Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

468

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA


(Belajar Keharomonisan dan Toleransi Umat Beragama Di Desa
Cikakak, Kec. Wangon, Kab. Banyumas)
Rini Fidiyani
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (UNNES)
E-mail:fidiyani.rini@gmail.com

Abstract

The harmony of religious in Indonesia is one issue that recently came to light. Indonesian local
wisdom in actually providing the means to resolve the issue. The research reveals the indigenous
community in the village of Aboge in Cikakak, Wangon, Banyumas regency in maintaining harmony
and religious tolerance. This study is a qualitative research approach of anthropology, ethnography
and law. Based on this research, local knowledge existing in the Community Aboge also not free
from Javanese cultural values, such as respect for each other (tolerance), respect for differences,
appreciation and respect for ancestor spirit, togetherness embodied in community service acti-
vities/mutual cooperation, sincerely sincere, peace loving, not discrimination, is open to the values
of the outer and consistent. There is no noticeable difference between Islam Aboge with other Mus-
lims, just different calendar calculations and this became the formal symbol for them. There is no
spiritual or religious guidance from the relevant authorities. The agency only pays attention to the
village which has the potential to become a tourist attraction. There needs to be a serious step to
preserve indigenous Islamic community Aboge order to remain sustainable.

Key words: Islam Aboge, local wisdom, tolerance, legal protection

Abstrak

Kerukunan umat beragama di Indonesia merupakan salah satu persoalan yang akhir-akhir ini mencuat.
Kearifan lokal di Indonesia sebenarnya menyediakan sarana untuk mengatasi masalah tersebut.
Penelitian ini mengungkap mengenai kearifan lokal komunitas aboge yang ada di Desa Cikakak, Kec.
Wangon, Kab. Banyumas dalam menjaga keharmonisan dan toleransi beragama. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dengan metode pendekatan dari antropologi, etnografi dan hukum.
Berdasar hasil penelitian, kearifan lokal yang ada pada Komunitas Aboge juga tidak lepas dari nilai-
nilai kebudayaan Jawa, seperti saling menghargai (toleransi), menghargai perbedaan, penghargaan
dan penghormatan pada roh lelulur, kebersamaan yang diwujudkan dalam kegiatan kerja
bakti/gotong royong, tulus ikhlas, cinta damai, tidak diskriminasi, terbuka terhadap nilai-nilai dari
luar dan konsisten. Tidak ada perbedaan mencolok antara Islam Aboge dengan Islam lainnya, hanya
perhitungan penanggalan yang berbeda dan ini menjadi simbol formal bagi mereka. Tidak ada
pembinaan kerohanian atau keagamaan dari instansi terkait. Instansi tersebut hanya memberi
perhatian terhadap desa tersebut yang berpotensi menjadi objek wisata. Perlu ada langkah yang
serius untuk melestarikan kearifan lokal komunitas Islam Aboge agar tetap lestari.

Kata kunci: Islam Aboge, kearifan lokal, toleransi, perlindungan hukum

Pendahuluan sia terbentuk.1 Salah satu bentuk keberagaman


Suatu kenyataan sosiologis bahwa bangsa yang terdapat di Indonesia adalah persoalan
Indonesia terdiri dari masyarakat multikultural agama. Indonesia bukan negara sekuler, bukan
yang harus dijunjung tinggi, dihormati, dan te-
rus dipertahankan. Justru karena adanya peng-
1
Lihat dan bandingkan dengan tulisan Muhatadin Dg. Mus-
akuan atas keberagaman inilah bangsa Indone- tafa, “Reorientasi Teologi Islam dalam Konteks Pluralis-
me Beragama (Telaah Kritis dengan Pendekatan Teologis
Normatif, Dialogis dan Konvergensif)”. Jurnal Hunafa
Vol. 3 No. 2 Juni 2006, hlm. 130.
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia (Belajar Keharomonisan dan Toleransi … 469

pula negara agama, akan tetapi pengakuan ter- kan ibadah dikaitkan atau dikategorikan seba-
hadap agama oleh negara hanya meliputi enam gai hak asas yang lain, maka banyak pasal-pasal
agama saja, yaitu Islam, Hindhu, Budha, Kris- yang masuk pada kedua kategori tersebut, akan
ten, Katolik, dan Kong Hu Chu. Apabila dilihat tetapi untuk keperluan tulisan ini, disebutkan
dari sisi jaminan kebebasan beragama yang ada pasal-pasal yang paling dekat dengan pokok
dalam konstitusi, sesungguhnya apa yang diten- permasalahan. Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 jo
tukan oleh negara ini bertentangan, karena ne- Pasal 22 ayat (2) masuk pada dua kategori ter-
gara justru memberikan pembatasan dengan sebut karena merupakan kewajiban negara
menentukan jumlah tertentu dari agama yang yang harus diberikan dan menjadi hak pendu-
boleh dipeluk, dengan kata lain agama selain duk untuk memperolehnya.
yang ditentukan itu tak boleh hidup di Indone- Hak beragama (memeluk dan menjalan-
sia. Ini sesuatu yang paradoksal. kan ibadah) yang dijamin oleh Konstitusi dan
Bagi penduduk yang memeluk agama yang perundang-undangan lainnya bukanlah hak yang
ditentukan itu, negara memberikan penghorma- dapat dilaksanakan sekehendak hati. Artinya
tan dan penghargaan yang ditunjukkan dengan ada rambu atau syarat-syarat tertentu agar
adanya jaminan kebebasan beragama melalui pelaksanaan hak itu tidak menganggu hak orang
Konstitusi RI (UUD 1945) dan UU No. 39 Tahun lain, kemanan dan ketertiban masyarakat, ne-
1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya gara, dan bangsa; dengan kata lain ada pemba-
disebut UU HAM) dalam beberapa pasalnya. Ada tasan-pembatasan yang harus diperhatikan oleh
dua kategori yang diberikan oleh negara, yaitu penduduk. Pembatasan tersebut ada pada Pasal
jaminan kebebasan memeluk agama (kebebas- 28J ayat (2) UUD 1945 jo Pasal 73 UU HAM. Pa-
an beragama) dan jaminan kebebasan menja- sal 28J ayat (2) menentukan bahwa dalam men-
lankan agama yang dipeluknya. Untuk kategori jalankan hak dan kebebasannya, setiap orang
pertama, beberapa pasal yang dapat dijadikan wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetap-
sebagai sandaran adalah sebagai berikut. Per- kan dengan undang-undang dengan maksud
tama, Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
jo Pasal 22 ayat (1) UU HAM, yang menentukan penghormatan atas hak dan kebebasan orang
mengenai kebebasan memeluk agama atau me- lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil se-
yakini kepercayaan; kedua, Pasal 28I ayat (1) suai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
UUD 1945 jo Pasal 4 UU HAM mengenai hak ber- agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
agama sebagai salah satu hak asasi manusia satu masyarakat demokratis.
yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apa- Apabila jaminan kebebasan beragama te-
pun; ketiga, Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 dan Pa- lah diberikan oleh Konstitusi, maka bagaimana
sal 22 ayat (2) UU HAM yang menentukan bah- dengan praktiknya. Apabila dikaji klaim peme-
wa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap rintah atas kinerjanya di bidang kebebasan ber-
penduduk untuk memeluk agamanya masing- agama maka ada dua hal yang bersifat para-
masing dan untuk beribadat menurut agama doksal. Pertama, UU No. 17 Tahun 2007 ten-
dan kepercayaannya itu. tang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Untuk kategori kedua, yaitu jaminan un- Nasional Tahun 2005-2007, pada Lampiran Bab
tuk menjalankan menjalankan (ibadah) agama II Kondisi Umum Sub Bab Sosial Budaya dan Ke-
yang dipeluknya juga dijamin oleh Konstitusi hidupan Beragama, angka 7 disebutkan bahwa
dan UU HAM. Pasal-pasal yang terkait dengan pembangungan di bidang budaya sudah meng-
hal tersebut adalah Pasal 28D ayat (1), Pasal 28 alami kemajuan yang tandai dengan meningkat-
E ayat (1), Pasal 28G ayat (1) dan ayat (2), Pa- nya pemahaman terhadap keberagaman buda-
sal 28I ayat (2), dan Pasal 28J atay (1) UUD ya, pentingnya toleransi, dan pentingnya sosia-
1945; Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 5 lisasi penyelesaian masalah tanpa kekerasan,
ayat (1), Pasal 22 ayat (2) UU HAM. Sebenar- serta mulai berkembangnya interaksi antarbu-
nya, jika kebebasan beragama dan menjalan- daya. Pada angka 8 disebutkan bahwa kehidup-
470 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 13 No. 3 September 2013

