Professional Documents
Culture Documents
Makalah AIK
Makalah AIK
Makalah AIK
A. Pendahuluan
B. Pengertian Tauhid
Tauhid Rububiyah
Tauhid Uluhiyah
E. Penutup
A. Pendahuluan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai Tauhid dan Urgensinya bagi Kehidupan Manusia. Dari
pembahasan ini diharapkan memiliki pemahaman tentang hal-hal berikut:
1. Pengertian Tauhid,
B. Pengertian Tauhid
Secara bahasa, tauhid berasal dari kata dasar yang maknanya sesuatu itu satu (esa). Sedangkan secara
syar’i tauhid bermakna mengesakan Allah dalam ibadah, bersamaan dengan keyakinan keesaanNya
dalam dzat, sifat dan perbuatan-perbuatanNya.
Pembagian Tauhid
Tauhid menurut ulama dibagi menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma wa
sifat¹.
1.Tauhid Rububiyah
Artinya kita meyakini keesaan Allah dalam hal penciptaan, pemilik, pengatur, pemberi rizeki dan
pemelihara alam semesta beserta isinya. Keyakinan seperti iini juga diyakini oleh kaum musyrikin
Makkah sebagai firman Allah:
Ayat diatas senada dengan ayat dalam surat Al-Mu’minun: 84-89, Az-Zumar:38, Az-Zukhruf: 87 terkait
orang-orang musyrik Makkah yang meyakini tauhid rububiyah, namun mereka tetap diklasifikasikan
sebagai kaum musyrikin oleh Allah dan Rasul-Nya.
Hal itu karena hati manusia telah difitrahkan untuk mengakui rububiyyah Allah SWT, sehingga orang
yang meyakininya belum menjadi ahli tauhid sebelum dia beriman kepada tauhid yang kedua. Hal ini
menegaskan bahwa seseorang tidak dikatakan beriman dengan hanya meyakini tauhid rububiyah.
2. Tauhid Uluhiyah
Artinya kita meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Dzat yang berhak disembah (diibadahi). Ibadah di
sini adalah istilah yang meliputi segala apa yang Allah cintai dan ridhai baik berupa ucapan serta amalan-
amalan yang lahir maupun yang batin.
Tauhid uluhiyyah merupakan implementasi dari kalimat tauhid “laa ilaaha illa-Allah”. Makna kalimat ini
adalah tidak ada sesembahan yang hak untuk disembah melainkan Allah. Kalimat tauhid ini mengandung
dua unsur yaitu unsur penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah serta menetapkan segala
bentuk ibadah ditunjukan hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dari
pengutusan para rasul seperti yang termasuk dalam firman Allah:
Artinya : “Dan tidaklah kami mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan
kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu
sekalian”. (QS. Al-Anbiya’: 25).
Dalam hal memahami makna “laa ilaaha illa-Allah” ada sebagian orang memaknainya dengan ( tidak
ada hakim tertinggi melainkan Allah). Ini adalah makna yang sempit dan kurang tepat sebab dakwah
Rasullullah ketika pertama kali diutus bukan masalah hakimiyah, namun masalah tauhid ibadah dan
menjauhi kesyirikan sebagaimana firman Allah:
Artinya : “Sungguh kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat agar mereka (memerintahkan)
umatnya menyembah Allah dan menjauhi Thaghut”². (QS. An-Nahl:36).
Tauhid uluhiyyah adalah misi dakwah semua Rasul. Pengingkaran terhadap tauhid inilah yang
menjerumuskan umat-umat terdahulu ke dalam jurang kehancuran. Tauhid ini adalah pembuka dan
penutup agama. Ia adalah pembeda antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, antara penduduk
surga dan penghuni neraka.
Tauhid rububiyyah termasuk konsekuensi dari tauhid uluhiyyah, karena orang-orang musyrik tidak
menyembah tuhan yang satu. Akan tetapi, mereka menyembah bermacam-macam tuhan dengan
anggapan bahwa tuhan-tuhan tersebut lebih mendekatkan mereka kepada Allah. Padahal mereka
mengakui bahwa tuhan-tuhan itu tidak mendatangkan mudharat dan manfaat. Karena itu, Allah tidak
menganggap mereka sebagai orang-orang mukmin, kendati mereka mengakui tauhid uluhiyyah. Mereka
tetap kafir, sebab mereka masih menyekutukan Allah dan selain-Nya dalam beribadah.
