Identifikasi Komponen Pembentuk Gel KPG Dan Potens

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 119

IDENTIFIKASI KOMPONEN PEMBENTUK GEL (KPG)

DAN POTENSI ANTIOKSIDAN DAUN KACAPIRING


(Gardenia jasminoides Ellis)

IDA BAGUS KETUT WIDNYANA YOGA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : IDENTIFIKASI


KOMPONEN PEMBENTUK GEL (KPG) DAN POTENSI ANTIOKSIDAN
DAUN KACAPIRING (Gardenia jasminoides Ellis) adalah benar merupakan
karya sendiri di bawah arahan Komisi Pembimbing, dan belum pernah
dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, September 2008

Ida Bagus Ketut Widnyana Yoga


NRP F251060011
ABSTRACT

IDA BAGUS KETUT WIDNYANA YOGA. NRP. F251060011. Identification of


Gel Forming Component (GFC) and Antioxidant Potency of Kacapiring Leaf
(Gardenia jasminoides Ellis). Under direction of NURI ANDARWULAN and
ENDANG PRANGDIMURTI.

Leaf of Kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) is a part of plant which has


hydrocolloid component and can form gel. The aims of this research were (1) to
evaluate physical and chemical properties of leaves and gel, (2) to extract, isolate,
fractionate and identify gel forming component (GFC), and (3) to analyse the
potency of antioxidant capacity of its gel.
The research was devided into three steps as follows (1) Physical
characterization were done for the dimension of leaves, and gel properties by sensory
analysis. Chemical components of leaf and gel were quantified by proximat analysis
and mineral component was analyzed by atomic absorption spectrophotometer
(AAS) such as Cu, Fe, Mg and Ca. Dietary fibre component was analyzed by
enzymatic method and estimation of pectic substances was done by
spectrophotometer (2) Isolation of GFC was done by extraction using 0.028 M
ethylendiamintetraacetate (EDTA). GFC was fractionated by ultrafiltration
membrane. Monomers of GFC was identified by paper chromatography, and (3)
Bioactive components such as, chlorophyll total was analyzed by spectrophotometer
and its derivations of acetone extract (99.9%) by thin layer chromatography (TLC),
meanwhile phenolic total and antioxidant capacity were analyzed by
spectrophotometer.
The results showed that kacapiring leaves contained water, ash, protein, fat,
and carbohydrate. The mineral content in leaf and gel consisted of Ca of
19974.70+49.31 and 5429.71+68.98 mgKg-1db, Mg of 4263.15+38.66 and
2800.63+110.96 mgKg-1 db respectively, while Fe and Cu were not detected. The
best gel can be obtained by AQ (1:15) treatment. Dietary fibre of leaf and gel
contained of 24.98+0.72 and 90.61+1.02 %db respectively. Pectic substances of
GFC isolate contained 56.53+0.61 %db galacturonic acid as pectin monomers.
Isolate of 0.25% GFC was fractionated by ultrafiltration membrane and 96.78 % of
retentate was separated in 5 μm membrane filter. Analysis by paper chromatography
showed that GFC isolate contained galacturonic acid and glucose. Bioactive
component of kacapiring leaves and gel contained chlorophyll total of
4926.25+190.31 and 1166.86+8.73 mgKg-1db. Both of them had 5 fractions by
acetone extract, i.e. chlorophyll a, chlorophyll b, lutein (chlorophyll derivations),
feofitine and carotene. Phenolic total in leaves and gel contained 5215.91+2.97 and
2648.16+56.22 GAE/g db, and antioxidant capacity had 1.5 x 10-1+0.00 and 3.1x10-3
+0.00 mM TEAC/mg dw respectively.

Keywords : gel forming component, Gardenia jasminoides Ellis, identification.


RINGKASAN

IDA BAGUS KETUT WIDNYANA YOGA. NRP. F251060011. Identifikasi


Komponen Pembentuk Gel (KPG) dan Potensi Antioksidan Daun Kacapiring
(Gardenia jasminoides Ellis). Dibimbing oleh NURI ANDARWULAN dan
ENDANG PRANGDIMURTI.

Daun kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) adalah salah satu bahan


pangan yang mengandung hidrokoloid, dan mampu membentuk gel. Gel dapat
digunakan sebagai sumber pangan berserat. Penelitian ini bertujuan untuk (1)
mengkaji sifat fisik-kimia gel dan daun kacapiring, (2) mengisolasi dan
mengidentifikasi komponen pembentuk gel, serta (3) menganalisis komponen
bioaktif yang berpotensi sebagai antioksidan.
Metode penelitian dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama dilakukan
identifikasi varietas daun, serta melakukan pengukuran dimensi daun. Karakteristik
fisik gel diamati secara subyektif dengan uji organoleptik, kekentalan, pH dan
sineresis. Analisis komponen kimia daun kacapiring dilakukan dengan uji proksimat.
Analisis kadar mineral seperti Cu, Fe, Mg dan Ca (metode AAS), analisis kadar serat
pangan (metode enzimatis), dan uji substansi pektat (metode spektrofotometri)
dengan standar asam galakturonat. Tahap kedua adalah isolasi komponen pembentuk
gel (KPG). Gel terbaik ditambahkan larutan EDTA 0,028 M 20%, dipanaskan pada
suhu 90oC selama 15 menit, pH diatur sampai 3 dan ditambahkan etanol 96% (1:1,5).
Fraksinasi larutan isolat KPG 0,25% b/v dilakukan dengan membran ultrafiltrasi 5
μm, 3 μm, 1,2 μm dan 0,6 μm. Hidrolisis KPG menggunakan enzim karbohidrase
kompleks dan identifikasi monomer isolat KPG dilakukan secara kualitatif dengan
uji Fehling dan kromatografi kertas, menggunakan standar gula seperti asam
galakturonat, glukosa, laktosa, rafinosa, fruktosa dan galaktosa. Tahap ketiga adalah
analisis komponen bioaktif seperti analisis kadar klorofil dan turunannya dengan
spektrofotometer dan thin layer chromatography (TLC), analisis total fenol
menggunakan reagen Folin chiocalteu dan asam galat sebagai kurva standar, dengan
spektrofotometer. Kapasitas antioksidan dianalisis menggunakan radikal bebas 2,2-
diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) dengan spektrofotometer menggunakan kurva
standar Trolox®. Data organoleptik dianalisis dengan analysis of varians (ANOVA)
dan uji lanjut dengan uji Duncan, sedangkan data lainnya dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun kacapiring mengandung kadar air,
abu, protein, lemak dan karbohidrat. Kadar mineral pada daun dan gel adalah Ca
(19.974,70+49,31 dan 5429,71+68.98 mgKg-1bk), Mg (4263,15+38,66 dan
2800,63+110,96 mgKg-1bk), sedangkan mineral Fe dan Cu tidak terdeteksi. Gel
terbaik diperoleh pada perlakuan rasio daun dengan aquades 1:15. Kadar serat
pangan daun dan gel terbaik adalah 24,98+0,72 dan 90,61+1,02 %bk. Hasil uji
substansi pektat isolat KPG diperoleh sebesar 56,53+0,61 %bk sebagai asam
galakturonat.
Rendemen KPG yang diperoleh dari hasil isolasi gel segar sebesar 1,19 %bb.
Hasil fraksinasi dengan membran ultrafiltrasi menunjukkan bahwa isolat KPG
sebagian besar mengandung fraksi tertahan hanya pada membran filter 5 μm
(MWCO 1000-2000 kDa) sebesar 96,78 %bk, dan fraksi lolos membran 5 μm
sampai 0,3 μm (3,26 %bk). Hasil identifikasi hidrolisat KPG dengan kromatografi
kertas menunjukkan bahwa isolat KPG, tersusun oleh monomer asam galakturonat
(Rf 11,55+0,07) dan glukosa (Rf 27,89+0,00).
Komponen bioaktif pada daun dan gel adalah total fenol (5215,91+2,97 dan
2648,16+56,22) mg gallic acids equivalent (GAE)/100 g bk, total klorofil
(4926,25+190,31 dan 1166,86+8,73 mgKg-1bk) dan 3 turunan klorofil yaitu klorofil
a, klorofil b dan feofitin, serta teridentifikasi mengandung lutein dan karoten sebagai
komponen pigmen alami. Ekstrak daun dan gel dengan metanol memiliki kapasitas
antioksidan sebesar 1,5x10-1+0,00 dan 3,1x10-3+0,00 mM Trolox® equivalent
antioxidant capacity (TEAC)/ mg berat kering.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,
atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
IDENTIFIKASI KOMPONEN PEMBENTUK GEL (KPG)
DAN POTENSI ANTIOKSIDAN DAUN KACAPIRING
(Gardenia jasminoides Ellis)

IDA BAGUS KETUT WIDNYANA YOGA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul Tesis : Identifikasi Komponen Pembentuk Gel (KPG) dan Potensi
Antioksidan Daun Kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis)
Nama : Ida Bagus Ketut Widnyana Yoga
NRP : F251060011
Program Studi : Ilmu Pangan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si.
Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc. Prof. Dr. Ir Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 02 September 2008 Tanggal Lulus :


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir penelitian
yang berjudul ”Identifikasi Komponen Pembentuk Gel (KPG) dan Potensi
Antioksidan Daun Kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis)”, tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembimbing atas
bimbingan, pustaka dan arahannya. Ibu Bintang Puspayoga dan Bapak Wirahadi
Kusuma atas segala perhatian serta kiriman pustaka.
Ucapan terima kasih atas bantuan dana penelitian yang telah diberikan dari
Proyek Beasiswa Unggulan Departemen Pendidikan Nasional Pusat Jakarta Tahap V
Tahun 2007, Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri) dan Yayasan Van De
Venter Maas di Jakarta.
Ayahanda tercinta (almarhum), Bunda serta 4 saudaraku tersayang. Dayu
Panca dan keluarga Palembang, Ayah Made Suwena (alm), Ayah Ketut Jaya, Ajik
Agung Raka. Teman-teman asrama Pinus Nyoman, Pak Dewa, Pak Lasya (IKIP
Singaraja). Teman-teman di Gardu Raya 20 RT II/RW I Margajaya Dramaga Bogor.
Bapak Dr. Sucipta, Ibu Timur Ina, Prof. Badra Arihantana, Dayu Bintang serta
teman-teman dan rekan kerja di laboratorium FTP Universitas Udayana, terima kasih
atas motivasinya. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Pangan, staf
laboratorium SEAFAST CENTER dan Labortorium ITP (Ibu Ariyanti, Mas Taufiq,
Bapak Wachid), staf administrasi kuliah dan seluruh teman-teman IPN 2004, 2005
dan 2006. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Laboratorium
Penyakit Hewan FKH IPB, Laboratorium di Sucofindo Bekasi dan Laboratorium
Bioteknologi IPB atas ijin penggunaan alat–alat analisisnya.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan agar
dapat memberikan informasi dalam pengembangan karya tulis ilmiah ini lebih lanjut.
Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, September 2008
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten


Badung-Bali pada tanggal 19 April 1980 sebagai anak ke 4 dari 5 bersaudara.
Orang tua penulis adalah Bapak Ida Bagus Putu Bhasma B.A. (Almarhum) dan Ibu
Ida Ayu Anom Kendran.
Sekolah Dasar dilewatkan penulis di SD Senter No 2 Blahkiuh lulus tahun
1992, melanjutkan ke SMP di SMPN 1 Abiansemal, tamat tahun 1995 dan SMA di
SMAN 1 Abiansemal hingga tahun 1998. Penulis melanjutkan kuliah Diploma 3 di
Akademi Gizi Denpasar sampai tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis
diterima bekerja di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Udayana
Bali, sebagai teknisi hingga sekarang. Tahun 2003 penulis melanjutkan kuliah ke
jenjang Strata 1 di Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian hingga tahun 2005. Tahun 2006 atas proyek PKIPT (Peningkatan
Kinerja Infrastruktural Perguruan Tinggi Negeri) DIKTI tahun 2006 penulis diberi
kesempatan untuk melanjutkan kuliah Strata 2 di Sekolah Pascasarjana, Program
Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2008


Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian..................................................................................... 3
Manfaat Penelitian................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kacapiring.............................................................................. 4
Hidrokoloid............................................................................................. 7
Antioksidan............................................................................................. 18

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian................................................................. 26
Bahan dan Alat....................................................................................... 26
Metode Penelitian.................................................................................... 27
Prosedur Analisis .................................................................................... 30
Teknik Analisis Data............................................................................... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakterisasi Sifat Fisik-Kimia Daun dan Gel Daun Kacapiring ............... 39
Karakteristik Fisik-Kimia Daun Kacapiring .......................................... 39
Karakteristik Organoleptik Gel Daun Kacapiring.............. .................... 42
Karakteristik Kimia Gel Daun Kacapiring.............................................. 47
Isolasi, Fraksinasi, dan Identifikasi Komponen Pembentuk Gel ................. 50
Isolasi Komponen Pembentuk Gel ......................................................... 50
Fraksinasi Komponen Pembentuk Gel ................................................... 53
Identifikasi Komponen Pembentuk Gel ................................................ 55
Karakteristik Komponen Bioaktif ................................................................. 58
Kadar Klorofil ...................................................................................... 58
Kadar Total Fenol .................................................................................. 64
Kapasitas Antioksidan ........................................................................... 66
Informasi Zat Gizi dan Non Gizi Gel dan Daun Kacapiring ................. 70

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan................................................................................................. 72
Saran....................................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Klasifikasi tanaman kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) 4


2 Standar nilai Rf dan posisi relatif turunan klorofil dan beberapa 36
pigmen lain pada plat TLC selulosa
3 Komposisi kimia daun kacapiring 38
4 Hasil pengujian organoleptik gel daun kacapiring dengan 42
perbandingan jenis dan jumlah pelarut yang berbeda
5 Komposisi serat pangan daun dan gel kacapiring serta kadar 48
substansi pektat
6 Komposisi mineral gel daun kacapiring (mgKg-1bk) 49
7 Hasil fraksinasi 100 ml KPG 0,25% dengan membran 5 μm 54
(MWCO 1000-2000 kDa)
8 Nilai Rf standar gula dan sampel hidrolisat isolat KPG 56
9 Kadar klorofil daun dan gel daun kacapiring (mgKg-1 bk) 58
10 Nilai Rf masing-masing spot ekstrak aseton daun dan gel pada plat 61
TLC selulosa
11 Panjang gelombang maksimum turunan klorofil, lutein dan karoten 62
12 Kadar total fenol daun kacapiring 64
13 Kadar total fenol beberapa daun indigenous Jawa Barat (Batari 65
2007)
14 Kapasitas antioksidan daun dan gel daun kacapiring mM TEAC/mg 68
berat kering dibandingkan dengan kapasitas antioksidan ekstrak
daun suji dan ekstrak teh
15 Komposisi zat gizi dan non gizi 100 gram gel dan daun kacapiring 70
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Tanaman, bunga dan buah kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) 5


(PPT 2007).
2 Struktur kimia klorofil (Nollet 2000). 24
3 Pengaruh waktu pembentukan dan penyimpanan gel pada suhu ruang 45
(25 oC ) dan suhu rendah (8oC) terhadap kehilangan berat gel selama 5 6
jam.
4 Morfologi kloroplas gel segar (a) dan endapan isolat (b) dengan 52
mikroskop pada pembesaran 400x, hasil isolasi dengan penambahan
EDTA 0,028 sebanyak 20%.
5 Hasil isolasi KPG daun kacapiring. (a) Isolat KPG basah dari filtrat 53
hasil isolasi yang ditambahkan HCl 0,1N sampai pH 3 dan etanol 96%
(1: 1,5) dan (b) Isolat KPG kering beku.
6 Hasil pemisahan standar dan sampel menggunakan teknik kromatografi 56
kertas, konsentrasi standar 1% dan sampel 2%. (Keterangan : 1 =
standar glukosa, 2= fruktosa, 3= laktosa, 4=galaktosa, 5= asam
galakturonat, dan 6= rafinosa, S1 = sampel ulangan 1, S2= sampel
ulangan 2, a=spot 1, b= spot 2).
7 Hasil pemisahan ekstrak aseton 99,9% bubuk gel dan daun kacapiring 61
pada plat TLC selulosa dengan larutan pengembang petroleum eter :
aseton : n-butanol (90 :10 : 0.45)
8 Spektrum serapan klorofil a, klorofil b dan karoten pada panjang 61
gelombang 400-700 nm (Nollet 2000).
9 Spektrum klorofil a. Spot berwarna hijau muda dilarutkan dalam aseton 63
99,9% dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm.
10 Spektrum klorofil b. Spot berwarna hijau dilarutkan dalam aseton 63
99,9% dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm.
11 Spektrum lutein. Spot berwarna kuning muda dilarutkan dalam etanol 63
99,9% dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm.
12 Spektrum feofitin. Spot berwarna abu dilarutkan dalam aseton 99,9%, 63
dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm
13 Spektrum karoten. Spot berwarna kuning tua dilarutkan dalam heksan 64
99,9% dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm.
14 Perubahan warna standar antioksidan trolox, yang direaksikan dengan 67
0,1 mM larutan DPPH, diinkubasi 30 menit dan dibaca pada panjang
gelombang 517 nm.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1 Komposisi kimia daun kacapiring dan kadar air sampel 82


2 Rendemen bubuk daun yang dikeringkan dengan freeze dryer 83
3 Kriteria, skala numerik dan hasil uji organoleptik 84
4 Analisis pH dan viskositas gel terbaik 87
5 Kehilangan berat gel selama 5 jam peyimpanan pada suhu ruang 88
(27oC)
6 Kehilangan berat gel selama 5 jam peyimpanan pada suhu rendah 89
(8 oC)
7 Komposisi kimia gel daun kacapiring 90
8 Rendemen bubuk gel yang dikeringkan dengan freeze dryer 91
9 Analisis kadar serat pangan (% bk) 92
10 Analisis substansi pektat 95
11 Rendemen komponen pembentuk gel (KPG) 96
12 Fraksinasi komponen pembentuk gel dengan konsentrasi 0,25% 97
13 Nilai rata-rata Rf fraksi monomer hidrolisat isolat KPG. 98
14 Analisis kadar total klorofil (mg L-1) 99
15 Nilai Rf fraksi ekstrak aseton bubuk daun dan bubuk gel. 101
16 Panjang gelombang maksimum dan nilai absorbansi ektrak aseton bubuk 101
daun dan bubuk gel.
17 Analisis Kadar Total Fenol (mg GAE/100g) 102
18 Kapasitas Antioksidan (mM TEAC)/mg 103
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini, dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam


memilih bahan pangan, bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi dan
kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan (Astawan 2006).
Penyakit degeneratif yang muncul oleh pola konsumsi pangan yang salah
mengakibatkan timbulnya kecenderungan di masyarakat untuk mengonsumsi
makanan yang lebih aman dan mampu meningkatkan status kesehatan, salah
satunya dengan pangan fungsional.
Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah
mengalami proses, mengandung satu atau lebih senyawa berdasarkan kajian
ilmiah mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi
kesehatan, serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman.
Pangan fungsional mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna,
tekstur dan cita rasa yang dapat diterima konsumen, selain tidak memberikan
kontraindikasi dan tidak menimbulkan efek samping pada jumlah penggunaan
yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya. Golongan senyawa yang
dianggap mempunyai fungsi fisiologis dalam bahan pangan adalah senyawa alami
di luar zat gizi dasar yang bersangkutan dan mempunyai sifat membantu
pencegahan terhadap suatu penyakit (BPOM 2005).
Terkait dengan tujuan tersebut di atas, dalam rencana strategis Departemen
Pertanian melalui program pembangunan pertanian jangka menengah periode
tahun 2005 sampai tahun 2009 menetapkan beberapa kebijakan. Salah satu
kebijakannya dijabarkan dalam pengembangan teknologi pengolahan pangan
tradisional yang mendukung ketahanan pangan serta pengkajian teknologi inovatif
spesifik lokasi dan agribisnis unggulan daerah (Deptan 2004). Oleh karena itu,
upaya pengembangan potensi daun kacapiring perlu dilakukan untuk
meningkatkan nilai tambah sumber daya tanaman tersebut.
Kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis), merupakan tanaman perdu yang
mempunyai bunga berwarna putih dan harum. Kacapiring disebut tanaman multi
guna, karena setiap bagian tanaman ini memiliki fungsi. Akar kacapiring
2