an beragama pada masyarakat masih pada ta- duga sesat 8 kasus (9%), Millah Abraham (4 ka-
taran simbol keagamaan dan belum pada subs- sus), kelompok Syiah dan aliran AKI (2 kasus),
tansi nilai-nilai ajaran agama. Upaya memba- aliran Nurul Amal, aliran Bedatuan, aliran Islam
ngun kerukunan intern dan antarumat beraga- Suci, Padepokan Padange Ati dan jemaah Mas-
ma belum juga berhasil baik, terutama di jid di NTT (masing-masing 1 kasus). Jawa Barat
tingkat masyarakat. Ini adalah fakta paradoks adalah daerah paling tinggi tingkat pelanggaran
yang pertama, di mana angka 7 dan angka 8 da- kebebasan beragama dan berkayakinan yakni 55
ri ketentuan tersebut bertolak belakang. kasus atau 58%. Diikuti Banten, 9 kasus atau
Kemudian pada bagian Tantangan, Sub 10%, NAD 5 kasus (6%), Jawa Timur, Jawa Te-
Bab Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama ngah dan Sulsel masing-masing 4 kasus, dan
juga dikemukakan bahwa tantangan yang diha- daerah-daerah lainnya antara 1-2 kasus.2
dapi dalam pembangungan agama adalah meng- Praktik kebebasan beragama dan berke-
aplikasikan ajaran agama dalam kehidupan se- yakinan sebagai bagian dari konstruksi relasi
hari-hari, mewujudkan kerukunan intern dan agama dan negara di Indonesia masih menyisa-
antarumat beragama, serta memberikan rasa kan banyak masalah. Institusi Negara adalah
aman dan perlindungan dari tindak kekerasan. yang paling banyak melakukan pelanggaran ke-
Ketentuan ini mengindikasikan bahwa kehidup- bebasan beragama dan berkeyakinan. Ancaman
an beragama (sebagai tantangan ke depan) se- kebebasan beragama juga muncul dari peme-
sungguhnya seperti api dalam sekam, mengan- rintah daerah dengan produknya berupa Perda
dung potensi timbulnya konflik antar atau in- maupun Perwali, seperti di Tegal berupa Edar-
tern umat beragama, sehingga klaim dari angka an Walikota tentang waspada aliran Syiah (Feb-
7 sebagaimana tersebut di atas patut pula ruari 2011), Banda Aceh berupa Perwali tentang
dipertanyakan. aliran sesat dan pendangkalan aqidah (Maret
Kedua, hasil penelitian The Wahid Institu- 2011), Provindi NAD berupa Pergub dan SKB
te menyebutkan bahwa selama tahun 2011, te- tentang Larangan Kegiatan Aliran Millata Abra-
lah terjadi peningkatan pelanggaran kebebasan ham di Aceh (April 2011).3
beragama dan berkeyakinan di berbagai daerah Berdasarkan data tersebut, maka persoal-
di Indonesia. Apabila tahun sebelumnya hanya an kehidupan beragama di Indonesia bukanlah
64 kasus maka jumlah ini meningkat 18% masalah yang sederhana. Toleransi masih men-
menjadi 92 kasus. Bentuk pelanggaran kebebas- jadi permasalahan yang besar di tengah per-
an beragama yang paling tinggi adalah pelara- saingan agama-agama menjalankan syariat dan
ngan atau pembatasan aktifitas keagamaan menambah umatnya. Kehidupan yang harmonis
atau kegiatan ibadah kelompok tertentu de- pun masih pula menjadi tanda tanya akan ke-
ngan 49 kasus, atau 48%, kemudian tindakan in- terwujudannya. Di tengah situasi konflik yang
timidasi dan ancaman kekerasan oleh aparat terjadi, nampaknya kita perlu belajar pada se-
negara 20 kasus atau 20%, pembiaran kekerasan buah komunitas kecil di Banyumas, Jawa Te-
11 kasus (11%), kekerasan dan pemaksaan keya- ngah, yang memiliki perbedaan keyakinan de-
kinan 9 kasus (9%), penyegelan dan pelarangan ngan sebagian besar umat beragama (Islam) pa-
rumah ibadah 9 kasus (9%), dan kriminalisasi da umumnya, akan tetapi tetap hidup rukun,
atau viktimisasi keyakinan 4 kasus (4%). Insti- nyaris tidak ada konflik yang mencuat sebagai
tusi Negara adalah pelaku yang paling banyak sebuah persoalan keagamaan, padahal setiap
melakukan pelanggaran kebebasan beragama tahun perbedaan dimunculkan khususnya pada
dan berkeyakinan. Dari 92 kasus pelanggaran penghitungan awal dan akhir Ramadhan.
kebebasan beragama dan berkeyakinan selama
2011, Jemaat Ahmadiyah adalah korban terba-
2
The Wahid Institute, 2011, Laporan Kebebasan Beragama
nyak dengan 46 kasus (50%), berikut Jemaat
Dan Toleransi Di Indonesia The Wahid Institute 2011
GKI Taman Yasmin Bogor 13 kasus (14%), jema- “Lampu Merah Kebebasan Beragama”, Jakarta, hlm. 1-3;
lihat juga laporan-laporan sebelumnya.
at gereja lainnya 12 kasus (13%), kelompok ter- 3
The Wahid Institute, op.cit, hlm. 1-2, dan 8;
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia (Belajar Keharomonisan dan Toleransi … 471

Komunitas Aboge tersebar di Jawa Te- lam ilmu hukum yang digunakan adalah metode
ngah, terutama di Banyumas. Komunitas yang penelitian terhadap hukum sebagai law in ac-
menjadi objek penelitian berada di Desa Cikak, tion, merupakan studi ilmu sosial yang non-dok-
Kec. Wangon, Kab. Banyumas. Komunitas ini trinal dan bersifat empiris.
memiliki keutamaan-keutamaan yang menye- Penggunaan metode non doktrinal dalam
babkan anggota komunitas memiliki toleransi penelitian ini memungkinkan peneliti fokus pa-
beragama yang kuat sehingga menciptakan ke- da fenomena atau keadaan atau realitas dari
hidupan yang harmonis. Hasil penelitian Abdur- Komuntas Aboge; mereka yang berpengaruh da-
rahman M. terhadap komunitas Aboge di Cila- lam Komunitas Aboge (Sesepuh atau Pemuka
cap menyebutkan bahwa komunitas Aboge me- Agama) untuk memperoleh gambaran mengenai
rupakan bentuk akulturasi budaya antara Islam asal-usul, kehidupan, kearifan lokal yang masih
dan Jawa dengan kekhasannya tersendiri ter- terpelihara, termasuk pemanfaatan dan peles-
utama dalam hal penentuan penanggalan untuk tarian situs-situs peninggalan masa lalu; pemu-
menentukan hari-hari besar Islam. Artikel ini ka agama dari organisasi Islam dengan pemeluk
akan membahas mengenai nilai-nilai kearifan mayoritas (NU dan Muhammadiyah) untuk me-
lokal yang mendukung kehidupan keagamaan ngetahui peta Komunitas Aboge dalam agama
yang harmonis beserta perlindungan hukum ter- Islam secara keseluruhan; dan posisi kebudaya-
hadap Komunitas Aboge sebagai warisan budaya an dan kearifan lokal Komunitas Aboge dalam
berwujud (situs, benda-benda yang masih di- lingkup kebudayaan Banyumas dan Jawa pada
pelihara) maupun tak berwujud (berupa ritus umumnya; Kementerian Agama mengenai lang-
dan kearifan lokal lainnya). kah-langkah yang telah atau akan diambil untuk
melindungi dan melestarikan Komunitas Aboge
Permasalahan di masa mendatang.
Ada tiga permasalahan yang dibahas pada Penelitian ini juga menggunakan pende-
artikel ini. Pertama, berkaitan dengan peng- katan fenomenologi. Riset dengan pendekatan
galian nilai-nilai lokal (kearifan lokal) yang ada fenomenologis berusaha untuk mengerti makna
di Komunitas Aboge yang mendukung tercipta- dari berbagai peristiwa dan interaksi manusia
nya keharmonisan kehidupan beragama; kedua, dalam situasinya yang khusus. Sumber data da-
mengenai pandangan sesepuh atau pemuka lam penelitian ini adalah manusia dengan ting-
agama dalam Komunitas Aboge yang mengenai kah lakunya, peristiwa, dokumen, arsip dan
keharmonisan dan toleransi kehidupan beraga- benda-benda lain. Akan tetapi sumber data
ma berdasarkan pendekatan teologi; dan keti- utama dalam penelitian ini adalah kata-kata
ga, mengenai perlindungan hukum terhadap Ko- dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan
munitas Aboge beserta kearifan lokal oleh pi- seperti dokumen dan lain-lain. Data dikumpul-
hak-pihak terkait. kan dengan menggunakan metode interaktif
dan non interaktif, yang kemudian dianalisis
Metode Penelitian dengan menggunakan model analisis interaktif.
Penelitian ini merupakan penelitian kua-
litatif dengan metode pendekatan dari antro- Hasil Penelitian dan Pembahasan
pologi, etnografi dan hukum. Metode antropo- Aboge sebagai Bentuk Akulturasi Agama dan
logi yang digunakan adalah fieldwork methodo- Budaya
logy, merupakan studi lapangan mengenai ge- Komunitas Aboge (Alif, Rebo, Wage) me-
jala yang diteliti. Metode etnografi yang digu- rupakan komunitas Islam minoritas yang terse-
nakan mengacu pada etnografi baru yang meng- bar di Kab. Banyumas, Kab. Purbalingga, Cila-
anggap peristiwa sebagai bentukan sosial dan cap, dan Wonosobo (Jawa Tengah); Kab. Jom-
budaya masyarakat yang ada dalam susunan bang, dan Kab. Madiun (Jawa Timur). Penganut
pikiran, untuk kemudian digali agar keluar dari Aboge sangat kental dengan ritus kejawen yang
pikiran objek penelitian. Metode penelitian da- diwariskan leluhurnya, bahkan dikatakan oleh
472 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 13 No. 3 September 2013