3. Makna Tauhid Asma wa Sifat
(meng-esakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya) ialah meyakini secara mantab bahwa
Allah menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat kekurangan, dan bahwa Dia
berbeda dengan seluruh makhluk-Nya.
Caranya adalah dengan menetapkan (mengakui) nama-nama dan sifat-sifat Allah yang Dia sandangkan
untuk Dirinya atau disandangkan oleh Rasulullah dengan tidak melakukan tahrif (pengubahan) lafazh
atau maknanya, tidak ta’thil (pengabaian) yakni menyangkal seluruh atau sebagaian nama dari sifat itu,
tidak takyif (pengadaptasian) dengan menentukan esensi dan kondisinya, dan tidak tasybih
(penyerupaan) dengan sifat-sifat makhluk.
Dari definisi diatas jelaslah bahwa tauhid asma wa sifat berdiri di atas tiga asas. Barang siapa
menyimpang darinya, maka ia tidak termasuk orang yang meng-esakan Allah dalam hal nama sifat-Nya.
Ketiga asas itu adalah:³
a. meyakini bahwa Allah SWT maha suci dari kemiripan dengan makhluk dan
darisegala kekurangan.
b. Mengimani seluruh nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah
tanpa mengurangi atau menambah-nambahi dan tanpa mengubah atau mengabaikannya.
Adapun asas yang pertama, yakni meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan dengan mahluk dalam
sifat-sifat-Nya, ini didasarkan pada firman Allah SWT:
Artinya : “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya”. (QS. Al-Ikhlash: 4)
Al-Qurthubi, saat menafsirkan firman Allah, “Tidak ada yang sama dengan-Nya sesuatu apa
pun,”mengatakan, “Yang harus diyakini dalam bab ini adalah bahwa Allah SWT, dalam hal keagungan,
kebesaran, kekuasaan, dan keindahan nama serta ketinggian sifat-Nya, tidak satupun dari makhluk-Nya
yang menyerupai-Nya dan tidak pula dapat diserupai dengan makhluk-Nya. Dan sifat yang oleh syariat
disandangkan kepada Pencipta dengan kepada makhluk, pada hakikatnya esensinya berbeda meskipun
lafazhnya sama. Sebab, sifat Allah Yang tidak Berpemulaan (qadim) pasti berbeda dengan sifat makhluk-
Nya.
Termasuk dalam asas pertama ini ialah menyucikan Allah SWT dari segala yang bertentangan dengan
sifat yang disandangkan oleh Rasullulah Saw. Jadi mengesakan AllahcSWT dalam hal sifat-sifat-Nya
menuntut seseorang Muslim untuk meyakini bahwa Allah SWT tidak mempunyai istri, teman, tandingan,
pembantu, dan syafi’ (pemberi syafa’at), kecuali atas izin-Nya. Dan juga menuntut seorang Muslim untuk
menyucikan Allah dari sifat tidur, lelah, lemah, mati, bodoh, zalim, lalai, lupa, kantuk, dan sifat-sifat
kekurangan lainya.
Sedangkan asas kedua, mewajibkan untuk membatasi diri pada nama-nama dan sifat-sifat yang telah
ditetapkan dal al-Qur’an dan As-Sunnah. Nama-nama dan sifat-sifat itu harus ditetapkan berdasarkan
wahyu, bukan logika. Jadi, tidak boleh menyandangkan sifat atau nama kepada Allah SWT kecuali sejauh
ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Sebab Allah SWT maha tau tentang Dirinya sifat-sifat-Nya, dan nama-
nama-Nya. Ia berfirman :
Artinya : “Katakanlah, kalian yang lebih tahu atau Allah ?”. (QS. Al-Baqarah : 140)
Nah, bila Allah SWT yang lebih mengetaahui tentang Dirinya dan para Rasul-Nya adalah orang-orang
jujur dan selalu membenarkan segala informasi dari-Nya, pasti mereka tidak akan menyampaikan selain
dari apa yang diwahyukan oleh-Nya kepada mereka. Karenanya, dalam urusan mengukuhkan atau
menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT wajib merujuk kepada informasi dari Allah dan Rasul-
Nya.