digunakan sebagai obat sakit gigi dan demam. Bunga diolah menjadi minyak atau
bahan kosmetika. Batangnya digunakan sebagai bahan baku dupa untuk aroma
terapi (PPT 2007). Buah kacapiring dimanfaatkan untuk pewarna alami makanan,
antitumor, antihiperlipid, juga berfungsi sebagai senyawa antihepatik, diuretik,
laksatif, dan koleratik (Zhou et al. 2007). Daun kacapiring sementara digunakan
sebagai obat panas dalam, sariawan dan terapi diit diabetes (Dalimartha 2005).
Daun berwarna hijau tua, mengandung klorofil yang merupakan pigmen alami
utama dedaunan. Klorofil yang diekstrak dari daun alfalfa berfungsi sebagai anti
peradangan, antibakteri, antiparasit, dan antioksidan (Rahmayanti & Sitanggang
2006). Identifikasi fitokimia daun kacapiring menunjukkan bahwa daun
kacapiring mengandung senyawa flavonoid, saponin, tanin, asam galat, steroid
atau terpenoid (Fatmawati 2003). Senyawa fitokimia ini berfungsi sebagai
antioksidan alami, sehingga daun kacapiring sangat berpotensi untuk
dikembangkan menjadi produk obat-obatan tradisional. Oleh karena multi guna
tanaman itu, maka Pemerintah kota Denpasar-Bali menjadikan tanaman
kacapiring sebagai maskot kota (PPT 2007).
Sifat fungsional daun kacapiring yang diekstrak dengan air, mempunyai
kemampuan membentuk gel. Gel merupakan hidrokoloid alami yang mengandung
sebagian besar air dengan sifat khas seperti padatan, khususnya sifat elastis dan
kekakuan (Fardiaz 1989). Gel daun mengandung komponen bioaktif seperti serat
pangan. Serat pangan memiliki peranan yang sangat penting untuk mencegah
terjadinya obesitas, aterosklerosis, jantung koroner, kanker usus dan diabetes
(Nawirska & Kwasniewska 2005), serta beberapa mekanisme dalam menangkal
racun (detoksifikasi), efek antibakteri dan antioksidan pada saluran pencernaan
manusia (Muchtadi 2000).
Glicksman (1969), menyatakan bahwa gelasi terjadi melalui terbentuknya
jaringan tiga dimensi oleh molekul primer dengan memerangkap sejumlah air di
dalamnya dan membentuk ikatan silang antar polimer. Fenomena tersebut
dipengaruhi oleh konsentrasi, suhu, pH, dan adanya ion atau komponen aktif
lainnya.
Sifat fungsional hidrokoloid perlu dipelajari agar dapat diterapkan dalam
skala komersil, mengingat kebutuhan hidrokoloid bagi industri pangan semakin
3

meningkat. Alginat misalnya memiliki sifat yang mirip dengan hidrokoloid dari
gel daun. Kebutuhan alginat pada tahun 2006 sebanyak 10.730 ton dan prediksi
pada tahun 2010 meningkat sebesar 14.330 ton (Anggadiredja et al. 2006).
Kebutuhan alginat dari data tersebut menunjukkan angka yang cukup besar,
sehingga perlu dicarikan alternatif sumber hidrokoloid baru yang mempunyai sifat
fungsional sama. Sifat fungsional komponen pembentuk gel daun kacapiring
harus dipelajari secara mendasar untuk mengetahui karakteristik sifat fungsional
yang dominan. Sifat-sifat tersebut dipengaruhi oleh berat molekul, konsentrasi,
keberadaan mineral, kondisi lingkungan dan unit gula penyusunnya (Southgate
1991 diacu dalam Artha 2001).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: (1) melakukan kajian terhadap sifat fisik-kimia
daun dan gel daun kacapiring. (2) melakukan identifikasi komponen pembentuk
gel (KPG) pada gel daun kacapiring dan (3) menganalisis komponen bioaktif
(serat pangan, klorofil, total fenol) serta kapasitas antioksidan.

Manfaat Penelitian

Ekstrak daun kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) menggunakan air,


dapat membentuk gel. Gel daun kacapiring biasa dikonsumsi masyarakat di Bali.
Gel bisa dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pangan fungsional. Sifat
fungsional gel memberikan beberapa keuntungan seperti mengandung serat larut
air, pigmen warna hijau (klorofil) yang bermanfaat bagi kesehatan serta
komponen bioaktif lain yang berperan sebagai antioksidan. Isolat KPG merupakan
hidrokoloid alami, dapat dikembangkan untuk keperluan industri pangan atau non
pangan.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kacapiring (Gardenia Jasminoides Ellis)

Botani dan Klasifikasi


Kacapiring adalah spesies tanaman perdu berumur tahunan dari suku
Rubiaceae, bunganya berwarna putih dan sangat harum. Tanaman ini dikenal
dengan nama binomial Gardenia jasminoides Ellis yang berarti seperti melati,
walaupun tidak ada hubungannya dengan marga Jasminum/ melati (http://www.
wikipedia.org/wiki/Gardenia). Kacapiring berasal dari Cina dan Jepang.
Kacapiring biasa ditemukan sebagai tanaman hias di pekarangan pada daerah
dengan ketinggian 400 meter di atas permukaan laut. Kacapiring dapat berbuah
pada ketinggian sekitar 3000 kaki di atas permukaan laut. Kacapiring merupakan
perdu tegak dengan tinggi 1 sampai dengan 2 meter. Menurut Dalimartha (2005)
klasifikasi nama daerah tanaman kacapiring dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan
botani tanaman kacapiring adalah sebagai berikut :
kingdom : Plantae
divisi : Magnoliophyta
klas : Magnoliopsida
ordo : Rubiales
genus : Rubiaceae
spesies : Gardenia augusta Merr
nama spesifik : Gardenia jasminoides Ellis

Tabel 1 Klasifikasi tanaman kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis)


Sinonim Nama Daerah
a. Gardenia augusta Merr a. Sumatra : meulu bruek, raja patih
b. Gardenia florida I (Aceh)
c. Gardenia grandiflora Sleb b. Jawa : kacapiring (Sunda), peciring,
d. Gardenia maruba Sieb cepiring, ceplok piring (Jawa)
e. Gardenia pictorum Hassk c. Maluku : kacapiring, sangklapa
f. Gardenia radicans Thumb d. Nusa Tenggara : jempiring (Bali)
(Dalimartha 2005).
5

Tanaman kacapiring seperti terlihat pada Gambar 1 mempunyai batang bulat


berkayu, bercabang, ranting muda, daunnya berlapis lilin dan tunggal. Daun
letaknya berhadapan atau bercabang tiga, tebal dan licin seperti kulit, bertangkai
pendek, bentuknya elips atau bulat telur sungsang, ujung dan pangkalnya runcing,
tepi rata, permukaan atas mengkilap dengan panjang daun dari 4,5 sampai 13 cm,
lebar daun antara 2 sampai 5 cm. Daun berwarna warna hijau tua dan berbau
harum (Dalimartha 2005).

Gambar 1 Tanaman, bunga dan buah kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis)

Buah kacapiring berbentuk bulat telur, kulitnya tipis, mengandung pigmen


berwarna kuning dan berbiji banyak. Buah bisa dimakan, dan juga digunakan
sebagai pewarna kuning pada makanan seperti kunyit. Buah memiliki rasa pahit,
sifatnya dingin dengan afinitas ke meridian jantung, hati, paru-paru dan lambung.
Senyawa pada buah memiliki fungsi membuang racun, menghilangkan lembab,
meningkatkan fungsi hati, menenangkan emosi (sedatifa), melancarkan aliran
empedu ke usus, antiradang, antibiotik, pereda demam (antipiretik), peluruh
dahak, peluruh kencing (diuretik), penyejuk darah, penawar racun, menghentikan
pendarahan dan menghancurkan pembekuan darah (Dalimartha 2005). Buah
mengandung komponen crocin (salah satu jenis karotenoid) berwarna kuning
cerah. Buah yang kering merupakan bahan pewarna tekstil dan pewarna kue
tradisional Jepang (wagashi), asinan lobak (takuan) dan pewarna nasi dalam
masakan lokal (Dalimartha 2005).
Bunga hanya muncul sekuntum di ujung-ujung tangkai, mempunyai
mahkota ganda yang berlapis. Bunga sewaktu baru mekar berwarna putih bersih,
tetapi sedikit berubah warna menjadi krem kekuningan. Bunga berbau sangat
6

harum sehingga sering digunakan sebagai bahan baku minyak bunga. Bunga
kacapiring digunakan sebagai penambah rasa pada daun teh di Cina. Keharuman
bunganya sepintas mirip melati sehingga banyak menarik minat serangga seperti
beberapa spesies Lepidoptera dan semut. Bunga merupakan komoditas bunga
potong, digunakan dalam karangan bunga dan korsase. Tanaman kacapiring
berkembang biak dengan cara stek atau cangkok (http://www.
wikipedia.org/wiki/Gardenia)

Pemanfaatan dan Khasiat Tanaman Kacapiring


Daun kacapiring secara tradisional biasa digunakan obat untuk
penyembuhan panas dalam. Daun juga digunakan sebagai substitusi dengan daun
cincau hijau untuk membuat bahan makanan sejenis gel yang dijual sebagai bahan
pengisi minuman segar. Gel dibuat dengan peremasan daun dalam media air
hingga membentuk cairan keruh berwarna hijau membentuk gel. Gel berkhasiat
untuk terapi beragam penyakit, di antaranya diabetes melitus, sariawan, demam
dan sukar buang air besar (http://www.wikipedia.org/wiki/Gardenia). Daun yang
lebat mampu menyejukkan udara dan menyerap zat beracun dari udara, sehingga
tepat dijadikan tanaman penghijauan bagi kota-kota yang kadar polusinya tinggi
(http://www.cybertokoh.com/mod.php).
Hasil penelitian para ahli terhadap tanaman kacapiring, menunjukkan bahwa
kacapiring mengandung senyawa yang mudah menguap. Senyawa tersebut adalah
linalool dan styrolyl (http://iptek.net.i/ind/pd_tanobat/view.php?id=143).
Komponen kimia pada daun hasil penelitian Fatmawati (2003), menyampaikan
bahwa daun kacapiring mengandung senyawa flavonoid, saponin, tanin, asam
galat, dan steroid/ terpenoid yang merupakan kelompok senyawa fenolik.
Komponen kimia pada buah kacapiring adalah minyak atsiri, gardenin
C14H12O6 atau C23H30O10, gardenosid, geniposide (Kang et al. 1997) adalah
iridoid glukosida yang dihasilkan dari ekstraksi buah kacapiring, digunakan
sebagai pewarna kuning alami pada makanan dan obat tradisional di Cina,
genipin-1-glukoside, genipin-1-β-D-gentiobioside, gardoside (8,10
dehidrologanin), glikosid β-sitosterol, α-manittol, nonacosasone, crocetin, crocin
(C44H64O24) merupakan karotenoid larut air yang berperan memberi warna kuning
7

(Chen et al. 2007), klorogenin, tanin, dan dekstrosa (Dalimartha 2005). Zhou et
al. (2007) mengisolasi kandungan buah kacapiring dan memperoleh 4 komponen
utama yaitu shanzzhiside, deacetil-asperulosidik acid metil ester, gardenosid dan
scandesidemetil ester yang dimurnikan dengan kristalografi dan kromatografi.

Hidrokoloid

Sifat-Sifat Fungsional Hidrokoloid


Hidrokoloid merupakan polimer larut air, mempunyai kemampuan
mengentalkan atau membentuk sistem gel encer. Menurut Pomeranz (1991)
hidrokoloid merupakan makromolekul hidrofilik yang dapat dilarutkan,
didispersikan atau mengembang dalam air dan membentuk larutan yang kental
(gel).
Hidrokoloid alami dari tanaman sudah lama dipergunakan sebagai bahan
campuran pada pengolahan makanan. Berdasarkan komponen penyusunnya,
sebagian besar hidrokoloid merupakan polisakarida (Walter 1991). Hidrokoloid
dapat meningkatkan kekentalan larutan dan membentuk gel (Glicksman 1969).
Hidrokoloid tergolong senyawa yang relatif sulit dicerna namun dalam
pengolahan pangan, senyawa ini digunakan untuk memodifikasi tekstur suatu
produk pangan karena hubungannya dengan penerimaan konsumen (Fardiaz
1989).
Hidrokoloid terdistribusi secara luas pada tanaman terutama sebagai
komponen penyusun dinding sel dan lamela tengah, serta penyusun sel
merismatik (Pomeranz 1991). Kadar hidrokoloid sangat tergantung dari umur,
jenis dan kondisi tanaman (Walter 1991). Hidrokoloid berdasarkan sumber
asalnya, dikelompokkan menjadi kelompok getah (seperti gum arab, karaya, gum
gati dan tragakan), gum asal biji-bijian (seperti gum guar, gum biji, lokus pati),
ekstrak rumput laut (seperti agar-agar, alginat, karagenan, fulselaran), ekstrak
tanaman darat (seperti pektin), ekstrak hewan (seperti gelatin, kaseinat) serta gum
hasil fermentasi (seperti gum xantan, dekstran, curdlan, gum gellan) (Phillips &
William 2000).
8

Hidrokoloid dibedakan menjadi hidrokoloid tradisional dan hidrokoloid


komersial. Hidrokoloid tradisional sudah biasa dikonsumsi masyarakat pada suatu
daerah tertentu, namun keterbatasan informasi sifat dasarnya menyebabkan
penggunaan hidrokoloid tersebut menjadi sangat terbatas. Beberapa contoh
hidrokoloid tradisional adalah Premna oblongifolia Merr (Untoro 1985), Cyclea
barbata L. Miers) dan Mesona polutris B.L. Hidrokokoloid tradisional terkadang
mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan hidrokoloid komersial,
yaitu cepat mengalami gelasi pada air dingin. Sifat-sifat gel dapat ditingkatkan
dengan menambahkan ion logam divalen tertentu seperti Ca, Mg, Ba, Cu, Fe, Pb,
dan Hg (Kurniati 1999).
Berbagai jenis hidrokoloid dapat digunakan dalam industri pangan, baik
yang berasal dari sumber alami maupun sintetis. Pemilihan jenis hidrokoloid yang
digunakan untuk suatu produk pangan tergantung sifat-sifat hidrokoloid, sifat
produk pangan yang diinginkan serta faktor pertimbangan biaya. Menurut Fardiaz
(1989) berdasarkan sumber asalnya hidrokoloid dapat diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok yaitu hidrokoloid alami, hidrokoloid alami termodifikasi dan
hidrokoloid sintetis. Hidrokoloid atau gum mempunyai banyak sifat fungsional
yang berguna dalam aplikasi pangan (Fardiaz 1989).
Sifat utama hidrokoloid adalah mampu membentuk gel. Pembentukan gel
merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks. Gelasi melibatkan
asosiasi (ikatan silang) dari rantai-rantai polimer untuk membentuk jaringan tiga
dimensi secara kontinyu. Mampu memerangkap cairan, membentuk struktur yang
kaku, kokoh, dan tahan mengalir di bawah suatu tekanan tertentu.
Struktur gel merupakan asosiasi polisakarida rantai panjang. Struktur gel
menghasilkan jejaring yang mampu memerangkap air (Bell 1989). Model
konformasi gel sangat dipengaruhi oleh ikatan antar gula, derajat percabangan,
derajat polimerisasi, ion logam dan hidrokoloid lain (Morris 1979). Menurut
Graham & Horace (1977) sebagian besar hidrokoloid tersusun oleh glukosa,
galaktosa, manosa, asam uronat, dan fruktosa. Perbedaan struktur antar
hidrokoloid disebabkan oleh adanya selingan gula pada rantai samping. Pomeranz
(1991) menggolongkan hidrokoloid menjadi kelompok homopolisakarida yang
terdiri dari rangkaian gula sejenis dan heteropolisakarida yang terdiri dari gula
9

yang beragam. Perbedaan jenis gula bukan memberikan kontribusi terhadap


geometri akhir, tetapi berpengaruh terhadap berat molekul (BM) dan sifat
fungsional (Barbut & Foegeding 1993). Menurut Morris (1979) ada empat
struktur dasar yang membentuk konformasi hidrokoloid, yaitu stuktur primer,
sekunder, tersier dan kuartener.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Gel


Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel pada hidrokoloid, dapat
berdiri sendiri atau berhubungan satu sama lain sehingga memberikan pengaruh
yang kompleks. Faktor-faktor yang paling menonjol adalah konsentrasi, suhu, pH,
dan adanya ion atau komponen aktif lainnya (Fardiaz 1989).

Konsentrasi
Konsentrasi hidrokoloid sangat berpengaruh terhadap kekentalan
larutannya. Konsentrasi hidrokoloid yang rendah biasanya akan bersifat sebagai
aliran Newtonian. Meningkatnya kosentrasi menyebabkan sifat aliran akan
berubah menjadi non Newtonian. Hampir semua hidrokoloid memiliki kekentalan
yang tinggi pada konsentrasi yang sangat rendah antara 1-5%, kecuali pada gum
arab yang sifat Newtoniannya tetap dipertahankan sampai dengan konsentrasi
40%. Konsentrasi hidrokoloid pada daun cincau yang memiliki konsistensi sifat
gel terbaik pada konsentrasi 5%. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, gel yang
dihasilkan lebih banyak mengandung buih sehingga mempengaruhi penampilan
fisik serta mempercepat terjadinya sineresis, sedangkan pada konsentrasi lebih
rendah, gel yang diperoleh bersifat lebih encer sehingga konsentrasi sangat
mempengaruhi karaktersistik sifat gel yang dihasilkan (Untoro 1985).

Suhu
Pengaruh suhu akan menyebabkan penurunan kekentalan pada beberapa
hidrokoloid. Kenaikan suhu dapat mengubah sifat aliran yang semula non
Newtonian menjadi Newtonian. Pemanasan pada beberapa kelompok hidrokoloid
diperlukan sampai suhu 75oC. Tujuan pemanasan adalah untuk meningkatkan
jumlah mineral yang larut dalam larutan serta memungkinkan membentuk gel
10

yang utuh. Pemanasan diperlukan terutama oleh sekelompok pektin yang


memiliki jumlah grup metoksi tinggi, sedangkan hidrokoloid pada daun cincau
merupakan kelompok pektin bermetoksi rendah, dimana dalam pembentukan
gelnya tidak memerlukan proses pemanasan (Untoro 1985). Pengaruh panas akan
menyebabkan struktur gel menjadi rusak, lunak dan warna gel kecoklatan karena
proses oksidasi dan lepasnya mineral Mg yang mengikat klorofil (Ferruzi et al.
2001). Peningkatan suhu menyebabkan pergerakan molekul-molekul dalam
larutan baik molekul polisakarida atau ion-ion mineral, sehingga menunda
kesempatan terbentuknya jejaring yang teratur antara polimer dengan ion mineral.
Gel yang disimpan pada suhu rendah akan memberikan kekompakan dan
kekuatan gel yang lebih baik karena terbentuk matrik sistem gel yang lebih kuat,
yaitu pada gel daun cincau memiliki karakteristik sifat fisik yang jauh lebih baik
dan memiliki umur simpan yang lama (5oC selama 30 hari penyimpanan),
dibandingkan pada suhu ruang (Untoro 1985).

Derajat keasaman ( pH )
Hidrokoloid pada umumnya membentuk gel dengan baik pada kisaran pH
tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan kekentalan dengan
meningkatnya pH hingga mencapai titik tertentu dan kemudian akan makin
menurun bila pH terus ditingkatkan. Gel daun cincau hijau memiliki sifat fisik gel
terbaik pada pH rendah (asam) yaitu sekitar 5,55. Pada pH 4,0 larutan menjadi
kental sekali dan bila pH diturunkan lagi, maka kekentalan akan menjadi semakin
berkurang. Hal ini disebabkan oleh gugus-gugus asam polisakarida, sehingga sifat
larutan tergantung pada gugus tersebut. Jika gugus tersebut karboksil asam lemah
maka viskositas larutan sangat dipengaruhi oleh pH (Untoro 1985).
Interaksi antara polimer lebih mudah terjadi melalui ikatan hidrogen.
Meningkatnya gaya gesek internal akan meningkatkan kekentalan. Pada pH yang
sangat rendah viskositas gel daun cincau justru menurun karena terjadi protonasi
pada gugus anion dari gugus asam polisakarida, yang diduga adalah karboksilat.
Protonasi yang berlebihan menyebabkan jumlah ion H+ meningkat dalam larutan.
Meningkatnya ion H+ menyebabkan protonasi merubah secara total gugus
karboksil anion menjadi gugus karboksil netral, sehingga polimer menjadi tidak
11

bermuatan dan gaya tolak menolak antar polimer tidak ada, yang mengakibatkan
polimer cenderung mengumpul atau tidak tersebar dalam larutan yang
mengakibatkan viskositasnya rendah (Untoro 1985).