Abdurrahman4 sebagai Islam dengan citra rasa selalu berbeda dengan apa yang ditetapkan
lokal (Islam Lokal). Berdasarkan perspektif se- oleh pemerintah maupun ormas Islam lainnya.
jarah, Islam Aboge berawal dari sebuah pesan- Penganut Aboge meyakini bahwa dalam
tren di daerah Pasir Luhur. Mbah Kyai Nurkasim satu windu (delapan tahun) terdiri dari tahun
merupakan leluhur Islam Aboge yang berasal Alif, Ha, Jim Awal, Za, Dal, Ba/Be, Wawu, dan
dari pesantren tersebut dan terus menyebar ke Jim Akhir. Dalam satu tahun terdiri dari 12 bu-
beberapa daerah sekitar, termasuk ke Cilacap lan, di mana dalam satu bulan terdapat 29-30
yang kemudian di kenal dengan istilah Islam hari, dengan hari pasaran berdasar perhitungan
Blangkon.5 Jawa, yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi)
Di Banyumas, Komunitas Islam Aboge dan Pahing. Hari dan pasaran pertama pada
yang tersebar di sejumlah desa, antara lain De- tahun Alif jatuh pada hari Rabu Wage (Aboge),
sa Cibangkong (Kec. Pekuncen), Desa Kracak tahun Ha pada Ahad/Minggu Pon (Hakadpon),
(Kec. Ajibarang), Desa Cikakak (Kec. Wangon) tahun Jim Awal pada Jumat Pon (Jimatpon),
dan Desa Tambaknegara (Kec. Rawalo). Selain tahun Za pada Selasa Pahing (Zasahing), tahun
itu, dapat dijumpai pula di Desa Onje, Kec. Dal pada Sabtu Legi (Daltugi), tahun Ba/Be pa-
Mrebet, Kab. Purbalingga. Komunitas Aboge da Kamis Legi (Bemisgi), tahun Wawu pada Se-
yang menjadi objek penelitian adalah yang ber- nin Kliwon (Waninwon), dan tahun Jim Akhir
ada di Desa Cikakak, Kec. Wangon, Kab. Banyu- pada Jumat Wage (Jimatge). Untuk lebih jelas
mas. Berdaarkan keterangan Suyitno (Kepada mengenai penanggalan ini, lihat tabel di bawah
Desa), jumlah warga Cikakak adalah 4.925 ini.
(2013), di mana 40% adalah penganut Aboge. Tabel 1. Penanggalan Aboge yang Dimulai
Pengakuan berbeda diberikan oleh Sulam (Juru dengan Tahu Alip6
Kunci III Aboge) yang menyatakan bahwa 90% No Teori Bulan Hari Pasara
masyarakat Cikatak adalah Aboge. Berbeda de- n
ngan komunitas aboge yang dijelaskan di atas, 1 Ram Ji Ti Muharram Rebo Wage
komunitas aboge di Cikakak mengambil Mbah 2 Par Lu Ji Sapar Jumuah Wage
3 Lud Pat Ma Mulud Setu Pon
Toleh sebagai tokoh panutan atau leluhurnya,
4 Ngu Khir Robingul Senen Pon
yang pada waktu itu dianggap sebagai Wali Is-
Nem Alhir
lam. Ajaran Mbah Toleh ini kemudian diterus-
5 Dzu Wal Tu Jumadil Selasa Pahing
kan oleh Eyang Dalem Somariyah. Jika ditelusur Pat Awwal
lebih jauh, para penganut Islam Aboge merupa- 6 Dzi Khir Ro Jumadil Kamis Pahing
kan penganut aliran yang diajarkan oleh Raden Pat Akhir
Rasid Sayid Kuning. 7 Jab Lu Lu Rajab Jumuah Manis/
Kekhasan dari komunitas ini adalah masih Legi
digunakannya model Penanggalan Islam Jawa 8 Wah Ma Lu Ruwah Ahad Manis/
(Penanggalan Aboge (Alip Rebo Wage)) untuk Legi
menetapkan awal Ramadhan, Hari Raya Idhul 9 San Nem Ro Pasa Senen Kliwon
Fitri dan Idhul Adha. Penggunaan penanggalan 10 Wal Ji Ro Syawal Rebo Kliwon
11 Dah Ro Ji Dzulqa’da Kemis Wage
ini mengakibatkan ibadah puasa, perayaan Id-
h
hul Fitri dan Idhul Adha yang mereka rayakan
12 Jah Pat Ji Dzulhijjah Setu Wage

4
Perhitungan penanggalan dengan meng-
Abdurahman M. 2011. Islam Aboge: Harmoni Islam dan
Tradisi Jawa. dalam Kumpulan Makalah yang dipresen- gabungkan aksara atau huruf arab dengan hari
tasikan dalam The 11th Annual Conference on Islamic Stu- penanggalan jawa merupakan perpaduan anta-
dies “Merangkai Mozaik Islam dalam Ruang Publik untuk
Membangun Karakter Bangsa”. Bangka Belitung, 10-13 ra agama dan budaya. Sesungguhnya hal ini
Oktober 2011, hlm. 120. pernah dilakukan oleh Sultan Agung untuk me-
5
Ridhwan, “Islam Blangkon: Studi Etnografi Karakteristik
Keberagamaan di Kabupaten Banyumas dan Cilacap”,
6
Jurnal Istiqro’ Vol. 07 No. 1 2008. Abdurrahman M, op.cit, hlm. 126
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia (Belajar Keharomonisan dan Toleransi … 473

nandai kalender Islam Jawa. Karakteristik lain gai mana suaminya. Sebaliknya jika seorang pe-
dari komunitas ini adalah sifatnya yang tertu- rempuan anggota komunitas Islam Aboge meni-
tup dengan anggota masyarakat lainnya. Setiap kah dengan laki-laki di luar komunitas maka
yang akan menjadi anggota harus melalui ritual sang istri secara otomatis keluar dari komunitas
khusus (Baingat) karena Islam mereka adalah ini dengan mengikuti sang suami. Dalam hal ini
Islam tarekat (Syatariyyah dan Naqsabandiyyah sang istri akan mengikuti keislaman sebagaima-
Qodiriyyah), sehingga jika Komunitas ini dikata- na sang suami demikian pula dalam puasa ra-
kan sebagai salah satu dari bagian Islam Keja- madhan dan berhari raya.9
wen yang oleh Geertz disebut Islam Abangan,7
sesungguhnya penggunaan istilah Geertz itu ti- Kearifan Lokal Komunitas Aboge yang Men-
dak tepat. dukung Terciptanya Keharmonisan Kehidupan
Seperti masyarakat Jawa pada umumnya, Beragama
komunitas Islam Aboge melaksanakan berbagai Baik secara geografis maupun etnologis,
ritual keagamaan dengan dasar kepercayaan Komunitas Aboge termasuk dalam golongan
terhadap para leluhur. Kepercayaan yang telah orang Jawa. Orang Jawa biasanya lebih menge-
mereka anut bertahun-tahun bahkan puluhan depankan sikap hidup sebagaimana terdapat
tahun, maka sulit bagi mereka untuk mening- dalam Serat Sasangka Djati yang disebut Hasta
galkannya. Hal ini banyak dipahami oleh para Sila atau Delapan Sila Dasar. Hasta Sila terdiri
da’i dan mubaligh yang menyebarkan Islam ke dari Tri Sila (eling atau sadar, percaya atau
wilayah ini, maka dilakukanlah berbaga cara percaya, dan mituhu atau setia melaksanakan
agar Islam dapat diterima oleh penduduk pri- perintah) dan Panca Sila (yang terdiri dari rila
bumi walaupun dalam beberapa hal tampak atau rela, narima atau menerima nasib yang di-
melenceng dari Islam. Beberapa bentuk akultu- terimanya, temen atau setia pada janji, sabar
rasi budaya yang terdapat pada komunitas Is- atau lapang dada, dan budiluhur atau memiliki
lam Aboge adalah upacara ritual yang merupa- budi yang baik).10 Dengan melihat pada sikap
kan kolaborasi antara budaya dan kepercayaan hidup orang Jawa, sesungguhnya orang Jawa le-
terdahulu yang dibumbui dengan nilai-nilai Is- bih mengedepankan harmoni daripada konflik,
lam, di antara akulturasi budaya tersebut ada- apalagi ditambah dengan adanya sikap tole-
lah selametan ibu hamil, ritual kelahiran bayi, ransi.
perayaan khitan/sunat, perayaan pernikahan, Secara geografis maupun antropologis,
ritual kematian (tahlilan), pemujaan terhadap wilayah Banyumas, Purbalingga, Cilacap dan
makan/kuburan, dan sebagainya.8 Wonosobo merupakan bagian dari kebudayaan
Secara sosial kemasyarakatan komunitas Jawa yang wilayahnya sebagian besar dihuni
Islam Aboge bergaul dengan anggota masyara- oleh orang Jawa. Pandangan hidup orang Jawa
kat lainnya, hanya pada hal-hal yang berkaitan disebut kejawen, yang disebut pula ilmu ke-
dengan keyakinannya mereka akan ”mantheng” sempurnaan jawa/jiwa.11 Kejawen merupakan
dan tidak ada dialog padanya. Hal ini terbukti suatu cap deskriptif bagi unsur-unsur kebuda-
dengan terjadinya beberapa konflik antara ko- yaan Jawa yang dianggap sebagai pada hakikat-
munitas Islam Aboge dengan masyarakat di luar nya Jawa dan yang mendefinisikannya sebagai
mereka. Walaupun konflik hanya terjadi dalam suatu kategori atau sistem yang khas,12 bukan
skala kecil namun bisa jadi akan menjadi api suatu konsep tunggal yang terbentuk melalui
dalam sekam. Beberapa konflik internal pernah
terjadi terutama konflik antara suami dan istri,
kaitannya jika seorang laki-laki menikah dengan 9
Ibid, hlm. 126-127
perempuan dari luar komunitasnya maka sang 10
Budiono Herusatoto, 2003, Simbolisme Dalam Budaya
Jawa. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, hlm. 71-73.
istri wajib untuk mengikuti komunitas ini seba- 11
Ibid, hlm. 65
12
Ibid, hlm. 66-67; Kodiran Koentjaraningrat, 1990, Manu-
7
Ibid, hlm. 121 sia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan,
8
Ibid, hlm. 132 hlm. 349-350
474 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 13 No. 3 September 2013

