Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/309887407

KONFLIK PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG


PROVINSI SULAWESI SELATAN DAN UPAYA PENYELESAIANNYA

Article · September 2013


DOI: 10.20886/jsek.2013.10.3.186-198

CITATIONS READS

2 331

3 authors, including:

Abd Kadir Wakka Rini Purwanti


Forestry and Environmental Research and Development of Makassar Ministry of Forestry, Indonesia
10 PUBLICATIONS   11 CITATIONS    7 PUBLICATIONS   27 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Abd Kadir Wakka on 03 May 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KONFLIK PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG
BULUSARAUNG PROVINSI SULAWESI SELATAN DAN UPAYA
PENYELESAIANNYA
(Conflict Resolution at of Bantimurung Bulusaraung National Park
of South Sulawesi Province)
1 2 3
Abd. Kadir W. , Nurhaedah M. & Rini Purwanti
1,2,3
Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Sulawesi Selatan
JL. Perintis Kemerdekaan Km. 165, Makassar
e-mail: abdkadirw@yahoo.com
Diterima 19 Februari 2013, direvisi 24 Juni 2013, disetujui 19 Agustus 2013

ABSTRACT
Establishment of Bantimurung Bulusaraung National Park (Babul National Park) in Maros District caused some impacts to
community within and around the forest. This establishment was potentially lead conflict between government and community. This study
was aimed to observe conflicts that occurred in the area and to identify what formula was needed to resolve the conflict. The results showed
that the conflict between government and local communities in Babul National Park related to the boundary and forest resources
utilization of National Park. Those were due to different perception and received information by communities. In addition, lack of
socialization of National Park policies and socio-economic condition of communities (i.e. low income) created those conflicts. Some efforts
to address and prevent wider conflict was by providing wider communication and dialogue with the people, policy dissemination of National
Park and developed detailed National Park activities based on National Park zones. Those were under specific circumstances, i.e.:
condition and aspiration of the people.
Keywords: Bantimurung Bulusaraung National Park, boundary conflict, forest resources utilization conflict, resolving conflict

ABSTRAK
Perubahan fungsi sebagian kawasan hutan di Kabupaten Maros menjadi kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung (TN Babul) membawa dampak tersendiri bagi aktivitas masyarakat sekitar kawasan yang
dapat memicu terjadinya konflik antara pemerintah dengan masyarakat. Penelitian ini bertujuan mengetahui konflik
yang terjadi dalam pengelolaan TN Babul serta upaya yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan konflik tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik yang terjadi antara pemerintah dengan masyarakat sekitar dalam
pengelolaan TN Babul terkait dengan tata batas kawasan dan pemanfaatan sumberdaya alam hutan (SDAH) yang
terdapat di dalamnya. Konflik tersebut disebabkan oleh perbedaan persepsi dan pemberian informasi yang kurang
benar dan lengkap terkait tata batas kawasan hutan dan pemanfaatan SDAH, belum efektifnya kegiatan sosialisasi
kebijakan taman nasional, serta rendahnya tingkat pendapatan masyarakat sekitar kawasan TN Babul. Upaya yang
dapat dilakukan dalam mengatasi dan mencegah terjadinya konflik yang lebih luas adalah dengan melakukan
komunikasi dan dialog dengan masyarakat, melakukan sosialisasi kebijakan Taman Nasional dan mendetailkan
kegiatan-kegiatan pada setiap zona TN Babul dengan tetap memperhatikan kondisi dan aspirasi yang berkembang
dalam masyarakat.
Kata kunci: TN Babul, konflik batas, konflik pemanfaatan SDAH, penyelesaian konflik

I. PENDAHULUAN sumberdaya alam hayati sehingga terjamin


kelestariannya. Kawasan-kawasan konservasi
Keberhasilan pengelolaan Taman Nasional termasuk Taman Nasional di seluruh Indonesia
berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran mempunyai permasalahan yang mengancam
konservasi yaitu menjamin terpeliharanya proses kelestariannya. Permasalahan tersebut diantaranya
ekologis yang menunjang sistem penyangga adalah tumpang tindih kepentingan dari berbagai
kehidupan, menjamin terpeliharanya keaneka- pihak, belum adanya kesamaan persepsi mengenai
ragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistem, fungsi, kedudukan dan peran Taman Nasional di
serta mengendalikan cara-cara pemanfaatan mata masyarakat dan pihak terkait lainnya

186
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 3 September 2013, Hal. 186 - 198
(Mangindaan, 1999; Munggoro, 1999; Siregar, dikelola dengan baik, dapat berujung pada
1999). Perbedaan kepentingan sebagaimana terjadinya tindak kekerasan yang akan merugikan
dijelaskan di atas mengakibatkan terjadinya konflik pihak-pihak yang berkonflik. Untuk itu, diperlukan
yang pada akhirnya akan mempengaruhi penelitian mengenai analisis konflik dalam
pengelolaan Taman Nasional secara keseluruhan. pengelolaan TN Babul, sehingga konflik-konflik
Pruitt dan Rubin (2009) mendefenisikan konflik yang terjadi dapat dipetakan dengan jelas dan
sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
(percieved divergence of interest). Sementara Robbins menyelesaikan konflik tersebut.
(1993) dalam Tadjudin (2000), mendefenisikan Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan
konflik sebagai suatu proses yang dimulai ketika data dan penjelasan mengenai jenis-jenis konflik,
suatu pihak merasa ada pihak lain yang memberikan penyebab konflik dan upaya penyelesaian konflik
pengaruh negatif kepadanya atau ketika suatu pihak dalam pengelolaan TN Babul.
merasa kepentingannya telah memberikan
pengaruh negatif kepada pihak lainnya.
Konflik dalam pengelolaan TN Babul di Sulawesi II. METODE PENELITIAN
Selatan sangat mungkin terjadi. Hal ini disebabkan
karena banyaknya kepentingan baik kepentingan A. Waktu dan Lokasi Penelitian
masyarakat, kepentingan negara dan kepentingan
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai
pemerintah dalam hal pemanfaatan SDAH.
dengan bulan November tahun 2011 pada kawasan
Masing-masing pihak merasa memiliki alasan yang
TN Babul khususnya di Kabupaten Maros,
kuat untuk mempertahankan kepentingannya di
Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1).
kawasan tersebut. Konflik yang terjadi jika tidak

Gambar 1. Lokasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Provinsi Sulawesi Selatan


