Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 167

POTENSI KAWASAN BEKAS TAMBANG SEBAGAI OBJEK WISATA

(STUDI KASUS KANDI-TANAH HITAM KOTA SAWAHLUNTO)

APJULKHIR PAPUA HM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Kawasan Bekas


Tambang Sebagai Objek Wisata (Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota
Sawahlunto) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 28 Januari 2008

APJULKHIR PAPUA HM
NRP A353060384
ABSTRACT

APJULKHIR PAPUA HM. The Potency of Ex-Mining Area as Tourism Object


(Case Study Kandi-Tanah Hitam Sawahlunto City). Under the direction of
DARMAWAN and MANUWOTO.

Mining was the primary economic generator for the city of Sawahlunto and its
surrounding areas. The role of coal in the region’s economy has been diminished
eversince and people and the government are enforced to develop alternatives
strategies for moving the region’s economy. One of the strategy that is now being
developed is to turn the ex-mining sites for tourism activities. This strategy was
succesfully applied in many ex-mining areas all over the world and came out with
a better economic condition for its people and the region as well. Based on these
facts, development strategies of Sawahlunto was arranged with new vision to
becoming mine tourism city in 2020. The objectives of this research are: (1) to
identify tourism development potential at ex-mining area of Kandi-Tanah Hitam;
(2) to find out tourism development impact to regional development; and (3) to
make a tourism development strategy at ex-mining area Kandi-Tanah Hitam. This
research used descriptive analysis for physical aspect of tourism development
potency and impacts. SWOT Analysis was used to build the tourism development
strategy. The result shows that this area suitable for sport and tourisms such as
horserace, motocross circuit, roadrace, breeding farm, fishing area, water
recreation, and also mini zoo in Tandikat and Kandi Lake. Tourism development
in this area could give positive impact to physical environment, economics and
culture aspects. The priority strategies are development of the tourism area,
service center, and new strategic area based on the potency of area, direction from
regional planning, and low population density.

Key words : mining tourism, regional development, Sawahlunto


RINGKASAN

APJULKHIR PAPUA HM. Potensi Kawasan Bekas Tambang Sebagai Objek


Wisata (Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto). Dibawah bimbingan
DARMAWAN dan MANUWOTO.

Kota Sawahlunto merupakan kota yang berkembang dari adanya aktivitas


penambangan batubara semenjak zaman Hindia Belanda dan merupakan daerah
tambang batubara yang tertua di Indonesia. Kota ini mulai menghadapi masalah
dalam hal pembangunan wilayah sejak berhentinya aktivitas penambangan karena
habisnya cadangan tambang terbuka yang merupakan sumberdaya penggerak
perekonomian kota. Fenomena tersebut akan menjadikan kota ini mati seperti
yang biasa terjadi pada daerah bekas tambang lainnya, serta dapat menimbulkan
kegelisahan terhadap masyarakat dan daerah ini apabila tidak disikapi secara bijak
oleh Pemerintah Kota. Untuk menghindari hal tersebut, maka Pemerintah Kota
Sawahlunto telah menyusun strategi pengembangan wilayah seperti yang
tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor 2 Tahun 2001
tentang Visi Kota Sawahlunto sebagai kota wisata tambang yang berbudaya tahun
2020. Salah satu misinya berbunyi objek wisata tambang yang potensial digali,
ditumbuhkan, dikembangkan, dilestarikan dan dikemas sebagai paket wisata.
Upaya pengembangan pariwisata pada kawasan ini jelas tidak bisa berdiri
sendiri, tetapi sangat erat kaitannya dengan kondisi perkembangan pariwisata di
Indonesia, Sumatera Barat dan khususnya di Kota Sawahlunto sendiri.
Pengalaman yang kurang dari daerah ini adalah dalam hal mengemas dan
mengembangkan objek-objek wisata yang ada, menyebabkan diperlukannya
perencanaan yang matang sebelum kawasan ini dikembangkan lebih lanjut.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi potensi pengembangan
pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam; 2) Mengetahui
dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah Kota
Sawahlunto; dan 3) Membuat arahan strategi pengembangan wisata pada kawasan
bekas tambang Kandi-Tanah Hitam.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan lapang dan wawancara. Unsur-
unsur yang diamati meliputi aspek sumberdaya fisik (geologi, lereng, tanah,
hidrologi, dan infrastruktur), aspek daya tarik, kondisi fisik obyek wisata (sarana
prasarana penunjang, jalan, aksesibilitas) dan hubungan antar obyek wisata.
Wawancara dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada wisatawan untuk
mendapatkan persepsi tentang pengembangan objek wisata yang ada. Data sekunder
bersumber dari beberapa dinas/instansi yang terkait (Bappeda; Dinas Pertambangan,
Industri dan Perdagangan; Dinas Kimpraswil; Kantor Pariwisata,
Seni dan Budaya; BPS; BPN; PT. BA-UPO dan pihak-pihak terkait lainnya). Data
sekunder tersebut terdiri dari foto udara Kota Sawahlunto tahun 2003 dan peta-
peta (Peta Administrasi, Peta Obyek Pariwisata, Peta Jaringan Jalan, Peta Sungai,
Peta Landuse, Peta Reklamasi, Peta Geologi, Peta Lereng dan Peta RTRW).
Analisis dan interpretasi data biofisik, ekonomi dan sosial budaya dalam
penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Sementara itu untuk mengetahui kondisi
objek pariwisata saat ini, diukur melalui analisis kepuasan konsumen. Analisis
deskriptif juga digunakan untuk mengetahui dampak pengembangan pariwisata
terhadap pengembangan wilayah ditinjau dari aspek fisik, ekonomi, sosial budaya
dan masyarakat sekitar kawasan. Selanjutnya untuk membuat arahan strategi
pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang, dilakukan dengan
analisis SWOT.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa: 1) Secara biofisik,
ekonomi dan sosial budaya serta objek wisata yang terbangun, maka kawasan
bekas tambang Kandi-Tanah Hitam berpotensi untuk pengembangan wisata; 2)
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pengembangan pariwisata pada
kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam berdampak positif terhadap
konservasi dan pelestarian lingkungan hidup di kawasan bekas tambang,
penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat sekitar kawasan
dan turut membangun Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Sawahlunto, serta
tidak ditemukan dampak negatif terhadap budaya masyarakat sekitar kawasan;
dan 3) Prioritas arahan strategi pengembangan kawasan bekas tambang Kandi-
Tanah Hitam yaitu pengembangan kawasan wisata, pusat pelayanan, dan kawasan
strategis baru yang didasarkan pada potensi kawasan, arahan dari RTRW, dan
kepadatan penduduk yang rendah.

Kata Kunci : Wisata Tambang, Pengembangan Wilayah, Sawahlunto


©Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
POTENSI KAWASAN BEKAS TAMBANG SEBAGAI OBJEK WISATA
(STUDI KASUS KANDI-TANAH HITAM KOTA SAWAHLUNTO)

APJULKHIR PAPUA HM

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS
Judul Tesis : Potensi Kawasan Bekas Tambang sebagai Objek
Wisata (Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota
Sawahlunto)
Nama : Apjulkhir Papua HM
NIM : A. 353060384

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Darmawan, M.Sc Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 28 Januari 2008 Tanggal Lulus :


PERSEMBAHAN

Tulisan ini kupersembahkan untuk yang kucintai dan kuhormati.......................


istriku (Drg. Azizah)
yang telah tabah & sabar merawat buah hati kami dengan penuh suka duka,
anak-anakku (Jilan Afanin Azipua & Muhammad Haikal Azipua)
yang tidak banyak mendapat kasih sayang selama ditinggal,
yang kuhormati ayahanda H. Malius & ibunda Jurhalimas
yang telah banyak memberikan dukungan nasehat & doa
keluarga besarku (Osa, Risa, Alin & Diva)
yang selalu hangat dan kompak dalam kebersamaan,
ayah dan ibu mertuaku H. Hasan Basri (Alm) & Hj. Nurhayati,
yang memberikan dorongan & doa
almamaterku serta sahabat-sahabatku, rekan-rekan mahasiswa PWL 2006
terimakasih atas semua dukungan dan kebersamaan kita
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Mei 2007 ini adalah pengembangan sektor pariwisata di
kawasan bekas tambang, dengan judul Potensi Kawasan Bekas Tambang Sebagai
Objek Wisata (Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto).
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan tarima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Darmawan, M.Sc, dan Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc sebagai Komisi
Pembimbing yang telah melakukan pembimbingan dan pengarahan dengan
penuh tanggung jawab.
2. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S selaku Penguji Luar Komisi, terima
kasih atas segala masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi dan seluruh staf
pengajar dan pengelola Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.
4. Pusbindiklatren Bappenas selaku sponsor yang memberikan beasiswa
untuk tugas belajar S-2 13 bulan.
5. Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto yang telah memberikan ijin dan
dukungan moral untuk mengikuti tugas belajar.
6. Teman-teman kelas khusus dan reguler Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah tahun 2006.
7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses penulisan
karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih tak terhingga kepada
kedua orangtua yang selalu memberikan dukungan doa. Istri dan anak-anak
tercinta, serta seluruh keluarga, terima kasih atas segala pengorbanan, doa, kasih
sayang, dan semangat yang telah diberikan selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, 28 Januari 2008

APJULKHIR PAPUA HM
NRP A353060384
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Solok Propinsi Sumatera Barat pada tanggal


25 Juli 1971, putra kedua dari lima bersaudara pasangan H. Malius dan
Jurhalimas.
Pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas diselesaikan
penulis di Kota Solok. Gelar Sarjana Komputer diperoleh penulis dari Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen Informatika dan Komputer – Yayasan Perguruan Tinggi
Komputer (STMIK-YPTK) Padang, jurusan Manajemen Informatika pada tahun
1996. Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto. Saat ini tercatat sebagai staf
pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Sawahlunto
Propinsi Sumatera Barat.
Pada bulan Agustus 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah (PWL). Beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusat
Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................................... i


DAFTAR TABEL .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. v
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................................. 1
Tujuan Penelitian .............................................................................................. 5
Manfaat Penelitian ............................................................................................ 6
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pengembangan Wilayah .......................................................................... 7
Tata Ruang Wilayah dan Tata Guna Tanah ................................................... 10
Pariwisata ........................................................................................................ 13
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 23
Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 23
Jenis dan Sumber Data.................................................................................... 23
Analisis Data ................................................................................................... 26
Analisis Potensi Pengembangan Pariwisata ....................................... 26
Analisis Pengembangan Pariwisata Terhadap Pengembangan
Wilayah ............................................................................................... 32
Arahan Strategi Pengembangan Kawasan .......................................... 33
HASIL dan PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah Penelitian ............................................................ 38
Letak Geografis dan Batas Administrasi Wilayah ............................. 38
Kondisi Geobiofisik Lahan ................................................................ 39
Perekonomian ...................................................................................... 55
Sosial Budaya dan Kependudukan ..................................................... 57
Objek Wisata yang Telah Ada ............................................................ 60
Potensi Pengembangan Pariwisata.................................................................. 67
Potensi Biofisik Kawasan Bekas Tambang ........................................ 69
Potensi Perekonomian ......................................................................... 82
Potensi Sosial Budaya dan Kependudukan ........................................ 86
Potensi Objek Wisata yang Telah Ada ............................................... 88
Dampak Pariwisata Terhadap Pengembangan Wilayah............................... 103
Dampak Fisik .................................................................................... 103
Dampak Ekonomi ............................................................................. 107
Dampak Sosial Budaya ..................................................................... 110

i
Strategi dan Arahan Pengembangan Pariwisata Kawasan Bekas
Tambang Kandi-Tanah Hitam ...................................................................... 113
Identifikasi Kekuatan/Kelemahan dan Peluang/Ancaman ............... 113
Analisis SWOT dan Alternatif Strategi ............................................ 115
Analisis dan Strategi Prioritas .......................................................... 118
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 126
PUSTAKA .............................................................................................................. 127
LAMPIRAN ............................................................................................................ 130

ii
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Teknik analisis dan output yang diharapkan..................................................... 27


2 Kriteria nilai Indek Kepuasan Konsumen (CSI/IKK) ...................................... 31
3 Pembobotan setiap unsur SWOT ...................................................................... 34
4 Matrik Analisis SWOT dan Penentuan Strategi ............................................... 35
5 Rangking Alternatif Strategi ............................................................................. 36
6 Luas wilayah penelitian ..................................................................................... 38
7 Pola distribusi kelas lereng pada kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam ........... 43
8 Klasifikasi tanah di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam .................. 47
9 Susunan kimia tanah asli dari kawasan Kandi-Tanah Hitam ........................... 47
10 Data kesuburan tanah di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam .......... 48
11 Status dan kondisi lahan reklamasi di Kawasan Kandi-Tanah Hitam ............. 51
12 Data pemantauan kualitas air di Batang Ombilin sesudah pertemuan
dengan Batang Tandikat.................................................................................... 52
13 Data kondisi jalan eksisiting ............................................................................. 54
14 Laju pertumbuhan dan distribusi PDRB Kota Sawahlunto ............................. 55
15 Persentase penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut
lapangan usaha .................................................................................................. 57
16 Perkembangan jumlah penduduk Kota Sawahlunto......................................... 59
17 Jumlah dan distribusi penduduk di wilayah penelitian .................................... 59
18 Penggunaan lahan eksisting (sekarang) wilayah penelitian ............................. 75
19 Kesesuaian penggunaan lahan menurut RTRW ............................................... 76
20 Luas kepemilikan lahan kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam .......... 80
21 Jumlah kunjungan wisatawan di Kota Sawahlunto .......................................... 85
22 Data kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah ............. 86
23 Jenis kesenian rakyat di sekitar Kawasan Kandi-Tanah Hitam ....................... 87
24 Faktor internal Kekuatan /Strength (S) dan Kelemahan/Weakness (W)........ 114
25 Faktor eksternal Peluang/Opportunity (O) dan Tantangan/Threath (T) ........ 115
26 Strategi silang unsur SWOT ........................................................................... 116
27 Pemberian bobot untuk setiap unsur Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan
Ancaman .......................................................................................................... 118
28 Penentuan strategi prioritas pengembangan pariwisata pada kawasan
bekas tambang Kandi-Tanah Hitam ............................................................... 119

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sustainable Tourism .......................................................................................... 20


2. Aspek dan Dimensi Pengembangan Pariwisata ................................................ 21
3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran ................................................................... 24
4. Peta Lokasi Wilayah Penelitian ........................................................................ 25
5. Diagram Kartesius Importance-Performance Analysis .................................... 29
6. Diagram Alir Tahapan Penelitian...................................................................... 37
7. Peta Formasi Geologi Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam ........... 44
8. Peta Kelas Lereng Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam ................. 45
9. Peta Distribusi Lokasi Reklamasi Kawasan Bekas Tambang Kandi-
Tanah Hitam ...................................................................................................... 53
10. Peta Sebaran Infrastruktur Penunjang Kawasan Bekas Tambang Kandi-
Tanah Hitam ...................................................................................................... 56
11. Peta Jenis dan Lokasi Objek yang Ada pada Tambang Kandi-Tanah
Hitam ................................................................................................................. 60
12. Objek Wisata Pacuan Kuda Kandi ................................................................... 61
13. Objek Breeding farm Kandi .............................................................................. 62
14. Objek Wisata Taman Satwa Kandi ................................................................... 63
15. Objek Wisata Rekreasi Air Danau Tandikat .................................................... 64
16. Objek Wisata Dermaga Danau Kandi .............................................................. 65
17. Objek Wisata Sirkuit Road Race Kandi ........................................................... 65
18. Objek Wisata Motocross Tanah Hitam ............................................................ 66
19. Pencapaian Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam dalam
Konstelasi Regional .......................................................................................... 71
20. Peta Penggunaan Lahan Eksisting (Sekarang) Kawasan Bekas Tambang Kandi-
Tanah Hitam ...................................................................................................... 77
21. Peta Kepemilikan Lahan Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam . 81
22. Kontribusi Kelompok Sektor PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Persen) . 83
23. Alokasi Anggaran Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto .................................. 85
24. Jumlah Kunjungan Wisatawan pada Objek Taman Satwa (per Juli 2007) . 97

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Karateristik pengunjung................................................................................... 131


2. Tahapan Pengambilan Keputusan.................................................................... 133
3. Hasil analisis kuadran ...................................................................................... 137
4. Plot Kinerja – Harapan (analisis kuadran) ....................................................... 138
5. Perhitungan selisih bobot antara kinerja – harapan (gap) ............................... 139
6. Plot selisih rata-rata kinerja – harapan (gap) ................................................... 140
7. Plot selisih bobot kinerja – harapan (gap) ....................................................... 140
8. Hasil perhitungan Indeks Kepuasan Konsumen .............................................. 141
9. Hasil analisis Friedman dan jumlah ranking fasilitas tambahan ..................... 143
10. Data curah hujan Kota Sawahlunto 1996-2002 ............................................... 144
11. Formulir kuesioner kepuasan pengunjung ....................................................... 145

v
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak dimulainya era otonomi daerah telah merubah paradigma perencanaan


pembangunan, yang semula bertumpu pada kebijakan-kebijakan pemerintah pusat
kini setiap daerah harus mampu menggali kemampuannya dalam membuat
perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kondisi wilayahnya masing-masing.
Dalam perencanaan tersebut minimal ada tiga komponen yang perlu diperhatikan,
yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi (atau yang disebut
dengan tiga pilar pengembangan wilayah) (Nachrowi, 1999 dalam Alkadri et al.,
2001).
Pengembangan wilayah merupakan interaksi antara tiga pilar
pengembangan wilayah. Suatu wilayah yang mempunyai sumberdaya alam yang
cukup kaya dan sumberdaya manusia yang mampu memanfaatkan dan
mengembangkan teknologi akan cepat berkembang dibandingkan wilayah lain
yang tidak cukup mempunyai sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang
cukup unggul.
Namun demikian pembangunan yang terlalu bertumpu pada sumberdaya
alam yang bersifat ekstraktif suatu saat akan mengalami hambatan jika
ketersediaannya berkurang dan akhirnya habis. Banyak kota dan daerah yang kaya
sumberdaya alam seperti batubara, emas, tembaga dan sebagainya kemudian
menjadi mati setelah sumberdaya alamnya habis dieksploitasi. Namun ada juga
daerah-daerah yang mampu memanfaatkan dan mengelola sisa-sisa aktivitas
eksploitasi sumberdaya alam tersebut, sehingga tetap memberi nilai ekonomi yang
tinggi, bahkan dicari dan diteliti karena kekhasannya, seperti Kota Rhondda
Valley di Wales dan Glace Bay Nova di Kanada, yang merupakan kota bekas
pertambangan batubara. Bekas lubang tambangnya dijadikan museum,
permukiman buruhnya dipugar dan dikenang sebagai warisan masa lampau
(Antono, 1993).
Kegiatan sektor pertambangan (termasuk tambang batubara) selama ini
telah menjadi salah satu penopang ekonomi nasional terbesar bagi Indonesia.
2

Namun demikian permasalahan yang timbul pada penambangan batubara adalah


kerusakan lingkungan akibat proses penambangan yang dilakukan dengan sistem
penambangan terbuka (open pit mining), baik itu kerusakan kerusakan iklim
mikro setempat (klimatis) maupun kerusakan tanah (edafis). Kerusakan klimatis
dan edafis ini terjadi akibat penambangan yang dilakukan dengan cara
menyingkirkan seluruh lapisan tanah di atas deposit batubara, termasuk vegetasi
yang menutupi lahan tersebut.
Dalam konteks pengelolaan kawasan bekas tambang ini, Indonesia masih
mempunyai banyak peluang untuk mengembangkannya guna berbagai maksud
dan kegunaan. Perangkat peraturan yang memayunginya sudah tersedia, antara
lain Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-
Undang ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi semua kegiatan
pengelolaan sumberdaya yang beragam jenisnya, baik di daratan maupun di
lautan, agar dapat dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumberdaya
manusia dan sumberdaya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan.
Salah satu sumberdaya yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengelolaannya
adalah sumberdaya di sektor pariwisata.
Selain itu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun
1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), pasal 11 ayat (1)
menyebutkan bahwa kawasan pariwisata termasuk dalam kawasan budidaya
sedangkan yang dimaksud dengan kawasan pariwisata meliputi kawasan dengan
luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata. Pasal 49 peraturan ini menyebutkan bahwa kriteria kawasan budidaya
untuk kawasan pariwisata adalah:
(1) kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan
pariwisata, serta tidak mengganggu kelestarian budaya, keindahan
alam dan lingkungan;
(2) kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan pariwisata secara
ruang dapat memberikan manfaat dalam:
- meningkatkan devisa dan mendayagunakan investasi;
- meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub
sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya;
3

- tidak mengganggu fungsi lindung;


- tidak mengganggu upaya pelestarian sumber daya alam;
- meningkatkan pendapatan masyarakat;
- meningkatkan pendapatan nasional dan daerah;
- meningkatkan kesempatan kerja;
- melestarikan budaya; dan
- meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam sektor pariwisata sendiri terdapat Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1990 tentang Kepariwisataan, yang dimaksudkan untuk mengatur kegiatan
pengembangan sektor ini. Pasal 4 Undang-Undang ini menyebutkan bahwa obyek
dan daya tarik wisata terdiri atas wisata alam (flora dan fauna), museum,
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta,
wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.
Mengacu pada pasal 4 Undang-undang ini, maka kawasan bekas tambang dapat
dikategorikan sebagai kawasan yang dapat dikembangkan untuk kegiatan
pariwisata.
Salah satu kawasan bekas tambang di Indonesia yang mempunyai arti
penting untuk pembangunan daerah dan masyarakat setempat adalah kawasan
bekas tambang batubara Kandi-Tanah Hitam di Kota Sawahlunto, Propinsi
Sumatera Barat. Kawasan yang secara administratif terletak di Kota Sawahlunto,
oleh Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto direncanakan akan dikembangkan
sebagai kawasan pariwisata yang dapat menjadi andalan daerah ini.
Sesuai dengan visi pembangunan Kota Sawahlunto yang dituangkan dalam
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2001 yaitu menjadi Kota Wisata
Tambang yang Berbudaya pada tahun 2020. Pada dasarnya tahun 2020 ini
dimaksudkan agar target waktu pencapaian tersebut dapat merangsang munculnya
motivasi bagi Pemerintah Kota dan seluruh stakeholders. Berbudaya dimaksudkan
agar dalam upaya mewujudkan Kota Wisata Tambang tersebut seluruh
masyarakat dan stakeholders dapat beraktifitas, berkreasi dan berinovasi seluas-
luasnya. Namun harus tetap berpedoman kepada nilai-nilai yang berlaku di tengah-
tengah masyarakat.
4

Penjabaran dari visi tersebut adalah dalam bentuk misi yang salah satunya
adalah obyek wisata tambang yang potensial digali, ditumbuhkan, dikembangkan,
dilestarikan dan dikemas sebagai paket wisata. Perwujudan misi ini
dikembangkan ke dalam sebuah agenda mewujudkan kota wisata tambang yang
berbudaya (Agenda 2002 – 2020) dengan menetapkan empat faktor kebijakan
yang perlu dikembangkan, yaitu:
(1) kapasitas institusi;
(2) kerjasama antar daerah;
(3) peningkatan kualitas kota; dan
(4) peningkatan kualitas produk dan kawasan wisata.
Untuk mewujudkan visi ini, pemerintah Kota Sawahlunto mulai
membenahi peninggalan-peninggalan yang ada dengan membuat peraturan dalam
bentuk penyusunan dan penetapan Draft Perda Pelestarian Benda Cagar Budaya
dengan Surat Keputusan (SK) Walikota Sawahlunto Nomor 109 Tahun 2006
tanggal 23 Maret 2006. Sebanyak 73 buah peninggalan budaya fisik di Kota
Sawahlunto sudah dilindungi dan disahkan sebagai Benda Cagar Budaya.
Sisa-sisa peninggalan budaya fisik bekas aktivitas tambang dalam berbagai
bentuk bangunan kolonial yang berupa bangunan perkantoran, rumah hunian,
pertokoan, gereja, stasiun, jaringan jalan, instalasi penambangan, dan situs bekas
penambangan mulai dipugar dan direvitalisasi dalam lingkungan kawasan cagar
budaya. Untuk merealisasikan visi kota yang berkaitan dengan pelestarian,
revitalisasi dan pengembangan urban heritage tersebut, pemerintah Kota
Sawahlunto telah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dan instansi terkait
antara lain Departemen Pekerjaan Umum-Kimpraswil, University Technology Of
Malaysia, Museum Adityawarman Padang, dan Balai P3 Batusangkar.
Sesuai dengan kesepakatan dan perjanjian antara Pemerintah Kota
Sawahlunto dengan PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk Nomor
06/08.04/2400000002/XI-2004 dan Nomor 180/11/Huk-Org/2004, kawasan bekas
tambang yang diserahkan ke Pemerintah Kota Sawahlunto untuk dikelola dan
dimanfaatkan sebagai kawasan wisata dan olahraga adalah kawasan bekas
tambang Kandi-Tanah Hitam dengan luas lahan ± 400 Ha.
5

Secara umum pengembangan pariwisata di kawasan Kandi-Tanah Hitam


diperuntukan untuk penataan kawasan wisata dan olah raga terpadu yang
bertujuan untuk menarik kunjungan wisatawan sebanyak mungkin. Caranya
dengan meningkatkan kualitas fasilitas wisata, mengadakan promosi wisata, dan
menjaga lingkungan alam sebagai aset pariwisata guna mempertahankan keasrian,
serta menggali potensi-potensi baru yang dapat dijadikan objek wisata.
Diharapkan dari berbagai sentra-sentra wisata tersebut dapat menjadi suatu
konsepsi baru yang saling mendukung dan sekaligus pemerataan penyebaran
kegiatan wisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam.
Berdasarkan uraian tentang pengembangan kawasan bekas tambang
tersebut, maka timbul beberapa hal yang menjadi pertanyaan, yaitu:
1. Apakah memang benar kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam
berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata yang berpotensi
untuk meningkatkan pengembangan wilayah Kota Sawahlunto?
2. Bagaimana kondisi objek wisata yang telah dikembangkan ditinjau dari
tingkat kepuasan pengunjung terhadap atribut-atribut wisata yang
ditawarkan oleh kawasan wisata ini secara keseluruhan?
3. Bagaimana prospek dan dampak pengembangan pariwisata terhadap
pengembangan wilayah Kota Sawahlunto secara keseluruhan?
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang muncul di atas, perlu
dilakukan kajian terhadap Potensi Kawasan Bekas Tambang Sebagai Objek
Wisata dengan studi kasus pada kawasan Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi potensi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas


tambang Kandi-Tanah Hitam;
2. Mengetahui dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan
wilayah Kota Sawahlunto;
3. Membuat arahan strategi pengembangan wisata pada kawasan bekas
tambang Kandi-Tanah Hitam.
6

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi Pemerintah
Daerah Kota Sawahlunto dalam melakukan perencanaan, pengelolaan,
pemanfaatan, evaluasi dan monitoring pengembangan pariwisata pada kawasan
bekas tambang untuk masa yang akan datang.
7

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Pengembangan Wilayah

Salah satu prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan wilayah


adalah bahwa setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga
pendekatan yang dilakukan dalam pengembangan wilayah harus didasarkan pada
karakteristik wilayah masing-masing. Pengembangan wilayah harus disesuaikan
dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan karena kondisi
sosial ekonomi, budaya, dan geografis antara suatu wilayah dengan wilayah
lainnya sangat berbeda. Untuk itu perlu diketahui yang menjadi penggerak utama
(prime mover) yang ada di wilayah tersebut. Prime mover adalah suatu potensi
yang dapat dikembangkan menjadi pusat industri besar yang membutuhkan front
end investment yang besar, dan dapat bertahan untuk waktu puluhan tahun. Prime
mover dapat berupa (1) Tambang Mineral (Freeport); (2) Tambang minyak
(Caltex); (3) Tambang Batubara (PT BA); (4) Pusat Penelitian dan pengembangan
(R&D di Serpong); (5) Hutan industri (Riau); (6) Pusat pendidikan (Jogjakarta).
Bila suatu daerah telah memiliki prime mover, maka pengembangan wilayah
dikaitkan dengan aktivitas yang berputar disekitar prime mover tersebut (Hamzah,
2005).
Dengan demikian perencanaan pengembangan wilayah perlu didukung
melalui program-program pengembangan yang relevan dengan karakterisitik
wilayah. Program pengembangan wilayah harus dilaksanakan dengan berorientasi
pada kepentingan daerah dan berdasarkan pada kebutuhan serta aspirasi yang
berkembang dalam rangka pemerataan serta percepatan pembangunan daerah.
Ada beberapa pendapat mengenai fungsi, manfaat dan kegunaan
pengembangan wilayah. Riyadi (2002) dalam Hamzah (2005) mengatakan bahwa
pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial
ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian
lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah menyerasikan
berbagai kepentingan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan
ruang dan sumberdaya yang ada di dalamnya dapat optimal untuk mendukung
8

kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran yang


diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan
selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan.
Pernyataan lain dikemukakan bahwa pengembangan wilayah merupakan usaha
memberdayakan suatu masyarakat yang berada di suatu daerah itu untuk
memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat disekeliling mereka dengan
menggunakan teknologi yang relevan dengan kebutuhan, dan bertujuan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang bersangkutan (Alkadri et al.,
2001). Berdasarakan teori di atas maka dapat dikatakan bahwa pengembangan
wilayah tidak lain dari usaha mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, dan sumberdaya teknologi dengan memperhitungkan daya
dukung lingkungan itu sendiri yang kesemuanya bertujuan untuk memberdayakan
masyarakat.
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Suhandoyo (2002)
bahwa dalam membangun suatu wilayah, minimal ada tiga pilar yang harus
diperhatikan, yaitu : sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi. Pilar
sumberdaya manusia (SDM) memegang peranan sentral karena mempunyai peran
ganda dalam sebuah proses pembangunan. Pertama, sebagai objek pembangunan
SDM merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan. Kedua, SDM
berperan sebagai subjek (pelaku) pembangunan. Dengan demikian, pembangunan
sesungguhnya merupakan pembangunan yang berorientasi kepada manusia,
dimana SDM dipandang sebagai sasaran sekaligus sebagai pelaku pembangunan.
Berdasarkan kepada tujuannya, menurut Triutomo (2001) dalam Alkadri et
al. (2001) pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Di
sisi sosial ekonomis, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan
kesejahteraan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat
produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik dan
sebagainya. Di sisi lain, secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujuan
untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat campur tangan manusia
terhadap lingkungan. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam pengembangan wilayah
terdapat dua pendekatan yang dilakukan yakni pendekatan sektoral atau
fungsional (yang dilaksanakan melalui departemen atau instansi sektoral), dan
9

pendekatan regional atau teritorial yang dilakukan oleh daerah atau masyarakat
setempat.
Selanjutnya Ary (2001) dalam Alkadri et al. (2001) mengatakan bahwa,
tujuan pengembangan wilayah adalah untuk meningkatkan dayaguna dan
hasilguna sumberdaya yang tersebar di wilayah Indonesia guna mewujudkan
tujuan pembangunan nasional. Untuk itu arah dan kebijaksanaan pengembangan
wilayah adalah:
(1). pembangunan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan tetap memperkukuh kesatuan dan ketahanan
nasional serta mewujudkan Wawasan Nusantara.
(2). pembangunan sektoral dilakukan secara saling memperkuat untuk
meningkatkan pertumbuhan, pemerataan, dan kesatuan wilayah
nasional serta pembangunan yang berkelanjutan.
(3). perkembangan wilayah diupayakan saling terkait dan menguatkan
sesuai dengan potensi wilayah.
Dengan demikian, arah dan kebijaksanaan pengembangan wilayah pada
prinsipnya mendukung dan memperkuat pembangunan daerah yang merupakan
bagian integral dari pembangunan nasional.
Sasaran utama yang banyak dicanangkan oleh pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat dalam pengembangan wilayahnya adalah meningkatkan
pertumbuhan produktivitas, memeratakan distribusi pendapatan, memperluas
kesempatan berusaha atau menekan tingkat pengangguran, serta menjaga
pembangunan agar tetap berjalan secara berkesinambungan (Alkadri dan
Djajadiningrat, 2002).
Konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan
sektoral, karena pengembangan wilayah sangat berorientasi pada issue
(permasalahan) pokok wilayah secara saling terkait, sementara pembangunan
sektoral sesuai dengan tugasnya, bertujuan untuk mengembangkan sektor tertentu
tanpa terlalu memperhatikan kaitannya dengan sektor-sektor lain. Namun dalam
orientasinya kedua konsep tersebut saling melengkapi, dimana pengembangan
wilayah akan berujung pada titik optimal sektor itu sendiri. Bahkan hal ini dapat
10

menciptakan konflik kepentingan antar sektor, yang pada gilirannya akan terjadi
kontra produktif dengan pengembangan wilayah (Hamzah, 2005).
Selanjutnya juga dikemukan oleh Alkadri et al. (2001) bahwa, aspek
lainnya yang tidak boleh dilupakan dalam usaha pengembangan wilayah adalah
aspek lingkungan hidup. Masalah-masalah lingkungan hidup sudah muncul pada
tahap desa, kecamatan, kabupaten dan terus ke tingkat perkotaan. Untuk itu dalam
menyusun peraturan daerah mengenai pengembangan wilayah ataupun penataan
ruang, supaya lebih menekankan pada pengeloaan lingkungan hidup yang lestari
dan berkelanjutan.

Tata Ruang Wilayah dan Tata Guna Tanah

Undang-Undang tentang Penataan Ruang yaitu Undang-Undang Nomor


24 Tahun 1992 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 menyebutkan bahwa ruang dipahami sebagai suatu wadah yang meliputi
daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya. Hal ini menjelaskan bahwa sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur wilayah, dan kegiatan
usaha merupakan unsur pembentuk ruang wilayah dan sekaligus unsur bagi
pembangunan wilayah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa penataan ruang adalah
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Penataan ruang bertujuan agar terselenggara pemanfaatan ruang
berwawasan lingkungan, pengaturan dan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan
budidaya serta tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas. Hasil
perencanaan tata ruang wilayah berupa rencana tata ruang wilayah yang
merupakan pedoman dalam pemanfaatan ruang suatu wilayah. Selain itu rencana
tata ruang wilayah pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan
agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan
serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup
serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan.Untuk itu setiap
daerah kabupaten/kota perlu menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota sebagai arahan pelaksanaan pembangunan. Sejalan dengan
11

penerapan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana ditetapkan dalam


Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2004 yang menitikberatkan kewenangan
pelaksanaan pembangunan pada pemerintah kota, dalam hal ini termasuk
pelaksanaan perencanaan tata ruang wilayah kota.
Menurut Permana (2004), penataan ruang adalah suatu proses yang
mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang melalui serangkaian
program pelaksanaan pembangunan yang sesuai rencana, dan pengendalian
pelaksanaan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang. Perencanaan
tata ruang merupakan perumusan tata ruang yang optimal dengan orientasi
produksi dan konservasi bagi kelestarian lingkungan. Perencanaan ini
mengarahkan dan mengatur alokasi pemanfaatan ruang, alokasi kegiatan,
keterkaitan antar fungsi kegiatan, serta program dan kegiatan pembangunan.
Senada dengan hal tersebut Rustiadi et al. (2006) mengatakan, penataan
ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja dengan memahaminya
sebagai proses pembangunan melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan
yang lebih baik, maka penataan ruang merupakan bagian dari proses
pembangunan. Urgensi keberadaan tata ruang adalah:
(1). optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan
efisiensi);
(2). alat dan wujud distribusi sumberdaya (prinsip pemerataan,
keberimbangan, dan keadilan); dan
(3). keberlanjutan (prinsip sustainability).
Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi, dimana dalam konteks
kepentingan publik pemanfaatan ruang diarahkan untuk kemakmuran rakyat. Tata
ruang harus merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi
masyarakat, oleh karenanya perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh
masyarakat. Perencanaan tata ruang juga harus berorientasi pada keseimbangan
fisik-lingkungan dan sosial sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara
berkelanjutan.
Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997, merupakan
acuan spasial perencanaan pembangunan nasional yang bersifat makro dan
12

dimaksudkan agar sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara optimal dan


berkelanjutan. RTRWN memuat arahan struktur ruang wilayah nasional yang
berupa arahan sistem permukiman nasional (perkotaan dan pedesaan) dan
prasarana wilayah serta arahan pola pemanfaatan ruang nasional yang berupa
arahan pengelolaan kawasan lindung, pengembangan kawasan budidaya prioritas
dan kriteria pengelolaannya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Dirjen Penataan Ruang (2003), bahwa
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah merupakan hasil dari proses
perencanaan tata ruang wilayah. RTRW selain merupakan guidance of future
actions juga merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi
manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras dan
seimbang untuk mencapai kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian
lingkungan dan keberlanjutan pembangunan. Pada dasarnya penataan ruang
merupakan suatu pendekatan dalam pengembangan wilayah yang bertujuan untuk
mendukung peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup.
Pembagian penataan ruang berdasarkan fungsi utama meliputi kawasan lindung
dan kawasan budidaya, berdasarkan aspek administratif meliputi ruang wilayah
nasional, propinsi, dan wilayah kabupaten/kota dan berdasarkan fungsi kawasan
dan aspek kegiatan meliputi kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan
tertentu.
Setidaknya terdapat dua unsur dalam penataan ruang, yaitu menyangkut
proses penataan fisik ruang dan menyangkut unsur kelembagaan/institusional
penataan ruang (Rustiadi et al., 2006). Dalam proses penataan fisik ruang salah
satu yang termasuk didalamnya adalah penatagunaan tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
menjelaskan bahwa tanah merupakan unsur ruang yang strategis dan
pemanfaatannya terkait dengan penataan ruang wilayah sehingga dalam
pemanfaatan ruang perlu dikembangkan penatagunaan tanah. Penatagunaan tanah
didefinisikan sebagai pengelolaan tata guna tanah berupa penyesuaian
penggunaan tanah untuk menwujudkan pemanfaatan tanah yang sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah, meliputi kegiatan perencanaan penatagunaan tanah,
13

pengaturan pemanfaatan tanah dan pengendalian pemanfaatan tanah dengan


memperhatikan perkembangan teknologi.
Tujuan dari penatagunaan tanah adalah untuk mengoptimalkan
pemanfaatan nilai tanah berupa Ricardian Rent; mencakup kualitas tanah,
Locational Rent; mencakup lokasi relatif tanah dan Environmental Rent;
mencakup sifat tanah sebagai suatu komponen utama dari ekosistem
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).
Pada pasal 33 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dijelaskan, bahwa penatagunaan tanah dilaksanakan melalui kebijakan
penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah. Dalam kebijakan
penatagunaan tanah dinyatakan kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah
terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah ditentukan berdasarkan pedoman, standar
dan kriteria teknis yang ditetapkan pemerintah pusat, yang dijabarkan lebih lanjut
oleh pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.
Penyelenggaraan penatagunaan tanah meliputi kegiatan (1) inventarisasi
penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; (2) penetapan perimbangan
antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah menurut fungsi kawasan; dan (3) penetapan pola penyesuaian penguasaan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Kegiatan penatagunaan tanah tersebut disajikan dalam peta dengan skala yang
lebih besar daripada skala peta Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.