suatu perjalanan yang panjang, bahkan sebe- karang masih dipelihara dan dijalankan, meski-
lum berbagai agama masuk ke Indonesia. pun agama-agama samawi sudah hadir di tanah
Kejawen bukanlah suatu kategori keaga- Jawa. Gagasan-gagasan mistik mendapat sam-
maan, tetapi merujuk pada suatu etika dan ga- butan hangat di Jawa, karena sejak jaman se-
ya hidup yang diilhami oleh cara pemikiran belum masuknya agama samawi diantaranya
javanism.13 Meskipun beberapa orang dapat Islam, tradisi kebudayaan Hindu-Budha sudah
menyatakan kejawaan mereka dalam praktik didominasi unsur-unsur mistik.17 Tak menghe-
keagamaan, seperti dalam mistik, kejawaan itu rankan jika kepercayaan ini kemudian berakul-
pada dasarnya merupakan suatu sikap khas turasi dengan Islam atau sebaliknya dan men-
terhadap kehidupan yang mengatasi perbedaan ciptakan Islam yang khas (Islam Lokal), seperti
agama.14 Inilah yang menyebabkan budaya Ja- Islam pada Komunitas Aboge.
wa dikenal sebagai budaya yang terbuka, huma- Berdasarkan wawancara dengan Suyitno
nis dan demokratis. (Kepala Desa Cikakak), Subagyo (Koordinator
Wilayah Banyumas meliputi eks Kareside- Juru Kunci), kearifan lokal18 yang ada pada Ko-
nan Banyumas terdiri empat kabupaten yaitu munitas Aboge juga tidak lepas dari nilai-nilai
Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Ka- kebudayaan Jawa, seperti saling menghargai
bupaten Purbalingga dan Kabupaten Banjarne- (toleransi), menghargai perbedaan, pengharga-
gara. Oleh Kodiran, wilayah Banyumas disebut an dan penghormatan pada roh lelulur, keber-
daerah kejawen bersama dengan Kedu, Yogya- samaan yang diwujudkan dalam kegiatan kerja
karta, Surakarta dan Madiun, wilayah di luar itu bakti/gotong royong, tulus ikhlas, cinta damai,
disebut Pesisir dan Ujung Timur.15 Pola pikir tidak diskriminasi, terbuka terhadap nilai-nilai
dan perilaku orang Banyumas, dipengaruhi oleh dari luar dan konsisten. Wujud toleransi sekali-
budaya Banyumasan yang meliputi kosmologi, gus penghargaan terhadap perbedaan adalah
mitologi, dan bahasa. Banyumas merupakan penanggalan yang berbeda dengan Islam lain-
kota yang dikelilingi bukit. Berdasarkan konsep nya dalam penentuan hari raya idul fitri mau
kebudayaan Jawa, kota yang dikelilingi bukti pun idul adha. Komunitas ini beranggapan bah-
atau gunung disebut Sangsang Buwana atau wa sesungguhnya perbedaan itu tidak hanya pa-
Kawula Katubing Kala. Kedua konsep ini meng- da diri mereka sendiri, dalam Nahdatul Ulama
andung arti bahwa orang yang tinggal di situ di- (NU) dan Muhammadiyah juga terdapat perbe-
segani dan dicintai tetangganya, dipercaya daan. Kemudian dalam penghargaan atau peng-
orang, dan segala kebaikan dunia. Di tengah- hormatan pada roh leluhur, sampai saat ini ma-
tengah perbukitan kota Banyumas, mengalir sih dipegang teguh, terutama dalam penerima-
Sungai Serayu.16 an santri atau mereka yang mau belajar agama
Sebagai daerah kejawen, daerah-daerah (Islam Aboge) dengan membawa santri tersebut
tersebut di atas memiliki mitos yang terkait ke makam Mbah Toleh (tokoh yang dianggap
dengan dunia mistis. Dewa-dewi, roh leluhur leluhur Aboge dan masyarakat Cikakak) sebagai
dan makhluk halus memiliki arti penting dan salah satu tahapannya.
khusus bagi masyarakat Banyumas, diantaranya Penghargaan terhadap perbedaan – ter-
animisme dan dinamisme. Kepercayaan pada masuk di dalamnya juga sikap toleransi – di-
roh leluhur maupun makhluk gaib yang mengua- gambarkan oleh Bp. Sulam (Juru Kunci III Abo-
sai (bahurekso) suatu lokasi tertentu hingga se- ge) dengan istilah mijikuhibiniu (istilah lain
dari pelangi), yang diartikan olehnya sebagai
13
Kodiran dalam Koentjaraningrat, op.cit, hlm. 344 dan beranekaragamnya umat, ras, golongan, dan
345.
14
Mulyana, “Identitas Kejawen, Mengurai Benang Kusut”,
17
Jurnal Kebudayaan Jawa KEJAWEN, Vol. 1 No. 1 Septem- Koentjaraningrat, op.cit, hlm. 53; Budiono Herusatoto,
ber 2005, hlm. 8-10 op.cit, hlm. 9.
15 18
Kodiran dalam Koentrjaraningrat, op.cit, hlm. 329 Tentang kearifan lokal, baca Ni Wayan Sartini, “Mengga-
16
Sugeng Priyadi, “Babad Pasir: Banyumas dan Sunda”, li Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Be-
Jurnal Humaniora, Vol. XIV No. 2, 2002, Yogyakarta: basan, Saloka, dan Paribasa)”. Jurnal Ilmiah Bahasa dan
Fak. Sastra UGM, hlm. 235-235. Sastra, Vol. V No. 1 April 2009;
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia (Belajar Keharomonisan dan Toleransi … 475

