Transformational Leadership Dan Commitment To Change: Dimediasi Oleh Readiness For Change

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015


Transformational Leadership dan Commitment to Change: Dimediasi oleh Readiness for
Change
Studi Pada Karyawan PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya

Nurma Fitrianna dan Tri Siwi Agustina


Departement Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga
Kampus B UNAIR, Jalan Airlangga 4 Surabaya
Telp. 031-5033642, 5036584, Fax. 031-5026288

Abstrak

Organizational change is a process whereby an organization change from the current


state to the desired state to increase its effectiveness. These changes required the support of a
leader, management, and all employees. The change will be successful if all of the organization's
role in it. Someone who has a transformational leadership style will affect the readiness for
change that will impact on the development and formation of commitment to change from
employees.
This study aimed to analyze the effect of transformational leadership toward
commitment to change with readiness for change as a mediating variable. The variables used in
this study are: transformational leadership, readiness for change, and commitment to change.
This study uses a quantitative approach with survey method and supported by primary data from
interviews and questionnaires. This study uses primary data from 70 employees, where the data
is retrieved using a questionnaire distributed to permanent employees of PT. Telkom Divisi
Regional V Surabaya. The analysis technique used is Partial Least Square (SmartPLS 3.0). The
results showed that transformational leadership does not have a significant effect on the
commitment to change, transformational leadership has a significant effect on the readiness for
change, and readiness for change has a significant effect on the commitment to change. This
means that the readiness for change proved to be a mediating variable and fully mediate
between transformational leadership and commitment to change.

Keyword: Transformational Leadership, Readiness for Change, and Commitment to


Change

Pendahuluan

Perubahan yang cepat dalam lingkungan bisnis, perusahaan didorong untuk melakukan
perubahan agar dapat tumbuh dan bertahan dalam persaingan bisnis yang kompetitif. Dalam hal
ini, terjadinya perubahan bukanlah hal yang bisa dihindari oleh perusahaan, bahkan seringkali
dikatakan bahwa satu-satunya yang konsisten terjadi dalam organisasi adalah perubahan (Jex,
2002). Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan pemimpin sebagai change agent untuk
memberikan motivasi, dukungan, kepada bawahan melalui sikap, tindakan, prestasi, dan
kepercayaan untuk mengarahkan pada tujuan perubahan (Armenakis et al., 1993). Pemimpin
sebagai change agent harus mampu meningkatkan dan mengembangkan commitment to change
dari karyawan. Peningkatan commitment to change dari karyawan dapat dilakukan antara lain

154
Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
dengan mempersiapkan terlebih dahulu readines for change melalui kemampuan yang dimiliki
individu untuk perubahan, dalam hal ini adalah PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya.
PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya diperlukan tidak hanya untuk memberikan
pelayanan publik yang berkualitas tetapi juga untuk membuat perubahan dalam organisasi. Fokus
pada penelitian ini yaitu terhadap commitment to change dari perspektif individu yang
merupakan karyawan sebagai anggota organisasi dalam perubahan organisasi yang dilakukan
oleh PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya. Oleh karena itu, PT. Telkom Divisi Regional V
Surabaya akan mencapai visi, misi, tujuan, dan sasaran apabila mendapat dukungan sepenuhnya
dari karyawan sebagai salah satu aset penting perusahaan. Berdasarkan beberapa penjelasan
tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh transformational leadership
terhadap commitment to change, menganalisis pengaruh transformational leadership terhadap
readiness for change, menganalisis pengaruh readiness for change terhadap commitment to
change, dan menganalisis peran mediasi readiness for change terhadap transformational
leadership pada commitment to change. Oleh karena itu peneliti mengusulkan penelitian tentang
“Pengaruh transformational leadership terhadap commitment to change yang dimediasi
readiness for change pada karyawan PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya.”

Kajian Teori

Transformational Leadership

Transformational leadership dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan mampu


merubah nilai personal dari bawahan untuk mendukung visi dan tujuan dari organisasi dengan
memelihara lingkungan dimana hubungan dapat dibentuk dan dengan membangun iklim
kepercayaan dimana visi dapat dibagi (Bass, dalam Stone et al., 2004). Fungsi utama dari
seorang pemimpin yang transformasional adalah memberikan pelayanan sebagai katalisator dari
perubahan, namun di saat bersamaan juga sebagai seorang pengendali dari perubahan (a
controller of change). Meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam mendefinisikan
transformational leadership, secara umum transformational leadership didefinisikan sebagai
seorang agen perubahan (change agent). Dalam hal ini transformational leadership berusaha
meningkatkan dan memperluas kebutuhan pengikut atau bawahan dan meningkatkan perubahan
yang dramatis dari individu-individu, kelompok-kelompok, dan organisasi-organisasi (Antonakis
et al., 2003).
Avolio et al. (dalam Stone et al., 2004) membagi empat komponen perilaku yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin yang transformasional, yaitu idealized influence
(menggambarkan perilaku ideal yang diteladani oleh para bawahannya), inspirational motivation
(menggambarkan usaha pemimpin untuk memotivasi dan menginspirasi bawahannya dengan
memberikan makna dan tantangan kepada pekerjaan yang ada), intellectual stimulation
(menggambarkan usaha pemimpin untuk merangsang anggotanya untuk menjadi inovatif dan
kreatif dalam menghadapi pekerjaannya), dan individual consideration (menggambarkan
pemimpin dengan atensi yang besar terhadap kebutuhan akan pencapaian dan pengembangan
bawahannya).
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti menggunakan gaya kepemimpinan
transformational dari teorinya Avolio et al. (dalam Stone et al., 2004) sebagai variabel dalam
penelitian ini dibandingkan gaya kepemimpinan yang lain Hal ini dikarenakan bahwa gaya

