Penerbitan Artikel Ilmiah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 13

104

PENERBITAN ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA


Universitas Muhammadiyah Ponorogo

KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PAIEN TB PARU

Malik Fajar Rozaqi., Sulistyo Andarmoyo., Yayuk Dwirahayu.

Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiya Ponorogo

Email : malikfajar57@gmail.com

Abstact
Drug Compliance Drugs in Pulmonary TB Patients in the Work Area of Kunti
Puskesmas and Puskesmas Kauman Kabupaten Ponorogo
By: Malik Fajar Rozaqi
The level of adherence in treatment is a dynamic complex phenomenon with a variety of
factors that impact on patient behavior in treatment. Inadequate health care, understanding,
and compliance with medication are the main obstacles to finding effective
solutions. This study aims to determine the adherence of medication to patients in
pulmonary tuberculosis in the area of Puskesmas Kunti and Puskesmas Kauman
Ponorogo Regency
The study design was descriptive, with a total population of all pulmonary TB patients
of 37 patients. The sample size was 37 patients and the research method was using Total
Sampling. Data collection using questionnaire, data in show with percentage.
From the result of the research at Puskesmas Kunti 14 respondents and Puskesmas
Kauman 23 respondents so total of 37 respondents concluded 17 respondents (45,94%) have
high compliance attitude, 12 respondents (32,43%) have medium compliance attitude
and 8 respondents (21, 62%) have low compliance attitudes.
From the research it can be concluded that pulmonary tuberculosis patients have obedient
attitude in the medication adherence of pulmonary tuberculosis. It is hoped that patients
with pulmonary tuberculosis will increase their adherence in taking pulmonary TB drugs
so that the treatment can be achieved.
Keywords: Adherence, Drinking, Patient, Drugs, Pulmonary TB
105

Abstrak

Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kunti
dan Puskesmas Kauman Kabupaten Ponorogo

Oleh: Malik Fajar Rozaqi

Tingkat kepatuhan dalam pengobatan merupakan sebuah fenomena kompleks


yang dinamisdenganberbagaifaktoryang berdampak pada perilaku
pasien dalam pengobatan. Pelayanankesehatanyang tidakmenyeluruh,pemahaman,dan
kepatuhan pengobatan yang kurang menjadi kendala besar untuk menemukan
solusiyangefektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “kepatuhan minum obat pada
pasien TB paru” di wilayah Puskesmas Kunti dan Puskesmas Kauman Kabupaten
Ponorogo
Desain penelitian adalah deskriptif, dengan populasi seluruh pasien TB paru
sejumlah 37 pasien. Besar sampel 37 pasien dan metode penelitian menggunakan Total
Sampling. Pengumpulan data menggunakan kuisioner, data di tampilkan dengan
prosentase.
Dari hasil penelitian di Puskesmas Kunti 14 responden dan Puskesmas Kauman
23 responden jadi total sejumlah 37 responden disimpulkan 17 responden (45,94%) memiliki
sikap kepatuhan tingggi, 12 responden (32,43%) memiliki sikap kepatuhan sedang dan
8 responden (21,62%) memiliki sikap kepatuhan rendah.
Dari penelitian dapat di simpulkan bahwa pasien TB paru memiliki sikap patuh
dalam kepatuhan minum obat TB paru. Diharapkan pasien TB paru lebih meningkatakan
kepatuhan dalam minum obat TB paru agar pegobatan dapat tercapai.
Kata Kunci: kepatuhan , Minum, Pasien, Obat, TB Paru
ISSN 2598-1188 (Print)
ISSN 2598-1196 (Online)

LATAR BELAKANG
“Kepatuhan terhadap pengobatan pengobatan. Pelayanan kesehatan yang
panjang Tuberkulosis merupakan tidak menyeluruh, pemahaman,dan
kunci dalam pengendalian kepatuhan pengobatan yang kurang
Tuberkulosis”(Cayla et al., 2009). menjadi kendala besar untuk
“Tingkat kepatuhan dalam menemukan solusiyang efektif.
pengobatan merupakan sebuah “Faktor-faktor penting yang
fenomena kompleks yang dinamis dipertimbangkan pada pasien, perawat,
dengan berbagai factor yang dan penyedia pelayanan kesehatan
berdampak pada perilaku pasien dalam dapat menjadi kontribusi dalam
106 106
106 106
106 106