Sementara asas ketiga, menuntut manusia yang mukallaf untuk mengimani sifat-sifat dan nama-
nama yang ditegaskan oleh al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa bertanya tentang kaifiyyah (kondisi)-Nya, dan
tidak pula tentang esensinya. Sebab, mengetahui kaifiyyah sifat hanya akan dicapai mankala mengetahui
kaifiyyah Dzat. Padahal Dzat Allah SWT tidak berhak dipertanyakan esensi dan kaifiyyah-Nya.
Karena itu, ketika para ulama salaf ditanya tentang kaifiyyah istiwa’ (cara Allah SWT bersemayam),
mereka menjawab’ “Istiwa’ itu sudah dipahami, sedang cara-caranya tidak diketahui; mengimani istiwa’
adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.”
Jika ada seseorang bertanya kepada kita, ”Bagaimana cara Allah SWT turun ke langit dunia ?” Maka
kita tanyakan kepadanya,”Bagaimana dia ?” jika ia mengatakan, “Saya tidak tau kaifiyyah Dia”. Maka kita
jawab “ Makanya kita tidak tau kaifiyyah turunya Allah. Sebab untuk mengetahui kaifiyyah sifat harus
mengetahui terlebih dahulu kaifiyyah dzat yang disifsti itu. Karena, sifat itu adalah cabang dan mengikuti
yang disifati. Maka, bagaimana Anda menuntut istiwa’, padahal Anda tidak tahu bagaimana kaifiyyah
Dzat-Nya. Jika Anda mengakui bahwa Allah SWT adalah wujud yang hakiki yang pasti memiliki segala sifat
kesempurnaan dan tidak ada yang menandinginya, maka mendengar, melihat, berbicara dan turunya
Allah tidak dapat digambarkan dan tidak bisa disamakan dengan mahluk-Nya.
Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa tauhid asmawa sifat ini dapat rusak dengan
beberapa hal berikut :
1. Tasybih, yakni menyerupakn sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Seperti yang dilakukan
orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih bin Maryam dengan Allah SWT, orang Yahuda
menyerupakan ‘Uzair dengan Allah, orang-orang musyrik menyerupakan patung-patung mereka dengan
Allah, dan beberapa kelompok yang menyerupakan wajah Allah dengan wajah makhluk , tangan Allah
dengan tangan makhluk, pendengaran Allah dengan pendengaran makhluk, dan lain sebagainya.
2. Tahrif, yaitu mengubah atau mengganti. Artinya mengubah lafazh-lafazh nama Allah SWT dengan
menambah atau mengurangi atau mengubah artinya, yang oleh para ahli bid’ah diklaim sebagai takwil,
yaitu memahami satu lafazh dengan makna yang rusak dan tidak sejalan dengan makna yang digunakan
dalam bahasa Arab. Seperti pengubahan kata dalam firman Allah SWT “Wakallamallahu musa taklima”
menjadi “Wakallamallaha”. Dengan demikian, mereka bermaksud menafikan sifat kalam (berbicara) dari
Allah SWT.
3. Ta’thil (pengabaian, membuat tidak berfungsi). Yakni menampik sifat Allah dan menyagkal
keberadaannya pada Dzat Allah SWT, semisal menampik kesempurnaan-Nya dengan cara membantah
nama-nama dan sifat-sifat-Nya; tidak melakukan ibadah kepada-Nya, atau menampik sesuatu sebagai
ciptaan Allah SWT, seperti orang yang menyatakan bahwa makhluk-makhluk ini qadim (tidak
berpermulaan dan menyangkoal bahwa Allah telah menciptakan dan membuatnya).