Keberadaan Ion Logam


Beberapa jenis hidrokoloid membutuhkan ion-ion logam tertentu untuk
membentuk gel, karena pembentukan gel tersebut melibatkan pembentukan
jembatan melalui ion-ion selektif. Mineral dengan ion divalen dan multivalen bisa
dipakai untuk membentuk gel seperti Ca2+, Ba2+, Mg2+, Zn2+, Fe2+, Pb2+, Mn2+,
Cu2+, Hg2+, Fe3+. Ion bervalensi tunggal dari KCl, NaCl dan NH4Cl tidak dapat
digunakan untuk membentuk gel karena ion dengan valensi tunggal tidak bereaksi
dengan polimer. Ion bervalensi tunggal tetap larut dalam air dan terimobilisasi
dalam gel yang dapat mempertinggi tekanan osmosis dari air dalam gel sehingga
mengurangi sineresis (Untoro 1985). Rendlemen (1966) menyatakan bahwa
logam alkali dan alkali tanah dapat membentuk komplek dengan karbohidrat.
Penambahan garam mineral yang berlebihan menyebabkan penggumpalan
atau “salting out”, dan keberadaan mineral akan menyebabkan terjadi kompetisi
dengan hidrokoloid dalam mengikat air. Gel daun cincau dan alginat mempunyai
mekanisme pembentukan gel secara kimia. Pembentukan gelnya dibantu oleh
mineral tertentu, seperti kalsium yang membentuk jembatan ion sehingga mampu
mengelasi OH pada gugus karboksilat. Ion kalsium yang ditambahkan pada
pektin, pH 3 dan mengalami proses termal akan membentuk gel yang bersifat
reversible. Logam divalen diperlukan untuk menghubungkan rantai-rantai asam
pektinat sehingga dapat membentuk jaringan gel (Towle & Christensen 1973,
diacu dalam Farida 2002).

Komponen aktif lainnya


Sifat fungsional beberapa jenis hidrokoloid juga dipengaruhi oleh adanya
hidrokoloid lain. Pengaruh ini dapat bersifat negatif, yaitu sifat fungsional
semakin berkurang dengan adanya hidrokoloid lain ataupun bersifat positif karena
adanya pengaruh sinergis antara hidrokoloid-hidrokoloid yang bergabung. Gum
atau hidrokoloid dapat berinteraksi dengan ingredien pangan dan hidrokoloid lain.
12

Interaksi antara hidrokoloid biasanya bersifat sinergistik, apabila menghasilkan


peningkatan kekentalan dalam bentuk campuran. Umumnya pengaruh komponen
atau hidrokoloid lain dikontrol oleh pH dan konsentrasi (Fardiaz 1989).

Isolasi Komponen Pembentuk Gel (KPG)


Hidrokoloid pada tanaman sebagian besar berinteraksi dengan komponen
lain membentuk struktur jaringan (Southgate 1991). Pemisahan hidrokoloid dari
komponen tersebut memerlukan langkah sistematis seperti ekstraksi, filtrasi,
sentrifugasi, penggumpalan dan pengeringan. Keberhasilan pemisahan suatu
komponen tergantung dari konsentrasi, sifat fisiko-kimia dan tingkat kemurnian
yang ingin dicapai (Southgate 1991).
Konsentrasi hidrokoloid pada tanaman diperkirakan berkisar antara 2,5%
sampai 5% dari total berat keringnya (Walter 1991). Metode ekstraksi yang
memadai diperlukan untuk memperoleh hasil yang baik. Phatak et al. (1988)
menyebutkan bahwa salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam isolasi
hidrokoloid adalah pH. Penurunan pH dapat menyebabkan gugus aktif
hidrokoloid mengalami protonasi sehingga menjadi reaktif dan gaya tolak
elektrostatiknya akan semakin besar untuk menggerakkan rantai-rantai
hidrokoloid. Penurunan pH juga menyebabkan ionisasi logam yang mempunyai
tendensi untuk bereaksi dengan gugus aktif hidrokoloid. Hariyadi (1990),
menyatakan nahwa reaksi tersebut perlu dikendalikan dengan menambahkan
senyawa pengelasi logam seperti ethilendiamintetraacetate (EDTA). Penambahan
EDTA dimaksudkan untuk membentuk kompleks antara mineral yang ada pada
gel dengan EDTA (Nabrzyski 1997). EDTA adalah agen pengikat ion logam dan
meningkatkan energi aktivasi dari reaksi inisiasi membentuk ikatan sigma dengan
logam (Nostrandis 1976).
Hidrokoloid sebagian besar mempunyai distribusi berat molekul dengan
rentang luas. Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui berat molekul
hidrokoloid salah satunya dengan fraksinasi (Houghton & Raman 1998).
Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan komponen berdasarkan ukuran molekul,
muatan, bentuk, polaritas maupun volatilitas. Fraksinasi dengan cara ultrafiltrasi
dapat dipergunakan untuk memisahkan suatu komponen berdasarkan berat
13

molekulnya (Bruneton 1999). Artha (2001) dalam penelitiannya melakukan


fraksinasi komponen pembentuk gel daun cincau Cyclea barbata L. Miers dan
memperoleh hasil bahwa isolat KPG terdiri dari sebagian komponen dengan berat
molekul besar 1000-2000 kDa, yang tersusun oleh asam galakturonat sebagai
rantai utama dan galaktosa pada rantai percabangannya. Beberapa faktor yang
perlu dipertimbangkan selama fraksinasi, yaitu pH dan konsentrasi larutan
hidrokoloid. Larutan hidrokoloid dengan pH antara 2,5 sampai 2,8, akan
menyebabkan pori-pori membran cepat tersumbat. Hal ini disebabkan oleh gugus
fungsional yang berprotonasi dapat berinteraksi dengan sisi aktif membran
sehingga terjadi penyumbatan pada pori-pori membran. Macrae et al. (1993)
menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi hidrokoloid, maka pori-pori
membran akan semakin cepat tersumbat. Setyaningsih (1998) berhasil melakukan
fraksinasi peptida filtrat moromi dengan ultrafiltrasi menjadi fraksi dengan berat
molekul antara 3 kDa sampai 10 kDa, dan antara 0,5 kDa sampai 3 kDa. Faksinasi
larutan KPG juga dilakukan dengan memodifikasi kondisi tersebut (Artha 2001).
Berat molekul polisakarida berbeda satu sama lain, karena variasi alami
berat molekul, ketidakakuratan dalam teknik separasi, purifikasi dan dispersi
molekul. Penentuan berat molekul suatu polisakarida sangat sulit, namun
informasi tentang berat molekul sangat penting untuk viskositas, pembentukan gel
dan pembentukan film. Keberadaan gugus asam karboksilat pada polisakarida
yang bersifat asam, menyebabkan perbedaan sifat di dalam suatu larutan.
Viskositas hidrokoloid jika gugus asam karboksilatnya adalah asam lemah, maka
viskositasnya sangat dipengaruhi oleh pH. Gugus karboksilat pada larutan netral
adalah garam anion. Garam alkali metal biasanya mengalami ionisasi, sehingga
menghasilkan viskositas yang tinggi dalam larutan. Faktor tambahan yang
berkontribusi terhadap viskositas adalah kenaikan hidran sebagai akibat anion
karboksilat. Repulsi ion antara anion karboksilat menyebabkan molekul
polisakarida mendorong satu sama lain sehingga mencegah gelasi (Manullang
1997).
Kation divalen seperti kalsium, mengambil bagian di dalam ikatan intra dan
inter molekuler yang menuju terbentuknya gel. Polisakarida yang mengandung
grup asam karboksilat dan diasamkan sekitar pH 3.0 atau kurang, maka grup asam
14

tersebut hanya sebagian kecil terionisasi dan sifat larutan lebih mendekati pada
polisakarida netral. Grup asam yang tidak bermuatan, bertaut oleh ikatan hidrogen
menyebabkan presipitasi gel. Kebutuhan akan asam dalam pembuatan jelly buah
merupakan contoh dari pengaruh pH tersebut. Grup asam kuat seperti ester sulfat,
ditemukan pada beberapa gum tanaman dan polisakarida dari hasil laut.
Polisakarida ini tidak banyak dipengaruhi oleh pH. Interaksi antara grup anion
dari polisakarida asam pada suasana netral disebabkan karena adanya garam
kation polivalen, dan media asam (Manullang 1997).
Sebagian besar hidrokoloid tersusun oleh unit monomer berbeda, sehingga
berpengaruh terhadap berat molekul (Walter 1991) dan struktur hidrokoloid yang
dihasilkan (Pomeranz 1991). Struktur suatu hidrokoloid tergantung dari jenis gula
penyusunnya (Bell 1989). Pendekatan yang mungkin dilaksanakan untuk
mempelajari struktur suatu hidrokoloid adalah melakukan hidrolisis (Nollet 1990).
Hidrolisis bertujuan untuk mendapatkan unit penyusun-penyusun polimer
hidrokoloid. Hidrolisis dapat dilakukan secara enzimatis atau dengan asam
(Bellitz & Grosh 1999). Hidrolisis enzim biasanya dilakukan apabila jenis polimer
hidrokoloid telah diketahui (Graham & Horace 1977, diacu dalam Artha 2001).
Hidrolisis asam dilakukan apabila jenis polimernya belum diketahui (Houghthon
& Raman 1998). Reaksi hidrolisis yang seimbang, menyebabkan tidak semua
polisakarida dihidrolisis menjadi gula sederhana (Scott 1990), namun sebagian
dalam bentuk disakarida atau oligosakarida (Nielsen 1998). Hidrolisis asam
biasanya berlangsung secara acak, pemutusan ikatan glikosidik tidak teratur,
sehingga hasilnya sulit diprediksi (Helmy & El-Motagali, 1992). Reaksi hidrolisis
yang sulit dikontrol, akan menyebabkan enolisasi, yaitu lepasnya molekul air
(Belitz & Grosch 1999), sehingga dihasilkan produk dehidrasi gula seperti
furfural, furan, furaldehid maupun furanon.
Pemilihan model analisis gula selalu dijadikan pertimbangan (Graham &
Horace 1979), karena setiap metode analisis mempunyai keterbatasan dalam hal
deteksi (Nollet 1990). Menurut Scott (1990) deteksi gula sederhana dilakukan
dengan kromatografi kinerja tinggi dan detektor yang dipergunakan biasanya
adalah detektor indeks bias. Prinsip dasar dari detektor ini adalah perbedaan
indeks bias komponen dalam larutan (Nielsen 2003). Menurut Black dan Bagley
15

(1978), pelarut yang paling banyak dipergunakan dalam analisis gula sederhana
adalah campuran asetonitril : air. Perbandingan pelarut relatif bervariasi
tergantung dari sampel yang dianalisis.

Gel Daun Kacapiring


Daun kacapiring mampu menghasilkan gel yang unik seperti gel pada daun
cincau. Gel kacapiring dapat diperoleh dengan meremas-remas daun kacapiring
segar di dalam sejumlah air sampai diperoleh air perasan yang kental, keruh
berwarna hijau. Filtrat cairan yang disaring apabila dibiarkan beberapa waktu
akan membentuk gel seperti bongkahan yang tidak tembus cahaya dan licin.
Daun cincau yang selama ini dikenal di Indonesia, digunakan untuk
membuat bahan sejenis gel yang banyak dijual sebagai bahan pengisi minuman
segar. Gel adalah sejenis makanan yang bersifat seperti agar-agar, dihasilkan dari
hasil remasan daun yang ditambahkan air secukupnya sebagai pelarut. Gel daun
umumnya dapat dibentuk pada suhu kamar antara 25oC sampai 30oC. Nasution
(1999) meneliti gel cincau hijau dan memperoleh hasil bahwa pada konsentrasi
5% b/v, akan memberikan sifat-sifat gel baik seperti kekuatan pecah, titik pecah
dan kekakuan. Konsentrasi 4% b/v, gel yang dihasilkan bersifat sangat elastis dan
memerlukan waktu yang lebih lama untuk membentuk gel. Sifat sangat elastis
mengakibatkan gel sangat sulit untuk dipotong. Ekstrak daun dengan rasio daun
lebih dari 5% b/v, menghasilkan buih yang banyak dan mengganggu kekompakan.
Gel daun kacapiring merupakan salah satu hidrokoloid. Semua hidrokoloid
mampu memberikan kekentalan terhadap suatu larutan, tetapi hanya sedikit jenis
hidrokoloid yang mempunyai sifat mampu membentuk gel. Gel merupakan suatu
sistem koloid, dimana cairan terdispersi dalam padatan (Untoro 1985).
Hidrokoloid mempunyai nilai guna yang penting karena sifat fungsional yang
dimiliki. Hidrokoloid merupakan polimer-polimer rantai panjang yang larut atau
terdispersi di dalam air dan menyebabkan viskositas larutan menjadi tinggi. Sifat
mengental dalam air ini merupakan alasan utama dari kegunaan hidrokoloid.
Menurut Heyne (1987) unsur yang menyebabkan terbentuknya gel adalah
suatu karbohidrat yang mempunyai daya jendal jika dicampur dengan air. Gel
tersebut umumnya hanya tahan antara 1 sampai 2 hari pada suhu ruang. Gel
16

adalah suatu sistem koloid yang butir terdispersinya padat. Butir-butir ini peroleh
dengan cara menghancurkan butir-butir yang lebih besar yang dikenal dengan
dispersi mekanik. Butir-butir ini bersambung membentuk suatu jaringan yang
agak kaku dan memerangkap cairan pelarut di dalamnya.
Karbohidrat pada daun adalah gum alam. Gum diperoleh dari hasil ekstraksi
tanaman dan kerusakannya sering terjadi karena sineresis. Sineresis terjadi karena
kekuatan dari luar, seperti pemotongan dan putusnya ikatan benang fibriler.
Komponen pembentuk gel pada daun kacapiring diduga merupakan senyawa
hidrokoloid yang memiliki mekanisme gelasi mirip dengan daun cincau sehingga
sifat fungsional yang ingin diketahui mengacu pada penelitin tentang daun cincau.
Artha (2001) mengisolasi dan mengarakterisasi sifat fungsional komponen
pembentuk gel cincau hijau Cyclea barbata L. Miers. Hasil karakterisasi yang
diperoleh adalah gel cincau terbaik berdasarkan kadar air dan berat gel diperoleh
pada perlakuan penambahan FeSO4, sedangkan persentase tertinggi pada
penambahan CaCl2. Isolat KPG dengan konsentrasi 1.5% b/v bersifat sensitif
terhadap ion kalsium, pH dan suhu 90oC. Kekentalannya meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi hidrokoloid dan penyimpanan pada suhu beku selama 1
bulan. Oleh karena itu KPG daun cincau baik digunakan sebagai bahan pengental
untuk produk yang mengandung kalsium, mempunyai pH rendah sekitar 4,0 dan
mengalami proses termal maupun proses pembekukan dan kurang tepat diterapkan
pada produk pangan yang dihidangkan dalam keadaan panas.

Serat Pangan (Dietary fibre)


Serat pangan adalah senyawa bioaktif non gizi yang disebut fitokimia.
Senyawa tersebut secara bersamaan memberikan dampak penting pada beberapa
mekanisme enzim dalam menangkal racun (detoksifikasi), stimulasi ketahanan
tubuh, metabolisme kolesterol, pengikatan zat karsinogenik dalam usus, efek
antibakteri dan antioksidan. Komponen serat yang tinggi ditemukan pada dinding
sel tanaman. Komponen ini termasuk senyawa struktural seperti selulosa, pektin
dan lignin (Muchtadi 2000).
Serat pangan merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna
oleh sistem enzim pencernaan. Serat pangan banyak berasal dari dinding sel
17

berbagai sayuran dan buah. Secara umum serat pangan adalah kelompok
polisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem sekresi
normal dalam lambung dan usus kecil (Winarno 1997). Beberapa jenis komponen
serat dapat dicerna (difermentasi) oleh mikroflora dalam usus besar menjadi
produk-produk fermentasi. Muchtadi (2000) menyebutkan bahwa total dietary
fibre (TDF) terdiri dari komponen soluble dietary fibre (SDF), dan insoluble
dietary fibre (IDF).
Soluble dietary fibre (SDF) adalah serat pangan yang dapat larut pada air
hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah dicampur dengan
empat bagian etanol. Gum, pektin, dan sebagian hemiselulosa larut yang terdapat
dalam dinding sel tanaman merupakan sumber SDF. Insoluble dietary fibre (IDF),
merupakan serat pangan yang tidak larut dalam air panas atau dingin. Sumber IDF
adalah selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa, sebagian kecil kutin, lilin
tanaman dan kadang-kadang senyawa pektat yang tidak dapat larut. IDF
merupakan kelompok terbesar dari TDF dalam makanan, sedangkan SDF hanya
menempati jumlah sepertiganya (Muchtadi 2000). Serat tidak larut ada tiga
macam yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat tidak larut banyak terdapat
pada sayur, buah dan kacang-kacangan. Sedangkan serat larut adalah pektin,
musilase dan gum. Serat larut juga banyak terdapat pada buah, sayur dan sereal,
sedangkan gum banyak terdapat pada akasia.
Serat pangan pada tumbuhan terdapat dalam struktur dinding sel, terutama
pada jaringan parenkim dan sebagian dari jaringan terlignifikasi. Dinding sel
tanaman terdiri dari tiga lapisan yang berbeda secara morfologis yaitu lapisan
antar sel (lamela tengah), dinding sel pertama dan dinding sel kedua (Muchtadi
2000). Gordon (1989) menyatakan bahwa serat pangan total mengandung gula-
gula dan asam-asam gula sebagai pembangun utama serta grup fungsional yang
dapat mengikat dan terikat atau bereaksi satu sama lain. Gula dan asam
merupakan bahan pangan utama dalam serat makanan total. Komponen gula yang
membentuk serat adalah glukosa, galaktosa, silosa, manosa, arabinosa, ramnosa,
dan fruktosa. Asam-asam gula pada serat adalah asam manonuronat, galakturonat,
guloronat, dan 4-o-metilglukoronat. Grup fungsional dari serat makanan adalah
hidrogen, hidroksil, karbonil, sulfat dan metil. Semua komponen serat pangan
18

total memberikan karakteristik fungsional pada serat meliputi kemampuan daya


ikat air, kapasitas untuk mengembang, meningkatkan densitas kamba, membentuk
gel dengan viskositas yang berbeda-beda, mengadsorpsi minyak, pertukaran
kation, serta memberikan warna dan flavor (Muchtadi 2000).
Serat pangan secara kimia dapat diklasifikasikan sebagai polisakarida dan
non polisakarida. Serat pangan yang merupakan kelompok polisakarida adalah
selulosa, hemiselulosa (arabinoksilan, galaktomanan dan glukomanan), substansi
pektat, β-glukan, musilase, gum dan polisakarida alga, sedangkan serat pangan
yang tergolong non-polisakarida adalah lignin (Muchtadi 2000).
Pengaruh fisiologi serat pangan adalah menghasilkan sejumlah reaksi
biologis. Hal ini tergantung pada sifat fisik-kimia masing-masing sumber serat,
meliputi peningkatan masa feses, penurunan kadar kolesterol darah dan penurunan
respon glikemik. Serat mengikat air dan asam empedu sehingga menyebabkan
feses menjadi lunak, mudah didorong keluar. Mekanisme ini mampu menurunkan
kolesterol dan resiko kanker, karena waktu transit yang lama dan senyawa
karsinogenik yang bermukim dalam tubuh menjadi pendek sehingga kesempatan
untuk membahayakan tubuh menjadi semakin kecil (Golberg 1994).
Serat mempunyai kemampuan berinteraksi dengan komponen makanan lain
pada saluran pencernaan dan enzim pencernaan. Dinding sel buah sayur
mengandung selulosa, polisakarida pektik dan siloglukan sebagai komponen
utama polisakarida. Biji sereal mengandung arabinosilan (1-3,1-4)-β-D-glukan,
dengan jumlah selulosa yang bervariasi dan hanya sedikit polisakarida pektik
(Muchtadi 2000).

Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang mampu mencegah atau memperlambat


terjadinya proses oksidasi. Antioksidan pada konsentrasi yang tinggi dapat
bersifat sebaliknya yaitu menjadi prooksidan atau meningkatkan oksidasi (Schuler
1990). Menurut Halliwell et al. (1992) antioksidan adalah zat yang dalam
konsentrasi kecil dapat mencegah atau memperlambat laju oksidasi radikal bebas.
Antioksidan alami dapat berfungsi tunggal atau lebih seperti sebagai
senyawa pereduksi, penangkap radikal bebas, pengompleks logam, prooksidan
19

dan quencher dari bentuk singlet oksigen. Senyawa-senyawa ini umumnya


golongan fenol atau polifenol yang berasal dari tanaman. Antioksidan alami yang
paling umum adalah flavonoid (flavanol, isoflavon, flavon, katekin, dan
flavonon), turunan dari asam sinamat, kaumarin, tokoferol, dan asam organik
polifungsional.
Menurut Langseth (2000) katekin dan epigalokatekin, merupakan komponen
fenolik yang terdapat pada teh hijau dan teh hitam. Senyawa ini memiliki aktivitas
antioksidan sehingga dapat mencegah beberapa penyakit degeneratif seperti
kanker dan atherosklerosis atau jantung koroner. Kadar polifenol pada daun teh
antara 20% sampai 30%, sedangkan secangkir seduhan teh mengandung sampai
40 mg flavonoid. Daun kacapiring juga mengandung komponen bioaktif yang
mungkin disebabkan adanya komponen fenolik, dan kandungan klorofilnya
sebagai co-faktor dalam meningkatkan kemampuannya menangkap radikal bebas
(Rahmayanti & Sitanggang 2006). Menurut Larson (1988) diacu dalam
Andarwulan (1995) menyatakan bahwa senyawa antioksidan alami digolongkan
sebagai komponen fenolik, protein, komponen nitrogen, karotenoid, dan
komponen lain seperti vitamin C, keton, dan glikosida, yang memiliki mekanisme
mengikat radikal bebas.
Radikal bebas secara kontinyu dibentuk oleh tubuh. Tubuh memiliki sistem
antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas, baik melalui proses enzimatis
maupun non enzimatis. Antioksidan dapat diartikan sebagai senyawa pemberi
elektron yang diperlukan oleh radikal bebas dalam menstabilkan dirinya, dan
dapat juga menghentikan pembentukan radikal bebas (Atmosukarto 2003).
Antioksidan alami ditemukan pada berbagai tumbuhan, tanaman berkayu,
sayur atau buah. Senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan pada tanaman
berkayu seperti terpenoid, pada sayur dan buah mempunyai banyak vitamin A, B,
C, E dan β-karoten. Vitamin-vitamin tersebut dapat berperan sebagai antioksidan,
sehingga mampu melindungi tubuh dari penyakit kanker (Atmosukarto 2003).
Antioksidan alami terdapat pada seluruh bagian tanaman tingkat tinggi, seperti
pada kayu, batang, daun, buah, akar, bunga dan serbuk sari. Senyawa ini biasanya
adalah senyawa fenol atau polifenol (Pratt 1992).
20

Antioksidan pada tanaman tinggi telah diuji secara in vitro, mampu


memberikan perlindungan dari kerusakan akibat oksidasi, menghambat serta
mengikat radikal bebas dan oksigen yang reaktif. Singlet oksigen dengan kuat
diikat oleh karoten terutama β-karoten. Komponen fenolik berperan sebagai
antioksidan tergantung pada nilai redoks dari grup hidroksil, dengan mekanisme
mereduksi, donor hidrogen dan mengikat oksigen (Hudson 1990).
Wijeratne et al. (2006) menyatakan bahwa beberapa antioksidan alami
antara lain asam amino dan dipeptida, hidrolisat protein, protein larut air,
phospholipids, garam inorganik, tokoferol dan turunannya, karotenoid, asam
askorbat, enzim antioksidan, komponen fenolik bagian tanaman yang dapat/ tidak
dapat dimakan. Antioksidan pada makanan mampu meningkatkan perlawanan
oksidasi dari serangan singlet oksigen, menurunkan konsentrasi oksigen,
mencegah rantai inisiasi pertama dengan mengikat radikal bebas, mengikat ion
sebagai katalis, dekomposisi produk utama, dari oksidasi menjadi produk non
radikal dan memecah rantai substansi untuk mencegah bersambungnya abstraksi
hidrogen dari substrat. Antioksidan alami pada makanan akan habis saat proses.
Antioksidan pada berbagai variasi diet makanan lebih efektif melawan oksidasi
dari pada satu atau dua komponen.

Senyawa Fenol
Senyawa fenolik yang terkandung dalam pangan merupakan salah satu hasil
metabolisme sekunder tanaman. Secara kimia, senyawa fenolik terdiri dari sebuah
cincin aromatik yang terdiri dari satu atau lebih senyawa hidroksil, termasuk
turunan fungsionalnya. Pada umumnya fenol bersifat polimerik dan tidak larut
dalam lignin sehingga terdapat di seluruh vascular. Beberapa fenol pada makanan
dapat larut dalam air atau perlarut organik.Umumnya kandungan senyawa fenol
berbeda satu dengan yang lain. Senyawa fenolik dalam bahan pangan terdapat
dalam bentuk asam fenolik, flavonoid, lignan, stillbene, coumarin dan tanin.
Senyawa fenolik pada tanaman memiliki fungsi yang penting untuk
pertumbuhan dan reproduksi. Senyawa sebagai antipatogen, serta berperan dalam
pembentukan pigmen. Beberapa sifat produk pangan juga berhubungan dengan
keberadaan senyawa fenolik, antara lain kesegaran dan efek kesehatan oleh
21

keberadaan senyawa fenolik tertentu. Namun senyawa fenolik dalam jumlah yang
besar dapat bersifat sebagai antinutrisi, sehingga perlu pertimbangan yang baik
sebelum dikonsumsi.
Senyawa fenolik memiliki efek yang penting pada stabilitas oksidasi dan
keamanan mikrobiologi pangan, seperti aktivitas biologis yang berhubungan
dengan efek penghambatan pada metagenesis dan pembentukan karsinogen.
Beberapa tanaman seperti biji-bijian, minyak, legum, rempah-rempah dan teh
telah lama dikenal mengandung senyawa fenolik yang memiliki aktivitas
antioksidan. Aktivitas antoksidan senyawa fenolik dari sumber-sumber tanaman
lainnya juga terus diteliti oleh para pakar, antara lain terhadap aktivitas
antioksidan dan kandungan senyawa fenolik pada beberapa buah dan sayuran.
Senyawa fenol dalam bahan pangan menurut Harborne (1987),
dikelompokkan menjadi tiga yaitu : (1) fenol sederhana dan asam fenolat (p-
kresol, 3-etil fenol, 3,4-dimetil fenol, hidroksiquinon, vanillin, asam galat), (2)
turunan asam hidroksi sinamat (p-kumarat, kafeat, asam ferulat dan asam
klorogenat) dan (3) flavonoid (katekin, flavon, flavonol dan glikosida).
Senyawa fenol alami telah diketahui lebih dari seribu struktur. Flavonoid
merupakan golongan terbesar. Flavonoid adalah senyawa alami hasil sintesis
tanaman yang terdapat pada semua bagian tanaman seperti buah, daun, kayu dan
kulit kayu (Pratt 1992). Flavonoid dapat membantu reaksi redoks terhadap fungsi
vitamin C pada pembuluh darah, dan sebagai antioksidan yang aktivitasnya
tergantung pada bentuk, dosis, sistem enzim atau deoksidasinya. Senyawa
flavonoid dapat digolongkan menjadi 3, yaitu (1) senyawa yang dapat menangkap
radikal oksigen (misalnya kaemferol, naringenin, apigenin dan naringin), (2)
senyawa yang dapat menghilangkan pengaruh radikal oksigen (misalnya
miricetin, delpinidin atau quercetin), (3) senyawa yang bersifat sebagai
antioksidan atau prooksidan tergantung pada konsentrasinya (misalnya phoretin,
sianin, katekin, dan morin), serta (4) senyawa yang bersifat inaktif (misalnya rutin
dan phyloridin) (Pratt 1992).
Nenadis et al. (2005) meneliti komponen fenolik yang berpotensi mengikat
radikal bebas dari Olea europae. Senyawa yang teridentifikasi adalah metabolit
dari hidroksitirosol. Bond disosiasi entalpi (BDE) dari grup hidroksil dan ion
22

potensial diprediksikan sebagai donor atom H+ dan donor elektron yang


mempunyai kemampuan sebagai antioksidan. Lignan dan fenol lain mempunyai
nilai BDE tinggi antara 85,1 sampai 88,0 kkal/mol. Nilai BDE tinggi memiliki
potensi yang rendah dalam mengikat radikal. Franke et al. (2005) melakukan
penelitian terhadap pemberian orange jus yang mengandung vitamin C, flavanon
termasuk glikosida, karoten (xantophil dan criptoxantin) dan asam folat diperoleh
rasio kolesterol low density lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL)
menurun. Oleh karena itu orange jus merupakan sumber makanan yang baik
untuk meningkatkan sirkulasi dan konsentrasi komponen hidrofilik sebagai
fitokimia lipofilik. Potensi antioksidan senyawa fitokimia yang menguntungkan
adalah flavonoid (hesperetin dan narigenin predominan sebagai glikosida),
karotenoid (xantophyl, kriptoxantin, karoten) dan vitamin C (Asplund 2002).
Reddy et al. (2004) menyatakan bahwa antioksidan alami mampu mencegah
autooksidasi dari lemak dan minyak. Ekstrak tanaman yang dicampurkan pada
biskuit seperti amla (Emnlica officianalis), daun drumstick (Moringa oleife)r dan
raisin (Vitis vinifera), merupakan antioksidan alami. Semua ekstrak mampu
memberikan penghambatan. Persentase antioksidannya tinggi, dianalisis secara in
vitro, menggunakan metode β-karoten bleaching, dengan standar antioksidan
adalah buthylated hydroksi anisol (BHA). Penambahan ekstrak tanamam biji
fenugreek dan rimpang jahe yang di freeze dryer efektif mengontrol oksidasi
lemak selama penyimpanan dingin (Mansour & Khalil 2000).

Klorofil
Klorofil adalah zat warna hijau daun yang terbentuk dari proses fotosintesis
pada tumbuh-tumbuhan. Klorofil terletak pada badan-badan plastid yang disebut
kloroplas. Kloroplas memiliki bentuk yang teratur, dibawah mikroskop lensa
lemah tampak sebagai lempengan berwarna hijau. Klorofil terikat erat dengan
lipid, protein, dan lipoprotein. Molekul-molekul ini terikat dengan ikatan
monolayer. Lipid terikat karena afinitas fitol, sedangkan protein terikat karena
afinitas cincin planar porfirin yang hidrofobik. Dua persen dari seluruh karbon
yang difotosintesis oleh tumbuh-tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau
senyawa yang berkaitan erat dengannya. Flavonoid merupakan salah satu
23

golongan fenol terbesar dan merupakan kandungan khas tumbuhan hijau, yang
selalu disertai karoten (Markhan 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat
fisik-kimia klorofil adalah asam, suhu, cahaya, oksigen dan enzim (Lopes-Ayera
et al. 1992).
Ferruzzi et al. (2001) menyatakan bahwa studi mengenai absorpsi dan
metabolisme klorofil belum banyak dilakukan. Sifat klorofil yang mudah
terdegradasi oleh asam, panas, cahaya, oksigen menjadi salah satu kendala pada
studi-studi absorpsi klorofil. Disebutkan pula, bahwa hanya dalam waktu setengah
jam pada fase lambung (pH 2), lebih dari 95% klorofil a dan b berubah menjadi
bentuk feofitin (kehilangan mineral Mg), selanjutnya feofitin dimetabolisme oleh
mikroflora usus antara lain menjadi feoforbid.
Klorofil dapat diserap oleh usus dikemukakan oleh Ferruzzi et al. 2001,
dalam penelitiannya menggunakan pure bayam yang dicerna secara in vitro
(menggunakan enzim-enzim pencernaan), pada sel Caco-2 sebagai model sel
manusia. Klorofil alami terdegradasi selama pencernaan. Turunan-turunan klorofil
kemudian bergabung dengan misel lipid setelah diinkubasi dengan sel Caco-2.
Turunan-turunan klorofil yang bersifat lipolitik terakumulasi dalam sel. Oleh
karena itu diduga bahwa turunan klorofil dapat diserap secara in vivo. Egner et al.
(2001) berhasil membuktikan bahwa adanya penyerapan turunan klorofil dalam
darah. Mereka melakukan studi interfensi sodium chopper chlorophyll (SCC),
terhadap banyak manusia. Hasil intervensi dengan dosis 100 mg, 3 kali sehari
selama 4 bulan, diperoleh bahwa pada serum darah subyek ditemukan bentuk
klorin (suatu turunan klorofil), dan serum darah subyek berwarna hijau. Hal ini
belum pernah ditemukan sebelumnya dan penemuan ini menunjukkan adanya
penyerapan in vivo turunan klorofil.
Aktivitas biologis klorofil telah dilaporkan bahwa klorofil dan beberapa
turunannya memiliki kemampuan antimutagenik, antioksidan dan anti
hiperkolesterol. Egner et al. (2001) menyatakan bahwa konsumsi klorofilin atau
suplemen pangan tinggi klorofil dapat melindungi perkembangan karsinogen sel
hati atau kanker lain yang diinduksi dari lingkungan. Ferruzzi et al. (2002)
menguji kapasitas menangkap radikal bebas berbagai turunan klorofil. Klorofil
yang kehilangan logamnya pada pusat cincin porfirin, menurunkan kapasitas
24

antioksidannya. Logam yang terkelat mengakibatkan lebih terkonsentrasinya


densitas elektron di pusat cincin dan menjauhi kerangka porfirinnya, sehingga
meningkatkan kemampuannya mendonorkan elektron dari sistem porfirin yang
terkonjugasi. Klorofil yang kehilangan group fitilnya menampakkan peningkatan
antioksidasi. Kedua pernyataan di atas menunjukkan bahwa kerangka
klorin/porfirin dan keberadaan logam terkelat adalah dua hal yang penting untuk
kapasitas antioksidan. Struktur klorofil dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia klorofil (Nollet 2000)

Mekanisme antioksidasi klorofil


Endo et al. (1985) diacu dalam Prangdimurti (2007) mengemukakan tentang
mekanisme antioksidatif klorofil dan turunannya. Mereka membandingkan aksi
antioksidan antara klorofil a dan turunannya yaitu feofitin a, protoporfirin dan
Mg-protoporfirin. Keempat senyawa memperlihatkan kapasitas antioksidatif
terhadap metil linoleat dalam kondisi gelap dengan parameter bilangan peroksida
(PV) dan bilangan karbonil (CV). Klorofil dan Mg-protoporfirin memperlihatkan
aktivitas antioksidatif yang lebih besar dibandingkan feofitin dan protoporfirin
dalam hal menghambat pembentukan peroksida. Pengujian menggunakan
senyawa pirol yaitu penyusun struktur porfirin, tidak menunjukkan aktivitas
antioksidatif yang berarti. Hasil ini menunjukkan bahwa stuktur porfirin penting
untuk aksi antioksidatif klorofil dan keberadaan Mg, meningkatkan aktivitas
antioksidan klorofil. Penelusuran lebih lanjut mengenai pengaruh Mg
menyimpulkan bahwa Mg akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas
25

antioksidan klorofil jika dalam bentuk terkelat dalam struktur klorofil, bukan
dalam bentuk ionik (sebagai MgCl2).
Endo et al. (1985) memperlihatkan kemampuan klorofil dan feofitin dalam
mendegradasi hidroperoksida, yaitu dengan cara menginkubasikan dalam substrat
metil linoleat hidroperoksida. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua senyawa
tersebut tidak memiliki kemampuan mendegradasi hidroperoksida dengan
parameter bilangan peroksida dan bilangan karbonil. Kemampuan menangkap
radikal bebas 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH), menunjukkan bahwa klorofil
memiliki kemampuan menangkap (scavenger) radikal lipid yang dihasilkan
selama proses autooksidasi minyak sehingga dapat memutuskan rantai oksidasi.
Besarnya aktivitas antioksidan klorofil dengan menggunakan metode DPPH
dilaporkan oleh Kristopo et al. (2006) diacu dalam Prangdimurti (2007),
menggunakan klorofil yang diisolasi dari selaput hijau kecambah kacang hijau.
Dari hasil penelitian tersebut dilaporkan bahwa pada konsentrasi 5 x 10-5 M
aktivitas antioksidan klorofil a sebesar 10,857 + 0,277% dan klorofil b sebesar
8,937+ 0,454%.
Klorofil tertanam pada membran tilakoid dan terikat dengan protein integral
diantara lipid bilayer. Ekstraksi klorofil dipermudah dengan bantuan detergen
seperti tween 80. Tween 80 termasuk detergen ionik. Tween 80 berfungsi menekan
pembentukan feofitin pada ekstraksi klorofil, dibandingkan detergen anionik
seperti sodium dodecyl sulfate (SDS). Sodium dodecyl sulfate meningkatkan
muatan negatif pada permukaan membran kloroplas dan menghasilkan akumulasi
ion H+ sehingga pembentukan feofitin meningkat (Vargas dal Lopez 2003, diacu
dalam Prangdimurti 2007).
Jenis larutan pengekstrak juga mempengaruhi kapasitas antioksidan, kadar
klorofil larut air dan kadar total klorofil. Penambahan tween 80 sebanyak 1 % ke
dalam larutan pengekstrak meningkatkan kapasitas antioksidan dari ekstrak
aquades maupun ekstrak dengan campuran Na-sitrat. Hal ini sesuai dengan
penelitian Prangdimurti (2007) yang mengemukakan bahwa ekstrak daun suji
dengan beberapa larutan pengekstrak yang mengandung senyawa bersifat basa
menghasilkan efek kapasitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan hanya
dengan aquades.
26

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanaan selama 11 bulan, dari bulan September 2007
sampai bulan Juli 2008. Bertempat di laboratorium Institut Pertanian Bogor,
meliputi: (1) Laboratorium Kimia Keamanan dan Mutu Pangan SEAFAST
CENTER IPB, (2) Laboratorium Pengembangan Proses dan Produk Pangan
SEAFAST CENTER IPB, (3) Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan Fateta IPB.
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kacapiring yang
diperoleh di wilayah Kampus IPB Darmaga Bogor. Pemetikan dilakukan sore hari
yaitu pada pukul 17.00 dengan tujuan untuk mengurangi laju penguapan sehingga
mendapatkan sifat fisik dan kimia daun yang baik. Pemetikan daun dilakukan
secara acak pada daun yang tidak tua dan tidak muda, yaitu pada posisi nomor 3, 4
dan 5 dari pucuk daun. Daun yang sudah dipetik selanjutnya disortasi dan
disimpan di lemari pendingin pada suhu antara 4 oC sampai 8oC sebelum
dianalisis.
Alat-alat yang diperlukan seperti timbangan analitik, lemari pendingin,
freeze dyer, pH meter, waterbath, viscometer, stopwatch, pemanas listrik, tanur,
gas nitrogen, kertas kromatografi (Whatman no 1), oven, magnetik stirrer,
mikroskop, termometer, Amicon reservoir ultrafiltrasi, dan membran filter.
Sedangkan istrumen yang diperlukan seperti atomic absorption
spectrophotometer (AAS) dan spektrofotometer.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis meliputi etanol 96% (Merck),
EDTA (Merck), HCl (Merck), NaOH (Merck), KOH (Merck), H2SO4 (Merck),
petroleum eter (JT Baker), HNO3 pekat (Merck), standar Mg, Cu, Fe dan Ca
(Merck), standar glukosa (Merck), galaktosa (Merck), laktosa (Merck), rafinosa
(Merck) dan asam galakturonat (Wako), aseton (Merck), metanol (Merck), enzim
thermamyl A9972 (Sigma), pepsin 2844-01 (JT Baker), pankreatin EC 232-468-9
(Merck), CaCO3 (Merck), larutan Fehling A dan Fehling B, 2-propanol (JT Baker),
etil asetat (Merck), difenilamin (Merck), anilin (Merck), asam orthofosfat
27

(Merck), o-hidroksidifenil (Wako), natrium tetraborat (Merck), enzim


karbohidrase kompleks V2010 (Novozyme), DPPH (2,2-diphenyl-1-
picrylhydrazyl), Trolox®, Folin–Ciocalteu.