Pariwisata

Pengertian Pariwisata

Wisata merupakan kata dasar dari pariwisata, dimana menurut Undang-


Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan
perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela
serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Pariwisata
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan
objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
Subadra (2007) menyebutkan bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang
dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari satu tempat
14

ketempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah
ditempat yang dikunjungi tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan hidup
guna bertamasya dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam.
Hal senada juga dikatakan oleh Yoeti (1997), bahwa pariwisata adalah
suatu perjalanan yang dilakukan sementara waktu dari satu tempat ke tempat lain
dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat wisata,
tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan
berekreasi atau untuk memenuhi keinginan lainnya. Sementara itu Soekadijo
(2000) juga mengatakan bahwa pariwisata sebagai suatu kegiatan melibatkan
banyak orang di dalam masyarakat yang masing-masing melakukan pekerjaan-
pekerjaan tertentu dan semua kegiatan dalam masyarakat yang berkaitan satu
dengan yang lain dan merupakan perkaitan sosial.
Menurut Wall (1995) pariwisata adalah perpindahan temporer dari orang-
orang dari tempat mereka bekerja dan menetap, kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan selama mereka berada di tempat tujuan dan kemudahan yang
diberikan dalam melayani kebutuhan mereka. Pendapat lain dikemukakan oleh
Wibowo (2001) bahwa pariwisata dalam bentuk paling sederhana terdiri dari tiga
komponen, yaitu asal (tempat tinggal wisatawan), perjalanan (sarana menuju
tempat tujuan dan kembali ke tempat asal), dan tujuan (tempat-tempat yang
dikunjungi wisatawan). Kegiatan pariwisata sangat erat kaitannya dengan
keinginan manusia untuk berekreasi. Rekreasi adalah mengerjakan sesuatu
perbuatan atau aktifitas yang menyegarkan tubuh, membangun minat, dan
menciptakan kembali kesegaran pikiran dan perasaan. Sedangkan Soemarwoto
(1997) berpendapat bahwa pariwisata adalah industri yang kelangsungan
hidupnya ditentukan oleh baik buruknya lingkungan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pariwisata merupakan suatu
kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok ke suatu
tempat tujuan wisata dalam jangka waktu yang singkat untuk menikmati obyek
dan daya tarik wisata.
15

Pariwisata Tambang di Beberapa Wilayah


Pariwisata tambang (mines tourism) digolongkan sebagai pariwisata
warisan keindustrian (industrial heritage tourism) karena tambang khususnya
tambang batubara adalah penggerak revolusi industri abad ke-19 yang
mewariskan industrialisasi dan kemakmuran yang dicapai saat ini. Walaupun
batubara telah digunakan sejak zaman Romawi yaitu pada sekitar 400 tahun
sebelum masehi, tetapi mulai dieksploitasi secara besar-besaran dan menjadi
sumber energi yang telah merubah tata kehidupan dunia, baru terjadi pada abad ke-
19. Dapat dimengerti kalau bekas tambang menjadi daya tarik wisatawan yang ingin
menelusuri warisan budaya dan menambah wawasan (Edward, 1996).
Pada tahun 1993, gua bekas tambang (slate cavern) Llechwedd, di Wales
di kerajaan Britania yang kemudian dikemas menjadi suatu taman pertambangan
telah dikunjungi oleh 204.800 orang. Begitupun dengan Big Pit Musseum di
Rhondda Valley, bekas lubang tambang barubara sedalam 90 meter di bawah
tanah telah dikunjungi 107.551 orang. Dibandingkan dengan British Musseum
yang dikunjungi rata-rata 6,3 juta orang pertahun dan Tower of London 2,2 juta
per tahun, atraksi bekas tambang tersebut memang belum seberapa. Meskipun
demikian patut dimengerti bahwa kedua objek budaya terakhir berlokasi di
London dan telah dikenal sejak seratus tahun yang lalu, sedangkan objek wisata
bekas tambang baru ada 20 tahun yang lalu di lokasi yang jauh dari London, kota
yang menjadi tujuan utama wisatawan (Nawanir, 2003).
Menurut Kuswartoyo (2001), ada empat macam peninggalan kegiatan
tambang yang dapat dikemas dan dikembangkan menjadi atraksi pariwisata yaitu :
(1). tapak atau situs penambangan di permukaan atau di bawah tanah,
lubang, gua atau bekas galian tambang;
(2). pemrosesan atau pengolahan hasil tambang;
(3). pengangkutan hasil tambang, prasarana dan alat angkutan;
(4). produk sosial budaya oleh kegiatan tambang, peralatan, perlengkapan,
permukiman, sejarah perjuangan buruh tambang dan sebagainya.
Keempat macam atraksi pariwisata dapat dikemas dan dikembangkan
menjadi suatu objek daya tarik wisata yang menjadi andalan dan keunikan
tersendiri serta mempunyai nilai jual kepada wisatawan. Selanjutnya juga
16

dikatakan, bahwa hampir semua negara maju di benua Eropa dan Amerika Utara
telah menggenjot penggunaan batubara secara besar-besaran dan menjadikan
batubara sebagai pemacu industrialisasi diawal abad ke-20. Sehingga pada awal
abad ke-21 banyak negara mulai kehabisan batubara dan banyak yang harus
meninggalkan tambang ini dengan segala sarana dan fasilitasnya. Pemerintah
Inggris pada tahun 1947 telah menasionalisasi sekitar 950 perusahaan tambang
batubara, tetapi pada tahun 1996 hanya tersisa 27 perusahaan. Bagaimana nasib
kota yang semula tumbuh dan hidup dari tambang ini, berikut contoh dari
bebarapa kota yang semula merupakan kota yang hidup dari tambang batubara
yaitu :

- Glace Bay, Nova Scotia, Canada.


Tambang di Glace Bay ini dimulai tahun 1858 dan ditutup tahun 1960. Pasca
pertambangan sumber penghidupan penduduk beralih ke industri perikanan
karena kota ini memang terletak di pantai. Bekas pemukiman buruh tambang
(miners village) dipugar dan dikenang sebagai warisan masa lampau.
Kebetulan desa ini dapat digabungkan dengan menara transmisi penerima
sinyal pertama dari seberang atlantik pada tahun 1903 yang dikirim oleh
Markoni si penemu telegram.

- Rhondda Valley, Wales, United Kingdom.


Tambang batubara yang telah ditutup pada tahun 1980 ini dijadikan museum,
karena teknologinya yang istimewa pada zamannya. Penggalian batubara
pada kedalaman 90 meter, merupakan prestasi teknologi pada zaman itu yang
perlu diingat dan dikenang oleh generasi mendatang, karena itulah tambang
ini dipugar menjadi museum yang dinamakan Big Pit Musseum

- Heerlen, Limburg, Belanda.


Kota yang terletak di Negara Bagian Belanda bagian selatan ini merupakan
mukiman yang telah ada sejak zaman Romawi, dikenal sebagai kawasan
tambang batubara. Sejak tahun 1970 tambang batubara telah ditutup, tetapi
batubara dikawasan itu telah mewariskan budaya industri yang telah
menumbuhkan industri kecil: tembikar, briket, batu api, dan sebagainya.
17

- Barnsley, South Yorkshie, England UK.


Kota yang menjadi pusat pertambangan batubara di abad ke-19 ini, kemudian
menjadi pusat pendidikan tambang (mining college) dan pusat pemasaran
produk pertanian. Kegiatan tambang yang kemudian mewariskan pendidikan
dan museum yang memang saling berkaitan tersebut juga di jumpai di
Bochum, Wesphalia Jerman (museum geologi dan pertambangan) dan juga di
Walbrzych, Polandia (museum sejarah tambang batubara).

Sumberdaya dan Komponen Wisata

Menurut Jayadinata (1986), sumberdaya adalah setiap hasil, benda atau


sifat/keadaan yang dapat dihargai bilamana poduksi, proses dan penggunaannya
dapat dipahami. Sumberdaya dapat dibagi menjadi sumberdaya alam (natural
resources), sumberdaya manusia (human resources) dan teknologi. Sumberdaya
alam terbagi atas:
(1). sumberdaya alam abstrak, yaitu hal-hal tidak tampak tetapi dapat
diukur, seperti lokasi (keadaan tempat yang dapat dihubungkan
dengan jarak dan biaya), tapak atau posisi;
(2). sumberdaya alam nyata, berupa bentuk daratan, air, iklim tubuh tanah,
vegetasi, hewan yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, dan
mineral.
Selanjutnya sumberdaya manusia terdiri atas
(1). keadaan penduduk yaitu jumlah, kerapatan, pendidikan, penyebaran,
susunan atau struktur;
(2). proses penduduk: kelahiran, kematian, migrasi; dan
(3). lingkungan sosial penduduk berupa kebudayaan dan kebiasaan
penduduk setempat.
Sumberdaya teknologi merupakan kemampuan manusia untuk merubah
sumberdaya alam yang ada sehingga bermanfaat bagi kehidupannnya dan
perubahan tersebut berdampak pada daerah sekitarnya.
Soekadijo (2000) mengemukakan sumberdaya pariwisata atau sering
disebut juga modal atau potensi pariwisata merupakan sesuatu yang dapat
18

dikembangkan menjadi atraksi wisata di suatu daerah atau tempat tertentu.


Sumberdaya pariwisata yang menarik kedatangan wisatawan ada tiga yaitu:
(1). sumberdaya alam, yaitu alam fisik, flora dan fauna;
(2). sumberdaya kebudayaan, yang diartikan secara luas bukan
kebudayaan yang tinggi saja, tetapi juga meliputi adat istiadat dan
segala kebiasaan hidup ditengah-tengah masyarakat; dan
(3). sumberdaya manusia, yaitu manusia dapat menjadi atraksi wisata dan
menarik kedatangan wisatawan.
Robinson (1976), mengemukakan bahwa komponen geografi yang bernilai
bagi pariwisata dapat berupa : (1) lokasi dan aksesibilitas (location and
accessibility); (2) ruang (space); (3) pemandangan alam (scenery) berupa
landform seperti gunung, danau, air terjun, air panas dan laut, tumbuhan seperti
hutan, padang rumput; (4) iklim berupa sinar matahari, awan, suhu, curah hujan;
(5) kehidupan binatang berupa binatang liar seperti burung, cagar alam, dan kebun
binatang atau binatang hasil penangkaran untuk keperluan berburu dan
memancing; (6) kenampakan pemukiman seperti kota, desa, peninggalan sejarah,
monumen dan peninggalan arkeologi; dan (7) kebudayaan berupa cara hidup,
tradisi, cerita rakyat, seni, dan kerajinan tangan. Selain itu elemen lain yang
sangat penting untuk pengembangan pariwisata adalah kelengkapan akomodasi
dan fasilitas hiburan lainnya.
Dikaitkan dengan keberadaan sumberdaya untuk pariwisata suatu daerah,
maka penilaian terhadap sumberdaya fisik tidak hanya menyangkut inventarisasi
berbagai aset fisik seperti fasilitas publik, infrastruktur, industri atau sumberdaya
alam tetapi juga menyangkut analisis mengenai karakteristik dari sumberdaya
tersebut dan kemampuannya untuk dapat menopang strategi dan keunggulan
daerah (Kertajaya dan Yuswohadi, 2005).
Menurut Gunawan (2000), daya dukung adalah batas-batas dimana
kehadiran wisatawan dan fasilitas pendukungnya belum/tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan fisik atau kehidupan masyarakat di mana
wisatawan juga mendapat keputusan kunjungan tanpa gangguan akibat kepadatan
pengunjung.
19

Pariwisata Berkelanjutan

Pariwisata berkelanjutan adalah adalah pariwisata yang memenuhi


kebutuhan wisatawan dan daerah penerima pada saat ini, sambil melindungi dan
mendorong kesempatan untuk waktu yang akan datang, mengarah kepada
pengelolaan seluruh sumberdaya sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi,
sosial dan estetika dapat terpenuhi sambil memelihara integritas kultural, proses
ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan
(Gunawan, 2000).
Pengembangan pariwisata di Kepulauan Karibia, selama berabad-abad
sumberdaya lahan dan pesisir berlangsung dengan populasi yang relative kecil,
tetapi dengan meningkatnya aktifitas ekonomi modern maka ekosistem pulau juga
berada pada tekanan yang meningkat. Tanpa kebijakan yang berjalan terhadap
kekuatan pendorong dibalik tekanan tersebut maka pembangunan yang
berkelanjutan di Kepulauan Karibia tidak mungkin terjadi. Lingkungan seringkali
harus berkompromi dengan kebutuhan mendesak untuk mendapatkan devisa
terutama melalui kepariwisataan. Jika pariwisata terus dijadikan sebagai alat
pembangunan untuk negara-negara kepulauan kecil dengan ekosistem yang rapuh,
pembuat kebijakan pemerintah harus mengetahui kerapuhan lingkungan dari pulau-
pulau tersebut dan membuat kebijakan yang menekankan pada pandangan secara
menyeluruh terhadap kepulauan (Grandoit, 2005).
Menurut Rencana Strategis Nasional Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata tahun 2004, bahwa konsep pengembangan dan penyelenggaraan
kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan adalah untuk perlindungan,
berintikan partisipasi aktif masyarakat, dengan penyajian produk bermuatan
pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal, memberikan
kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi
kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya.
Konsep hubungan tersebut sebagaimana yang terlihat pada Gambar 1.
20

Gambar 1. Sustainable Tourism.

Rencana pengembangan kepariwisataan yang berkelanjutan mencakup dua


aspek, yaitu aspek spasial, dan aspek nonspasial. Aspek spasial menyangkut hal-
hal yang terkait dengan perencanaan wilayah tata ruang, termasuk di antaranya
perencanaan kawasan wisata unggulan dan keterkaitan antar kawasan dan
keterhubungan atau aksesibilitasnya. Aspek nonspasial, khususnya yang terkait
dengan pengembangan sumberdaya manusia dan kelembagaan, mekanisme
kerjasama antarlembaga, dan hal-hal lainnya yang nonspasial, termasuk
keterkaitan antarsektor dalam mendukung pengembangan pariwisata. Selain aspek
perencanaan pengembangan, tiga dimensi yang minimal harus diperhatikan, yaitu
dimensi bisnis (ekonomi), dimensi pengembangan wilayah, serta dimensi budaya.
Dimensi ekonomi memandang pengembangan pariwisata harus menguntungkan
dari segi ekonomi, dalam hal meningkatkan pendapatan dan menyejahterakan
masyarakat, pemerintah daerah, maupun pihak swasta (Bappeda Provinsi Jabar,
2005).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pembangunan kepariwisataan berkelanjutan
juga harus memiliki dimensi pengembangan wilayah, yang berarti bahwa
perencanaan pariwisata harus mendukung dan saling menunjang bagi kemajuan
wilayah secara keseluruhan. Pariwisata menjadi alat dalam pengembangan
wilayah, sebagai penggerak kegiatan perekonomian wilayah, dan memberikan
kontribusi terhadap pemecahan permasalahan kewilayahan, termasuk
ketimpangan perkembangan wilayah. Pembangunan kepariwisataan perlu
21

memperhatikan dimensi budaya sebagai bagian dari pembangunan budaya


masyarakat, termasuk membudayakan masyarakat agar mau berpariwisata dan
mengenalkan pariwisata. Dimensi ini juga melihat keterkaitan sejarah dan budaya
masyarakat sebagai pengikat dalam pengembangan pariwisata. Pariwisata
merupakan salah satu alat dalam usaha melestarikan budaya. Ketiga dimensi
tersebut merupakan suatu sistem yang tidak dapat dipisah-pisahkan, karena
memiliki tingkat kepentingan yang sama, seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Aspek dan Dimensi Pengembangan Pariwisata.

Kepuasan Konsumen

Agar bisa memuaskan konsumen, produsen mesti tahu apa kebutuhan dan
bagaimana selera konsumen (Farid, 2003). Penelitian yang sudah dilakukan
tentang kepuasan konsumen jasa wisata berdasarkan penelusuran yang dilakukan
sangat banyak dan bervariasi. Indek Kepuasan Konsumen (Costumer Satisfaction
Index) memiliki keuntungan dapat menggunakan data hasil Importance
Performance Analysis (IPA) sebagai data awal dalam menganalisis sehingga dapat
memperhitungkan atau mengetahui kepuasan konsumen secara variabel
keseluruhan dengan sederhana dan lebih akurat. Kekurangannya adalah tidak
dapat menganalisis variabel secara terpisah sehingga hasil analisis yang diperoleh
kurang jelas.
Rainanto (2003) dan Suhadi (2004) dalam Ihshani (2005) melakukan
penelitian tentang identifikasi perilaku konsumen dan tingkat kesesuaian harapan
22

pelanggan dalam proses keputusan pembelian dan evaluasi kepuasan pengguna


kereta api Pakuan Ekspress Bogor. Metode utama yang digunakan dalam
penelitian adalah Importance Performance Analisis (IPA) yang kemudian hasilnya
dipetakan melalui analisis diagram kartesius, dan indek kepuasan pelanggan (IKP-
Costumer Satisfaction Index).
Mahfudz (2003) dalam Oktaviani (2006), dalam penelitiannya yang
berjudul Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Atribut Wisata Alam Pantai
Anyer dengan mempelajari proses keputusan pembelian dan preferensi konsumen.
Manfaat yang dicari oleh konsumen dalam pembelian jasa wisata adalah hiburan.
Motivasi yang mendorong konsumen untuk datang ke Pantai Anyer adalah untuk
menikmati pemandangan dan menghirup udara pantai, hasil analisis tabulasi
silang dengan uji Chi Kuadrat didapat variabel-variabel yang berhubungan antara
lain pendapatan dengan biaya transportasi dimana semakin besar tingkat
pendapatan maka akan semakin besar juga biaya transportasi yang dikeluarkan.
Selanjutnya adalah tingkat pendidikan dengan biaya transportasi dimana semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin besar biaya transportasi
yang dikeluarkan. Urutan peringkat kepentingan atribut wisata alam Pantai Anyer
antara lain kenyamanan, keamanan, kebersihan, harga, lokasi wisata, pelayanan
wisata, kelengkapan fasilitas, manfaat yang peroleh, pemandu wisata dan promosi.
Sedangkan atribut yang tidak dipentingkan adalah manfaat berkunjung, pemandu
wisata dan promosi.
Septriani (2001) dalam Ihshani (2005), meneliti tentang Perilaku
Konsumen Dalam Pembelian Jasa Wisata Agro Gunung Mas dengan mempelajari
proses keputusan pembelian dan preferensi konsumen. Konsumen yang diteliti
dibagi menjadi tiga kelas yaitu, kelas rekreasi, kelas olahraga dan kelas menginap.
Bagi kelas rekreasi, atribut yang dianggap paling penting adalah keamanan,
manfaat kunjungan, pelayanan wisata, kenyamanan, kebersihan dan lokasi wisata
agro. Atribut yang dianggap penting oleh konsumen kelas olahraga adalah atribut
perlengkapan fasilitas penunjang, manfaat kunjungan, kenyamanan, kebersihan,
keamanan lokasi wisata agro. Sedangkan kelas menginap, atribut yang dianggap
penting adalah kebersihan, manfaat kunjungan, keamanan, kenyamanan dan
kelengkapan fasilitas penunjang.
23

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini didasari oleh kerangka pemikiran sebagaimana tercantum


pada Gambar 3. Berakhirnya kegiatan pertambangan batubara di Kota Sawahlunto
sebagai prime mover pembangunan daerah menimbulkan masalah pada
keberlanjutan pengembangan wilayah. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
pemerintah kota dengan segenap stakeholders mencanangkan pengembangan
areal bekas tambang sebagai objek wisata yang diharapkan menjadi salah satu
sektor pengerak pembangunan.
Dalam rangka pengembangan kawasan bekas tambang menjadi objek
wisata perlu dilakukan identifikasi terhadap aspek sumberdaya biofisik serta aspek
ekonomi dan sosial budaya. Selain itu perlu dilakukan identifikasi kondisi dan
evaluasi terhadap objek wisata yang telah ada dengan bantuan data sekunder serta
hasil pengamatan lapang. Selanjutnya untuk mengetahui dampak pengembangan
pariwisata terhadap pengembangan wilayah perlu ditinjau aspek fisik, ekonomi,
sosial budaya dan pengaruhnya terhadap masyarakat sebagai dasar untuk
membuat arahan strategi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang
Kandi-Tanah Hitam.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah


Hitam Kota Sawahlunto Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama
5 (lima) bulan, dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan September 2007.
Lokasi penelitian sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan lapang dan wawancara. Unsur-
unsur yang diamati meliputi aspek sumberdaya fisik (geologi, lereng, tanah,
hidrologi, dan infrastruktur), aspek daya tarik, kondisi fisik obyek wisata
24

(sarana prasarana penunjang, jalan, aksesibilitas) dan hubungan antar obyek


wisata. Wawancara dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada wisatawan
untuk mendapatkan persepsi tentang objek wisata yang ada. Data sekunder
bersumber dari beberapa dinas/instansi yang terkait (Bappeda, Dinas
Pertambangan, Industri dan Perdagangan, Dinas Kimpraswil, Kantor Pariwisata,
Seni dan Budaya, BPS, BPN, PT. BA-UPO dan pihak-pihak terkait lainnya).
Data sekunder tersebut terdiri dari foto udara Kota Sawahlunto tahun 2003 dan peta-
peta (Peta Administrasi, Peta Obyek Pariwisata, Peta Jaringan Jalan, Peta Sungai,
Peta Landuse, Peta Reklamasi Lahan, Peta Geologi, Peta Lereng dan Peta RTRW)
(Tabel 1).

Habisnya sumberdaya
Masalah keberlanjutan
tambang sbg Prime mover
pengembangan daerah
pembangunan daerah

Visi wisata tambang 2020


Identifikasi kondisi objek wisata
saat ini dengan Analisis
Pengembangan pariwisata pada
Kepuasan Konsumen
lahan bekas tambang

Sumberdaya Sumberdaya Sumberdaya


Fisik Ekonomi Sosial Budaya

Potensi dan dampak

Arahan strategi pengembangan pariwisata


pada lahan bekas tambang

Gambar 3. Kerangka Pendekatan Studi.


25

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian.


26

Analisis Data

Analisis dan interpretasi data biofisik, ekonomi dan sosial budaya dalam
penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Sementara itu untuk mengetahui kondisi
objek pariwisata saat ini, diukur melalui analisis kepuasan konsumen. Analisis
deskriptif juga digunakan untuk mengetahui dampak pengembangan pariwisata
terhadap pengembangan wilayah ditinjau dari aspek fisik, ekonomi, sosial budaya
dan masyarakat sekitar kawasan. Selanjutnya untuk membuat arahan strategi
pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang, dilakukan dengan
analisis SWOT. Hubungan antara tujuan penelitian, data yang digunakan, sumber
data, teknik analisis, dan output yang diharapkan dapat dilihat dalam Tabel 1 dan
Gambar 6.

Analisis Potensi Pengembangan Pariwisata

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui potensi biofisik, ekonomi, sosial


budaya termasuk potensi objek wisata yang telah ada pada kawasan bekas
tambang Kandi-Tanah Hitam. Potensi biofisik diinterpretasi melalui peta-peta
tematik seperti peta topografi, peta geologi, peta lereng, peta reklamasi, peta
existing land-use, maupun foto udara, serta data-data tabular mengenai kondisi
fisik wilayah seperti curah hujan, hidrologi dan tanah.
Analisis data spasial dilakukan dengan cara mengelompokkan data
berdasarkan temanya, mengambil data, mengklasifikasi ukuran data, dan
menumpangtindihkan data (overlay) (Barus dan Wiradisastra, 2000). Operasi
yang dilakukan dengan memanfaatkan ekstensi tools geoprocessing berupa
Dissollve, Merge, Clip, Intersect, dan Union yang terdapat pada aplikasi pemetaan
ArcView versi 3.3 dan digunakan mengolah peta digital yang ada. Interpretasi
peta yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui potensi fisik pengembangan
wisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam. Semua peta yang
diperoleh sebagai hasil analisis ditampilkan menggunakan sistem koordinat
Geografis (GCS_WGS_1984[4326]) dan Universal Tranverse Mercator / UTM
(WGS_1984_UTM_Zone_47S[32747]) pada zona 47 lintang selatan.
27

Tabel 1. Teknik analisis dan output yang diharapkan


Teknik Output yang
No Tujuan Jenis data Sumber data
analisis diharapkan
1 Analisis Foto udara, Dinas/Instansi Interpretasi Potensi biofisik,
potensi peta Pemda Kota data biofisik, ekonomi, sosial
pengembangan administrasi, Sawahlunto, ekonomi, budaya dan
pariwisata lereng, geologi, BPS, BPN, PT. sosial budaya, kondisi objek
reklamasi, BA-UPO, RTRW dan wisata yang telah
jalan, sungai, kuesioner analisis ada pada kawasan
penggunaan pengunjung deskriptif wisata bekas
lahan, iklim, tambang Kandi-
arahan RTRW Tanah Hitam
dan data
ekonomi, sosial
budaya, objek
wisata
2 Analisis Aspek fisik, Data potensi dan Analisis Memprediksi
dampak ekonomi, sosial kendala Deskriptif dampak positif
pengembangan budaya pengembangan dari data dan negatif dari
pariwisata pariwisata pengamatan, pengembangan
terhadap hasil pariwisata
pengembangan kuesioner dan terhadap
wilayah literatur pengembangan
wilayah
3 Membuat Data potensi Kompilasi data Analisis Strategi dan
arahan strategi dan kendala potensi internal SWOT arahan
pengembangan pengembangan dan ancaman pengembangan
pariwisata kawasan eksternal wisata yang
berkelanjutan

Potensi ekonomi dan sosial budaya dilakukan dengan menginterpretasi


peta distribusi fasilitas dan infrastruktur pendukung kawasan serta penggunaan
data tabular mengenai Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Sawahlunto
Dalam Angka (SDA) dan penyerapan tenaga kerja pada sektor pariwisata serta
sumbangan sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Untuk melihat kondisi objek wisata yang telah ada pada kawasan Kandi-
Tanah Hitam, digunakan pendekatan analisis kepuasan konsumen. Analisis
deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik responden dan proses
pengambilan keputusan konsumen melakukan kunjungan ke lokasi wisata.
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan konsumen terhadap
kinerja yang ditawarkan oleh objek wisata yang ada pada kawasan Kandi-Tanah
28

Hitam digunakan Importance-Peformance Analysis. Analisis ini terdiri dari dua


komponen yaitu, analisis kuadran dan analisis kesenjangan (gap). Analisis
kuadran dapat mengetahui respon konsumen terhadap atribut yang diplotkan
berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerja dari atribut tersebut. Langkah
pertama untuk analisis kuadran adalah menghitung rata-rata penilaian kepentingan
dan kinerja untuk setiap atribut dengan rumus:

dimana:
= Bobot rata-rata tingkat penilain kinerja atribut ke-i
= Bobot rata-rata tingkat penilaian kepentingan atribut ke-i
= Jumlah responden
Dilanjutkan dengan menghitung rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja
untuk keseluruhan atribut, dengan rumus:

dimana:
= Nilai rata-rata kinerja atribut
= Nilai rata-rata kepentingan atribut
= Jumlah atribut

Nilai ini memotong tegak lurus pada sumbu horisontal, yakni sumbu

yang mencerminkan kinerja atribut (X) sedangkan nilai memotong tegak lurus

pada sumbu vertikal, yakni sumbu yang mencerminkan kepentingan atribut (Y).
Setelah diperoleh bobot kinerja dan kepentingan atribut serta nilai rata-rata kinerja
dan kepentingan atribut, kemudian nilai-nilai tersebut diplotkan ke dalam diagram
kartesius seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Diagram kartesius Importance-
Performance Analysis terbagi ke dalam empat kuadran (Supranto, 2001) yaitu :
Kuadran I (Prioritas utama), kuadran ini memuat atribut-atribut yang dianggap
29

penting oleh konsumen tetapi pada kenyataannya atribut-atribut tersebut belum


sesuai dengan harapan konsumen. Tingkat kinerja dari atribut tersebut lebih
rendah dari pada tingkat harapan konsumen terhadap atribut tersebut.

Kuadran I Kuadran II

Kepentingan (Y)
(Prioritas Pertahankan
Utama) Prestasi

Kuadran III Kuadran IV


Prioritas Berlebihan
Rendah

Tingkat Kepuasan (X)

Gambar 5. Diagram Kartesius Importance-Performance Analysis.

Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini harus lebih ditingkatkan


lagi kinerjanya agar dapat memuaskan konsumen. Kuadran II (Pertahankan
prestasi), atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini menunjukkan bahwa
atribut tersebut penting dan memiliki kinerja yang tinggi. Atribut ini perlu
dipertahankan untuk waktu selanjutnya. Kuadran III (Prioritas rendah), atribut
yang terdapat dalam kuadran ini dianggap kurang penting oleh konsumen dan
pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Peningkatan terhadap atribut
yang masuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena
pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh konsumen sangat kecil.
Kuadran IV (Berlebihan), kuadran ini memuat atribut-atribut yang dianggap
kurang penting oleh konsumen dan dirasakan terlalu berlebihan. Peningkatan
kinerja pada atribut-atribut yang terdapat pada kuadran ini hanya akan
menyebabkan terjadinya pemborosan sumberdaya.
Analisis kesenjangan (gap) dilakukan untuk melihat kesenjangan antara
kinerja suatu atribut dengan harapan konsumen. Hasilnya diplotkan ke dalam
bentuk grafik selisih antara kinerja dengan harapan. Setelah itu dilakukan proses
pencarian bobot kesenjangan dengan melakukan pengurangan antara kinerja
30

dengan harapan dari masing-masing atribut. Hasil pengurangan tersebut kemudian


dijumlahkan untuk mendapatkan total jumlah gap yang ada. Total jumlah gap
yang didapat, kemudian dibagi dengan jumlah atribut yang dinilai sehingga
didapatkan bobot gap. Setelah didapatkan bobot gap, dilakukan proses ploting
nilai kesenjangan (gap) dan bobot kesenjangan yang ada untuk menilai atribut
mana saja yang terdapat dibawah bobot kesenjangan untuk dilakukan proses
perbaikan kinerja. Atribut-atribut yang berada dibawah bobot gap, dibandingkan
dengan hasil analisis kuadran untuk mendapatkan atribut mana saja yang menjadi
prioritas perbaikan kinerja untuk dapat memuaskan keinginan pengunjung.
Selanjutnya dicari Indeks Kepuasan Konsumen (IKP) atau Customer
Satisfaction Index (CSI) yang berguna untuk mengetahui tingkat kepuasan
konsumen secara menyeluruh dengan melihat tingkat kepentingan dari atribut-
atribut produk atau jasa yang ditawarkan. Untuk mengetahui besarnya IKP/CSI,
maka dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Aritonang, 2005).
1) Menentukan nilai Mean Importance Score (MIS), yang berasal dari rata-rata
kepentingan tiap konsumen.

dimana:
n = Jumlah Konsumen
Yi = Nilai Kepentingan Atribut ke-i
2) Menentukan bobot Weight Factors (WF), yang merupakan persentase nilai
MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut.

dimana:
p = Atribut kepentingan ke-p
3) Menentukan bobot Weight Score (WS), yang merupakan perkalian antara
WF Dengan rata-rata tingkat kepuasan (X) (Mean Satisfaction Score = MSS)
31

4) Menentukan Customer Satisfaction Index atau Indeks Kepuasan Konsumen


(CSI/IKK)

dimana :
p = Atribut kepentingan ke-p
HS = (Highest scale) skala maksimum yang digunakan.
Pada umumnya, bila nilai CSI di atas 50 persen dapat dikatakan bahwa
konsumen sudah merasa puas sebaliknya bila nilai CSI dibawah 50 persen
konsumen belum dikatakan puas. Nilai CSI dalam penelitian ini dibagi ke dalam
lima kriteria dari tidak puas sampai dengan sangat puas (Tabel 2). Kriteria ini
mengikuti modifikasi kriteria yang pernah dilakukan oleh PT Sucofindo dalam
melakukan Survei Kepuasan Pelanggan.

Tabel 2. Kriteria nilai Indek Kepuasan Konsumen (CSI/IKK)

Nilai CSI Kriteria CSI


0.81 – 1.00 Sangat Puas
0.66 – 0.80 Puas
0.51 – 0.65 Cukup Puas
0.35 – 0.50 Kurang Puas
0.00 – 0.34 Tidak Puas
Sumber: Ihshani (2005)

Tahap selanjutnya adalah untuk mengetahui fasilitas tambahan apa saja


yang menjadi prioritas untuk segera dikembangkan. Uji Friedman dan Multiple
Comparison Uji Friedman digunakan untuk melihat perbedaan yang signifikan
antara atribut-atribut yang perlu ditambahkan oleh pihak manajemen dalam usaha
pengembangan kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam.

Hipotesis yang digunakan dalam analisis Friedman dalam penelitian ini


yakni :
Ho : Setiap fasilitas tambahan memiliki peringkat yang sama sehingga tidak
memiliki perbedaan tingkat keperluan.
32

H1 : Setiap fasilitas tambahan memiliki peringkat yang berbeda sehingga


memiliki perbedaan tingkat keperluan.
Nilai Friedman dapat didekati dengan menggunakan nilai Chi-Squar )
dengan rumus (Santoso, 2001) :

dimana:
= Nilai dari hasil uji Friedman
= Jumlah responden
k = Jumlah variabel yang akan diuji (atribut tambahan)
Rj = Jumlah ranking tiap variabel
Kriteria untuk Analisis Varian Ranking Dua Arah Friedman, yaitu: jika
nilai > , maka kesimpulan yang akan diperoleh adalah tolak Ho.
Hal tersebut berarti terdapat perbedaan tingkat keperluan atau kebutuhan diantara
fasilitas tambahan.
Untuk lebih mengetahui perbedaan yang nyata diantara variabel-variabel
tersebut dilakukan Uji Perbandingan Berganda untuk uji Friedman (Santoso,
2001).

Kriteria uji untuk uji perbandingan berganda untuk uji Friedman ini yaitu:
jika nilai sebelah kiri lebih besar daripada nilai dari sisi sebelah kanan

, berarti diantara dua variabel tersebut benar-benar terdapat

perbedaan yang nyata.

Analisis Dampak Pariwisata Terhadap Pengembangan Wilayah

Analisis dampak pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang


Kandi-Tanah Hitam dilakukan dengan metode deskriptif, menggunakan data hasil
pengamatan lapang, kuesioner, dan literatur. Analisis ini bertujuan untuk
33

memprediksi dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah


Kota Sawahlunto secara keseluruhan, dilihat dari aspek fisik, ekonomi, dan sosial
budaya masyarakat sekitar kawasan.

