–8). Dia menyatakan, suatu perundang-undangan yang berkaitan langsung
sistem hukum atau legal system terdiri atas tiga dengan pembangunan kelapa sawit Indonesia
unsur, yaitu unsur struktur hukum, substansi hu- yang berkelanjutan.
kum, dan budaya hukum. Struktur mengandung Data yang digali dan ditelaah dalam pene-
pengertian kerangka yang memberikan perlin litian ini terdiri atas data sekunder (Marzuki,
dungan menyeluruh bagi suatu sistem hukum. 2005, 164–166). Data sekunder terdiri atas bahan
Struktur ini terdiri atas elemen-elemen jumlah hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
dan besar badan peradilan, bagaimana peraturan hukum tersier (Soekanto & Mahmudji, 2001,
perundang-undangannya, serta prosedur apa 13–14). Bahan hukum primer dalam penelitian
yang harus dilaksanakan para penegak hukum. ini adalah peraturan perundang-undangan yang
Struktur bersifat sebagai pembatas gerakan. mengatur dan/atau terkait dengan pembangunan
Substansi dari suatu sistem hukum mengandung kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.
pengertian peraturan yang sesungguhnya, norma, Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan
dan tatanan pergaulan masyarakat yang berlaku adalah bahan yang memberikan penjelasan
Ermanto Fahamsyah dan ... | Sistem ISPO untuk Menjawab Tantangan ... | 69
hidup bertujuan mewujudkan pembangunan untuk mempercepat pembangunan industri.
berkelanjutan (Pasal 3 huruf i Undang-Undang Antara lain, perusahaan industri kecil dan in-
No. 32 Tahun 2009). Pasal 15 ayat (1) me- dustri menengah yang memanfaatkan sumber
nyebutkan, pemerintah dan pemerintah daerah daya alam secara efisien, ramah lingkungan, dan
wajib membuat kajian lingkungan hidup strategis berkelanjutan, serta yang melaksanakan upaya
(KLHS) untuk memastikan prinsip pembangunan untuk mewujudkan industri hijau (Pasal 110 ayat
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi (1) juncto Pasal 110 ayat (2) huruf h dan huruf i
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau Undang-Undang No. 3 Tahun 2014).
kebijakan, rencana, dan/atau program (Pasal 15 Kelima, Pasal 62 Undang-Undang Nomor
ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009). 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan menyatakan
Penjelasan Umum angka 1 mengatur bahwa UUD bahwa pengembangan perkebunan diselenggara-
1945 menyatakan lingkungan hidup yang baik dan kan secara berkelanjutan dengan memperhatikan
sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional aspek ekonomi, sosial-budaya, dan ekologi.
bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena Pengembangan perkebunan berkelanjutan seba
itu, negara, pemerintah, dan semua pemangku gaimana dimaksud harus memenuhi prinsip dan
kepentingan berkewajiban melindungi dan kriteria pembangunan perkebunan berkelanjutan.
mengelola lingkungan hidup dalam pelaksanaan Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan
pembangunan berkelanjutan agar lingkungan perkebunan berkelanjutan diatur dalam peraturan
hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber pemerintah (Undang-Undang No. 39 Tahun 2014,
dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta LN No. 308 Tahun 2014, TLN No. 5613, Pasal
makhluk hidup lain (Penjelasan Umum angka 1 62). Khusus pada perkebunan kelapa sawit, telah
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009). Berikutnya, diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
Penjelasan Umum angka 3 menyebutkan peng- 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman
gunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indo-
dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. nesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO),
Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/ kemudian diganti dengan Peraturan Menteri
atau program pembangunan harus dijiwai oleh Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/3/2015
kewajiban melakukan pelestarian lingkungan tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelan-
hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan jutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm
berkelanjutan (Penjelasan Umum angka 3 Oil Certification System) (Peraturan Menteri
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009). Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/3/2015;
Keempat, Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Berita Negara No. 432 Tahun 2015).