4. Takyif (menentukan kondisi dan menetapkan esensinya). Metode dalam memahami nama dan sifat
Allah SWT yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa melakukan tasybih, tahrif, ta’thil dan
takyif ini merupakan mazhab salaf. Asy-Syaikani mengatakan, “Sesungguhnya, mazhab salaf, yakni
kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in, adalah memberlakukan dalil-dalil tentang sifat-sifat Allah
SWT sesuai dengan zhahirnya tanpa melakukan tahrif, ta’wil yang dipaksakan, dan tidak pula ta’thil yang
mengakibatkan terjadinya banyak ta’wil. Dan jika mereka ditanya tentang sifat-sifat Allah SWT, mereka
membacakan dalil lalu menahan diri dari mengatakan pendapat itu dan ini seraya mengatakan bahwa
mereka tidak mengetahui lebih dari itu.
Ulama salaf tidak akan memaksakan diri untuk berbicara apa yang tidak mereka ketahui dan apa yang
tidak yang tidak Allah SWT izinkan untuk meraka lampaui. Jika ada seorang penanya menginginkan
penjelasan melebihi dari zahir, maka mereka segera mencegahnya dari apa yang tidak mungkin merfeka
capai selain terjerumus dalam bid’ah dan melarangnya dari hal yang tidak tidak diajarkan Rasulullah
SAW, tidak pula oleh sahabat dan tabi’in.
Artinya :"Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwasannya tidak ada sesembahan yang benar selain Allah". (Qs.
Muhammad : 19)
Berdasarkan ayat di atas, bahwa memahami makna syahadat adalah wajib hukumnya dan mesti
didahulukan dari pada rukun-rukun Islam yang lain. Rasulullah SAW juga menegaskan :"Barang siapa
yang mengucapkan laa ilaaha illa-Allah dengan ikhlas maka akan masuk ke datang surga."(HR. Ahmacl).
Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah memahami, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat
tersebut sebelum yang lainnya.
Rasulullah sendiri mengajak paman beliau Abu Thalib menjelang detik-detik kematiannya dengan
ajakan :"Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaaha illa-Allah, sebuah kalimat yang aku akan jadikan ia
sebagai nutfah di hadapan Allah". Akan tetapi, Abu Thalib enggan untuk mengucapkan dan meninggal
datam keadaan musyrik.
Selama 13 tahun di Makkah. Nabi Muhammad SAW mengaiak orang-orang dengan perkataan
beliau :"Katakan laa ilaaha illa-Allah”.Kemudian orang-orang kafir menjawab :"Beribadah kepada
sesembahan yang satu. Tidak pernah kami dengar dari orang tua kami". Orang Quraisy di zaman
Rasulullah sangat paham makna kalimat tersebut, dan barang siapa yang mengucapkannya tidak akan
menyeru/berdoa kepada selain Allah.
Bersaksi dengan laa ilaaha illa-Allah harus dengan tujuh syarat.Tanpa syarat-syarat itu kesaksian tersebut
tidak akan bermanfaat bagi yang mengikrarkannya. Secara singkat tujuh syarat itu ialah :
Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan
serta menafikan ketidaktahuannya tentang hal tersebut.
Artinya :"Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafaat ; akan
tetapi (orang yang dapat nemberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka
meyakini (nya)”. (QS. Az-Zukhruf : 86)
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illa Allah dan memahami dengan hatinya apa yang
diikrarkan oleh lisannya seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka
persaksiaan itu tidak sah dan tidak berguna.
Orang yang mengingkarkannya harus meyakini kandungan kalimat laa ilaaha illa-Allah itu. Manakala ia
meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu. Allah SWT berfirman:
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu", (Qs. Al-Hujurat : 15)
Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Muhammad Saw besabda:”Siapa yang engkau temui di
balik tembok (kebun) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah dengan hati yang
menyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan) surga” (HR. Al-Bukhari). Maka siapa yang
tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk surga.
Menerima kandungan dan konsekuensi dari laa ilaaha illa-Allah, menyembah Allah semata dan
meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Siapa yang mengucapkannya, tetapi tidak menerima dan
mentaati, maka ia germasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
Artinya : “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illa-Allah”(Tiada
tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata:
“Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembah-sembahan kami karena seorang penyair gila?”.