agama itu sebagai ciptaan Tuhan, maka harus sa Indonesia pada tingkat nasional maupun
saling menghormati. Jika tidak menghormati, lokal untuk mengadopsi dan menjadi pedoman
sama saja menentang Tuhan. Dalam hubungan hidupnya; kedua, kesamaan pemahaman di an-
horizontal, sikap yang didasarkan pada kearifan tara para ahli mengenai makna multikultura-
lokal ini adalah pada persoalan pernikahan. lisme dan bangunan konsep-konsep yang men-
Komunitas Aboge tidak memaksakan orang yang dukungnya, dan ketiga, upaya-upaya yang da-
dari luar aboge untuk menjadi aboge, semua pat dilakukan untuk dapat mewujudkan cita-ci-
tergantung pada kesepakatan mereka. Islam ta ini.19
Aboge sangat memberikan kebebasan bagi ko- Multikulturalisme didefinisikan sebagai
munitasnya, prinsipnya adalah bhinneka tung- pengakuan dan dorongan terhadap pluralism
gal ika. budaya; multi-budaya menjunjung tinggi dan
Komunitas Aboge adalah komunitas yang berupaya untuk melindungi keanekaragaman
cinta damai, hak ini dapat dibuktikan dengan budaya, dan pada saat yang bersamaan memfo-
tidak adanya konflik keagamaan dengan aliran kuskan diri pada hubungan budaya minoritas
lain. Hal ini ditegaskan juga oleh Eyang Basri dengan budaya mayoritas yang seringkali tidak
(tokoh Asapon – komunitas lain yang juga seimbang. Dengan perkataan lain, ini merupa-
menggunakan penanggalan jawa), dan pendu- kan doktrin-doktrin yang menekankan kelebi-
duk non Aboge lainnya. Bahkan kebersamaan han-kelebihan dari keanekaragaman budaya
mereka bisa dilihat ketika hari raya idul fitri dan dari pemeliharaan kekayaan budaya. Apa-
yang biasanya dilanjutkan dengan acara sila- bila multikulturalisme diterapkan pada kebijak-
turahmi. Warga Desa Cikakak tanpa membe- an, multikulturalisme mencakup serangkaian
dakan aliran agama berbaur menjadi satu untuk kebijakan negara formal dengan dua tujuan
saling maaf memaafkan. Kebersamaan mereka utama, yaitu: untuk memelihara keselarasan
terlihat pula pada saat ada kegiatan bersih de- antara kelompok-kelompok etnis yang berane-
sa, berupa gotong royong. karagam dan untuk menstrukturkan hubungan
antara negara dan minoritas etnik.20
Pandangan Sesepuh atau Pemuka Agama da- Multikulturalisme bukan hanya sebuah
lam Komunitas Aboge Mengenai Keharmonis- wacana, melainkan sebuah ideologi yang harus
an dan Toleransi Kehidupan Beragama diperjuangkan karena dibutuhkan sebagai lan-
Adanya Komunitas Aboge dan juga komu- dasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan ke-
nitas lain yang sejenis di Indonesia merupakan sejahteraan hidup masyarakatnya. Multikultu-
wujud bahwa bangsa Indonesia merupakan se- ralisme membutuhkan seperangkat konsep-kon-
buah ‘masyarakat multikultural’ yang bercorak sep yang merupakan bangunan konsep-konsep
‘masyarakat majemuk’ (plurality society). Co- untuk dijadikan acuan guna memahami dan
rak masyarakat Indonesia yang ‘bhinneka tung- mengembangluaskannya dalam kehidupan ber-
gal ika’ bukan lagi keanekaragaman suku bang- masyarakat, seperti konsep demokrasi, keadil-
sa dan kebudayaannya, melainkan keanekara- an dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, ke-
gaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat bersamaan dalam perbedaan yang sederajat,
Indonesia. Acuan utama bagi terwujudnya ma- sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku-
syarakat Indonesai yang multikultural adalah bangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ung-
multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang kapan budaya, domain privat dan publik, HAM,
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam
kesederajatan, baik secara individual maupun 19
Parsudi Suparlam, “Menuju Masyarakat Indonesia yang
Multikultural”. Jurnal Antropologi Indonesia Vol. 69,
secara kebudayaan. Upaya membangun Indone-
2002, hlm. 98.
sia yang multikultural hanya mungkin terwujud 20
Leo Suryadinata, “Kebijakan Negara Indonesia terhadap
Etnik Tionghoa: Dari Asimilasi ke Multikulturalisme?. Jur-
apabila, pertama, konsep multikulturalisme
nal Antropologi Indonesia Vol. 71, 2003, hlm. 4-5; Char-
menyebarluas dan dipahami pentingnya bagi les A. Choppel, “Kendala-kendala Sejarah dalam Pene-
rimaan Etnis Cina di Indonesia yang Multikultural”, Jur-
bangsa Indonesia, serta adanya keinginan bang-
nal Antropologi Indonesia Vol. 71, 2003
476 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 13 No. 3 September 2013

hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lain- keagamaan adalah pendekatan yang menekan-
nya yang relevan.21 kan pada bentuk formal atau simbol-simbol ke-
Nampaknya multikulturalisme di Indone- agamaan yang masing-masing mengklaim diri-
sia masih harus diperjuangkan, hal ini terlihat nya sebagai yang paling benar, sedangkan yang
dari banyaknya kekerasan yang berdasar aga- lainnya sebagai yang salah. Aliran teologi yang
ma. Akulturasi antara kepercayaan jawa atau satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnya
kejawen dengan Islam inilah yang seringkali di- yang benar sedangkan paham lainnya salah,
jadikan sasaran kelompok Islam tertentu me- sehingga memandang bahwa orang lain keliru,
nyerang kelompok minoritas dengan dalih me- sesat, kafir, murtad dan lain-lain.23
murnikan ajaran Islam, padahal dalam negara Berdasarkan penjelasan yang diberikan
Indonesia yang menjunjung tinggi kebebasan oleh Subagyo (Koordinator Juru Kunci), untuk
beragama, hal tersebut sesungguhnya tidak bo- memahami Islam aboge berdasarkan pendekat-
leh terjadi. Etika pluralisme beragama nampak- an teologis normatif, harus dilakukan melalui
nya belum cukup hidup di bumi pertiwi, berbe- beberapa tahap. Pertama, lapuran, yaitu tahap
da dengan etika pluralisme hukum yang mesti awal pada saat didaftarkan ke juru kunci dan
tak subur tetapi masih bisa tumbuh. Untuk selanjutnya dibawa ziarah ke makam Mbah To-
membahas masalah ini, akan dilakukan melalui leh; kedua nampa, yaitu membawa slametan ke
tiga pendekatan, yaitu pendekatan teologi nor- kuncen, lalau malamnya langsung diajarkan il-
matif, pendekatan teologi dialogis, dan pende- mu aboge; dan ketiga, matri, yaitu pengesahan
katan teologi konvergensi. dan penerimaan sebagai murid Mbah Toleh.
Pendekatan teologi normatif dalam me- Jika yang dipakai ukuran adalah simbol
mahami agama secara harfiah dapat diartikan atau bentuk formal dari aboge, yaitu pada pe-
sebagai upaya memahami agama dengan meng- nanggalannya saja. Bagi komunitas aboge, pe-
gunakan ilmu ketuhanan yang bertolak dari sua- nanggalan mereka adalah yang benar karena
tu keyakinan dalam wujud empirik dari suatu sudah diwariskan secara turun temurun. Meski
agama yang dianggap sebagai yang paling benar demikian, komunitas aboge dengan kearifan lo-
dibandingkan dengan yang lainnya. Amin Abdul- kalnya menghargai perbedaan yang terjadi da-
lah mengatakan, bahwa teologi sebagaimana lam memperhitungkan sesuatu hal berdasarkan
kita ketahui tidak bisa pasti mengacu kepada penanggalan lain (misal dalam penentuan hari
agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok raya). Selain Al Qur’an, Komunita Aboge tidak
sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi mempunyai kitab suci yang lain atau aturan
serta penggunan bahasa yang bersifat subjektif, tertulis lainnya. Aturan yang dipunyai oleh ko-
yakni bahasa sebagai pelaku bukan sebagai munitas ini diwariskan secara turun temurun
pengamat adalah merupakan ciri yang melekat dan tidak pernah ditulis.
pada bentuk pemikiran teologi. Jika diteliti le- Pendekatan teologis dialogis yang dimak-
bih mendalam lagi, dalam intern umat beraga- sud di sini adalah metode pendekatan terhadap
ma tertentu pun masih dijumpai berbagai pa- agama melalui dialog nilai-nilai normatif ma-
ham atau sekte keagamaan. Dalam Islam sendi- sing-masing aliran atau agama. Oleh karena itu,
ri secara tradisional, dapat dijumpai teologi perlu adanya keterbukaan antara satu agama
Mu’tazilah, Asy’ariyah dan teologi Maturidiyah. dengan agama lainnya. Hal ini dimaksudkan un-
Sebelumnya terdapat pula teologi yang berna- tuk menemukan saling pengertian di antara pe-
ma Khawarij dan Murji’ah.22 meluk agama, seperti yang dilakukan oleh Hans
Dari pemikiran di atas, dapat diketahui Kung yang banyak mengkaji tentang Islam. Da-
bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman lam berbagai karyanya ia menggunakan pende-
katan teologis, yang bertolak dari perspektif
21
Parsudi Suparlan, op.cit, hlm. 88-100
22 teologi Kristen dalam melihat Islam, tetapi
Muhatadin Dg. Mustafa, “Reorientasi Teologi Islam dalam
Konteks Pluralisme Beragama (Telaah Kritis dengan Pen-
dekatan Teologis Normatif, Dialogis dan Konvergensif)”,
23
Jurnal Hunafa Vol. 3 No. 2 Juni 2006, hlm. 134 Ibid, hlm. 135
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia (Belajar Keharomonisan dan Toleransi … 477