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian Meskipun konsep pembangunan keberlanjut
menentukan bahwa industri hijau adalah industri an, khususnya dalam pembangunan kelapa sawit
yang dalam proses produksinya mengutamakan berkelanjutan Indonesia, sudah diatur dalam
upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sum- be
berapa peraturan perundang-undangan di
ber daya secara berkelanjutan sehingga mampu Indonesia, dari tingkat undang-undang dasar
menyelaraskan pembangunan Industri dengan sampai peraturan menteri, baik secara tersurat
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat maupun tersirat, masih terdapat persoalan sangat
memberikan manfaat bagi masyarakat (Undang- mendasar yang belum pernah dibahas secara
Undang No. 3 Tahun 2014, LN. No. 4 Tahun tuntas dalam konteks Indonesia. Salah satunya
2014, TLN No. 5492, Pasal 1 angka 3). Pasal 30 pemahaman bersama tentang definisi dan konsep
ayat (1) memuat ketentuan bahwa sumber daya dasar sustainability dalam pengelolaan dan
alam diolah serta dimanfaatkan secara efisien, pengembangan kelapa sawit di Indonesia.
ramah lingkungan, dan berkelanjutan (Pasal 30 Sebagian pihak, antara lain dari unsur
ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2014). pemerintah dan pelaku usaha, memahami serta
Pasal 110 ayat (1) juncto Pasal 110 ayat (2) huruf memaknai bahwa definisi dan konsep dasar sus-
h dan huruf i menentukan bahwa pemerintah dan tainability dalam pengelolaan dan pengembangan
pemerintah daerah dapat memberikan fasilitas kelapa sawit di Indonesia diukur pada tingkat
Ermanto Fahamsyah dan ... | Sistem ISPO untuk Menjawab Tantangan ... | 71
perizinan usaha perkebunan; e) unit sertifika- b) Perusahaan perkebunan yang melaku-
si kelompok (grup) perusahaan perkebunan, kan usaha budi daya perkebunan, yaitu:
yaitu beberapa perusahaan perkebunan yang 1) legalitas lahan perkebunan; 2) mana-
dikelola dengan menerapkan manajemen jemen perkebunan; 3) perlindungan ter-
yang sama. Tiap perusahaan perkebunan hadap pemanfaatan hutan alam primer
yang di bawah kelompok masing-masing dan lahan gambut; 4) pengelolaan dan
harus mendapatkan sertifikat ISPO terlebih pemantauan lingkungan; 5) tanggung
dahulu sebelum kelompoknya disertifikasi. jawab terhadap pekerja; 6) tanggung
Setiap perusahaan perkebunan harus mem- jawab sosial dan pemberdayaan eko-
punyai minimal dua orang auditor internal, nomi masyarakat; dan 7) peningkatan
sedangkan grup perusahaan memiliki mini- usaha secara berkelanjutan.
mal lima orang yang telah lulus pelatihan c) Perusahaan perkebunan yang melaku-
teknis auditor ISPO. kan usaha pengolahan hasil perkebunan,
3) Pengambilan contoh kebun. Perusahaan yaitu: 1) legalitas lahan perkebunan; 2)
perkebunan yang disertifikasi dinilai ber- manajemen perkebunan; 3) pengelolaan
dasarkan pada jumlah contoh kebun. Unit dan pemantauan lingkungan; 4) tang-
kebun dari suatu perusahaan perkebunan gung jawab terhadap pekerja; 5) tang-
yang dinilai berdasarkan pada prinsip dan gung jawab sosial dan pemberdayaan
kriteria ISPO minimum berjumlah 0,8Öy ekonomi masyarakat; dan 6) peningkat
pembulatan ke atas; dengan y adalah jumlah an usaha secara berkelanjutan.
kebun dari perusahaan perkebunan kelapa d) Perusahaan perkebunan yang melaku-
sawit. Ukuran sampel untuk penilaian harus kan usaha produksi minyak kelapa sawit
berdasarkan pada penilaian risiko pada unit untuk energi terbarukan wajib menghi-
kebun—yang berisiko tinggi memerlukan tung emisi gas rumah kaca (GRK) yang
ukuran sampel yang lebih banyak. Ukuran pedoman perhitungannya diatur secara
sampel harus ditetapkan dengan formula terpisah.