Arahan Strategi Pengembangan Kawasan

Untuk menentukan arahan strategi pengembangan pariwisata pada


kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam, dilakukan dengan Analisis SWOT
(Strength-Weaknesses-Opportunities-Threats). Analisis SWOT adalah identifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan suatu
usaha. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).
Menurut Ulrike (2006), ancaman dalam lingkungan eksternal dan
perubahan dalam pasar industri telah menantang organisasi pemasaran tujuan
wisata untuk berubah secara fundamental. Respon-respon strategis terhadap
pembangunan-pembangunan ini pada intinya merupakan keputusan untuk
membentuk secara proaktif, beradaptasi atau secara pasif berjuang melawan
krisis. Memprediksi masa depan pariwisata dan memeriksa cara-cara yang
mungkin untuk mencapai berbagai skenario masa depan, merupakan latihan
penting dalam proses menentukan pendekatan strategis untuk diadopsi. Sebagai
respon atas peningkatan kebutuhan akan visi-visi baru dari masa depan pariwisata
dan khususnya pemasaran tujuan wisata, yang mengarahkan para agen pemasaran
tujuan wisata dari daerah pertengahan barat (Midwestern) Amerika Serikat
diundang untuk berpartisipasi dalam sebuah kelompok besar terarah untuk
membahas tantangan-tantangan spesifik yang dihadapi organisasi mereka.
Proses penyusunan strategi dengan metode SWOT menurut Rangkuti
(1997), dilakukan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap masukan, tahap analisis
dan tahap keputusan. Tahap masukan atau tahap pengumpulan data, merupakan
tahap klasifikasi dan pra analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua,
yaitu data sebagai faktor eksternal dan data sebagai faktor internal yang
mempengaruhi tujuan pengembangan usaha. Tahap analisis kasus adalah
memformulasikan keputusan yang akan diambil.
34

Menurut Aminudin (2003), langkah-langkah yang dilakukan dalam


analisis SWOT adalah sebagai berikut:
(1). Identifikasi Kekuatan/ Kelemahan dan Peluang/Ancaman
Pada tahap ini dilakukan penelaahan kondisi faktual di lapangan dan
kecenderungan yang mungkin terjadi untuk mengidentifikasi
Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman pengembangan
pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam.
(2). Analisis SWOT dan Alternatif Strategi
Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis hubungan keterkaitan
antar unsur Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman untuk
memperoleh alternatif strategi (S-O, S-T, W-O, W-T).
Untuk mendapatkan prioritas strategi, maka dilakukan pemberian
bobot (nilai) berdasarkan tingkat kepentingan (Tabel 3). Bobot yang
diberikan berkisar antar 1-5. 1 untuk bobot sangat tidak penting, 2
untuk bobot tidak penting, 3 untuk bobot cukup penting, 4 untuk
bobot penting, dan 5 untuk bobot sangat penting. Selanjutnya unsur-
unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya untuk memperoleh
beberapa alternatif strategi (S-O, S-T, W-O, W-T). Kemudian bobot
setiap alternatif dijumlahkan untuk menghasilkan ranking dari setiap
strategi. Strategi dengan rangking tertinggi merupakan alternatif
strategi yang diprioritaskan untuk dilakukan.

Tabel 3. Pembobotan setiap unsur SWOT berdasarkan Blok Plan Resort Wisata
Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto
Kekuatan Peluang Kelemahan Ancaman
Bobot Bobot Bobot Bobot
(S) (O) (W) (T)
S1 ... O1 ... W1 ... T1
S2 ... O2 ... W2 ... T2 ...
... ... ... ... ... ... ... ...
Sn ... On ... Wn ... Tn ...

Sumber: Diperindagkop Kota Sawahlunto, 2006


Keterangan: Nilai Bobot 5 = Sangat Penting
Nilai Bobot 4 = Penting
Nilai Bobot 3 = Cukup Penting
Nilai Bobot 2 = Kurang Penting
Nilai Bobot 1 = Sangat Tidak Penting
35

(3). Analisis Prioritas Strategi


Alternatif strategi pada matrik hasil SWOT (Tabel 4) dihasilkan dari
Strategi S-O, yaitu menggunakan kekuatan internal untuk meraih dan
memanfaatkan peluang-peluang yang ada; Strategi W-O, strategi ini
bertujuan untuk memperkecil kelemahan dengan memanfaatkan
peluang yang ada; Strategi S-T, adalah strategi dalam menggunakan
kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman; dan Strategi W-T,
merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan internal serta menghindar dari ancaman yang
akan datang.

Tabel 4. Matrik Analisis SWOT dan Penentuan Strategi


IFAS STRENGTHS WEAKNESSES
(S) (W)
Tentukan faktor kekuatan Tentukan faktor kelemahan
EFAS internal internal
OPPORTUNITIES STRATEGI STRATEGI
(O) (S-O) (W-O)
Tentukan faktor peluang Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
eksternal menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang untuk memanfaatkan peluang
S-O1 W-O1
… …
S-O(n) W-O(n)
THREATS STRATEGI STRATEGI
(T) (S-T) (W-T)
Tentukan faktor ancaman Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
eksternal menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan dan
untuk mengatasi ancaman menghindari ancaman
S-T1 W-T1
… …
S-T(n) W-T(n)

Strategi yang dihasilkan terdiri dari beberapa alternatif. Untuk


menentukan prioritas strategi, maka dilakukan penjumlahan bobot
yang berasal dari keterkaitan antara unsur-unsur SWOT yang terdapat
dalam suatu alternatif prioritas. Jumlah bobot akan menentukan
prioritas strategi dalam pengembangan pariwisata pada kawasan bekas
tambang Kandi-Tanah Hitam, seperti terlihat pada Tabel 5.
36

Tabel 5. Rangking Alternatif Strategi


Jumlah
No Unsur SWOT Keterkaitan Ranking
Bobot
Strategi S-O S1,S2,S(n),O1,O2,O(n) 20 1
S-O 1
S-O 2
Strategi S-T S1,S2,S(n),T1,T2,T(n) 10 3
S-T 1
S-T 2
Strategi W-O W1,W2,W(n),O1,O2,O(n) 15 2
W-O 1
W-O 2
Strategi W-T W1,W2,W(n),T1,T2,O(n) 5 4
W-T 1
W-T 2

Tahap berikutnya adalah tahap pengambilan keputusan. Langkah ini


adalah tahap terakhir dalam menentukan alternatif strategi terpilih yang mungkin
dapat diimplementasikan.
Quisioner 37
pengunjung di
PePteataJalan, RTRW objek wisata
BioSgueonfgiasii,k 2003

Overlay
Analisis deskrpitif Multiple Comparison Importance
Uji Friedman Performance Analysis
Potensi
Biogeofisik Karakteristik &
Proses Pengambilan Prioritas Fasilitas
Data Tambahan
keputusan kunjungan Analisis Kuadran Analisis GAP
Ekonomi, Analisis deskrpitif
Sosial Budaya
Resp on Kesenjangan
Potensi pengembangan Konsumen Kinerja-Harapan
kawasan

Dampak pengembangan
Pariwisata terhadap Analisis Kepuasan Pengunjung
Pengembangan Wilayah (CSI)

Indeks Kepuasan
Analisis deskrpitif Pengunjung

Analisis SWOT

Arahan Strategi Pengembangan


Pariwisata Kandi-Tanah Hitam

Gambar 6. Diagram Alir Tahapan Penelitian.


38

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Letak Geografis dan Batas Administrasi Wilayah

Kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam merupakan bagian dari


wilayah Kecamatan Barangin dan Talawi Kota Sawahlunto dengan luas kawasan
sekitar 4 km2 atau 400 hektar. Secara geografis wilayah penelitian terletak
0°36’30” – 0° 39’00” Lintang Selatan dan 100°43’30” – 100°46’30” Bujur Timur.
Batas-batas fisik dari wilayah penelitian adalah sebagai berikut:
- sebelah Utara berbatasan dengan Batang (sungai) Ombilin dan Batang
Malakutan;
- sebelah Timur berbatasan dengan Batang Ombilin dan Jalan Propinsi
Sawahlunto-Batusangkar;
- sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Propinsi Sawahlunto-Batusangkar
dan Jalan Kota Santur-Talawi; dan
- sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Kota Santur-Talawi dan Batang
Malakutan.
Kemudian secara administrasi wilayah penelitian merupakan bagian dari 5
(lima) desa yaitu Desa Kolok Mudik dan Desa Kolok Nan Tuo di Kecamatan
Barangin serta Desa Salak, Desa Sijantang Koto, dan Desa Sikalang di Kecamatan
Talawi. Lebih rinci mengenai desa, kecamatan, dan luas wilayah yang termasuk
dalam wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas wilayah penelitian


Luas Wilayah (Ha)
No Desa Kecamatan
Administrasi Penelitian
1. Kolok Mudik Barangin 1.125,62 95,15
2. Kolok Nan Tuo Barangin 1.406,74 0,63
3. Salak Talawi 641,78 55,49
4. Sijantang Koto Talawi 413,10 170,49
5. Sikalang Talawi 260,89 78,24
Jumlah 6.339,19 400,00
Sumber : Bappeda Kota Sawahlunto, 2006
39

Kondisi Biofisik Lahan

- Geologi
Daerah Kota Sawahlunto terletak pada cekungan pra-tersier Ombilin yang
berbentuk belah ketupat panjang dengan ujung bulat, selebar 22,50 km dan
Panjang 47,00 km. kedalaman cekungan ini diperkirakan 2,00 km, diisi oleh
lapisan yang muda yang disebut dengan Formasi Brani, Formasi Sangkarewang,
Formasi Sawahlunto, Formasi Sawah Tambang dan Formasi Ombilin. Formasi
Ombilin merupakan lapisan paling muda menurut kategori zaman tersier atau
berumur sekitar 2 juta tahun. Kota Sawahlunto terletak di atas Formasi
Sawahlunto, batuan yang terbentuk pada zaman yang diberi istilah kala (epoch)
Eocen sekitar 40 – 60 juta tahun yang lalu. Para ahli geologi beropini bahwa
Kepulauan Nusantara sekarang ini terbentuk sekitar 4 juta tahun yang lalu.
Mereka menduga ketika Formasi Sawahlunto terbentuk belum ada Pulau
Sumatera seperti sekarang ini. Pada Cekungan Ombilin inilah tersimpan batubara.
Sampai saat ini, 30 juta ton batubara telah ditambang sedangkan yang telah teruji
dan terkira diperkirakan masih tersisa sekitar 132 juta ton lagi (Antono, 1993).
Biasanya lapisan tanah dan batuan tanah ini memang membeku atau liat
serta sulit untuk meluruskan atau menyimpan air tanah dan kemungkinan air tanah
hanya tersimpan hanya tersimpan pada kulit bumi yang telah lapuk. Akan tetapi
tidak demikian pada Formasi Sawahlunto. Tanah pada Formasi Sawahlunto
mengandung butiran pasir yang dapat meluruskan air, tetapi dari gambar
penampang Geologi Ombilin diduga air itu justru lolos ke tempat lain.
Aspek geologi yang perlu mendapat perhatian yang sangat serius dalam
perencanaan dan pengembangan Kota Sawahlunto adalah : sesar, gempa bumi,
dan gerakan tanah.
(1). Sesar. Sesar atau patahan yang dapat menimbulkan bencana adalah
sesar yang aktif. Prasarana vital seperti pipa minyak, pipa air bersih
harus direncana pembangunannya tidak memotong sesar aktif.
Berdasarkan pola sesarnya yang sejajar dengan Sesar Besar Sumatera
diperkirakan Sesar Sawahlunto adalah sesar aktif.
(2). Gempa Bumi. Kota Sawahlunto dan sekitarnya telah teridentifikasi
sebagai daerah rawan gempa bumi. Telah tercatat bahwa gempa bumi
40

yang sering terjadi di Propinsi Sumatera Barat menyebabkan


kerusakan di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung.
(3). Gerakan Tanah. Gerakan tanah sering terjadi di Kota Sawahlunto
adalah gerakan tanah dengan tipe aliran bahan rombakan (debris
slide), runtuhan batu (rock fall), longsor (land slide), dan rayapan
tanah (soil creep). Gerakan tanah ini dapat terjadi pada semua jenis
batuan mulai dari batu gamping, konglomerat, dan batu lempung.
Gerakan tanah inipun dapat terjadi pada semua batuan yang memiliki
salah satu atau beberapa keadaan berikut :
- morfologi atau kemiringan lereng yang curam
- kekar atau retakan batu yang rapat
- kemiringan perlapisan batuan searah dengan kemiringan lereng dan
tanah pelapukan cukup tebal.
Dapat disimpulkan bahwa terjadinya gerakan tanah di sekitar Kota
Sawahlunto sering dipicu oleh kegiatan pemotongan lereng (misalnya pada road
cut), curah hujan yang tinggi dan minimnya upaya penguatan lereng. Bahaya sesar
aktif dan gempa bumi dapat diamati secara langsung di lapangan. Hasil
pengamatan lapang ditemukan 4 (empat) tipe gerakan tanah yang semuanya
terjadi di Kota Sawahlunto. Berikut ini 4 (empat) tipe gerakan tanah tersebut
antara lain:
(1). Aliran bahan rombakan (debris slide)
Aliran bahan rombakan terutama terjadi karena aktivitas manusia
seperti pemotongan tebing bagian bawah untuk pelebaran jalan dan
panggalian tanah urug. Pemotongan tebing bagian bawah
menyebabkan hilangnya kekuatan penyangga sehingga jika musim
hujan, batuan yang lapuk di bagian atas menjadi mudah longsor.
(2). Longsor (land slide)
Banyak terjadi di sepanjang jalan Sawahlunto – Talawi, terutama pada
ruas Lubang Panjang – Sungai Durian, baik pada jalan bawah maupun
jalan atas. Longsor terjadi karena sisi barat daya jalan yang umumnya
berupa lembah yang tererosi secara alami yang menyebabkan jalan
kehilangan penyangga. Apabila tanah di bawah bertambah berat
41

karena peresapan air hujan, sebagian atau seluruh badan jalan akan
longsor atau turun ke bawah. Beban kendaraan dapat mempercepat
terjadinya longsor.
(3). Rayapan Tanah (soil creep)
Dapat ditemui pada sisi timur laut jalan Sawahlunto–Talawi di Sungai
Durian di bagian yang lerengnya agak landai. Rayapan tanah telah
dikelola dengan pemberian teras di bagian kaki rayapan. Rayapan
tanah terjadi karena masuknya air hujan ke dalam bagian tanah yang
merayap. Air hujan yang meresap menambah berat massa tanah, tetapi
mengurangi daya gesek tanah.
(4). Runtuhan Batu (rock fall)
Dapat terjadi alami pada tempat-tempat yang bertebing terjal, terutama
pada tempat yang batuannya keras dan rapat, seperti pada batu pasir
dan batu gamping di sekitar Kota Sawahlunto pada sepanjang ruas
jalan Muara Kelaban–Sawahlunto, sepanjang ruas jalan Muara
Kelaban Padang Sibusuk, sepanjang gawir sesar turun di Sungai
Durian dan sepanjang Batang Ombilin. Secara alamiah runtuhan batu
pada kekar bertambah lebar karena pelapukan. Oleh karena itu,
kejadian runtuhan batu baru terjadi pada periode yang lama dan sulit
untuk diramalkan. Hal ini justru menyebabkan masyarakat menjadi
lupa akan bahaya yang ditimbulkannya.

Untuk formasi geologi kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam


sendiri tersusun oleh jenis batuan sebagai berikut:
(1). Formasi Ombilin (Tmol) yang terdiri dari batupasir konglomeratan
berselingan dengan batu lanau dan lapisan batubara. Merupakan
lapisan paling muda menurut kategori zaman tersier atau berumur
sekitar 2 (dua) juta tahun. Penyebarannya meluas dari Desa Kolok
Mudik sampai ke Desa Sikalang;
(2). Formasi Gunung Api (Qpt) dan formasi Silungkang (Psl) berupa
Satuan Batuan Vulkanik, lapisan batu lempung, batu lanau yang
mengandung lapisan batubara. Penyebarannya di bagian utara dan
barat dari wilayah penelitian;
42

(3). Formasi Sangkarewang (Tos) berupa lapisan batu konglomerat dan


batu pasir, dimana penyebarannya dominan di seluruh wilayah
penelitian; dan
(4). Sebagian kecil dari wilayah penelitian berupa lapisan Aluvial yang
terdapat di pinggiran sungai Batang Ombilin dan Batang Malakutan,
terlihat pada Gambar 7.

- Topografi
Wilayah penelitian terletak pada ketinggian berkisar antara 210-350 meter
di atas permukaan laut (m dpl) dengan bentuk wilayah dominan (80%) berbukit
dan bergelombang yang sebagian besar berlokasi di bagian tengah kawasan bekas
tambang dengan kemiringan lahan antara 15-40%, sisanya (20%) termasuk datar,
landai sampai agak curam (lereng 0-15%) terletaknya di pinggir jalan propinsi,
dan sangat curam (lereng >40%) yang terletak pada areal bekas tambang Kandi-
Tanah Hitam (Tabel 7).
Perbukitan yang terjal merupakan bentang alam yang dominan dalam
daerah administrasi Kota Sawahlunto yang dicirikan oleh bukit-bukit yang
membulat dengan lereng bukit curam sampai terjal (Gambar 8). Kemiringan lahan
yang terjal ini menjadi kendala atau faktor pembatas pengembangan wilayah Kota
Sawahlunto. Bentuk wilayah yang landai tersebar hampir di tengah Kota
Sawahlunto, yang umumnya merupakan jalur- jalur sempit sehingga dirasa sulit
untuk dikembangkan menjadi permukiman perkotaan; posisinya memanjang
sepanjang Sesar Sawahlunto, memisahkan perbukitan terjal yang terletak di kedua
sisinya. Bentuk wilayah yang relatif landai sehingga memungkinkan
berkembangnya permukiman perkotaan hanya dijumpai di Talawi dan Kota
Sawahlunto sendiri.
Topografi yang berbukit atau bergunung tidak menguntungkan untuk
dilakukannya kegiatan pertanian di kawasan bekas tambang ini; dan karena pada
daerah ini telah tertimbun material hasil aktivitas pertambangan, sehingga sangat
mungkin dan rentan terhadap erosi dan longsor. Sebagaimana yang diketahui
bahwa terjadinya erosi dan longsor mempunyai hubungan yang erat dengan sifat-
sifat tanah, topografi dan curah hujan serta vegetasi penutup. Sehubungan dengan
43

kegiatan penambangan terbuka, terjadi perubahan terhadap lereng/topografi dan


tanah, yaitu:
(1). tanah puncak (top soil) dan mineral tanah yang akan tergusur dan
teraduk yang menyebabkan menurunnya tingkat kesuburan tanah di
bekas tambang terbuka;
(2). bentang alam, permukaan tanah yang berbukit dan bergelombang akan
menjadi rata, sebaliknya lembah-lembah akan tertutup tanah
timbunan; dan
(3). kemantapan lereng (slope stability), untuk kawasan yang memiliki
lereng yang besar dari 45 akan berkurang kemantapannya karena
tumbuhan penutup/vegetasi telah ditebas dan banyak tanah kupasan
yang tergusur ke lembah-lembah ternyata menyangkut di lereng-
lereng.

Tabel 7. Pola distribusi kelas lereng pada kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam
Luas
No Lereng Distribusi Lokasi %
(Ha)
1 0–8% Relatif sedikit dan berada di 23,279 6,69
(Datar-agak landai)pinggir Jalan Kota, Jalan
Propinsi, sungai dan pada areal
bekas tambang batubara
2 9 – 15 % Sebagian besar berada dekat 31,737 9,12
(Landai-agak curam) lahan dengan lereng 0 – 8 %
3 16 – 40 % Tersebar di seluruh lokasi 280,874 80,69
(Agak curam-curam) wilayah penelitian
4 > 40 % Berada di bagian timur wilayah 12,189 3,50
(Sangat curam) penelitian
Jumlah 348,079 100
44

Gambar 7. Peta Formasi Geologi Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam


45

Gambar 8. Peta Kelas Lereng Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam


46

- Iklim
Keadaan iklim di wilayah penelitian lebih kurang sama dengan iklim Kota
Sawahlunto yaitu beriklim tropis. Peta Curah Hujan Indonesia memberikan
gambaran bahwa Kota Sawahlunto berada di dalam isohyat (garis curah hujan)
antara 1.500 - 2.000 mm per tahun dengan rata-rata curah hujan per tahunnya
sebesar 1.754,7 mm dengan rata-rata hari hujan 128 hari. Suhu udara berkisar
antara 22,5 - 27,9 C. Musim kemarau di daerah ini terjadi pada bulan Juni sampai
Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan Nopember sampai Mei.
Menurut Schmitt & Ferguson, iklim Sawahlunto termasuk dalam tipe Afa,
iklim hujan tropis dengan suhu pada bulan terdingin >18 C. Curah hujan tahunan
± 2350 mm, dengan bulan kering (curah hujan bulanan <60 mm) rata-rata selama
1,5 bulan dan maksimum 4 bulan, serta rata-rata bulan basah selama 7-8 bulan.
Berdasarkan hal tersebut regim suhu tanahnya tergolong dalam isohipertermik dan
regim kelembaban tanahnya tergolong dalam udik.
Keadaan tersebut juga memberikan petunjuk perlunya pemilihan tanaman
(pertanian/kehutanan) yang menyukai kelembaban tinggi dan suhu yang panas
atau tanaman yang dapat beradaptasi dengan iklim tersebut. Perlu ditambahkan
bahwa tanah di daerah ini sebagian besar dipadatkan sehingga permeabilitasnya
lambat yang berakibat terhambatnya proses pencucian secara vertikal, dan
perakaran tanaman akan terhambat perkembangannya sehingga tanaman semusim
akan lebih mudah mengalami kekeringan.

- Tanah
Berdasarkan data dari Bagian Pengelolaan Lingkungan PT. BA-UPO
(Depkimpraswil, 2003), tanah-tanah di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah
Hitam didominasi oleh Podsolik Merah Kuning atau setara dengan Typic
Hapludults, dan sebagian tanah Aluvial di sepanjang Batang Ombilin. Secara
lengkap klasifikasi tanah kawasan bekas tambang ini hingga tingkat subgrup
menurut Soil Taxonomy tahun 2003 dan padanannya menurut kriteria Pusat
Penelitian Tanah (PPT) tahun 1983 dicantumkan pada Tabel 8.
47

Tabel 8. Klasifikasi tanah di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam


Klasifikasi Tanah
Soil Taxonomy
PPT (1983)
Ordo Subordo Grup Subgrup
Ultisols Udults Kandiudults Typic Kandiudults Podsolik Kandik
Kanhapludults Typic Kanhapludults Podsolik Kandik
Hapludults Typic Hapludults Podsolik Haplik

Tanah Podsolik Merah Kuning merupakan tanah mineral yang mengalami


tingkat perkembangan cukup sampai kuat yang dicirikan oleh adanya horizon
diagnostik (horizon penciri perkembangan) argilik (pelindian liat ke lapisan
bawah), kejenuhan basa rendah (< 40%), dan sangat peka erosi. Penyebarannya
dijumpai pada fisiografi teras angkatan dan dataran volkan tua. Podsolik Merah
Kuning berwarna coklat tua kekuningan sampai kemerahan, bertekstur lempung
liat berpasir di horizon atas dan lempung berliat di horizon bawah, struktur
gumpal bersudut dengan konsistensi teguh sampai sangat teguh. Kerikil, kwarsit,
dan kongresi besi dijumpai dalam tanah, dan pada beberapa tempat merupakan
lapisan padat dan tersembul di permukaan, seperti yang terlihat pada Tabel 9.
Dalam keadaan alami kesuburan pada lapisan berbahan organik tanah ini
tergolong cukup baik hanya terbatas di atas tetapi bila digunakan dengan kurang
seksama, kesuburannya cepat menurun dan merupakan tanah yang marginal untuk
pertanian tanaman semusim. Umumnya tanah ini lebih sesuai untuk tanaman
tahunan misalnya berbentuk perkebunan dan kehutanan. Pada daerah datar sampai
berombak dapat di usahakan pertanian tanaman pangan dan peternakan dengan
ketentuan harus diiringi dengan manajemen yang tepat.

Tabel 9. Susunan kimia tanah asli dari kawasan Kandi-Tanah Hitam


Ekstrak
Terhadap contoh kering 105OC
1;2,5
No Tekstur
Kedalaman Bahan Nilai Tukar Kation (NH4-
Blok/ pH HCl 25% KCl 1N
organik Acetat 1N, pH7)
profil
Pasir Debu Liat H2O KCl C N C/N P2O5 K2O Ca Mg K Na KTK KB* AL3+ H+
cm % % Mg/100 g m.e/100 g % m.e/100 g
UPO-1 0-40 51 20 29 4,2 3,7 0,92 0,06 15 2 6 0,31 0,15 0,06 0,18 7,28 10 3,32 0,34
40-130 38 19 43 4,4 3,8 0,34 0,05 7 5 7 0,16 0,12 0,04 0,06 7,19 5 4,26 0,47
130-170 29 34 37 4,2 3,8 0,21 0,03 7 5 6 0,36 0,15 0,04 0,05 7,82 8 3,88 0,38
Sumber : Bag. Pengelolaan Lingkungan, PT. BA – UPO, (Depkimpraswil, 2003)
* >100 terdapat kation-kation bebas disamping kation-kation dapat ditukar
48

Jenis tanah Aluvial yang terdapat di sepanjang Batang Ombilin, umumnya


memiliki solum dangkal sampai dalam, berwarna kelabu sampai kelabu
kekuningan dan kecoklatan, sering berglei dan bercak kuning, coklat dan merah,
bertekstur lempung sampai liat, berlapis-lapis debu dan pasir, lapisan atas masih
selalu mengalami penambahan bahan, kadang-kadang mengandung bahan organik
(PPTA, 1994). Umumnya secara tetap atau semusim dipengaruhi penggenangan
air (berkala/menetap) atau pelimpahan air banjir (pasang). Konsistensi basah lekat
sampai teguh dengan daya penahan air rendah sampai tinggi. Kesuburan tanah
Aluvial dipengaruhi pula oleh asam-asam humus dan bahan-bahan racun (Al dan
Fe) yang ikut terbawa oleh air. Beragamnya daerah penyebaran tanah Aluvial dan
tingkat kesuburan tanah, terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Data kesuburan tanah di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam
Lokasi Sampel Tingkat Kesuburan Tanah
No Parameter Satuan Tanah
Kandi Rendah Sedang Tinggi
Hitam
1 PH
- H2O 5.31 6.07 <6 6-7 7
- KCl 5.11 6.00 <6 6-7 7
2 Cu PPM 2.60 5.10 < 10 10 - 40 40 - 80
3 Zn PPM 7.60 7.70 < 10 10 - 200 200 - 300
4 Mn PPM 49.00 112.00 < 20 20 - 200 200 - 300
5 Fe PPM 253.00 155.00 < 1000 1.000 - 10.000 10.000 - 100.000
6P PPM TU 3.10 <5 5 - 39 40
7 Ca m.e / 100 gr 0.76 2.56 2-5 6 - 10 11 - 20
8 Mg m.e / 100 gr 0.80 0.56 0,1 - 0,3 1,1 - 2,0 2,1 - 8,0
9 Na m.e / 100 gr 0.48 0.48 0,1 - 0,3 0,4 - 0,7 0,8 - 1,0
10 K m.e / 100 gr 0.18 0.10 0,1 - 0,3 0,4 - 0,7 0,8 - 1,0
11 KTK m.e / 100 gr 12.20 13.00 5 - 16 17 - 24 24 - 80
12 H+ m.e / 100 gr 0.74 0.21 - - -
13 Al m.e / 100 gr 2.10 0.21 <3 3,1 - 8 8,1 - 40
Sumber : Bag. Pengelolaan Lingkungan, PT. BA – UPO, (Depkimpraswil, 2003)
Keterangan : TU = Tidak Terukur

Selain tanah asli, perlu diperhatikan sifat-sifat bahan timbunan yang


mendominasi daerah ini. Berdasarkan komponen penyusunnya, bahan timbunan
pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam, umumnya terdiri dari:
(1). komponen lapisan bawah yang terdiri dari fragmen-
fragmen/bongkahan batuliat, batupasir, dan batubara muda yang tidak
terpilih berukuran besar. Fragmen batuan tersebut sangat masif, sangat
49

keras, dan sulit ditembus perakaran. Sebaliknya dalam keadaan


terbuka di permukaan dan terkena air (air hujan) bahan ini mudah
rekah, hancur, dan melumpur, sehingga mudah terbawa air aliran
permukaan; dan
(2). komponen lapisan atas yang merupakan bahan tanah merah, sering
berkerikil, berkerakal, serta berfragmen bahan induk/batuan induknya.
Lapisan ini ketebalannya berbeda-beda, padat, dan sangat keras;
karena penggunaan alat berat dan dipadatkan pada saat penimbunan
dan perataan.

- Hidrologi
Sungai besar yang terdapat di sekitar wilayah penelitian ada dua yaitu
Batang Ombilin dan Batang Malakutan, sedangkan sungai kecil juga dua yaitu
Batang Lurah Gadang dan Batang Tandikat. Batang Malakutan, Batang Lurah
Gadang dan Batang Tandikat merupakan anak sungai Batang Ombilin, sehingga
sungai yang melewati wilayah penelitian hanya dua yaitu Batang Lurah Gadang
dan Batang Tandikat yang keseluruhan sungai tersebut mengalir dari Barat ke
Timur atau Utara ke selatan.
Pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam ini juga terdapat
beberapa danau yang terbentuk dari aktivitas penambangan batubara, yaitu:
(1). Danau Kandi, Danau Tanah Hitam, dan Danau Belibis yang terbentuk
dari bekas galian tambang batubara;
(2). Danau Tandikat yang terbentuk akibat terhalangnya aliran sungai
Tandikat oleh timbunan (disposal) dari kegiatan tambang batubara di
sekitarnya.
Berdasarkan kajian awal yang dilakukan oleh Direktorat Tata Lingkungan
Geologi dan Kawasan Pertambangan, Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral, mendeskripsikan bahwa air tanah akan relatif sulit didapatkan di Kota
Sawahlunto karena kondisi lapisan tanah dan batuan yang ada di kota ini bersifat
masif (Pemda Kota Sawahlunto, 2004).
50

- Perubahan Lingkungan Akibat Penambangan


Rona awal lingkungan kawasan Kandi dan Tanah Hitam sebelum tahun
1990 dapat dideskripsikan sebagai berikut:
(1). sebagian besar berupa hutan dengan pohon-pohon kecil (Hutan
Tersier) dan semak belukar; dan
(2). sebagian kecil berupa permukiman yang tersebar di masing-masing
pusat Desa Kolok Nan Tuo, Kolok Mudik, Sikalang dan Salak serta
berupa danau alam yaitu danau Tandikat.
Setelah dilakukannya kegiatan penambangan batubara setelah tahun 1990
oleh Perusahaan Terbatas Bukit Asam-Unit Pertambangan Ombilin (PT. BA-
UPO), maka rona lingkungan kawasan ini mengalami perubahan atau gangguan,
yaitu berupa:
(1). pada lereng-lereng terjadi erosi alur (gully erotion) cukup berat. Untuk
menahan laju erosi dan perbaikan struktur tanah telah dilakukan
penanaman Albazia sp dan Accasia auriculiformis sejak tahun 1992;
(2). kawasan hutan berkurang secara signifikan, terutama di bagian timur
wilayah penelitian yang merupakan kawasan kegiatan penambangan
batubara PT. BA-UPO (kawasan Kandi dan Tanah Hitam). Kawasan
tersebut telah berubah menjadi kawasan terbuka (tidak bervegetasi)
dan terbentuknya danau-danau; dan
(3). kawasan permukiman tidak ada pertambahannya.
Konsekuensi dari terjadinya perubahan rona lingkungan ini, maka PT. BA-
UPO sebagai perusahaan pemegang Kuasa Pertambangan kawasan tersebut,
berkewajiban melaksanakan Kegiatan Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan
sebelum kegiatan tambang ditutup. Dalam hal ini kegiatan pemantauan
lingkungan dari PT. BA-UPO dijadikan sebagai bahan untuk menilai kondisi
eksisting lingkungan kawasan bekas tambang, terutama pada kawasan yang telah
mengalami perubahan rona lingkungan. Lingkungan kawasan bekas tambang
setelah dilakukan reklamasi pasca aktivitas penambangan batubara menunjukkan
bahwa lahan tersebut sudah hampir kembali ke keadaan sebelumnya, yaitu sudah
menjadi hutan kembali. Di beberapa tempat sempat terjadi perusakan areal
51

reklamasi karena aktivitas penambangan liar, namun akhirnya aktivitas tersebut


berhasil dihentikan pada akhir tahun 2006 (Tabel 11).

Tabel 11. Status dan kondisi lahan reklamasi di Kawasan Kandi-Tanah Hitam
Luas (Ha) Jumlah
No Uraian
Kandi Tanah Hitam (Ha)
1 Daerah Terganggu 192,796 201,34 394,136
2 Daerah Tereklamasi 141,296 160,908 302,204
3 Dirusak Tambang Liar 42,038 27,99 70,028
4 Kewajiban Reklamasi* 61,500 32,114 93,614
Jumlah 437,63 422,352 859,982
Sumber : Bag. Pengelolaan Lingkungan, PT. BA – UPO, (Depkimpraswil, 2003)
Ket : * tidak termasuk yang dirusak peti

Berdasarkan laporan bagian pengelolaan lingkungan PT BA-UPO, pada


tahun 2003 lahan yang dirusak penambangan liar seluas 70, 028 Ha, terlihat pada
Gambar 9. Hal ini perlu mendapat perhatian dan penangan khusus karena
berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan.
Untuk kepentingan analisis potensi pencemaran akibat kegiatan
penambangan atau pasca penambangan, mengacu kepada Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 113 tahun 2003 yang membatasi parameter untuk
pengawasan kegiatan penambangan batubara hanya terbatas pada empat
parameter, yaitu: pH, zat padat tersuspensi, besi, dan mangan (Diperindagkop
Kota Sawahlunto, 2006). Data Kondisi Air Permukaan (Depkimpraswil, 2003),
dipantau pada dua titik yaitu pada titik Batang Ombilin setelah pertemuan dengan
Batang Lurah Gadang di Tanah Hitam dan Batang Ombilin setelah bertemu
Batang Lurah Tandikat di Kandi. Kedua titik itu memiliki data pemantauan sejak
tahun 1998 sampai dengan Juli 2003. Titik-titik tersebut digunakan untuk melihat
kecenderungan kondisi kualitas air permukaan, terlihat pada Tabel 12.
52

Tabel 12. Data pemantauan kualitas air di Batang Ombilin sesudah pertemuan
dengan Batang Tandikat
Tahun
No Parameter Satuan
1998 1999 2000 2001 2002 2003*
1 pH - 7.59 7.26 7.23 7.6 7.29 7.59
2 TSS mg/l 27 17.6 25 7 31 8
3 Besi mg/l 0.071 2.728 0.25 2.496 0.86 0.27
4 Mangan mg/l 0.04 0.385 0.38 0.048 0.05 0.05
Sumber : Bag. Pengelolaan Lingkungan, PT. BA – UPO, (Depkimpraswil, 2003)
Ket: *sampai dengan Juli 2003

- Infrastruktur Penunjang
Infrastruktur penunjang yang terdapat di sekitar kawasan bekas tambang
Kandi-Tanah Hitam dapat diuraikan sebagai berikut:
(1). fasilitas keamanan, terdiri dari 1 Polres di Desa Sikalang, 1 Polsek
yaitu di desa Kolok Mudik dan Pos Hansip pada setiap pusat desa;
(2). fasilitas peribadatan, berupa Mesjid yang berlokasi di Desa Kolok
Nan Tuo 2 unit, Desa Kolok Mudik 1 unit, Desa Santur 2 unit, Desa
Sikalang 2 unit dan Desa Salak 2 unit serta Desa Sijantang 1 unit
dengan kondisi baik; dan
(3). fasilitas kesehatan berupa Puskesmas di Desa Kolok Nan Tuo, Desa
Kolok Mudik dan Desa Salak masing-masing 1 unit, poliklinik
sebanyak 1 unit di Desa Sikalang dan Posyandu sebanyak 6 unit yang
berlokasi pada Pusat Desa (Gambar 10).
Berdasarkan data kondisi jalan yang ada saat ini (Diperindagkop Kota
Sawahlunto, 2006), panjang jaringan jalan di sekitar wilayah penelitian adalah
22,52 km dengan luas 11,07 Ha yang terdiri dari : (1) jalan propinsi berupa jalan
aspal sepanjang 3,43 km dengan kondisi sebagian rusak akibat longsoran dan
amblas; (2) jalan kota berupa jalan aspal 5,46 km, jalan tanah/perkerasan 1,88 km;
dan (3) jalan tambang berupa jalan tanah sepanjang 11,74 km yang dulunya
merupakan sarana transportasi kegiatan penambangan batubara yang dilakukan
oleh PT BA-UPO (Tabel 13).
53

Gambar 9. Peta Distribusi Lokasi Reklamasi Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam.
54

Tabel 13. Data kondisi jalan eksisting


Kondisi Eksisting Jalan
Status
No Jenis Panjang Lebar Luas Keterangan
Jalan Kondisi
Konstruksi (m) (m) (m2)
1 Jalan Aspal 3.423,23 5,00 17.161,15 Baik & Rusak = 250 m
Propinsi Rusak
2 Jalan Kota Aspal 5,460,60 5,00 27.303,00 Baik & Rusak = 25 m
Rusak
Tanah & 1.888,20 4,00 7.552,80
Perkerasan
3 Jalan Tanah 11.740,40 5,00 58.702,00
Tambang
Jumlah 22.521,43 110.718,95
Sumber : Depkimpraswil, 2003
Wilayah penelitian terdapat 4 (empat) ruas jalan yang menghubungkannya
dengan jalan propinsi dan jalan kota, dan baru satu ruas yang kondisinya
permanen yaitu ruas jalan dari Simpang Napar menuju Kawasan Kandi dengan
badan jalan yang diaspal sepanjang 2,4 km. Ruas jalan komplek Perkantoran
Kolok menuju kawasan Motocross sedang dalam tahap perkerasan, dan sudah bisa
dilewati oleh kendaraan roda empat maupun roda dua. Ruas ini dipersiapkan
sebagai jalan lingkar dari Talawi – Simpang Napar – Kawasan Wisata – Jalan
Raya Kolok – Pusat Kota. Pembuatan jalan lingkar ini ditujukan untuk
mengantisipasi macetnya arus lalu lintas akibat adanya aktivitas wisata di
kawasan ini, juga untuk menghubungkan antar objek wisata yang ada di dalam
kawasan ini sehingga bisa lebih mudah dijangkau oleh wisatawan.
Fasilitas transportasi di wilayah penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
(1). fasilitas terminal tidak ada, namun disekitar terdapat satu terminal
bayangan di dekat Pusat Desa Santur (bagian Selatan wilayah
penelitian);
(2). fasilitas pakir formal ada dua yaitu di depan gerbang pacuan kuda dan
di samping gerbang taman satwa;
(3). fasilitas untuk pejalan kaki tidak ada, lebih banyak menggunakan bahu
jalan;
(4). moda angkutan umum berupa kendaraan roda empat untuk angkutan
dalam kota dan antar kota serta kendaraan roda dua atau ojek untuk
angkutan dalam kawasan wisata; dan
55

(5). jaringan jalan yang dilalui oleh angkutan formal (dalam dan luar kota)
hanya jalan kota dan jalan propinsi.