Figure 1. Location Bantimurung Bulusaraung National Park, South Sulawesi

187
Konflik pada Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Provinsi Sulawesi Selatan dan ..... (Abd. Kadir W., Nurhaedah M., & Rini Purwanti)
B. Pengumpulan Data masyarakat (5 orang), Anggota Forum Masyarakat
TN Babul (1 orang), dan Anggota LSM Payo-payo
Penelitian ini adalah merupakan penelitian
(1 orang).
deskriptif dengan metoda studi kasus. Pemilihan
lokasi penelitian dilakukan melalui teknik purposive 3. Studi dokumentasi
sampling dengan kriteria kecamatan/desa yang Studi dokumentasi dilakukan untuk mem-
berbatasan dengan kawasan TN Babul dimana peroleh data-data pendukung terkait konflik yang
terjadi konflik kepentingan antara masyarakat dan terjadi dalam pengelolaan TN Babul. Untuk
pengelola kawasan TN Babul. Pengumpulan data keperluan tersebut, maka data yang dikumpulkan
dilakukan melalui serangkaian kegiatan, sebagai bersumber dari dokumen atau laporan kegiatan
berikut : instansi terkait serta hasil-hasil penelitian yang
terkait dengan penelitian ini.
1. Survei lapangan
Kegiatan survei lapangan dilakukan untuk
C. Analisis Data
mendapatkan gambaran secara umum mengenai
konflik kepentingan dalam pengelolaan TN Babul Metode analisis data yang digunakan adalah
khususnya kepentingan antara masyarakat dan metode analisis deskriptif kualitatif. Analisis
pemerintah. deskriptif kualitatif adalah analisis penjelasan
untuk data-data yang bersifat kualitatif.
2. Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan untuk men-
dapatkan gambaran lebih rinci mengenai penyebab
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
konflik dalam pengelolaan TN Babul, ditinjau dari
berbagai sudut pandang sebagaimana dikemukakan
A. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
oleh Fisher et al. (2001) yang meliputi; (a) hubungan
Sekitar TN Babul
masyarakat (adanya polarisasi, ketidakpercayaan,
dan permusuhan di antara kelompok dalam suatu Masyarakat sekitar TN Babul pada umumnya
masyarakat), (b) negosiasi prinsip (posisi-posisi (92,2%) berprofesi sebagai petani dengan tingkat
yang tidak selaras dan perbedaan pandangan oleh pendidikan yang rendah (84,4% berpendidikan ≤
pihak-pihak yang berkonflik), (c) kebutuhan SD) dan jumlah tanggungan keluarga yang cukup
manusia (kebutuhan dasar manusia yang tidak besar (72,8% memiliki jumlah tanggungan keluarga
terpenuhi atau terhalangi), (d) identitas (karena > 2 orang). Selain itu, sebagian masyarakat sekitar
identitas yang terancam yang sering berakar pada TN Babul (65,0%) hidup di bawah garis kemiskinan
penderitaan di masa lalu yang tidak terselesaikan), dan memiliki tingkat ketergantungan ekonomi
dan (e) transformasi konflik (ketidaksetaraan dan terhadap kawasan TN Babul yang cukup tinggi
ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, (Kadir W. et al., 2012a).
ekonomi, dan budaya). Masyarakat yang sebagian berprofesi sebagai
Pengumpulan data melalui wawancara dilakukan petani sangat bergantung kepada sumberdaya
dengan menggunakan teknik snowball sampling. lahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam teknik snowball sampling, jumlah responden Masyarakat sekitar TN Babul pada umumnya
bukan hal utama melainkan kedalaman informasi (76,7%) memiliki lahan dalam kawasan TN Babul.
yang diberikan oleh setiap responden. Lahan garapan masyarakat dalam kawasan TN
Kegiatan wawancara dilakukan terhadap Babul belum memadai untuk memenuhi
masyarakat petani sekitar TN Babul (180 orang) dan kebutuhan hidupnya (56,1% masyarakat memiliki
sejumlah infor man kunci yang memiliki luas lahan ≤ 1 ha). Lahan harapan tersebut telah
pengetahuan dan atau kepakaran yang terkait dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengem-
dengan penelitian ini seperti staf Balai TN Babul bangkan beberapa komoditi di dalamnya diantara-
(3 orang), Staf Dinas Kehutanan dan Perkebunan nya komoditi kehutanan seperti kemiri (Alleurites
Kabupaten Maros (2 orang), Staf Badan Pertanah- moluccana), gmelina (Gmelina areborea), jati (Tectona
an Nasional Kabupaten Maros (1 orang), Staf grandis), dan mahoni (Swetenia macrophylla); komoditi
Dosen Universitas Hasanuddin (3 orang), Aparat perkebunan seperti kopi (Coffea sp), kakao
Desa dan Kecamatan (5 orang), tokoh-tokoh (Theobroma cacao), cengkeh (Syzygium aromaticum),

188
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 3 September 2013, Hal. 186 - 198
serta komoditi pertanian seperti padi (Oryza sativa), Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
jagung (Cassea zeamae), kacang tanah (Arachis dengan sejumlah petani sekitar kawasan TN Babul
hypogea), cabe (Capsicum annuum L.), dan tomat dan sejumlah informan kunci diketahui bahwa
(Solanum lycopersicum) (Kadir W. et al., 2012a). konflik yang terjadi antara masyarakat dengan
Salah satu komoditi yang banyak dikembangkan pemerintah selaku pengelola kawasan TN Babul
masyarakat dalam kawasan TN Babul dan memiliki terdiri dari: a) konflik yang terkait dengan tata batas
peranan yang sangat penting terhadap per- kawasan TN Babul, dan b) konflik yang terkait
ekonomian masyarakat adalah tanaman kemiri. dengan pemanfaatan SDAH yang terdapat dalam
Tanaman kemiri tersebut telah dikembangkan kawasan TN Babul.
secara turun temurun sejak jaman pemerintahan
1. Konflik tata batas kawasan TN Babul
Belanda (Yusran, 2005; Jusuf et al., 2010). Tanaman
Konflik tata batas kawasan TN Babul berawal
kemiri tersebut saat ini telah mengalami penurunan
dari adanya perbedaan persepsi antara masyarakat
produksi karena umur tanaman yang sudah tua
dengan pihak kehutanan (Balai Pemantapan
(sekitar 56 tahun) sehingga memunculkan
Kawasan Hutan dan Dinas Kehutanan) pada saat
keinginan masyarakat untuk meremajakannya.
pengukuran dan pemancangan batas kawasan
Keinginan masyarakat untuk meremajakan
hutan yang terjadi antara tahun 1980-an sampai
tanaman kemiri dalam kawasan TN Babul
dengan tahun 1990-an, dan antara masyarakat
terkendala oleh adanya ketidakkonsistenan dalam
dengan pihak TN Babul pada saat dilakukan
kebijakan pemerintah terkait pengelolaan kasawan
rekonstruksi tata batas tahun 2007.
konservasi (taman nasional) (Kadir W. et al., 2012b).
Konflik antara masyarakat dengan pihak
Perubahan fungsi beberapa kawasan hutan di
kehutanan (Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan
Kabupaten Maros menjadi TN Babul tentunya
Dinas Kehutanan Maros) terjadi saat pengukuran
berdampak terhadap aktivitas masyarakat dalam
untuk penetapan status kawasan hutan lindung,
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
hutan produksi, hutan wisata, dan cagar alam di
Masyarakat sekitar kawasan TN Babul merasakan
Kabupaten Maros. Masyarakat berpedoman pada
bahwa perubahan kawasan hutan tersebut
batas yang ditetapkan pada masa kolonial Belanda
menyebabkan mereka mengalami keterbatasan
yang lokasinya berada jauh di atas bukit, sementara
dalam memanfaatkan sumberdaya SDAH telah
pihak kehutanan memasukkan suatu wilayah
berlangsung secara turun temurun.
menjadi kawasan hutan didasarkan pada kriteria
yang telah disusun oleh Departemen Kehutanan,
B. Jenis Konflik dalam Pengelolaan TN Babul
sehingga sebagian wilayah yang selama ini digarap
Konflik dapat diterjemahkan sebagai persepsi oleh masyarakat berubah status menjadi kawasan
mengenai perbedaan kepentingan atau suatu proses hutan.
di mana suatu pihak merasa ada pihak lain yang Masyarakat sekitar kawasan TN Babul pada
memberikan pengaruh negatif kepadanya atau umumnya memiliki pengetahuan sendiri mengenai
ketika suatu pihak merasa kepentingannya telah batas kawasan hutan yang ada di daerahnya
memberikan pengaruh negatif kepada pihak sebelum berubah fungsi menjadi kawasan TN
lainnya. Setiap perbedaan merupakan potensi Babul. Informasi mengenai batas kawasan hutan
konflik yang jika tidak ditangani dengan baik akan tersebut pada umumnya mereka peroleh dari
berubah menjadi konflik terbuka (Robbins, 1993 masyarakat sekitar, dari orang tua mereka, dan dari
dalam Tadjudin, 2000). aparat kehutanan.
TN Babul secara administratif terletak dalam
2. Konflik dalam pemanfaatan sumber daya
tiga wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Maros,
alam hutan
Kabupaten Pangkep, dan Kabupaten Bone,
Konflik tata batas antara masyarakat dengan
Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah TN Babul
TN Babul pada akhirnya berimplikasi menjadi
terbagi habis ke dalam 10 wilayah kecamatan, 40
konflik dalam pemanfaatan sumberdaya alam
desa dan 71 dusun/lingkungan (Balai TN Babul,
hutan baik berupa pemanfaatan lahan maupun
2008). Kondisi ini menyebabkan TN Babul sangat
pemanfaatan tanaman yang telah dikembangkan
rentan terjadinya konflik kepentingan antara
oleh masyarakat yang sekarang berada di dalam
masyarakat dan pemerintah.