(0,8Öy) x (z), dengan z merupakan perkalian
5) Syarat permohonan sertifikasi. Perusahaan
yang ditetapkan dengan penilaian risiko
perkebunan yang hendak mengajukan permo-
(risiko rendah = pengali 1; risiko menengah
honan sertifikasi harus melengkapi dokumen
= pengali 2; risiko tinggi = pengali 3). Usaha
sebagai berikut: (a) Izin usaha perkebunan,
pengolahan kelapa sawit secara keseluruhan
seperti izin usaha perkebunan (IUP), izin
dinilai berdasarkan pada prinsip dan kriteria
usaha perkebunan budi daya (IUP-B); izin
ISPO. usaha perkebunan pengolahan (IUP-P), surat
4) Prinsip dan kriteria ISPO untuk perusahaan pendaftaran usaha perkebunan (SPUP), izin
perkebunan, terdiri atas: tetap usaha budi daya perkebunan (ITUBP),
a) Perusahaan perkebunan yang melaku- izin usaha tetap usaha industri perkebunan
kan usaha budi daya perkebunan dan (ITUIP), izin/persetujuan prinsip menteri
terintegrasi dengan usaha pengolahan pertanian, dan izin usaha perkebunan yang
hasil perkebunan, yaitu: 1) legalitas diterbitkan oleh Kepala BKPM atas nama
usaha perkebunan; 2) manajemen perke- Menteri Pertanian. (b) Hak atas tanah sesuai
bunan; 3) perlindungan terhadap peman dengan peraturan di bidang pertanahan; (c)
faatan hutan alam primer dan lahan Izin lingkungan; dan (d) Penetapan usaha
gambut; 4) pengelolaan dan pemantauan perkebunan Kelas I, Kelas II, atau Kelas III
lingkungan; 5) tanggung jawab terhadap dari bupati/wali kota, gubernur atau Direk-
pekerja; 6) tanggung jawab sosial dan tur Jenderal sesuai dengan kewenangan.
pemberdayaan ekonomi masyarakat; 6) Proses pengakuan sertifikasi ISPO perusa-
dan 7) peningkatan usaha secara berke haan perkebunan.
lanjutan.
Ermanto Fahamsyah dan ... | Sistem ISPO untuk Menjawab Tantangan ... | 73
minggu sejak tanggal penerimaan oleh usaha pengolahan, perlu dilakukan audit
lembaga sertifikasi. Jika terjadi keter- terhadap penambahan dimaksud untuk
lambatan dalam penyampaian laporan memperoleh perluasan sertifikat.
audit, lembaga sertifikasi harus dapat 7) Surveillance. Untuk memastikan perusahaan
menyampaikan alasannya secara tertulis. perkebunan menerapkan prinsip dan kriteria
j) Selanjutnya, laporan audit diteruskan ISPO secara konsisten, dilakukan surveil-
ke Tim Penilai ISPO untuk mendapat lance setiap tahun oleh lembaga sertifikasi
penilaian. penerbit sertifikat ISPO. Surveillance pertama
k) Tim Penilai ISPO melakukan penilaian dilakukan paling kurang 12 bulan terhitung
paling lama dua bulan sejak diterimanya pengakuan sertifikat oleh Komisi ISPO.
laporan audit dari Sekretariat Komisi 8) Kewajiban penerima sertifikat ISPO. Setelah
ISPO. Dalam melakukan penilaian mendapatkan pengakuan dari Komisi ISPO,
laporan audit, Tim Penilai ISPO dapat perusahaan perkebunan wajib:
mengumpulkan informasi dari berbagai a) Memelihara dan mempertahankan
sumber, antara lain beberapa pemangku penerapan prinsip dan kriteria ISPO
kepentingan yang terkait, seperti ma- secara konsisten dan konsekuen.
syarakat adat, asosiasi, pejabat pemerin
b) Melakukan audit internal minimal satu
tah setempat, LSM setempat, dan
kali dalam setahun oleh auditor internal
karyawan perusahaan yang diaudit.
yang telah lulus pelatihan auditor ISPO.
l) Tim Penilai memberikan rekomen-
c) Bersedia dilakukan surveillance setiap
dasi terhadap perusahaan perkebunan tahun.