perspektif teologi tersebut tidak digunakan un- upaya menyebarluaskan ajarannya seperti aga-
tuk apologis melainkan untuk dialog antara Is- ma lain. Dengan menggunakan istilah Subagyo,
lam dan Kristen. Kung menyajikan pandangan- ajaran aboge dijual tidak, kalau diminta akan
pandangan teologi Kristen dalam melihat eksis- dikasih semua.
tensi Islam mulai dari pandangan teologis yang Pendekatan teologi konvergensi adalah
intoleran sampai pada pandangan yang toleran upaya untuk memahami agama dengan melihat
yang mengakui eksistensi masing-masing.24 intisari persamaan atau titik temu dari masing-
Berdasarkan penjelasan yang diberikan masing agama untuk dapat diintegrasikan. Me-
oleh Subagyo (Koordinator Juru Kunci), sampai lalui pendekatan konvergensi, ingin dipersatu-
saat ini belum pernah ada atau tidak pernah kan unsur esensial dalam agama-agama se-
mengadakan dialog atau diskusi mengenai nilai- hingga tidak tampak lagi perbedaan yang prin-
nilai atau prinsip yang terkandung pada masing- sipil. Dalam kondisi demikian, agama dan peng-
masing aliran di Desa Cikakak. Jika yang dimak- anutnya dapat dipersatukan dalam konsep teo-
sud dalam hal ini adalah dialog, maka yang se- logi universal dan umatnya dapat dipersatukan
ring dilakukan oleh Komunitas Aboge adalah dalam satu umat beragama. Berkenaan dengan
dialog diantara anggota komunitas untuk mem- pendekatan teologi konvergensi ini, Wilfred
bicarakan cara menghitung kalender jawa. Ka- Contwell Smith menghendaki agar penganut
lender ini bukan hanya berguna untuk meng- agama-agama dapat menyatu, bukan hanya da-
hitung awal ramadhan maupun penentuan hari am dunia praktis tetapi juga dalam pandangan
raya, akan tetapi juga berguna untuk menentu- teologisnya. Sehubungan dengan hal tersebut,
kan hari baik bagi pernikahan, penentuan jo- Smith mencoba membuat pertanyaan di mana
doh, menyembuhkan orang sakit, hajatan, me- letak titik temu keyakinan agama-agama itu
nanam padi25 dan sebagainya. untuk mencapai sebuah konvergensi agama.
Meski tidak tidak pernah mengadakan di- Oleh sebab itu, Smith membedakan antara
alog intern antar aboge dengan penganut Islam “faith” (iman) dengan “belief” (kepercayaan).
lainnya, bukan berarti mereka tertutup dalam Di dalam faith agama-agama dapat disatukan,
arti sosial. Mereka merupakan komunitas yang sedang dalam belief tidak dapat disatukan. Be-
bersifat terbuka terhadap perubahan nilai dan lief seringkali normatif dan intoleran. Belief
toleran. Mereka berpandangan bahwa masing- bersifat historik yang mungkin secara konsep-
masing sudah tahu ajarannya, prinsip-prinsip- tual berbada dari satu generasi ke generasi
nya, yang penting bagi mereka masing-masing yang lain.26 Dalam belief (kepercayaan) itulah
tidak mengklaim sebagai yang paling benar sen- penganut agama berbeda-beda dan dari perbe-
diri. Islam Aboge bukanlah Islam yang ekspan- daan itu akan menghasilkan konflik. Sebaliknya
sif, mereka lebih bersifat defensif, tidak ber- dalam faith umat beragama dapat menyatu.
Jadi orang bisa berbeda dalam belief tetapi
24 menyatu dalam faith (iman).27
Ibid, hlm. 136
25
Penjelasan tentang penggunaan penanggalan Jawa untuk Apabila merujuk kepada pendekatan ini,
keperluan pertanian dapat dibaca pada Rini Fidiyani dan
sesungguhnya tidak ada perbedaan antara ajar-
Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam Menurut Pi-
kiran Orang Jawa Berdasrkan Pranata Mangsa”, Jurnal an yang diyakini oleh Komunitas Islam Aboge
Dinamika Hukum Vol. 12 No. 3 September 2012, Purwo-
dengan aliran Islam lainnya, sama-sama meng-
kerto: FH UNSOED. Baca juga Dedik Wiriadiwangsa, “Pra-
nata Mangsa Masih Penting Untuk Pertanian”, Tabloid gunakan kitab suci yang sama, percaya pada ru-
Sinar Tani, Edisi 9 – 15 Maret 2005; Sukardi Wisnubroto,
kun Islam, percaya pada rukun iman dan seba-
“Sumbangan Pengenalan Waktu Tradisional “Pranata
Mangsa” pada Pengelolaan Hama Terpadu”, Jurnal Per- gainya. Dengan kata lain pada persoalan faith,
lindungan Tanaman Indonesia Vol. 4 No. 1, 2000; Sukardi
Komunitas Islam Aboge tidak berbeda dengan
Wisnubroto, “Pengenalan Waktu Tradisional menurut Ja-
baran Meteorologi dan Pemanfaatannya”, Agromet, Vol.
XI No. 1 dan 2, 1995. Bogor.; Tia Oktaviani Sumarna Au-
26
lia dan Arya Hadi Dharmawan. “Kearifan Lokal dalam Pe- Phillip C. Almound and Wilfred Cantwel Smith. 1983. “As
ngelolaan Sumberdaya Air di Kampung Kuta”. Sodality: Theologian of Religions” dalam Havard Teological Re-
Jurnal Transdisiplin So-siologi, Komunikasi, dan Ekologi view. No. 76, hlm. 335.
27
Manusia, Desember 2010. Muhatadin Dg. Mustafa, op.cit, hlm. 137
478 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 13 No. 3 September 2013

Islam lainnya. Namun apabila berkaitan dengan pemeluknya. Kita hendak mengakui bahwa di
persoalan belief, terdapat perbedaan. Jika ali- samping perbedaan yang terdapat di antara sa-
ran Islam memiliki kalender sendiri (kalender tu agama dengan agama lain, masih banyak ter-
hijriah), Komunitas memiliki penanggalan sen- dapat persamaan-persamaannya.28
diri, khususnya yang berkaitan dengan perhitu- Persamaan tersebut antara lain bahwa
ngan untuk menentukan sesuatu peristiwa yang semua agama menghendaki pemeluknya hidup
mereka percayai tepat perhitungannya. tentram dan bahagia sehingga tidak dibenarkan
Mereka sangat bergantung dengan kalen- melakukan tindakan anarkis apalagi jika saling
der tersebut karena mereka menyakini kalen- membunuh di antara sesama manusia. Tuntutan
der tersebut merupakan ilmu pengetahuan yang terhadap agama yang demikian itu, dapat dija-
diajarkan secara turun – menurun oleh nenek wab manakala pemahaman agama merupakan
moyangnya. Bahkan dalam kehidupan sehari- pendekatan teologis normatif, dialogis dan kon-
haripun kalender itu tetap digunakan tidak ha- vergensi yang secara konseptual dapat menye-
nya untuk menentukan awal ramadhan dan lesaikan masalah yang timbul.29
awal lebaran melainkan juga untuk menunjukan Pembahasan mengenai kebebasan bera-
kapan waktu yang tepat untuk menanam padi, gama khususnya pada komunitas Aboge dalam
berpergian, hajatan semua dihitung dengan ka- perspektif antropologi sosiokultural berarti be-
lender Aboge. Inilah yang menjadi ciri khas wa- lajar tentang “budaya orang lain” (other cultu-
wasan yang dimiliki komunitas Aboge walaupun res) dalam segala aspek kemanusiaannya agar
pengetahuan tersebut tidak ditulis dalam suatu dari hasil kajian tersebut mereka bisa bercer-
buku namun komunitas aboge dapat mema- min tentang siapa diri mereka. Peneliti bisa be-
hami wawasan tersebut diluar kepala ajaran lajar tentang point of view, tentang weltan-
warisan lelehurnya. schaung, tentang belief, tentang cultural va-
Menciptakan kesepahaman, saling pe- lues dari mereka, menurut sudut pandang me-
ngertian dan kepercayaan satu dengan yang reka, agar peneliti bisa memahami mereka se-
lain dalam kehidupan beragama, tidaklah cukup cara sesungguhnya, dan dengan demikian pene-
dengan ketiga pendekatan itu. Dalam memba- liti dapat berkomunikasi dengan mereka, dan
ngun kehidupan yang plural ini, terutama da- seterusnya dapat memperluas dan mengem-
lam beragama, sangat dituntut adanya keru- bangkan wawasan wacana kemanusiaan.30
kunan hidup antar sesama pemeluk agama ka- Membangun kepercayaan di antara manu-
rena kericuhan dalam kehidupan beragama sa- sia agar tidak mudah bertindak kekerasan atau
ngat berpotensi menjadi penghalang dalam anarki pada dasarnya berkaitan dengan kultur.
pembangunan. Ada beberapa pemikiran yang Kultur dalam kajian cultural development ada-
diajukan untuk mencapai ketentraman dan ke- lah ‘sistem ideasional’ atau ‘sistem gagasan’,
rukunan hidup beragama, di antaranya adalah atau the state of mind yang mendorong pola
pemikiran mengenai “agree in disagreement” perilaku yang khas pada suatu kelompok sosial
setuju dalam perbedaan. Orang yang beragama tertentu. Kultur, pada satu saat berada pada
harus percaya bahwa agama yang ia anut ada- posisi independent variable bila dikaitkan de-
lah agama yang paling baik dan paling benar, ngan kemajuan perekonomian suatu masyara-
dan orang lain juga dipersilahkan bahkan dihar- kat. Namun kultur pun bisa direkayasa melalui
gai untuk percaya dan yakin bahwa agama yang public policy, jadi kultur berubah menjadi de-
ia anut adalah agama yang paling baik dan pa- pendent variable. Tempat yang pas bagi kultur
ling benar pula. Sebab apabila tidak percaya
28
Ali, Mukti. 1992. Ilmu Perbandingan Agama, Dialog Dak-
bahwa agama yang ia anut itu adalah agama
wah dan Misi, dalam Burhanuddin Daya dan Herman
yang paling baik dan benar, maka itu adalah Leonard Beck. “Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia
dan Belanda. Jakarta: INIS, hlm. 231
suatu “kebodohan” untuk pemeluk agama ter- 29
Muhatadin Dg. Mustafa, op.cit, hlm. 130
sebut. Agama harus merupakan “acute fever” 30
Amri Marzali, “Ilmu Antropologi Terapan bagi Indonesia
yang Sedang Membangun”. Jurnal Antropologi Indonesia
deman yang akut, baru agama itu ada guna bagi
Vol. 68, 2002, hlm. 92.
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia (Belajar Keharomonisan dan Toleransi … 479