155
Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
kepemimpinan tersebut sangat sesuai untuk membawa perubahan dan teori tersebut sudah
banyak digunakan, sebagai bahan penelitian tentang konteks perubahan, mampu menjelaskan
lebih detail terkait dengan peran transformational leadership dalam setiap dimensinya, dan
mencerminkan dengan kondisi di lapangan yang organisasi sedang mengalami perubahan dan
dibutuhkan sosok transformational leadership di dalamnya. Dalam hal ini pemimpin yang
menggunakan transformational leadership style akan meningkatkan inovasi organisasi secara
langsung, dengan menciptakan visi, dan secara tidak langsung dapat menciptakan lingkungan
yang mendukung eksplorasi, eksperimen, berani mengambil risiko, dan berbagi ide.

Readiness for Change

Menurut Holt et al. (2007) dan Armenakis et al. (1999), kesiapan (readiness) merupakan
faktor yang paling penting dalam mendukung inisiatif individu untuk melakukan perubahan.
Kesiapan didefinisikan sebagai keyakinan, intensi, sikap, dan perilaku yang mendukung
perubahan dan kapasitas organisasi untuk sukses meraihnya (Armenakis et al., 1993; Rafferty &
Simons, 2006). Kesiapan individu dalam menghadapi perubahan menjadi hal penting yang harus
diperhatikan dalam setiap proses perubahan. Hal tersebut karena kesiapan individu untuk
berubah mampu menjembatani strategi manajemen perubahan dengan keluaran yang diharapkan,
yaitu kesuksesan implementasi strategi (Palmer et al., 2009). Pendapat tersebut sesuai dengan
pendapat dari Armenakis et al. (1993) yang menyebutkan bahwa kesiapan untuk menghadapi
perubahan merupakan salah satu faktor yang memberi kontribusi terhadap efektifitas
implementasi perubahan. Peran penting tersebut dapat diperkuat oleh Berneth (2004) yang
mengemukakan bahwa readiness for change menjadi faktor penting bagi kesuksesan perubahan
organisasi.
Holt et al. (2007) mendefinisikan readiness for change sebagai sikap komprehensif yang
dipengaruhi secara simultan oleh apa yang berubah (content), bagaimana proses perubahan
dilakukan (process), keadaan dimana perubahan tersebut akan berlangsung (context) dan
karakteristik individu yang diminta untuk melakukan perubahan (individual attributes) yang
secara bersama terefleksikan ke dalam aspek kognitif maupun emosional individu untuk
cenderung menerima dan mengadopsi perubahan yang dipersiapkan untuk mengganti kondisi
saat ini. Holt et al. (2007) juga membagi readiness for change menjadi empat dimensi, yaitu
change efficacy (rasa percaya terhadap kemampuan diri untuk berubah), appropriateness
(ketepatan untuk melakukan perubahan), management (senior leadership) support (dukungan
manajemen), dan personal benefit (manfaat bagi individu).
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini akan menggunakan teori dari Holt et al.
(2007) yang menjelaskan tentang sikap secara komprehensif yang dipengaruhi secara simultan
oleh apa yang berubah, bagaimana proses perubahan dilakukan, keadaan dimana perubahan
tersebut akan berlangsung dan karakteristik orang yang diminta untuk melakukan perubahan
yang secara bersama terefleksikan ke dalam aspek kognitif maupun emosional individu untuk
cenderung menerima dan mengadopsi perubahan yang dipersiapkan untuk mengganti kondisi
saat ini. Selain itu, teori tersebut sudah banyak digunakan dalam penelitian tentang perubahan
dan teori ini mampu menjelaskan lebih detail terkait readiness for change dalam setiap
dimensinya.