kepada Komisi ISPO untuk diberikan
pengakuan (approval). Perusahaan d) Melaporkan apabila ada perubahan yang
Perkebunan yang tidak memenuhi mendasar berkaitan dengan persyaratan
persyaratan ISPO ditolak dan diminta ISPO.
melakukan tindakan perbaikan serta e) Tidak melakukan kegiatan peremajaan di
mengajukan permohonan kembali. lahan sempadan sungai dan sekitar mata
air serta melakukan penanaman pohon
m) Komisi ISPO memberikan pengakuan
sesuai dengan peraturan perundang-
kepada perusahaan perkebunan yang
undangan di bidang Kehutanan.
memenuhi persyaratan ISPO dan diu-
mumkan kepada publik. 9) Masa berlaku sertifikat ISPO. Sertifikat
ISPO berlaku selama lima tahun. Perusahaan
n) Lembaga sertifikasi menerbitkan
perkebunan pemegang sertifikat ISPO harus
sertifikat ISPO atas nama perusahaan
mengajukan permohonan perpanjangan serti-
perkebunan bersangkutan paling lama
fikat kepada Komisi ISPO satu tahun sebe-
10 hari kerja sejak mendapatkan pe
lum masa berlaku sertifikat ISPO berakhir.
ngakuan Komisi ISPO.
Sementara itu, tata cara sertifikasi ISPO
o) Sertifikat ISPO ditandatangani pimpinan
untuk usaha kebun plasma dan usaha kebun
lembaga sertifikasi yang bersangkutan swadaya secara umum hampir sama dengan yang
dan diakui (approved) oleh Direktur berlaku untuk perusahaan perkebunan. Perbedaan
Jenderal selaku Ketua Komisi ISPO. mendasar terletak pada Prinsip dan Kriteria ISPO
Apabila terdapat penambahan luas yang diberlakukan. Untuk usaha kebun plasma
area tanaman menghasilkan (perluasan terdiri atas (a) Legalitas Usaha Kebun Plasma; (b)
kebun milik sendiri), penambahan Manajemen Usaha Kebun Plasma; (c) Pengelo-
pasokan bahan baku dari kebun lain laan dan Pemantauan Lingkungan; (d) Tanggung
(usaha kebun swadaya dan usaha kebun Jawab terhadap Kesehatan dan Keselamatan
plasma yang telah memiliki sertifikat Kerja (K3) Petani; (e) Tanggung Jawab Sosial dan
ISPO), dan/atau peningkatan kapasitas Pemberdayaan Masyarakat; serta (f) Peningkatan
Ermanto Fahamsyah dan ... | Sistem ISPO untuk Menjawab Tantangan ... | 75
pemantauan lingkungan; (5) tanggung pengelolaan dan pemantauan lingkungan; serta
jawab terhadap pekerja; (6) tanggung (d) peningkatan usaha secara berkelanjutan (Per-
jawab sosial dan pemberdayaan eko- aturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/
nomi masyarakat; serta (7) peningkatan OT.140/3/2015, lampiran I, , hlm. 25).
usaha secara berkelanjutan. ISPO dinilai sebagian pihak lebih mencer-
b) Perusahaan perkebunan yang melakukan minkan kepentingan nasional dan terlihat sangat
usaha budi daya perkebunan, yaitu (1) normatif sehingga rentan disalahgunakan. Di
legalitas lahan perkebunan; (2) manaje- lain pihak, ISPO tidak memiliki kekuatan untuk
men perkebunan; (3) perlindungan ter- memengaruhi pasar dan konsumennya karena
hadap pemanfaatan hutan alam primer dianggap sebagai kebijakan lokal dan memiliki
dan lahan gambut; (4) pengelolaan dan kelemahan dalam prinsip dan kriterianya. Prinsip
pemantauan lingkungan; (5) tanggung dan kriteria yang dibuat dinilai belum mampu
jawab terhadap pekerja; (6) tanggung menjawab secara tuntas berbagai isu dan persoal
jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi an ekonomi, sosial-budaya, serta legalitas dalam
masyarakat; serta (7) peningkatan usaha pengelolaan dan pengembangan perkebunan ke-
secara berkelanjutan. lapa sawit di Indonesia (Policy Brief Rancangan
Peraturan Presiden tentang Penguatan ISPO, 25
c) Perusahaan perkebunan yang melakukan
Oktober 2016, , hlm. 2).
