Professional Documents
Culture Documents
Judul Artikel
Judul Artikel
ABSTRACT
Background: The use of electronic patient records (EPR) and electronic prescribing systems
(such as electronic patient medication and administration records (EPMAR)) have many benefits.
Changes and problems can result, however. Anecdotally, how pharmacists respond to system
introduction varies greatly; there is very little information regarding pharmacists’ experience in
the literature.
Objectives: This study aimed to establish the changes that electronic systems afforded to hospital
pharmacists’ working practices and to investigate how and why they had responded to EPR and
EPMAR. Methods: Four semi-structured focus groups were conducted with pharmacists with
different levels of seniority, with 4–6 participants in each. The focus groups were held 8 months
after implementation of EPR and EPMAR were complete, and each focus group met once.
Transcripts were analyzed manually using thematic analysis and data interpreted through the
application of Actor Network Theory (ANT) and human activity systems as described in
Engestrom’s Expansive Learning Theory (ELT).
Results: The three main overarching themes identified involved reduced patient contact,
professional representation in the clinical environment and documentation in the EPR.
Pharmacists felt less visible to, and had poorer relationships with, patients as they no longer saw
them when they checked prescriptions. Interprofessional relationships changed as pharmacists
provided informal EPMAR training for doctors and spoke more often with nurses to relay
important information. Changes in whether, what and how pharmacists recorded information also
were seen, particularly between pharmacists of different generations and years of working at the
hospital. Analysis of the changes afforded by electronic systems using ANT and ELT suggest
that pharmacists develop individual working practices in response to changes that electronic
systems provide.
Conclusion: For implementation success of EPR and EPMAR systems, pharmacists need to be
taught not just the practicalities of system use, but also how to ensure that patients remain the focus
of care, in response to the professional changes that may well occur following computerization.
1. Judul artikel
Learning to Work with Electronic Patient Records and Prescription Charts: Experiences and
Perceptions of Hospital Pharmacists
2. Penulis artikel
Angela Burgin, M.Ed., Dip.Clin.Pharm., M.R.Pharm.S., Rebecca O’Rourke, Ph.D., Mary P.
Tully, Ph.D.
3. Sumber/link jurnal
4. Tujuan
Memperlihatkan perubahan pada praktek kerja apoteker rumah sakit dengan adanya sistem
elektronik dan menginvestigasi mengapa dan bagaimana respon apoteker rumah sakit terkait
EPR (Electronic Prescribing Record) dan EPMAR (Electronic Patient Medication and
Administration Records).
5. Populasi
Semua apoteker di rumah sakit NHS (34 orang) yang menggunakan sistem EPR dan EPMAR
diundang untuk berpartisipasi dalam diskusi kelompok untuk penelitian ini. Para peserta
merupakan rekan kerja dari investigator penelitian. Satu orang dikecualikan dalam penelitian
ini untuk menghilangkan paksaan dan bias yang mungkin terjadi akibat relasi dalam pekerjaan.
Para apoteker dikontak melalui email yang menerangkan tujuan dari penelitian ini. Kemudian
dilanjutkan dengan email yang menanyakan kesediaan apoteker untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini. Sejumlah 22 apoteker merespon kontak email, dengan 20 orang bersedia ikut
serta dalam penelitian ini sedangkan 2 lainnya tidak dapat menghadiri diskusi kelompok yang
telah dijadwalkan.
7. Hasil
Hasil analisis data mengidentifikasi adanya tiga tema besar yaitu:
a. Berkurangnya kontak dengan pasien
Apoteker merasa tidak puas akibat berkurangnya kontak dengan pasien yang terjadi akibat
implementasi dari EPMAR sehingga hubungan antara apoteker-pasien menjadi lemah.
Selain itu, apoteker tidak memantau efek samping pengobatan dan kepatuhan pasien dari
percakapan dengan pasien.
b. Dokumentasi dalam EPR
Implementasi dari sistem elektronik mengakibatkan apoteker jarang menulis dalam rekam
medis pasien. Sebagian besar kelompok apoteker mengungkapkan bahwa mereka mengisi
lebih banyak catatan klinis di EPR daripada menggunakan catatan di kertas. Menuliskan
catatan klinis di EPR dirasa lebih mudah. Namun, kemudahan yang diberikan sistem EPR
membuat solusi dari suatu permasalahan klinis yang dituliskan dalam catatan EPR tidak
ditindaklanjuti.
c. Representasi profesi dalam lingkungan klinis
Informasi tambahan yang diberikan apoteker jarang dilihat akibat banyaknya informasi
yang masuk dari berbagai tenaga kesehatan lain. Hal ini mengakibatkan sulitnya memantau
kinerja apoteker oleh tenaga kesehatan lain, sehingga seakan-akan percuma
mendokumentasikan informasi dalam EPR karena banyak informasi lain yang juga tidak
terbaca. Selain itu, beberapa apoteker merasa kehilangan profil profesi mereka secara umum
dalam lingkungan klinis. Namun, di sisi lain, relasi antara apoteker-dokter menjadi
meningkat akibat seringnya pertanyaan dari dokter kepada apoteker terkait peresepan
melalui elektronik. Oleh beberapa apoteker, hal ini digunakan untuk menyambung diskusi-
diskusi lain dengan dokter.
8. Keterbatasan penelitian
Pada saat pengumpulan data, ada beberapa perubahan lain yang terjadi di rumah sakit, sehingga
mungkin juga mempengaruhi cara apoteker bekerja menggunakan sistem baru. Selain itu,
semua partisipan saling mengenal satu sama lain, dan juga mengenal peneliti yang memimpin
diskusi. Keuntungannya, selama diskusi, partisipan merasa nyaman satu sama lain. Namun, hal
ini dapat menahan beberapa kritik terkait sistem elektronik karena peneliti sendiri merupakan
pengguna sistem elektronik sehingga mengakibatkan bias untuk analisis data akibat perubahan
gagasan.
9. Kesimpulan
Ada beberapa manfaat dengan adanya implementasi IT dalam dunia kesehatan, namun
perubahan yang ditimbulkan akibat sistem elektronik sebaiknya tidak diabaikan. Untuk
meningkatkan implementasi sistem elektronik agar berhasil, apoteker perlu mendapat pelatihan
lebih. Pelatihan dan dukungan negosiasi dan komunikasi verbal akan membantu apoteker muda
untuk meningkatkan kepercayaan diri dan membangun hubungan dengan pasien dan dokter.
Selain itu, aturan terstruktur dalam dokumentasi klinis dapat menjamin catatan klinis yang
dimasukkan apoteker dapat ditindaklanjuti secara tepat.