(QS. Ash-Shafat: 35-36)
Artinya : “Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat
kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh”.(QS. Luqman : 22)
Yaitu mengucapakan kalimat laa ilaaha illa-Allah dan hatinya juga membenarkannya. Manakala lisannya
mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta. Allah SWT berfirman:
س مملن يسققلوُقل لأممسناَمبٱِلم مومبٱِلليملوُمم ٱللمخمر مومماَهقلم بمقملؤممنمليمن يقلخمدقعلوُمن ٱلم موٱلسمذليمن لأممنقلوُا مومماَيملخمدقعلوُمن مإلِ أملنفقمسهقلم مومماَيملشقعقرلومن مفىَ قققڶوُبممهلم
مومممن ٱلسناَ م
م
ب أڶملينم بممماَ مكنقلوُ يملكمذبقلوُمن م
ضاَ ۖ موڶهقلم معمذا ن
ض فممزامدهققم ٱڶڶهق مممر ض
سممر ن
Artinya : “Di antara manusia ada yang mengatakan:”Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”.
Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan
orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siska yang pedih,
disebabkan mereka berdusta”.(QS. Al-Baqarah: 8-10)
Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syrik, dengan jalan tidak mengucapkannya karena
mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam hadis Rasulullah dikatakan:”Sesungguhnya Allah
mengharamkan atas neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illa-Allah karena mengiginkan ridha
Allah”.(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maksudnya mencintai kalimat laa ilaaha illa-Allah, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan
konsekuensinya. Allah SWT berfirman:
Artinya : “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tanding-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat
cinta kepada Allah”.(QS. Al-Baqarah: 165)
Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih sedangkan ahli syrik mencintai Allah dan
mencintai yang lain. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illa-Allah.
Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang dipertuhankan sebagai
keharusan dari peniadaan laa ilaaha illa-Allah. Dan beribadah kepada Allah semata tanpa unsur
kesyirikan sedikit pun, sebagai keharusan dari penetapan ilaa-Allah.
Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehungga mereka menetapkan
ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa makhluk, kuburan, pepohonan, bebatuan serta para
thaghut lainnya. Dengan kata lain, orang tersebut mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan
menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Tauhid dalam pandangan islam merupakan akar yang melandasi setiap aktivitas manusia.
Kekokohan dan tegaknya tauhid mencerminkan luasnya pandangan, timbulnya semangat beramal dan
lahirnya sikap optimistik. Sehingga tauhid dapat digambarkan sebagai sumber segala perbuatan (amal
shalih) manusia.
Sebetulnya formulasi tauhid terletak pada realitas sosial. Adapun bentuknya, tauhid menjadi titik
sentral dalam melandasi dan mendasari aktivitas. Tauhid harus diterjemahkan ke dalam realitas historis-
empiris. Tauhid harusnya dapat menjawab semua problematika kehidupan modernitas, dan merupakan
senjata pamungkas yang mampu memberikan alternatif yang lebih anggun dan segar.
Tujuan tauhid adalah memanusiakan manusia. Itu sebabnya, dehumanisasi merupakan tantangan
tauhid yang harus dikembalikan kepada tujuan tauhid, yaitu memberikan perubahan terhadap
masyarakat. Perubahan itu didasarkan pada cita-cita profetik yang diderivasikan dari misi historis
sebagaimana tertera dalam firman Allah:
س تمألقمقرومن مباَللمملعقرو م
ف موتملنهملوُمن معمن اللقملنمكمر موتقلؤممقنوُمن مباَسلم قكلنتقلم مخليمر أقسمرة أقلخمرمج ل
ت مللسناَ م
Artinya :“Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan kebaikan,
mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah”.(QS. Ali’Imran: 110).
Kuntowijoyo memberikan tiga muatan dalam ayat di atas sebagai karakteristik ilmu sosial profetik, yakni
kandungan nilai humanisasi, liberasi dan transendensi. Tujuannya supaya diarahkan untuk merekayasa
masyarakat menuju cita-cita sosial-etiknya di masa depan.