156
Nurma Fitrianna Jurnal Manajem
jemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol.
l. 2,
2 Nomor 2, Feb 2015
Commitment to Change

Dalam konteks perubah ahan, komitmen diharapkan akan menjadii sebuahs perilaku yang
positif terhadap perubahan itu sendiri. Dengan kata lain, komitmen padada organisasi juga akan
melahirkan komitmen pada perubahan
pe dalam organisasi sehingga memunc nculkan dukungan pada
setiap perubahan sejalan dengan
de harapan dari karyawan akan kesu suksesan implementasi
perubahan. Commitment to ch change akan terlihat dari aspek psikologis atau
at aspek perilakunya,
atau perilaku terbuka terhadap perubahan ituu sendiri (Herold et al.,
seperti perasaan menerima ata
2008). Herscovitch dan Meye yer (2002) membagi dimensi commitment to change menjadi tiga,
yaitu affective commitmentt tot change merefleksikan hasrat seseorang ng untuk menunjukkan
dukungan terhadap perubahanan yang didasari atas keyakinannya terhadap manfaat
m dari perubahan
tersebut, continuance commit itment to change keinginan untuk menduku kung perubahan karena
kesadaran akan adanya pengo
ngorbanan/biaya yang harus dikeluarkan ketik tika perubahan tersebut
gagal terjadi, dan normativee commitment to change merefleksikan pera erasaan akan kewajiban
mendukung perubahan tersebebut. Oleh karena itu, penelitian ini akan menenggunakan dasar teori
dari Herscovitch dan Meyer er (2002) yang merupakan pengembangan n dari teori komitmen
sebelumnya, sehingga dapatt menggungkapkan komitmen pada level individuind dalam konteks
perubahan.

Hipotesis dan Kerangka Kon


onseptual

H1: Transformational Leader ership memiliki pengaruh dan signifikan terherhadap Commitment to
Change
H2: Transformational Leaderdership memiliki pengaruh dan signifikan terhadap
te Readiness for
Change
H3: Readiness for Change meemiliki pengaruh dan signifikan terhadap Com mmitment to Change
H4: Transformational Leader ership memiliki pengaruh dan signifikan terherhadap Commitment to
Change yang dimediasi oleh Readiness
R for Change
Berdasarkan analisis pada liter
teratur-literatur terkait dan temuan-temuan has
asil penelitian terdahulu,
maka kerangka konseptual dal alam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
ai berikut:

Gaambar Kerangka Konseptual

Transformational Readiness for Commiitment to


Leadership Change Cha
hange
(X) (Z) (
(Y)

157
Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
Metode Penelitian

Penellitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan populasi, yaitu karyawan tetap
PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya. Berdasarkan populasi tersebut, maka peneliti memiliki
kriteria yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini, yaitu karyawan tetap dan karyawan
yang berada pada level jabatan staff. Kemudian dari kriteria responden tersebut, maka peneliti
menggunakan nonprobability sampling sebagai suatu metode pemilihan sampel dan tekniknya
adalah purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dari populasi berdasarkan ciri-ciri
spesifik atau karakteristik tertentu yang dinilai peneliti sesuai dengan pertimbangan tema dan
tujuan penelitian (Lawrence, 1999). Jumlah responden yang akan dijadikan sampel penelitian
adalah 70 orang yang memenuhi kriteria tersebut dari total 150 orang.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data ialah Partial Least Square (PLS). Alasan
menggunakan teknik analisis ini adalah objek penelitian atau ukuran sampel kurang dari 100
orang. Penelitian ini dirancang untuk menjelaskan efek antara variabel atau hubungan pengaruh
(kausalitas) antara variabel melalui pengujian hipotesis atau melalui mengonfirmasikan
hubungan pengaruh antara variabel atau konstruk. Selain itu, penelitian ini juga dapat dianggap
sebagai penelitian penjelasan yang berarti penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah
ada hubungan antara satu variabel terhadap variabel lain atau bagaimana salah satu variabel
memengaruhi variabel lain yang diteliti. Data primer diperoleh dari hasil interview dan kuesioner
tentang transformational leadership, readiness for change, dan commitment to change sebagai
variabel yang diteliti. Sedangkan untuk data sekundernya diperoleh dari data pendukung,
misalnya data tentang daftar absen karyawan, kebijakan-kebijakan perusahaan, dan demografi
karyawan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ialah transformational leadership (X),
readiness for change (Z), dan commitment to change (Y). Teknik Partial Least Square (PLS)
digunakan untuk menganalisis hubungan kausal antara transformational leadership, readiness
for change, dan commitment to change berdasarkan hipotesis yang diajukan. PLS sendiri
memiliki dua tahapan analisis yang merupakan inner model evaluation (untuk menguji validitas
konstruk dan reliabilitas) dan outer model evaluation (untuk menguji sampai sejauh mana
hubungan kausal antara variabel dalam penelitian ini).