usaha pengolahan hasil perkebunan,
yaitu (1) legalitas lahan perkebunan; (2) Sebagai solusi untuk menjawab permasalahan
manajemen perkebunan; (3) pengelo tersebut, perlu dilakukan penyempurnaan terha
laan dan pemantauan lingkungan; (4) dap substansi prinsip, kriteria, dan indikator serti-
tanggung jawab terhadap pekerja; (5) fikasi ISPO. Melalui penyempurnaan tersebut,
tanggung jawab sosial dan pemberda diharapkan prinsip, kriteria, dan indikator tidak
yaan ekonomi masyarakat; serta (6) hanya memenuhi standar nasional Indonesia,
peningkatan usaha secara berkelanjutan. tetapi juga standar yang berlaku secara internasi-
onal. Dengan demikian, kepatuhan dan penerapan
d) Perusahaan perkebunan yang melaku- berbagai aspek ekonomi, sosial-budaya, dan
kan usaha produksi minyak kelapa ekologi, serta kepatuhan terhadap peraturan
sawit untuk energi terbarukan wajib perundang-undangan dapat terpenuhi. Misalnya,
menghitung emisi GRK yang pedoman penerapan konsep nilai konservasi tinggi (NKT)
perhitungannya diatur secara terpisah dan penerapan ketentuan free prior inform
(Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/ concern (FPIC). Prinsip dan Kriteria ISPO se-
Permentan/OT.140/3/2015, lampiran I, layaknya sudah mengadopsi konsep FPIC untuk
hlm.16–18). memungkinkan penyelesaian terhadap konflik di
Sementara itu, Prinsip dan Kriteria ISPO masyarakat/lapangan. Dalam menerapkan konsep
yang berlaku untuk usaha kebun plasma terdiri FPIC, perlu dipastikan adanya penyusunan prose-
atas (a) legalitas usaha kebun plasma; (b) manaje- dur komunikasi dan konsultasi dengan para pihak
men usaha kebun plasma; (c) pengelolaan dan beserta penunjukan petugas yang bertanggung
pemantauan lingkungan; (d) tanggung jawab ter- jawab untuk melakukan konsultasi dan komuni-
hadap kesehatan dan keselamatan kerja (k3) pe kasi dengan para pihak. Termasuk penggunaan
tani; (e) tanggung jawab sosial dan pemberdayaan bentuk dan bahasa yang tepat untuk informasi
masyarakat; serta (f) peningkatan usaha secara yang relevan, termasuk analisis dampak, pemba-
berkelanjutan (peraturan menteri pertanian nomor gian keuntungan yang diajukan, dan pengaturan
11/permentan/ot.140/3/2015, lampiran i, 21–22). secara hukum. Selanjutnya, kebijakan tentang
adapun prinsip dan kriteria ispo yang diberlaku- penggunaan api, yang masih diper bolehkan
kan untuk usaha kebun swadaya terdiri atas (a) sepanjang dinilai sebagai cara yang efektif dengan
legalitas usaha kebun swadaya; (b) organisasi pe- tingkat kerusakan lingkungan yang paling sedikit
kebun dan pengelolaan usaha kebun swadaya; (c) untuk meminimalkan risiko serangan hama dan
Ermanto Fahamsyah dan ... | Sistem ISPO untuk Menjawab Tantangan ... | 77
dimaksudkan adalah pelaksanaan sertifikasi ISPO dengan penyelenggaraan sustainable palm oil
seharusnya melibatkan masyarakat dan/atau tim di Indonesia. Konsep tersebut juga diharapkan
pemantau independen yang bertugas turut serta dapat menjadi instrumen untuk meningkatkan
memantau dan/atau mengawasi proses sertifikasi transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
ISPO. Sementara independen yang dimaksudkan independensi, kredibilitas, dan akseptabilitas
adalah proses sertifikasi seharusnya dilakukan dari sistem ISPO sebagai standar kelapa sawit
secara penuh oleh lembaga sertifikasi dengan nasional, baik di tingkat nasional, regional,
mengikuti skema yang telah ditetapkan dan/atau maupun internasional, yang dicerminkan dengan
diatur Komite Akreditasi Nasional. peningkatan keberterimaan produk sistem ISPO,
Untuk meningkatkan keberterimaan sertifi khususnya di pasar internasional. Yang tidak
kasi ISPO di pasar global, perlu dilakukan kalah penting, instrumen untuk memperbaiki
penyem purnaan, antara lain pengaturannya, tata kelola (good governance) dalam pengelo-
mek anism e kelembagaan penyelenggaraan laan dan pengembangan kelapa sawit Indonesia
sertifikasi ISPO, serta substansi prinsip, kriteria, yang ditandai dengan peningkatan kepatuhan
dan indikator, seperti tertulis dalam Policy Brief dan penerapan terhadap semua aspek ekonomi,
Rancangan Peraturan Presiden tentang Penguatan sosial-budaya, dan ekologi, serta legalitas.