kepatuhan penggunaan obat kasus TB dan 98%kematian akibat TB


Tuberkulosis” (Munroetal.,2007). didunia, terjadi pada negara-negara
“Pengobatan Tuberkulosis berkembang, dengan75%penderitaTB
memerlukan waktu yang relatif adalah kelompok usia produktif(15-50
panjang, dengan duatahap, yaitu tahun)” (Andarmoyo,2015). “ WHO
tahap awal (intensif) dan memperkirakan bahwa pada tahun
tahaplanjutan”(Depkes,2005).“Pada 2011ada8,7juta kasus baru
semua tahap tersebut pasien harus tuberculosis (13% merupakank infeksi
meminum obat dalam jangka waktu dengan HIV) dan 1,4juta orang
tertentu. Banyaknya meninggal karena
obatyang harus diminum dan tuberkulosis”(WHO,2012).“Laporan
toksisitas serta efek samping obat WHO tahun 2013 diperkirakan
dapat menjadi penghambat dalam terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun
penyelesaian terapi pasien 2012 dimana 1,1 juta orang (13%)
Tuberkulosis”(WHO,2003). diantaranya adalah penderita TB
“World Health Organitation dengan HIV positif. Sekitar 75% dari
(WHO)sejak tahun lalu (2010) hingga Penderita tersebut berada diwilayah
sekarang (maret 2011) Indonesia Afrika”(Kemenkes RI, 2014).
tercatat 430.000 penderita TBC “Untuk kondisi di Indonesia
dengan korban meninggal 61.000. sendiri, pada tahun 2009 tercatat
Jumlah ini lebih kecil dibandingkan Indonesia berada pada urutan kelima
kejadian tahun 2009 yang mencapai sebagai negara dengan beban TB
528.063 penderita TBC dengan tertinggi dunia dengan insiden sikasus
91.369 orang baru berjumlah sekitar 429000 kasus”
meninggal”(WHOTuberculosisProfile, (Sutarno & Utama,2013). Menurut
2012). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014
“Di negara-negara berkembang ditemukan jumlah kasus baru BTA
kematianTBC merupakan 25% dari positif sebanyak 176.677 kasus,
seluruh kematian,yang sebenarnya menurun bila dibandingkan kasus
dapatdicegah. Diperkirakan 95% dan baru BTA positif yang ditemukan
107 107
107 107
107 107

tahun 2013 yang sebesar Ponorogo, 2016). Pada bulan


196.310 kasus. “Jumlah kasus Januari-Agustus 2017 ditemukan
tertinggi yang dilaporkan terdapat suspek TB di Puskesmas Kunti
diprovinsi dengan jumlah penduduk sejumlah 14 orang (Puskesmas
yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Kunti,2017) sedangkan di Puskesmas
Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru Kauman pada bulan Januari-Agustus
BTA positif ditiga provinsi tersebut 2017 ditemukan suspek TB sejumlah
sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus 23 orang (Puskesmas Kauman, 2017).
baru diIndonesia”(KemenkesRI,2015). Jadi total jumlah dari pasien TB yang
“Jawa Timur menjadi provinsi dengan berada di Puskemas Kunti dan
kasus TB paru terbanyak kedua Puskesmas Kauman adalah 37 pasien
diIndonesia pada tahun 2014, dengan TB Paru.Tingginya angka kejadian
jumlah 22.244 kasus setelah Jawa tuberculosis di dunia disebabkan
Barat 31.469 kasus” ( Ditjen PP & antara lain ketidakpatuhan terhadap
PL, Kemenkes RI, 2015). “Laporan program pengobatan maupun
Dinkes Jatim 2013,pada tahun 2012 pengobatan yang tidak adekuat.
jumlah suspek TB di Kabupaten “Peningkatan jumlah penderita
Ponorogo mencapai 4,449 orang tuberculosis ini disebabkan oleh
sedangkan BTA positif mencapai 392 berbagai factor antara lain kurangnya
orang (42,72%), 233 laki-laki dan 159 tingkat kepatuhan berobat, timbulnya
perempuan”(DinkesJatim,2013).“ resistensi ganda, kurangnya daya tahan
Laporan Dinkes Ponorogo pada bulan tubuh terhadap mikrobakteria, dan
Januari- September 2015 didapatkan berkurangnya daya bakteri obat yang
bahwa penemuan suspek TB sejumlah ada,dan krisis ekonomi”(Ana,2012).
539 orang, 324 laki-laki dan 215 Dalam kasus ini perlu di tingkatkan
perempuan. Puskesmas Kunti sejumlah kepatuhan minum obat pada pasien
19 orang, 18 laki-laki dan 1 TB dengan cara adanya sosialisasi
perempuan sedangkan Puskesmas dari pihak kesehatan yang
Kauman sejumlah 18 orang, 11 laki- menjelaskan tentang penggunaan obat
laki dan 7 perempuan” (Dinkes TB dalam jangka panjang 6-9 bulan.
108 108
108 108
108 108