Perekonomian

Perekonomian Kota Sawahlunto tahun 2005 yang diukur berdasarkan


besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku
mencapai Rp. 619.543,77 Juta, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar
Rp. 444.671,75 Juta, dengan pertumbuhan mencapai 1,96 persen dibanding tahun
2004 (Bappeda Kota Sawahlunto, 2006).
Kalau diperhatikan (Tabel 14), tampak bahwa ada perubahan dalam
struktur perekonomian kota Sawahlunto di tahun 2005 ini. Pada Tahun 2004
struktur perekonomian Kota Sawahlunto masih didominasi oleh Sektor
Pertambangan dan Penggalian, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun
2005, strukturnya sudah mulai bergeser kepada Sektor Jasa-jasa. Kondisi ini
mengindikasikan semakin berkurangnya ketergantungan perekonomian Kota
Sawahlunto terhadap sektor Pertambangan dan Penggalian (batubara) yang
menjadi ciri khas daerah ini.

Tabel 14. Laju pertumbuhan dan distribusi PDRB Kota Sawahlunto


Distribusi
Pertumb uhan 1)
No Lapangan Usaha PDRB 2)
2004 *) 2005 **) 2004 *) 2005 **)
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pertanian 7,30 8,03 6,78 7,45
2. Pertambangan dan Penggalian 1,77 -4,79 26,61 24,36
3. Industri Pengolahan 5,12 6,48 11,87 12,05
4. Listrik, Gas dan Air Minum 5,66 9,52 0,80 0,94
5. Bangunan 4,89 3,58 5,58 5,79
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 4,40 0,22 10,51 10,51
7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,90 5,59 8,44 8,86
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 6,04 4,35 5,03 5,08
9. Jasa – jasa 3,98 4,42 24,39 24,96
PDRB 4,04 1,96 100,00 100,00
Sumber : Bappeda Kota Sawahlunto, 2006
Keterangan :
1)
* ) Angka Diperbaiki Atas Dasar Harga Konstan 2000
2)
** ) Angka Sementara Atas Dasar Harga Berlaku
56

Gambar 10. Peta Sebaran Infrastruktur Penunjang Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam.
57

Kenyataannya diperkuat dengan semakin berkurangnya kontribusi sektor


ini terhadap nilai PDRB. Pada tahun 2004, PDRB Kota Sawahlunto atas dasar
harga berlaku yang disumbangkan oleh sektor Pertambangan dan Penggalian
adalah sebesar 151,67 milyar, tahun 2005 berkurang menjadi 150,94 milyar.
Sedangkan sumbangan dari Sektor Jasa-jasa di tahun 2004 adalah sebesar 139,07
milyar, tahun 2005 meningkat menjadi 154,62 milyar.
Apabila dilihat dari sumber mata pencaharian masyarakat, juga terlihat
bahwa sebelum tahun 2005 sektor Pertanian merupakan sektor yang terbanyak
digeluti oleh masyarakat Kota Sawahlunto sebagai mata pencahariannya. Namun
demikian di tahun 2005 ini tampaknya sudah bergeser kepada sektor Jasa-jasa,
terlihat pada Tabel 15. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun
2005, menunjukkan bahwa 24,49 persen penduduk Kota Sawahlunto bekerja pada
sektor Jasa-jasa, sedangkan di tahun 2004 hanya 21,17 persen.

Tabel 15. Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut
lapangan usaha
Tahun
No Lapangan Usaha
2004 2005
1. Pertanian 27,75 21,90
2. Pertambangan dan Penggalian 8,27 13,00
3. Industri dan Pengolahan 5,63 8,84
4. Listrik, Gas dan Air Minum 3,63 1,51
5. Bangunan 6,62 3,29
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 17,14 16,67
7. Pengangkutan dan Komunikasi 8,74 8,65
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 1,05 1,66
9. Jasa – jasa 21,17 24,49
Total 100,00 100,00
Sumber : Bappeda Kota Sawahlunto, 2006

Sosial Budaya dan Kependudukan

Secara umum sosial budaya masyarakat wilayah penelitian dipengaruhi


oleh sosial budaya masyarakat Minangkabau dimana ada tiga pihak (Tigo Tungku
Sajarangan) yang berperan dalam perilaku sosial budaya kehidupan
masyarakatnya. Tiga pihak tersebut adalah Alim Ulama, Cerdik Pandai
58

(Intelektual), Ninik Mamak (Pemuka Adat). Selain itu dalam kehidupan sosial
budayanya juga menggunakan prinsip Adat bersandi Syarak (Agama) dan Syarak
bersandi Kitabulah (Al Quran).
Berdasarkan komposisi suku bangsa, wilayah penelitian memiliki
keragaman yang tinggi, antara lain Minangkabau, Jawa, Batak, Cina, Melayu
Deli, Melayu Riau, Melayu Jambi, Aceh, Palembang, dan Sunda. Hal ini
diakibatkan oleh kegiatan tambang batubara yang menjadi faktor penarik bagi
pendatang untuk bekerja di sektor pertambangan atau di sektor lain yang
mendukung kegiatan pertambangan. Keragaman ini terlihat dalam acara-acara
besar seperti perayaan hari kemerdekaan nasional dan pekan budaya. Pembauran
yang terjadi tampak telah berjalan secara alami. Tidak terdapat konflik etnik/suku
bangsa dalam kehidupan sosial budaya kemasyarakatan pada wilayah penelitian.
Selain itu budaya bekerja sama berupa kegiatan gotong royong tampaknya
kental pada sistem kemasyarakatan di wilayah penelitian, terutama untuk kegiatan
yang menyangkut kepentingan bersama seperti pembangunan fasilitas umum,
pembangunan rumah penduduk, dan rumah ibadah. Budaya gotong royong ini
mulai dari dulu sampai sekarang telah menjadi ciri khas budaya masyarakat di
sekitar wilayah penelitian.
Salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan
adalah masalah kependudukan (demografi). Aspek kependudukan merupakan
basis yang secara tidak langsung membentuk hampir semua aspek kehidupan. Data-
data pokok kependudukan bergerak, bergeser, dan bermutasi seiring perjalanan
waktu, yang umumnya disebabkan oleh proses migrasi, natalitas, maupun
mortalitas. Bila dihitung, rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kota Sawahlunto
selama lima tahun terakhir adalah 0,71 persen, sedangkan rata-rata laju
pertumbuhan penduduk Provinsi Sumatera Barat adalah 1,76 persen. Perkembangan
jumlah penduduk Kota Sawahlunto dapat dilihat pada Tabel 16.
59

Tabel 16. Perkembangan jumlah penduduk Kota Sawahlunto


Jumlah Penduduk Pertumbuhan
No Tahun
(jiwa) (%)
1. 2000 50.875 -
2. 2001 51.065 0,37
3. 2002 51.533 0,92
4. 2003 52.562 2,00
5. 2004 52.457 -0,20
6. 2005 52.708 0,48
Sumber : Bappeda Kota Sawahlunto, 2006

Dari Tabel 16 terlihat bahwa pada tahun 2004 telah terjadi penurunan
jumlah penduduk Kota Sawahlunto dibanding tahun 2003 sebesar 0,20 persen.
Hal tersebut diduga berkaitan erat dengan pemutusan hubungan kerja yang terjadi
pada perusahaan batubara PT BA-UPO akibat berkurangnya produksi. Sebagian
yang terkena PHK memutuskan untuk keluar dari Kota Sawahlunto untuk mencari
pekerjaan pengganti dan sebagian lagi pindah kerja ke Kantor Pusat PT BA-UPO
yang berada di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Namun di tahun 2005, kondisi
pertumbuhan penduduk terlihat sudah mengalami sedikit peningkatan (0,48
persen), sehingga jumlah penduduk menjadi 52.708 jiwa.
Hasil registrasi penduduk akhir tahun 2005, didapatkan kepadatan
penduduk Kota Sawahlunto secara rata-rata adalah sebesar 192,75 jiwa/km2, telah
terjadi peningkatan sebesar 0,48 persen bila dibandingkan dengan kepadatan
penduduk rata-rata di tahun 2004, yang sebesar 191,83 jiwa/km2. Data kepadatan
penduduk di wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Jumlah dan distribusi penduduk di wilayah penelitian


Luas Rasio
Jumlah Kepadatan
Desa/Kelurahan Wilayah Laki-laki Perempuan Jenis
Penduduk (jiwa/km2)
(km2) Kelamin
1 Kolok Mudik 873 8,52 102 405 468 86,5
2 Kolok Nan Tuo 1.134 16,76 68 539 595 90,6
3 Sikalang 1.635 6,59 248 816 819 99,63
4 Salak 1.067 6,6 162 531 536 99,07
5 Sijantang Koto 1.061 6,4 166 536 525 102,1
5.770 44,87
Sumber : BPS Kota Sawahlunto, 2006
60

Dari Tabel 17 terlihat bahwa rata-rata kepadatan penduduk di wilayah


penelitian adalah 149 jiwa/km2, dengan kepadatan penduduk yang terpadat di
Desa Sikalang (248 jiwa/km2) dan kepadatan penduduk terjarang berada di Desa
Kolok Nan Tuo (68 jiwa/km2).

Objek Wisata yang Telah Ada

Pembangunan fisik objek wisata saat ini yang telah dikembangkan di


kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam antara lain Objek Pacuan Kuda,
Breeding farm, Dermaga Danau Kandi, Wisata Air Danau Tandikat, Sirkuit Road
Race dan Arena Motocross (untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11).
Berikut deskripsi singkat tentang kondisi masing-masing objek wisata yang telah
ada, antara lain:

- Objek Wisata Pacuan Kuda


Terletak di bagian utara wilayah penelitian dengan standar nasional. Luas
lahan yang disediakan 39,69 Ha, pada ketinggian 300 m dpl dengan status milik
Pemerintah Kota Sawahlunto (Gambar 12). Fasilitas pendukung yang tersedia saat
ini berupa: (1) track pacuan dengan panjang 1.400 meter dan lebar 20 meter; (2)
tribune VVIP dengan kapasitas 300 penonton, tribune VIP dengan kapasitas 500
penonton, tribune masyarakat dengan kapasitas lebih dari 30.000 penonton ; (3)
kandang kuda dengan kapasitas 200 ekor kuda; (4) dua unit tower judge dan
steward; (5) jalan aspal menuju kawasan; (6) jalan kuda, foto finish, Mounting
Yard, Saddling Paddock; dan (7) sarana penunjang lainnya seperti mushalla,
toilet, kafetaria, dan lahan parkir permanen dan non permanen.

Gambar 11. Objek Wisata Pacuan Kuda Kandi.


61

Kendala yang ditemui di lapangan adalah kurang optimalnya pengelolaan


objek pacuan kuda ini. Begitu selesai sebuah event kejuaran, kondisi objek
menjadi tidak terawat, dimana sampah dan bekas bangunan tribune swadaya
masyarakat berserakan dimana-mana, serta rumput yang dibiarkan tumbuh tak
beraturan.

- Breeding farm
Objek ini berada di bagian Barat kawasan bekas tambang Kandi-Tanah
Hitam atau tepatnya di pinggir Danau Tandikat. Luas lahan yang tersedia 11.00
Ha, berada di ketinggian 290 m dpl. Status milik Pemerintah Kota Sawahlunto
dan merupakan kawasan peternakan sapi terbesar di kota ini (Gambar 13). Sarana
yang tersedia saat ini adalah sapi 200 ekor dan kandang dengan kapasitas 400
ekor, lahan rumput, akses jalan ke lokasi serta sumber air. Peternakan ini dikelola
oleh PT. Lembu Betina Subur yang merupakan perusahaan patungan antara
Pemerintah Kota Sawahlunto dengan investor swasta (PT. Lembu Jantan
Perkasa) dari Jakarta. Peternakan sapi ini dibangun dalam bentuk demplot-
demplot dan membuka kesempatan bagi masyarakat untuk belajar beternak.

Gambar 12. Objek Breeding farm Kandi.

- Taman Satwa Kandi


Objek wisata ini berdiri pada lahan seluas 2 Ha dan berada pada ketinggian
275 m dpl. Pembangunan objek ini ditujukan sebagai objek wisata yang bisa
dikunjungi tiap hari dan merupakan tahap awal dari rencana untuk pembangunan
objek yang lebih besar lagi yaitu Taman Safari Kandi. Sarana yang terdapat pada
objek ini sudah cukup memadai dan waktu penelitian dilakukan, lokasi ini
merupakan tempat pengambilan kuesioner kepuasan konsumen.
62

Gambar 13. Peta Jenis dan Lokasi Objek Wisata yang Ada.
63

Prasarana jalan di objek Taman Satwa cukup memadai ditambah dengan


adanya tempat parkir yang luas di sebelah kiri gerbang utamanya. Sarana yang
tersedia berupa : (1) gerbang jaga yang sekaligus tempat penjualan tiket masuk;
(2) pos keamanan; (3) mess bujangan tempat istirahat pengelola Taman Satwa; (4)
kandang berbagai jenis satwa seperti gajah, unta, rusa, kangguru, monyet, kelinci,
landak, kura-kura, ular, elang, merpati; (5) arena atraksi gajah dan kuda poni; (6)
gudang tempat penyimpanan dan pengolahan makanan satwa; (7) pos
pemeliharaan kesehatan satwa (pos karantina).
Selain tempat wisata, objek ini diharapkan oleh pengelola sebagai sarana
pembelajaran bagi generasi muda untuk dapat melindungi dan menyayangi satwa
(Gambar 14). Taman Satwa Kandi merupakan ikon berwisata ke kawasan bekas
tambang Kandi-Tanah Hitam.

Gambar 14. Objek Wisata Taman Satwa Kandi.

- Rekreasi Air Danau Tandikat


Berada bersebelahan dengan objek Breeding farm, merupakan kawasan
wisata air dan pemancingan. Luas danau keseluruhan 14 Ha dan berada pada
ketinggian 280 m dpl. Kawasan masih asri dan indah, dengan kedalaman danau ±
5 meter dan berbentuk seperti boomerang (Gambar 15). Fasilitas yang tersedia
saat ini yaitu : (1) Dermaga untuk wisata air; (2) 5 unit sepeda air; (3) 1 unit boat
64

dan 1 unit rakit kayu; (4) 100 ekor angsa dan 60 ekor itik air; dan (5) arena
pemancingan di seputar danau dengan potensi 1 (satu) ikan ton yang pernah
dimasukkan oleh Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto.
Objek rekreasi air ini dikelola oleh dua orang penjaga yang diambil dari
masyarakat setempat dan setiap harinya selalu berada di lokasi untuk melayani
wisatawan yang ingin memanfaatkan jasa penyewaan sepeda air, rakit maupun
motorboat yang ada. Disamping itu mereka juga bertugas membersihkan,
merapikan dan merawat bunga-bunga yang ditanam di sekitar objek wisata
rekreasi air ini.

Gambar 15. Objek Wisata Rekreasi Air Danau Tandikat.

- Dermaga Danau Kandi


Objek ini berada di pinggir Danau Kandi yang terletak pada ketinggian
220 m dpl, dengan luas lahan yang tersedia ± 2 Ha. Fasilitas yang ada berupa
dermaga permanen yang biasanya digunakan sebagai tempat rekreasi keluarga
oleh pengunjung yang datang ke sana. Pemandangan sangat indah, karena danau
ini bersebelahan dengan Batang Ombilin (Gambar 16). Danau ini terbentuk akibat
merembesnya badan sungai dari Batang Ombilin ke kolong bekas tambang yang
dikelola oleh sub kontraktor dari PT. BA-UPO yaitu PT. AIC.
65

Gambar 16. Objek Wisata Dermaga Danau Kandi.

- Arena Road Race


Di bagian tengah wilayah penelitian tepatnya di selatan Danau Tandikat,
terdapat arena Road Race dengan sirkuit berstandar nasional pertama di Sumatera
Barat (Gambar 17). Luas lahan yang tersedia 10 Ha milik Pemerintah Kota
Sawahlunto. Sarana yang tersedia antara lain adalah : (1) Track sirkuit berstandar
nasional sepanjang 1,2 km lengkap dengan fasilitas penunjangnya.
Potensi dari objek ini adalah salah satu olahraga yang digemari oleh
generasi muda dan berada pada lokasi jalan utama kawasan wisata ini sehingga
mudah dijangkau oleh pengunjung. Waktu penelitian berlangsung, objek wisata
ini sedang dalam tahap pembuatan track sirkuit dan prasarana pendukung lainnya.

Gambar 17. Objek Wisata Sirkuit Road Race Kandi.


66

- Sirkuit Motocross
Objek olahraga bermotor ini berada di bagian Selatan kawasan bekas
tambang tepatnya di sekitar Danau Tanah Hitam dengan luas lahan yang tersedia
± 10 Ha (Gambar 18). Pembangunan dan pengembangannya dibiayai oleh pihak
swasta yang merupakan pengusaha batubara setempat. Sirkuit ini sudah terdaftar
dalam kalender tetap IMI Sumatera Barat sebagai tuan rumah penyelenggaraan
kejuaraan motocross. Sarana yang tersedia dalam arena ini antara lain adalah: (1)
Track sirkuit standar nasional; (2) Paddock; (3) Tower; (4) Mushalla, toilet dan
kafetaria; (5) Tribune permanen.
Dalam eksebisi kejuaraan motocross yang diadakan pada bulan Agustus
2007, event ini dihadiri oleh crosser-crosser nasional dan mendapat pujian dari
semua tim yang ikut terhadap kualitas halang rintang yang ada. Kendala yang
ditemui di lapangan tidak ada karena dalam pelaksanaan setiap event kejuaraan,
pengelola objek ini tetap berkoordinasi dengan pemerintah setempat melalui
Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto.

Gambar 18. Objek Wisata Motocross Tanah Hitam.

Disamping itu terdapat beberapa atraksi dan objek wisata lain yang cocok
dibangun pada kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam, yang saat ini sedang dalam
tahap penelitian pengembangan, seperti:

(1). Objek Wisata Air Danau Kandi berupa banana boat, perahu naga dan
jet ski;
(2). Camping ground yang berlokasi di sebelah Barat Danau Tandikat
yang berdampingan dangan rencana pengembangan sarana Outbound,
dengan lahan yang tersedia seluas 2 Ha;
67

(3). Stadion Olahraga dengan lahan yang tersedia seluas 9,5 Ha yang
berlokasi di tengah kawasan wisata ini. Pembangunannya objek
olahraga ini bertujuan untuk mengantisipasi kebutuhan sarana
olahraga yang semakin meningkat;
(4). Hotel, cottage dan penginapan yang pembangunannya menunggu
investor yang berminat untuk melakukan investasi; dan
(5). Taman Safari yang rencananya merupakan pengembangan dari Objek
Taman Satwa yang ada sekarang ini.

Potensi Pengembangan Pariwisata

Alasan kuat mengapa kawasan bekas tambang ini dipilih sebagai basis
kegiatan wisata oleh pemerintah Kota Sawahlunto, seiring dengan berakhirnya
aktivitas penambangan batubara di kawasan Kandi-Tanah Hitam adalah:
(1). karena perkembangannya sebagai tambang batubara tertua di Indonesia.
Tambang yang lebih dikenal sebagai tambang batubara Ombilin ini telah
menyimpan riwayat yang mengenaskan ketika pada tahun 1892 kekayaan
alamnya mulai dikuras dengan mengerahkan buruh paksa;
(2). dapat dikembangkan pusat latihan pertambangan dan penelitian batubara
yang ada dengan memanfaatkan pengalaman serta peninggalan bekas
tambang batubara yang ada. Upaya ini dapat mendatangkan pengunjung
yang dikategorikan sebagai wisatawan budaya;
(3). kegiatan pertambangan telah menyediakan dan meninggalkan banyak
prasarana, fasilitas dan instalasi yang dapat digunakan untuk kegiatan
wisata selain juga menjadi objek wisata sendiri. Jaringan jalan, jaringan rel
dan stasiun kereta api, telekomunikasi, instalasi air bersih, pelayanan
kesehatan yang semula dibangun untuk mendukung operasi tambang, danau-
danau dan bukit-bukit hasil aktivitas penambangan yang dapat
dikembangkan dan dialihkan untuk keperluan pariwisata; dan
(4). dari kaitan tidak langsung atas kegiatan tambang di Kota Sawahlunto,
telah muncul tokoh-tokoh, peristiwa-peristiwa bersejarah dan nama Kota
Sawahlunto sendiri yang dikenal oleh masyarakat internasional.
68

Kemudian dalam konstelasi regional Sumatera Barat, kawasan bekas


tambang Kandi-Tanah Hitam merupakan bagian dari Satuan Pengembangan
Pariwisata (SPP) Kota Sawahlunto dan termasuk dalam Wilayah Pengembangan
Pariwisata (WPP) III yang berpusat di Kota Solok. Secara eksisting WPP III
(Solok) ini kurang berkembang dibandingkan WPP I (Bukittinggi) dan WPP II
(Padang). Oleh sebab itu peluang pengembangan kegiatan wisata di kawasan
bekas tambang Kandi-Tanah Hitam diharapkan berasal dari limpahan dari Pusat
WPP I (Kota Bukittinggi) dan Pusat WPP II (Kota Padang).
Kota Bukittinggi sebagai kota tujuan wisata utama Sumatera Barat
mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, terlihat dari adanya tuntutan
pemekaran Kota Bukittinggi yang bertujuan untuk melayani kebutuhan
masyarakatnya secara optimal. Selain itu Kota Padang juga mengalami
pertumbuhan yang cukup pesat dengan salah satu indikator adalah tingginya
kenaikan jumlah penumpang pesawat dan lalu lintas penerbangan di Bandara
Internasional Minangkabau.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dinilai bahwa peluang pengembangan
kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam untuk kegiatan wisata tambang
cukup besar. Tingkat kemudahan pencapaian (aksesibilitas) yang cukup tinggi
dari Kota Padang (± 96 km / ± 2,5 jam) dan dari Kota Bukittinggi (± 105 km / ±
2,5 jam) melalui jalan aspal dengan kondisi baik, turut mendorong percepatan
pertumbuhan pariwisata di kawasan ini.
Dalam konstelasi regional (Sumatera Barat-Riau), kawasan bekas tambang
Kandi-Tanah Hitam merupakan satu-satunya daerah bekas tambang batubara
dengan sistem tambang terbuka yang tertua di Indonesia. Kemudian secara
geografis kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam yang berlokasi di bagian
timur Propinsi Sumatera Barat dan berdekatan dengan Propinsi Riau, sehingga
dapat dikatakan bahwa peluang pengembangan kegiatan wisata tambang di
kawasan ini cukup besar karena dapat melayani Propinsi Sumatera Barat dan
Propinsi Riau.
Khusus untuk Propinsi Riau, faktor lain yang dapat mendorong
pengembangan kegiatan wisata di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam
adalah:
69

(1). tingkat perekonomian masyarakat Propinsi Riau lebih tinggi daripada


masyarakat Propinsi Sumatera Barat;
(2). sebagian dari penduduk Propinsi Riau berasal dari Propinsi Sumatera
Barat termasuk dari wilayah ini;
(3). aksesibilitas (tingkat kemudahan pencapaian) yang cukup tinggi, dimana
dapat dicapai melalui jalur:
(a) jalan darat melalui jalur utara (melalui Payakumbuh-Batusangkar dan
atau Bukittinggi-Batusangkar) atau jalur selatan (melalui jalan Lintas
Sumatera-Sawahlunto/Sijunjung ) dengan kondisi jalan yang bagus
berupa jalan aspal;
(b) jalan udara melalui Bandara Tabing (via Padang – Solok); dan
(4). keberadaan PLTU Sijantang yang tidak hanya melayani Propinsi Sumatera
Barat tetapi juga melayani wilayah Propinsi Riau dan Jambi. Lebih jelas
mengenai pencapaian ke kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam
dalam konstelasi regional dapat dilihat pada Gambar 19.

Potensi Biofisik Kawasan Bekas Tambang

- Geologi
Berdasarkan formasi geologinya (Gambar 7), kawasan bekas tambang
Kandi-Tanah Hitam terdiri dari formasi Batuan Gunung Api seluas 27,96 Ha,
formasi Ombilin seluas 3,46 Ha dan formasi Sangkarewang seluas 368,26 Ha.
Potensi bahaya sesar (pergerakan tanah) di kawasan bekas tambang ini
terlihat adanya yaitu Sesar Normal di bagian utara dan timur kawasan Kandi-
Tanah Hitam, Sesar Naik juga di bagian Timur Kawasan Kandi-Tanah Hitam dan
Sesar Geser yang terdapat di bagian Selatan Kawasan Kandi-Tanah Hitam. Sesar
yang paling berbahaya (resiko tinggi) adalah sesar geser, sehingga perlu dihindari
untuk kawasan budidaya, atau jika digunakan harus memenuhi persyaratan
konstruksi tertentu. Indikasinya tersebut dapat terlihat di Desa Sikalang yang
termasuk dalam zona sesar geser dimana bangunan-bangunan lamanya terbuat
dari kayu dan jaringan pipa airnya berada di atas tanah. Objek wisata yang
terbangun sekarang tidak berada pada resiko sesar tersebut, sehingga aman untuk
pengembangan objek wisata.
70

- Lereng
Ditinjau dari topografi dan lereng, maka dapat dikatakan bahwa kawasan
bekas tambang Kandi-Tanah Hitam secara topografis terletak pada ketinggian
antara 210-350 m dpl, mempunyai kondisi topografi yang beragam yaitu relatif
datar di sekitar Danau Tandikat dan Danau Tanah Hitam, berbukit-bukit dan
memiliki beberapa kawasan yang curam dengan lereng diatas 40% di sekitar
Danau Kandi. Kondisi topografi yang beragam ini menjadikan pemandangan alam
di kawasan ini sangat atraktif dan berpotensi untuk pengembangan wisata alam
dengan berbagai kegiatan atraksi wisata rekreasi dan tamasya.
Lereng berpengaruh pada tingkat erosi, penentuan jenis vegetasi, arah
aliran saluran drainase, serta jenis kegiatan fisik yang akan dikembangkan. Secara
umum semakin tinggi tingkat lereng, semakin besar pula kendala pembangunan
fasilitas fisik. Lereng yang curam menyebabkan peningkatan dalam biaya
konstruksi, membutuhkan penelitian yang harus akurat dan faktor utama penyebab
terjadinya erosi. Walaupun demikian dengan rekayasa teknologi, tidak tertutup
kemungkinan untuk memanfaatkan lahan dengan lereng yang agak curam
tersebut. Kegiatan tambang batubara yang dimulai pada tahun 1990 pada kawasan
Kandi-Tanah Hitam, merupakan penyebab utama perubahan topografi dan lereng
kawasan ini. Hal ini terlihat dari kawasan yang dulunya berupa bukit telah
berubah menjadi lembah dan danau. Perubahan yang terjadi semakin parah karena
adanya aktivitas tambang liar yang terjadi dari tahun 1998 hingga tahun 2006.
Berdasarkan pola distribusi kelas lereng yang terdapat pada Tabel 7,
persentase dari luas kawasan bekas tambang yang mempunyai lereng agak curam
sampai curam (lereng 16-40%) adalah sebesar 81 persen yang tersebar di seluruh
kawasan, 9 persen dari luas kawasan mempunyai lereng landai sampai agak curam
71

PEKANBARU

PAYAKUMBUH
BUKITTINGGI

BATUSANGKAR

PADANG PANJANG KILIRANJAO


PARIAMAN
SAWAHLUNTO

LUBUK ALUNG

SOLOK

PADANG

Keterangan

Ibukota Propinsi

Pusat WPP

Pusat SPP

Ibukota Kecamatan

Wilayah penelitian

Menuju Lokasi Wisata

Menuju Lokasi Lain

Gambar 19. Pencapaian Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam Dalam


Konstelasi Regional.
72

(lereng 9-15%) yang sebagian besar berada dekat lahan dengan lereng 0-8%,
berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata hiking, berkemah dan
outbound dengan tetap memperhatikan faktor pembatas untuk tiap jenis objek
yang akan dikembangkan. Sebesar 7 persen dari luas lahan kawasan ini
mempunyai lereng datar sampai agak landai (lereng 0-8%) yang berada sebagian
areal bekas tambang, berpotensi untuk dikembangkan sebagai lokasi
pengembangan objek fisik seperti stadion olahraga, cottage atau hotel. Sisanya
lahan yang mempunyai lereng sangat curam (lereng lebih dari 40%) yang
dominan berada di bagian Timur kawasan bekas tambang, berpotensi untuk
dikembangkan sebagai objek hutan wisata atau dipertahankan fungsinya sebagai
areal konservasi bagi daerah sekitarnya (Gambar 8). Walaupun sebagian besar
dari kawasan ini mempunyai lereng agak curam, namun masih dimungkinkan
untuk pembangunan dan pengembangan sarana dan objek wisata serta prasarana
jalan kawasan dengan mengikuti bekas jalan tambang yang telah ada.

- Hidrologi
Potensi hidrologi kawasan ini dengan adanya dua sungai besar yaitu
Batang Ombilin dan Malakutan serta dua sungai kecil yaitu Batang Lurah Gadang
dan Tandikat. Sungai-sungai itu dimanfaatkan sebagai sumber air bersih dan
sedikit untuk pertanian. Sungai-sungai itu juga dimanfaatkan oleh Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) maupun oleh PT. BA UPO sebagai air baku, untuk
selanjutnya diolah menjadi air bersih.
Keadaan geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah secara bersama-
sama membentuk pola aliran sungai-sungai itu. Pola sungai-sungai di Sawahlunto
umumnya adalah dendritik atau berbentuk bulu burung, dengan anak-anak sungai
yang mengalir pada lembah perbukitan menuju sungai utama. Ditinjau dari arah
sungai yang ada, sungai-sungai ini mengalir pada suatu daerah aliran sungai, yaitu
Batang Ombilin yang meliputi sub daerah aliran Batang Lunto, daerah aliran
Batang Lasi, dan daerah aliran Batang Parambahan yang akhirnya mengalir pada
daerah aliran Batang Ombilin.
Ada wacana dari Pemerintah Kota Sawahlunto untuk memanfaatkan
potensi sungai-sungai tersebut sebagai pengembangan obyek wisata. Batang
Lunto yang melintasi Kota Sawahlunto telah diubah menjadi kanal kota, dan telah
73

menjadi bersifat urban. Tebingnya tidak lagi alami, tetapi telah menggunakan
turap (retaining wall) dengan tembok penahan tanah dan digunakan untuk
mendirikan bangunan.
Pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam juga terdapat 3 (tiga)
danau dengan pemandangan cukup indah, yaitu:
- Danau Kandi yang terbentuk akibat aktivitas penambangan batubara ;
- Danau Tanah Hitam yang juga terbentuk akibat aktivitas penambangan
batubara; dan
- Danau Tandikat yang terbentuk akibat adanya timbunan material bekas
tambang batubara dan menghalangi aliran sungai.
Potensi hidrologi yang beragam ini dimanfaatkan untuk pengembangan
wisata rekreasi air dan pemancingan seperti yang dilakukan pada Objek Wisata
Air Danau Tandikat serta untuk objek wisata pemandangan alam yang dapat
ditemukan pada Objek Wisata Danau Kandi. Potensi air Danau Tandikat saat ini
dimanfaatkan untuk kebutuhan air bagi satwa yang ada dan untuk menyiram
bunga yang terdapat disepanjang jalan Taman Satwa. Pada objek Breeding farm,
potensi air dari Danau Tandikat dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum sapi-
sapi yang ada serta untuk membersihkan kotoran sapi yang ada di kandang setiap
harinya. Air danau yang ada dinaikkan dengan pompa air dan ditampung dalam
tangki air yang telah disediakan sebelumnya.
Selain itu untuk memaksimalkan potensi danau yang ada dan untuk
menambah pendapatan masyarakat Nagari yang ada di sekitar kawasan bekas
tambang ini, pemerintah daerah telah mengalokasikan dana dan lahan untuk
pembuatan tambak ikan air tawar di pinggiran Danau Kandi. Masing-masing
Nagari hak dan izin untuk mengelola tambak-tambak yang telah disediakan
tersebut dengan bimbingan teknis dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perikanan
Kota Sawahlunto.
Untuk potensi air tanah, berdasarkan laporan Bantek Penyusunan Rencana
Tata Ruang Kawasan Pertambangan Batubara (Depkimprawil, 2003) berkisar
antara kedalaman 5-10 meter pada wilayah yang relatif datar (dekat sungai) dan 10-
25 meter pada wilayah berbukit (jauh dari sungai). Fasilitas air bersih merupakan
kebutuhan utama untuk kemajuan sebuah objek wisata yang
74

dikembangkan. Menyadari pentingnya fungsi fasilitas tersebut, pemerintah daerah


telah bekerja sama dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk
membangun jaringan distribusi air minum yang direncakanan akan melewati
seluruh objek wisata yang ada pada kawasan ini. Saat penelitian ini berlangsung,
jaringan distribusi yang telah terpasang baru mencapai objek wisata Danau Kandi.

- Tanah
Jenis tanah asli kawasan bekas tambang ini didominasi oleh Podsolik
Merah Kuning, tingkat kesuburan tanah yang rendah, ketebalan solum 100-150
cm, bertekstur lempung liat berpasir di horizon atas dan lempung berliat dihorizon
bawah. Sangat miskin unsur hara, pH ± 4,2 dengan kandungan C-organik, N, P, K
dan kejenuhan basa sangat rendah. KTK rendah dan kejenuhan Al tinggi (>40%),
sehingga perlu tanaman yang toleran terhadap keracunan aluminium. Melihat
kondisi tanah dan topografi (lereng) maka dapat ditanami tanaman keras (misal
angsana, lamtoro, pinang dan akasia) serta tanaman buah-buahan (jambu,
belimbing, rambutan, manggis, sirsak, jambu bol, alpukat dan nangka). Untuk
tujuan penghijauan disesuaikan dengan objek wisata yang akan dikembangkan.
Lahan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam tidak sesuai dipergunakan
untuk kegiatan produksi pertanian dan harus dibiarkan dalam keadaan alami atau
dibawah vegetasi alam. Lahan ini dapat dipergunakan untuk daerah rekreasi alam
atau hutan lindung (konservasi). Faktor penghambat yang tidak dapat diperbaiki
lagi dari tanah ini adalah: (1) erosi yang cukup berat karena berasal dari timbunan
material bekas tambang; (2) kemiringan lereng yang cukup besar atau terjal; (3)
berbatu-batu; dan (4) kapasitas menahan air yang rendah.Sebagaimana yang
dijumpai dilapangan dan didukung oleh data fisik tanah dari Bagian Pengelolaan
Lingkungan PT BA-UPO, lahan dikawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam
mempunyai tingkat kesuburan rendah, terdapat banyak batuan dan cadas sehingga
sulit untuk ditembus oleh perakaran.
Data hasil survei Bantuan Teknis (Bantek) (Depkimpraswil, 2003), bahwa
kawasan bekas tambang ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai kawasan
wisata dengan tetap mempertimbangkan faktor penghambat dari kemampuan
lahan tersebut. Penempatan objek fisik yang akan dibangun tetap memperhatikan
daya dukung lahan dan lingkungan serta tetap mempertahankan fungsinya sebagai
75

daerah konservasi (daerah tangkapan air). Pembangunan objek-objek yang ada


dilakukan bersamaan dengan penanaman pohon pelindung di sekitarnya dan
membuat arah aliran drainase yang baik, sehingga selain menambah aspek
keindahan juga merupakan salah satu usaha dalam memperbaiki kualitas lahan
dan untuk mengurangi resiko erosi dan longsor di sekitar objek wisata tersebut.

- Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan saat ini pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah
Hitam, secara garis besar didominasi oleh semak seluas 185,83 Ha (46,46%) dan
hutan belukar seluas 150, 18 Ha (37,55%), terlihat pada Gambar 19. Untuk lahan
terbangun terkonsentrasi di luar kawasan yang diserahkan yaitu berada di
sepanjang jalan kota (Desa Santur-Desa Kolok Nan Tuo) dan jalan propinsi (Desa
Santur-Desa Sijantang). Lebih lengkap tentang penggunaan lahan eksisting
terlihat pada Tabel 18. Penggunaan lahan kawasan saat ini didominasi oleh semak
dan pohon akasia hasil reboisasi yang telah dilakukan oleh PT BA-UPO dari tahun-
tahun sebelumnya serta hutan belukar yang berada disekitar Danau Tandikat yang
memanjang sampai ke Selatan. Potensi lahan yang masih belum dijamah oleh
aktivitas pembangunan di kawasan bekas tambang berpeluang untuk dilakukannya
pengelolaan lahan secara optimal dan berkelanjutan.

Tabel 18. Penggunaan lahan eksisting (sekarang) Kawasan Kandi-Tanah Hitam


No Nama Luas (Ha) Persentase %
1 Hutan Belukar 150,18 37,55
2 Kebun Campuran 10,05 2,51
3 Perkebunan 2,02 0,51
4 Semak 185,83 46,46
5 Danau 51,92 12,98
Total 400,00 100,00

Jika dicocokan dengan arahan penggunaan lahan dari RTRW, dari 400 Ha
lahan bekas tambang yang diserahkan tersebut hanya seluas 177,37 Ha lahan yang
sesuai peruntukannya untuk resort wisata, sarana dan prasarana olahraga. Lahan
seluas 93,86 Ha berpotensi untuk pengembangan wisata rekreasi alam, dan seluas
37,24 Ha berpotensi dipertahankan sebagai kawasan hutan untuk tujuan
76

konservasi (Tabel 19). Potensi lainnya sebagai pengembangan kawasan


perkantoran dan pemukiman dengan tetap mempertimbangkan kondisi lahan yang
ada baik itu bahaya pergerakan tanah maupun peruntukan sebagai kawasan
konservasi.

Tabel 19. Kesesuaian penggunaan lahan menurut RTRW


No Peruntukan lahan Luas (Ha) %
1. Perkantoran 22,28 5,58
2. Perkebunan dan Hutan (Kawasan 37,24 9,32
lindung)
3. Danau/Perairan 51,92 12,99
4. Resort Wisata,Sarana & Prasarana 177,37 44,38
Olahraga
5. Daerah Hijau 93,86 23,48
6. Kampung/Pemukiman 17,00 4,25
Jumlah 399,67 100

Ditinjau dari distribusi penggunaan lahan terbangun berupa kampung


seluas 46,03 Ha, terlihat bahwa di bagian Selatan dan Timur dari kawasan bekas
tambang cenderung lebih dominan lahan terbangunnya dibandingkan dengan
bagian Barat dan Utara. Atas dasar itu dapat dikatakan bahwa bagian Selatan dan
Timur cenderung lebih maju dibandingkan bagian Barat dan Utara yang
disebabkan oleh:
(1). pengaruh pusat Kota Sawahlunto yang berlokasi di bagian Selatan
kawasan bekas tambang;
(2). pengaruh jalan propinsi (arteri sekunder) yang membentang dari Selatan-
Timur-Utara kawasan bekas tambang;
(3). kegiatan tambang batubara yang sebagian besar berlokasi di bagian Timur
kawasan bekas tambang;
(4). adanya pengembangan wilayah tersebut dengan pembangunan Kantor
Kepolisian Resort Sawahlunto dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) di bagian Timur kawasan bekas tambang atau tepatnya di desa
Sijantang Koto.
77

Gambar 20. Peta Penggunaan Lahan Eksisting (Sekarang) Kawasan i-Tanah Hitam.
78

Berdasarkan Stategi pokok pengembangan wilayah dari RTRW yaitu


pemanfaatan dan pengembangan ruang kota dengan memperhatikan potensi dan
sumberdaya yang ada untuk mendukung kegiatan diberbagai sektor,
pengembangan sistem pemukiman kota dan pengembangan infrastruktur kota,
pengembangan dan optimalisasi sarana dan prasarana, transportasi dan utilitas
kota melalui pengembangan pariwisata secara terencana akan mendorong kawasan-
kawasan hinterland untuk berkembang sebagai penunjang perkembangan kawasan
pusat dan sub pusat kota. Potensi pengembangan wilayah di sekitar kawasan bekas
tambang ini bisa dipacu dengan berkembangnya sektor pariwisata yang
menumbuhkan aktivitas ekonomi baru sejalan peningkatan aktivitas yang terjadi
pada kawasan wisata ini.
Pembentukan konsep struktur ruang dalam RTRW Sawahlunto 2004-2014
dipengaruhi oleh:
(1). kebutuhan dan kepentingan masyarakat lokal dalam kaitannya dengan
ketersediaan ruang;
(2). peran serta masyarakat dalam pembangunan dan menjaga kelestarian
lingkungan di wilayah kota Sawahlunto; dan
(3). rencana-rencana pembangunan yang telah ada dalam rangka
mewujudkan visi dan misi pengembangan kota Sawahlunto.
Untuk itu terdapat 4 (empat) skenario pengembangan dalam rangka
membentuk struktur ruang kota meliputi:
(1). pengembangan ekonomi;
(2). penyebaran penduduk;
(3). pengembangan kepariwisataan; dan
(4). pengembangan fisik.
Berdasarkan skenario pengembangan kota tersebut, maka di sekitar
kawasan bekas tambang termasuk dalam kawasan pengembangan Sub Pusat
Utama Kota, dimana peruntukan kawasannya adalah:
(1). kawasan Talawi sebagai daerah potensi pengembangan perdagangan
lokal dan pertenakan;
(2). kawasan Sijantang bekas penambangan tambang terbuka PT BA-UPO
yaitu daerah Kandi dan Tanah Hitam diperuntukkan sebagai kawasan
79

reboisasi yang produktif dengan mengembangkan Resort Wisata dan


Olahraga;
(3). kawasan Kolok meliputi Desa Kolok Nan Tuo, Desa Talago Gunung,
Desa Kolok Mudik dan Santur diarahkan sebagai kawasan pertanian,
peternakan, permukiman dengan tetap mempertahankan perkantoran
yang ada.
Melihat potensi pengembangan wilayah dan arahan RTRW yang ada,
maka pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang ini mempunyai
prospek yang cerah untuk lebih berkembang karena dikelilingi oleh kawasan
pengembangan kota yaitu sektor perdagangan, pertanian, peternakan dan
pemukiman.
Potensi ini ditunjang oleh ketersediaan lahan untuk pengembangan
pariwisata yang masih cukup luas pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah
Hitam. Hal ini didukung oleh keabsahan kepemilikan lahan yang secara hukum,
kawasan yang semula dikuasai oleh PT Bukit Asam-Unit Pertambangan Ombilin
(PT BA-UPO) selaku pemegang Kuasa atau konsensi Pertambangan (KP).
Berdasarkan nota kesepakatan (surat perjanjian) PT BA-UPO dengan Pemerintah
Daerah Kota Sawahlunto Nomor 06/08.04/2400000002/XI-2004 dan Nomor
080/11/Huk-Org/2004 tentang penyerahan pengelolaan kawasan bekas tambang
Kandi-Tanah Hitam kepada pemerintah daerah, maka secara status kepemilikan
lahan dapat dikatakan bahwa kawasan ini resmi milik Pemerintah Kota
Sawahlunto untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata dan olahraga.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa luas kepemilikan lahan yang
paling besar (42,05%) dimiliki oleh PT BA-UPO yaitu seluas 502,05 Ha.
Kemudian kepemilikan tanah Pemda seluas 414,13 Ha (34,68%), dan seluas
221,48 Ha (18,55%) dimiliki oleh Tanah Ulayat. Lebih jelas mengenai luas
kepemilikan lahan di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam dapat dilihat
pada Tabel 20 dan Gambar 21.
80

Tabel 20. Luas kepemilikan lahan kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam
No Nama Luas (ha) Persentase (%)
1 Tanah Hak Milik 28,10 2,35
2 Tanah Hak Pakai 12,65 1,06
3 Tanah Negara 15,59 1,31
4 Tanah Pemda 414,13 34,68
5 Tanah PT BA-UPO 502,05 42,05
6 Tanah Ulayat 221,48 18,55
Total 1.194,00 100,00
Sumber : BPN Kota Sawahlunto,2006

Masalah yang sering timbul pada kepemilikan suatu lahan adalah apabila
lahan yang dikelola menjadi menguntungkan (karena proses komoditisasi tanah),
maka masyarakat lokal mulai menggugat proses kepemilikan hak atas tanah
secara adat yang sebenarnya didorong oleh proses individualisasi kepemilikan.
Proses gugatan ini disebabkan oleh perkembangan ekonomi dan nilai
ekonomi dari suatu lahan, biasanya dilakukan oleh generasi selanjutnya yang tidak
mengetahui secara pasti duduk persoalan kepemilikan suatu lahan. Permasalahan
ini dijumpai pada saat penelitian dilakukan, dimana ada sebagian masyarakat yang
mencoba untuk memanfaatkan kawasan yang telah diserahkan ini untuk kegiatan
perkebunan dengan anggapan bahwa tanah di kawasan ini adalah milik ulayat
mereka waktu zaman dulunya. Terjadinya hal ini disebabkan karena kelengahan
instansi terkait yang tidak membuat patok atau batas kawasan yang telah
diserahkan dan kurang waspada akan efek negatif yang timbul dari pengembangan
suatu kawasan yaitu terjadinya perebutan lahan di sekitar kawasan.
Kepemilikan tanah di Sumatera Barat sangat khas, meskipun Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960 telah lama diberlakuan,
terutama dalam pengaturan pendistribusian tanah namun masyarakat disini sangat
kuat menganut hukum adat tentang tanah ulayat. Tanah Ulayat terbagi menjadi
tiga macam, yaitu tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku dan tanah ulayat kaum.
Tanah ulayat nagari adalah suatu bidang tanah yang didalamnya terdapat hak
nagari atas tanah yang dipergunakan untuk kepentingan umum dan dikuasai oleh
penghulu-penghulu nagari secara bersama-sama. Umumnya tanah ulayat ini
dipergunakan untuk fasilitas umum seperti tempat ibadah, pasar, balai adat dan
81

Gambar 21. Peta Kepemilikan Lahan Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam.
82

lain-lain. Tanah ulayat suku adalah tanah yang dimiliki dan dikelola oleh suatu
suku secara turun menurun, yang dikuasai oleh penghulu-penghulu dalam
persekutuan untuk kepentingan suku tersebut dan hanya anggota suku saja yang
dapat mempergunakannya. Tanah ulayat suku dalam perkembangannya dapat
menjadi tanah ulayat kaum, yaitu ketika hanya dikelola oleh satu kaum saja.
Kaum merupakan bagian dari suku, yaitu kelompok kekerabatan yang terdiri dari
satu suku yang tinggal di suatu jorong/dusun tertentu.
Hukum adat di Minangkabau memiliki konsep tersendiri tentang pola
pemilikan tanah, sehingga dalam pembebasan tanah yang mengandung batubara
mengalami proses berdasarkan pola-pola hukum adat tersebut. Ditinjau dari
sejarah cikal bakal berdirinya Kota Sawahlunto, ternyata pembebasan tanah untuk
lokasi penambangan telah diselesaikan secara hukum adat antara pihak Kaum
Adat selaku yang mempunyai hak ulayat dengan pemerintah Hindia Belanda
selaku pihak yang akan melakukan penambangan. Ada dua tahap yang harus
dilalui untuk bisa melakukan penambangan batubara pada zaman itu, yaitu
pembebasan tanah dari kaum adat dan konsensi penambangan dari pemerintah
kolonial Belanda (Asoka et al., 2005).
Permasalahan lainnya adalah adanya keengganan masyarakat untuk
menyerahkan lahan yang dianggap strategis oleh Pemerintah Daerah untuk
pembangunan sarana prasarana pendukung pengembangan pariwisata di kawasan
ini. Hal ini terjadi ketika Pemerintah Daerah berencana untuk mengganti rugi
lahan yang berada di bagian barat Danau Tandikat untuk penginapan atau cottage.
Keengganan tersebut disebabkan oleh jumlah ganti rugi yang ditawarkan tidak
sesuai dengan harapan masyarakat dan ditunjang oleh potensi lahan di sekitar
kawasan yang cukup strategis dimasa yang akan datang sehingga membuat
masyarakat tidak mau menjual lahan tersebut.

Potensi Perekonomian
Pengembangan pariwisata diharapkan mampu meningkatkan kegiatan
ekonomi masyarakat dan sekaligus berperan dalam upaya peningkatan
kesejahteraan dan pendapatan masyarakat serta pendapatan pemerintah daerah.
Peran serta pihak swasta dan pemerintah dalam penyelenggaraan pengembangan
pariwisata perlu lebih ditingkatkan dan dikembangkan dalam iklim kompetisi
83

yang sehat dan didasari dengan komitmen saling menguntungkan serta saling
menghidupi. Keadaan tersebut di atas tentunya merupakan suatu prakiraan yang
realitis, dengan asumsi bahwa secara umum prakiraan sasaran pengembangan
pariwisata adalah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat dengan
indikator peningkatan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat.
Apabila diuraikan menurut sektor yang menyusun struktur perekonomian
Kota Sawahlunto tahun 2005, ternyata didominasi oleh tiga sektor yang
merupakan andalan pada masing-masing kelompoknya yaitu Sektor Jasa-jasa
(24,96%), Sektor Pertambangan dan Penggalian (24,36%) serta Sektor Industri
Pengolahan (12,05%).
Dilihat dari struktur PDRB Kota Sawahlunto tahun 2005 (Gambar 22)
lebih banyak diciptakan oleh kelompok sektor tersier (sekitar 49,41%) daripada
kelompok sektor primer (31,81%) dan kelompok sektor sekunder (18,78%).
Dalam kelompok sektor tersier, sektor jasa-jasa merupakan merupakan sektor
yang memberikan kontribusi terbesar kepada PDRB Kota Sawahlunto. Kelompok
sektor primer yang memberikan sumbangan terbesar adalah sektor Pertambangan
dan Penggalian. Kemudian pada kelompok sektor sekunder, sektor Industri
Pengolahan merupakan pemberi kontribusi terbesar kepada PDRB Kota
Sawahlunto.

Gambar 22. Kontribusi Kelompok Sektor PDRB atas Dasar Harga Berlaku
(Persen).
84

Perekonomian di kawasan penelitian ditopang dengan adanya 2 pasar yaitu


di Desa Kolok Mudik dan Talawi Hilir. Aktivitas ekonomi masyarakat di
sepanjang jalan dari Desa Santur sampai ke Desa Kolok Mudik mulai tumbuh
yang ditandai dengan berdirinya beberapa rumah toko (Ruko), toko alat kebutuhan
rumahtangga, toko bangunan, penginapan, dan klinik swasta. Begitu juga di
sekitar Desa Sikalang sampai Desa Salak juga tumbuh aktivitas perekonomian
baru seperti ruko, rumah makan, bengkel mobil dan sepeda motor, pengemudi
ojek ke kawasan wisata dan beberapa penginapan kecil.
Aktivitas ekonomi masyarakat di sekitar kawasan bekas tambang terus
tumbuh dan berkembang sejak adanya rencana pengembangan wisata di kawasan
Kandi-Tanah Hitam dan pembangunan Kantor Polisi Resort Kota Sawahlunto di
Desa Sijantang. Aktivitas ekonomi masyarakat sebelah timur kawasan bekas
tambang didominasi aktivitas buruh tambang pada PT BA-UPO, buruh tambang
liar dan karyawan pada PLTU Sijantang, sedangkan yang di sebelah barat
kawasan bekas tambang lebih didominasi oleh sektor pertanian, perkebunan,
perdagangan dan jasa.
Data kunjungan wisatawan Kota Sawahlunto (Tabel 21) memperlihatkan
kenaikan dari tahun ke tahun, dan mencapai puncak pada tahun 2006 dengan
jumlah pengunjung sebanyak 376.220 orang wisatawan. Hal ini disebabkan
karena mulai berkembangnya beberapa objek wisata yang ada di Kota Lama
(Penataan Kota Lama, Taman Lapangan Segitiga, Museum Gudang Ransum dan
Museum Kereta api) dan di kawasan Muaro Kalaban (Waterboom dan Kereta api
wisata). Data kunjungan ke kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam
memperlihatkan bahwa arus wisatawan lokal yang datang ke kawasan bekas
tambang mencapai puncaknya pada waktu pelaksanaan kalender event kejuaraan
olahraga ketangkasan seperti pacu kuda dan motocross. Untuk kunjungan
wisatawan terhadap objek wisata yang bisa dikunjungi harian seperti objek wisata
Dermaga Danau Kandi, wisata air Danau Tandikat, dan Taman Satwa Kandi
belum begitu banyak dikunjungi karena baru saja selesai dibangun pada akhir
tahun 2006, serta masih minimnya ketersediaan prasarana penunjang yang
tersedia pada masing-masing objek wisata tersebut.
85

Tabel 21. Jumlah kunjungan wisatawan di Kota Sawahlunto


Jumlah Kunjungan
No Objek Wisata Ket
2003 2004 2005 2006 2007*
1 Wisata Ziarah 3.545 2.350 2.449 1.500 4.077
2 Museum Gudang Ransum - - 894 5.139 726
3 Museum Kereta Api - - 418 139 -
4 Kolam Renang Air Dingin 9.200 8.695 27.929 10.799 248.601
5 Kereta Api Wisata - 3.200 4.820 3.615
6 Wisata MICE (Meeting, Insentive, -
49 180 678 706
Convention, Exebition)
7 Taman Satwa Kandi - - - 4.322 13.764
8 Pacu Kuda Open Race Lokal - - - 200.000 -
9 Kejurnas Pacu Kuda - - - 150.000 -
10 Motor Cross - - - - 10.000
Jumlah 12.794 14.425 37.188 376.220 277.168
Sumber: Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto, 2007
* Data per Juli 2007

Bila ditinjau dari segi alokasi dana untuk kegiatan pengembangan


pariwisata dari tahun 2001 sampai tahun 2007, menunjukkan adanya peningkatan
dari tahun ke tahun, dan mencapai puncaknya pada tahun 2007 sebesar Rp.8,045
milyar, terlihat pada Gambar 23.

Gambar 23. Alokasi Anggaran Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto.

Alokasi ini terbagi dalam beberapa pos pengembangan, yaitu


pengembangan sarana prasarana, promosi, dan peningkatan kualitas sumberdaya
manusia di bidang pariwisata. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah
86

dalam memajukan pariwisata di daerah ini sebagai daerah tujuan wisata untuk
wilayah Sumatera Barat.
Keseriusan tersebut berdampak positif terhadap kontribusi sektor
pariwisata terhadap pembentukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2007
(Tabel 22). Data yang didapat dari Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto,
peningkatan yang terjadi dalam 3 (tiga) tahun terakhir menunjukkan bahwa PAD
dari sektor pariwisata tahun 2005 sebesar Rp. 179,155 juta meningkat menjadi
Rp.322,585 juta pada tahun 2006. Target PAD Kota Sawahlunto tahun 2007 dari
keseluruhan sektor sebesar Rp.20,213 milyar, data yang didapat dari Kantor
Pendapatan Daerah Kota Sawahlunto mengenai pemasukan dari sektor pariwisata
adalah sebesar Rp.2,859 milyar. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata
telah berperan dalam peningkatan PAD Kota Sawahlunto yaitu sebesar 14,14
persen.

Tabel 22. Data kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah
Tahun
No Objek
2005 2006 2007*
1 Pemandian Air Dingin (Waterboom) 7.200.000 36.000.000 2.500.000.000
2 Hotel & Restoran 171.953.271 262.733.622 234.400.000
3 Museum Gudang Ransum 0 10.000.000 1.000.000
4 Museum Kereta Api 0 6.900.000 0
5 KeretaApi Wisata 0 6.950.000 1.500.000
6 Gedung Pertemuan Masyarakat 0 0 30.000.000
7 Taman Satwa 0 0 80.000.000
8 Pacuan Kuda 0 0 5.000.000
9 Outbound 0 0 3.500.000
10 Andong wisata 0 0 2.000.000
11 Pentas Seni 0 0 1.800.000
Jumlah 179.155.276 322.585.628 2.859.200.000
Sumber : Kantor Pariwisata & Kantor Pendapatan Daerah Kota Sawahlunto, 2007
* Keadaan Agustus2007

Potensi Sosial Budaya dan Kependudukan

Sosial budaya masyarakat di lokasi penelitian masih cukup kuat yaitu


dengan masih tingginya sifat kegotongroyongan yang masih hidup ditengah-
tengah masyarakat. Adat budaya yang tetap dijaga oleh masyarakat asli di sekitar
Desa Kolok Mudik sampai Kolok Nan Tuo ditambah dengan berhasilnya
87

pembauran antar etnis yang terdapat di sekitar Desa Sikalang dan Sijantang, telah
ikut membentuk karakter sosial budaya masyarakat di sekitar wilayah penelitian.
Berdasarkan posisi geografisnya, Kawasan Kandi-Tanah Hitam
merupakan sebuah kawasan yang strategis. Kawasan ini merupakan melting pot
(tempat berbaur) beberapa etnis suku yang ada di Indonesia karena adanya
aktivitas penambangan batubara. Ciri khas budaya yang berkembang di wilayah
ini dalam bentuk bahasa, makanan, dan seni budaya, terlihat pada Tabel 23.
Masyarakat asli yang sebagian besar berada di bagian barat wilayah penelitian,
budayanya berkembang sesuai dengan adat istiadat Minangkabau serta tetap
memelihara dan menjalankan adat istiadat tersebut. Suasana wilayah pertanian
sangat terasa di sekitar daerah ini karena didominasi oleh hunian masyarakat asli
setempat.

Tabel 23. Jenis kesenian rakyat di sekitar Kawasan Kandi-Tanah Hitam


No Jenis kesenian Alamat Keterangan
1 Kuda Kepang, Lukah Kel. Durian II, Desa Kolok Tarian unsur
Gilo Mudik magic
2 Randai, Campur Sari Desa Kolok Mudik, Salak Musik dan lagu
3 Tari Tradisional Desa Santur, Sikalang, Salak Tarian daerah
4 Talempong Bambu Desa KolokMudik Musik
5 Saluang , Selawat Desa Kolok Mudik, Salak Musik dan lagu
Dulang
6 Wayang kulit Desa Sikalang Cerita rakyat

Untuk wilayah timur kawasan penelitian didominasi oleh hunian buruh


tambang dan aktivitas jasa pertambangan lainnya. Jalan yang berdebu, sisa dari
material tambang yang tertinggal dari truk pengangkut batubara, mengindikasikan
bahwa daerah ini aktivitas utamanya pertambangan. Hunian yang siang hari hanya
didiami oleh para wanita dan anak-anak, aktivitas masyarakatnya mulai terlihat
dari sore sampai malam hari. Daerah yang merupakan hunian buruh tambang yang
berasal dari beberapa suku yang ada di tanah air, telah membentuk suatu
komunitas sosial budaya yang baru dengan tetap mengacu kepada kebiasaan
penduduk asli yang hidup di sekitarnya. Kebiasaaan tenggangrasa dan menerima
pendatang baru dengan ramah, menambah potensi pengembangan pariwisata di
kawasan bekas tambang ini bila ditinjau dari aspek sosial budaya.
88

Kawasan pengembangan pariwisata yang mulai berkembang pada akhir


tahun 2006 di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam, belum terlihat adanya
dampak negatif terhadap masyarakat di sekitar wilayah penelitian. Justru yang
berkembang sekarang adalah dampak positifnya, yaitu dengan terbukanya
lapangan kerja baru bagi penduduk sekitar baik sebagai petugas pengelola pada
objek Taman Satwa, sebagai pelaksana pada event yang diadakan di objek wisata,
dan terbukanya peluang untuk berusaha di sektor pariwisata.
Bila dikaitkan dengan pembangunan, penduduk dapat dibedakan atas dua
pendapat; (1) penduduk dapat menjadi faktor penghambat pembangunan;
(2) penduduk merupakan sumber daya untuk memacu pembangunan. Penduduk
dikatakan sebagai faktor penghambat pembangunan bila mengkajinya lewat
pendapatan perkapita. Jika jumlah penduduk besar, hanya akan memperkecil
angka pendapatan perkapita suatu daerah, serta akan menambah masalah sosial
ketenagakerjaan.
Berdasarkan kepadatan dan rata-rata pekerjaan penduduk, maka wilayah
yang berpotensi untuk pengembangan penduduk dan pemukiman adalah Desa
Kolok Mudik dan Desa Kolok Nan Tuo dengan kepadatan penduduk 102 dan 68
jiwa/km2 dengan pekerjaan utama yang sebagian besar bergerak di sektor
pertanian dan jasa. Kepadatan penduduk Desa Sijantang, Salak, dan Sikalang
lebih tinggi dari wilayah sebelah barat kawasan penelitian, dengan mayoritas
pekerjaan penduduk yang bergerak di sektor pertambangan. Kawasan ini
berpotensi untuk pengembangan kawasan perdagangan, pusat pelayanan, dan jasa
untuk melayani perkembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-
Tanah Hitam. Hal ini sesuai dengan paradigma pembangunan nasional yang
berupaya memadukan antara pembangunan sektoral dan pembangunan daerah
dengan memperhatikan kondisi dan potensi daerah yang bersangkutan.

Potensi Objek Wisata Yang Telah Ada


Potensi daya tarik wisata tambang terdiri dari daya tarik yang bersifat
tengible (terwujud) seperti daya tarik wisata pegunungan, museum maupun
intengible (tidak berwujud), seperti sejarah, budaya masyarakat lokal maupun
events (peristiwa pariwisata). Potensi daya tarik wisata di kawasan bekas tambang
89

Kandi-Tanah Hitam dilihat dari objek wisata yang ada dapat dibedakan sebagai
berikut:

- Objek Wisata Olahraga


(1). Gelanggang Pacuan kuda
Objek wisata gelanggang pacuan kuda untuk skala regional
Sumatera Barat terdapat di beberapa daerah seperti di Kota Solok,
Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, dan Kabupaten Tanah Datar.
Gelanggang pacuan kuda di atas adalah gelanggang pacuan kuda yang
bersifat tradisional, dengan segala fasilitas pendukung yang serba
minim dan sarana pendukung yang juga minim dan biasanya dengan
pelaksanaan event yang tidak terjadwal.
Untuk Wilayah Pengembangan Pariwisata III Sumatera Barat,
selain di Kawasan Kandi-Tanah Hitam, gelanggang pacuan kuda
lainnya hanya ada di Ampang Kualo Kota Solok. Dari segi luas area
dan kelengkapan sarana prasarana di lapangan, gelanggang pacuan
kuda Ampang Kualo Kota Solok tidak semenarik gelanggang pacuan
kuda yang ada di Kawasan Kandi-Tanah Hitam. Penyebabnya adalah
karena gelanggang yang ada sudah terlalu tua dan kawasannya sudah
mulai jenuh dengan pemukiman yang ada di sekitarnya. Sementara itu
gelanggang pacuan kuda Kandi berada di kawasan yang relatif kosong
dan didukung oleh sarana prasarana yang memadai untuk pelaksanaan
event tingkat nasional atau fasilitas yang dimiliki setara dengan
gelanggang pacuan kuda yang ada di Pulomas Jakarta.
Untuk event yang bisa diadakan, ketiga gelanggang yang
disebut di atas cuma bisa melaksanakan event pacuan kuda tingkat
lokal. Gelanggang pacuan kuda Kandi sudah pernah melaksanakan
event kejuaraan tingkat nasional pada bulan September 2006, dengan
kata lain objek wisata ini berpotensi sebagai salah satu sektor andalan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah Kota
Sawahlunto.
90

(2). Arena Motocross


Objek wisata arena motocross yang ada di daerah Sumatera
Barat yaitu terdapat di kota berikut, yaitu di Kota Bukittinggi, Kota
Padang dan Kota Padang Panjang. Dari segi kelengkapan sarana
prasarana yang dimiliki, tipe track dan tingkat kebisingan yang
ditimbulkan, maka dapat dikatakan bahwa arena motocross yang ada
di Tanah Hitam adalah yang terbaik di Sumatera Barat. Ini dibuktikan
dengan kepercayaan yang diberikan oleh Ikatan Motor Indonesia
(IMI) Pusat, untuk melaksanakan kejuaraan nasional tiap tahun di
arena ini.
Keberhasilan pembangunan arena motocross yang lengkap
seperti yang ada di kawasan ini, dimungkinkan karena adanya
investasi dari pengusaha penambangan batubara yang kebetulan juga
pribumi lokal. Tujuan utama dari investor tersebut adalah untuk ikut
berpartisipasi mengembangkan pariwisata dan olahraga, dan juga
untuk menjaga kelestarian lingkungan kawasan karena arena
motocross yang dibangun pada lahan timbunan material bekas
penggalian batubara yang ditata sedemikian rupa menjadi sebuah
arena motocross. Untuk sekali event kejuaraan motocross, kawasan ini
bisa menampung 5.000-10.000 ribu penonton sekaligus. Ditunjang
dengan tempat parkir yang luas dan fasilitas pendukung lainnya serta
dibantu oleh masyarakat sekitar sebagai petugas yang membantu
pelaksanaan sehingga pengunjung merasa aman dan nyaman dalam
menyaksikan pertandingan.
Dimanfaatkannya tenaga penduduk sekitar sebagai petugas
pelaksana kegiatan yang diadakan, telah ikut meningkatkan
pendapatan mereka untuk sesaat. Untuk lebih memberdayakan
ekonomi masyarakat sekitarnya, pemerintah daerah dan investor
sedang berusaha untuk meningkatkan frekuensi kejuaraan motocross
tingkat lokal. Diharapkan akan muncul bakat-bakat baru dalam
olahraga ini dan juga akan ikut mengangkat perekonomian masyarakat
daerah ini.
91

(3). Sirkuit Road Race


Untuk skala regional Sumatera Barat, sirkuit Road Race yang
resmi hanya terdapat di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan di
Kawasan Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto. Untuk kelengkapan
sarana yang ada, sirkuit di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung masih
dalam skala kejuaraan daerah dan pelaksanaan event kejuaraan yang
diadakan pun tidak tetap, sedangkan event yang dilaksanakan di
sirkuit Kandi dalam rencananya berskala daerah dan nasional dengan
kelengkapan sarana prasarana yang memadai untuk dilaksanakannya
event tersebut.
Objek wisata Road Race ini dibangun pada areal bekas
pembuangan limbah pembakaran batubara dari PLTU Sijantang.
Setelah pemerintah daerah dan PT BA-UPO melarang pembuangan
abu batubara ke lokasi tersebut karena merasa khawatir akan dampak
negatif terhadap kelestarian lingkungan kawasan. Sebagai alternatif
pemanfaatan lahan dan pengembangan pariwisata pada lahan tersebut,
maka dibangunlah objek wisata dan olahraga bermotor yaitu sirkuit
Road Race. Adanya sarana ini diharapkan aktivitas kebut-kebutan
generasi muda di jalan raya dapat ditekan dan disalurkan dalam
bentuk kegiatan olahraga ini. Hal ini sejalan dengan program dari
kepolisian daerah setempat untuk mengurangi angka kecelakaan di
jalan raya.
Saat penelitian dilakukan, sirkuit ini dalam tahap
pembangunan track dan prasarana penunjang lain untuk sebuah event
kejuaraan. Pembangunannya sendiri berasal dari dana pengembangan
lingkungan tambang dari PT BA-UPO. Jadi sepenuhnya dikerjakan
oleh perusahaan penambangan tersebut dalam rangka kompensasi
terhadap perbaikan lingkungan akibat aktivitas tambang yang telah
mereka lakukan.
Sirkuit ini berada pada lokasi yang sangat strategis karena
berada jalan utama kawasan wisata dan terletak tidak jauh dari objek
Danau Tandikat dan Taman Satwa, sehingga berpeluang untuk dapat
92

berkembang menjadi objek yang akan ramai dikunjungi dan bisa


dinikmati oleh generasi muda sebagai sarana penyaluran bakat
ketangkasan bermotor yang sedang digemari saat ini.