adalah seperti yang diungkapkan oleh Daniel suai syariatnya). Meski demikian jaminan ini
Patrict Moynihan bahwa ‘The central conser- jangan hanya diartikan sebatas itu. Negara juga
vative truth is that it is culture, not politics, berkewajiban untuk melindungi kebebasan ter-
that determines the success of a society. The sebut dengan memberikan jaminan pula bahwa
central liberal truth is that politics can change kebebasan itu tidak akan diganggu atau dikura-
a culture and save it from itself.31 ngi dalam bentuk apapun. Dengan kata lain,
negara harus memberikan perlindungan hukum
Perlindungan Hukum terhadap Komunitas berupa kepastian bagi pemeluk agama untuk
Aboge beserta Kearifan Lokal menjalankan kebebasannya itu.
Bekerjanya hukum atau penegakan hu- Perlindungan, khususnya perlindungan
kum terkait dengan dua hal. Pertama, apa yang hukum tidaklah sebatas pada pemberian jami-
hendak dilakukan/ditegakkan; dan kedua, ada- nan dan kepastian, akan tetapi juga Pembina-
lah apakah hukum yang hendak ditegakkan itu. an. Oleh karena itu, dalam struktur kemente-
Hukum mengandung di dalamnya ide-ide abs- rian agama selalu saja ada bagian atau bidang
trak seperti keadilan, kemanfaatan dan kepas- pembinaan agama. Berdasarka wawancara de-
tian. Ide yang abstrak itu kemudian diejawan- ngan Slamet Subakhi (Staf Bagian Wakaf dan
tahkan atau dirumuskan dalam suatu aturan Pembinaan Syariah), Apriliyanto (Staf Bagian
(baik tertulis maupun tidak tertulis). Bekerja- Wakaf dan Pembinaan Syariah) dan Abdul Ha-
nya hukum atau penegakan hukum berarati ber- mid (Tokoh Masyarakat) diperoleh keterangan
kaitan dengan upaya mewujudkan ide yang abs- bahwa Aboge bukan aliran Islam, bukan aliran
trak itu. Dalam negara modern upaya mewujud- yang diakui pemerintah, tetapi mirip dengan
kan ide itu dilakukan melalui suatu badan yang budaya Jawa, tetapi mereka menolak istilah Is-
dinamakan lembaga penegak hukum. lam Kejawen. Sebenarnya pengertian aliran
Perlindungan hukum itu sendiri memiliki yang mereka rujuk lebih tepat dikatakan seba-
dua makna, yakni abstrak dan konkrit. Perlin- gai Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang
dungan hukum dalam bentuk abstrak adalah pengakuannya didasarkan pada persyaratan ter-
adanya jaminan perlindungan dari negara yang tentu, diantaranya adalah dengan pendaftaran,
berada atau tercantum dalam perundang-unda- padahal aboge bukan ormas, sehingga pengaku-
ngan akan pengakuan hak warganegara atau annya pun tak seharusnya melalui pendaftaran.
masyarakat tertentu. Perlindungan hukum da- Kementerian Agama Kab. Banyumas tidak
lam arti konkrit berupa perwujudan dari hak- melakukan pembinaan secara khusus dengan
hak yang abstrak dalam perundang-undangan aboge, karena aboge dianggap bukan aliran
menjadi kenyataan. Menjadi kewajiban negara sesat. Perbedaan dengan Islam lainnya adalah
untuk mewujudkan apa yang abstrak (yang ada pada persoalan furu’iyyah (cabang) saja, hanya
dalam konstitusi) menjadi konkrit (apa yang perbedaan kalendernya. Meski demikian, Keme-
nyata dalam masyarakat), khususnya dalam nag Kab. Banyumas akan melakukan Pembina-
persoalan kebebasan beragama dan berkeyakin- an, jika diminta, jadi sifatnya pasif. Berkaitan
an. dengan ukuran kesesatan, Majelis Ulama Indo-
Apabila merujuk pada pengertian perlin- nesia (MUI) mengeluarkan sebuah pedoman
dungan hukum secara abstrak, negara melalui yang berisi 10 kriteria untuk mengidentifikasi
konstitusi dan perundang-undangannya telah sebuah ajaran dinyatakan aliran sesat. Perta-
memberikan jaminan kebebasan beragama (da- ma, mengingkari Rukun Iman dan Rukun Islam;
lam arti memeluk dan menjalankan agama se- kedua, meyakini dan atau mengikuti akidah
yang tidak sesuai Dalil Syar`i (Al Qur`an dan As
31
Ibid, hlm. 95. Bandingkan dengan Parsudi Suparlan, “Pa- Sunah); ketiga, menyakini turunnya wahyu se-
radigma Naturalistik dalam Penelitian Pendidikan: Pen-
telah Al Qur`an; keempat, mengingkari otenti-
dekatan Kwalitatif dan Penggunaannya”. Antropologi In-
donesia Vol. 21 No. 53, 2007; dan Jacob W. Ajawaila. sitas dan atau kebenaran isi Al Qur’an; kelima,
“Orang Ambon dan Perubahan Kebudayaan”. Jurnal An-
melakukan penafsiran Al Qur`an yang tidak
tropologi Indonesia, Vol. 61, 2000, hlm. 21
480 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 13 No. 3 September 2013

berdasarkan kaidah tafsir; keenam, mengingka- Lebih parah lagi adalah tiadanya perhati-
ri kedudukan Hadist Nabi sebagai sumber aja- an Pemda Banyumas yang tidak melakukan
ran Islam; ketujuh, melecehkan dan atau me- pembinaan secara khusus kepada komunitas ini,
rendahkan para Nabi dan Rasul; kedelapan; me- baik secara kerohanian atau keagamaan, kepa-
ngingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi riwisataan, maupun permberdayaan masyara-
dan Rasul terakhir; kesembilan, mengubah po- kat. Pemda hanya memberikan bantuan ke-
kok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syari- uangan kepada pengelola objek wisata Masjid
ah; dan kesepuluh, mengkafirkan sesama mus- Saka Tunggal sebesar Rp. 400.000,- hanya un-
lim tanpa dalil syar`i. tuk memberi makan kepada kera ekor panjat
Apabila pembinaan kerohanian dari Ke- yang memang hidup dan berkembang biak di
menterian Agama sementara ini tidak ada, dan hutan sekitar masjid. Sungguh ironi, tiada pem-
sifatnya pasif, maka perlindungan hukum yang binaan dan perawatan, tetapi mengharapkan
selama ini diterima oleh Komuntas Agama ada- pendapatan (PAD).
lah dalam kerangka pengembangan pariwisata
dan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan Penutup
penjelasan yang diberikan oleh Suyitno (Kepala Simpulan
Desa), pernah diperoleh dana dari Kementerian Berdasarkan hasil penelitian dan pemba-
Dalam Negeri yang besarnya mengalami penu- hasan di atas, beberapa simpulan yang dapat
runan dari tahun ke tahun (2011: Rp. 80 juta; diberikan adalah sebagai berikut. Pertama, Is-
2012: Rp. 40 juta; 2013: Rp. juta). Dana terse- lam Aboge merupakan bentuk akulturasi Islam
but diperuntukkan bagi pembangunan fisik be- dan budaya Jawa yang dapat dilihat dari situs
rupa pembuatan terminal, pemugaran cungkup, dan ritus yang ada di Desa Cikakak. Bentuk ke-
pembuatan Pos, pemugaran rumah adat dan arifan lokal yang ada pada Komunitas Aboge ju-
masjid, pembelian jubbah para muadzin, jamu- ga tidak lepas dari nilai-nilai kebudayaan Jawa,
an kepada tamu pemda dan kemendagri. Untuk seperti saling menghargai (toleransi), menghar-
aspek non fisik, dana tersebut digunakan untuk gai perbedaan, penghargaan dan penghormatan
acara adat (nyadran, njaro, pengajian, shala- pada roh lelulur, kebersamaan yang diwujudkan
watan, sosialisasi, dan lain-lain). Tujuan utama dalam kegiatan kerja bakti/gotong royong, tu-
sebenarnya untuk pemberdayaan masyarakat lus ikhlas, cinta damai, tidak diskriminasi, ter-
berbasis adat, dan adat yang dimaksud adalah buka terhadap nilai-nilai dari luar dan konsis-
aboge, dengan menjaga kearifan lokal yang ten. Kedua, ajaran pada Islam Aboge apabila
ada. dilihat dari tiga pendekatan teologi adalah se-
Berdasarkan data tersebut, perlindungan bagai berikut. Pada umumnya mereka tidak
hukum yang diberikan oleh pemerintah hanya berbeda dengan Islam secara umum dalam hal
sebatas pemberian dana untuk menjaga kearif- kitab suci, nabi, rukun Islam, rukun Imam, dan
an lokal yang ada di Desa Cikakak, dengan dalih sebagainya. Perbedaan yang mencolok adalah
pemberdayaan masyarakat. Akan tetapi lebih diyakininya kebenaran akan perhitungan pe-
jauh dari itu adalah sebenarnya untuk pengem- nanggalan mereka yang diwariskan secara turun
bangan pariwisata, karena Desa Cikakak dengan temurun, dan ini menjadi simbol formal dari
Masjid Saka Tunggal merupakan salah satu ikon Islam Aboge. Ketiga, negara telah memberikan
wisata di Banyumas. Pembinaan kerohanian ju- jaminan kebebasan memeluk agama dan men-
ga tidak ada, sehingga tanggung jawab pe- jalankan syariatnya, akan tetapi dalam tataran
ngembangan Islam Aboge dibebankan kepada praktis, tidak ada pembinaan kerohanian atau
komunitas itu sendiri. Sebenarnya ini agak keagamaan yang diberikan kepada komunitas
aneh, karena Kementerian Agama seharusnya Islam Aboge. Kementerian Agama Kab. Banyu-
melakukan pembinaan agara Islam Aboge de- mas terlalu pasif dalam hal ini karena meng-
ngan kearifan lokalnya tetap eksis. anggap tidak ada persoalan dengan Islam Abo-
ge. Kementerian Dalam Negeri memberi perha-
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia (Belajar Keharomonisan dan Toleransi … 481