Tidak diragukan lagi bawa tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Oleh
karena itu, bagi siapa yang mampu merealisasikan tauhid dengan benar akan mendapat beberapa
keistimewaan. Bagi orang-orang yang termasuk ahli tauhid, Allah janjikan banyak sekali kebahagian,baik
di dunia, lebih-lebih di akhirat. Itu semua hanya khusus diberikan bagi ahli tauhid.
Seorang yang bertauhid dengan benar akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk. Allah SWT
menegaskan dalam firman-Nya :
Artinya : “ Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan iman meraka dengan
kezhaliman (syirik), mereka itulah yang mendapa keamanan dan mereka itu adalah –orang-orang yang
mendapatkan petunjuk’. (QS. Al-An’am: 82).
Kezhaliman meliputi tiga perkara, yaitu kezhaliman terhadap hak Allah yaitu dengan berbuat
syirik, kezhaliman seseorang terhadap dirinya sendiri yaitu dengan berbuat maksiat, dan kezhaliman
seseorang terhadap orang lain yaitu dengan menganiaya orang lain.
Kezhaliman adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Kesyirikan disebut kezhaliman
karna menunjukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya. Ini merupakan kezhaliman yang
paling zhalim. Hal ini karena pelaku syirik menunjukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya,
mereka menyamakan Al-Khaliq (Sang Pencipta) dengan makhluk, menyamakan yang lemah dengan
Maha Perkasa.
Yang dimaksud dengan kezhaliman dalam ayat di atas adalah syirik, sebagaimana dijelaskan oleh
Rasulallah SAW ketika menafsirkan ayat ini. Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, “ Ketika ayat ini
turun,terasa beratlah di hati para sahabat, mereka mengatakan siapakah di antara kita yang tidak pernah
menzhalimi dri sendiri (berbuat maksiat), maka rasulallah SAW bersabda : “Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “ Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya , mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang
besar.(QS. Lukman : 13)”
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan keimanan mereka dengan kezhaliman
(kesyirikan). Mereka akan mendapatkan rasa aman di dunia dan di akhirat serta mendapatkan keamanan
di dunia berupa ketenangan hati, dan keamanan di akhirat dari hal-hal yang ditakti yang akan terjadi di
Hari Akhir. Petunjuk yang mereka dapatkan di dunia berupa ilmu yang bermanfaat dan amal shalih,
sedangkan petunjuk diakhirat berupa petunjuk yang mereka dapatkan sesuai dengan kadar tauhidnya.
Semakin sempurna Tauhid seseorang, semakin besar keamanan dan petunjuk yang akan diperoleh.
Artinya :” Barangsiapa yang bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada ilah (sesembah) yang berhak
disembah selain allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saksi bahwa Muhammad adalah hamba
dan rosul-Nya, dan ‘Isa adalah hamba dan rasul-Nya, dan kalimat yang disampaikan-Nya kepada
Maryam serta ruh dari-Nya dan bersaksi bawha surga dan neraka benar adanya, maka Allah akan
memasukkannya ke dalam surga, sesuai amal yang telah dikerjakannya”.
Ini merupakan janji dari Allah SAW untuk ahli Tauhid bawha mereka akan dimasukkan ke dalam
surga. Ahli Tauhid adalah mereka yang bersyahadat (bersaksi) dengan persaksian yang disebut dalam
hadis diatas. Maksud syahadat yang benar harus terkandung tiga hal, yaitu mengucapkannya dengan
lisan, memahami maknanya, dan mengamalkan segala konsekuensinya. Tidak cukup hanya sekedar
mengucapkan saja.
Pertama, mereka akan masuk surga walaupun memiliki dosa-dosa selain syirik karena dosa-dosa
selain syirik tersebut tidak menghalanginya untuk masuk ke dalam surga, baik masuk surga secara
langsung maupun sempat diazab di neraka lalu akhirnya masuk surga. Ini merupakan keutamaan tauhid
yang dapat menghapuskan dosa-dosa dengan izin Allah dang mnghalangi seseorang dengan amal
shalihnya.