189
Konflik pada Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Provinsi Sulawesi Selatan dan ..... (Abd. Kadir W., Nurhaedah M., & Rini Purwanti)
kawasan TN Babul. Konflik dalam pemanfaatan 1. Hubungan masyarakat; konflik disebabkan karena
lahan terjadi karena adanya perbedaan pemahaman adanya polarisasi, ketidakpercayaan dan
antara masyarakat dengan pemerintah tentang permusuhan di antara kelompok yang berbeda
peruntukan lahan dalam kawasan hutan. Bagi dalam suatu masyarakat.
masyarakat sekitar hutan, lahan yang ada baik lahan Dalam konteks pengelolaan TN Babul, konflik
yang terdapat dalam kawasan hutan maupun yang dalam kaitannya dengan dimensi hubungan
terdapat di luar kawasan hutan dapat dimanfaatkan masyarakat lebih disebabkan oleh munculnya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan jalan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat
membuka kebun atau sawah. Bagi pemerintah lahan kehutanan yang pada akhirnya memunculkan bibit
yang ada khususnya yang terdapat dalam kawasan permusuhan kepada aparat kehutanan. Ketidak-
hutan diperuntukkan sesuai dengan fungsinya percayaan masyarakat terhadap aparat kehutanan
(fungsi produksi, lindung, dan konservasi) dan berawal dari pemberian informasi yang kurang
terkadang bertentangan dengan apa yang dilakukan benar dan lengkap saat dilakukan penataan batas
oleh masyarakat. Demikian pula, dalam hal kawasan hutan sebelum berubah fungsi menjadi
pemanfaatan tanaman yang terdapat dalam kawasan TN Babul. Informasi yang diberikan kepada
hutan, bagi masyarakat semua yang dihasilkan oleh masyarakat bahwa kegiatan penataan batas
tanaman (kayu dan non kayu) dapat dimanfaatkan kawasan hutan hanya sekedar meletakkan patok-
oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan patok dan tidak akan berdampak pada aktivitas dan
hidupnya tanpa memandang fungsi hutan tersebut kehidupan masyarakat sekitar pada akhirnya
(fungsi produksi, lindung, dan konservasi). Akan menjadi “bumerang” bagi Balai TN Babul selaku
tetapi bagi pemerintah, pemanfaatan tanaman yang pengelola kawasan TN Babul. Kegiatan
ada dalam kawasan hutan harus disesuaikan dengan rekonstruksi tata batas kawasan TN Babul yang
fungsi hutan tersebut. dilaksanakan oleh Balai TN Babul dipandang oleh
Konflik dalam pemanfaatan SDAH yang masyarakat sebagai kegiatan pengambil-alihan
terdapat dalam kawasan TN Babul dapat pula lahan dan menghilangkan hak mereka dalam
terjadi karena adanya pengalaman di masa lalu pemanfaatan SDAH yang selama ini mereka
yang dirasakan berbeda dengan saat ini. Kondisi ini lakukan. Kondisi seperti ini ditemui pada
juga dialami oleh masyarakat sekitar TN Babul Kelurahan Leang-Leang, Kecamatan Bantimurung
dalam pemanfaatan sumberdaya alam, khususnya dan pada Desa Samangki, Kecamatan Simbang,
pemanfaatan hasil hutan kayu dalam kawasan Kabupaten Maros.
hutan.
2. Negosiasi prinsip; konflik disebabkan karena
Kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu untuk
posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan
memenuhi kebutuhan papan telah dilakukan oleh
pandangan oleh pihak-pihak yang berkonflik.
sebagian masyarakat dalam kawasan hutan sebelum
Posisi antara masyarakat sekitar kawasan TN
kawasan tersebut berubah fungsi menjadi kawasan
Babul dan pengelola kawasan (aparat TN Babul)
TN Babul. Kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu
dapat dikatakan berada dalam posisi yang tidak
dalam kawasan hutan dengan mudah dilakukan oleh
setara. Pertama, aparat TN Babul mendapatkan
sebagian masyarakat, baik dengan jalan meminta ijin
mandat dari negara untuk mengelola kawasan TN
maupun tanpa ijin dari pihak terkait. Pihak yang
Babul melalui terbitnya Surat Keputusan Menteri
dimintai ijin untuk maksud tersebut di atas
Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.
diantaranya adalah aparat desa/dusun dan aparat
398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004
kehutanan.
tentang penunjukan kawasan TN Babul seluas
43.750 ha dan Peraturan Menteri Kehutanan
C. Penyebab Konflik dalam Pengelolaan TN
N o m o r : P. 2 9 / M e n h u t - I I / 2 0 0 6 t e n t a n g
Babul
Pembentukan Balai TN Babul serta Peraturan
Berdasarkan uraian pada bagian terdahulu maka Menteri Kehutanan Nomor: P.03/Menhut-
dimensi penyebab konflik antara masyarakat II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
dengan pemerintah dalam pengelolaan TN Babul Pelaksana Teknis Taman Nasional yang menjadi
adalah sebagai berikut: dasar pengelolaan TN Babul. Sebaliknya