- Objek Wisata Danau


Walaupun danaunya tidak seluas danau lainnya di sekitar wilayah ini
seperti Danau Singkarak, Danau di Atas-di Bawah di Kabupaten Solok, dan
Danau Maninjau di Kabupaten Agam, namun danau yang ada di kawasan bekas
tambang Kandi-Tanah Hitam Hitam mempunyai keunikan tersendiri yang
terbentuk hasil aktivitas penambangan batubara. Seperti halnya Danau Kandi yang
terbentuk karena jebolnya Batang (sungai) Ombilin ke dalam kawasan bekas
tambang dan Danau Tandikat yang terbentuk karena terhalangnya aliran sungai
karena timbunan material bekas tambang serta Danau Tanah Hitam yang
terbentuk dari aktivitas penambangan batubara.
Potensi pengembangan objek wisata danau pada kawasan ini adalah ketiga
danau tersebut dapat ditempuh dalam satu kali kunjungan wisata, karena terletak
pada jalur utama kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam. Ketiga danau tersebut
mempunyai kekhasan masing-masing dan aktivitas yang dapat dilakukan disana
juga berbeda-beda, sehingga pengunjung yang datang tidak akan merasakan bosan
dalam melakukan kunjungan. Dari ketiga danau yang ada tersebut, hanya objek
wisata Danau Kandi dengan Dermaganya serta Danau Tandikat dengan objek
wisata airnya berupa sepeda air, motor boat dan kolam pemancingan yang bisa
dikunjungi untuk kegiatan wisata. Untuk Danau Tanah Hitam saat ini belum
dikelola sebagai sebuah objek wisata, namun tetap bisa dikunjungi karena suasana
alaminya yang indah.
(1). Objek Wisata Dermaga Danau Kandi
Merupakan objek yang menjadi pioner kunjungan wisata pada
kawasan ini. Disamping posisinya yang berada pada gerbang utama
kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam, objek ini juga mempunyai
pemandangan yang cukup indah, di sekelilingnya ditumbuhi oleh
pohon akasia yang rimbun, pinggiran danau yang cukup lebar
sehingga bisa dibuat untuk lintasan jogging track di sekeliling danau.
Namun karena keterbatasan dana pemerintah dan banyaknya objek
93

yang mau dikembangkan, maka objek wisata yang bisa dikunjungi


saat ini hanyalah bangunan dermaga dengan sebuah anjungan tingkat
dua untuk melihat pemandangan Danau Kandi. Untuk lahan yang
berada di pinggiran danau belum dikembangkan secara maksimal, saat
ini hanya dibuatkan pagar pembatas dan tanda-tanda peringatan
pengaman untuk menjaga keselamatan pengunjung yang bermain di
sekitar pinggir danau.
Rencana pengembangan wisata pada objek ini dari Kantor
Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Sawahlunto adalah pengadaan
sarana atraksi wisata air seperti perahu naga, jet ski, banana boat dan
lainnya, namun karena pertimbangan aspek keselamatan pengunjung
maka pelaksanaannya ditunda dulu sampai didapatkan solusi
mengenai keselamatan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa Danau
Kandi adalah danau yang paling dalam diantara ketiga danau yang
dikembangkan untuk kegiatan wisata air. Dalamnya hampir 50 meter
dan dari pinggir danau langsung curam ke bawah, mengakibatkan
pengembangan atraksi wisata air di lokasi ini menjadi terkendala dan
terbatas pemanfaatannya. Perlu kajian yang matang untuk pengadaan
atraksi air yang cocok dikembangkan disini agar dapat diterima dan
tidak membahayakan keselamatan wisatawan yang memanfaatkannya.
Masalah lain yang ditemui di lapang yaitu jalan permanen menuju
dermaga sering ambles terbawa longsoran air dari tempat yang lebih
tinggi. Drainase yang kurang baik, kecil, dan kurang memperhatikan
kecepatan aliran air dalam pembuatan jalan,
menyebabkan hal ini terjadi. Sewaktu penelitian dilaksanakan, sedang
dilakukan perbaikan jalan masuk, pembuatan jalan alternatif, dan
pembangunan sarana penunjang objek wisata, serta pelebaran
bangunan drainase menuju dermaga tersebut, sehingga diharapkan jika
terjadi lagi hal yang sama aktivitas kunjungan wisata masih tetap
dapat berjalan sebagaimana bisa melalui jalan alternatif yang ada.
94

(2). Objek Wisata Air Danau Tandikat


Objek wisata air Danau Tandikat cukup ramai dikunjungi
ketika libur mingguan, musim liburan panjang, dan libur nasional.
Posisinya yang strategis dan kemudahan tingkat pencapaian objek
wisata karena terletak ditengah-tengah kawasan wisata Kandi-Tanah
Hitam. Pada objek wisata air ini tersedia bermacam fasilitas untuk
aktivitas keluarga dan anak-anak berupa sepeda air, boat untuk
bertamasya keliling danau, bangku-bangku tempat santai di sekitar
dermaga danau, dan aktivitas memancing yang bisa dilakukan waktu
siang maupun malam hari.
Aktivitas yang selalu ramai dikunjungi di objek Danau
Tandikat ini adalah aktivitas pemancingan. Daya tarik dari objek
pemancingan yang ada disini adalah tidak adanya pungutan biaya
kepada pengunjung ketika melakukan aktivitas memancing. Hal ini
disebabkan karena ikan yang ada di danau merupakan sisa dari satu
ton ikan yang dimasukkan oleh pemerintah daerah ketika peresmian
sebagai objek wisata, dengan mengadakan lomba memancing tingkat
Sumatera Barat.
Daya tarik lainnya adalah wisata sepeda air yang ditujukan
untuk pengunjung berpasangan atau berkeluarga. Pada musim libur
mingguan, fasilitas ini cukup ramai dimanfaatkan (disewa) wisatawan.
Sarana lain yang menjadi daya tarik wisatawan adalah adanya
dermaga permanen tempat naik turunnya pengunjung ketika
menggunakan fasilitas sepeda air. Disamping dermaga tersebut
terdapat semacam tempat pertunjukan (plasa) yang setiap hari libur
menampilkan aneka kesenian daerah dan hiburan rakyat.
Selain itu suasana sekeliling danau yang rindang dihiasi
dengan pemandangan indah oleh hampir seratusan ekor angsa dan
puluhan ekor bebek yang berenang dan sengaja dilepas oleh
pemerintah daerah untuk menghiasi objek ini. Tujuan untuk
memperindah danau memang tercapai, namun juga menyebabkan
terjadinya pencemaran danau akibat limbah yang dihasilkan dari
95

kotoran angsa dan bebek itu setiap hari. Terbentuknya Danau Tandikat
akibat terhalangnya aliran sungai oleh timbunan material bekas
tambang yang akhirnya membentuk danau. Jika setiap hari ratusan
hewan tersebut membuang kotoran di danau sedangkan airnya tidak
mengalir, maka dikhawatirkan akan terjadi ketidakseimbangan
ekosistem danau. Berdasarkan hal tersebut, maka ahli kebun binatang
yang tengah membantu pemerintah daerah untuk pengembangan
kawasan Taman Satwa, menyarankan kepada pengelola taman satwa
untuk membatasi jumlah unggas yang berada di lingkungan Danau
Tandikat, supaya aspek kelestarian lingkungan bisa terjaga tanpa
mengurangi fungsi keindahan.
Hal lain yang juga menjadi kekurangan objek ini adalah tidak
adanya sarana pendukung seperti toilet dan kafetaria yang dibutuhkan
wisatawan. Kesulitan untuk menemukan sarana tersebut ketika
dibutuhkan, sempat menimbulkan keluhan dari wisatawan yang
datang besama anggota keluarga. Hasil wawancara dengan Kepala
Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto tentang rencana pengembangan
objek wisata ini, dikatakan bahwa pada tahun 2007 memang akan
segera dibangun sarana pendukung tersebut. Sementara menunggu
realisasi sarana tersebut, alternatif pemecahan untuk sementara adalah
dengan memanfaatkan toilet milik penjaga Taman Satwa.
(3). Objek Wisata Danau Tanah Hitam
Potensi wisata Danau Tanah Hitam tidak kalah dengan Danau
Kandi dan Danau Tandikat. Walaupun tidak seluas danau Kandi,
namun karena banyaknya pohon yang tumbuh di sekeliling danau,
membuat kawasan ini menjadi indah dan asri serta dihuni oleh satwa
lainnya. Namun demikian objek ini relatif belum dikembangkan untuk
kegiatan wisata disebabkan keterbatasan dana dari pemerintah daerah.
Objek wisata Danau Tanah Hitam berdasarkan arahan
penggunaan lahan RTRW 2004-2014 ditetapkan sebagai kawasan
hijau. Pada lokasi tersebut sebelumnya merupakan kawasan reboisasi,
namun pasca reformasi tahun 1999 menjadi rusak oleh kegiatan
96

penambangan liar. Perlu dilakukan kembali perbaikan struktur


lahannya, dengan pemilihan tanaman pioner yang cocok dengan
kondisi tanah, untuk persiapan sebagai kebun wisata dan sarana
rekreasi keluarga.
Selain itu pada objek ini berpotensi untuk pengembangan
wisata off road untuk mobil double gardan, yang didukung oleh
medan di sekitarnya yang berlereng agak curam. Aksesibilitas menuju
objek ini dari jalan arteri sekunder (jalan Propinsi) tidak terlalu jauh,
dan merupakan salah satu objek yang paling mudah diakses. Beberapa
kali survei dan uji coba kelayakan arena yang pernah dilakukan oleh
komunitas off road Sumatera Barat, objek ini mendapatkan
rekomendasi sebagai lokasi yang layak untuk pengembangan olahraga
off road tersebut.

- Objek Wisata Taman Satwa


Objek wisata Taman Satwa ini merupakan miniatur dari objek wisata
kebun binatang yang ada di Kota Bukittinggi. Keunikannya adalah membuat
pengunjung dapat melihat dan merasakan kawasan bekas tambang sebagai taman
satwa lengkap dengan segala atraksi hewan yang ada di dalamnya. Berdasarkan
data kunjungan menunjukan bahwa objek ini mencapai puncaknya pada musim
liburan panjang (sekitar bulan Juni), sedangkan untuk kunjungan bulan lainnya
baru ramai pada waktu libur mingguan atau hari-hari besar nasional (Gambar 24).
Data ini diperkuat oleh hasil kuesioner yang diambil ketika melakukan penelitian
(Lampiran 2).
Objek ini telah dikelola dengan baik, terlihat dari banyaknya petugas yang
ada, dan dokter hewan yang selalu berada di lokasi Taman Satwa. Untuk
pengembangan menjadi Taman Safari, saat ini dibantu oleh seorang ahli kebun
binatang yang juga merupakan aktivis WWF spesialis binatang liar. Berbagai
inovasi terus dilakukan agar lokasi ini lebih maju, indah, dan dikenal sebagai
objek wisata yang memiliki keunikan lokal.
97

Gambar 24. Jumlah Kunjungan Wisatawan Pada Objek Taman Satwa (per Juli
2007).

Atraksi wisata yang ada setiap minggu berupa menunggang gajah dan
menaiki kuda poni mengelilingi taman satwa, ikut menambah daya tarik objek
wisata ini. Salah satu yang membuat pengunjung merasa aman untuk ikut dalam
atraksi tersebut adalah setiap hewan yang berinteraksi dengan pengunjung dijaga
oleh seorang pawang yang sehari-harinya merangkap sebagai pengasuh satwa.
Keberadaan objek ini ditunjang oleh adanya objek wisata air di Danau
Tandikat dan objek Breeding farm yaitu tempat pembibitan sapi yang dikelola
oleh perusahaan patungan antara Pemerintah Kota dengan pihak swasta yang
terletak bersebelahan dengan objek ini. Masalah yang muncul adalah pengunjung
kurang betah berlama-lama berada di objek taman satwa ini, karena adanya aroma
tidak sedap yang ditimbulkan oleh kotoran sapi yang ada pada objek breeding
farm. Di setiap pergantian musim, dari hujan ke panas atau panas ke hujan, objek
breeding farm ini mencemari lingkungan objek wisata disekitarnya.
Solusi yang dilakukan oleh pihak pengelola breeding farm dalam
mengatasi masalah ini adalah dengan menyemprotkan senyawa EM4. Senyawa ini
berfungsi sebagai katalisator yang dapat menguraikan kotoran hewan menjadi zat-
zat yang lebih bermanfaat untuk kompos dan dapat mengurangi bau tak sedap
yang timbul. Namun biaya operasional yang tinggi untuk pengadaan bahan baku
senyawa tersebut, maka dicari alternatif pemanfaatan kotoran tersebut dalam
proses menjadi biogas. Keuntungan yang diharapkan dari proses ini akan
didapatkan produk tambahan dalam bentuk pupuk kandang dan biogas.
98

Masalah lain yang dijumpai adalah ketika masyarakat dengan sukarela


ingin menyerahkan satwa yang dianggap langka atau belum pernah ada di objek
taman satwa ini, ternyata tidak diikuti dengan ketersediaan kandang untuk
menampung satwa sumbangan tersebut. Penyediaan kandang untuk satwa hanya
bisa dilakukan untuk hewan yang sudah direncanakan sebelumnya, sedangkan
hewan dari sumbangan masyarakat harus diajukan dulu pembangunannya kepada
pemerintah daerah. Masa tunggu yang begitu lama di tempat karantina sebelum
kandangnya siap, menyebabkan banyak dari hewan sumbangan tersebut yang
akhirnya mati. Hal Antisipasi yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah adalah
penyediaan dana cadangan untuk pembuatan kandang tambahan untuk hewan
sumbangan masyarakat. Adanya variasi jenis hewan yang beragam ini juga akan
menjadi salah satu pontensi pengembangan objek wisata Taman Satwa.

- Hasil Kompilasi Pengamatan Lapang, Kepuasan Pengunjung dan


Kondisi Eksisting Sarana dan Prasarana Fisik Objek Wisata
Berdasarkan hasil kompilasi pengamatan lapang, data kepuasan
pengunjung dan kondisi eksisting sarana prasarana fisik yang telah terbangun
seperti Gelanggang Pacuan Kuda Kandi, Taman Satwa Kandi, Dermaga Danau
Kandi, dan Wisata Air Danau Tandikat, arena Road Race dan Motocross adalah
sebagai berikut :
(1). Kualitas pemeliharaan sarana prasarana yang ada
Gelanggang Pacuan Kuda, sirkuit Road Race dan Arena
Motocross yang atraksi wisatanya berdasarkan kalender event yang
telah ditetapkan, maka agar sarana prasarana yang ada dapat
terpelihara dengan baik perlu ditempatkan pengelola yang khusus
untuk menangani masing-masing objek tersebut. Hasil kuesioner
kepuasan pengunjung membuktikan bahwa kualitas pemeliharaan
sarana prasarana adalah atribut yang dianggap penting oleh konsumen,
tetapi kinerjanya tidak terlalu tinggi (Lampiran 4).
Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan
peningkatan atau penambahan kalender event tingkat lokal untuk
membantu menutup biaya operasional pemeliharaan sarana prasarana.
Alternatif lain adalah dengan menyewakan fasilitas ini untuk
99

kepentingan olahraga sesuai dengan objek yang ada. Disediakan kuda


sewaan yang bisa ditunggangi oleh pengunjung yang datang ke
gelanggang pacuan kuda; penyewaan motor bagi pengunjung yang
datang ke arena motocross atau Road Race yang dilengkapi dengan
segala atribut keselamatan yang ada. Cara ini disamping bisa
mengenalkan pengunjung kepada objek yang ada, juga bisa membuat
objek ini menjadi tujuan wisata harian yang akan meningkatkan
jumlah kunjungan dan aktivitas di kawasan wisata ini.
(2). Sarana Ibadah
Ditinjau dari aspek sosial budaya masyarakat Sumatera Barat
yang mayoritas memeluk agama islam dan merupakan target
wisatawan yang diharapkan datang untuk berkunjung. Kebutuhan
sarana ibadah merupakan suatu hal yang tidak boleh diabaikan,
terbukti dari hasil kuesioner yang dilakukan bahwa sarana ibadah
adalah salah satu atribut yang dibutuhkan wisatawan namun
kinerjanya masih rendah (Lampiran 4).
Objek wisata yang menjadi kunjungan tiap hari seperti Wisata
Air Danau Tandikat, Taman Satwa Kandi dan Dermaga Danau Kandi,
lokasi sarana ibadah dapat dibangun di antara objek wisata yang
menjadi kunjungan tiap hari tersebut. Pembangunan fasilitas ini
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan rohani pengunjung dan akan
timbul kenyamanan untuk berwisata ke kawasan ini tanpa harus terburu-
buru pulang karena belum melaksanakan ibadahnya, serta akan
menambah lama waktu kunjungan.
(3). Sarana Toilet
Toilet adalah kebutuhan yang tidak bisa diabaikan untuk
sebuah objek wisata karena menyangkut aspek kenyamanan,
keindahan dan kebutuhan utama dalam melakukan wisata. Objek ini
ternyata dari hasil kuesioner kepuasan konsumen termasuk dalam
Kuadran I yang artinya merupakan atribut yang punya prioritas tinggi
untuk ditingkatkan kinerjanya supaya konsumen merasa puas
(Lampiran 4).
100

Untuk objek wisata yang bisa dikunjungi tiap hari, perlu


dibangun sarana toilet yang jumlah disesuaikan dengan rata-rata
jumlah kunjungan tiap hari ke masing-masing objek. Pembangunan
sarana ini bisa di pada tiap lokasi objek maupun ditempat-tempat yang
strategis dan mudah diakses oleh pengunjung yang membutuhkan
untuk kegiatan itu.
(4). Fasilitas Taman Satwa
Daya tarik yang paling besar dan menjadi ikon dari kawasan
adalah objek wisata Taman Satwa, karena objek ini didatangi oleh
pengunjung tiap hari dan mencapai puncak kunjungan pada waktu
musim liburan. Sebagian besar pengunjung mengatakan bahwa jumlah
dan jenis satwa yang ada disini terlalu sedikit sehingga menimbulkan
kebosanan untuk kedatangan berikutnya. Begitupun dengan lokasi
yang terlalu sempit membuat pengunjung susah untuk melakukan
aktivitas keluarga dilokasi ini.
Untuk itu perlu dipikirkan penganekaragaman jenis dan jumlah
satwa yang dapat beinteraksi dengan pengunjung sehingga bisa
meningkatkan motivasi, waktu kunjungan dan daya tarik kawasan.
Pembangunan pondok-pondok tempat peristirahatan di beberapa
tempat yang dianggap strategis akan meningkatkan lama waktu
kunjungan, karena kebiasaan pengunjung yang datang ke sini adalah
dalam bentuk kelompok yang membutuhkan terjaganya privacy
mereka ketika berkunjung.
Pengembangan fasilitas Taman Satwa di lokasi yang lebih luas
dan dengan keadaan alam yang lebih alami akan membawa
keuntungan bagi perkembangan objek ini. Pengunjung yang datang
akan merasa lebih nyaman karena disuguhi dengan atraksi hewan pada
habitat alaminya, dan ruang yang tersedia untuk penganekaragaman
jenis dan jumlah satwa akan lebih banyak. Konsep ini akan membuat
objek Taman Satwa akan berbeda dengan kebun binatang yang ada di
Bukittinggi, sehingga mempunyai daya saing tersendiri untuk
menyedot pengunjung untuk datang ke objek ini.
101

(5). Fasilitas tambahan Kebun Wisata


Kebun wisata merupakan fasilitas tambahan yang mempunyai
prioritas paling tinggi untuk segera dibangun dari hasil kuesioner
kepuasan konsumen (Lampiran 9). Fasilitas kebun wisata untuk
wilayah provinsi Sumatera Barat belum ada yang mencoba
membangunnya dan merupakan salah satu daya saing bagi
pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang ini.
Ketersediaan lahan yang cukup luas pada kawasan ini dan arahan dari
RTRW tentang kawasan hijau di bagian selatan kawasan ini,
berpotensi untuk diwujudkannya pembangunan fasilitas tambahan
kebun wisata.
Untuk melakukan itu semua perlu dilakukan kecermatan dalam
pemilihan model kebun wisata seperti apa yang cocok dan sesuai
untuk dibangun disini, dan siapa yang akan melaksanakannya. Dilihat
dari Rencana Strategis kegiatan Dinas Pertanian Perkebunan Kota
Sawahlunto tahun 2008, ternyata fasilitas tambahan kebun wisata
termasuk dalam salah satu agenda yang akan dikembangkan pada
kawasan dalam waktu dekat ini. Di lapang pun ditemui adanya
masyarakat sekitar kawasan yang sudah mulai membudidayakan jeruk
lokal dan hasilnya ternyata cukup bagus.
Untuk meningkatkan partisipasi aktif dan rasa memiliki
masyarakat sekitar dalam berwisata, dalam pembangunan objek kebun
wisata ini perlu melibatkan peranserta mereka sehingga timbul
sinergitas antara Pemerintah Daerah sebagai pengelola kawasan
dengan masyarakat sekitar sebagai penduduk lokal yang harus
mendapatkan porsi yang seimbang dalam pengembangan pariwisata.
Pengembangan pariwisata diharapkan bisa mengangkat taraf hidup
masyarakat dan daerah untuk melanjutkan pembangunan dan
pengembangan wilayahnya.
(6). Alternatif Pengembangan Objek Wisata Lain
Melihat kesesuaian lahan, pola penggunaan lahan dari RTRW,
topografi dan formasi geologi dari wilayah serta dukungan data sosial
102

ekonomi yang ada, beberapa objek dan atraksi lain yang dapat
dikembangkan di kawasan ini antara lain (1) Camping Ground; (2)
Fasilitas Outbound; (3) Sarana pembelajaran wisata yaitu lokasi
penanaman pohon pelindung.
Untuk arena camping ground dan outbound, dari hasil
pengamatan lapang dapat dikembangkan pada bagian Utara dari
Danau Tandikat karena tersedia lahan yang cocok untuk melakukan
aktivitas perkemahan. Lokasi ini dapat dicapai melalui Taman satwa
dan Breeding farm, dilanjutkan melewati jalan setapak dalam hutan
akasia dan hingga akhirnya sampai ke hamparan lahan yang berbentuk
datar hingga landai.
Lahan tersebut sebelumnya merupakan padang golf milik PT
BA-UPO sehingga dimungkinkan untuk mendirikan kemah karena
kondisi lahannya yang sudah diperbaiki. Lokasinya agak unik karena
di sekitarnya terdapat lahan yang agak curam menuju arah danau dan
bisa dimanfaatkan sebagai kawasan outbound. Beberapa kali kegiatan
yang pernah dilakukan disana, rata-rata peserta merasa senang dan
puas dengan lokasi tersebut.
Aktivitas baru yang cocok dan belum pernah dilakukan dalam
wisata di daerah ini adalah wisata pendidikan alam. Bentuk wisata ini
adalah dalam bentuk mendidik generasi muda untuk peduli dengan
kelestarian alam dan lingkungan sekitar. Kegiatan yang dilakukan
berupa penyediaan bibit tanaman pelindung yang akan ditanam oleh
wisatawan di lahan yang kondisinya agak kritis dan sering terjadi
erosi. Diharapkan wisatawan dapat belajar bagaimana menyelamatkan
lingkungan sambil berwisata sehingga ada nilai plus yang bisa diambil
begitu wisatawan pulang ke tempat asalnya dan lingkungan kawasan
wisata sendiri juga menjadi terselamatkan.
103

Dampak Pariwisata Terhadap Pengembangan Wilayah

Pengembangan wisata pada kawasan bekas tambang ditujukan untuk


meningkatkan roda perekonomian, pembangunan lintas sektor dan tidak
mengganggu fungsi lindung dan upaya pelestarian alam kawasan bekas tambang
khususnya dan untuk Kota Sawahlunto pada umumnya. Hal ini sesuai dengan apa
yang tercantum pada pasal 49 ayat (2) PP Nomor 47 tahun 1997 tentang RTRWN
yaitu tujuan akhir dari pengembangan suatu kawasan adalah untuk menimbulkan
efek manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sekitarnya.
Pariwisata dapat menaikkan taraf hidup masyarakat di sekitar melalui
keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut. Pengembangan
infrastruktur dan penyediaan fasilitas rekreasi, wisatawan dan penduduk setempat
saling diuntungkan. Idelanya pariwisata hendaknya dikembangkan sesuai dengan
daerah tujuan wisatanya. Pengembangan tersebut hendaknya memperhatikan
tingkatan budaya, sejarah dan ekonomi dari daerah tujuan wisata. Bagi para
wisatawan daerah tujuan wisata yang dikembangkan seperti itu akan merupakan
daerah yang mampu memberi pengalaman yang unik bagi mereka. Pengembangan
sektor pariwisata ternyata berdampak terhadap sumberdaya fisik, ekonomi dan
sosial budaya kawasan sekitar pengembangan, yaitu dalam bentuk dampak positif
dan dampak negatif. Berikut ini beberapa dampak dari pengembangan pariwisata
pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam terhadap pengembangan
wilayah Kota Sawahlunto.

Dampak Fisik

Pengembangan pariwisata sama seperti pembangunan bidang lainnya,


mempunyai pengaruh terhadap lingkungan. Pengaruhnya dapat positif atau
negatif. Untuk kawasan yang baru berkembang, pengembangan pariwisata dapat
meningkatkan lingkungan bagi wisatawan maupun penduduk setempat lewat
peningkatan sanitasi, sistem pembuangan dan perumahan. Untuk kawasan yang
sudah berkembang, pengembangan pariwisata tampaknya yang harus diperhatikan
segi negatifnya seperti polusi dan kemacetan.
104

Ditinjau dari aspek aksesibilitas dan sarana prasarana transportasi menuju


kawasan ini cukup memadai, karena secara geografis terletak di tengah jalan
utama yaitu jalan propinsi dan jalan kota. Pengembangan kawasan ini dari segi
jalur transportasi dirasa tidak menjadi kendala yang berarti. Untuk menuju
kawasan tersebut dari pusat Kota Sawahlunto dibutuhkan waktu antara 10-15
menit atau paling lama 20 menit, sedangkan dari pusat Kecamatan Talawi
dibutuhkan waktu antara 5 -10 menit. Kelancaran transportasi ditunjang dengan
akses yang baik menuju kawasan ini yaitu jalan yang dilalui sudah merupakan
jalan aspal. Angkutan kota jurusan Pusat Kota-Talawi cukup memadai untuk
pencapaian ke objek wisata ini, walaupun harus menunggu penumpang terisi
penuh, dan tersedia cukup banyak ojek motor yang siap mengantar pengunjung ke
dalam kawasan wisata dengan harga yang terjangkau.
Pengembangan aksesibilitas dalam kawasan wisata ditujukan untuk
terwujudnya suatu sinergitas antar objek wisata yang ada melalui pengembangan
jalan utama dan jalan penghubung antar objek wisata. Hal ini disamping untuk
kelancaran aksesibilitas dalam kawasan, juga diharapkan dapat mengurangi
kemacetan pada ruas jalan arteri sekunder ketika berlangsungnya sebuah event
kejuaraan pada objek wisata yang ada dalam kawasan ini. Untuk pengembangan
transportasi ke dan dari kawasan wisata ini, perlu dibuatkan rute khusus angkutan
kota yang menghubungkan antara jalan propinsi di sebelah timur dengan jalan
kota di sebelah barat. Dapat dibuat dua rute angkutan kota, yaitu dari pusat kota-
kawasan wisata-pusat kota dan dari Talawi-kawasan wisata-Talawi, sehingga
dapat lebih mempermudah para pengunjung untuk mencapai kawasan wisata ini.
Hal ini baru dapat direalisasikan jika pemeliharaan prasarana jalan yang ada di
dalam kawasan terus di tingkatkan dari keadaan sekarang, dimana jalan dalam
kawasan baru sebagian yang sudah aspal hotmix yaitu sampai ke gerbang Taman
Satwa. Aksesibilitas lainnya masih berupa jalan tanah yang merupakan jalan
bekas tambang yang dulunya diperuntukan untuk akses transportasi hasil tambang
batubara untuk dibawa keluar dari lokasi penambangan.
Dampak fisik dari pengembangan pariwisata yang mungkin terjadi adalah
terbukanya daerah yang masih kurang berkembang. Pembangunan sarana dan
infrastruktur menuju dan disekitar kawasan wisata ikut membuka kawasan ini
105

menjadi lebih berkembang. Pembangunan jalan utama didalam kawasan wisata ini
membuat jalur alternatif yang lebih singkat dari dan ke Pusat Kota. Untuk daerah
tujuan wisata yang belum berkembang seperti di kawasan bekas tambang ini,
pembangunan yang dilakukan dapat memberikan keuntungan baik bagi kawasan
maupun penduduk setempat yang tinggal di sekitarnya. Tanah atau lahan
dilindungi untuk kepentingan penduduk setempat maupun wisatawan, sarana
infrastruktur bisa jadi ditambahkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk
setempat.
Dampak positif lainnya dari pengembangan pariwisata bisa membawa
dampak positif terhadap pelestarian lingkungan. Pariwisata dapat merangsang
rehabilitasi tempat-tempat bersejarah, bangunan-bangunan dan monumen-
monumen serta mendorong pembangunan objek-objek tua menjadi objek wisata
yang baru sambil tetap mempertahankan struktur aslinya. Pariwisata juga
mendorong pelestarian sumberdaya alam, seperti di Taman Nasional di Afrika
yang bertambah jumlahnya bukan hanya untuk melindungi satwa liar tetapi juga
menyediakan ruang yang menarik bagi wisatawan. Hal ini ternyata juga terjadi
pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam, pengembangan pariwisata
berdampak positif dengan tetap terjaganya fungsi konservasi yang ada pada
kawasan ini. Hal ini disebabkan oleh setiap pengembangan objek wisata selalu
diikuti dengan penanaman vegetasi pelindung di sekitar objek tersebut. Dalam
pemilihan lokasi pengembangan objek wisata selalu dipertimbangkan aspek
kelestarian dan keberimbangan dengan lingkungan serta aspek degradasi lahan.
Lingkungan alamiah adalah daya tarik utama bagi wisatawan karena
mereka cenderung tertarik pada kawasan yang berpanorama indah, beriklim
menyenangkan dan mempunyai pemandangan yang lain dari yang lain. Agar bisa
memenuhi selera wisatawan, diperlukan pengembangan sarana prasarana seperti
jalan, penginapan, dan rumah makan.
Pengembangan pariwisata menghasilkan pengendalian kawasan tujuan
wisata yang memang sengaja dirancang untuk melindungi lingkungan. Sayangnya
pada banyak kasus pengendalian ini baru berdayaguna setelah akibat negatif dari
banyaknya wisatawan yang datang baru terasa, seperti yang terjadi di Kepulauan
Karibia. Pengendalian itu dapat berupa pengurangan kesempatan memasuki
106

kawasan tertentu supaya kawasan yang dilindungi dapat terjaga keasriannya.


Semakin banyak suatu kawasan digunakan, semakin besar pula akibat dan
pengaruhnya. Akan ada suatu titik ketika lebih banyak orang menggunakan
sebuah kawasan melebihi kemampuan yang bisa ditopangnya yang
mengakibatkan rusaknya lingkungan.
Pengembangan pariwisata juga bisa mengakibatkan perubahan struktur
pemanfaatan ruang sebuah kawasan tujuan wisata. Walaupun belum diketahui
seberapa positif perubahan tersebut, namun ketika pariwisata dikembangkan pada
suatu daerah tertentu secara tak langsung juga akan ikut merubah pola pekerjaan
masyarakat sekitarnya. Seringkali kawasan yang kurang berkembang hanya
mempunyai dua pilihan untuk membangun perekonomiannya yaitu untuk
pertanian atau pariwisata. Ada kecenderungan masyarakat setempat meninggalkan
pekerjaan mereka semula yang umumnya bergerak di sektor pertanian, beralih ke
pekerjaan di sektor pariwisata karena merasa lebih baik dari pekerjaan semula.
Hal ini menyebabkan banyak lahan yang menjadi terlantar dan terjadi perubahan
penggunaan lahan yang tidak bisa dihindarkan. Apabila pariwisata berkembang,
persaingan di kawasan itu muncul sehingga harga tanah menjadi naik yang
menyebabkan banyak orang yang menjual tanahnya untuk mencari keuntungan
sesaat (Mill, 2000).
Dari semua hal di atas, kondisi tersebut tidak terjadi pada Kawasan wisata
Kandi-Tanah Hitam maupun Kota Sawahlunto. Dari hasil pengamatan lapang dan
data kepemilikan lahan pada wilayah penelitian, dimana proporsi kepemilikan
lahan yang paling besar dimiliki oleh PT BA-UPO (72,30%) yaitu seluas 865,72
Ha dan Tanah Ulayat (22,33%) seluas 300,85 Ha. Setelah berakhirnya hak
konsensi pertambangan, maka status kepemilikan lahan untuk PT. BA-UPO akan
berubah status menjadi milik negara. Sehingga lahan yang diserahkan tersebut
bisa dipergunakan untuk pengembangan pariwisata. Sedangkan untuk tanah
ulayat, proses jual beli tanah memerlukan waktu yang panjang karena melibatkan
hak kaum dan adat setempat. Untuk itu pengembangan kawasan pariwisata akan
mengalami kendala jika pengembangannya berhubungan dengan penggunaan
tanah ulayat.
107

Dampak negatif lainnya yang terjadi seperti meningkatnya tingkat


kemacetan dan pencemaran, perubahan lahan dan perubahan keseimbangan
ekologi makhluk hidup, dan berkurangnya atraksi-atraksi alami. Tanpa
perencanaan yang matang, kawasan tersebut bisa jadi berkembang terlalu cepat
yang mengakibatkan adanya bahaya yang mengancam bagi lingkungan dan
penduduk setempat. Untuk itu diperlukan adanya suatu program perencanaan
pembangunan yang matang, sehingga aspek fisik dan lingkungan dapat terjaga
untuk keberlanjutan dimasa yang akan datang.

Dampak Ekonomi

Ciri-ciri ekonomi pariwisata menjelaskan jenis-jenis pengaruh yang


ditimbulkan oleh pariwisata terhadap sebuah komunitas. Ada lima ciri yang
berbeda, (1) produk pariwisata tidak dapat disimpan; (2) permintaannya sangat
tergantung pada musim; (3) permintaan dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh luar
yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya; (4) permintaan adalah sebuah fungsi
dari banyak motivasi yang komplek; dan (5) berhubungan erat dengan biaya dan
pendapatan yang elastis (Mill, 2000).
Daerah tujuan wisata harus memilih secara seksama segmentasi pasarnya,
karena hanya ada sedikit kesetiaan bagi sebagian besar wisatawan (Mill, 2000).
Artinya, sebagian besar wisatawan ingin mengunjungi daerah yang berbeda setiap
waktunya daripada kembali ke tempat yang sama setiap musim liburan. Perubahan
nilai tukar mata uang, gejolak politik, bahkan perubahan cuaca bisa
mempengaruhi permintaan. Keadaan ini belum terjadi di kawasan wisata Kandi-
Tanah Hitam. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa walaupun responden belum
merasa puas dengan kinerja yang diperlihatkan oleh kawasan ini dalam memenuhi
harapan mereka, namun keinginan untuk berkunjung kembali ke kawasan ini
sangat tinggi (90,91%).
Stynes dalam Yoeti (2006) menyebutkan bahwa dampak ekonomi dari
pengembangan pariwisata dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu direct, Indirect
dan induced impact. Manfaat langsung akan didapatkan dari pengeluaran
wisatawan dalam bentuk makan minum, transportasi, upah dan lainnya pada saat
musim ramai pengunjung. Manfaat tidak langsung terjadi sejalan dengan adanya
108

manfaat langsung. Pengadaan bahan baku untuk pembangunan objek wisata,


lapangan pekerjaan baru yang muncul, pengusahaan jasa wisata, bahan makanan
dan kebutuhan lainnya dapat memberikan manfaat kedua dari pengembangan
pariwisata. Induced impact merupakan manfaat tersier dari kegiatan wisatawan
berupa transaksi, pendapatan, dan pekerjaan yang dihasilkan dari pengeluaran
rumah tangga yang meningkatkan gaji, atau pendapatan pemilik usaha. Rumah
tangga atau tenaga kerja yang memperoleh manfaat ekonomi secara tidak
langsung dari kegiata pariwisata, kemudian kemudian menyisihkan keuntungan
dan membelanjakan kembali pendapatannya untuk keperluan lain.
Data kuesioner tentang rata-rata pengeluaran wisatawan dalam sekali
kunjungan ke kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam adalah sebanyak Rp.50.000,-
(Lampiran 2). Jika dikalikan dengan jumlah pengunjung yang datang sebanyak
13.764 orang (data sampai bulan Juli 2007), maka didapatkan uang yang beredar
ditengah masyarakat adalah sebanyak Rp.688.200.000,-. Jika modal yang
dikeluarkan untuk bahan baku adalah 80% dari total produk, maka manfaat tak
langsung yang didapat masyarakat adalah Rp.137.640.000,-. Jika manfaat tak
langsung ini dibelanjakan kembali oleh masyarakat dalam bentuk barang
kebutuhan sehari-harinya maka akan terjadi peningkatan perputaran ekonomi
ditengah-tengah masyarakat dalam bentuk efek pengganda.
Studi yang dilakukan oleh BPS ditahun 1991 terhadap peningkatan
ekonomi dari pengembangan pariwisata menunjukkan adanya efek pengganda
sebesar 1,88 dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh wisatawan (Gunawan,
2000). Artinya setiap rupiah yang dikeluarkan wisatawan tidak berhenti disektor
kepariwisataan saja tetapi akan membangkitkan kegiatan ekonomi lainnya yang
berarti membuka kesempatan kerja di berbagai sektor lain yang terkait dengan
kepariwisataan.
Hal yang sama dikatakan juga oleh Mill (2000), bahwa pengembangan
pariwisata menimbulkan dampak langsung dan tak langsung dari pendapatan yang
masuk ke sebuah kawasan yang diistilahkan sebagai pengganda. Pengganda
menjadi penyebab peningkatan dalam hal penjualan, pendapatan, pekerjaan dan
upah. Pendapatan yang berasal dari sektor pariwisata juga meningkatkan
pendapatan pemerintah yang masuk melalui pajak langsung atas pembelian barang
109

dan jasa, pajak tidak langsung dari pembayaran bea dan cukai, dan dari
pendapatan yang dihasilkan oleh usaha milik pemerintah sendiri.
Pengembangan pariwisata menimbulkan beberapa efek pengganda lain
seperti pengganda pekerjaan dan pengganda upah. Pengganda pekerjaan adalah
peningkatan pengeluaran wisatawan yang menciptakan pekerjaan baru. Jenis
pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam ini
antara lain pedagang, penjual makanan dan minuman, penjual tanaman hias,
boneka dan mainan anak-anak, hasil pertanian, dan lain-lain. Pekerjaan lainnya
adalah menjadi karyawan pada objek wisata, supir angkot, pengemudi ojek, juru
parkir, dan pemandu wisata.
Dampak ekonomi tak langsung terjadi sebagai akibat harga yang
dibayarkan ketika melakukan wisata. Pemilik penginapan mungkin menggunakan
sebagian dari uang sewa kamar untuk membeli bahan makanan dan membayar
upah karyawan. Pemasok bahan makanan dan karyawan penginapan tadi mungkin
membeli baju dan sepatu baru. Akibat dari uang sewa penginapan tadi akan terus
meningkat, sampai akhirnya uang tersebut disimpan di Bank atau dibelanjakan di
luar kawasan Kandi-Tanah Hitam. Dua kegiatan terakhir merupakan kebocoran
dari kegiatan ekonomi di wilayah tersebut.
Fenomena yang dulunya sering terjadi di Kota Sawahlunto adalah
tingginya tingkat kebocoran dana dari daerah ini, karena sebagian besar
penduduknya banyak menghabiskan waktu liburannya dengan pergi keluar kota
ketika musim liburan datang dan berakibat kepada menurunnya aktivitas
perekonomian. Namun setelah dikembangkannya beberapa objek wisata di daerah
ini, hal itu berangsur berkurang dan kebocoran dana yang terjadi selama ini dapat
ditekan. Fenomena yang terjadi sekarang adalah hal sebaliknya, dimana
Kabupaten/Kota tetangga yang mulai terjadi kebocoran dana dan mengalir ke
Kota Sawahlunto akibat pesatnya perkembangan sektor pariwisata yang terjadi di
kota ini.
Masalah yang sering terjadi pada tahap awal pengembangan pariwisata
adalah dibutuhkan dana yang cukup besar untuk membangun sarana prasarana dan
infrastruktur lainnya. Kebanyakan daerah tidak mampu menyediakan sendiri
kebutuhan keuangan ini dan mencoba menarik investor untuk masuk menanamkan
110

modalnya. Setelah pariwisata berkembang, investor yang datang mengirimkan


sebagian keuntungan yang didapat dari sektor pariwisata keluar daerah tersebut.
Keadaan seperti itu membuat daerah tujuan wisata yang kurang modal tidak
mampu bersaing untuk meningkatkan potensi wisatanya karena tingginya
kebocoran dana yang terjadi dan kecilnya efek pengganda yangterjadi ditengah
masyarakat.
Masalah ekonomi yang berhubungan dengan pariwisata antara lain
terjadinya (1) inflasi dan perubahan harga tanah, perkembangan pariwisata bisa
meningkatkan harga tanah dan harga barang lainnya serta jasa; (2) ketergantungan
pada musim, kawasan pariwisata ini baru ramai pada musim liburan dan sepi
pengunjung pada hari biasa. Padahal untuk hari biasa tetap diperlukan biaya
operasional mengakibatkan diperlukannya insentif finansial dari sektor publik;
(3) penanaman modal yang berlebihan dari pemerintah untuk mendorong sektor
pariwisata seringkali mengabaikan usaha produktif lain; (4) ketergantungan yang
berlebihan terhadap pariwisata padahal pertumbuhan pariwisata dipengaruhi oleh
perubahan internal-masalah politik, ketersediaan energi, perubahan nilai tukar
uang; (5) timbulnya permasalahan kriminalitas karena adanya kesenjangan
pendapatan antara wisatawan dan masyarakat setempat; (6) timbulnya tindakan-
tindakan asusila; (7) pengurangan debit air bersih; (8) terjadinya pencemaran oleh
sampah; dan (9) adanya vandalisme.