“Menurut Senewe (2002) kuman tubercolusis yang resisten


dalam penelitiannya mengenai faktor- terhadap obat, jika ini terus terjadi
faktor yang mempengaruhi kepatuhan dan kuman tersebut terus
berobat penderita tuberculosis paru, menyebar pengendalian
ditemukan sebesar 67% penderita obat tubercolusis akan semakin sulit
berobat secara teratur dan 33% tidak dilaksanakan dan meningkatnya
teratur dalam pengobatan”. “Dalam hal angka kematian akibat penyakit
ini perlu dilakukan evaluasi tentang tubercolusis. Tujuan pengobatan pada
kepatuhan penggunaan obat agar penderita tubercolusis
keberhasilan terapi dapat tercapai bukanlah sekedar memberikan obat
dengan baik. Sejauh ini terapi saja, akan tetapi pengawasan serta
tuberculosis masih megalami banyak memberikan pengetahuan tentang
permasalahan dalam pengobatan, kepatuham dalam minum obat karena
karena terapi pengobatannya pada penyakit TB memerlukan waktu
membutuhkan waktu yang lama yang tidak sebentar yaitu minimal 6
minimal 6bulan. Hal ini bulan dan dalam 6 bulan tidak boleh
menyebabkan kurangnya tingkat putus minum obat dalam 1 hari.
kepatuhan pasien dalam minum obat “Dalam program DOTS ini
yang bisa mempengaruhi pada diupayakan agar penderita yang telah
keberhasilan terapi”(Depkes,2006). menerima obat atau resep untuk
“Pengobatan tuberculosis selanjutnya tetap membeli atau
tergantung pada pengetahuan pasien mengambil obat,minum obat secara
ada tidaknya upaya dari diri sendiri teratur dan kembali kontrol untuk
atau motivasi dan dukungan untuk menilai hasil
berobat secara tuntas akan pengobatan”(Enjang,2002).
mempengaruhi kepatuhan Bedasarkan uraian latar
pasien mengkonsunsi obat tb paru”. belakang di atas maka peneliti tertarik
Dampak jika penderita untuk mengadakan penelitian
berhenti minum obat “Kepatuhan Minum Obat pada Pasien
adalah munculnya TB Paru”.
109 109
109 109
109 109

METODE PENELITIAN yang akan dilakukan dalam proses


“Metode penelitian adalah cara penelitian” (Hidayat, 2007). Pada bab
menyelesaikan masalah dengan ini akan disajikan desain penelitian,
menggunakan Metode kerangka kerja, identifikasi variabel,
Keilmuan”(Nursalam dan Pariani, definisi operasional, sampling, desain,
2001). “Sedangkan pengertian lainnya, dan etika penelitian.
metode penelitian merupakan cara
110 110
110 110
110 110

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden

Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase


Laki-laki 25 67,57
Perempuan 12 32,43
Usia (tahun)
25-50 13 35,14
51-84 24 64,86
Pendidikan
SD 26 70,27
SMP 4 10,82
SMA/SMK 5 13,51
PT 2 5,41
Pekerjaan
PETANI 18 48,65
BURUH 7 18,92
PEDAGANG 6 16,22
IRT 5 13,51
SWASTA 1 2,7
Lama (bulan)
1<BULAN 2 5,41
1-3 BULAN 12 32,44
3-6BULAN 23 62,13
Penghasialan
<1,100.000 33 89,18
>1,100.000 4 10,82
Jarak rumah ke PKM
100-500 2 5,41
500-1KM 8 21,62
1-2KM 8 21,62
>2KM 19 51,35
111 111
111 111
111 111