190
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 3 September 2013, Hal. 186 - 198
masyarakat sekitar hanya bertindak sebagai masyarakat tersebut merupakan eksternalitas dan
pemanfaat lahan dan SDAH secara terbatas sesuai tindakan yang diambil pemerintah umumnya
dengan ketentuan dan perundang-undangan yang bersifat teknikal (menyingkirkan) (Tajuddin, 2000).
berlaku. Kedua, aparat TN Babul dibekali dengan Namun, banyak fakta di lapangan bahwa
pengetahuan dan pemahaman yang cukup baik perilaku masyarakat sekitar dalam pemanfaatan
terkait kebijakan pengelolaan hutan. Sebaliknya SDAH ada yang positif dan ada pula yang negatif.
masyarakat sekitar memiliki pengetahuan dan Sebagai contoh keberadaan tegakan kemiri yang
pemahaman mengenai kebijakan pengelolaan banyak dijumpai di Kecamatan Camba, Mallawa
hutan yang sangat terbatas, dan terkadang hanya dan Kecamatan Cenrana yang telah dikembangkan
didasarkan pada kebiasaan yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan masih terjaga sampai
secara turun-temurun. saat ini, merupakan bukti kearifan lokal masyarakat
Perbedaan pandangan dalam pemanfaatan sekitar hutan dalam mengelola dan memanfaatkan
SDAH terjadi karena masyarakat sekitar melakukan SDAH. Di samping itu juga terdapat sejumlah
pembandingan terhadap pemanfaatan sumberdaya orang yang memiliki inisiatif untuk menanam
alam di masa lalu dengan saat ini, atau melakukan tanaman kehutanan dalam kawasan TN Babul
pembandingan terhadap adanya sejumlah secara swadaya yang merupakan bukti bahwa
masyarakat yang melakukan kegiatan pemanfaatan masyarakat mampu membangun dan memelihara
dalam kawasan Taman Nasional. Fenomena hutan yang patut dihargai seperti yang terdapat di
tersebut di atas oleh Pruitt dan Rubin (2009) disebut Desa Labuaja, Kecamatan Cenrana, Kabupaten
sebagai invidious comparison (pembandingan yang Maros.
menyakitkan hati). Kondisi ini menstimulasi
5. Transformasi konflik ; konflik disebabkan
terjadinya konflik untuk alasan yang dianggap
karena ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang
realisitis maupun idealistis. Kondisi seperti ini
muncul sebagai masalah sosial, ekonomi, dan
ditemui hampir pada seluruh desa yang berbatasan
budaya.
dengan TN Babul.
Konflik antara masyarakat dan pengelola TN
3. Kebutuhan manusia; konflik disebabkan karena Babul terjadi karena adanya ketidakadilan yang
kebutuhan dasar manusia yang tidak terpenuhi atau dirasakan oleh masyarakat sekitar TN Babul.
terhalangi. Masyarakat yang telah hidup secara turun-temurun
Konflik antara masyarakat dengan pemerintah jauh sebelum daerah tersebut ditetapkan sebagai
selaku pengelola kawasan TN Babul lebih banyak kawasan hutan dan berubah fungsi menjadi TN
disebabkan oleh karena masyarakat merasa Babul menjadi terpinggirkan dari daerahnya karena
keberadaan kawasan TN Babul dengan segala keterbatasan lahan garapan dan sumber
aturan yang terdapat di dalamnya akan menghalangi penghasilan. Sebagian anggota keluarganya pada
mereka untuk memenuhi kebutuhannya, seperti akhirnya melakukan migrasi ke daerah lainnya
pemenuhan kebutuhan akan papan (kayu) dan (perkotaan, lintas kabupaten, provinsi) mencari
kebutuhan untuk mendapatkan penghidupan sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
yang layak melalui peningkatan pendapatan, baik hidup keluarganya. Kondisi seperti ini banyak
yang bersumber dalam kawasan hutan maupun terjadi di Kecamatan Camba dan Mallawa,
pada lahan milik. Kondisi seperti ini ditemui hampir Kabupaten Maros.
pada seluruh desa yang berbatasan dengan TN Perbedaan-perbedaan antara masyarakat dan
Babul. pengelola TN Babul dalam pemanfaatan SDAH,
komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan
4. Identitas; konflik disebabkan karena identitas
dan kepercayaan antara masyarakat dan pengelola
yang terancam yang sering berakar pada
TN Babul, serta keterbatasan pengelola kawasan
penderitaan dimasa lalu yang tidak terselesaikan.
TN Babul untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi
Pemerintah pada umumnya memandang
masyarakat sekitar kawasan TN Babul, menjadi
masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sebagai
penyebab terjadinya konflik. Perbedaan yang ada
perambah atau berpotensi sebagai perambah,
patut dihormati dan didialogkan. Dengan kata lain,
peladang berpindah, pencuri kayu, dan sebagai
konflik yang terjadi perlu dicarikan solusinya yang
pelaku penggembala liar yang dapat menjadi
dapat diterima oleh kedua belah pihak.
masalah dalam pengelolaan hutan. Artinya

191
Konflik pada Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Provinsi Sulawesi Selatan dan ..... (Abd. Kadir W., Nurhaedah M., & Rini Purwanti)
D. Upaya Penyelesaian Konf lik dalam positif di samping sisi negatif. Sisi positif dari
Pengelolaan TN Babul konflik adalah persemaian yang subur bagi
terjadinya perubahan sosial, dapat memfasilitasi
Konflik dapat ditemukan dihampir setiap bidang
tercapainya rekonsiliasi atas berbagai kepentingan,
interaksi manusia. Akan tetapi, tidak setiap interaksi
dan dapat mempererat persatuan kelompok. Sisi
perlu melibatkan konflik. Hal ini terjadi karena pada
negatif dari konflik adalah dapat membuka jalan
umumnya manusia mampu bergaul dengan baik
terjadinya tindakan yang lebih keras, jumlah
dengan orang-orang, kelompok, dan organisasi
masalah yang timbul dalam konflik dapat
lain; pergaulan itu mereka lakukan dengan penuh
meningkat, fokus yang pada awalnya bersifat
perhatian, kemauan untuk membantu, dan
khusus dapat melebar dan menjadi bersifat global,
keterampilan sedemikian rupa sehingga hanya
motivasi dapat berubah untuk membuat pihak lain
terjadi sedikit konflik di dalamnya. Bilamana konflik
menderita, dan jumlah pihak yang berkonflik
itu memang terjadi, maka konflik itu lebih sering
cenderung meningkat.
dapat diatasi daripada tidak (Pruitt dan Rubin,
Pruitt dan Rubin (2009) mengembangkan teori
2009).
dasar strategi penyelesaian konflik yang disebut
Konflik yang muncul dalam pengelolaan SDAH
dengan dual concern model (model kepedulian
bukan untuk dihilangkan akan tetapi perlu dicarikan
rangkap-dua). Model ini melacak pemilihan strategi
solusinya. Demikian halnya dengan pihak yang
berdasarkan kekuatan kepedulian relatif atas hasil
memiliki posisi yang lemah dalam situasi konflik
yang diterima oleh diri sendiri dan hasil yang
tidak perlu dipinggirkan akan tetapi diberikan ruang
diterima oleh pihak lain sebagaimana disajikan
untuk berdialog. Menurut Pruit dan Rubin (2009),
pada Gambar 2.
konflik yang terjadi pada dasarnya memiliki sisi

Gambar 2. Dual Concern Model sebagai dasar strategi untuk penyelesaian konflik
Ficture 2. Dual Concern Model as basic strategy for conflict resolution

Sifat dari masing-masing strategi tersebut di atas sendiri dan mencoba membujuk pihak lain
adalah sebagai berikut : untuk mengalah, termasuk mengeluarkan
1. Contending (bertanding); segala macam usaha ancaman kepada pihak lain.
untuk menyelesaikan konflik menurut kemauan 2. Problem solving (pemecahan masalah); meliputi
seseorang tanpa memperdulikan kepentingan usaha mengidentifikasikan masalah dan
pihak lain. Pihak-pihak yang menerapkan mengembangkan serta mengarah pada solusi
strategi ini tetap mempertahankan aspirasinya yang memuaskan kedua belah pihak. Pihak-