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Responden yang terlibat dalam penelitian in sebanyak 70 orang yaitu terdiri dari 43 laki-
laki (61.4%) dan 27 perempuan (38.6%). Kemudian usia responden yang dinilai memahami dan
merasakan terjadinya perubahan bisnis adalah paling dominan pada rentang usia antara 49-54
tahun sebanyak 46 orang (65.7%), 43-48 tahun 9 orang (12.9%), ≥ 55 tahun sebanyak 7 orang
(10%),dan 31-42 tahun sebanyak 4 orang. Responden memiliki masa bekerja selama 29-34 tahun
sebanyak 41 orang (58.6%), 23-28 tahun sebanyak 13 tahun (18.6%), 17-22 tahun sebanyak 12
orang (17.1%), 5-10 tahun sebanyak 3 orang (4.3%), dan 11-16 tahun sebanyak 1 orang (1.4%).
Responden berdasarkan pendidikan terakhir dengan karyawan lulusan S1 sebanyak 41 orang
(58.6%), lulusan SMA sebanyak 11 orang (15.7%), lulusan D3 sebanyak 10 orang (14.3%),
lulusan D1 sebanyak 5 orang (7.1%), lulusan D2 sebanyak 2 orang (2.9%) dan lulusan S2
sebanyak 1 orang (1.4%).
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data Partial Least Square (PLS).
Teknik PLS terdiri dari dua jenis validitas, yaitu konvergen dan diskriminan. Pada tahap pertama

158
Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
pengujian, masih terdapat beberapa item yang tidak sesuai dengan ketentuan validitas konvergen
dengan nilai loading factor > 0.6. Oleh karena itu, item-item atau indikator-indikator yang tidak
memenuhi kondisi tersebut didrop atau dihapus sampai menghasilkan model yang cocok.
Sementara itu, validitas diskriminan dapat dilakukan dengan membandingkan cross
loading setiap masing-masing variabel dan dimensi di dalam pernyataan untuk variabel lain
dalam model. Jika nilai cross loading dalam satu variabel atau dimensi lebih tinggi dari variabel
atau dimensi lain, maka variabel atau dimensi tersebut memiliki nilai validitas diskriminan yang
baik. Berdasarkan hasil pengujian, dapat diketahui sesuai dengan validitas diskriminan. Evaluasi
terakhir dalam PLS untuk evaluasi model pengukuran (outer model evaluation) dapat dilihat dari
composite reliability. Indikator-indikator pernyataan atau pertanyaan dapat dikatakan reliabel
apabila nilai dari composite reliability > 0.7. Selain itu, untuk dapat melihat model konstruk
tersebut dinyatakan reliabel apabila melihat nilai dari cronbach alpha > 0.7. Hasil uji composite
reliability dan cronbach alpha dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1
Hasil Uji Composite Reliability dan Cronbach Alpha
Composite Cronbach Nilai Cut Off Reliabel /Tidak
Reliability Alpha Reliabel
ACTC 0.926 0.899 Reliabel
APP 0.882 0.833 Reliabel
CE 0.890 0.813 Reliabel
CTC 0.943 0.935 Reliabel
CCTC 0.887 0.848 Reliabel
II 1.000 1.000 Reliabel
IC 0.869 0.772 Reliabel
> 0.7
IM 0.919 0.890 Reliabel
IS 0.945 0.927 Reliabel
MS 0.899 0.813 Reliabel
NCTC 0.932 0.902 Reliabel
PB 0.872 0.779 Reliabel
RFC 0.934 0.924 Reliabel
TL 0.945 0.936 Reliabel
Sumber: diolah dari data penelitian

Keterangan:
ACTC: Affective Commitment to Change NCTC: Normative Commitment to Change
APP: Appropriateness IM: Inspirational Motivation
CE: Change Efficacy IS: Intellectual Stimulation
CTC: Commitment to Change MS: Management (Senior Leadership) Support
CCTC: Continuance Commitment to ChangePB: Personal Benefit
II: Idealized Influence RFC: Readiness for Change
IC: Individualized Consideration TL: Transformational Leadership

Selain melihat dari hasil uji evaluasi model pengukuran (outer model evaluation), maka
langkah selanjutnya adalah dengan mengevaluasi model struktural (inner model evaluation).
159
Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
Evaluasi model struktural dapat dilihat salah satunya dari nilai R-Square dan goodness of fit
(GoF). Berikut ini akan ditampilkan dalam tabel masing-masing nilai R-Square dan goodness of
fit (GoF) yang telah diolah menggunakan SmartPLS 3.0.

Tabel 2
Hasil Uji R-Square Model Penelitian
R-Square Nilai Cut Off Keterangan
ACTC 0.756 Kuat
APP 0.864 Kuat
CE 0.808 Kuat
CTC 0.741 Kuat
CCTC 0.843 Kuat
II 0.372 Moderate
IC 0.757 Kuat
Kuat>0.67>Moderate>0.33>Lemah>0.19
IM 0.786 Kuat
IS 0.790 Kuat
MS 0.597 Moderate
NCTC 0.754 Kuat
PB 0.662 Moderate
RFC 0.366 Moderate
TL - -
Sumber: diolah dari data penelitian

Keterangan:
ACTC: Affective Commitment to Change NCTC: Normative Commitment to Change
APP: Appropriateness IM: Inspirational Motivation
CE: Change Efficacy IS: Intellectual Stimulation
CTC: Commitment to Change MS: Management (Senior Leadership) Support
CCTC: Continuance Commitment to ChangePB: Personal Benefit
II: Idealized Influence RFC: Readiness for Change
IC: Individualized Consideration TL: Transformational Leadership

