Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 27

REFLEKSI KASUS

ILMU KESEHATAN ANAK

KEJANG DEMAM SIMPLEKS DENGAN


STATUS GIZI BAIK
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Disusun oleh:
Grady Janitra Handoko
3010306954

Pembimbing:
dr. Hj. Sri Priyantini, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018

1
BAB I
LAPORAN KASUS STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. DS
Umur : 1 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :-
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Banget Ayu Wetan

Nama Ayah : Tn. B


Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA

Nama Ibu : Ny. S


Umur : 35 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA

Bangsal : B. Athfal
No CM : 122.68.68
Masuk RS : 10 September 2018

2
B. DATA DASAR
1. Anamnesis
Alloanamnesis dengan ibu penderita dilakukan pada tanggal 11 September
2018 pukul 10.00 WIB di ruang B. Athfal dan didukung dengan catatan
medis.
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sebelum masuk rumah sakit :
 5 hari SMRS pasien mengeluh demam semlenget, demam
dirasakan terus menerus. Oleh orangtua dibawa ke klinik 24 jam
lalu diberi obat dan sembuh. Namun, demam muncul lagi. Buang
air besar dan buang air kecil lancar, anak tidak rewel saat buang
air kecil maupun besar. Anak tidak mual dan muntah, nafsu makan
dan minum baik, anak tidak kehausan.
 1 hari SMRS ± pukul 07.00 anak demam tinggi disertai kejang.
Anak mengalami kejang selama < 15 menit (± 3 menit), kelojotan
dengan mata melirik ke atas, mulut tertutup rapat, tidak berbusa,
saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien sadar lalu
menangis. Keluarga pasien segera membawa pasien ke RSI Sultan
Agung Semarang dan oleh dokter jaga disarankan untuk mondok.
 Keluhan batuk ringan  1 minggu, mimisan, gusi berdarah, dan
munculnya bintik-bintik merah di kulit pasien disangkal, berat
badan anak selalu naik, nafsu makan baik.
 Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami benturan
keras di kepala, tidak pernah mengalami luka tusuk besi kotor
maupun luka kotor akibat terjatuh.
 Riwayat keluar cairan dari telinga yang didahului panas juga
disangkal.

3
Setelah masuk rumah sakit :
 1 hari setelah masuk rumah sakit, pasien masih mengeluh badan
teraba hangat. Kejang sudah tidak dialami pasien. Buang air kecil
dan besar masih seperti biasa. Nafsu makan dan minum baik.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Penyakit Pernah/Tidak Penyakit Pernah/Tidak
Diare Disangkal TBC Disangkal
DBD Disangkal Alergi Disangkal
Batuk Pernah Trauma Disangkal
Kejang Disangkal Operasi Disangkal
Malaria Disangkal Lain-lain Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Di keluarga tidak ada yang pernah sakit seperti ini.
 Riwayat penyakit epilepsi disangkal.

Riwayat Persalinan dan Kehamilan :


Anak peremouan lahir dari ibu usia 34 tahun G1P0A0, hamil 39 minggu,
lahir secara spontan. Persalinan ditolong oleh bidan, anak lahir langsung
menangis, berat badan lahir 3200 gram. Panjang badan 49 cm, lingkar
kepala saat lahir ibu lupa, lingkar dada saat lahir ibu juga lupa.
Kesan : neonatus aterm, vigorous baby, lahir secara spontan.

Riwayat Pemeliharaan Prenatal :


Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan 2x setiap
bulan sampai usia kehamilan 8 bulan. Setelah > 8 bulan ibu memeriksakan
kehamilan 1x dalam 2 minggu. Selama hamil ibu mengaku mendapat
imunisasi TT 2x di bidan. Tidak pernah menderita penyakit selama
kehamilan. Riwayat perdarahan saat hamil disangkal. Riwayat trauma saat
hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum
4
jamu disangkal. Obat–obat yang diminum selama kehamilan adalah
vitamin dan tablet penambah darah.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik.

Riwayat Pemeliharaan Postnatal :


Pemeliharaan postnatal dilakukan di Bidan.
Kesan : riwayat pemeliharaan postnatal baik.

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak


Pertumbuhan :
Berat badan lahir 3200 gram, panjang badan 49 cm, berat badan sekarang
10 kg, panjang badan sekarang 76 cm.

Perkembangan :
Senyum : 2 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 6 bulan
Berdiri : ± 10 bulan
Berjalan : ± 1 tahun
Berlari : ± 1 tahun
Bicara : ± 1 tahun
Melompat : ± 1 tahun
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan umur.