192
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 3 September 2013, Hal. 186 - 198
pihak yang menerapkan strategi ini berusaha Aspirasi masyarakat sekitar kawasan TN Babul
mempertahankan aspirasinya sendiri tetapi telah diupayakan untuk diakomodir oleh Balai TN
sekaligus berusaha mendapatkan cara untuk Babul selaku pengelola kawasan Taman Nasional.
melakukan rekonsiliasi dengan aspirasi pihak Upaya Balai TN Babul tersebut tertuang dalam
lain. Hasilnya dapat berupa kompromi atau laporan hasil konsultasi publik rancangan zonasi
solusi integratif. Problem solving mencerminkan TN Babul tingkat kecamatan yang dilaksanakan
adanya keinginan untuk berkolaborasi. pada Bulan November sampai dengan Desember
3. Yielding (mengalah); pihak yang menerapkan Tahun 2010. Beberapa kesepakatan yang dicapai
strategi ini menurunkan aspirasinya sendiri dan antara masyarakat dengan Balai TN Babul dari hasil
bersedia menerima kekurangan dari yang kegiatan konsultasi publik rancangan zonasi TN
sebetulnya diinginkan. Yieliding memang Babul sesuai permasalahan yang berkembang di
menciptakan solusi, tetapi bukan solusi yang masyarakat, diantaranya (Balai TN Babul, 2010):
berkualitas tinggi.
1. Tata Batas Kawasan TN Babul
4. Inaction (“diam”); Tidak melakukan apa-apa.
a. Pergeseran-pergeseran pal batas di lapangan
Strategi ini biasanya ditempuh untuk
(revisi dan review) akan diupayakan untuk
mencermati perkembangan lebih lanjut. Inaction
dikoordinasikan oleh Balai TN Babul dengan
merupakan tindakan temporer yang tetap
Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII
membuka kemungkinan bagi upaya penyelesaian
Makassar.
kontroversi. Inaction dapat pula merupakan
b. Penataan batas zonasi perlu dilakukan secara
implikasi dari sikap keras kepala kedua belah
partisipatif dengan melibatkan masyarakat dan
pihak yang tetap menginginkan adanya status quo.
pihak pemerintah setempat;
5. Withdrawing (menarik diri); pihak yang memilih
c. Batas antar zona perlu dibangun dengan jelas,
strategi ini memilih untuk meninggalkan situasi
dapat berupa pagar tanaman yang berbeda-beda
konflik, baik secara fisik maupun psikologis
antara zona yang satu dengan yang lainnya.
secara permanen. Withdrawing melibatkan
d. Peta kawasan TN Babul, baik peta detail hasil
pengabaian terhadap kontroversi. Withdrawing
penafsiran citra satelit atau peta kawasan lainnya
dapat pula mempunyai konotasi pemaksaan
agar dapat disosialisasikan kepada pemerintah
yang jauh lebih dalam, dimana situasi ketidak-
kecamatan dan desa-desa yang berbatasan
pastian sengaja diciptakan sehingga pihak lain
langsung dengan kawasan. Pemerintah desa dan
tidak akan mendapatkan apa yang diinginkannya
kecamatan yang berbatasan dengan TN Babul
dan diharapkan akan mengalah.
diharapkan juga memiliki peta-peta yang
Walaupun terdapat lima strategi yang berbeda
berkaitan dengan keberadaan Taman Nasional.
dalam penyelesaian konflik sebagaimana di-
sebutkan di atas, akan tetapi pada kebanyakan 2. Pemanfaatan SDAH dalam Kawasan TN
situasi konflik yang terjadi menuntut diterapkannya Babul
kombinasi dari beberapa strategi di atas. Sangat a. Peremajaan kemiri dapat diijinkan oleh pihak
jarang hanya digunakan satu macam strategi secara Balai TN Babul di dalam zona tradisional
eksklusif. dengan mempertimbangkan sistem yang sudah
Konflik antara masyarakat dengan TN Babul dipraktekkan oleh masyarakat sepanjang tidak
dalam pemanfaatan SDAH memungkinkan untuk bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelola-
diselesaikan melalui pengaturan zonasi meskipun an Taman Nasional. Peremajaan kemiri di-
masih terdapat perbedaan dalam menafsirkan laksanakan atas persetujuan dan pengawasan
peraturan pemerintah yang terkait dengan pihak Balai TN Babul berkoordinasi dengan
pengelolaan kawasan konservasi (UU No. 5/1990 pihak pemerintah desa/kelurahan.
dan PP. No. 28/2011) serta Permenhut No. P.56/ b. Permintaan masyarakat agar dapat melakukan
2006 tentang pengaturan zonasi dalam Taman penebangan pohon yang telah dikembangkan
Nasional (Kadir W. et al., 2012b). Zona tradisional sebelum adanya penunjukan TN Babul akan
dan zona khusus merupakan zona yang diharapkan dikaji lebih lanjut pada zona khusus.
dapat mengakomodir kepentingan masyarakat Penebangan hanya dilakukan untuk pemenuhan
sekitar TN Babul. kebutuhan masyarakat setempat. Pelaksanaan