Pada Tabel 2 dapat diketahui hasil uji R-Square yang mengindikasikan bahwa model
penelitian baik. Menurut Ghozali (2012) model dapat digunakan dan dikatakan baik jika variabel
endogen minimal memiliki nilai R-Square > 0.33. Sepuluh dari empat belas variabel endogen
memiliki nilai R-Square > 0.67 dan empat dari empat belas memiliki nilai R-Square > 0.33.
Contohnya saja, pada variabel readiness for change memiliki nilai R-Square sebesar 36.6 persen
(moderate). Sedangkan sisanya 63.4 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang
diukur.
Setelah melakukan serangkain proses validasi model secara keseluruhan, maka yang
diperlukan selanjutnya adalah melakukan pengukuran Goodness of Fit (GoF). Acuan untuk
mengukur GoF index yaitu menggunakan perhitungan akar kuadrat dari perkalian nilai rata-rata
communality dengan nilai rata R-Square. Goodness of Fit (GoF) index ini dikembangkan oleh
Tenenhaus et al. (dalam Ghozali, 2012). Kriteria GoF adalah sebagai berikut: GoF = 0.10
bernilai kecil, GoF = 0.25 bernilai sedang, dan GoF = 0.36 bernilai besar.
160
Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015

Tabel 3
Hasil Uji Goodness of Fit (GoF)
R-Square Communality
ACTC 0.756 0.845
APP 0.864 0.774
CE 0.808 0.854
Sambungan
CTC 0.741 0.725
CCTC 0.843 0.754
R-Square Communality
II 0.372 1.000 Bersambung
IC 0.757 0.830
IM 0.786 0.834
IS 0.790 0.880
MS 0.597 0.865
NCTC 0.754 0.879
PB 0.662 0.834
RFC 0.366 0.711
TL - 0.742
Rata-rata 0.699 0.823
GoF 0.758
Sumber: diolah dari data penelitian

Keterangan:
ACTC: Affective Commitment to Change NCTC: Normative Commitment to Change
APP: Appropriateness IM: Inspirational Motivation
CE: Change Efficacy IS: Intellectual Stimulation
CTC: Commitment to Change MS: Management (Senior Leadership) Support
CCTC: Continuance Commitment to ChangePB: Personal Benefit
II: Idealized Influence RFC: Readiness for Change
IC: Individualized Consideration TL: Transformational Leadership

Berdasarkan Tabel 3 terlihat hasil perhitungan GoF = √ (0.699 x 0.823) = 0.758 untuk
model penelitian adalah sebesar 0.758 (GoF Besar). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa
performa dari pengukuran model (outer model) dan model struktural (inner model) adalah benar,
karena memiliki nilai 0.758 (diatas 0.36). Artinya bahwa model penelitian ini yaitu pengaruh
transformational leadership terhadap commitment to change yang dimediasi oleh readiness for
change sudah benar dan layak digunakan.
Model struktural yang sudah memiliki goodness of fit model dan uji predictive relevance
dapat dilakukan uji signifikansi koefisiensi parameter jalur (path coefficients) pada uji inner
model. Nilai uji path coefficients ialah nilai yang menunjukkan tingkat signifikansi pada
pengujian hipotesis. Uji signifikansi koefisien jalur (path coefficients) dengan menggunakan
metode bootstrapping. Setelah mengetahui validitas dan reliabilitas item masing-masing
161
Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
kuesioner yang dihasilkan melalui analisis SmartPLS dan hasil uji koefisiensi parameter jalur.
Peneliti akan melakukan pengujian hipotesis yang telah disusun sebelumnya. Pengujian hipotesis
ini didasarkan pada nilai signifikansi > 1.96 pada T-Statistic. Jika nilai T-Statistics > 1.96 untuk
tingkat signifikansi 5% (P-Values < 0.05), maka terdapat pengaruh antar variabel dan hipotesis
diterima. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4
Hasil Uji Hipotesis
Hipotesis Hipotesis Koefisie T P Values Signifikan/Ti Diterima
Pengaruh n Jalur Statistics dak Signifikan /Ditolak
Antar (ǀO/STDE
Variabel Vǀ)
H3 RFC CTC 0.823 12.041 0.000 Signifikan Diterima
H2 TL RFC 0.605 7.264 0.000 Signifikan Diterima
H1 TL CTC 0.059 0.758 0.449 Tidak Ditolak
Signifikan
Sumber: diolah dari data penelitian

Keterangan:
CTC: Commitment to Change
RFC: Readiness for Change
TL: Transformational Leadership