tian dengan sejumlah dana yang diberikan de- Almound, Phillip C. and Wilfred Cantwel Smith.
ngan maksud utama adalah pemberdayaan ma- “As Theologian of Religions” Havard Teo-
syarakat adat, akan tetapi Pemda Banyumas logical Revied. No. 76 1983;
lebih memberi perhatian kepada kera ekor pan- Aulia, Tia Oktaviani Sumarna dan Arya Hadi
Dharmawan. “Kearifan Lokal dalam Pe-
jang.
ngelolaan Sumberdaya Air di Kampung
Kuta”. Sodality: Jurnal Transdisiplin So-
Saran siologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia,
Beberapa saran yang dapat diberikan Desember 2010;
adalah sebagai berikut. Pertama, keharmonisan Choppel, Charles A. “Kendala-kendala Sejarah
yang ada di Desa Cikakak bukan berarti aman, dalam Penerimaan Etnis Cina di Indonesia
karena mereka menyimpan bara yang sewaktu- yang Multikultural”. Jurnal Antropologi
Indonesia Vol. 71, 2003;
waktu dapat meledak menjadi konflik horizon-
tal, terutama dengan kelompok Islam radikal Fidiyani, Rini dan Ubaidillah Kamal. “Penjabar-
an Hukum Alam Menurut Pikiran Orang
yang ingin memurnikan agama dari nilai-nilai Jawa Berdasarkan Pranata Mangsa”. Jur-
budaya. Oleh karena perlu ada langkah yang le- nal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 3 Sep-
bih tegas dari pemerintah pusat melalui Ke- tember 2012, Purwokerto: FH UNSOED;
menterian Agama Kab. Banyumas, dan Pemda Herusatoto, Budiono. 2003. Simbolisme Dalam
Banyumas untuk melakukan penguatan terha- Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita Gra-
dap nilai-nilai toleransi beragama di Banyumas. ha Widia;
Kedua, perlu ada langkah yang lebih baik dari Koentjaraningrat. 1990. Manusia dan Kebudaya-
Pemda Banyumas, agar bisa memberikan perha- an di Indonesia. Jakarta: Djambatan;
tian yang lebih, terutama dalam hal pembinaan M. Abdurahman. 2011. Islam Aboge: Harmoni
kerohanian atau keagamaan di Desa Cikakak Islam dan Tradisi Jawa. dalam Kumpulan
Makalah yang dipresentasikan dalam The
agar kelestarian Islam Aboge tetap terjaga, de-
11th Annual Conference on Islamic Studies
mikian pula dengan kearifan lokalnya. “Merangkai Mozaik Islam dalam Ruang
Publik untuk Membangun Karakter Bang-
Ucapan Terima Kasih sa”. Bangka Belitung, 10-13 Oktober
Penulis mengucapkan terima kasih kepa- 2011;
da para informan di Cikakak maupun di Kemen- Marzali, Amri. “Ilmu Antropologi Terapan bagi
terian Agama Kab. Banyumas yang telah mem- Indonesia yang Sedang Membangun”. Jur-
nal Antropologi Indonesia Vol. 68, 2002;
berikan data dan informasi mengenai materi
Mulyana. “Identitas Kejawen, Mengurai Benang
penelitian. Ucapan terima kasih juga disampai-
Kusut”. Jurnal Kebudayaan Jawa KEJA-
kan kepada saudara Achmad Saikhu, Yusuf Sae- WEN, Vol. 1 No. 1 September 2005;
fudin, dan Yudhistira Wardana, yang telah men-
Mustafa, Muhatadin Dg. “Reorientasi Teologi
dampingi penulis selama pencarian dan pengga- Islam dalam Konteks Pluralisme Beragama
lian data di lokasi penelitian. Semoga amal baik (Telaah Kritis dengan Pendekatan Teolo-
mereka mendapat balasan yang setimpal dari gis Normatif, Dialogis dan Konvergensif)”.
Allah SWT. Jurnal Hunafa Vol. 3 No. 2 Juni 2006;
Priyadi, Sugeng. “Babad Pasir: Banyumas dan
Sunda”. Jurnal Humaniora, Vol. XIV No.
Daftar Pustaka 2, 2002, Fak. Sastra UGM, Yogyakarta;
Ajawaila, Jacob W. “Orang Ambon dan Peru- Ridhwan. “Islam Blangkon: Studi Etnografi Ka-
bahan Kebudayaan”. Jurnal Antropologi rakteristik Keberagamaan di Kabupaten
Indonesia, Vol. 61, 2000; Banyumas dan Cilacap”. Jurnal Istiqro’
Ali, Mukti. 1992. Ilmu Perbandingan Agama, Di- Vol. 07 No. 1 2008;
alog Dakwah dan Misi, dalam Burhanud- Sartini, Ni Wayan. “Menggali Nilai Kearifan Lo-
din Daya dan Herman Leonard Beck. Ilmu kal Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Be-
Perbandingan Agama di Indonesia dan Be- basan, Saloka, dan Paribasa)”. Jurnal Il-
landa. Jakarta: INIS;
482 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 13 No. 3 September 2013

miah Bahasa dan Sastra, Vol. V No. 1 Beragama dan Toleransi di Indonesia The
April 2009; Wahid Institute 2011 “Lampu Merah Ke-
Suparlan, Parsudi. “Paradigma Naturalistik da- bebasan Beragama”. Jakarta;
lam Penelitian Pendidikan: Pendekatan Wiriadiwangsa, Dedik. “Pranata Mangsa Masih
Kwalitatif dan Penggunaannya”. Antropo- Penting Untuk Pertanian”. Tabloid Sinar
logi Indonesia, Vol. 21 No. 53, 2007; Tani, Edisi 9 – 15 Maret 2005;
-------. “Menuju Masyarakat Indonesia yang Wisnubroto, Sukardi. “Sumbangan Pengenalan
Multikultural”. Jurnal Antropologi Indo- Waktu Tradisional “Pranata Mangsa” pada
nesia Vol. 69, 2002; Pengelolaan Hama Terpadu”. Jurnal Per-
Suryadinata, Leo. “Kebijakan Negara Indonesia lindungan Tanaman Indonesia Vol. 4 No.
terhadap Etnik Tionghoa: Dari Asimilasi 1, 2000;
ke Multikulturalisme?”. Jurnal Antropo- -------. “Pengenalan Waktu Tradisional menurut
logi Indonesia Vol. 71, 2003; Jabaran Meteorologi dan Pemanfaatan-
The Wahid Institute. 2011. Laporan Kebebasan nya”. Agromet, Vol. XI No. 1 dan 2, 1995.
Bogor.

You might also like