193
Konflik pada Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Provinsi Sulawesi Selatan dan ..... (Abd. Kadir W., Nurhaedah M., & Rini Purwanti)
penebangan pohon lebih lanjut diatur melalui Kesepakatan tersebut telah diupayakan untuk
peraturan desa dengan mempertimbangkan mengakomodir kepentingan masyarakat sekitar
karakteristik biofisik setempat. TN Babul dalam hal pemenuhan kebutuhan kayu
c. Pada zona khusus dimungkinkan untuk me- masyarakat di masa datang, serta adanya peluang
ngelola areal persawahan yang telah ada sebelum untuk melakukan praktik perladangan selama 1-2
penunjukkan TN Babul. tahun di sela-sela tanaman rimba dan tanaman
Meskipun dalam kegiatan konsultasi publik telah penghasil kayu tersebut. Pihak TN Babul tentunya
dicapai beberapa kesepakatan antara masyarakat mendapatkan manfaat dari kegiatan reboisasi ini
dengan pengelola kawasan TN Babul sebagaimana karena areal eks/bekas HKm dapat dihijaukan
disebutkan di atas, akan tetapi implementasinya kembali. Namun demikian, kesepakatan tersebut
baru akan dilaksanakan setelah rancangan tersebut berpotensi menimbulkan konflik di kemudian hari
mendapatkan persetujuan Menteri Kehutanan. Hal karena tidak dijelaskan bagaimana mekanisme
yang perlu dilakukan selanjutnya adalah bagaimana pelaksanaannya serta seberapa besar persentasi
mendetailkan kegiatan-kegiatan yang dapat tumbuh dari tanaman jenis rimba yang menjadi
dilakukan oleh masyarakat dalam zona-zona persyaratan untuk dapat menikmati hasil dari jenis
tersebut. Selain itu, perlu pula disusun bagaimana kayu pertukangan. Untuk itu dialog lanjutan terkait
mekanisme pelaksanaannya yang mencakup pemanfaatan areal eks/bekas HKm harus terus
bagaimana proses perencanaannya, bagaimana dilakukan sehingga diperoleh kesepakatan-
proses pelaksanaannya, dan bagaimana mengontrol kesepakatan yang saling menguntungkan dan dapat
dan mengevaluasinya serta pihak mana saja yang diterima oleh kedua belah pihak.
dapat terlibat sehingga tidak menimbulkan Apabila memperhatikan upaya-upaya yang di-
kerusakan kawasan dan konflik baru dikemudian lakukan oleh Balai TN Babul dalam menyelesaikan
hari. konflik pengelolaan kawasan TN Babul, dapat
Balai TN Babul juga telah melakukan upaya diketahui bahwa strategi yang ditempuh oleh Balai
untuk menyelesaian konflik dalam pemanfaatan TN Babul dalam menyelesaikan konflik tersebut
SDAH seperti yang terjadi di Desa Labuaja, diantaranya adalah problem solving (pemecahan
Kecamatan Cenrana dalam hal pemanfaatan lahan masalah), yielding (mengalah), dan inaction
eks/bekas areal Hutan Kemasyarakatan (HKm) di (“diam”). Strategi problem solving yang ditempuh
daerah tersebut. Melalui serangkaian pertemuan oleh Balai TN Babul antara lain tercermin dari
yang difasilitasi oleh Forum Komunikasi sikap akomodatif terhadap peluang dilakukannya
Masyarakat TN Babul dan Universitas Hasanudin peremajaan kemiri dalam kawasan TN Babul,
(UNHAS) akhirnya diperoleh kesepakatan terkait peluang untuk tetap melakukan aktivitas ekonomi
areal eks/bekas HKm yang selama ini dikelola berupa pengelolaan areal persawahan dalam
masyarakat yang dikemas dalam bentuk kegiatan kawasan zona khusus, dan kolaborasi dengan
reboisasi pengayaan pada zona tradisional. Adapun masyarakat dalam kegiatan reboisasi pengayaan
kesepakatan yang dihasilkan diantaranya bahwa lahan eks/bekas HKm yang dituangkan dalam
komposisi jenis tanaman yang akan dikembangkan bentuk nota kesepahaman. Strategi yielding Balai
terdiri dari: TN Babul tercermin dari upaya untuk meninjau
a. Jenis rimba sebanyak 280 batang/ha (70%), jenis ulang batas-batas kawasan TN Babul yang
kayu pertukangan sebanyak 40 batang/ha dipermasalahkan oleh masyarakat, peluang
(10%), dan jenis penghasil buah-buahan/MPTS perubahan beberapa zona yang diusulkan oleh
sebanyak 80 batang/ha (20%). Balai TN Babul pada beberapa lokasi sesuai usulan
b. Masyarakat diberikan hak untuk memanfaatkan masyarakat, dan pengakuan secara de facto hak
hasil dari kegiatan tersebut berupa jenis kayu kepemilikan lahan masyarakat di Kampung Pangia
pertukangan dan jenis MPTS, dengan syarat (Dusun Pattunuang) dan Dusun Tallasa serta
bahwa jenis-jenis rimba berhasil tumbuh dengan keterlibatan dalam mempercepat proses enclave
baik di masing-masing lokasi. pada daerah tersebut. Strategi inaction ditempuh
c. Pengaturan tentang teknis pemanfaatan tersebut oleh Balai TN Babul dalam menyikapi
selanjutnya akan disusun lebih detail sebagai- permasalahan peluang pemanfaatan hasil hutan
mana ketentuan perundang-undangan yang berupa kayu yang telah dikembangkan masyarakat
berlaku.

194
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 3 September 2013, Hal. 186 - 198
sebelum adanya penunjukan kawasan TN Babul penyesuaian-penyesuaian dengan dukungan
karena akan dilakukan pengkajian lebih lanjut. berbagai pihak yang dilandasi semangat
Berdasarkan hasil temuan di lapangan terkait kebersamaan. Kegiatan sosialisasi kebijakan
konflik yang terjadi dalam pengelolaan TN Babul pengelolaan TN Babul harus dapat menyentuh
dan upaya yang ditempuh Balai TN Babul dalam masyarakat pada level yang paling bawah dan
mengatasi konflik tersebut, maka beberapa hal yang diharapkan tersebar secara merata. Untuk itu
dapat dilakukan untuk mengatasi dan mencegah kegiatan sosialisasi tersebut harus dilakukan oleh
terjadinya konflik yang lebih luas diantaranya aparat TN Babul yang mempunyai kompetensi dan
adalah: pemahaman yang baik mengenai kebijakan
1. Melakukan komunikasi dan duduk bersama pengelolaan TN Babul, sehingga mampu
(berdialog) menjawab permasalahan yang dirasakan oleh
Kegiatan ini dilakukan untuk meminimalkan masyarakat terkait pengelolaan TN Babul.
perbedaan antara masyarakat dan pengelola TN Kegiatan ini tentunya memerlukan waktu yang
Babul serta untuk menjalin suasana keakraban dan cukup lama, akan tetapi dampaknya terhadap
kebersamaan antara pemerintah dan masyarakat. keberhasilan pengelolaan TN Babul sangat besar.
Komunikasi dan dialog yang dilakukan dengan 3. Mendetailkan kegiatan-kegiatan pada
benar akan membuka jalan pada terwujudnya setiap zona TN Babul
kolaborasi dalam pengelolaan TN Babul. Dialog Rancangan zonasi TN Babul yang ditawarkan
dapat berjalan dengan baik, apabila didasarkan pada kepada masyarakat tidak hanya terhenti pada batas-
kesadaran terhadap karakteristik peserta yang batas antar zona. Rancangan zonasi yang
memiliki kepentingan yang beragam dan terdapat ditawarkan harus segera ditindak lanjuti dengan
saling ketergantungan di antara kepentingan yang mendetailkan kegiatan-kegiatan yang dapat
beragam tersebut, keterwakilan peserta dialog di dilakukan oleh masyarakat pada setiap zona
mana peserta dialog mendapatkan legitimasi dari khususnya zona tradisional dan zona khusus
masyarakat yang diwakilinya (Innes dan Booher, dengan memperhatikan kondisi dan aspirasi yang
2003). Apabila proses komunikasi dan dialog yang berkembang dalam masyarakat. Selain mendetail-
dilakukan berjalan dengan baik, maka kebijakan kan kegiatan pada setiap zona Taman Nasional,
yang ditempuh oleh Balai TN Babul dalam perlu pula disusun mekanisme pelaksanaan
pengelolaan kawasan TN Babul akan mendapatkan kegiatan tersebut termasuk mekanisme pemanfaat-
legitimasi dari masyarakat dan memudahkan dalam an hasil dari kegiatan yang dilakukan. Penyusunan
proses implementasinya. mekanisme pelaksanaan kegiatan dan mekanisme
Beberapa stakeholder yang dapat terlibat dalam pemanfaatan hasil kegiatan sedapat mungkin
proses dialog diantaranya Balai TN Babul, melibatkan masyarakat sekitar yang bersentuhan
masyarakat sekitar TN Babul, pemerintah desa dan langsung dengan kegiatan tersebut serta pihak-
kecamatan, Pemda Maros (instansi teknis terkait pihak lain yang dapat memberikan masukan
seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas dalam penyusunan mekanisme tersebut.
Pariwisata, Dinas Pertanian, Badan Pelaksana 4. Mengembangkan sumber-sumber peng-
Penyuluhan dan Ketahanan Pangan), LSM dan hasilan bagi masyarakat
Forum Masyarakat TN Babul, serta perguruan Penghasilan masyarakat dalam kawasan TN
tinggi/lembaga penelitian. Beberapa stakeholder Babul bersumber dari kegiatan pemanfaatan lahan
tersebut di atas merupakan stakeholder primer dan untuk kegiatan usahatani seperti bersawah (padi),
juga merupakan key players (pemain kunci) dalam berladang (jagung, kacang-kacangan, dan
pengelolaan TN Babul (Kadir W. et al., 2013). hortikultura) dan berkebun (kakao dan kopi) serta
2. Mengintensifkan kegiatan sosialisasi pemanfaatan hasil tanaman (kemiri, dan nira aren)
Kegiatan sosialisasi dimaksudkan untuk (Kadir W. et al. 2012a). Kegiatan-kegiatan tersebut
memberikan pemahaman kepada masyarakat sedikit banyak berkontribusi terhadap total
terkait kebijakan pengelolaan TN Babul. Dengan pendapatan masyarakat akan tetapi dapat
adanya kegiatan sosialisasi tersebut diharapkan menyebabkan kerusakan kawasan jika tidak
masyarakat mengetahui posisi mereka dalam dilakukan dengan benar. Untuk itu perlu
pengelolaan TN Babul dan dapat melakukan diupayakan pengembangan sumber-sumber