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4 menunjukkan hasil uji hipotesis
menyatakan bahwa ada dua hipotesis yang diterima, memiliki hubungan atau pengaruh positif
(original sampel) serta memiliki nilai signifikansi yang cukup (T-Statistics), yaitu nilai T-
Statistics > 1.96 dengan nilai P-Values < 0.05. Berdasarkan analisis pada Tabel 4, berikut ini
disajikan bahasan pembuktian masing-masing hipotesis penelitian:
1. Hipotesis 1: Pengaruh Transformational Leadership terhadap Commitment to Change
Koefisien jalur pengaruh dari transformational leadership terhadap commitment to change
adalah sebesar 0.059 dengan nilai T-Statistics sebesar 0.758 lebih kecil dari nilai T-Tabel 1.96
dengan nilai P-Values sebesar 0.449 lebih besar dari nilai signifikansi (P-Values) 0.05. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif namun tidak signifikan antara transformational
leadership terhadap commitment to change. Dapat diartikan bahwa adanya gaya kepemimpinan
yang dimiliki oleh seorang pemimpin secara transformasional yang mengakibatkan sedikit
pembentukan commitment to change pada karyawan. Dari hasil tersebut, maka hipotesis pertama
ditolak.
2. Hipotesis 2: Pengaruh Transformational Leadership terhadap Readiness for Change
Koefisien jalur pengaruh transformational leadership terhadap readiness for change
adalah sebesar 0.605 dengan nilai T-Statistics sebesar 7.264 lebih besar dari nilai T-Tabel 1.96
dengan nilai P-Values sebesar 0.000 lebih kecil dari nilai signifikansi (P-Values) 0.05. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara transformational
leadership terhadap readiness for change. Dapat diartikan bahwa dengan adanya peningkatan
pada transformational leadership yang akan berakibat terhadap peningkatan readiness for
change secara nyata. Dari hasil tersebut, maka hipotesis kedua diterima.
162
Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
3. Hipotesis 3: Pengaruh Readiness for Change terhadap Commitment to Change
Koefisien jalur pengaruh readiness for change terhadap commitment to change adalah
sebesar 0.823 dengan nilai T-Statistics sebesar 12.041 lebih besar dari nilai T-Tabel 1.96 dengan
nilai P-Values sebesar 0.000 lebih kecil dari nilai signifikansi (P-Values) 0.05. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara readiness for change
terhadap commitment to change. Dapat diartikan bahwa adanya peningkatan pada readiness for
change dari karyawan yang akan berakibat terhadap peningkatan commitment to change secara
nyata.
Menurut Baron dan Kenny (1986), terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi untuk
menunjukkan adanya efek mediasi, yaitu:
1. Ada hubungan yang signifikan antara variabel prediktor dan mediator
2. Ada hubungan yang signifikan antara variabel mediator dan criterion
3. Hubungan antara variabel prediktor dan criterion menjadi tidak signifikan ketika variabel
mediator dimasukkan ke dalam model.
Pada hasil uji PLS ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan tidak signifikan
antara transformational leadership dan commitment to change (hipotesis 1). Disisi lain, terdapat
hubungan yang positif dan signifikan untuk transformational leadership terhadap readiness for
change (hipotesis 2). Kemudian terdapat hubungan yang positif dan signifikan pula untuk
readiness for change terhadap commitment to change (hipotesis 3). Maka dapat disimpulkan
bahwa readiness for change memediasi secara penuh (full mediation) hubungan antara
transformational leadership dan commitment to change (Hipotesis 4 diterima).
Berdasarkan hasil analisis PLS tersebut, maka akan diuji pula deskripsi jawaban
responden. Deskripsi jawaban responden akan menjelaskan respon responden tentang
transformational leadership (X), readiness for change (Z), dan commitment to change (Y). Pada
penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dengan teori Azwar (2006) dengan tujuan
mendapatkan gambaran mengenai jawaban rata-rata dari responden atas item-item pernyataan
pada indikator yang terdapat di masing-masing variabel. Berikut ini adalah kategorisasinya:

Interval Kelas = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah


Jumlah Kelas

Keterangan:
Nilai tertinggi adalah 5, nilai terendah adalah 1, banyaknya kategori adalah 5. Berdasarkan
rumus tersebut, maka dapat diperoleh interval kelas sebagai berikut:

Interval Kelas = 5 – 1 = 0.8


5
0.8 merupakan jarak interval kelas masing-masing kategori, sehingga berlaku ketentuan kategori
dengan hasil sebagai berikut melalui tabel 5:

163
Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015

Tabel 5
Kategorisasi Interval Skor
Interval Kategori Keterangan
1.00 ≤ a ≤ 1.80 1 Sangat Rendah
1.81 ≤ a ≤ 2.60 2 Rendah
2.61 ≤ a ≤ 3.40 3 Cukup
3.41 ≤ a ≤ 4.20 4 Tinggi
4.21 ≤ a ≤ 5.00 5 Sangat Tinggi
Sumber: diolah dari data penelitian