Berdasarkan tabel
1.Distribusi Karakteristik Responden
Sebagian besar yaitu (67,57%) laki-laki dan hampir setengahnya (32,43%)
perempuan. hampir sebagian besar (64,86%) berusia 51-84 tahun dan sebagian kecil
(35,14%) berusia 25-50 tahun, sebagian besar (70,28%) SD dan sebagian kecil (5,41%)
perguruan tinggi, diketahui hampir setengahnya (48,65%) bekerja sebagai petani dan
sebagian kecil (2,71%) swasta, sebagian besar (62,17%) dengan lama 4-6 bulan dan
sebagian kecil (5,41%) < 1 bulan, sebagian besar (89,18%) penghasilan kurang dan
yang berpenghasialan lebih dari UMR (10,82%), sebagian besar jarak rumah pasien
dari rumah ke puskesmas >2km (51,36%) dan yang memiliki rumah dengan jarak lebih
dekat yaitu 100-500m (5,41%).Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan kepatuhan
minum obat tb paru

kepatuhan Jumlah (%)


Tinggi 17(45,94%)
Sedang 12(32,43%)
Rendah 8(21,26%)

Berdasarkan Tabel 2
Berdasarkan tabel 4.8 di atas diketahui 17 responden (45,94%) memiliki sikap
kepatuhan tingggi, 12 responden (32,43%) memiliki sikap kepatuhan sedang dan 8
responden (21,62%) memiliki sikap kepatuhan rendah.

PEMBAHASAN
Bagian ini akan membahas dan 17 responden (45,94%) memiliki sikap
menganalisis makna penemuan yang kepatuhan tingggi dalam minum obat
telah di nyatakan dalam hasil dengan TB Paru dan. Taylor (1991)
pernyataan penelitian. Berdasarkan “menyebut ketidak patuhan ini sebagai
tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 37 masalah medis yang berat, dan oleh
responden di dapatkan sebagian besar karena itu sejak tahun 1960-an sudah
112 112
112 112
112 112

mulai di teliti di negara- negara “memiliki sikap tidak patuh.


industri”. Menurut pendapat peneliti Perbedaan pola perilaku sakit juga
bahwa ketidak patuhan sulit dianalisa, dipengaruhi oleh jenis kelamin,
karena sulit didefinisikan dan perempuan lebih sering mengobatkan
tergantung pada banyak faktor. Dan dirinya dibandingkan dengan laki-laki”
sebagian kecil sejumlah 8 responden (Notoatmojo, 2010), pola perilaku
(21,62%) memiliki sikap kepatuhan perempuan bisa dikatakan lebih telaten
rendah. atau rajin untuk menelan obat. Peneliti
Beberapa kepatuhan minum obat berpendapat bahwa perbedaan gender
dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur , antara laki-laki dengan perempuan
pendidikan, ekonomi/penghasilan. juga mempengaruhi kepatuhan
Berdasarkan tabel 4.1 dari 26 seseorang, laki-laki cenderung lebih
responden laki-laki didapatkan 11 mengedepankan rasionalnya tanpa
responden (29,72%) memili sikap memperhatikan emosional (perasaan)
kepatuhan tinggi dan 9 responden sedangkan perempuan sebaliknya
(24,32%) memiliki sikap kepatuhan perempuan lebih rajin dalam minum
sedang, 5 responden (13,51%) obat.
memiliki sikap kepatuhan rendah. Berdasarkan tabel 4.2 Dari 24
Sedangkan dari 11 responden responden yang berusia 51-84 tahun, 9
perempuan didapatkan 6 responden responden (24,32%) memiliki
(16,21%) memiliki sikap kepatuhan kepatuhan tinggi, 10 responden
tinggi dan 3 responden (8,1%) (27,02%) memiliki kepatuhan sedang
memiliki sikap kepatuhan sedang, 3 dan 5 responden (13,51%) memiliki
responden (8,1%) memiliki sikap kepatuhan rendah memiliki sikap
kepatuhan rendah. Kepatuhan minum patuh dengan usia 51-84 tahun
obat dipengaruhi oleh jenis kelamin, cenderung patuh. Hurlock (1998)
umur dan informasi pengobatan TB “menyatakan bahwa semakin cukup
paru. Tidak ada satupun perempuan umur, tingkat kematangan dan
memiliki sikap tidak patuh, sedangkan kekuatan akan lebih matang dalam
laki-laki hampir setengahnya (28,56%) berfikir dan berkerja. Dari segi
113 113
113 113
113 113