Metode Penelitian
Karakterisasi sifat fisik dan kimia daun dan gel daun kacapiring
Tahap awal penelitian dilakukan kajian sifat fungsional daun kacapiring,
meliputi karakterisasi fisik dan kimia daun segar. Karakterisasi fisik daun segar
dilakukan pengukuran terhadap dimensi daun (panjang dan lebar), menggunakan
jangka sorong, identifikasi varietas tanaman serta analisis komponen kimia.
Analisis kimia pada daun segar bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia
secara umum pada daun kacapiring yang mungkin berkaitan erat dengan
komponen penyusun gel. Analisis kimia yang dilakukan meliputi pengukuran
kadar air dan total fenol.
Daun segar disimpan dalam bentuk bubuk kering hasil pengeringan beku,
yang diayak 30 mesh. Bubuk daun dianalisis kadar air, kadar abu, kadar serat
pangan, kadar protein, kadar lemak, dan kadar mineral (Fe, Cu, Mg dan Ca).
Gambaran sifat fungsional gel daun kacapiring diperoleh dengan ekstraksi
menggunakan air minum dalam kemasan (AMDK) dan air destilasi (aquades).
Aquades dipilih sebagai larutan pengekstrak karena memberikan rendemen yang
lebih baik daripada pelarut organik (Ananta 2000), terutama untuk tujuan analisis
fisik maupun kimia, yang berkaitan erat dengan sifat fungsional yang dimiliki,
sedangkan AMDK digunakan sebagai pelarut karena telah diaplikasikan oleh
masyarakat (di Bali) untuk tujuan konsumsi. Rasio antara daun segar dan air
adalah 1:5, 1:10, dan 1:15 b/v. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik
hasil ekstraksi terbaik dengan kriteria gel yang dihasilkan tidak berbuih dan
kompak.
Daun kacapiring segar ditimbang 50,0 g, ditambahkan pelarut sesuai
perlakuan, diremas-remas sampai mengental + 10 menit. Ekstrak selanjutnya
disaring dan ditempatkan pada suhu 8oC selama + 24 jam, agar terbentuk gel yang
kompak, untuk selanjutnya diamati atribut fisik gel dengan uji subyektif
(organoleptik).
28

Uji organoleptik (mutu hedonik), dilakukan terhadap atribut gel, seperti


buih, aroma, warna, dan kekentalan. Uji hedonik (kesukaan) hanya dilakukan
terhadap atribut penerimaan secara umum (Soekarto 1985). Panelis yang
digunakan adalah panelis tidak terlatih, sebanyak 26 orang. Panelis diminta untuk
menyatakan kesan terhadap atribut gel sesuai kriteria yang disajikan dengan skala
1-7. Masing-masing panelis mendapatkan 6 buah sampel sekaligus setiap satu kali
pengujian, dengan nomor sampel yang berbeda-beda, sehingga semua sampel
mendapat kesempatan yang sama untuk diuji. Kriteria penerimaan umum
dinyatakan sebagai kesan kesukaan panelis terhadap sampel yang disajikan,
dengan tidak membandingkan antara sampel yang satu dengan yang lainnya.
Kriteria dan skala numerik untuk uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 3.
Hasil uji organoleptik setelah dianalisis dengan uji stastistik, akan
mendapatkan karakteristik subyektif gel terbaik. Gel dengan karakter subyektif
terbaik diuji sifat fisik lainnya, seperti pH, viskositas dan sineresis, yang bertujuan
untuk memperoleh gambaran sifat-sifat fisik gel terbaik yang disukai panelis
dibandingkan dengan gel daun cincau.
Derajat keasaman (pH) gel ditentukan dengan mengukur pH gel segar
dengan alat pH meter, sebanyak 25 g gel segar ditempatkan pada beker gelas. pH
meter dikalibrasi sebelum digunakan dengan pH buffer 7 dan 4, selanjutnya
dilakukan pengukuran pada sampel dengan melakukan 2 kali ulangan pembacaan.
Kekentalan (viskositas) gel diukur dengan viskometer Brookfield, sebanyak
500 ml gel segar ditempatkan pada beker gelas (2 kali ulangan). Spindel dipilih
sesuai dengan kekentalan gel. Nilai kekentalan diperoleh dengan rumus dial faktor
(faktor pembacaan) x kecepatan putar spindel (cP = sentipoise/ mili Paskal detik).
Sineresis pada gel diukur dengan menempatkan gel pada suhu ruang dan
suhu rendah, yaitu dengan menghitung perubahan berat gel setiap 1 jam selama 5
jam. Gel terbaik dicetak pada tabung silinder (panjang 4 cm dan diameter 1,9 cm).
Gel yang sudah dicetak disimpan pada suhu ruang (25oC) dan suhu rendah (8oC).
Besarnya kehilangan berat gel menunjukkan semakin cepat terjadi sineresis.
Analisis komposisi kimia pada gel bertujuan untuk mengetahui karakter
sifat kimia gel terbaik secara subyektif yang berkaitan erat dengan sifat
fungsionalnya dapat membentuk gel dan identifikasi monomer unit penyusun gel
29

serta mengetahui komposisi zat gizi dan non gizi yang dikandungnya. Analisis
kimia yang dilakukan pada gel terbaik, meliputi analisis kadar air, kadar mineral
(Fe, Cu, Mg dan Ca), kadar serat pangan, serta melakukan analisis kadar substansi
pektat yang menunjukkan persentase asam galakturonat dengan metode
spektrofotometri.

Isolasi, Fraksinasi dan Identifikasi Komponen Pembentuk Gel


Isolasi komponen pembentuk gel (KPG) dilakukan dengan mengikuti
prosedur Farida (2002) yang dimodifikasi, yaitu menambahkan larutan EDTA
0,028 M pada gel terbaik, kemudian dipanaskan 90oC selama 15 menit sampai
terbentuk endapan. Penambahan senyawa EDTA bertujuan untuk mengikat
logam-logam pada gel, sehingga komponen gel dalam keadaan bebas dan terlarut.
Gel yang telah dipanaskan disaring dengan kain saring untuk memisahkan
endapan/residu dan diperoleh filtrat. Filtrat yang mengandung KPG diasamkan
dengan HCl 0,1 N sampai pH 3 dan penambahan etanol 96% sebanyak 1:1,5,
sehingga diperoleh gumpalan isolat KPG. Isolat yang diperoleh dikeringbekukan
dan digiling sampai menjadi bubuk isolat KPG, selanjutnya dilakukan
penimbangan untuk mengetahui rendemen dengan perhitungan :
KPG %bb = (berat KPG setelah kering beku / berat gel segar) x 100

Residu hasil isolasi KPG yang berwarna hijau diamati morfologinya di


bawah mikroskop. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui morfologi
kloroplas pada endapan hasil pemanasan dan penambahan larutan EDTA serta
membandingkan dengan gel segar. Sampel (residu endapan hasil isolasi KPG)
ditempatkan pada gelas objek, selanjutnya ditutup dengan cover glass. Objek
gelas ditempatkan pada mikroskop dan dilakukan pengamatan sampai pembesaran
tertentu untuk memperoleh profil objek yang jelas.

Fraksinasi komponen pembentuk gel (Artha 2001).


Sebanyak 0,25 g isolat KPG bubuk diencerkan menjadi 100 ml dengan air
bebas ion. Larutan sebanyak 50 ml dimasukkan ke alat reservoir amicon
ultrafiltrasi, selanjutnya dialirkan gas pada tekanan 1 Psi, diaduk di atas magnetik
30

stirer pelan-pelan sampai diperoleh cairan pekat. Sisa larutan isolat KPG difiltrasi
bertahap, mulai dari 20 ml, 10 ml dan 20 ml, sehingga total sampel berjumlah 100
ml. Larutan difraksinasi dengan membran filter 5 μm. Fraksi tertahan ditampung,
dikeringkan dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan. Fraksi yang lolos
difiltrasi kembali dengan membran filter 3 μm, 1,2 μm, dan 0,6 μm.
Data berat molekul KPG ditentukan dengan melakukan perkiraan berat
molekul dengan asumsi bahwa: 1) F5: fraksi tertahan (tidak lolos) membran 5 μm
(MWCO 1000-2000 kDa), 2) F3: fraksi yang lolos membran 5 μm dan tertahan
pada membran 3 μm (MWCO 300 kDa), 3). F1,2: fraksi yang lolos membran 3 μm
dan tertahan pada membran 1,2 μm (MWCO 100 kDa), dan F0,6 : fraksi yang lolos
membran 1,2 μm dan tertahan pada membran 0,6 μm (MWCO 10 kDa).
Identifikasi monomer KPG dilakukan secara kualitatif dengan uji Fehling
dan kromatografi kertas menggunakan standar glukosa, asam galakturonat,
laktosa, rafinosa, fruktosa dan galaktosa dengan larutan indikator warna yang
terdiri dari campuran anilin, difenilamin dan asam fosfat.

Analisis komponen bioaktif


Analisis komponen bioaktif dilakukan terhadap bubuk daun dan bubuk gel,
bertujuan untuk memperoleh data tentang potensi daun dan gel yang berperan
sebagai antioksidan dalam basis kering. Data yang diperoleh dikonversi ke dalam
daun dan gel segar. Analisis komponen bioaktif meliputi analisis kadar total
klorofil dengan spektrofotometer dan analisis kualitatif fraksi ekstrak aseton
senyawa-senyawa turunan klorofil dengan kromatografi lapis tipis menggunakan
plat selulosa, analisis kadar total fenol, dan kapasitas antioksidan dengan
spektrofotometer.

Informasi zat gizi dan non gizi daun dan gel segar
Zat gizi dan non gizi pada daun dan gel hasil analisis dirangkum pada
akhir penelitian, dengan tujuan untuk memberikan informasi potensi yang
terkandung pada daun dan gel segar sebagai salah satu persyaratan komposisi zat
gizi dan non gizi pangan fungsional. Data yang diperoleh merupakan konversi
hasil-hasil analisis kimia dalam 100 gram sampel daun dan gel segar.
31

Prosedur Analisis

Metode-metode pengamatan yang digunakan dalam pengumpulan data


meliputi :

Kadar air metode oven (AOAC 1998)


Sampel ditimbang 3,0 g, dimasukkan ke dalam cawan porselin, selanjutnya
dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC hingga berat konstan.
Kadar air (% bb) = (kehilangan berat sampel/ berat sampel) x 100

Kadar abu metode gravimetri (AOAC 1998)


Sampel ditimbang 3,0 g dalam cawan pengabuan, sampel diarangkan
sampai tidak berasap. Sampel yang sudah menjadi arang dimasukkan pada tanur
suhu 600oC. Sampel yang sudah menjadi abu didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang.
Kadar abu(% bb)= (berat abu/ berat sampel) x 100

Kadar protein metode mikroKjeldahl (AOAC 1998)


Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g, ditempatkan pada labu Kjeldahl,
ditambahkan 1 gram katalisator (tablet Kjeldahl) dan 5 ml H2SO4 pekat.
Campuran didestruksi sampai cairan tampak jernih, selanjutnya dilakukan
penambahan aquades, indikator pp, antibuih dan NaOH 50 %. Hasil destruksi
kemudian didestilasi, penampung destilat adalah 50 ml HCl 0,1 N dan indikator
pp 3 tetes. Hasil destilasi ditampung hingga volume 100 ml. Destilat dititrasi
dengan NaOH 0,2 N sampai larutan berubah warna. Volume titrasi dicatat dan
blanko dibuat dengan menggunakan aquades sebagai sampel.
Protein (%bb) = volume titrasi (blanko-sampel) x N.NaOH x 14.008 x 6,25 x 100
berat sampel (g) x 1000

Kadar lemak metode ekstraksi Soxhlet (AOAC 1998)


Labu lemak sebelum digunakan di oven dan ditimbang. Sampel bubuk
ditimbang 3,0 g. Sampel dibungkus dengan kertas saring, dan diekstraksi soxhlet
32

menggunakan pelarut heksan selama 6 jam. Labu lemak hasil ekstraksi di oven
dan ditimbang sampai tercapai berat konstan.
Lemak (%bb) = (berat lemak/ berat sampel) x 100

Analisis kadar serat pangan dengan metode enzimatis. Metode fraksinasi


cepat enzimatik yang dikembangkan oleh Asp. et al. (1983) yang
dimodifikasi.

Persiapan Sampel
Sampel diukur kadar airnya (kadar air I), kemudian di oven kembali untuk
mengukur kadar air ke-2. Sebanyak 1,0 gram sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer, ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat dan dibuat menjadi
suspensi. Kemudian ditambah 100 µl enzim termamyl, ditutup dan diinkubasi
pada suhu 80oC + 15 menit dengan inkubasi bergoyang, selanjutnya diangkat dan
didinginkan serta dilakukan pengaturan pH menjadi 1,5 dengan menambahkan
HCl 4 N. Sampel selanjutnya ditambahkan enzim pepsin (0,1 mg/20 ml),
diinkubasi pada suhu 37oC, sambil diagitasi +120 menit.
Pengaturan pH dilakukan hingga tercapai pH 6,8 dengan menambahkan
NaOH 4N, kemudian ditambahkan enzim pankreatin (0,1 mg/20 ml), ditutup dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 120 menit sambil diagitasi. pH diatur sampai
4,5 dengan menambahkan HCl 4N, selanjutnya disaring menggunakan kertas
saring Whatman no 40 yang telah dikeringkan dan diperoleh berat konstan.
Penyaringan dilakukan dengan pompa vakum dan pembilasan menggunakan air
destilat sebanyak 2 x 10 ml, sehingga diperoleh residu dan filtrat.

Penentuan serat pangan tidak larut (Insoluble Dietary Fibre)


Residu yang diperoleh dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78% dan 2 x 10 ml
aseton pro analisis. Campuran larutan residu dikeringkan pada suhu 105oC,
sampai diperoleh berat konstan + 12 jam (D1=berat konstan setelah analisis dan
dikeringkan). Cawan porselin dipanaskan dalam oven 105oC (1 jam), didinginkan
dan ditimbang (C1=berat cawan porselin). Kertas saring dan residu diabukan
dalam tanur 500oC selama + 5 jam, didinginkan dan ditimbang (E1=berat setelah
diabukan).
33

Penentuan serat pangan larut (Soluble Dietary Fibre)


Filtrat ditambahkan 50 ml etanol 95% hangat (60 °C) dan diendapkan
selama 1 malam (24 jam). Endapan disaring dengan kertas saring yang diketahui
beratnya (B2=berat kertas saring), dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78% dan 2 x 10
ml aseton. Endapan dikeringkan pada suhu 105 °C semalam (sampai konstan),
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2=berat setelah dianalisis dan
dikeringkan). Cawan porselin dipanaskan dalam oven 105oC selama 1-3 jam,
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C2=berat cawan porselin),
selanjutnya kertas saring dan residu diabukan pada suhu 500 °C selama + 5 jam,
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (E2= kadar air).

Penentuan kadar serat pangan total (Total Dietary Fibre)


Kadar serat pangan total diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai serat
pangan yang tidak larut dengan serat pangan larut. Blanko dikerjakan tanpa
sampel, dengan perhitungan ;
1. % Insoluble dietary fibre (IDF) dalam % basis kering
= {D1-B1-(E1-C1)} x 100
{A x (100-KaI)}/(100 –KaII)

2. % Soluble dietary fibre (SDF) dalam % basis kering


= {D2-B2-(E2-C2)} x 100
{A x (100-KaI)}/(100 –KaII)

3. % Total dietary fibre = % IDF + % SDF


Keterangan :
A : berat sampel (g)
B : berat kertas saring (g)
C : berat cawan porselin (g)
D : berat setelah dianalisis dan dikeringkan (g)
E1 : berat setelah diabukan (g)
E2 : kadar air
Ka I : kadar air I
Ka II : kadar air II
34

Kadar karbohidrat (by difference)

% karbohidrat = 100 – kadar (air + abu + lemak +protein)

Kadar mineral Mg, Fe, Ca dan Cu, dengan atomic absorption


spectrophotometer (AAS) (AOAC 1998)

Sampel bubuk daun dan bubuk gel ditimbang 0,5 g selanjutnya diabukan
dengan metode pengabuan basah. Sampel ditempatkan pada labu Kjeldahl,
ditambahkan 5 ml HNO3 pekat dan 5 ml H2SO4 pekat, kemudian dipanaskan pada
penangas listrik di ruang asam sampai larutan tidak berwarna gelap (larutan
tampak sedikit kuning). Hasil pengabuan basah yang telah jernih didinginkan dan
dilakukan pengenceran dengan air bebas ion menjadi 100 ml menggunakan labu
takar. Larutan selanjutnya disaring dengan kertas Whatman no 42 sampai
diperoleh filtrat. Filtrat yang diperoleh dianalisis dengan AAS. Blanko dibuat
dengan air bebas ion sebagai sampel (Apriyantono 1989).
Kurva standar dibuat dengan mengencerkan 10000 mgL-1 standar logam
menjadi konsentrasi yang lebih kecil dengan rumus V1N1 = V2N2. Kadar sampel
dihitung dengan membuat kurva standar logam (regresi linier) y = ax + b, dimana
y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi.
Perhitungan kadar logam (mg/L)
Kadar (%bb) = x (konsentrasi) x fp x total volume/berat sampel (mg)
fp = faktor pengenceran

Analisis monomer komponen pembentuk gel


Sebanyak 0,1 g isolat KPG bubuk ditimbang dan dilarutkan dalam 5 ml Na-
EDTA 0,5%. Larutan isolat KPG ditambahkan enzim karbohidrase komplek 0,05
ml, selanjutnya diinkubasi pada suhu 25oC selama 60 menit sampai diperoleh
hidrolisat (McCready & McComb 1952 yang dimodifikasi). Hidrolisat diuji
kualitatif dengan menambahkan campuran larutan fehling A dan B (1:1) pada
tabung reaksi. Campuran dipanaskan selama + 10 menit pada air mendidih, dan
diamati terbentuknya endapan berwarna merah bata (Sudarmadji 1989).
Uji kualitatif berikutnya dilakukan dengan teknik kromatografi kertas
menggunakan standar glukosa, galaktosa, asam galakturonat, rafinosa, maltosa
dan fruktosa dengan konsentrasi 1%. Campuran pelarut yang digunakan adalah 2-
35

propanol, etil asetat, dan aquades (7:1:2), chamber berukuran 20 x 20 cm dan


kertas Whatman no 1. Setiap sampel dan standar diteteskan ke atas kertas
sebanyak 5 μl. Kertas kromatografi yang telah diteteskan sampel dan standar,
dimasukkan ke dalam chamber. Chamber ditutup rapat dan didiamkan selama 3
jam. Area-area spot komponen gula disemprot dengan larutan indikator warna
yaitu campuran difenilamin (4 g), anilin (4 ml) dan asam orthophosf pada oven
100 oC selama 3 menit sampai muncul spot berwarna (Gamar et al 1997).
Perhitungan laju migrasi sampel terhadap pelarut (Rf) adalah sebagai berikut :

Rf = jarak yang ditempuh komponen (titik tengah spot) x 100


jarak yang ditempuh pelarut

Penetapan substansi pektat metode kolorimetrik (McCready & McComb


1952 yang dimodifikasi).

Sampel isolat KPG ditimbang sebanyak 0,1 g, diekstrak dengan etanol 70%
10 ml. Larutan disaring dan endapan diambil, ditambahkan 40 ml reagen versen
(larutan Na-EDTA 0,5%). Larutan sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu
ruang untuk melarutkan substansi pektat. Larutan diasamkan sampai pH 3,3-5,5
menggunakan asam asetat, selanjutnya ditambahkan 0,1 ml enzim karbohidrase
kompleks (V2010) yang mengandung pektinase, silase, arabinase, selulase,
hemiselulase dan β-glukanase. Larutan diinkubasi pada suhu 25oC selama 60
menit. Volume campuran ditepatkan sampai 50 ml dengan aquades, kemudian
disaring dan diperoleh filtrat.
Filtrat dipipet 0,8 ml, kemudian ditambahkan 4,8 ml larutan tetraborat
dalam asam sulfat pekat (0,0125 M larutan Na2BaO7 dalam asam sulfat pekat).
Larutan sampel didinginkan pada penangas es sampai suhu 4oC, dan divortek.
Sampel dipanaskan dalam penagas air 100 oC selama 5 menit, dinginkan kembali
dalam penangas es sampai suhu 20 oC. Sampel kemudian ditambahkan 0,08 ml
larutan o-hidroksidifenil (0,075 g o-hidroksidifenil dilarutkan dalam NaOH 0,5%)
dan divortek. Sampel dibiarkan selama + 5 menit sampai terbentuk warna yang
sempurna. Sampel diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm.
Blanko dibuat dengan memipet 0,8 ml aquades diperlakukan sama seperti sampel
tetapi tidak ditambahkan o-hidroksidifenil.
36

Standar asam galakturonat ditimbang sebanyak 24,1 mg, ditambahkan 2 ml


NaOH 0,05 N, diencerkan hingga volume 100 ml dengan aquades. Larutan
standar dibiarkan semalam pada suhu kamar. Setiap ml larutan standar
mengandung 24,1 mg/L asam galakturonat. Kurva standar dibuat dengan
mengencerkan larutan standar menggunakan aquades. Standar dipipet 0,8 ml dan
direaksikan sama seperti pada sampel. Perhitungan kadar substansi pektat dengan
persamaan regresi y = ax + b.

Kadar (% bb) = konsentrasi ( mg/L) x volume akhir (ml) x faktor pengenceran x 100
berat sampel (mg)

Kadar klorofil (Nollet 2000)


Sebanyak 0,1 g sampel bubuk daun dan bubuk gel diekstrak dengan aseton
80 % dan ditepatkan sampai volume 10 ml pada labu takar, kemudian divortek
dan dibiarkan selama 1 malam dalam refrigerator. Sampel selanjutnya
disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, kemudian disaring
sampai diperoleh filtrat. Filtrat dibaca serapan warnanya pada panjang gelombang
645 dan 663 nm, untuk mengukur kadar total klorofil, klorofil a dan klorofil b.
Perhitungan kadar klorofil dilakukan dengan rumus :
Total klorofil (mg/L) = 20,2 A654 nm + 8,02 A 663 nm
Klorofil a (mg/L) = 12,7 A663 nm - 2,69 A 645 nm
Klorofil b (mg/L) = 22,9 A645 nm - 4,68 A 663 nm
Separasi dan identifikasi ekstrak aseton 99,9% pada bubuk daun dan bubuk
gel menggunakan plat TLC selulosa. Larutan pengembang yang digunakan adalah
petroleum eter-aseton-n-propanol dengan rasio 90 : 10 : 0,45. Plat TLC selulosa
terlebih dahulu diaktifkan dengan pengeringan plat pada oven suhu 105oC selama
minimal 45 menit. Ekstrak diaplikasikan pada plat sebanyak 1 µl kemudian
dimigrasi di ruang tertutup.
Spot-spot yang terpisah pada plat TLC, diidentifikasi dengan cara
mengamati warna spot yang terbentuk dan menghitung nilai Rf masing-masing
spot, kemudian membandingkannya dengan tabel standar (Tabel 2). Tabel 2
menunjukkan berbagai warna spot pigmen dan nilai Rf turunan klorofil.
Spot-spot yang diperoleh, dikerok dan dilarutkan dengan pelarut organik
aseton (spot yang diduga klorofil a, klorofil b dan feofitin), etanol 99% pada spot
37

yang diduga lutein dan heksan pada spot yang diduga karoten. Spot dilarutkan
sampai volume 10 ml, kemudian disaring dan dibaca spektrumnya pada panjang
gelombang 350 nm sampai 750 nm dengan spektrofotometer.