Berdasarkan uraian pada tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa mean variabel jawaban
dari responden untuk variabel transformational leadership adalah sebesar 4.38 yang tergolong
sangat tinggi (4.21 ≤ a ≤ 5.00). Artinya pemimpin di PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya
sudah menunjukkan dedikasi, karismatik, kemampuan, dan kinerja sebagai pemimpin yang baik
untuk dapat mendukung commitment to change. Pemimpin dapat memberikan motivasi
kepada bawahan untuk bekerja lebih baik lagi. Hal ini dapat dibuktikan dengan indikator X21
sebesar 4.61 (4.21 ≤ a ≤ 5.00) yang merupakan indikator dengan mean tertinggi. Sedangkan
indikator dengan memiliki nilai mean terendah yaitu pada indikator X35 sebesar 4.20 (3.41 ≤ a ≤
4.20). Artinya menurut bawahan pemimpin kurang dapat menyelesaikan masalah dari berbagai
sudut pandang. Meski masih tergolong dalam kategori sangat tinggi dengan nilai mean 4.21,
pemimpin diasumsikan bahwa belum sepenuhnya pemimpin di PT. Telkom Divisi Regional V
Surabaya memiliki karakteristik yang tercermin kriteria dalam transformational leadership.
Kemudian untuk variabel readiness for change, dapat disimpulkan bahwa mean variabel
jawaban dari responden adalah sebesar sebesar 4.20 yang tergolong tinggi (3.41 ≤ a ≤ 4.20).
Artinya karyawan di PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya sudah menunjukkan sikap siap
secara mental, psikologis, dan fisik yang ditunjukkan oleh individu untuk berubah dengan
adanya keyakinan untuk mampu melakukan suatu perubahan tersebut untuk dapat mendukung
commitment to change. Dalam perubahan yang sedang berlangsung, maka responden masih
memiliki status sebagai karyawan, saat perubahan tersebut akan diimplementasikan. Hal ini
dapat tercermin dalam indikator Z41 dengan nilai mean tertinggi sebesar 4.31 (4.21 ≤ a ≤ 5.00).
Sedangkan indikator dengan nilai mean terendah yaitu Z23 sebesar 4.06 (3.41 ≤ a ≤ 4.20).
Artinya karyawan PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya kurang mampu dalam menangani
dan menerapkan perubahan tersebut dengan mudah. Meski masih tergolong dalam kategori
tinggi dengan nilai mean 4.20, karyawan diasumsikan bahwa pelaksanaan perubahan yang
sedang berlangsung di PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya tidak sepenuhnya efektif
meskipun rata-rata jawaban karyawan secara keseluruhan dapat menerapkan perubahan tersebut.
Selanjutnya untuk variabel commitment to change, dapat disimpulkan bahwa mean
variabel dari jawaban responden adalah sebesar sebesar 4.26 yakni tergolong sangat tinggi (4.21
≤ a ≤ 5.00). Artinya karyawan di PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya telah mempunyai
commitment to change saat perusahaan tersebut mengalami perubahan dengan menunjukkan
sikap yakin bahwa perubahan tersebut dapat berkontribusi untuk mencapai keberhasilan, merasa
adanya suatu kewajiban untuk mendukung perubahan, dan adanya “biaya” yang dikaitkan dalam
164
Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
dirinya jika tidak mendukung perubahan tersebut. Karyawan PT. Telkom Divisi Regional V
Surabaya percaya bahwa perubahan bisnis dapat membawa nilai baru bagi perusahaan. Hal ini
tercermin dalam indikator yang memiliki nilai mean tertinggi, yaitu pada indikator Y11 sebesar
4.50 (4.21 ≤ a ≤ 5.00). Sedangkan indikator yang memiliki nilai mean terendah, yaitu indikator
Y22 sebesar 4.01 (3.41 ≤ a ≤ 4.20). Artinya karyawan di PT. Telkom Divisi Regional V
Surabaya kurang merasa “nyaman” dengan proses perubahan yang dilakukan oleh perusahaan.

Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil uji statistik yang dilakukan pada hasil jawaban responden dengan
menggunakan alat uji SmartPLS, maka didapatkan kesimpulan, sebagai berikut:
1. Transformational leadership tidak berpengaruh terhadap commitment to change.
2. Transformational leadership berpengaruh terhadap readiness for change.
3. Readiness for change berpengaruh terhadap commitment to change.
4. Readiness for change telah menjadi variabel mediasi secara penuh (full mediation)
terhadap hubungan antara transformational leadership dengan commitment to change.