Dampak Sosial Budaya

Budaya sebuah bangsa mengandung kepercayaan, nilai, sikap dan tingkah


laku yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakatnya dan diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya mengekspresikan dirinya dalam
bentuk banyak hal seperti pakaian, arsitektur, kerajinan tangan, sejarah, bahasa,
agama, pendidikan, tradisi, kegiatan pengisi waktu luang, musik, seni memasak
dan sebagainya. Secara umum diterima, bila sebuah budaya yang kuat
berhubungan langsung dengan budaya yang lemah maka budaya yang lebih
lemahlah yang akan meminjam dari budaya yang lebih kuat. Banyak kegiatan
pariwisata melibatkan wisatawan dari budaya yang lebih kuat (Yoeti, 2006).
111

Berbicara tentang pariwisata, kesan pertama yang timbul dalam perspektif


budaya adalah tentang pengeksploitasian dan komersialisasi nilai-nilai budaya
untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari sektor pariwisata dan
menyebabkan munculnya berbagai macam konflik. Penilaian subjektif terhadap
pariwisata dalam persektif budaya bahwa adanya pariwisata justru menimbulkan
dampak negatif terhadap eksistensi nilai-nilai budaya sudah begitu melekat kuat
dalam pandangan masyarakat luas. Pada kenyataannya bila dinilai secara objektif,
dengan adanya pariwisata justru akan menggairahkan perkembangan kebudayaan
asli dan bahkan dapat menghidupkan kembali unsur-unsur budaya yang sudah
hampir dilupakan. Hal ini terlihat pada kawasan Kandi-Tanah Hitam.
Berkembangnya beberapa objek wisata untuk menampilkan beberapa kesenian
rakyat, telah ikut mendorong hidup kembali aneka kesenian rakyat yang sudah
hampir dilupakan oleh generasi mudanya (Tabel 23).
Dampak negatif yang dikhawatirkan timbul akibat pengembangan
pariwisata di Kota Sawahlunto pada umumnya dan kawasan wisata Kandi-Tanah
Hitam khususnya, belum menunjukkan efek yang perlu penanganan yang serius
karena aspek budaya lebih diutamakan dalam pengembangan objek wisata yang
ada. Pengembangan pariwisata di Kota Sawahlunto sesuai dengan visinya
Menjadi Kota Wisata Tambang yang Berbudaya pada tahun 2020, untuk
mewujudkan Kota Wisata Tambang tersebut seluruh masyarakat dan stakeholders
dapat beraktifitas, berkreasi dan berinovasi seluas-luasnya dengan harus tetap
berpedoman kepada nilai-nilai budaya, nilai-nilai agama dan adat istiadat yang
berlaku di tengah-tengah masyarakat.
Dalam pengembangan kegiatan wisata di kawasan bekas tambang Kandi-
Tanah Hitam yang perlu diantisipasi pada aspek sosial budaya adalah dalam
bentuk:
(1). terjadinya perubahan sistim nilai, dimana nilai dan idiologi asing yang
diterima mempengaruhi kehidupan masyarakat lokal dan secara berlahan
dikhawatirkan akan menjauhi budaya dan tradisi penduduk;
(2). terjadinya perubahan tingkah laku perorangan, hubungan kekeluargaan,
gaya hidup dan moral dari masyarakat di lokasi penelitian terutama kaum
remaja.
112

Umumnya kaum remaja di daerah tujuan wisata akan mudah terpengaruh


oleh gaya dan pola hidup dari wisatawan yang berkunjung ke daerah mereka seperti
cara berpakaian, sikap yang biasanya bertentangan dengan kode etik lokal dan
meniru pola konsumsi yang relatif lebih tinggi di atas kemampuan keuangan
masyarakat lokal. Namun gejala ini belum terlihat nyata pada kehidupan remaja di
sekitar kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam, karena pengunjung yang datang
kebanyakan adalah masyarakat yang kultur budayanya hampir sama dengan
daerah ini. Hal ini juga ditunjang dengan jenis wisata yang dikembangkan bukanlah
dalam bentuk wisata yang modern seperti di kota-kota besar lainnya, melainkan
dalam bentuk wisata yang biasa ada di sekitar wilayah Sumatera Barat. Semakin
kuat budaya lokal, maka akan semakin tangguh budaya tersebut mempertahankan
diri dari pengaruh negatif budaya asing. Hal ini telah dibuktikan oleh masyarakat
adat yang ada di Bali sebagai daerah kunjungan wisata mancanegara, mereka dapat
mempertahankan adat istiadat dan tradisi mereka di tengah gempuran budaya asing
yang ada disekitarnya, karena kegiatan pariwisata diselaraskan dengan budaya yang
ada. Begitupun dengan Kota Sawahlunto, objek wisata yang dikembangkan juga
diarahkan kepada bagaimana bentuk budaya baru yang muncul akibat aktivitas
penambangan yang terjadi selama ini. perwujudan wisata ini dalam bentuk objek
wisata museum, objek wisata lubang bekas tambang dan objek wisata proses
penambangan hingga menghasilkan batubara yang siap untuk dikirim keluar daerah
ini. Objek wisata budaya lainnya yang dikembangkan pada kawasan bekas tambang
adalah dalam bentuk prosesi pembauran antar etnik yang ada akibat aktivitas
pertambangan dalam bentuk pemugaran kawasan Kota Tua yang didiami oleh
berbagai suku bangsa dan etnik
yang ada di tanah air.
113

Arahan Strategi Pengembangan Pariwisata Kawasan Bekas Tambang


Kandi-Tanah Hitam

Untuk mendapatkan strategi pengembangan kawasan bekas tambang Kandi-


Tanah Hitam sebagai kawasan pariwisata, maka perlu diidentifikasi mengenai
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki berdasarkan karakteristik internal kawasan.
Pada penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah dengan Analisis SWOT
(Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats Analysis), yaitu analisis potensi,
kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis ini diawali dengan melakukan
inventarisasi dan klasifikasi terhadap permasalahan/kelemahan dan
kelebihan/kekuatan baik secara internal dalam pengembangan pariwisata, maupun
secara eksternal yang berasal dari lingkungan di luar kawasan pengembangan
pariwisata.

Identifikasi Kekuatan/Kelemahan dan Peluang/Ancaman

Lingkungan strategis yang mempengaruhi kinerja pengembangan


pariwisata di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam dibagi atas faktor
internal dan eksternal. Dalam faktor internal; termasuk di dalamnya kekuatan (S=
Strengths) dan kelemahan (W= Weakness). Sementara yang tergolong dalam
faktor eksternal adalah peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats). Hasil
pengamatan dan wawancara di lapangan, diperoleh daftar faktor internal dan
eksternal dalam pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang adalah:
- Faktor Internal
Kekuatan / Strength (S). Faktor internal yang merupakan kekuatan dalam
pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam.
Kelemahan / Weakness (W). Faktor internal yang merupakan kelemahan
dalam pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah
Hitam adalah seperti yang terlihat pada Tabel 24.
114

Tabel 24. Faktor internal Kekuatan /Strength (S) dan Kelemahan/Weakness (W)
Kekuatan / Strength
(S)
1. Arahan RTRW Kota Sawahlunto 2004-2014
2. Status lahan milik Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto
3. Lokasi yang strategis
4. Produktivitas lahan rendah untuk pertanian
5. Budaya Gotong royong dan pluralistik masyarakat
6. Perekonomian masyarakat mulai bangkit
7. Kuantitas jaringan jalan yang memadai
8. Potensi kawasan wisata seluas 400 Ha
9. Potensi hutan kota dari hutan rakyat dan daerah reboisasi
10. Kepadatan penduduk yang masih rendah
Kelemahan / Weaknessess
(W)
1. Perkembangan fisik wilayah yang cenderung sporadis
(ketidakseimbangan perkembangan)
2. Masalah transportasi yang masih terbatas jumlahnya
3. Keterbatasan keuangan pemerintah daerah untuk melakukan
pembiayaan
4. Daya dukung fisik lahan, dimana lebih dominan lahan marginal

- Faktor Eksternal
Peluang / Opportunity (O). Faktor eksternal yang merupakan peluang yang
mendukung pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang Kandi-
Tanah Hitam.
Ancaman/ Threats (T). Faktor eskternal yang menjadi ancaman dalam
pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam
terlihat pada Tabel 25.
115

Tabel 25. Faktor eksternal Peluang/Opportunity (O) dan Ancaman/Threats (T)


Peluang / Opportunity
(O)
1. Pengembangan kawasan wisata
2. Kerjasama dengan investor dalam pengembangan kawasan
3. Pengembangan pusat kegiatan (pusat pelayanan)
4. Pengembangan kawasan strategis baru
5. Optimalisasi PAD (alternatif sumber pendapatan baru)
6. Bantuan dana dari Pemerintah Pusat.
7. Bantuan dari paket pinjaman luar negeri.
8. Kerjasama dengan Pemerintah Daerah lain
Ancaman / Threats
(T)
1. Ketersediaan sarana dan prasarana kota
2. Kualitas sumberdaya manusia di bidang pariwisata
3. Efisiensi, efektivitas dan koordinasi lembaga pemerintahan
4. Persaingan dalam pengembangan kawasan baru
5. Kegagalan dalam implementasi program yang telah dibuat
6. Peningkatan peran serta masyarakat
7. Peningkatan kebutuhan keuangan pemerintah yang makin tinggi
8. Perparkiran
9. Angkutan penumpang resmi (ojek)

Analisis SWOT dan Alternatif Strategi


Untuk menentukan strategi dan arahan pengembangan kawasan bekas
tambang Kandi-Tanah Hitam, maka dilakukan pencarian strategi silang dari ke
empat faktor yang ada di atas. Strategi silang yang digunakan adalah:
1). Strategi Strenghts-Opportunities (S-O), yaitu memanfaatkan kekuatan untuk
meraih peluang, dengan strategi yang dapat dilakukan adalah sebagaimana
terlihat pada Tabel 26.
2). Strategi Strengths-Threats (S-T), yaitu strategi yang memanfaatkan kekuatan
untuk mengurangi ancaman, dengan strategi alternatif yang dapat dilakukan
adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 26.
3). Strategi Weaknesses-Opportunities (W-O), yaitu meminimalkan kelemahan
untuk mencapai dan memanfaatkan peluang yang ada, dengan strategi yang
dapat dilakukan adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 26.
116

4). Strategi Weaknesses-Threats (W-T), yaitu merupakan taktik untuk bertahan


dari ancaman yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan
internal sebagaimana terlihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Strategi silang unsur SWOT

No Strategi Keterkaitan

S-O
1 Pengembangan kawasan wisata, pusat pelayanan dan kawasan
strategis baru dengan memanfaatkan potensi kawasan yang O1,O3,O4,
strategis, arahan RTRW, dan kepadatan penduduk yang S8,S1,S10
rendah.
2 Kerjasama dengan investor dan Pemerintah Daerah lain dalam
O2,O8,O1,
pengembangan kawasan bekas tambang untuk meningkatkan
O5
pendapatan masyarakat dan optimalisasi PAD.
3 Peluang bantuan dana dari Pusat dan paket pinjaman dari Luar
O6,O7,S5,
Negeri dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi dan budaya
S6
masyarakat yang mulai bangkit.
S-T
1 Peningkatan koordinasi antar sektor terkait dalam
T3,O1,O3,
perencanaan dan pengelolaan kawasan wisata, pusat
O4
pelayanan dan kawasan strategis baru.
2 Peningkatan peranserta masyarakat dalam mengatasi
T6,W3,O1,
keterbatasan keuangan pemerintah untuk pengembangan
O3, O4
kawasan wisata dan kawasan strategis baru.
W-O
1 Pengembangan pusat pelayanan, kawasan strategis baru dan
kawasan wisata dalam upaya mengatasi perkembangan O3,O4,O1,
wilayah yang cenderung sporadis dan mengatasi masalah W2
transportasi.
2 Pengembangan kualitas sumberdaya manusia melalui
pendidikan dan pelatihan dengan memanfaatkan paket S11,W5,O6
bantuan dari Pusat.
W-T
1 Optimalisasi potensi kawasan dengan meningkatkan
S8, T1
ketersediaan sarana dan prasarana yang ada.
2 Meningkatkan kualitas sumberdaya, efisiensi dan melibatkan
T2,T3,T6,
masyarakat dalam pengembangan kegiatan yang strategis
T5
untuk menghindari kegagalam implementasi program.
117

Berdasarkan strategi silang yang dilakukan terhadap unsur-unsur


Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, maka didapatkan beberapa strategi
yang bisa dipergunakan dalam pengembangan pariwisata pada kawasan bekas
tambang Kandi-Tanah Hitam. Alternatif strategi tersebut antara lain:
(1). Pengembangan kawasan wisata, pusat pelayanan dan kawasan strategis
baru yang didasarkan pada potensi kawasan, arahan dari RTRW, dan
kepadatan penduduk yang rendah.
(2). Kerjasama dengan investor dan Pemerintah Daerah lain dalam
pengembangan kawasan bekas tambang untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dan optimalisasi PAD.
(3). Peluang bantuan dana dari Pusat dan paket pinjaman dari Luar Negeri
dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi dan budaya masyarakat yang
mulai bangkit
(4). Peningkatan koordinasi antar sektor terkait dalam perencanaan dan
pengelolaan kawasan wisata, pusat pelayanan dan kawasan strategis baru.
(5). Peningkatan peranserta masyarakat dalam mengatasi keterbatasan
keuangan pemerintah untuk pengembangan kawasan wisata dan kawasan
strategis baru.
(6). Pengembangan pusat pelayanan, kawasan strategis baru dan kawasan
wisata dalam upaya mengatasi perkembangan wilayah yang cenderung
sporadis dan mengatasi masalah transportasi.
(7). Pengembangan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan
pelatihan dengan memanfaatkan paket bantuan dari Pusat.
(8). Optimalisasi potensi kawasan dengan meningkatkan ketersediaan sarana
dan prasarana yang ada.
(9). Meningkatkan kualitas sumberdaya, efisiensi dan melibatkan masyarakat
dalam pengembangan kegiatan yang strategis untuk menghindari
kegagalan implementasi program.
Untuk menentukan prioritas dari beberapa strategi yang telah didapat,
maka perlu diberikan bobot pada setiap unsur Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan
Ancaman. Pemberian bobot (berkisar 1-5, yaitu 1 untuk sangat tidak penting, 2
tidak penting, 3 cukup penting, 4 penting, dan 5 sangat penting), didasarkan
118

kepada derajat kepentingan dari unsur tersebut terhadap pencapaian tujuan.


Artinya, unsur yang paling penting akan mendapatkan bobot paling tinggi
sedangkan unsur yang kurang penting akan mendapatkan bobot yang paling
rendah. Pada Tabel 27 dapat dilihat pemberian bobot untuk setiap unsur
Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman yang ada berdasarkan
kepentingannya terhadap pencapaian tujuan.

Tabel 27. Pemberian bobot untuk setiap unsur Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan
Ancaman
Strength Weakness Opportunity Threats
Bobot Bobot Bobot Bobot
(S) (W) (O) (T)
S1 5 W1 5 O1 5 T1 1
S2 5 W2 4 O2 3 T2 1
S3 4 W3 3 O3 3 T3 1
S4 4 W4 3 O4 4 T4 2
S5 3 O5 2 T5 3
S6 3 O6 2 T6 3
S7 4 O7 3 T7 3
S8 5 O8 2 T8 2
S9 2 T9 3
S 10 3

Analisis dan Strategi Prioritas

Berdasarkan pembobotan yang dilakukan pada Tabel 27, maka dilakukan


proses penjumlahan bobot yang terkait dengan strategi yang didapat. Hasil dari
penjumlahan tersebut didapatkan beberapa alternatif strategi prioritas, seperti yang
terlihat pada Tabel 28.
119

Tabel 28. Penentuan strategi prioritas pengembangan pariwisata pada kawasan


bekas tambang Kandi-Tanah Hitam

No Strategi Keterkaitan Skor Prioritas


1 Pengembangan kawasan wisata, pusat
pelayanan dan kawasan strategis baru yang
O1,O3,O4, 5,3,4,5,5,3
didasarkan pada potensi kawasan, arahan 1
S8,S1,S10 = 25
dari RTRW, dan kepadatan penduduk yang
rendah.
2 Kerjasama dengan investor dan
Pemerintah Daerah lain dalam
O2,O8,O1, 3,2,5,2
pengembangan kawasan bekas tambang 5
O5 = 12
untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dan optimalisasi PAD.
3 Peluang bantuan dana dari Pusat dan paket
pinjaman dari Luar Negeri dimanfaatkan O6,O7,S5, 2,3,3,3
6
untuk peningkatan ekonomi dan budaya S6 = 11
masyarakat yang mulai bangkit.
4 Peningkatan koordinasi antar sektor terkait
dalam perencanaan dan pengelolaan T3,O1,O3, 1,5,3,4
4
kawasan wisata, pusat pelayanan dan O4 = 13
kawasan strategis baru.
5 Peningkatan peranserta masyarakat dalam
mengatasi keterbatasan keuangan T6,W3,O1, 3,3,5,3,4
2
pemerintah untuk pengembangan kawasan O3, O4 = 18
wisata dan kawasan strategis baru.
6 Pengembangan pusat pelayanan, kawasan
strategis baru dan kawasan wisata dalam
O3,O4,O1, 3,4,5,4
upaya mengatasi perkembangan wilayah 3
W2 = 16
yang cenderung sporadis dan mengatasi
masalah transportasi.
7 Pengembangan kualitas sumberdaya
manusia melalui pendidikan dan pelatihan 3,3,2
S11,W5,O6 7
dengan memanfaatkan paket bantuan dari =8
Pusat.
8 Optimalisasi potensi kawasan dengan
5,1
meningkatkan ketersediaan sarana dan S8, T1 8
=6
prasarana yang ada.
9 Meningkatkan kualitas sumberdaya,
efisiensi dan melibatkan masyarakat dalam
1,1,3,3
pengembangan kegiatan yang strategis T2,T3,T6, T5 7
=8
untuk menghindari kegagalam
implementasi program.
120

Langkah awal yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Sawahlunto


dalam pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah
Hitam adalah mengembangkan kawasan tersebut sebagai pusat pelayanan,
kawasan strategis baru karena hal ini sesuai dengan arahan yang ada pada RTRW
untuk mengatasi kelemahan dan tantangan ketersediaan sarana dan prasarana yang
masih kurang tersebut. Berikut ini adalah langkah yang dapat dipakai untuk
menunjang strategi yang ada, yaitu:

Strategi Pertama : Pengembangan kawasan wisata, pusat pelayanan, dan


kawasan strategis baru yang didasarkan pada potensi kawasan, arahan dari
RTRW, dan kepadatan penduduk yang rendah.
Sesuai dengan arahan penggunaan lahan yang terdapat dalam RTRW,
kawasan ini adalah selain kawasan pengembangan wisata dan olahraga, juga
merupakan daerah yang diperuntukan untuk pengembangan pemukiman,
perdagangan, pertanian dan pusat pelayanan. Melihat potensi kepadatan penduduk
yang masih rendah jika dibandingkan dengan dengan rata-rata kepadatan
penduduk keseluruhan, maka langkah yang dapat dilakukan adalah :
1). Membangun kawasan pemukiman di kawasan antara Desa Kolok
Mudik sampai Desa Kolok Nan Tuo.
2). Membangun pusat pelayanan dan perdagangan di Desa Sijantang Koto
dan Desa Santur.
3). Membangun fasilitas sub terminal angkutan orang dan barang di Desa
Santur atau Desa Kolok Mudik.

Strategi Kedua : Peningkatan peranserta masyarakat dalam mengatasi


keterbatasan keuangan pemerintah untuk pengembangan kawasan wisata dan
kawasan strategis baru.
Peranserta masyarakat untuk pengembangan kawasan ini sangat
diperlukan karena tujuan dari pembangunan yang dilakukan adalah untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat yang ada di sekitar wilayah pengembangan.
Peranserta masyarakat dapat ditingkatkan melalui kegiatan yang menuntut
keterlibatan aktif dari masyarakat, berupa:
121

1). Membuat kegiatan pengembangan usaha perikanan dalam bentuk


keramba di kawasan Danau Kandi.
2). Melibatkan peran aktif masyarakat sekitar dalam pengembangan
fasilitas tambahan Kebun Wisata.
3). Kegiatan sosialisasi pengembangan pariwisata terhadap masyarakat
yang terkena imbas.

Strategi Ketiga : Pengembangan pusat pelayanan, kawasan strategis baru dan


kawasan wisata dalam upaya mengatasi perkembangan wilayah yang cenderung
sporadis dan mengatasi masalah transportasi.
Kondisi fisik Kota Sawahlunto yang tidak teralu mendukung untuk
pengembangan kawasan perkotaan karena bentuk wilayah yang dominan berbukit,
menyebabkan perkembangan wilayah terjadi secara sporadis dan tersebar.
Kawasan yang mempunyai potensi yang tinggi untuk melakukan usaha menjadi
sangat padat, sedangkan daerah lain yang kurang berpotensi yang menjadi
tertinggal dan terbelakang. Langkah yang bisa dilakukan untuk meminimalisir
dampak ini adalah dengan melakukan kegiatan:
1). Inventarisasi potensi setiap kawasan untuk dilakukan pengembangan
sesuai dengan potensi yang ada masing-masing kawasan.
2). Membuka akses terhadap kawasan yang masih belum berkembang
berupa pembangunan sarana prasarana yang dibutuhkan dan
aksesibilitas yang lancar menuju kawasan tersebut.

Strategi Keempat : Peningkatan koordinasi antar sektor terkait dalam


perencanaan dan pengelolaan kawasan wisata, pusat pelayanan dan kawasan
strategis baru.
Pengembangan wilayah membutuhkan keterpaduan antar berbagai elemen
yang terlibat didalamnya. Tanpa itu semua, perencanaan yang dilakukan tidak
dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Selama ini, perencanaan
yang dilakukan cenderung lebih mementingkan egosektoral dari masing-masing
dinas/instansi yang ada. Visi kota yang seharusnya menjadi pedoman dalam
perencanaan kegiatan dari dinas/instansi yang ada, belum sepenuhnya tergambar
dalam rencana maupun kegiatan yang dilakukan oleh dinas/instansi tersebut. Hal
122

ini mengakibatkan terjadinya perebutan kegiatan yang dianggap basah, dan


terbengkalainya beberapa kegiatan pokok yang dianggap kering, sehingga
kegiatan pembangunan yang dilakukan tidak begitu efektif.
Langkah yang dapat dilakukan untuk mewujudkan strategi tersebut adalah:
1). Menggiatkan kembali pelaksanaan rapat teknis dan rapat koordinasi
pembangunan dari dinas/instansi yang ada.
2). Memprioritaskan kegiatan yang berhubungan dengan rencana
pengembangan kawasan strategis untuk pencapaian visi kota.
3). Melibatkan seluruh dinas/instansi yang berhubungan dengan
pelaksanaan pengembangan kawasan strategis yang direncanakan.

Strategi Kelima : Kerjasama dengan investor dan Pemerintah Daerah lain


dalam pengembangan kawasan bekas tambang untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dan optimalisasi PAD.
Kehadiran investor dalam pembangunan wilayah sangat diperlukan untuk
mengatasi kesulitan keuangan daerah dalam melanjutkan pembangunan. Selain itu
kerjasama antar daerah dalam kerangka saling menguntungkan antara kedua belah
pihak akan berdampak kepada percepatan pengembangan suatu wilayah. Hal yang
perlu diperhatikan dan dikaji lebih dalam adalah jangan sampai terjadi adanya
kebocoran daerah akibat dari kerjasama ini. Untuk melaksanakan strategi kelima
tersebut, dapat dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:
1). Membuat aturan yang jelas tentang sifat kerjasama yang akan
dilakukan baik dengan investor maupun dengan pemerintah daerah
lain tersebut.
2). Membuat penelitian dan kajian menyeluruh tentang kebutuhan
kegiatan yang memerlukan kerjasama dengan pihak lain tersebut.
3). Kerjasama antar daerah dalam bentuk pemasaran produk unggulan
yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
4). Mempersiapkan sumberdaya manusia yang terampil melalui pelatihan
yang berhubungan dengan kegiatan kerjasama dengan investor
maupun pemerintah daerah lain.
123

5). Memberikan insentif dan kemudahan terhadap investor atau


pemerintah daerah lain yang akan melakukan kerjasama dalam
kegiatan pembangunan.

Strategi Keenam : Peluang bantuan dana dari Pusat dan paket pinjaman dari
Luar Negeri dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi dan budaya masyarakat
yang mulai bangkit.
Berlakunya Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004,
membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk mencari sumber pembiayaan dari
pihak lain untuk melanjutkan pembangunan dan pengembangan wilayahnya.
Sebagian besar pemerintah daerah berpacu mencari sumber pembiayaan lain baik
itu antar pemerintah daerah, dengan pemerintah pusat maupun dengan pihak luar
(asing) dalam ketentuan perundangan yang berlaku. Peluang ini dicoba oleh
pemerintah Kota Sawahlunto dengan menjajaki kerjasama dengan Pemerintah
Malaysia dengan membuat kesepakatan pengembangan budaya melayu serumpun
dan Kota Kembar. Langkah yang bisa diterapkan dalam mencapai strategi keenam
ini adalah:
1). Membuat Memorandum of Understanding dengan pihak asing untuk
mendapatkan paket bantuan pengembangan wilayah maupun budaya
yang berkelanjutan.
2). Mengembangkan kerjasama dengan pihak asing dalam bentuk
pelatihan aparatur pemerintah untuk magang keahlian di negara yang
dituju dengan skema pembiayaan yang saling menguntungkan.
3). Membuat program strategis pengembangan pembangunan daerah
untuk menggaet dana pusat dalam bentuk Dana Alokasi Khusus.

Strategi Ketujuh : Peningkatan dan pengembangan kualitas sumberdaya


melalui pendidikan dan pelatihan, efisiensi dengan melibatkan masyarakat dalam
pengembangan kegiatan strategis untuk menghindari kegagalan implementasi
program.
Sumberdaya manusia yang terlatih sangat menentukan dalam keberhasilan
pencapaian tujuan pembangunan. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah
daerah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia agar bisa melaksanakan
124

pembangunan yang telah direncanakan. Sumberdaya manusia yang tidak


berkualitas akan menambah beban suatu daerah. Keberhasilan pembangunan suatu
daerah dapat dilihat dari indek pembangunan manusianya. Untuk mencapai
strategi ketujuh, dapat dilaksanakan dengan kegiatan yaitu:
1). Pengiriman aparatur yang berkompeten untuk mengikuti pendidikan
dan pelatihan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembangunan.
2). Menyekolahkan aparatur yang berprestasi ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi dan disesuaikan dengan kebutuhan bidang keilmuan yang
masih diperlukan daerah.
3). Mengadakan on job training terhadap aparatur yang baru disetiap
dinas/instansi yang ada supaya lebih mengenal lingkungan kerja.
4). Sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat tentang bagaimana sikap
dalam menghadapi wisatawan yang berkunjung ke daerah mereka.
5). Memacu berdirinya kelembagaan pariwisata lokal dalam masyarakat.
6). Melibatkan pihak perguruan tinggi untuk ikut berperan aktif dalam
sharing knowlegde terhadap kegiatan pembangunan yang dilakukan.
7). Meningkatkan mutu pendidikan daerah dengan melengkapi sarana
prasarana pengajaran yang dibutuhkan.

Strategi Kedelapan : Optimalisasi potensi kawasan dengan meningkatkan


ketersediaan sarana dan prasarana yang ada.
Potensi kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam baru sedikit yang
dimanfaatkan. Terdapat banyak alternatif pengembangan yang bisa dilakukan
pada kawasan ini dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungannya.
Ketersediaan sarana prasarana penunjang yang dibutuhkan kawasan ini perlu
segera dipenuhi untuk mempercepat pengembangan kawasan ini maupun wilayah
sekitarnya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
1). Mempercepat penyelesaian jalur utama kawasan yaitu prasarana jalan.
2). Membenahi sarana wisata utama seperti mushalla dan toilet pada
objek wisata untuk meningkatkan kenyamanan kunjungan wisatawan.
3). Memperbanyak dan meningkatkan jenis atraksi wisata yang ada
masing-masing objek wisata yang ada.
125

4). Merealisasikan rencana pengembangan objek camping ground dan


outbound yang berpotensi dibangun pada kawasan Danau Tandikat.
5). Membenahi pengelolaan masing-masing objek yang terdapat dalam
kawasan dalam bentuk Satuan Tugas atau Unit Pelaksana Teknis
Daerah.
6). Membuat kelembagaan yang jelas tentang pengelola kawasan wisata
yang ada, sehingga bisa lebih optimal dalam melaksanakan tugas.
126

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan serta dengan


memperhatikan kaitannya dengan tujuan penelitian maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Secara biofisik, ekonomi, dan sosial budaya serta objek wisata yang
terbangun, maka kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam berpotensi
untuk pengembangan wisata.
2. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pengembangan pariwisata pada
kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam berdampak positif terhadap
konservasi dan pelestarian lingkungan hidup di kawasan bekas tambang,
penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat sekitar
kawasan, dan turut membangun Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Sawahlunto, serta tidak ditemukan dampak negatif terhadap budaya
masyarakat sekitar kawasan.
3. Prioritas arahan strategi pengembangan kawasan bekas tambang Kandi-Tanah
Hitam yaitu pengembangan kawasan wisata, pusat pelayanan, dan kawasan
strategis baru yang didasarkan pada potensi kawasan, arahan dari RTRW, dan
kepadatan penduduk yang rendah.

Saran

1. Perlunya dukungan seluruh stakeholders terkait yang secara konsisten


menempatkan pariwisata sebagai sektor utama penggerak ekonomi daerah.
Pengembangan pariwisata yang lintas sektoral memerlukan koordinasi yang
baik antar semua pengambil kebijakan, perencana, politisi, maupun pelaksana
yang dapat menggerakkan pariwisata sebagai sektor yang berdaya saing
tinggi seperti yang diharapkan.
2. Perlu kajian lebih lanjut tentang pengembangan pariwisata pada kawasan
bekas tambang ini, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan
pendapatan asli daerah dalam jangka waktu tertentu.
127

PUSTAKA

Alkadri, Muchdie, dan Suhandojo, editor. 2001. Tiga Pilar Pengembangan


Wilayah. Ed ke-2 (rev). Jakarta: Pusat Pengkajian KTPW BPPT.
Alkadri, Djajadiningrat HM. 2002. Bagaimana Menganalisis Potensi Daerah?
Konsep dan Contoh Aplikasi. Di dalam: Ambardi UM, Prihawantoro S,
penyunting. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta: Pusat
Pengkajian KTPW BPPT.
Aminudin. 2003. Analisis Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Lampung
Propinsi Lampung. Tesis. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Antono, Hari Tetra, Sahrudin Sahmiran, Bambang Yunianto. 1993. Studi
Transformasi Struktural Pasca Pertambangan Perusahaan Umum Batubara
Ombilin Propinsi Sumatera Barat. Dirjen Pertambangan Umum. Jakarta.
Aritonang R, L. 2005. Kepuasan Pelanggan PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Asoka Andi, Wannofri Samry, Zaiyardam Zubir, Zulqayyim. 2005. Sawahlunto,
Dulu, Kini Dan Esok Menyongsong Kota Wisata Tambang yang
Berbudaya. Padang: Pusat Studi Humaniora Unand kerjasama dengan
Pemko Sawahlunto.
[Bappeda Provinsi Jabar] Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2005.
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah. Bandung: Bappeda
Provinsi Jawa Barat.
[Bappeda Kota Sawahlunto] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota
Sawahlunto. 2006. Sawahlunto Dalam Angka 2005. Kota Sawahlunto:
Bappeda-BPS Kota Sawahlunto.
. 2006a. Kecamatan Talawi Dalam Angka 2005. Kota
Sawahlunto: Bappeda-BPS Kota Sawahlunto.
. 2006b. Kecamatan Barangin Dalam Angka 2005. Kota
Sawahlunto: Bappeda-BPS Kota Sawahlunto.
. 2006c. Sensus Ekonomi Nasional Tahun 2005. Kota
Sawahlunto: Bappeda-BPS Kota Sawahlunto.
. 2006d. Keadaan Sosial Ekonomi Kota Sawahlunto 2005.
Kota Sawahlunto: Bappeda-BPS Kota Sawahlunto.
. 2006e. Tinjauan Perekonomian Kota Sawahlunto 2005. Kota
Sawahlunto: Bappeda-BPS Kota Sawahlunto.
. 2006f. Produk Domestik Regional Bruto Kota Sawahlunto:
Menurut Lapangan Usaha 2004-2005. Kota Sawahlunto: Bappeda-BPS
Kota Sawahlunto.
Barus B, Wiradisastra US. 2000. Sistem Informasi Geografi. Sarana Manajemen
Sumberdaya. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
128

[Depkimpraswil] Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat


Jenderal Penataan Ruang. 2003. Bantuan Teknis Penyusunan Rencana
Tata Ruang Kawasan Pertambangan Batubara Sawahlunto. PT Barn Cita
Laksana. Jakarta.
[Diperindagkop Kota Sawahlunto] Dinas Pertambangan Perindustrian
Perdagangan dan Koperasi Kota Sawahlunto. 2006. Blok Plan Resort
Wisata Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto. Sawahlunto: Bidang
Pertambangan dan Energi - Dinas Perindagkop Kota Sawahlunto.
Dirjen Penataan Ruang. 2003. Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang di
Indonesia: Tinjauan Teoritis Praktis. Jakarta: Departemen Pemukiman dan
Prasarana Wilayah.
Edward J, Arwel. And Llurdes I Coit, Joan Charles. 1996. Mines And Quaries
Industrial Heritage Tourism. Annuals of Tourism Research. Vol 23, No 2.
Elsevier. Great Britain.
Farid, M.S. 2003. Informasi Pasar, Kunci Hidup Mati Usaha Kita. Ed: Mei 2003.
Grandoit J. 2005. Tourism as a Development in the Caribbean and the
Enverinmental By-products: The StressesOn Small Island Resources and
Remedies. International Realtions, Economics, The Maxwell School of
Syracuse University. Journal of Development and Social Transformation.
Vol 2. http://www.maxwell.syr.edu/journalvol2.pdf. [25 November 2006]
Gunawan MP. 2000. Agenda 21 Sektoral; Untuk Pengembangan Kualitas Hidup
Secara Berkelanjutan. Kerjasama Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup dengan UNDP. Jakarta.
Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Tanah. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Hamzah H. 2005. Dampak Kegiatan Pertambangan Terhadap Pengembangan
Wilayah, Kasus di Kota Bontang dan kabupaten Kutai Timur Provinsi
Kalimantan Timur. Tesis. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Ihshani, D.W. 2005. Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Atribut Wisata
Cangkuang Garut, Jawa Barat. Skripsi. Bogor : Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Jayadinata JT. 1986. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan
dan Wilayah. ITB Bandung.
Kertajaya H, Yuswohadi. 2005. Attracting Tourists Traders Investors: Strategi
Memasarkan Daerah di Era Otonomi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Kuswartoyo, Tjuk. 2001. Sawahlunto 2020: Agenda Mewujudkan Kota Wisata
Tambang yang Berbudaya. Pemerintah Kota Sawahlunto dan LPM-ITB.
Bandung.
Mill, R C. 2000. Tourism The International Bussiness. Ed.1. PT RajaGrafindo
Persada. Jakarta.
129

Nawanir, H. 2003. Studi Pengembangan Ekonomi dan Keruangan Kota


Sawahlunto Pascatambang. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro.
Oktaviani, R.W. 2006. Analisis Kepuasan Pengunjung Terhadap Kinerja Kebun
Wisata Pasir Mukti dan Implikasinya Terhadap Bauran Pemasaran.
Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
[Pemda Kota Sawahlunto] Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto. 2001. Peraturan
Daerah Kota Sawahlunto Nomor 2 tahun 2001 Tentang Visi Kota
Sawahlunto. Sawahlunto: Pemda Kota Sawahlunto.
. 2004. Peraturan
Daerah Kota Sawahlunto Nomor 07 tahun 2004 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sawahlunto. Sawahlunto: Pemda Kota
Sawahlunto.
[Pemda Kota Sawahlunto] Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto. 2001. Peraturan
Daerah Kota Sawahlunto Nomor 2 tahun 2001 Tentang Visi Kota
Sawahlunto. Sawahlunto: Pemda Kota Sawahlunto.
Permana, RDD. 2004. Rencana Penataan Ruang Jabodetabek-Punjur. Di dalam:
Prosiding Seminar Terbatas Penataan Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan
Permasalahan Lingkungan di Jabodetabek. Bogor, 2004. Bogor: Swara
Darmaga-Fakultas Peternakan IPB.
[PPTA] Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1994. Laporan Kemajuan:
Pengujian dan Pengembangan Reklamasi Sumberdaya Lahan Serta
Pelatihan. Kerjasama PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) dengan
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
[PT BA-UPO] Perusahaan Terbatas Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin.
1991. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL).
. 2005. Laporan Triwulan Pengelolaan, Pemantauan dan Pengendalian
Lingkungan. Sawahlunto: PT. BA-UPO.
Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
[RI] Pemerintah Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan. Jakarta: Depparpostel.
. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. Jakarta: Bappenas.
. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Depdagri.
. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta: Bappenas.
. 1997. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN). Jakarta: Bappenas.
130

Robinson H. 1976. A Geography of Tourism. London. Mc Donald.


Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2006. Diktat Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah. Edisi: Mei 2006. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. 337 hlm.
Santoso, S. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Elek Media
Komputindo. Jakarta.
Soekadijo, RG. 2000. Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata sebagai
“System Linkage”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Soemarwoto O. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Penerbit Djembatan.
Subadra IN. 2007. Prinsip-prinsip Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan. Artikel
Pariwisata. 6 April 2007. http://subadra.wordpress.com/tag/artikel-
pariwisata (23 April 2007).
Suhandoyo. 2002. Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam rangka
Pelaksanaan Otonomi Daerah. Di dalam: Ambardi UM, Prihawantoro S,
penyunting. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta: Pusat
Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT.
Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Meningkatkan
Pangsa Pasar. PT Rineta Cipta. Jakarta.
Ulrike G, Fesenmaier D.R, Formica S and O’Leary J.T. 2006. Searching for the
future: Challenges Faced by Destination Marketing Organizations. Journal
of Travel Research.http://www.sagepub.com [9 Desember 2006].
Wall G. 1995. Introduction to Ecotourism. Dalhousie University. Environmental
Studies Center Development in Indonesia Project.
Wibowo AS. 2001. Pariwisata, Ekowisata dan Lingkungan. Jakarta.
Yoeti. O.A. 1997. Perencanaan Pembangunan Pariwisata. Angkasa. Bandung.
. 2006. Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya. Pradnya Paramita.
Jakarta
131

Lampiran 1 Karakteristik Pengunjung

Sebaran responden berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 59 59,60%
Perempuan 40 40,40%
Jumlah 99 100%
Sebaran responden berdasarkan Umur
Umur Jumlah Persentase
10-20 tahun 15 15,15%
21-30 tahun 41 41,41%
31-40 tahun 27 27,27%
41-50 tahun 11 11,11%
51-60 tahun 5 5,06%
60 tahun lebih 0 0%
Jumlah 99 100%
Sebaran responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase
SD 1 1,01%
SLTP 12 13,13%
SLTA 50 50,50%
D1 1 1,01%
D2 2 2,02%
D3 9 9,09%
S1 20 20,20%
S2 4 4,04%
S3 0 0%
Jumlah 99 100%
Sebaran responden berdasarkan Status Dalam Keluarga
Status Dalam Keluarga Jumlah Persentase
Suami/Ayah 31 31,31%
Istri/Ibu 22 22.22%
Anak 46 47,47%
Lainnya 0 0%
Jumlah 99 100%
Sebaran responden berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah Anggota Keluarga Inti Jumlah Persentase
1 orang 1 1,01%
2 orang 6 6,06%
3 orang 23 23,23%
4 orang 28 28,28%
5 orang 15 15,15%
6 orang 13 13,13%
7 orang 9 10,10%
8 orang 3 3,03%
9 orang 1 1,01%
Jumlah 99 100%
132

Lampiran 1. (Lanjutan)

Sebaran responden berdasarkan Jenis Pekerjaan Tetap


Jenis Pekerjaan Tetap Jumlah Persentase
PNS 24 24,24%
TNI/Polri 3 3,03%
Pegawai Swasta 18 19,19%
Wiraswasta 16 16,16%
Pedagang 6 6,06%
Petani 2 2,02%
Buruh 2 2,02%
Rumah Tangga 4 4,04%
Pelajar/Mahasiswa 16 16,16%
Lainnya 8 8,08%
Jumlah 99 100%
Sebaran responden berdasarkan Jabatan
(untuk PNS, TNI/Polri, pegawai swasta)
Jabatan (untuk PNS, TNI/Polri,
Jumlah Persentase
pegawai swasta)
Direktur/Kepala Dinas 1 2,22%
Manager Madya/Kepala Kantor/Kepala
11 24,45%
Seksi
Staf/pegawai 32 71,11%
Lainnya 1 2,22%
Jumlah 45 100%
Sebaran responden berdasarkan Pengeluaran perbulan
Pengeluaran Perbulan (Rp) Jumlah Persentase
< 1.000.000 48 48,49%
1.000.001-2.000.000 32 32,32%
2.000.001-3.000.000 11 11,11%
3.000.001-4.000.000 8 8,08%
4.000.001-5.000.000 0 0,%
>5.000.000 0 0,%
Jumlah 99 100%
Sebaran responden berdasarkan Asal Tempat Tinggal
Asal Daerah Tempat Tinggal Jumlah Persentase
Kota Sawahlunto 55 55,56%
Kab. Sawahlunto/Sijunjung 9 9,09%
Kab. Dharmasraya 1 1,01%
Kab. Tanah Datar 3 3,03%
Kota Padang 13 13,13%
Kota Padang Panjang 1 1,01%
Kota Payakumbuh 1 1,01%
Kab. Solok 7 7,07%
Kota Solok 7 7,07%
Indragiri Hulu 1 1,01%
Jakarta Selatan 1 1,01%
Jumlah 99 100%
133

Lampiran 2 Tahapan Pengambilan Keputusan

Pengenalan Kebutuhan
Sebaran Manfaat Yang Didapat Dari Kunjungan
Manfaat Jumlah Persentase
Privasi 1 1,01%
Pengetahuan 37 37,37%
Keakraban 3 3,03%
Hiburan 57 57,58%
Lainnya 1 1,01%
Jumlah 99 100%
Sebaran Kendaraan Yang Digunakanan Untuk Berkunjung
Kendaraan Jumlah Persentase
Pribadi 74 74,75%
Umum 16 16,16%
Sewaan 9 9,09%
Jumlah 99 100%
Sebaran Perasaan Ketika Berkunjung
Rasa Jumlah Persentase
Merasa ada yang kurang 37 37%
Biasa saja 63 63%
Jumlah 99 100%
Sebaran Pernah Berkunjung Ke Lokasi Lain Yang Mirip
Lokasi Lain Jumlah Persentase
Pernah 36 36,3636
Tidak Pernah 63 63,6364
Jumlah 99 100%
Pencarian Informasi
Sebaran Cara Mendapatkan Informasi
Informasi Jumlah Persentase
Reklame 8 6,56%
Radio 7 5,74%
Teman 85 69,67%
TV 5 4,09%
Brosur 11 9,02%
Media Cetak 6 4,92%
Jumlah 122 100%
Sebaran Kunjungan Keberapa Kali
Kunjungan Jumlah Persentase
Pertama kali 0 0%
Lebih dari 2 kali 99 100%
Jumlah 99 100%
134

Lampiran 2. (Lanjutan)

Pencarian Informasi
Sebaran Fokus Perhatian dari Informasi Yang Ada
Fokus Perhatian Jumlah Persentase
Harga 8 6,50%
Kenyamanan 27 21,95%
Paket 22 17,89%
Fasilitas 21 17,07%
Lokasi 43 34,96%
Lainnya 2 1,63%
Jumlah 123 100%
Sebaran dengan Siapa Berkunjung Saat Ini
Dengan Siapa Jumlah Persentase
Sendiri 10 10,10%
Keluarga 61 61,62%
Pasangan 13 13,13%
Kelompok 15 15,15%
Jumlah 99 100%
Evaluasi Alternatif
Sebaran Pertimbangan Berkunjung
Pertimbangan Jumlah Persentase
Pelayanan 16 12,31%
Kenyamanan 35 26,92%
Akses 10 7,69%
Keragaman 19 14,62%
Harga 16 12,31%
Lokasi 34 26,15%
Jumlah 130 100%
Keputusan Pembelian
Sebaran Rencana Berkunjung
Rencana Jumlah Persentase
Direncanakan 58 58,59%
Tidak Direncanakan 41 41,41%
Jumlah 99 100%
Sebaran Alokasi Waktu Untuk Berkunjung
Alokasi Waktu Jumlah Persentase
Waktu Khusus 30 51,72%
Tidak 28 49,28%
Jumlah 58 100%
Sebaran Alternatif Tempat Lain Untuk Dikunjungi
Alternatif Jumlah Persentase
Tidak 17 17,17%
Ada 82 82,83%
Jumlah 99 100%
135

Lampiran 2. (Lanjutan)

Sebaran Tempat Lain Yang Dikunjungi


Tempat Lain Jumlah Persentase
Waterboom 72 58,06%
Taman Kota 23 18,55
Makam M Yamin 4 3,23%
Museum Keretapi 7 5,65%
Museu Dapur Umum 11 8,87%
Wisata Goa 7 5,64%
Jumlah 124 100%
Sebaran Keputusan Alasan Untuk Datang Berkunjung
Alasan Jumlah Persentase
Indah 34 34,34%
Nyaman 27 27,28%
Unik 13 13,13%
Akses 18 18,18%
Bangga 7 7,07%
Jumlah 99 100%
Sebaran Dengan Siapa Paling Sering Datang Berkunjung
Sering Dengan Jumlah Persentase
Sendiri 13 13,13%
Keluarga 53 53,54%
Pasangan 15 15,15%
Kelompok 18 18,18%
Jumlah 99 100%
Sebaran Frekuensi Kunjungan
Frekuensi Jumlah Persentase
Setiap minggu 14 14,14%
2 minggu sekali 8 8,08%
Setiap bulan 31 31,32%
4-6 kali setahun 23 23,23%
2-3 kali setahun 23 23,23%
Sekali setahun 0 0
Jumlah 99 100%
Sebaran Waktu Berkunjung
Hari Jumlah Persentase
Libur sekolah 23 23,23%
Libur nasional 23 23,23%
Akhir minggu 46 46,47%
Hari kerja 7 7,07%
Jumlah 99 100%
136

Lampiran 2. (Lanjutan)

Keputusan Pembelian
Sebaran Yang Paling Berpengaruh untuk Berkunjung
Sebab Jumlah Persentase
Sendiri 23 23,23%
Teman 28 28,28%
Keluarga 39 39,40%
Selebaran 2 2,02%
Iklan 1 1,01%
Pengelola 6 6,06%
Jumlah 99 100%
Sebaran Jumlah Pengeluaran Rata-rata Tiap Kunjungan
Pengeluaran Jumlah Persentase
< Rp 50.000 42 42,42%
Rp 50.000 - 100.000 34 34,34%
Rp 100.000 - 200.000 14 14,14%
> Rp 200.000 9 9,10%
Jumlah 99 100%
Perilaku Pasca Pembelian
Sebaran Perilaku Pascapembelian
Kepuasan Jumlah Persentase
Puas 63 63,64%
Tidak 36 36,36%
99 100%
Sebaran Keinginan untuk Berkunjung Kembali
Datang Kembali Jumlah Persentase
Ya 90 90,91%
Tidak 9 9,09%
Jumlah 99 100%
137

Lampiran 3 Hasil analisis kuadran

No Atribut
1 Kebersihan 3,25 4,51
2 Kenyamanan 3,46 4,61
3 Keamanan 3,40 4,61
4 Kesigapan petugas dalam melayani pengunjung 3,37 4,26
5 Keramahan dan kesopanan petugas 3,49 4,39
6 Tingkat pengetahuan tentang fasilitas 3,17 4,21
7 Kualitas dan pemeliharaan berbagai fasilitas dan sarana 3,03 4,43
8 Area parkir yang luas 3,35 4,11
9 Fasilitas taman satwa 2,80 4,29
10 Fasilitas kolam pancing Danau Tandikat 2,81 3,56
11 Fasilitas wisata air Danau Tandikat 2,98 4,04
12 Fasilitas Danau Kandi 2,75 3,86
13 Fasilitas camping ground 2,68 3,55
14 Kegiatan edukatif 2,90 3,98
15 Sarana peribadatan 2,72 4,59
16 Sarana toilet 2,66 4,53
17 Jenis paket wisata 2,97 3,77
18 Harga paket wisata 3,39 3,69
19 Pemadangan alam 3,65 4,33
20 Penataan lokasi wisata 3,18 4,35
21 Kegiatan promosi 3,26 3,95
22 Kemudahan mencapai lokasi 3,48 4,39
23 Sarana komunikasi 3,28 4,21
24 Papan informasi/penunjuk arah 3,34 4,47
25 Area jajanan/makanan 2,88 4,14
Total 78,25 104,83
3,13
4,1932
138

Lampiran 4 Plot kinerja – harapan (analisis kuadran)

Keterangan:
1. Kebersihan 14. Kegiatan edukatif
2. Kenyamanan 15. Sarana peribadatan
3. Keamanan 16. Sarana toilet
4. Kesigapan petugas dalam melayani pengunjung 17. Jenis paket wisata
5. Keramahan dan kesopanan petugas 18. Harga paket wisata
6. Tingkat pengetahuan tentang fasilitas 19. Pemadangan alam
7. Kualitas dan pemeliharaan berbagai fasilitas dan 20. Penataan lokasi wisata
sarana
8. Area parkir yang luas 21. Kegiatan promosi
9. Fasilitas taman satwa 22. Kemudahan mencapai lokasi
10. Fasilitas kolam pancing Danau Tandikat 23. Sarana komunikasi
11. Fasilitas wisata air Danau Tandikat 24. Papan informasi/penunjuk arah
12. Fasilitas Danau Kandi 25. Area jajanan/makanan
13. Fasilitas camping ground
139

Lampiran 5 Perhitungan selisih bobot antara kinerja – harapan (gap)

Kepentingan/Harapan Selisih Antara Kinerja


Atribut Kinerja (X)
(Y) dan Kepentingan
1 3,25 4,51 -1,26
2 3,46 4,61 -1,15
3 3,40 4,61 -1,21
4 3,37 4,26 -0,89
5 3,49 4,39 -0,90
6 3,17 4,21 -1,04
7 3,03 4,43 -1,40
8 3,35 4,11 -0,76
9 2,80 4,29 -1,49
10 2,81 3,56 -0,75
11 2,98 4,04 -1,06
12 2,75 3,86 -1,11
13 2,68 3,55 -0,87
14 2,90 3,98 -1,08
15 2,72 4,59 -1,87
16 2,66 4,53 -1,87
17 2,97 3,77 -0,80
18 3,39 3,69 -0,30
19 3,65 4,33 -0,68
20 3,18 4,35 -1,17
21 3,26 3,95 -0,69
22 3,48 4,39 -0,91
23 3,28 4,21 -0,93
24 3,34 4,47 -1,13
25 2,88 4,14 -1,26

3,13 4,1932 -26,58

Selisih Bobot (Total Bobot GAP/Jumlah Atribut) -1,0632


140

Lampiran 6 Plot selisih rata-rata kinerja – harapan (gap)

Lampiran 7 Plot selisih bobot kinerja – harapan (gap)


141

Lampiran 8 Hasil perhitungan Indeks Kepuasan Konsumen

Mean Mean
Weighted Weighted
No Atribut Importance Satisfaction
Factor Score
Score Score
1 Kebersihan 4,51 0,0430 3,25 0,1398
2 Kenyamanan 4,61 0,0440 3,46 0,1522
3 Keamanan 4,61 0,0440 3,40 0,1495
4 Kesigapan petugas dalam melayani 4,26 0,0406 3,37 0,1369
pengunjung
5 Keramahan dan kesopanan petugas 4,39 0,0419 3,49 0,1462
6 Tingkat pengetahuan tentang fasilitas 4,21 0,0402 3,17 0,1273
7 Kualitas dan pemeliharaan berbagai 4,43 0,0423 3,03 0,1280
fasilitas dan sarana
8 Area parkir yang luas 4,11 0,0392 3,35 0,1313
9 Fasilitas taman satwa 4,29 0,0409 2,80 0,1146
10 Fasilitas kolam pancing Danau 3,56 0,0340 2,81 0,0954
Tandikat
11 Fasilitas wisata air Danau Tandikat 4,04 0,0385 2,98 0,1148
12 Fasilitas Danau Kandi 3,86 0,0368 2,75 0,1013
13 Fasilitas camping ground 3,55 0,0339 2,68 0,0908
14 Kegiatan edukatif 3,98 0,0380 2,90 0,1101
15 Sarana peribadatan 4,59 0,0438 2,72 0,1191
16 Sarana toilet 4,53 0,0432 2,66 0,1149
17 Jenis paket wisata 3,77 0,0360 2,97 0,1068
18 Harga paket wisata 3,69 0,0352 3,39 0,1193
19 Pemadangan alam 4,33 0,0413 3,65 0,1508
20 Penataan lokasi wisata 4,35 0,0415 3,18 0,1320
21 Kegiatan promosi 3,95 0,0377 3,26 0,1228
22 Kemudahan mencapai lokasi 4,39 0,0419 3,48 0,1457
23 Sarana komunikasi 4,21 0,0402 3,28 0,1317
24 Papan informasi/penunjuk arah 4,47 0,0426 3,34 0,1424
25 Area jajanan/makanan 4,14 0,0395 2,88 0,1137
104,83 3,1376

Nilai Weighted Average sebesar 3,137617 didapatkan dari penjumlahan


nilai Weighted Score/WS seluruh atribut, dimana nilai Weighted Score/WS
diperoleh dari hasil pengalian nilai Weighted Factor/WF dari masing-masing
atribut dengan tingkat rata-rata kepuasan (Mean Satisfaction Score/MSS). Nilai
bobot tingkat rata-rata kepuasan (Mean Satisfaction Score/MSS) didapatkan dari
hasil penjumlahan masing-masing atribut tingkat kinerja dibagi dengan jumlah
responden.
142

Lampiran 8. (Lanjutan)

IKP/CSI = 0,627523 x 100%


IKP/CSI = 62,75%
Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) atau Costumer Satisfaction Index (CSI)
bisa dicari setalah didapatkan nilai Weighted Average tersebut. Hasil pengolahan
data data didapatkan nilai IKP/CSI sebesar 0,627523 atau 62,75 %. Dari tabel
range indeks kepuasan pelanggan maka nilai ini termasuk didalam range 0,51-
0,65 dan berada pada kriteria Cukup Puas.
143

Lampiran 9 Hasil analisis Friedman dan jumlah ranking fasilitas tambahan

Friedman Test
Ranks
Mean Rank
Kolam_renang 3,35
Hotel 3,31
Cottage 4,15
GOR 4,36
Pujasera 3,88
Stand_souvenir 4,29
Kebun_wisata 4,69

Test Statistics(a)
N 99
Chi-Square 52,377
Df 6
Asymp. Sig. 0,000
a. Friedman Test

Jumlah
No Fasilitas Tambahan
Ranking (Rj)
7 Kebun Wisata 468,5
4 GOR 435,5
6 Stand Souvenir 429,0
3 Cottage 414,5
5 Pujasera 387,5
1 Kolam Renang 334,5
2 Hotel 330,5
144

Lampiran 10 Data curah hujan Kota Sawahlunto 1996 – 2002

Tahun Rata-
Bulan Jumlah
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 rata
hari hujan (hh) 4,0 12,0 7,0 12,0 11,0 18,0 16,0 92,0 12,0
Januari
Curah hujan (mm) 91,5 226,0 149,2 85,0 226,8 244,0 152,2 1.285,0 160,6
hari hujan (hh) 10,0 2,0 9,0 8,0 3,0 12,0 7,0 68,0 9,0
Februari
Curah hujan (mm) 208,0 18,0 138,0 101,0 20,9 203,6 25,2 894,7 111,8
hari hujan (hh) 15,0 19,0 14,0 10,0 10,0 6,0 22,0 106,0 13,0
Maret
Curah hujan (mm) 272,0 256,0 210,0 112,0 241,7 19,1 219,5 1.393,8 174,2
hari hujan (hh) 19,0 13,0 15,0 1,0 4,0 20,0 22,0 109,0 14,0
April
Curah hujan (mm) 525,5 268,0 156,8 22,0 75,2 312,2 427,3 2.007,9 251,0
hari hujan (hh) 5,0 14,0 9,0 17,0 4,0 12,0 9,0 84,0 11,0
Mei
Curah hujan (mm) 22,5 145,0 84,0 310,0 144,8 189,6 90,0 1.166,3 145,8
hari hujan (hh) 7,0 4,0 8,0 9,0 16,0 5,0 8,0 67,0 8,0
Juni
Curah hujan (mm) 69,0 24,5 95,0 102,0 109,2 13,9 48,0 530,5 66,3
hari hujan (hh) 5,0 8,0 11,0 9,0 10,0 3,0 7,0 59,0 7,0
Juli
Curah hujan (mm) 34,0 96,0 178,0 199,0 89,6 32,8 152,0 802,8 100,4
hari hujan (hh) 18,0 2,0 18,0 6,0 11,0 4,0 9,0 84,0 11,0
Agustus
Curah hujan (mm) 278,0 10,5 281,5 85,0 131,4 69,4 266,3 1.329,3 166,2
hari hujan (hh) 8,0 3,0 17,0 21,0 14,0 15,0 10,0 96,0 12,0
September
Curah hujan (mm) 125,0 62,0 181,0 282,0 164,2 124,7 246,0 1.246,4 155,8
hari hujan (hh) 10,0 4,0 15,0 19,0 7,0 5,0 7,0 80,0 10,0
Oktober
Curah hujan (mm) 134,0 12,2 126,0 220,1 79,1 29,0 110,8 892,5 111,6
hari hujan (hh) 12,0 12,0 6,0 10,0 18,0 15,0 15,0 96,0 12,0
November
Curah hujan (mm) 165,0 190,8 19,5 184,0 223,3 131,8 292,0 1.277,2 159,7
hari hujan (hh) 9,0 13,0 12,0 11,0 10,0 16,0 13,0 98,0 12,0
Desember
Curah hujan (mm) 82,0 132,0 128,0 181,0 92,4 152,2 55,0 904,6 113,1
hari hujan (hh) 122,0 106,0 141,0 133,0 118,0 131,0 145,0 896,0 128,0
Jumlah
Curah hujan (mm) 2.006,5 1.441,0 1.747,0 1.883,1 1.598,7 1.522,3 2.084,2 12.282,6 1.754,7
hari hujan (hh) 10,0 9,0 12,0 11,0 10,0 11,0 12,0
Rata-rata
Curah hujan (mm) 167,2 120,1 145,6 156,9 133,2 126,9 173,7
Sumber : PT. Bukit Asam - Unit Pengolahan Ombilin, Bagian Pengelolaan Lingkungan
145

Lampiran 11 Formulir kuesioner kepuasan pengunjung

S E K O L A H P AS C A S A R J A N A
P R O G R A M S T U D I P E R E N C A N A A N WI L A Y A H
I N S TI T U T P E R T A N I A N B O G O R
T A H U N 2 00 7
KUISIONER

POTENSI KAWASAN BEKAS TAMBANG SEBAGAI OBJEK WISATA


(STUDI KASUS KANDI-TANAH HITAM KOTA SAWAHLUNTO)

No Responden :
Tanggal :
Pedoman Umum Pengisian:
Berilah tanda ceklis () pada :
untuk pilihan hanya satu jawaban
untuk pilihan lebih dari satu jawaban
Isilah jawaban ditempat yang telah disediakan

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN

A.1. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan


A.2. Umur : 10-20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun
41-50 51-60 tahun 60 tahun lebih
A.3. Pendidikan Terakhir : SD SLTP SLTA
D1 D2 D3
S-1 S-2 S-3
A.4. Status dalam keluarga : Suami/Ayah Anak
Istri/Ibu Lainnya
A.5. Jumlah anggota keluarga : ……… orang
(inti)
A.6. Pekerjaan tetap : PNS Wiraswasta
Rumah tangga TNI/Polri
Pedagang Pelajar/Mahasiswa
Pegawai Swasta Petani
Buruh Lainnya
A.7. Jabatan (untuk PNS, TNI/ : Direktur/Kepala Dinas
Polri, Pegawai Swasta) Manager Madya/Kepala kantor/Kepala Seksi
Staf/Pegawai Lainnya
A.8. Pengeluaran perbulan : Dibawah Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.0001-2.000.000
Rp. 2.000.0001-3.000.000 Rp. 3.000.0001-4.000.000
Rp. 4.000.0001-5.000.000 Diatas Rp.5.000.000
A.9. Tempat Tinggal :
Propinsi : ......................................................................................................
Kab/Kota : ......................................................................................................
Kecamatan : ......................................................................................................
146

Lampiran 11. (Lanjutan)

B. PENGENALAN KEBUTUHAN

B.1 Apa motivasi anda ketika berwisata ke sini?


Rekreasi untuk mengembalikan kesegaran fisik dan mental
Beristirahat dari kesibukan
Ingin lebih mengetahui mengenai kawasan bekas tambang
Melaksanakan kegiatan menjadi hobi
Melaksanakan tugas dari sekolah/kantor/instansi/organisasi
B.2 Apa manfaat yang paling anda cari ketika datang berwisata ke sini?
Menjaga privacy
Menambah pengetahuan
Menambah keakraban
Hiburan
Lainnya …………………………………..
B.3 Kendaraan yang digunakan untuk berkunjung ke tempat ini:
Pribadi
Umum
Sewa/carteran
B.4 Jika anda tidak berkunjung ke sini pada periode tertentu, apa yang anda rasakan?
Merasa ada yang kurang
Biasa saja
B.5 Pernahkan anda mengunjungi lokasi lain yang mirip dengan lokasi ini dalam 6 (enam)
bulan terakhir?
Pernah, sebutkan lokasinya ............................................................................
............................................................................
Tidak pernah

C. PENCARIAN INFORMASI

C.1. Dari mana anda pertama kali mendapat informasi tentang kawasan wisata ini?
Papan nama/Reklame Televisi
Radio Brosur/Leaflet/booklet
Teman/Saudara Koran/Majalah
C.2. Hal apa saja yang menjadi fokus perhatian anda dari informasi tersebut?
Harga paket wisata Fasilitas yang ditawarkan
Kenyamanan tempat Lokasi yang mudah dicapai
Paket wisata yang menarik Lainnya, sebutkan …
C.3. Bersama siapa saat ini anda berkunjung ke sini?
Sendiri Pasangan (suami/istri/pacar)
Keluarga Kelompok non keluarga
C.4. Ini adalah kunjungan anda yang keberapa kali?
Pertama kali (jika anda menjawab ini, langsung ke pertanyaan D.4-D.5)
Lebih dari 2 kali (jika anda menjawab ini, langsung ke pertanyaan D.1-D.5)
147

Lampiran 11. (Lanjutan)

D. KEPUTUSAN PEMBELIAN

D. 1. Dengan siapa anda paling sering datang ke sini?


Sendiri Pasangan (suami/istri/pacar)
Keluarga Kelompok non keluarga
D. 2. Seberapa sering anda berwisata ke sini?
Setiap minggu 2 minggu sekali
Setiap bulan 4-6 kali setahun
2-3 kali setahun sekali setahun
D. 3. Paling sering anda berkunjung ke sini adalah pada?
Hari libur sekolah Hari libur nasional
Akhir minggu Hari kerja
D. 4. Yang paling mempengaruhi anda untuk berkunjung ke sini adalah?
Diri sendiri Teman/kolega/sahabat
Anggota keluarga Selebaran/brosur
Iklan media massa Pengelola kawasan
D. 5. Berapa pengeluaran rata-rata untuk satu kali berkunjung ke sini?
Di bawah Rp.50.000 Rp.50.000 – Rp.100.000
Rp.100.001 – Rp.200.000 Di atas Rp.200.000

E. EVALUASI ALTERNATIF

E. 1. Apa yang menjadi pertimbangan anda ketika memutuskan untuk datang berwisata ke sini?
Pelayanan yang memuaskan Keragamanan paket wisata
Kenyamanan lokasi Harga tiket yang murah
Aksesibilitas yang lancar Lokasi yang mudah dijangkau
E. 2. Kegiatan wisata ini sudah anda rencanakan jauh-jauh sebelumnya?
Ya (sudah direncanakan jauh hari sebelumnya)
Tidak (mendadak, niat berkunjung timbul ketika melewati lokasi ini)
E. 3. Jika ya, waktu melakukan kunjungan ke sini?
Meyediakan waktu khusus hanya untuk berkunjung
Sekalian mengunjungi objek wisata lain yang berdekatan
E. 4. Sebelum anda memutuskan untuk datang ke sini, apakah anda memiliki alternatif tempat
lain untuk dikunjungi?
Ya (langsung ke pertanyaan E.5 dan E.6)
Tidak (langsung ke pertanyaan E.6)
E. 5. Bila ya, tolong sebutkan alternatif tempat tersebut?
Waterboom Muaro Kalaban Museum Kereta Api
Taman Kota Lapangan segitiga Museum Dapur Umum
Makam Muhammad Yamin Wisata Goa
E. 6. Mengapa pada akhirnya anda memutuskan untuk datang ke sini?
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
148

Lampiran 11. (Lanjutan)

F. ANALISIS TINGKAT KEPENTINGAN ATRIBUT KAWASAN

Berilah penilaian berdasarkan tingkat Kepentingan atau harapan anda terhadap atribut di
bawah ini dengan cara melingkari angka pada skala evaluasi 5 angka yang berjajar dari “Sangat
Tidak Penting” hingga “Sangat Penting” untuk kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam. Tolong
berikan nilai pada tempat yang telah disediakan untuk setiap atribut yang ditanyakan dengan
ketentuan sebagai berikut:

1. Sangat Tidak Penting (STPt)


2. Kurang Penting (KPt)
3. Cukup Penting (CPt)
4. Penting (Pt)
5. Sangat Penting (SPt)

No Atribut Kebutuhan Tingkat Kepentingan / Harapan


STPt KPt CPt Pt SPt
1 Kebersihan 1 2 3 4 5
2 Kenyamanan 1 2 3 4 5
3 Keamanan 1 2 3 4 5
4 Kesigapan petugas dalam melayani pengunjung 1 2 3 4 5
5 Keramahan dan kesopanan petugas 1 2 3 4 5
6 Tingkat pengetahuan tentang fasilitas 1 2 3 4 5
7 Kualitas dan pemeliharaan berbagai fasilitas dan sarana 1 2 3 4 5
8 Area parkir yang luas 1 2 3 4 5
9 Fasilitas taman satwa 1 2 3 4 5
10 Fasilitas kolam pancing Danau Tandikat 1 2 3 4 5
11 Fasilitas wisata air Danau Tandikat 1 2 3 4 5
12 Fasilitas Danau Kandi 1 2 3 4 5
13 Fasilitas camping ground 1 2 3 4 5
14 Kegiatan edukatif 1 2 3 4 5
15 Sarana peribadatan 1 2 3 4 5
16 Sarana toilet 1 2 3 4 5
17 Jenis paket wisata 1 2 3 4 5
18 Harga paket wisata 1 2 3 4 5
19 Pemadangan alam 1 2 3 4 5
20 Penataan lokasi wisata 1 2 3 4 5
21 Kegiatan promosi 1 2 3 4 5
22 Kemudahan mencapai lokasi 1 2 3 4 5
23 Sarana komunikasi 1 2 3 4 5
24 Papan informasi/penunjuk arah 1 2 3 4 5
25 Area jajanan/makanan 1 2 3 4 5
149

Lampiran 11. (Lanjutan)

G. ANALISIS TINGKAT KINERJA ATRIBUT KAWASAN

Berilah penilaian berdasarkan tingkat Kinerja atau kepuasan anda terhadap atribut di
bawah ini dengan cara melingkari angka pada skala evaluasi 5 angka yang berjajar dari “Sangat
Tidak Puas” hingga “Sangat Puas” untuk kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam. Tolong berikan
nilai pada tempat yang telah disediakan untuk setiap atribut yang ditanyakan dengan ketentuan
sebagai berikut:

1. Sangat Tidak Puas (STP)


2. Tidak Puas (TP)
3. Cukup Puas (CP)
4. Puas (P)
5. Sangat Puas (SP)

Tingkat Kinerja /
No Atribut Kebutuhan
Kepuasan
STP TP CP P SP
1 Kebersihan 1 2 3 4 5
2 Kenyamanan 1 2 3 4 5
3 Keamanan 1 2 3 4 5
4 Kesigapan petugas dalam melayani pengunjung 1 2 3 4 5
5 Keramahan dan kesopanan petugas 1 2 3 4 5
6 Tingkat pengetahuan tentang fasilitas 1 2 3 4 5
7 Kualitas dan pemeliharaan berbagai fasilitas dan sarana 1 2 3 4 5
8 Area parkir yang luas 1 2 3 4 5
9 Fasilitas taman satwa 1 2 3 4 5
10 Fasilitas kolam pancing Danau Tandikat 1 2 3 4 5
11 Fasilitas wisata air Danau Tandikat 1 2 3 4 5
12 Fasilitas Danau Kandi 1 2 3 4 5
13 Fasilitas camping ground 1 2 3 4 5
14 Kegiatan edukatif 1 2 3 4 5
15 Sarana peribadatan 1 2 3 4 5
16 Sarana toilet 1 2 3 4 5
17 Jenis paket wisata 1 2 3 4 5
18 Harga paket wisata 1 2 3 4 5
19 Pemadangan alam 1 2 3 4 5
20 Penataan lokasi wisata 1 2 3 4 5
21 Kegiatan promosi 1 2 3 4 5
22 Kemudahan mencapai lokasi 1 2 3 4 5
23 Sarana komunikasi 1 2 3 4 5
24 Papan informasi/penunjuk arah 1 2 3 4 5
25 Area jajanan/makanan 1 2 3 4 5
150

Lampiran 11. (Lanjutan)

H. PERILAKU PASCAPEMBELIAN

1. Secara keseluruhan, apakah anda merasa puas dengan kinerja dan kelengkapan fasilitas
yang ada di sini?
Ya, alasan ...............................................................................................................
......................................................................................................................................
Tidak, alasan...........................................................................................................
......................................................................................................................................
2. Apakah anda akan datang lagi berkunjung ke sini?
Ya, alasan ...............................................................................................................
......................................................................................................................................
Tidak, alasan...........................................................................................................
......................................................................................................................................

I. ANALISIS FASILITAS TAMBAHAN

Fasilitas-fasilitas berikut ini belum terdapat di kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam. Berilah
penilaian anda berdasarkan hal-hal berikut dengan melingkari angka pada skala evaluasi 5 angka
yang berjajar dari “Sangat Tidak Perlu Dibangun” hingga “Sangat Perlu Dibangun” terhadap
fasilitas yang akan dibangun pada kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam.
1. Sangat tidak perlu dibangun/diadakan (STP)
2. Tidak perlu dibangun/diadakan (TP)
3. Biasa saja (B)
4. Perlu dibangun/diadakan (P)
5. Sangat perlu dibangun/diadakan (SP)

No Fasilitas Tambahan STP TP B P SP


1 Kolam Renang 1 2 3 4 5
2 Hotel 1 2 3 4 5
3 Penginapan / Cottage 1 2 3 4 5
4 Gelanggang Olahraga (GOR) / Stadion 1 2 3 4 5
5 Pujasera / Pusat jajanan 1 2 3 4 5
6 Tempat penjualan souvenir 1 2 3 4 5
7 Kebun Wisata / Kebun Buah 1 2 3 4 5
Apa harapan dan saran anda terhadap pengembangan objek wisata alam pada kawasan bekas
tambang Kandi-Tanah Hitam ke depan nantinya?
Harapan :
...............................................................................................................................................
Saran :
...............................................................................................................................................

Terima kasih atas perhatian dan kerjasama yang baik dari anda

You might also like