Tabel 2 Standar nilai Rf dan posisi relatif turunan klorofil dan beberapa pigmen lain pada
plat TLC selulosa
No Komponen Warna Nilai Rf
a
I II b
1 β-karoten orange, kuning 0,98
2 Feofitin a abu-abu 0,90 0,93
3 Changed klorofil a-1 bebas Mg abu-abu
4 Lutein kuning
5 Feofitin b kuning 0,73 0,80
6 Changed klorofil a-2 bebas Mg abu-abu
7 Changed klorofil b-1 bebas Mg kuning
8 Klorofil a’ biru-hijau
9 Changed klorofil b-2 bebas Mg kuning
10 Changed klorofil 0-1 biru-hijau 0,54 0,60
11 Klorofil b’ kuning
12 Etil klorofilid a biru-hijau
13 Klorofil b kuning-hijau
14 Changed klorofil a-2 biru-hijau
15 Klorofil b kuning-hijau 0,31 0,35
17 Feoforbid a abu-abu 0,18
18 Feoforbid b kuning, coklat 0,08
19 Klorofilid a biru-hijau 0,03
20 Klorofilid b kuning 0,01
a. Bacon et al. (1967) b. Sytahl (1969), diacu dalam Prangdimurti (2007).

Total fenol (Sakanaka et al. 2003).

Sebanyak +0,1 gram sampel daun segar, bubuk daun, gel segar dan bubuk
gel diekstrak dengan 5 ml aqueus methanol 85%, dihomogenkan dan disentrifus
3000 rpm selama 15 menit, hingga diperoleh supernatan. Supernatan disaring dan
diperoleh filtrat. Filtrat ditera sampai volume 5 ml dalam labu takar. Filtrat dipipet
0,4 ml ditempatkan pada tabung reaksi, ditambahkan 0,4 ml reagen Folin–
Ciocalteu, divortek hingga homogen dan didiamkan 6 menit sebelum
ditambahkan 4,2 ml 5% larutan sodium karbonat. Sampel didiamkan 90 menit
pada suhu ruang sebelum dibaca serapan warnanya pada panjang gelombang 760
nm. Kurva standar dibuat dengan melarutkan asam galat dalam metanol 85%
dengan berbagai konsentrasi 10-100 mgL-1. Perhitungan kadar total fenol
menggunakan rumus persamaan regresi kurva standar asam galat y = ax + b. Data
hasil perhitungan dinyatakan dalam satuan gallic acid equivalent (GAE)/ 100 g.
38

Kapasitas antioksidan ( Blois 1958 dalam Hanani et al. 2005)

Kurva standar Trolox® dibuat berbagai konsentrasi dari 0 mgL-1 sampai 100
mgL-1. Sampel bubuk daun dan bubuk gel ditimbang + 0,025 g, diencerkan
menjadi 10 ml dengan metanol 99,9%, divortek, disentrifuge 3000 rpm 15 menit,
disaring sampai diperoleh filtrat. Filtrat dipipet sebanyak 0,25 ml ditambahkan
metanol 0,25 ml (total volume sampel 0,5 ml) dan standar dipipet 0,5 ml
ditambahkan 3,5 ml DPPH 0.1 mM (dalam pelarut metanol 99,9%) pada tabung
reaksi, kemudian divorteks. Sampel diinkubasi pada suhu 25oC selama 30 menit,
selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Kapasitas
antioksidan dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier y = ax + b
dari kurva standar Trolox®. Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam satuan mg
berat kering sampel setara dengan mMol Trolox®, yaitu dengan melakukan
konversi satuan dari mgL-1 menjadi mMolar (g/BM Trolox®)/mg berat kering,
dimana berat molekul (BM) Trolox®) adalah 250,3.

Teknik analisis data


Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali ulangan dengan rancangan Acak
Lengkap (RAL). Data organoleptik dianalisis menggunakan software SAS 9.1 dan
diuji lanjut dengan uji Duncan. Model persamaannya sebagai berikut :
Yij = μ + τ i + εij
dimana :
Yij : respon pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
µ : nilai tengah umum
τi : pengaruh perlakuan ke-i (i= 1,2,3,..) yaitu (rasio jenis dan
konsentrasi air terhadap jumlah daun)
εij : galat dalam percobaan akibat perlakuan ke-i dan ulangan
ke-j.
Data analisis kimia yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan
statistik deskriptif dengan menampilkan nilai rata-rata dan standar deviasi.
39

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Sifat Fisik-Kimia Daun dan Gel Daun Kacapiring

Karakteristik Fisik-Kimia Daun Kacapiring

Pra penelitian diawali dengan survei tanaman kacapiring di wilayah Bogor


dan sekitarnya. Hasil survei menunjukkan bahwa tempat pengambilan sampel di
kampus IPB Darmaga. Identifikasi varietas tanaman dilakukan di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, dengan hasil identitas varietas tanaman
kacapiring adalah kelompok Rubiaceae dengan nama ilmiah Gardenia
Jasminoides Ellis.
Pengamatan terhadap dimensi daun, meliputi panjang dan lebar daun. Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa daun kacapiring memiliki panjang antara 5 cm
sampai 20 cm dengan lebar antara 4 cm sampai 5 cm. Lemmens dan Soetjipto
(1999) menyebutkan bahwa daun kacapiring memiliki panjang antara 5 cm
sampai 15 cm dan lebar antara 2 cm sampai 7 cm. Karakteristik kimia daun diuji
dengan analisis proksimat dan kadar mineral. Hasil analisis kimia daun kacapiring
dapat dilihat pada Tabel 3 dan data analisis selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 1.

Tabel 3 Komposisi kimia daun kacapiring segar


Parameter Satuan Kadar
bb bk
Kadar air % 67,29+0,09 -
Kadar Lemak % 2,40+0,01 7,35+0,03
Kadar Protein % 4,85+0,06 14,83+0,19
Kadar Karbohidrat (by difference) % 23,67+0,13 72.41+0,12
Serat Pangan % 8,17+0,23 24,98+0,72
Kadar Abu % 1,76+0,04 5,39+0,14
Mineral Ca (mgKg-1) 6532,51+16,12 19.974,70+49,31
-1
Mineral Mg (mgKg ) 1394,21+12,64 4263,15+38,66
Mineral Fe (mgKg-1) ttd ttd
Mineral Cu (mgKg-1) ttd ttd
Keterangan : ttd = tidak terdeteksi, bb= basis basah, bk=basis kering

Daun kacapiring segar mengandung kadar air sebesar 67,29 %bb. Kadar air
daun kacapiring masih lebih kecil dibandingkan dengan kadar air daun cincau
hijau (Cyclea barbata L. Miers), yaitu 75,33 %bb (Farida 2001), 73,88% (Jacobus
2003), dan 79,45 %bk pada cincau hijau jenis Premna oblongifolia Merr. Hal ini
disebabkan oleh varietas tanaman yang berbeda serta tekstur daun kacapiring yang
40

lebih keras, sehingga daun kacapiring mengandung jumlah padatan yang lebih
besar dibandingkan daun cincau. Padatan ini umumnya termasuk komponen
protein, lemak, mineral, dan karbohidrat.
Daun kacapiring dikeringkan dengan pengeringan beku, untuk analisis
kandungan kimia selain kadar air. Pengeringan dengan teknik ini bertujuan untuk
meminimalisir perubahan sifat kimia selama perlakuan dan mencegah kerusakan
lebih lanjut jika disimpan pada refrigerator, sehingga memberikan umur simpan
yang lebih panjang, serta mengurangi kehilangan komponen bioaktif tanaman
(Vanamala et al. 2005). Daun yang telah dikeringkan dan digiling sampai menjadi
bubuk memiliki rendemen 23,10% (Lampiran 2). dengan kadar air sebesar 8,38%
bb. Oleh sebab itu bubuk daun kacapiring ini termasuk bahan pangan yang dapat
disimpan dalam waktu yang lama, karena keberadaan air terikat secara kimia sulit
dilepaskan selama proses pengeringan. Bubuk daun kacapiring memenuhi kriteria
bahan kering dengan kadar air maksimal 10 % (Winarno 1997).
Hasil analisis kadar abu menunjukkan bahwa daun kacapiring mengandung
kadar abu sebesar 5,39 %bk. Kadar abu pada daun kacapiring lebih rendah dari
daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers) hasil penelitian Farida (2002), yaitu
8,47 %bk, Wylma (2003), yaitu sebesar 9,35 %bk. Hal ini disebabkan oleh jenis,
varietas daun serta kandungan mineral yang berbeda sehingga mempengaruhi
kadar abu.
Kadar lemak daun kacapiring yang diekstraksi menggunakan pelarut
heksan, diperoleh sebesar 7,35 %bk. Kadar lemak daun kacapiring lebih tinggi
dibandingkan dengan daun cincau (Cyclea barbata L. Miers), yaitu sebesar 0,93
%bk (Farida 2002). Hal ini diduga oleh adanya lapisan lilin dan komponen yang
bersifat non polar lebih dominan sehingga terlarut semua dalam pelarut dan
terhitung sebagai total lemak.
Kadar protein daun kacapiring diperoleh sebesar 14,83 %bk. Nilai ini masih
lebih rendah dari kadar protein daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers), yaitu
sebesar 17,02 % bk (Wylma 2003), 23,51%bk (Farida 2002). Kadar protein daun
kacapiring masih lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar protein beberapa
jenis daun (Depkes RI 2001), seperti bayam (26,71% bk), daun mangkokan
(18,5% bk), dan daun poh-pohan (19,84%).
41

Hasil analisis kadar karbohidrat daun kacapiring diperoleh sebesar 72,41%.


Kadar karbohidratnya hampir sama dengan daun cincau hijau (Cyclea barbata L.
Miers) yaitu 67,09 %bk (Farida 2002), dan daun ubi jalar (67,97%), namun lebih
tinggi dari kadar karbohidrat beberapa jenis daun lain (Depkes RI 2001), seperti
bayam (49,61%), daun katuk (57,89%), daun poh-pohan (54,76%), dan daun
singkong (57,01%).
Salah satu faktor gelasi dalam ekstraksi daun cincau adalah keberadaan
mineral yang memiliki valensi 2 atau lebih (Untoro 1985). Hasil pengukuran
terhadap kadar mineral daun kacapiring, menunjukkan bahwa mineral Cu dan Fe
tidak terdeteksi. Mineral yang dominan adalah kalsium, yaitu sebesar 19.974,70
mgKg-1 bk. Kadar kalsium daun kacapiring apabila dibandingkan dengan kadar
kalsium beberapa jenis daun (Depkes RI 2001), daun kacapiring memiliki kadar
kalsium yang lebih rendah dibandingkan bayam (20.381,67 mgKg-1bk) dan daun
poh-pohan (59.047,62 mgKg-1bk), namun lebih tinggi dari daun cincau (4053.50
mgKg-1bk), dan daun singkong (7236,84 mgKg-1bk).
Daun kacapiring mengandung magnesium sebesar 4263,15 mgKg-1bk.
Magnesium merupakan mineral yang terikat pada cincin tetrapirol senyawa
klorofil (Gross 1991). Kadar magnesium pada daun kacapiring dibandingkan
dengan beberapa jenis daun tanaman lain, memiliki kadar yang lebih tinggi dari
daun seledri (3771,43 mgKg-1bk), selada (1980,76 mgKg-1bk) dan brokoli (18,28
mgKg-1bk), namun masih lebih rendah dari daun bayam (6480,91 mgKg-1bk).

Karakteristik Gel Daun Kacapiring

Ekstraksi adalah metode pemisahan dimana komponen-komponen terlarut


dari suatu campuran dipisahkan dari komponen yang tidak larut dengan pelarut
yang sesuai. Metode sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah dengan
mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan
padatan tidak terlarut.
Ananta (2000) melaporkan bahwa air merupakan pelarut universal dan
terbaik untuk mengekstrak daun cincau, karena air mampu memberikan rendemen
terbesar dibandingkan pelarut etanol atau heksan. Gel daun kacapiring diperoleh
melalui ekstraksi air secara tradisional yang biasa diterapkan oleh masyarakat. Gel
daun kacapiring memiliki nilai pH 4,68+0,01. Hal ini dapat diduga bahwa gel
42

tersebut merupakan polisakarida linier bermuatan, karena mampu memberikan


kekentalan yang cukup baik. Ekstraksi daun pada penelitian ini dilakukan dengan
rasio daun dan pelarut, yaitu 1:5, 1:10 dan 1:15 b/v, mengacu pada hasil penelitian
ekstraksi daun cincau (Ananta 2000) dengan karakteristik gel terbaik adalah
dengan perbandingan daun dan pelarut 1:10 b/v. Teknik ekstraksi dilakukan
secara tradisional, yaitu peremasan daun selama 10 menit pada 50 g daun segar.
Ekstraksi menggunakan alat penghancur dengan kecepatan no 1 selama 2 menit
tidak mampu menghasilkan bentuk gel melainkan terbentuk buih. Gelasi tidak
terjadi karena pengaruh gaya dan panas yang kontinyu saat proses, sehingga
asosisasi ikatan silang antar polimer tidak terjadi.

Karakteristik Organoleptik Gel Daun Kacapiring


Karakteristik gel dengan perlakuan terbaik akan dilanjutkan ke tahap
penelitian berikutnya, untuk mengetahui komposisi kimia dan potensi zat gizi dan
non gizi yang terdapat pada gel dengan melakukan uji subyektif (untuk
mengetahui penerimaan panelis terhadap produk gel) dan uji obyektif (untuk
mengetahui komposisi kimia gel). Keenam perlakuan kombinasi diujikan secara
organoleptik kepada 26 orang panelis tidak terlatih melalui uji kesukaan (hedonik)
terhadap atribut penerimaan umum dan uji mutu hedonik terhadap atribut lainnya.
Data hasil pengamatan secara subyektif dapat dilihat pada Tabel 4 dan data
analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 4 Hasil pengujian organoleptik gel daun kacapiring dengan rasio jenis dan
jumlah pelarut yang berbeda
Perlakuan Nilai rata-rata pengujian organoleptik
Uji Mutu Hedonik Uji Hedonik
Daun : Buih Warna Aroma Kekentalan Penerimaan
Pelarut Ekstrak Umum
Aquades
1:5 1,9d 6,1ab 4,0b 5,7a 3,1b
b a a b
1:10 3,1 6,3 5,5 4,2 4,8a
a b a b
1:15 6,0 6,0 5,6 4,5 5,3a
AMDK
1:5 1,1e 5,1c 3,7b 5,4a 2,8b
c ab b a
1:10 2,2 6,2 4,1 5,9 4,6a
b b b a
1:15 3,0 5,9 3,5 5,6 4,9a
Keterangan : Notasi huruf yang sama dalam satu kolom menyatakan perbedaan yang tidak nyata pada taraf uji
5%. AMDK= air minum dalam kemasan. buih (1= sangat berbuih ; 7= sangat tidak berbuih), aroma (1=
sangat tidak khas daun ; 7= sangat khas daun), warna (1= sangat tidak hijau; 7= sangat hijau), kekentalan (1=
sangat tidak kental ; 7= sangat kental), penerimaan umum (1=sangat tidak suka ; 7= sangat suka).
43

Buih
Buih adalah sistem dua fase yang mengandung udara pada lapisan lemak
(fase lamelar). Buih merupakan sistem kompleks antara campuran gas, cairan,
padatan dan senyawa penurun tegangan permukaan/ surfaktan (Zayas 1997).
Buih yang terbentuk pada ekstrak tanaman mengindikasikan bahwa tanaman
tersebut mengandung senyawa saponin (Harborne 1997). Saponin adalah
glikosida triterpena, yang merupakan kelompok senyawa aktif permukaan dan
bersifat seperti sabun. Buih digunakan sebagai salah satu atribut pengamatan
visual yang dilakukan, karena sangat mempengaruhi penampilan fisik gel dan
penerimaan konsumen. Hasil pengamatan terhadap 6 perlakuan, menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan (p<0,05), terutama perlakuan AQ
1:15 memiliki nilai tertinggi 6,0 dengan kriteria tidak berbuih sedangkan AMDK
1:5 dengan nilai 1,1 (sangat berbuih). Ekstraksi dengan air minum dalam kemasan
menghasilkan buih yang lebih banyak. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kandungan mineral pada AMDK lebih banyak sehingga menyebabkan tegangan
permukaan larutan ekstrak semakin rendah dan komponen protein pada sampel
akan menyerap udara dipermukaan sehingga terbentuk buih. Hasil uji lanjut
dengan uji Duncan menunjukkan bahwa semua perlakuan memiliki pengaruh
yang nyata kecuali pada perlakuan AQ 1:10 dengan AM 1:15 menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Warna
Warna hijau pada gel hasil ekstraksi daun disebabkan oleh pigmen alami
tanaman yaitu klorofil dan turunannya (Harborne 1987). Turunan klorofil
terutama klorofil b bersifat lebih mudah larut dalam air sehingga memberikan
warna hijau pada semua perlakuan. Hasil analisis ragam uji mutu hedonik
terhadap parameter warna, menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Skor
rata-rata berkisar antara 5,2 (AMDK 1:5) sampai 6,4 (AQ 1:10), dengan kriteria
penilaian warna gel adalah dari berwarna hijau sampai sangat hijau. Hasil
pengamatan terhadap warna keenam perlakuan menunjukkan bahwa ekstraksi
menggunakan aquades memberikan warna yang lebih hijau dibandingkan dengan
air minum dalam kemasan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh mineral yang
menyebabkan gugus Mg tergantikan pada inti cincin tetrapirol sehingga terjadi
44

feofitinasi (klorofil kehilangan atom Mg) yang mengurangi warna hijau (Ferruzzi
et al. 2001). Logam mineral juga sebagai salah satu katalisator yang mempercepat
terjadinya proses oksidasi, sehingga adanya logam yang lebih banyak pada air
minum dalam kemasan diduga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan warna
gel masih kurang hijau dibandingkan gel yang diekstrak dengan aquades.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap atribut warna dapat diketahui bahwa
perbedaan jenis air memberikan pengaruh nyata antara AQ 1:10 dengan AM 1:5
dan AM 1:15. Perlakuan dengan aquades diperoleh perbedaan yang nyata terdapat
pada perlakuan AQ1:10 dengan AQ1:15, sedangkan pada pelakuan air minum
dalam kemasan perbedaan nyata terletak pada semua perlakuan antara 1:5 dengan
1:10 dan 1:5 dengan 1:15.

Aroma
Aroma pada gel daun kacapiring kemungkinan disebabkan oleh komponen
volatil, seperti lynalool dan styrolyl (Dalimartha 2005). Komponen ini adalah
kelompok senyawa aromatik (terpenoid) yang sangat dipengaruhi oleh jenis
larutan pengekstrak dan teknik isolasi. Rappet et al.(1977) diacu dalam Angel et
al. (2002), menyatakan bahwa asam fenolat merupakan prekusor senyawa volatil
yang memberikan aroma berbeda pada wine, dan bertanggungjawab terhadap
reaksi pencoklatan. Kustamiyati (1994), menyebutkan bahwa aroma pada teh
disebabkan oleh komponen glikosida yang terurai menjadi gula sederhana dan
senyawa beraroma, proses pengolahan membentuk substansi aroma baru, juga
oleh oksidasi karotenoid yang menghasilkan senyawa mudah menguap.
Skor penilaian aroma berkisar antara 3,5 sampai 5,6. Kriteria aroma yang
dinilai panelis adalah netral dan agak khas aroma daun. Hasil analisis ragam
terhadap aroma, menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Nilai rata-rata
tertinggi pada perlakuan AQ 1:15 dengan kriteria khas daun dan terendah pada
AMDK 1:15 dengan kriteria mendekati netral. Perbedaan yang nyata terdapat
pada perlakuan AQ 1:10 dan AQ1:15 dengan 4 perlakuan lainnya.
Ekstraksi daun dengan AMDK memberikan penilaian terhadap aroma yang
lebih rendah dibandingkan dengan aquades. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
keberadaan mineral pada AMDK yang mempercepat proses oksidasi, dan
45

menurunkan sifat fungsionalnya dalam menghasilkan aroma, sehingga aroma


yang terdeteksi lebih lemah daripada perlakuan AQ.