Riwayat Makan dan Minum Anak :


Ibu mengaku anak masih diberi ASI sampai sekarang usia 18 bulan. Anak
mendapat ASI ekslusif sampai umur 6 bulan. Setelah usia 6 bulan ibu
memberi ASI dan bubur. Mulai usia 12 bulan, anak diberi nasi dan sayur
sop serta lauk (ikan, telur, tempe, tahu, dll).
5
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan dan minum baik.

Riwayat Imunisasi :
BCG : 1 x (umur 1 minggu, scar  di lengan kanan atas)
DPT : 2 x (umur 2 bulan dan 4 bulan)
Polio : 2 x (saat lahir dan umur 4 bulan)
Hepatitis: 2 x (saat lahir dan umur 4 bulan)
Campak : 1 x (umur 9 bulan)
Kesan : Imunisasi dasar tidak sesuai jadwal pada KMS

Riwayat Keluarga Berencana :


Ibu mengikuti program KB suntik setiap 3 bulan sekali.

Riwayat Sosial Ekonomi :


Ayah pasien bekerja sebagai buruh sedangkan Ibu pasien adalah ibu rumah
tangga. Menanggung 1 orang anak. Biaya pengobatan menggunakan BPJS.
Kesan: sosial ekonomi kurang.

2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 11 September 2018 pukul 10.00 WIB.
Anak perempuan, usia 1 tahun 6 bulan, berat badan 10 kg, panjang badan
76 cm.
Keadaan umum : composmentis, tampak sakit sedang, kesan gizi baik,
kejang (-)

Tanda vital :
 Tekanan darah : tidak dilakukan
 HR (Nadi) : 124x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
 RR (Laju Nafas) : 38x/menit, reguler
 Suhu : 39 o C (axilla)

6
Status Internus
 Kepala : mesocephale, ubun-ubun besar cekung (-)
 Rambut : hitam, terdistribusi merata
 Mata : mata cowong -/-, pupil isokor +/+, konjungtiva anemis -
/-, sklera ikterik -/-, edema palpebra -/-
 Hidung : sekret -/- , nafas cuping hidung -/-, mukosa hiperemis
+/+
 Telinga : discharge -/-
 Mulut : bibir kering (-) , bibir sianosis (-) , trismus (-)
 Tenggorokan : tonsil T1/T1, mukosa faring hiperemis (+), detritus (-),
granulasi (-)
 Leher : tidak ada pembesaran KGB
 Thoraks :
o Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba tidak kuat angkat
 Perkusi : batas jantung sulit ditentukan
 Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
o Paru - paru
 Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris saat inspirasi
dan ekspirasi, retraksi (-)
 Palpasi : tidak dilakukan
 Perkusi : sonor di seluruh paru
 Auskultasi : suara napas vesikuler di seluruh lapang paru,
rhonki -/-, wheezing -/-
 Abdomen
 Inspeksi : datar
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Perkusi : timpani di seluruh kuadran, nyeri ketok sudut
costovertebra -/-

7
 Palpasi : supel, turgor kembali cepat, hepar dan lien tidak
teraba, nyeri tekan suprapubik (-) , nyeri tekan (-)
 Alat kelamin : laki- laki, phimosis (-)
 Anorektal : dalam batas normal, hiperemis (-)
 Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
CRT <2’’ <2’’

 Pemeriksaan Neurologis
- Pemeriksaan Refleks Fisiologis :
o Bisep (+)
o Trisep (+)
o Patella (+)
o Achiles (+)
- Pemeriksaan Refleks Patologis :
o Babinski (-)
o Cadock (-)
- Pemeriksaan Rangsang Meningeal
o Kaku kuduk : (-) tidak terdapat tahanan
o Brudzinsky I : (-) kedua tungkai tidak fleksi
o Brudzinsky II : (-) tungkai lain tidak fleksi
o Kernig : (-) sudut > 135 0, tidak nyeri dan tidak terdapat
hambatan

8
3. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin tanggal 10 September 2018
Hb : 9,9 g/dl
Ht : 31,10 %
Leukosit : 8500/uL
Trombosit : 376.000/uL

4. Pemeriksaan Khusus
Data Antropometri :
Anak laki-laki, usia 18 bulan
Berat badan : 10 kg
Panjang badan : 76 cm
Pemeriksaan status gizi (Z score) :
WAZ = BB – median = 10-11,1 = -0.9 (Normal)
SD 1,20
HAZ = TB – median = 76 – 80,4 = -1,4 (Normal)
SD 3,00
WHZ = BB – median = 10 – 10,2 = -0,25 (Normal)
SD 0,8
Kesan : status gizi baik dan perawakan normal seusianya.