kepercayaan masyarakat, seseorang luas maka tingkat kepatuhan dari


yang lebih dewasa akan lebih pasien juga akan memeiliki sikap
dipercaya dari orang yang belum patuh untuk minum obat.
cukup kedewasaanya”. Pendapat Berdasarkan tabel 4.6 dari 33
peneliti bahwa semakin bertambahnya responden penghasilan kurang dari
usia maka semakin bertambah pula UMR 16 responden (43,24%)
pengalaman, pengetahuanya begitu memiliki kepathan tinggi, 10
juga kematangan berfikir dan bekerja responden (27,02%) memiliki
sehingga perilaku seseorang untuk kepatuhan sedang dan 7 responden
bersikap lebih dewasa dalam (18,91%) memiliki kepatuhan rendah.
menghadapi masalah dan mencapai “Tingkat ekonomi merupakan
tujuan. kemampuan finansial untuk memenuhi
Bedasarkan hasil tabel 4.3 dari 26 segala kebutuhan hidup, akan tetapi
responden dapatkan pendidikan SD 12 ada kalanya seseorang yang sudah
responden (32,43%) memiliki pensiun dan tidak bekerja namun
kepatuhan tinggi, 9 responden biasanya ada sumber keuangan lain
(24,32%) memiliki kepatuhan sedang yang bisa digunakan untuk membiayai
dan 5 responden (13,51%) memiliki semua program pengobatan dan
kepatuhan rendah. Peneliti perawatan sehingga belum tentu
berpendapat bahwa penelitian ini tingkat ekonomi menengah ke bawah
pendidikan tidak mempengaruhi akan mengalami ketidakpatuhan dan
kepatuhan seseorang, karena rata-rata sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak
responden memiliki sikap atau terjadi ketidak patuhan” Carpenito
perilaku patuh. Namun jika dilihat (2000).
dengan pendapat Gunarso 1990
(Dalam Suparyanto, 2010). Semakin
rendahnya tingkat pendidikan
mempengaruhi rendahnya tingkat
kepatuhan dari pasien akan tetapi bila
pasien memiliki pengetahuan yang
114 114
114 114
114 114

KESIMPULAN Bagi Puskesmas Kunti


Dari hasil penelitian di Puskesmas Diharapkan bagi puskesmas
kunti dan Puskesmas Kauman Kunti mempertahankan dan
sejumlah 37 responden disimpulkan meningkatkan proses sistem
bahwa:17 responden (45,94%) pengobatan di daerah Puskesmas Kunti
memiliki sikap kepatuhan tingggi, 12 agar tingkat kepatuhan pasien TB paru
responden (32,43%) memiliki sikap di wilayah kerja Puskesmas Kunti bisa
kepatuhan sedang dan 8 responden lebih baik lagi.
(21,62%) memiliki sikap kepatuhan
Bagi Puskesmas Kauman
rendah.
Di harapakan bagi puskesmas
Kauman juga mempertahankan dan
SARAN
meningkatkan pengewasan terhadap
Berdasarkan kesimpulan diatas,
semua pasien TB paru yang menjalani
peneliti memberikan saran-saran
pengobatan agar bisa mencapai hasil
kepada berbagai pihak untuk dapat
yang di harapkan oleh pasien maupun
digunakan sebagai masukan antara lain
petugas.
Bagi masyarakat
Bagi Peneliti Selanjutnya
Dari hasil penelitian ini di
Diharapkan bagi peneliti yang
harapkan masyarakat lebih menjaga
akan melanjutkan dapat menjadikan
kesehatan khususnya untuk untuk
hasil penelitian ini sebagai data dan
pasien yang sudah mengalami penyakit
informasi dasar untuk melaksanakan
TB paru agar lebih mematuhi setiap
penelitian lanjut berkaitan dengan
masukan dari petugas kesehatan
kepatuhan minum obat pada pasien
khususnya dalam mengomsumsi obat
TB paru , serta perlu di kembangkan
TB paru yang sudah di sediakan oleh
metode dan desain yang berbeda.
petugas kesehatan, dan juga harus
lebih menjaga kesehatan lingkungan.
115 115
115 115
115 115