Saran

Berdasarkan pembahasan dan simpulan di atas, maka peneliti mencoba untuk memberikan
beberapa saran, yaitu bagi pihak PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya sebagai perusahaan
yang telah diteliti.
1. Bagi responden
Karyawan harus diberikan pembekalan lagi terkait dengan segala perubahan yang
dilakukan oleh pihak perusahaan melalui pelatihan yang telah diberikan selama ini.
Kemudian program-program yang telah berjalan selama ini tetap dilakukan kepada
karyawan agar karyawan tersebut tetap mengembangkan dirinya dengan baik.
2. Bagi pihak perusahaan atau organisasi
a. Bertepatan dengan dicanangkannya proses transformasi yang terjadi pada PT. Telkom
Divisi Regional V Surabaya, maka apa yang terjadi di lapangan serta hasil penelitian ini
dapat menggambarkan bahwa pentingnya peranan dari pemimpin yang memiliki gaya
kepemimpinan transformasional (transformational leadership) secara statistik mampu
meningkatkan atau memengaruhi bawahan dalam proses perubahan, serta meningkatkan
kesiapan dalam perubahan. Dalam hal ini saran peneliti adalah perlu adanya peningkatan
maupun mempertahankan fungsi kepemimpinan yang transformasional pada pemimpin di
PT. Telkom Divisi Regional V Surabaya guna menciptakan rasa percaya serta tingkat
kepercayaan diri atas kemampuan sehingga tercapai tujuan organisasi.
b. Jika dalam penelitian ini terdapat indikasi bahwa pemimpin PT. Telkom Divisi Regional
V Surabaya telah memiliki gaya kepemimpinan yang transformasional, namun belum
memiliki pengaruh yang signifikan pada commitment to change, maka saran peneliti
adalah sebaiknya pemimpin juga perlu membangun hubungan (komunikasi dan tindakan)
yang lebih baik dan lebih dekat lagi terhadap anggota organisasi.
3. Bagi penelitian selanjutnya yang tertarik dengan melakukan penelitian dengan topik yang
sama, diharapkam dengan mencoba pada konteks perusahaan di industri lain yang sedang
mengalami perubahan agar dapat memperkaya bahasan dan dapat mengkonfirmasi

165
Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
hubungan antar variabel lebih lain. Penelitian selanjutnya, juga disarankan untuk
memasukkan variabel lain, seperti faktor demografis, dan faktor-faktor yang dapat
memengaruhi commitment to change selain variabel dalam penelitian ini sebagai salah
satu variabel yang dapat menambah analisis mengenai hubungan antar variabel menjadi
lebih dalam. Kemudian juga menambahkan beberapa jenis perusahaan agar hasil
didapatkan beragam serta melihat bagaimana pula kesiapan dan komitmen dari
pemimpinnya sendiri terhadap perubahan.

Daftar Pustaka

Armenakis, A.A., et al. (1993). Creating Readiness for Organizational Change. Journal of
Human Relations, 46: 681-703.

Armenakis, A.A., et al. (1999). Making Change Permanent: A Model for Institutionalizing
Change Intervention. Research in Organizational Change and Development, 12: 97-128.

Antonakis, J., et al. (2003). Context and Leadership: An Examination of the Nine-Factor Full-
Range Leadership Theory Using the Multifactor Leadership Questionnaire. Journal of the
Leadership Quarterly, 14: 261-295.

Baron, R. M. & Kenny, D. A. (1986). The Moderator-Mediator Variable Distinction in Social


Psychological Research: Conceptual, Strategic, and Statistical Considerations. Journal of
Personality and Social Psychology, 51 (6): 1173-1182.

Dunphy, D. & Stace, D. (1993). The Strategic Management of Corporate Change. Journal of
Human Relations, 46 (8): 905-920.

Ghozali, I. (2012). Konsep, Teknik, dan Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 3.0 untuk
Penelitian Empiris. Semarang: Universitas Diponegoro.

Herold, D.M., et al. (2008). The Effects of Transformational and Change Leadership on
Employees’Commitment to A Change: A Multilevel Study. Journal of Applied
Psychology, 93 (2), 346-357.

Herscovitch, L. & Meyer, J. P. (2002). Commitment to Organizational Change Extention of a


Three- Component Model. Journal of Apllied Psycology, 87 (3): 474-487.

Jex, S. M. (2002). Organizational Psychology: A Scientist-Practitioner Approach. (1st Ed.). New


York: John Wiley & Sons.

Keller, R. T. (2006). Transformational Leadership, Initiating Structure, and Substitute for


Leadership: A Longitudinal Study of Research and Development Project Team
Performance. Journal of Applied Psychology, 91 (1): 202-210.

166
Nurma Fitrianna Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Tri Siwi Agustina Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
Lawrence, W. N. (1999). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches.
(3rd Ed.). New York: McGraw Hill.

Neves, P. (2009). Readiness for Change: Contributions for Employee’s Level of Individual
Change and Turnover Intentions. Journal of Change Management. 9 (2): 215-231.

Meyer, J. P. & Herscovitch, L. (2001). Commitment in the Workplace: Toward A General


Model. Human Resource Management Review, 11: 299-326.

Rafferty, A. E. & Simons, R. H. (2006). An Examination of the Antecedents of Readiness for


Fine-Tuning and Corporate Transformation Changes. Journal of Business and
Psychology, 20 (3): 325-350.

Stone, A. G., et al. (2004). Transformational versus Servant Leadership: A Difference in Leader
Focus. The Leadership & Organization Development Journal, 25 (4): 349-361.

167

You might also like