195
Konflik pada Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Provinsi Sulawesi Selatan dan ..... (Abd. Kadir W., Nurhaedah M., & Rini Purwanti)
pendapatan baru yang lebih ramah lingkungan. bahwa terdapat kecenderungan penurunan ke-
Salah satu komoditas yang dapat dikembangkan inginan masyarakat untuk membayar lebih tinggi
dalam kawasan TN Babul adalah iles-iles dari nilai yang telah ditetapkan oleh pengelola
(Amorphopallus oncophyllus) atau masyarakat sekitar objek wisata yang terdapat dalam kawasan TN
menyebutnya dengan tanaman tirai yang termasuk Babul. Hal ini disebabkan kurangnya sarana dan
salah satu jenis tanaman umbi-umbian. Tanaman ini prasarana yang tersedia serta terbatasnya variasi
memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki objek wisata yang dapat dinikmati oleh pengunjung
banyak kegunaan dan permintaan iles-iles dalam suatu kawasan wisata.
(Amorphopallus oncophyllus) baik dalam negeri 6. Mengembangkan zona penyangga
maupun luar negeri terus meningkat. Tanaman ini kawasan TN Babul
banyak tumbuh liar di dalam dan di sekitar kawasan Salah satu penyebab konflik dalam pengelolaan
TN Babul dan telah dimanfaatkan oleh sebagian TN Babul adalah rendahnya tingkat pendapatan
masyarakat di Dusun Pattiro, Desa Labuaja, masyarakat serta tingginya tingkat ketergantungan
Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros. Tanaman masyarakat secara ekonomi terhadap kawasan TN
ini sangat potensial dikembangkan dalam kawasan Babul. Salah satu penyebab rendahnya tingkat
TN Babul sebagai salah satu sumber penghasilan pendapatan masyarakat dan tingginya tingkat
masyarakat karena disamping memiliki nilai ketergantungan masyarakat terhadap kawasan TN
ekonomi yang cukup tinggi (Rp. 10.000,-/kg Babul adalah belum optimalnya pemanfaatan lahan
kering), tanaman ini pada umumnya tumbuh di yang dilakukan oleh masyarakat sehingga
bawah tegakan pada awal musim penghujan dan produktivitasnya rendah. Sebagian masyarakat
tidak memerlukan pengolahan tanah yang intensif. sekitar kawasan TN Babul selain memiliki lahan
Permasalahannya adalah masyarakat belum dalam kawasan TN Babul juga memiliki lahan di
memahami dengan baik teknik budidaya. luar kawasan tersebut. Lahan-lahan yang terdapat
Masyarakat hanya memanfaatkan tanaman yang di luar kawasan TN Babul oleh sebagian
tumbuh liar pada lahan garapannya. Hal yang perlu masyarakat belum dimaksimalkan. Belum
dilakukan oleh Balai TN Babul adalah melakukan maksimalnya pemanfaatan lahan masyarakat di luar
koordinasi dengan instansi terkait seperti Badan kawasan TN Babul tercermin dari masih
Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Maros dan terdapatnya lahan-lahan yang dibiarkan terlantar,
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur untuk masih terdapatnya lahan-lahan di bawah tegakan
membantu masyarakat dalam hal budidaya dan yang tidak dimanfaatkan. Meskipun lahan tersebut
pengolahan pasca panennya. digarap akan tetapi tanaman yang ada di dalamnya
5. Mengembangkan zona pemanfaatan TN tidak dipelihara dengan baik. Apabila lahan-lahan
Babul masyarakat yang terdapat di luar kawasan TN
Kawasan TN Babul memiliki potensi yang Babul dapat dimaksimalkan maka tingkat
cukup baik untuk pengembangan wisata, baik ketergantungan masyarakat terhadap kawasan TN
wisata alam karena memiliki panorama alam yang Babul dapat dikurangi, sehingga tekanan terhadap
indah, maupun wisata sejarah karena banyaknya kawasan TN Babul pada akhirnya menjadi
situs-situs peninggalan bersejarah. Objek-objek berkurang. Selain itu, dapat dikembangkan unit-
wisata tersebut pada umumnya terdapat pada zona unit usaha produktif di luar kawasan yang berbasis
pemanfaatan TN Babul. Zona pemanfaatan untuk pada potensi sumberdaya di desa serta tidak
tujuan wisata harus dapat dikelola dengan baik oleh berbasis lahan agar secara berangsur-angsur
Balai TN Babul, karena di samping dapat mengurangi ketergantungan mereka terhadap
mendatangkan pendapatan bagi pengelola TN kawasan Taman Nasional. Meskipun pe-
Babul, juga dapat mendorong perkembangan ngembangan kawasan penyangga (Kawasan di luar
perekonomian daerah khususnya desa-desa yang TN Babul) bukan merupakan tupoksi Balai TN
berbatasan langsung dengan objek wisata tersebut. Babul, akan tetapi pihak TN Babul dapat
Penyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas memfasilitasi terciptanya kolaborasi dalam upaya
pendukung kenyamanan wisatawan perlu pengembangan kawasan penyangga dengan
dikembangkan dengan baik. Hasil penelitian yang melakukan komunikasi dan koordinasi dengan
dilakukan oleh Hayati et al., (2011) menunjukkan pemerintah daerah setempat melalui instansi-