Kedua, ,mereka akan masuk surga, namun kedudukan mereka dalam surga sesuai dengan amalan
merka, karena kedudukan seseorang di surga bertingkat-tingkat sesuai amal shalihanya.
Sungguh, neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali. Betapa bahagianya seseorang yang tidak
mnjadi penghuni neraka. Hal ini akan didapatkan oleh sesorang yang bertauhid dengan benar. Sabda
Rasullalah SAW:
ك مولجهم س
ام ام قملد محسرمم معملىَ السناَمر مملن مقاَمل لم إملمهم إملس س
اق يملبتممغلي بممذلم م فمإ مسن س.
Artinya : “ Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang menatakan La ilaaha illa-
Allah, yang di ucapkan ikhlas mengharapkan wajah Allah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Pengharaman dari neraka ada dua bentuk. Pertama, diharamkan masuk neraka secara mutlak
dalam arti dia tidak akan pernah masuk neraka sama sekali. Boleh jadi dia mempunyai dosa, lalu Allah
SWT mengampuninnya atau dia termasuk golongan orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan
tanpa azab. Kedua, diharamkan kekal masuk neraka dalam arti dikeluarkan dari neraka setelah sempat
dimasukkan ke dalamnya selama beberapa waktu.
Hidup kita tidak luput dari gelimbang dosa dan maksiat. Karena itu pengampunan dosa adaalah
sesuatu yang sangat kita harapkan. Dengan melaksanakan tauhid swcara benar, menjadi sebab terbesar
dapat menghapus dosa-dosa kita. Rasulallah SAW bersabda :
Yang Artinya : “ Allah berfirman : ‘ Wahai anak adam, sesungguhnya sekiranya kamu kamu datang
pada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, keumdian kamu datang kepada-Ku tanpa menyrkutukan
sesuatu pun dengan-Ku, maka aku akan mendtangimu dengan ampun sepenuh bumi pula”. (HR. Tirmidzi)
Dalam hadist ini Rasulallah mengabarkan tentang luasnya keutamaan dan rahmat Allah. Allah
akan menghapus dosa-dosa yang besar sekalipun selama itu bukan dosa syirik. Semakna dengan hadist
ini seperti difirmankan Allah :
َك لممملن يممشاَقء مومملن يقلشمرلك مباَسلم فمقممد الفتممرىَ إملثضماَ معمظيضما ام مل يملغفمقر أملن يقلشمر م
ك بممه مويملغفمقر مماَ قدومن مذلم م إمسن س
Artinya :’ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala
dosa yang lain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya, Barangsiapa siapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An-Nisaa’:48)
5. Jaminan Bagi Masyarakan yang Bertauhid
Kebaikan tauhid ternyata tidak hanya bermanfaat bagi individu. Jika sesuatu masyarakat benar-
benar merealisasikan tauhid dalam kehidupan mereka, Allah SWT akan memberikan jaminan bagi
mereka
“ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan merka berkuasa di muka bumi,
sebagaimanan Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah dirikhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar(keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka merka itulah orang-orang yang fasik”.(QS. An-Nur:55)
Dalam ayat di atas Allah SWT memberikan bebrapa jaminan bagi sesuatu masyarakat yang mau
mengimplementasikan nilai-nilai ketauhidan dalam kehidupan, yaitu mendapat kekuasaan di muka bumi,
mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama, serta mndapat keamanan dan dijauhkan rasa
takut.
Dalam ayat di atas Allah SWT memebrikan beberapa jaminan bagi suatu masyarakat yang mau
mengimplementasikan nila-nilai ketauhidan dalam kehidupan, yaitu mendapat kekuasaan di muka bumi,
mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama, serta mndapat keamanan dan dijaukan dari
rasa takut.