C. ASSESSMENT
1. Kejang Demam Simpleks
DD : - Kejang Demam Kompleks
2. Status Nutrisi : Gizi Baik
DD : - Gizi Kurang
- Gizi Buruk
3. Faringitis Akut
DD : - Tonsilitis Akut
- Tonsilofaringitis Akut

9
DAFTAR MASALAH
Masalah Aktif Masalah inaktif
1. Kejang Demam Simplek
2. Status Nutrisi : Gizi Baik
3. Faringitis Akut

D. INITIAL PLANS
1. Assesment : Kejang Demam Simpleks
DD : Kejang Demam Kompleks
 IPDx : S:-
O:
 Cek darah rutin ulang
 IP Rx : - Infus 2A 1/2N
o Kebutuhan cairan rumatan: 10 x 100cc = 1000 cc/hari
Kenaikan suhu : 15% x 1000cc = 150cc/hari
o Banyaknya tetes per menit:
1150 × 15 17250
= = 11,9 𝑡𝑝𝑚 → 12 𝑡𝑝𝑚
24 × 60 1440
- Paracetamol 10 mg/kgbb/hr bila panas
- Diazepam 3 mg/kali diberikan secara bolus pelan dengan
kecepatan 1 mg/menit sampai kejang berhanti
 IP Mx : Evaluasi KU dan TTV, kejang berulang
 IP Ex : Jika kejang beri diazepam per rektal dosis 0,5-0,75 mg/kg, bila
tetap kejang segera bawa ke Rumah sakit.
 Saat pasien kejang :
o Tetap tenang, awasi penderita selama kejang, bila perlu
catat berapa lama kejang terjadi
o Semua pakaian ketat dilonggarkan
o Memposisikan kepala penderita agar miring, mencegah
aspirasi isi lambung.
 Mengusahakan jalan napas agar bebas

10
2. Assesment : Status Nutrisi – Gizi Baik
DD : Gizi Kurang
Gizi Buruk

 IPDx : S : kuantitas dan kualitas makanan setiap hari


O:-
 IP Rx : Kebutuhan Nutrisi Pasien
Jumlah kalori = (61 x BB) – 51
= (61 x 10) – 51
= 610 – 51
= 559 kkal
Karbohidrat : 60 % x 559 = 335,4 kkal
Lemak : 30 % x 559 = 167,7 kkal
Protein : 10% x 559 = 55,9 kkal
 IP Mx : KU pasien, penambahan BB dan TB pasien
 IP Ex : - Asupan makanan yang bergizi dan seimbang
- Jangan mengkonsumsi makanan di sembarang tempat
- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
- Menimbang berat badan secara rutin
- Mengukur tinggi badan secara rutin

11
3. Assesment : Faringitis Akut
DD : Tonsilitis Akut
Tonsilofaringitis Akut

 IPDx : S:-
O:-
 IP Rx : Amoksisilin syr 60 ml 2 x 1 cth
Triamnisolon 0,5 mg/kgBB/kali
 IP Mx : KU pasien
 IP Ex : - Asupan makanan yang bergizi dan seimbang
- Jangan mengkonsumsi makanan di sembarang tempat
- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM
1.) DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan
demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf
pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan
tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara
umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah
terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang
pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang
disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati.
Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf
pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya
infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi.
13
Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya
kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan).
Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.3 Kejang demam
terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut
IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun
hampir 2 - 5%.2,10

3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk
umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 %
diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum
didahului kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.
Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau
saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus,
anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah
kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi
atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah
18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,

14
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam
dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya
gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat
epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih
dari satu kali kejang demam kompleks. 5,6

5. PATOFISIOLOGI

Ada dua jenis utama sinapsis :


(1) kimia dan (2) listrik.
Sebagian besar sinapsis yang digunakan untuk transmisi sinyal dalam
sistem saraf pusat manusia adalahkimia sinaps. Dalam sinapsis ini,
neuron pertama mengeluarkan pada sarafnya berakhir sinaps zat kimia
yang disebut neurotransmitter (sering disebut zat pemancar), dan
pemancar ini pada gilirannya bertindak pada protein reseptor dalam
membran neuron berikutnya untuk merangsang neuron, menghambatnya
atau memodifikasi kepekaannya denganlain cara. Lebih dari 40