196
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 3 September 2013, Hal. 186 - 198
instansi teknis terkait serta pihak-pihak lainnya dan aspirasi yang berkembang dalam
(LSM, Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian. masyarakat.
2. Balai TN Babul perlu melibatkan stakeholder
lainnya selain masyarakat sekitar dalam proses
IV. KESIMPULAN DAN SARAN dialog dalam membantu menyelesaikan konflik
yang terjadi serta dalam upaya meningkatkan
A. Kesimpulan pendapatan masyarakat sekitar TN Babul
seperti pemerintah desa dan kecamatan, Pemda
1. Konflik yang terjadi antara pemerintah dan
Maros (Dinas Kehutanan dan Perkebunan,
masyarakat dalam pengelolaan TN Babul terkait
Dinas Pariwisata, Dinas Pertanian, Badan
dengan konflik tata batas kawasan Taman
Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan),
Nasional dan konflik dalam pemanfaatan
LSM setempat, Forum Masyarakat TN Babul,
sumberdaya hutan yaitu pemanfaatan lahan dan
dan perguruan tinggi/lembaga penelitian.
pemanfaatan tumbuhan.
3. Mengembangkan sumber-sumber pendapatan
2. Konflik yang terjadi disebabkan oleh pemberian
baru bagi masyarakat sekitar, mengembangkan
informasi yang kurang tepat pada saat kegiatan
zona pemanfaatan TN Babul untuk tujuan
penataan batas kawasan hutan yang pada
wisata dan mengembangkan kawasan pe-
akhir nya melahirkan ketidakpercayaan
nyangga TN Babul untuk meningkatkan
masyarakat terhadap aparat kehutanan, adanya
pendapatan masyarakat dan mengurangi tingkat
posisi yang tidak selaras serta perbedaan
ketergantungan masyarakat terhadap kawasan
pandangan antara masyarakat dan pemerintah
TN Babul.
khususnya dalam pemanfaatan SDAH yang
terdapat dalam kawasan TN Babul, ter-
halanginya pemenuhan kebutuhan dasar
DAFTAR PUSTAKA
masyarakat khususnya kebutuhan untuk men-
dapatkan penghidupan yang layak yang
Balai TN Babul. 2008. Rencana Pengelolaan Jangka
bersumber dari pemanfaatan SDAH dalam
Panjang Taman Nasional Bantimurung
kawasan TN Babul, serta belum adanya
Bulusaraung Periode 2008 - 2027 Kabupaten
penghargaan terhadap kearifan lokal masyarakat
Maros dan Pangkep. Direktorat Jenderal
khususnya usaha-usaha masyarakat dalam
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
membangun dan memelihara.
Balai Taman Nasional Bantimurung
3. Upaya yang dilakukan oleh pihak TN Babul
Bulusaraung. Maros.
dalam mengatasi konflik adalah dengan
menyusun rancangan zonasi untuk ditawarkan Balai TN Babul. 2010. Laporan Konsultasi Publik
kepada masyarakat serta kolaborasi dalam Rancangan Zonasi Taman Nasional
kegiatan reboisasi pengayaan zona tradisional. Bantimurung Bulusaraung Tingkat Desa dan
4. Strategi penyelesaian konflik yang ditempuh Kecamatan. Kementerian Kehutanan.
oleh Balai TN Babul dalam menyelesaikan Direktorat Jenderal Perlindungan dan
konflik yang terjadi terdiri dari problem solving Konservasi Alam. Balai Taman Nasional
(pemecahan masalah), yielding (mengalah) dan Bantimurung Bulusaraung. Maros.
inaction (“diam”).
Fisher, S., Ludin, J., William, S., Abdi, D.I., Smith,
R., dan William S. 2001. Mengelola Konflik,
B. Saran
Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak.
1. Untuk mengatasi dan mencegah terjadinya The British Council. Jakarta.
konflik yang lebih luas, maka komunikasi dan
Hayati N, A. Kadir W, E.Hapsari, Zainuddin, dan
dialog dengan masyarakat sekitar perlu
Supardi. 2011. Valuasi ekonomi jasa
diintensifkan, melakukan sosialisasi kebijakan
lingkungan di Taman Nasional Bantimurung
Taman Nasional dan mendetailkan kegiatan-
Bulusaraung. Laporan Hasil Penelitian. Balai
kegiatan yang akan dilakukan pada setiap zona
Penelitian Kehutanan Makassar. Tidak
TN Babul dengan tetap memperhatikan kondisi
dipublikasikan.

197
Konflik pada Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Provinsi Sulawesi Selatan dan ..... (Abd. Kadir W., Nurhaedah M., & Rini Purwanti)
Innes, J.E. and Booher, D.E. 2003. Collaborative Kadir W., Abd., Awang, S.A., Purwanto, R.H. dan
Policymaking: Governance Through Poedjirahajoe, E. 2013. Analisis Stakeholder
Dialogue. in Deliberative Policy Analisys. Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung
Understanding Governance in the Network Bulusaraung, Provinsi Sulawesi Selatan.
Society. Edited by Hajer, M.A. dan Wagenaar, Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol. 20 No.
H. Cambrige Univer. 1. Maret 2013. Pusat Studi Lingkungan
Hidup Universitas Gadjah Mada (PSLH
Jusuf, Y., Supratman dan Alif KS, M. 2010.
UGM). Yogyakarta.
Pendekatan Kolaborasi dalam Pengelolaan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung : Mangindaan, E.E. 1999. Sambutan Gubernur
Strategi Menyatukan Kepentingan Ekologi Sulawesi Utara, pada Pertemuan Regional
dan Sosial Ekonomi Masyarakat. Opinion Pengelolaan Taman Nasional Kawasan
Brief No. ECICBFM II-2010.02. The Timur Indonesia, Tanggal 23 Agustus 1999
Center for People and Forest. RECOFTC. di Manado.
Makassar.
Munggoro, D.W. 1999. Manajemen Kemitraan:
Kadir W., Abd., Awang, S.A., Purwanto, R.H. dan Meretas Kemelut Pengelolaan Kawasan
Poedjirahajoe, E. 2012a. Analisis Kondisi Konservasi. Makalah Prosiding. Seminar
Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Taman Pemberdayaan Aser Perekonomian Rakyat
Nasional Bantimur ung Bulusaraung, Melalui Strategi Kemitraan Dalam
Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Manusia Pengelolaan Sumberdaya Alam Di
dan Lingkungan. Vol. 19 No. 1. Maret 2012. Kabupaten Jember. Pustaka latin. Bogor.
Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas
Pruitt, D.G. dan Rubin, J.Z. 2009. Teori Konflik
Gadjah Mada (PSLH UGM). Yogyakarta.
Sosial. Pustaka Pelajar. Yogjakarta.
Kadir W., Abd., Awang, S.A., Purwanto, R.H. dan
Siregar, A.M. 1999. Kebijakan Pengelolaan Taman
Poedjirahajoe, E. 2012b. Peremajaan Kemiri
Nasional di Indonesia. Makalah disampaikan
(Aleurites moluccana Wild.) pada Kawasan
pada Pertemuan Regional Pengelolaan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
Taman Nasional Kawasan Timur Indonesia,
(Sebuah Tinjauan Kebijakan Pemerintah).
Tanggal 23 Agustus 1999 di Manado.
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. Vol. 9
No. 3. Desember 2012. Kementerian Ke- Tadjudin, D. 2000. Manajemen Kolaborasi.
hutanan. Badan Penelitian dan Pengembang- Pustaka Latin. Bogor.
an Kehutanan. Pusat Penelitian dan
Yusran, 2005. Mengembalikan Kejayaan Hutan
Pengembangan Perubahan Iklim dan
Kemiri Rakyat. Governance Brief. Nomor
Kebijakan. Bogor.
10. Juni 2005. Center for International
Forestry Research, CIFOR. Bogor.

198
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 3 September 2013, Hal. 186 - 198

View publication stats

You might also like