Demikian sebagian di antara jaminan yang akan didapatkan oleh ahli tauhid. Mengutip Asy-Syaikh
Abdurrahman As-Sa’di, termasuk keutamaan Tauhid adalah :
b. Merupakan faktor terbesar dalam melapangkan berbagai kesusuhan serta bisa menjadi
penangkal dari berbagai akibat buruk dalam kehidupan dunia dan akhirat.
c. Mencegah kekekalan dalam api neraka meskipun dalam hati hanya tertanam keimanan sebesar
biji sawi. Juga mencegah masuk neraka secara mutlak bila dia menyempurnakan dalam hati. Ini termasuk
keutamaan tauhid yang paling mulia.
d. Merupakan sebab satu-satunya untuk menggapai ridha Allah SWT dan pahala-Nya. Orang yang
paling bahagia dalam memperoleh syafaat Rasulallah adalah mengucapkan laa ilaaha illa-Allah dengan
ikhlas dari hatinya.
e. Penerimaan seluruh amalan dan ucapan baik yang tampak dan yang tersembunyi
tergantung kepada tauhid seseorang. Demikian pula penyempurnaan dan pemberian ganjarannya.
Perkara-perkara ini menjadi sempurna dan lengkap tatkala tauhid dan keikhlasan kepada Allah SWT
menguat. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling besar.
g. Bila tauhid sempurna dalam hati seseorang, Allah menjadikannya mencintai keimanan.
Kemudian Allah menjadikan orang tersebut membenci kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Juga Allah
akan menggolongkan ke dalam orang-orang yang terbimbing.
h. Meringankan segala kesulitan dan rasa sakit. Semua itu sesuai dengan menyempurnakan tauhid
dan iman yang dilakukan oleh seorang hamba. Sesuai pula dengan sikap seseorang hamba saat
menerima segala kesulitan dan rasa sakit dengan hati yang lapang, jiwa yang tenang, dan ridha terhadap
ketentuan-ketentuan-Nya.
i. Melepaskan seorang hamba dari ketergantungan dan pengharapan kepada makhluk. Inilah
keagungan dan kemuliaan yang hakiki. Bersamaan dengan itu dia hanya beribadah dan menghambakan
diri kepada Allah, dengan mengharap hanya kepada Allah.
j. Bila tauhid sempurna dalam hati seseorang dan terealisasi lengkap dengan keikhlasan, amal
yang sedikit akan berubah menjadi banyak. Segenap amal dan ucapan berlipat ganda tanpa batas dan
hitungan. Kalimat ikhlas menjadi berat dalam timbangan amal sehingga tidak terimbangi oleh langit dan
bumi beserta seluruh penghuninya.
Dengan demikian cukup besar dan banyak keutamaan yang Allah limpahkan bagi para
hamba-Nya yang bertauhid, Sangat beruntung orang yang bisa menggapai seluruh keutamaannya.
Namun keberhasilan total hanya milik orang-orang yang mampu menyempurnakan tauhid sepenuhnya.
Tentu manusia bertingkat-tingkat dalam wujud tauhid kepada Allah SWT. Mereka tidak berada pada satu
tingkatan. Masing-masing menggapai keutamaan tauhid sesuai dengan prestasi dalam menerapkan
tauhid.
E. Penutup
Setiap muslim hendak meyakini bahwa tauhid adalah dasart Islam yang paling agung dan
istimewa. Jika tauhid yang murni terealisasikan dalam hidup seseorang, baik pribadi maupun jama’ah,
akan memetik buah yang amat manis. Di antara buah yang didapat adalah memerdekakan manusia dari
perbudakan serta tunduk kepada selain Allah, baik benda-benda atau makhluk lainnya, juka akan
memebentuk keperibadian yang kokoh.
Karena itu, siapa pun yang mampu mengamalkan nilai-nilai ketauhidan dengan benar dalam
segala aktivitasnya, niscaya mendapat ketauhidan dengan benar dalam segala aktivitasnya, niscaya
mendapat banyak keistimewaan. Allah SWT menjanjikan bagi para ahli Tauhid aneka kebahagiaan, baik di
dunia, lebih-lebih di akhirat kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz.Abdul,Pelajaran Tauhid Untuk Pemula, Terj. Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Jakarta: Yayasan Al-
sofwa, 2000