Kekentalan Ekstrak
Kekentalan suatu larutan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
konsentrasi hidrokoloid, ion logam, pH, dan hubungan sinergisme/antagonisme
senyawa kompleks pada larutan gel. Tegangan permukaan yang menurun akan
memberikan kesempatan bagi senyawa polimer berinteraksi dan lebih aktif
membentuk struktur tiga dimensi (Fardiaz 1989).
Hasil analisis ragam terhadap kekentalan, menunjukkan perbedaan yang
nyata (p<0,05). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, dapat diketahui bahwa
perlakuan AMDK dengan aquades berpengaruh nyata pada konsentrasi 1:10 dan
1:15 dengan perlakuan lainnya, sedangkan konsentrasi masing-masing pelarut
tidak berpengaruh nyata. Nilai kekentalan tertinggi diperoleh pada perlakuan
AMDK 1:10 dengan kriteria kental dan nilai paling rendah pada perlakuan AQ
1:10 dengan kriteria netral.
Ekstrak yang lebih kental pada perlakuan AMDK, kemungkinan disebabkan
oleh keberadaan logam divalen seperti Ca dan Mg yang menyebabkan lebih
banyak polimer berinteraksi dengan ion logam mineral melalui ikatan ionik,
sehingga menghasilkan kekentalan gel dengan nilai lebih kental dibandingkan
perlakuan dengan AQ.

Penerimaan Secara Umum


Hasil analisis ragam penerimaan secara umum, menunjukkan adanya
pengaruh yang nyata (p<0,05), terhadap ke-6 sampel yang diujikan. Nilai rata-rata
tertinggi diperoleh pada perlakuan AQ 1:15, termasuk kriteria agak suka
sedangkan yang lainnya bervariasi dari yang menyatakan netral sampai tidak suka.
Perlakuan terbaik hasil uji organoleptik, ditentukan berdasarkan kriteria gel
yang kompak, tidak berbuih dan memiliki nilai rata-rata tertinggi dari beberapa
atribut yang diujikan. Penampilan fisik gel terbaik dengan nilai tertinggi yang
disukai oleh panelis, yaitu pada perlakuan dengan AQ1:15. Hal ini disebabkan
oleh gelasi terjadi lambat, dan dengan bantuan pendinginan membentuk gel yang
kompak. Daun yang diekstrak dengan jumlah pelarut yang lebih dalam rentang
46

waktu ekstrak yang sama, maka komponen gel terekstrak lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah pelarut yang terbatas karena ekstrak mengalami
gelasi dengan cepat dan ekstraksi menjadi tidak maksimal.

Analisis fisik gel terbaik


Gel terbaik dilakukan analisis sifat fisik, meliputi pH, kekentalan dan
sineresis (Lampiran 4). Nilai pH rata-rata pada gel terbaik adalah 4,68, lebih
rendah dari pH gel cincau hijau yaitu 5,55 (Untoro 1985). Kekentalan gel daun
kacapiring diukur dengan viskometer Brookfield spindel no 2 dengan kecepatan 6
rpm yaitu 71,50 x 50 cP (centipoise). Viscositas gel daun cincau Cyclea barbata
L. Miers pada konsentrasi 5% diperoleh angka 95,57 x 50 cP (centipoise),
sehingga gel daun kacapiring dengan perlakuan terbaik masih kurang kental
dibandingkan cincau. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi
hidrokoloid yang lebih rendah pada daun kacapiring dan volume pelarut yang
berbeda sehingga mempengaruhi kekentalan gel.

suhu ruang suhu rendah

50
45,12
kehilangan berat gel (%)

y = 7.816x + 1.838
40 R 2 = 0.9209 30,47
30 20,92 23,06
18,72
20 17,32
12,61 13,38
10 8.30 y = 5.274x - 2.754
1.89 R 2 = 0.9957
0
1 2 3 4 5 6
waktu (jam)

Gambar 3 Pengaruh waktu pembentukan dan penyimpanan gel pada suhu ruang (25oC)
dan suhu rendah (8oC) terhadap kehilangan berat gel selama 5 jam
pengamatan.

Pengujian terhadap sineresis gel dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh


informasi waktu pembentukan gel dan kehilangan berat gel selama penyimpanan.
Gel dengan perlakuan terbaik diukur waktu pembentukan gelnya menggunakan
pipa silinder, panjang 4,6 cm, diameter dalam 1,9 cm dan diameter luar 2,2 cm,
diukur dengan menempatkan gel pada kondisi suhu yang berbeda yaitu pada suhu
ruang 25oC dan suhu rendah 8oC. Hasil pengamatan selama 5 jam terhadap
47

perubahan berat gel dalam cetakan terlihat pada Gambar 3 dan data analisis
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.
Gambar 3 menunjukkan bahwa gel yang disimpan pada suhu dingin lebih
cepat mengalami kehilangan berat dibandingkan pada suhu ruang. Hal ini
disebabkan pada suhu dingin tekstur gel lebih cepat mengalami pengerutan,
membentuk daerah ikatan yang kuat sehingga air yang berada di daerah ikatan
keluar dari matrik gel (Untoro 1985).
Faktor lain yang mempengaruhi konformasi gelasi pada daun adalah derajat
keasaman (pH) pelarut (Glicksman 1969). Aquades yang digunakan memiliki pH
rata-rata 6,24. Derajat keasaman pada saat gelasi mengalami penurunan karena
terbentuknya asam, hal ini menyebabkan pH menurun menjadi 4,68. Menurut
Alipingdiah (1979) derajat keasaman akan mempengaruhi derajat hidrasi koloid
dan kecepatan pembentukan gel atau setting time.
Gelasi yang terbentuk dengan adanya pengaruh pH menjadi lebih cepat
dengan perbandingan air yang lebih sedikit. Hasil pengamatan diketahui bahwa
pH pelarut yang baik untuk mempertahankan konsistensi gel dan mengurangi
sineresis selama disimpan pada suhu rendah adalah 6,24. Gel yang terbentuk
berwarna hijau dan tidak mengalami reaksi pencoklatan. Menurut Minawati
(1985) diacu dalam Nasution (1999) semakin rendah pH air pengekstrak, maka
semakin lama waktu pembentukan gelnya dan warna gel sedikit berwarna
kecoklatan.
Sineresis merupakan peristiwa pembebasan atau pelepasan medium
pendispersi secara spontan sekalipun pada kelembaban udara yang tinggi dan suhu
yang rendah. Whitney (1941), diacu dalam Untoro (1985) menyatakan bahwa
sineresis disebabkan oleh adanya kontraksi akibat terbentuknya ikatan-ikatan baru
antara polimer dari struktur gel. Glicksman (1984) menggunakan istilah mengerut
(shrinked) yang cenderung memeras air termobilisasi di dalam gel.

Karakteristik Kimia Gel Daun Kacapiring

Gel terbaik hasil uji sensori mempunyai kadar air sebesar 98,75% bb
(Lampiran 7). Komponen potensial lain pada gel diukur dengan melakukan
analisis kadar serat pangan dan kadar substansi pektat, kadar mineral dan
komponen aktif lainnya. Gel segar dikeringkan menjadi bubuk pada freeze dryer.
48

Gel terbaik sebanyak 300 gram yang dikeringkan diperoleh gel kering rata-rata
2,91 g (Lampiran 8), dengan kadar air sebesar 8,53 %.

Kadar Serat Pangan


Hasil pengamatan terhadap kadar serat pangan daun kacapiring disajikan
pada Tabel 5 dan data analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Kadar
total serat serat pangan pada daun adalah 24,98 %bk. Serat pangan terlarut
komposisinya lebih besar dibandingkan serat pangan tidak larut. Kadar serat
pangan total daun kacapiring setara dengan kadar serat tidak larut jeruk nipis
Meksikan (Ubando-Rivera et al. 2005) yaitu 21,89% bk. Hasil identifikasi serat
larut pada jeruk terdiri dari gula netral dan asam uronik sedangkan serat tidak larut
mengandung gula netral, lignan dan asam uronik. Hasil analisis total serat pangan
terhadap gel daun kacapiring diperoleh kadar sebesar 1,13 %bb, terdiri atas 0,73
%bb serat larut dan 0,39 %bb serat tidak larut.
Terkait dengan hasil analisis kadar serat pangan, dimana serat pangan
terlarut proporsinya lebih besar dari serat pangan tidak larut dan umumnya serat
pangan terlarut terdiri atas pektin, gum dan hemiselulose terlarut, maka dilakukan
uji substansi pektat dengan melakukan isolasi komponen gel untuk
menghilangkan komponen-komponen pengganggu yang terikat pada gel seperti
klorofil, mineral dan komponen lainnya. Analisis substansi pektat menunjukkan
persentase asam galakturonat yang merupakan unit monomer komponen serat
pangan larut yaitu polimer pektin.

Tabel 5 Komposisi serat pangan daun dan gel kacapiring serta kadar substansi pektat
Sampel Total Serat Serat Larut Serat Tak Larut
%bk %bb %bk %bb %bk %bb
Daun 24,98+0,72 8,17+0,24 18,52+0,57 6,06+0.19 6,46+0,17 2,11+0,05
Gel 90,61+1,02 1,13+0,01 58,94+1.01 0,74+0,01 31,67+0,03 0.39+0,00
Total Isolat KPG Substansi Pektat
Isolat %bk %bb %bk %bb -
KPG 89,52+0.44 1,11+0,01 56,53+0,61 0.62+0,00

Hasil analisis substansi pektat menunjukkan persentase yang cukup tinggi


yaitu 56,53+0,61% bk (Lampiran 10). Kadar substansi pektat umumnya sebesar
0,5-4% dari berat basah tanaman, sehingga komponen pembentuk gel pada daun
kacapiring dapat dikatakan adalah kelompok pektin. Hasil analisis substansi
49

pektat, terkait dengan fraksi serat pangan dari daun kacapiring dan kemungkinan
sebagian besar adalah kelompok pektin karena mampu membentuk gel.
Nawirska dan Kwasniewska (2005) meneliti fraksi serat pangan pada buah
dan sayur seperti wortel, cherry, pir dan apel. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa fraksi komponen yang diperoleh seperti selulose, hemiselulose, pektin dan
lignin dengan kadar bervariasi. Fraksi yang dianalisis jumlahnya paling kecil
adalah pektin (3,88-11,7 %bk). Kadar selulosa tertinggi ditemukan pada buah apel
(43,6 %bk), buah pir mengandung selulosa (34,5 %bk) dan wortel (32,2 %bk).
Kadar lignin yang tinggi ditemukan pada buah cherry (69,4 %bk). Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa bahan pangan yang memiliki kemampuan
membentuk gel harus mengandung komponen serat pangan larut lebih tinggi
terutama komponen pektin dengan kadar substansi pektat lebih besar dari 50%.

Kadar Mineral Gel Daun Kacapiring


Kadar mineral yang memiliki valensi 2, diduga sebagai salah satu faktor
yang bisa membantu peristiwa gelasi dengan mekanisme membentuk jembatan
garam/ionik sehingga gugus aktif polimer yang awalnya berjauhan bisa saling
berdekatan membentuk matrik tiga dimensi (Glicksman 1969).

Tabel 6 Komposisi mineral gel daun kacapiring


Parameter Kadar (mgKg-1)
Bb bk
Mineral Ca 67,7682 + 0,86 5429,71 + 68,98
Mineral Mg 34,9547 +1,38 2800,63 + 110,96
Mineral Fe ttd ttd
Mineral Cu ttd ttd
Keterangan : ttd = tidak terdeteksi, bb = basis basah, bk = basis kering

Hasil pengukuran kadar mineral gel daun kacapiring (Tabel 6),


menunjukkan bahwa mineral Fe dan Cu tidak terdeteksi, sedangkan kadar mineral
Mg dan Ca diperoleh dengan jumlah mineral Ca lebih tinggi dibandingkan
mineral Mg yaitu, 5429,71 dan 2800,63 mgKg-1bk. Tang et al. (1995) menyatakan
bahwa gel yang dibentuk dengan penambahan ion Ca2+ lebih kuat dibandingkan
dengan ion Mg2+ karena perbedaan ukuran kation, dimana ion Ca2+ mempunyai
diameter 0,099 nm, kira-kira 1,5 kali lebih besar dari ion Mg2+, sehingga mineral
Ca2+ lebih berperan dalam mekanisme gelasi dibandingkan Mg2+. Ion Ca2+ sangat
50

efektif pada pembentukan kompleks dengan karbohidrat. Hal ini sebagian besar
karena radius ioniknya cukup besar yaitu 0,1 nm, sehingga dapat berkoordinasi
dengan ruang atom oksigen seperti dalam banyak gula, dan karena sifatnya yang
fleksibel dengan arah ikatan koordinasinya (Walter 1991).
Ion Ca2+ di dalam jaringan tanaman, 90% berada pada kondisi terikat atau
tidak larut. Sebanyak 50 sampai 70% terikat dalam bentuk yang mudah digantikan
oleh NaCl. Ion Ca2+ adalah elemen esensial dalam mekanisme gelasi pada pektin
bermetoksi rendah (Walter 1991). Derajat esterifikasi yang rendah pada pektin
memerlukan Ca2+ semakin sedikit untuk mencapai tekstur yang diinginkan. Ion
Ca2+ yang ditambahkan pada bahan pangan dalam bentuk garam seperti CaCl2,
dan CaCO3. Kemampuan ion Ca2+ untuk membentuk kompleks yang tidak larut
berhubungan dengan gugus karboksil bebas pada rantai pektin. Ikatan ion Ca2+
melibatkan gugus fungsi lain, terutama penambahan gugus karboksil, sehingga
terjadi interaksi yang kuat antara Ca2+ dan atom oksigen lain pada pektin.
Gel daun cincau hijau, natrium alginat dan pektin bermetoksi rendah
mempunyai mekanisme pembentukan gel secara kimia dengan bantuan mineral
tertentu, misalnya ion Ca2+. Gel pektin, alginat dan cincau dapat terbentuk dengan
seketika. Ion Ca2+ diduga memegang peranan dalam mekanisme pembentukan gel
dengan cara membuat jembatan ion sederhana antara gugus karboksil dari polimer
yang berdekatan atau melalui pembentukan kelat antara sebuah ion Ca2+ dengan
gugus hidroksil atau gugus karboksil (Glicksman 1969).

Isolasi, Fraksinasi dan Identifikasi Komponen Pembentuk Gel (KPG)

Isolasi Komponen Pembentuk Gel (KPG)

Isolat KPG ekstrak daun kacapiring diperoleh dengan penambahan senyawa


ethylenediaminetetracetate (EDTA). Penambahan EDTA dimaksudkan untuk
membentuk kompleks antara mineral yang ada pada gel daun dengan EDTA
(Nabrzyski 1997). EDTA adalah agen pengikat ion logam dan meningkatkan
energi aktivasi dari reaksi inisiasi membentuk ikatan sigma dengan logam
(Nostrandis 1976).
Senyawa EDTA dilaporkan efektif sebagai sekuestran ion logam, atau
sebagai agen pengelasi, sehingga dapat mengikat ion-ion mineral yang ada pada
51

gel daun kacapiring seperti ion kalsium dan magnesium menjadi senyawa
kompleks mineral-EDTA dalam bentuk endapan. Senyawa EDTA digunakan
sebagai penstabil dan antioksidan pada industri pangan (Nabrzyski 1997).
Senyawa EDTA efektif sebagai antioksidan, karena oksidasi yang stabil dalam
membentuk kompleks ion metal, sehingga mampu memperpanjang umur simpan
produk.
Pelarut yang digunakan untuk melarutkan EDTA adalah air bebas ion. Hal
ini dilakukan dengan tujuan agar mineral yang terkelasi bersumber dari gel daun
kacapiring cukup optimal. Kelarutan EDTA harus dilakukan dalam suasana basa,
dengan menambahkan larutan basa kuat, karena kelarutannya sedikit dalam air
kecuali dalam bentuk Na atau Ca-EDTA. Senyawa yang digunakan untuk
melarutkan EDTA adalah KOH 3 N sampai pH yang diperoleh rata-rata 11,00.
Apabila pH dibawah 11,00, maka EDTA belum terlarut sempurna.
Artha (2001) menggunakan EDTA 0,028 M sebanyak 12,5 % (100 ml
dalam 800 ml gel). Nilai pH saat isolasi KPG sangat mempengaruhi keberhasilan
isolasi. Ekstraksi dan isolasi KPG pada penelitian ini dilakukan pada suasana basa
(di atas pH 7), berbeda dengan metode isolasi daun cincau (Artha 2001), yaitu
pada pH asam 2,5 sampai pH 3,0. Isolasi pada kondisi asam maka gel yang
terbentuk lebih kuat daya jendalnya dan mempengaruhi kelarutan KPG dalam
medium air, sehingga filtrat yang dihasilkan tidak dapat menggumpalkan polimer
KPG. Hal ini dikarenakan polimer KPG mengalami hidrolisis sehingga terbentuk
monomer yang bersifat tidak dapat balik menjadi polimer setelah diinduksi oleh
etanol 95%.
Gel segar memiliki nilai pH rata-rata 4,68 + 0,01, sedangkan larutan EDTA
0,028 M yang dilarutkan dengan KOH 3N, memiliki nilai pH 11,00 + 0,01. Isolat
KPG diperoleh dengan melakukan isolasi pada suasana basa pH 10,26 dan
pemanasan. Penurunan pH dilakukan setelah proses pemanasan dengan HCl 0,1 N
sampai pH larutan 3 seperti isolasi KPG daun cincau (Farida 2002). Penambahan
EDTA 0,028 M 10%, dengan pH rata-rata 7,31+0,01 diperoleh endapan berwarna
coklat dan kemungkinan semua pigmen hijau terdegradasi oleh panas, karena
mengalami oksidasi. Hal ini menyebabkan Mg terlepas dari cincin tetrapirol
(Gross 1991) dan membentuk kompleks endapan EDTA berwarna coklat. Namun
pada penambahan 20% EDTA 0,028 M, endapan masih berwarna hijau, dengan
52

struktur kloroplas tidak berubah di bawah mikroskop pembesaran 400x seperti


Gambar 4, dan endapan hasil isolasi KPG tahan terhadap suhu tinggi sampai
150oC.

a b

Gambar 4 Morfologi kloroplas gel segar (a) dan endapan isolat (b) dengan mikroskop
pada pembesaran 400x hasil isolasi dengan penambahan EDTA 0,028 M
sebanyak 20%.

Struktur kloroplas endapan isolat (Gambar 4) masih sama seperti pada gel
segar. Isolasi KPG pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan larutan
EDTA 0,028 M sebanyak 20%. Keberadaan senyawa EDTA mampu mencegah
degradasi klorofil oleh panas, karena kemampuannya mengikat logam terutama
Ca dan Mg sehingga tidak mengalami perubahan akibat proses pemanasan pada
suhu 90oC selama 15 menit. Pemanasan tersebut bertujuan untuk memecah dan
melarutkan komponen gel agar terpisah dan terlarut, seperti mineral terkelasi dan
komponen serat lainnya mengendap, sehingga diperoleh filtrat berwarna gelap.
Filtrat diatur pHnya sampai + 3 dengan HCl 0,1N dan ditambahkan etanol
96% dengan perbandingan 1:1,5, sehingga diperoleh gumpalan polimer seperti
Gambar 5a. Mekanisme terbentuknya presipitat dengan penambahan etanol
disebabkan oleh adanya gugus karboksilat (-COOH) yang ada di dalam filtrat
mengalami ionisasi menjadi –COO- dan H+. Gumpalan polimer yang diperoleh
dikeringkan dengan pengeringan beku (freeze dryer). Pengeringan beku
merupakan salah satu bentuk pengeringan pangan dengan cara mengurangi
sebagian besar air dari bahan pada suhu di bawah titik beku dengan teknik
sublimasi, tanpa menggunakan panas (Liapi & Brutini 1995), agar isolat KPG
tidak mengalami perubahan fisik dan kimia selama pengeringan.
53

Hasil isolasi setelah pengeringan beku selama 72 jam diperoleh isolat KPG
berwarna kecoklatan (Gambar 5b), dengan rendemen KPG kasar yang diperoleh
dari 100 gram gel daun kacapiring adalah sebanyak 1,19 gram (Lampiran 11).
Isolat KPG mengandung kadar air rata-rata sebesar 6,64+0,19 %bb. Rendemen
isolat KPG yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan kandungan hidrokoloid
tanaman lain yaitu berkisar antara 1 hingga 5 %bb (Walter 1989), namun isolat
KPG daun kacapiring masih lebih rendah dari isolat KPG daun cincau (Artha
2001) sebesar 1,78–3,78 % bb. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi hidrokoloid
yang lebih rendah, dan pengaruh perlakuan pada ekstraksi daun, terutama
penambahan berbagai senyawa logam yang digunakan oleh Artha (2001) untuk
menginduksi gel pada saat ekstraksi dan isolasi.

a b

Gambar 5 Hasil isolasi KPG daun kacapiring. (a) Isolat KPG basah dari filtrat hasil
isolasi yang diatur pHnya + 3 dan ditambahkan etanol 96% (1: 1,5) dan (b)
Isolat KPG kering beku.