ISPO yang disusun oleh Kementerian K oordinator
Perekonomian (Policy Brief Rancangan Peraturan PUSTAKA ACUAN
Presiden tentang Penguatan ISPO, 25 Oktober Filstead, W. J. (1978). Qualitative method: A needed
2016, 3). Yang tidak kalah penting, pemerintah perspective in evaluation research. Dalam
Indonesia bersama-sama pemangku kepentingan Thomas D. Cook & Charles S. Reichard
lainnya harus melakukan promosi dan upaya (ed.), Qualitative and Quantitative Research
in Evaluation Research, 38. London: Sage
untuk meningkatkan keberterimaan sertifikasi
Publications.
ISPO di pasar global.
Friedman, L. M. (1984). American law. United States
of America: W.W. Norton & Company.
SIMPULAN Friedman, L. M. (2001). Hukum Amerika: Sebuah
Berdasarkan pada pembahasan di atas, dapat pengantar (American Law: An Introduction, 2nd
Edition). Diterjemahkan oleh Wishnu Basuki.
disimpulkan bahwa ada tiga aspek yang harus di- Jakarta: Tatanusa.
rumuskan dalam rangka penguatan sistem ISPO.
Gillespie, P. & Harjanthi, R. S. (2 November 2012).
Pertama, aspek substansi hukum. Pengaturan ISPO, RSPO: Two sides of the same coin? The
sistem ISPO harus ditingkatkan dari peraturan Jakarta Post.
menteri pertanian menjadi peraturan presiden. Hidayat & Samekto. (2007). Kajian Kritis Penegakan
Peraturan presiden ini diharapkan dapat menjadi Hukum Lingkungan di Era Otonomi Daerah.
payung hukum yang lebih kuat dalam penyeleng- Cet. I. Semarang: Badan Penerbitan Universitas
garaan sistem ISPO. Kedua, aspek aparatur Diponegoro.
hukum. Mekanisme kelembagaan penyelengga- Kospa, H. S. D. (Desember 2016). Konsep Perkebunan
raan sertifikasi ISPO harus disempurnakan dan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Jurnal Tekno
Global, 5(1), 1–10.
dikuatkan. Ketiga, aspek budaya hukum. Harus
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2015).
ada persamaan pemahaman terkait dengan definisi
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Per-
dan konsep sustainability dalam pengelolaan dan mentan/OT.140/3/2015 tentang Sistem Serti-
pengembangan kelapa sawit Indonesia. fikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
Penguatan sistem ISPO melalui perumusan (Indonesian Sustainable Palm Oil Certification
konsep yang berangkat dari ketiga aspek tersebut System/ISPO). Berita Negara No. 432 Tahun
2015. Jakarta: Kementerian Pertanian.
diharapkan dapat melahirkan suatu konsep
Kementerian Koordinator Perekonomian Republik
yang nantinya dapat dijadikan instrumen yang
Indonesia. (2016, 25 Oktober). Policy brief ran-
dapat menjawab segala hambatan, masalah, cangan peraturan presiden tentangpenguatan
tantangan, dan tuntutan krusial dalam kaitan ISPO. Jakarta: Kementerian K oordinator
Perekonomian.
Ermanto Fahamsyah dan ... | Sistem ISPO untuk Menjawab Tantangan ... | 79