15
neurotransmiter penting telah ditemukan sejauh ini. Beberapa yang
paling dikenal adalah asetilkolin, norepinefrin, epinefrin, histamin,
asam gamma-aminobutyric (GABA), glisin, serotonin, dan glutamat.
Dalam sinapsis listrik, sitoplasma sel yang berdekatan secara langsung
dihubungkan oleh kelompok saluran ion yang disebut gap junction yang
memungkinkan gerakan bebas ion dari interior satu sel ke bagian dalam
sel berikutnya. dan itu adalah dengan cara persimpangan gap dan
persimpangan serupa lainnya yangaksi potensial ditransmisikan dari satu
serat otot polos ke otot polos visceral berikutnya dan dari satu sel otot
jantung ke sel otot yang berikutnya. di otot jantung. Meskipun
kebanyakan sinapsis di otak adalah sinapsis kimia, listrik dan kimia dapat
hidup berdampingan dan berinteraksi dalam sistem saraf pusat. Transmisi
dua arah sinapsis listrik memungkinkan mereka untuk membantu
mengkoordinasikan kegiatan kelompok besarsaling berhubungan neuron
yang. Misalnya, sinapsis listrik berguna dalam mendeteksi kebetulan
depolarisasi subthreshold simultan dalam kelompok neuron yang saling
berhubungan; ini memungkinkan peningkatan sensitivitas neuronal dan
meningkatkan pembakaran sinkron dari sekelompok neuron.

16
Second Messenger

1. Membuka saluran ion tertentu melaluipostsynaptic membran sel. Yang


ditunjukkan di kanan atas gambar adalah saluran potasium yang dibuka
sebagai respons terhadap protein G; saluran ini sering tetap terbuka untuk
waktu yang lama, berbeda dengancepat penutupandari saluran ion yang
diaktifkan langsung yang tidak menggunakan sistem messenger kedua.
2. Aktivasi siklik adenosin monofosfat (cAMP) atau siklik guanosin
monofosfat (cGMP) dalam sel saraf. Ingat bahwa cAMP atau cGMP
dapat mengaktifkan metabolik yang sangat spesifik mesindalam neuron
dan, oleh karena itu, dapat memulai salah satu dari banyak hasil kimia,
termasuk jangka panjang perubahan dalam struktur sel itu sendiri, yang
pada gilirannya mengubah rangsangan neuron jangka panjang.
3. Aktivasi satu atau lebih enzim intraseluler. Protein G dapat langsung
mengaktifkan satu atau lebih enzim intraseluler. Pada gilirannya, enzim
dapat menyebabkan salah satu dari banyak fungsi kimia spesifik di dalam
sel.
4. Aktivasi transkripsi gen. Aktivasigen transkripsiadalah salah satu efek
yang paling penting dari aktivasi sistem messenger kedua karena

17
transkripsi gen dapat menyebabkan pembentukan protein baru di dalam
neuron, sehingga mengubah
mesin metabolik atau strukturnya. Memang, sudah diketahui bahwa
perubahan struktural dari tepat neuron yang teraktivasi secaramemang
terjadi, terutama dalam jangka panjang proses memori.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku
untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu
adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi
sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari
sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan.9

18
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya
tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
19
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi “matang” dikemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.9
6. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis,
otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan
klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau
rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau
tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas),
dan kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak
tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit
kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung
lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan
permanen dari otak.4

20
7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal,
tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
c. Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.5
2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas.
Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari
12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan
dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5
3.) Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
21
karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih
dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas
misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.5
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed
tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging
(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5

8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan,
khususnya meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila
ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis
media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah
mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2

9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu
pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam
keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal.
Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5

22
mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak
diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama
dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian
Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di
rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-
0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin
secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai
12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum
berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila
kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya.5

b. Pemberian obat pada saat demam


1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli
di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang,
asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama
pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam
pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada
23
30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup
tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin
dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat


1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam
menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua
kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi
kurang dari 12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.5
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak
berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek
samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap
kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama
yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
24
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per
hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.5

10. EDUKASI PADA ORANG TUA


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya
telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang
diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi
harus diingat adanya efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke
dalam mulut.
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit
atau lebih .5

25
11. VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi
terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam
karena vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki
kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada
umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar
tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca
vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,
Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.5,7
Sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko
meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.7 Dianjurkan untuk
memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama
setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari
kemudian.5

12. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak
pernah dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya
tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain
secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama
atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang
demam tidak pernah dilaporkan.5,9

26
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau

BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg

2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB


KEJANG

Diazepam rektal
( 5 menit )

Di Rumah Sakit

KEJANG

Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)

KEJANG

Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB

KEJANG

Transfer ke Ruang Rawat Intensif

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan
berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan
cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan
hipotensi.6

27

You might also like