DAFTAR PUSTAKA Depkes RI , 2002. Penemuan dan


Ana, S. 2012. Evaluasi Kepatuhan Diagnosis Tuberkolusis. Jakarta:
Penggunaan Obat Pada Pasien Gerdunas TB. Modul 2 hal 1
Tuberkulosis Rawat Jalan di , 2006. Pedoman Nasional
Balai Besar Kesehatan Paru Penanggulangan Tuberkulosis.
masyarakat Surakarta 2012. Jakarta : Depkes RI. Bab. 10 hal.
Skripsi. Fakultas Farmasi. 70-73
Universitas muhammadiyah , 2008. Pedoman Nasional
Surakarta. Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta
Andarmoyo, S. 2015, Penulisan: Depkes RI, 2011. TBC Masalah
Pemberian Pendidikan Kesehatan Kesehatan Dunia , Jakarta :
melalui Media Leaflet Efektif BPPSDMK
Dalam Peningkatan Pengetahuan Hidayat , A. 2012. Riset Keperawatan
Perilaku pencegahan Tuberkolosis dan Teknik Penulisan ilmiah.
Paru di Kabupaten Ponorogo, Salemba Medika : Jakarta
Makalah disajikan dalam Hurlock. (1998). Psikologi
Prosiding Seminar Nasional Perkembangan, Ed. Ke-5, Jakarta:
Pendidikan, FKIP UNMUH Erlangga
Ponorogo, Ponorogo, 7 November Kementrian Kesehatan RI. Direktorat
2015 Jendral Pengendalian Penyakit dan
Anggraini, D. 2011. Stop Tuberkulosis Penyehatan Lingkungan. Pedoman
. Publishing: Bogor Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Jakarta: Kementrian Kesehatan RI:
Penelitian suatu Pendekatan 2014
Praktik. PT.Rineka Medika : Kementrian Kesehatan RI. Direktorat
Jakarta Jendral Pengendalian Penyakit
Depkes RI, 2001. Pedoman Nasional dan Penyehatan Lingkungan.
Penanggulangan Tuberkulosis. (2011). Strategi Nasional
Jakarta: Depkes RI hal. 8:3- Pengendalian TB di Indinesia
47
116 116
116 116
116 116

2010-2014. Jakarta: Kemenkes RI: termTherapies. Evidance for


2011 Action . Geneva: WHO ; 2003
Notoatmdjo, S. 2010. Pendidikan dan World Health Organization, 2003.
Perilaku Kesehatan, Jakarta: Treament of Tuberculosis :
Rineka Cipta guidelines for nasional
Nursalam dan Pariani, 2001. programs. 3ed. Geneva : WHO
Pendekatan Metodelogi Riset ; 2003.P.1-5
Keperawatan. Jakarata: CV World Health Organization, 2008.
Agus cipta. Anti-tubeculosis Drug
Senewe, F.P, 2002. Faktor-faktor yang Resistance in the World. Report
mempengaruhi kepatuhan No. Geneva : WHO; 2008
berobabat penderita tuberkulosis World Health Organization, 2009. The
paru di puskesmas depok, Stop Tuberculosis.WHO.24: 10-11
Peneliti Puslitbang Ekologi World Health Organization, 2013.
Kesehatan. Badan Litbangkes, Global Tubercolosis Control :
bul. Panel. Kesehatan WHO Report
,vol.30,No.1: 31-38 (WHO/HTM/TB/2013.11).
Tubeculosis Coalition for Technical Geneva: 2013
Assistance. International
Standard for Tuberculosis Care
(ISTC). New York: WHO:
2006.p.1-6
World Health Organization, 2002. An
Expanded DOTS
Frameworkfor Effective
Tuberculosis control. Geneva:
WHO ;2002
World Health Organization, 2003.
Adherence to Long-

You might also like