Fraksinasi Komponen Pembentuk Gel


Fraksinasi merupakan proses pemisahan komponen tunggal dari senyawa
yang kompleks. Fraksinasi yang dilakukan pada isolat KPG adalah fraksinasi
untuk menentukan berat molekul isolat dengan membaran ultrafiltrasi.
Hasil fraksinasi menggunakan membran ultrafiltrasi berukuran 5 μm, 3 μm,
1,2 μm dan 0,6 μm, diperoleh fraksi tertahan hanya pada membran 5 μm (F5) yaitu
di atas membran sebanyak 51,78% dan di dalam membran 45,00%. Pendugaan
berat molekul fraksi tertahan F5 adalah 1000-2000 kDa. Fraksi lolos membran 5
μm sebesar 3,26%bk (74,25 ml). Fraksi yang lolos F5 difraksinasi kembali
54

menggunakan membran yang berukuran lebih kecil. Hasil fraksinasi tersebut


ternyata tidak diperoleh fraksi yang tertahan pada membran 3 μm (F3) sampai 0,6
μm (F0,6). Hal ini mengindikasikan bahwa isolat KPG, hanya memiliki berat
molekul 1000-2000 kDa, sedangkan komponen larut lainnya kemungkinan
senyawa dengan berat molekul yang rendah (BM < 10 kDa). Data hasil fraksinasi
dapat dilihat pada Tabel 7 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.
Hasil fraksinasi isolat KPG daun cincau hijau (Artha 2001), diperoleh fraksi
dengan berat molekul polimer yang berbeda-beda, fraksi tertahan pada 5 μm
sebesar (30,8 %), fraksi tertahan pada 3 μm (13,25%) fraksi tertahan pada 1,2 μm
(0,00 %), fraksi tertahan pada 0,6 μm (11,65 %) dan fraksi yang lolos 0,6 μm
(41,95%). Perbedaan hasil yang diperoleh dengan hasil fraksinasi daun kacapiring
disebabkan oleh adanya perbedaan pH pada saat isolasi, kandungan hidrokoloid
dan mungkin pengaruh aktivitas enzim serta tidak terjadi hidrolisis parsial
sehingga rantai polimer tidak mengalami pemecahan membentuk monomer yang
memiliki berat molekul lebih rendah. Umumnya hidrolisis parsial terjadi
disebabkan oleh pengaruh pH asam, proses ekstraksi dan aktivitas enzim.
Enzim poligalakturonase diketahui memegang peranan penting terhadap
perubahan tekstur pada buah dan sayur (Robertsen 1987, diacu dalam Artha
2001), terutama aktif menghidrolisis senyawa poligalakturonat (PG) pada kisaran
pH substrat 3,5-5,5. Enzim ini spesifik memecah poligalakturonat dengan derajat
esterifikasi rendah (DE< 40%), memutus ikatan o-glikosidik dari ikatan α-D (1,4)
poligalakturonat (Ali & Brady 1982 diacu dalam Artha 2001). Fraksi KPG daun
cincau dengan BM yang rendah merupakan hasil hidrolisis parsial dari fraksi BM
yang lebih besar, dimana pada fraksinasi daun kacapiring tidak terjadi hidrolisis
oleh asam dan panas sehingga tidak diperoleh fraksi tertahan pada membran yang
lebih kecil.

Tabel 7 Hasil fraksinasi 100 ml isolat KPG 0,25% dengan membran 5 μm (MWCO
1000-2000 kDa)
Komponen Berat Volume Berat Bahan Bahan Kering
(g) (ml) Kering (g) Isolat KPG (%)
KPG 0,25 100.0 0.24+0.004 100.0
Fraksi tertahan membran 5 μm
di atas membran 22,38 + 0,48 0,12 + 0,01 51,78
di dalam membran 3,37 + 0,48* 0,11 + 0,01* 45,00*
Fraksi lolos membran 5 μm 74,25 + 0,50 0,0074+ 0,00 3,26
* by difference = KPG – fraksi di atas membran 5 μm – fraksi lolos membran 5 μm
55

Yang et al. (2002) memisahkan polisakarida alami (lacquer) dengan rantai


percabangan yang kompleks menjadi 2 fraksi yaitu fraksi berberat molekul tinggi
lacquer polysaccharide high (LPH) 16,9×104 g/mol, dan fraksi berberat molekul
rendah (lacquer polysaccharide low) LPL 6,85×104 g/mol. Kedua fraksi memiliki
struktur yang sama dari hasil NMR. Aktivitas biologis polisakarida dipengaruhi
oleh rantai percabangan, serta berat molekul. Funami et al. (2006) mengukur berat
molekul pati jagung/ gum fenugreek yang memiliki kadar pati tinggi, pada
konsentrasi 15 % b/v, diperoleh berat molekul rata-rata antara 7,5×104 sampai
20,7×105g/mol. Berat molekul polisakarida seperti substansi pektat antara 10
sampai 400 kDa (Aurand et al. 1988), pektin jeruk 30 sampai 70 kDa (Fardiaz
1989), gum guar 220 kDa, gum arabik 250 sampai 1000 kDa, dekstran 50 kDa
(Mannulang 1997).
Keberadaan grup karboksil pada polisakarida yang bersifat asam,
menyebabkan perbedaan sifat suatu larutan. Grup karboksil yang berupa asam
lemah, viskositasnya sangat dipengaruhi oleh pH. Fraksinasi KPG daun
kacapiring dilakukan dalam larutan netral, grup karboksilnya adalah garam anion.
Garam alkali metal biasanya mengalami ionisasi, sehingga menghasilkan
viskositas yang tinggi dalam larutan (Rendlemen 1966).

Identifikasi Komponen Pembentuk Gel (KPG)

Identifikasi terhadap KPG dilakukan dengan cara hidrolisis menggunakan


enzim karbohidrase kompleks. Pengukuran hasil hidrolisat, dilakukan analisis
gula sederhana secara kualitatif dengan uji Fehling. Hasil uji kualitatif dengan
larutan Fehling A dan B menunjukkan bahwa terdapat endapan merah bata pada
hidrolisat. Hal ini mengindikasikan bahwa KPG mengandung gula reduksi. Uji
kualitatif hidrolisat juga dilakukan dengan kromatografi kertas, seperti pada
Gambar 6 dan perhitungan nilai Rf dapat dilihat pada Lampiran 13.
Hasil analisis gula sederhana menggunakan kromatografi kertas
menunjukkan bahwa hidrolisat KPG hanya terpisah dan membentuk 2 spot (spot
dengan kode a dan b). Spot yang terbentuk berdasarkan faktor retensi (Rf) dan
reaksi warna dari 6 standar yang diujikan, dapat diketahui bahwa nilai Rf spot
tersebut hampir sama dengan nilai Rf standar glukosa dan asam galakturonat. Spot
yang berwarna ungu dengan Rf 11,55 (kode a), mendekati nilai Rf standar asam
56

galakturonat, yaitu berwarna ungu dan nilai Rf 12,35. Spot b yang berwarna biru
(Rf 27,89), setara dengan nilai Rf standar glukosa, yaitu 27,09 dan berwarna biru.
Hasil identifikasi kualitatif tersebut dapat disimpulkan bahwa monomer dari isolat
KPG daun kacapiring adalah asam galakturonat dan glukosa.

b b

a a

1 2 3 4 5 6 S2 S1 1

Gambar 6 Hasil pemisahan standar dan sampel menggunakan kromatografi kertas,


konsentrasi standar 1% dan sampel 2%. Keterangan : 1 = standar glukosa,
2= fruktosa, 3= laktosa, 4=galaktosa, 5= asam galakturonat, dan 6=
rafinosa, S1 = sampel ulangan 1, S2= sampel ulangan 2, a=spot 1, b= spot 2.

Tabel 8 Nilai Rf standar gula dan sampel KPG dengan kromatografi kertas
Kode Sampel Warna Nilai Rf Rf pembanding
1 Standar Glukosa biru 27,09+0,00 35,0 (Hana 2007)
2 Standar Fruktosa hijau muda 31,08+0,14 38,0 (Hana 2007)
3 Standar Laktosa biru kehijauan 17,13+0,07 -
4 Standar Galaktosa biru muda 14,47+0,21 12,0 (Harborne 1987)
5 Standar Asam Galakturonat ungu 12,35+0,07 15,0 (Harborne 1987)
6 Standar Rafinosa biru muda 15,94+0,00 11,0 (Hana 2007)
S Spot KPG 1 ungu (a) 11,55+0,07
S Spot KPG 2 biru (b) 27,89+0,00
Keterangan : Harborn 1987 (larutan pengembang yang digunakan, butanol: aseton : air 4:1:5)

Monomer yang umum selalu ada pada daun sebagai penyusun polisakarida
total adalah galaktosa, glukosa, arabinosa, xilosa, dan asam galakturonat
(Harborne 1987). Monomer KPG daun kacapiring hampir sama dengan daun
cincau hijau. Artha (2001) berhasil mengidentifikasi monomer KPG daun cincau
hijau yang tersusun atas asam galakturonat sebagai unit penyusun rantai utama
dan galaktosa sebagai unit percabangannya. Beberapa hidrokoloid lain dilaporkan
tersusun atas xilosa, fruktosa, dan gliserol pada labu siam. Buah cerry matang
mengandung asam galakturonat, galaktosa, arabinosa, rhamnosa, xilosa dan
glukosa. Alginat mengandung guluronat dan manuronat. Gum xantan tersusun
57

atas manosa, glukosa, glukoronat (Jeanes et al. 1961, diacu dalam Artha 2001).
Monomer pada daun tanaman Taxus baccata terdiri atas galaktosa, glukosa,
manosa, arabinosa, xilosa dan asam uronat. Daun Pinus sylvestris dan Hedera
helix tersusun oleh galaktosa, glukosa, manosa, arabinosa, xilosa, rhamnosa dan
asam uronat. Daun Cedrus atlantica dan Fagus sylvatica terdiri atas galaktosa,
arabinosa, asam uronat, galaktosa, manosa, dan xilosa. Daun Pyrus maalus
tersusun oleh monomer galaktosa, glukosa, manosa, arabinosa, xilosa dan asam
uronat. Daun Ilex aquifolium dan Aesculus hippocastanum terdiri atas monomer
galaktosa, glukosa, arabinosa, xilosa, rhamnosa, dan asam uronat (Harborne
1987).
Perbedaan unit penyusun hidrokoloid umumnya berimplikasi pada keunikan
sifat reologinya. Jenis gula sederhana dan derajat percabangan yang semakin
banyak pada struktur hidrokoloid, maka kekentalan larutan akan semakin lemah
atau ketegaran gel akan berkurang. Hal ini disebabkan karena percabangan pada
rantai utama menghasilkan gel yang mengembang dengan nilai kekuatan yang
lemah, oleh karena itu KPG daun kacapiring memiliki kemampuan dan kekuatan
gel yang lemah karena monomer unit penyusunnya berbeda.
Sintesis hasil penelitian yang dapat disampaikan dari beberapa analisis
parameter subyektif dan obyektif pada daun kacapiring, dapat dijelaskan bahwa
daun kacapiring memiliki kadar zat gizi dan non gizi yang kompleks. Daun
mempunyai komponen pembentuk gel yang mekanisme gelasinya diduga oleh
adanya ion divalen seperti kalsium dan magnesium. Mekanisme gelasinya hampir
sama dengan alginat dan pektin metoksi rendah, sehingga dapat diperkirakan
bahwa sifat fungsional dari komponen gel daun kacapiring hampir sama dengan
alginat atau pektin dengan gugus metoksi rendah. Komponen serat pangan pada
gel sebagian besar bersifat larut dalam air dan teridentifikasi sebagai senyawa
substansi pektat yang memiliki kemampuan membentuk gel. Hal ini didukung
pula oleh berat molekul isolat komponenb pembentuk gel yang tinggi dan unit
monomernya terdeteksi mengandung asam galakturonat sebagai monomer dari
polimer pektin.
58

Komponen Bioaktif Daun dan Gel Kacapiring

Analisis komponen bioaktif pada daun dan gel daun kacapiring meliputi
analisis kadar total klorofil dan turunannya, total fenol dan kapasitas antioksidan.

Kadar Total Klorofil


Pigmen dasar pada daun adalah klorofil yang selalu disertai karoten. Asam,
suhu, cahaya, oksigen dan enzim adalah faktor-faktor mudah mendegradasi
klorofil (Lopes-Ayera et al. 1992). Hasil pengamatan terhadap kandungan klorofil
pada daun dan gel kacapiring disajikan pada Tabel 9 dan data selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 14.

Tabel 9 Kadar klorofil daun dan gel daun kacapiring (mgKg-1bk)


Sampel Total Klorofil Klorofil a Klorofil b Rasio
a: b
Daun 4926,25 + 190,31 3532,28+ 142,38 1395,19 + 65,59 2,53 : 1
Gel 1166,86 + 8,72 603,09 + 3,48 564,13 + 8,48 1,49 : 1

Kadar total klorofil daun kacapiring adalah 4926,25 mgKg-1bk. Kadar


klorofil daun kacapiring apabila dibandingkan dengan beberapa tanaman lain
(Alsuhendra 2004) seperti daun singkong (3967,5 mgKg-1), daun katuk (2202,0
mgKg-1), kangkung (2013,5 mgKg-1) dan bayam (1460,9 mgKg-1), memiliki kadar
yang lebih tinggi. Kusumaningsih (2003), meneliti bubuk gel daun cincau hijau
(Cyclea barbata L. Mierr) memperoleh kadar total klorofil 670 mgKg-1bk, dan
Muslimah (2004), meneliti klorofil serbuk daun cincau Premna oblongfolia Merr
memperoleh kadar klorofil total 920 mgKg-1bk. Kadar klorofil daun kacaping
masih lebih tinggi dibandingkan daun cincau.
Kadar klorofil gel kacapiring diperoleh sebesar 1166,86 mgKg-1bk. Kadar
klorofil mengalami penurunan setelah diekstrak menjadi gel. Penurunan kadar
klorofil disebabkan oleh pengaruh proses seperti menurunnya pH menjadi lebih
asam. Asam mengakibatkan retensi klorofil dalam suatu larutan menurun. Bianka
(1993) memilih kondisi pH medium 8,5 (basa) pada saat ekstraksi daun suji
sebelum proses pengeringan. Hal ini dilakukan supaya pembentukan senyawa
kompleks logam meningkat sehingga klorofil dapat dipertahankan. Oktaviani
(1987) melakukan penyimpanan ekstrak daun suji selama satu minggu pada ruang
59

gelap. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa suasana pH terbaik yaitu antara


7,8 sampai 8,4. Senyawa bersifat basa seperti NaHCO3 dan Na2CO3, selalu
diterapkan pada blansir sayuran berdaun hijau, untuk mencegah degradasi klorofil
menjadi feofitin yang berwarna kuning kecoklatan.
Perubahan pH menjadi asam saat gelasi mengakibatkan kadar klorofil
mengalami penurunan. Kenaikan konsentrasi asam dapat terjadi akibat beberapa
komponen mengalami degradasi seperti gula. Lin et al. (1971) menyatakan bahwa
terjadinya penurunan nilai pH selama proses pemasakan bayam, disebabkan oleh
pembentukan asam selama pemanasan, sehingga setelah akhir proses pH
mengalami penurunan dari optimal 8 menjadi 6. Asam utama yang mempengaruhi
degradasi pigmen adalah asam asetat dan asam pirolidin karbosilik. Klorofil yang
berikatan dengan protein pada kondisi asam akan terdenaturasi sehingga atom Mg
di pusat cincin tetrapirol menjadi tidak stabil dan mudah lepas.
Kadar klorofil yang berbeda pada setiap tanaman disebabkan oleh
kandungan karotenoid dan xantofil yang selalu bergabung bersama klorofil dalam
membran sel. Kadar klorofil sangat dipengaruhi oleh larutan pengekstrak. Ada
tiga jenis pelarut yang bisa digunakan untuk menganalisis kandungan klorofil
pada tanaman yaitu aseton 80%, dietil eter dan etanol 96% (Nollet 2000).
Perbedaan hasil pengukuran kadar klorofil juga dipengaruhi oleh kadar
protein. Kadar protein yang tinggi, menyebabkan klorofil yang diikat oleh protein
pada kloroplas juga tinggi. Daun segar Anethum graveolent L. sebanyak 100 gram
mengandung 144 mg total klorofil (Nollet 2000), dengan rasio klorofil a dan b, 1:
0,33. (Lisiewska et al. 2004) melaporkan bahwa klorofil pada tanaman obat
berkisar antara 77 sampai 163 mg dalam 100 g bahan segar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain kultivar, waktu tumbuh, jenis atau bagian tanaman
yang digunakan. Kadar klorofil daun kacapiring dalam 100 gram adalah 161,10
mg bb, sesuai dengan hasil beberapa tanaman obat yang dinyatakan oleh
Lisiewska et al. (2004).
Turunan klorofil yang umum pada tanaman adalah klorofil a dan klorofil b.
Jumlah masing-masing jenis klorofil tersebut pada tanaman berbeda-beda, tetapi
umumnya klorofil a lebih banyak daripada klorofil b, dengan rasio 3:1. Daun dan
gel daun kacapiring mengandung rasio klorofil a: klorofil b adalah 2,53:1 dan
1,49:1.
60

Peningkatan kadar klorofil bisa disebabkan oleh aktivitas enzim klorofilase


pada daun yang cukup banyak. Enzim klorofilase dapat menghidrolisis rantai fitol
dari klorofil sehingga terlepas membentuk klorofilid. Fungsi enzim akan optimum
pada pelarut air dengan suhu 65-75oC. Pengeringan daun dan gel segar yang
dilakukan dengan pengeringan beku menyebabkan aktivitas enzim tidak aktif.
Rantai fitol yang banyak dihidrolisis dari klorofil a, menyebabkan semakin
banyak klorofilid a yang terbentuk. Klorofilid adalah senyawa yang mempunyai
sifat spektral yang sama dengan klorofil tetapi lebih larut dalam air. Sifat spektral
yang sama ini menyebabkan pada pengukuran klorofil a menggunakan
spektrofotometer, klorofilid a ikut terukur sebagai klorofil a, sehingga
memperbesar nilai pengukuran.
Kemampuan aktivitas biologis klorofil dapat digunakan sebagai sumber
antioksidan. Klorofil alami bersifat lipofilik (larut lemak), karena gugus fitolnya.
Gugus fitol yang mengalami hidrolisis oleh asam atau enzim klorofilase
menyebabkan perubahan klorofil menjadi turunannya yang larut air (klorofilid dan
klorofilin). Penambahan Na-sitrat akan meningkatkan aktivitas klorofilase,
sehingga klorofil akan lebih cepat terdegradasi. Ekstrak klorofil dalam bentuk cair
memiliki kapasitas antioksidan (terutama kadar klorofil yang larut air jumlahnya
tinggi). Kadar klorofil ekstrak suatu komponen pangan dapat diserap oleh usus
apabila dalam bentuk terlarut atau tidak terikat dengan komponen lain yang
berukuran besar.
Ekstraski pigmen yang lebih hidrofobik khususnya β-karoten, dilakukan
dengan kombinasi larutan aseton murni dan aquades 80-85%. Pelarut ini sangat
baik untuk mengekstraksi pigmen secara utuh (Duh et al. 2004). Analisis klorofil
dengan spektrofotometer lebih baik menggunakan aseton. Aseton adalah pelarut
terbaik untuk senyawa bersifat polar dan non polar seperti karotenoid, klorofil a
dan b pada daun, dibandingkan pelarut air : metanol. Hal ini karena keberadaan
pigmen dari tanaman tinggi umumnya kompleks multiseluler pada jaringan
eukariot.
Komponen kimia penyusun senyawa kompleks ekstrak daun kacapiring,
dianalisis dengan teknik kromatografi menggunakan media separasi selulosa
(TLC). Prinsip kerja metode TLC adalah pergerakan suatu senyawa dalam ekstrak
tergantung pada kesamaan polaritasnya dengan polaritas eluen. Senyawa yang
61

bersifat polar akan semakin lama tertahan pergerakannya jika menggunakan


pelarut nonpolar (Rhamdani 2004). Hasil pengamatan terhadap migrasi fraksi
berdasarkan polaritasnya dapat dilihat pada Gambar 7.
Hasil pemisahan dengan TLC selulosa menunjukkan bahwa fraksi ekstrak
aseton gel dan daun kacapiring memiliki lima spot dengan nilai Rf yang berbeda-
beda (Tabel 10). Spot-spot yang muncul berdasarkan tabel konversi nilai Rf dan
posisi relatif turunan klorofil (Sytahl 1969, diacu dalam Prangdimurti 2007),
menunjukkan bahwa fraksi tersebut terdiri atas klorofil b, klorofil a, lutein,
feofitin dan karoten dengan warna yang berbeda-beda. Warna hijau muda dengan
Rf paling rendah adalah klorofil b, warna hijau adalah klorofil a, warna kuning
muda adalah senyawa lutein, warna abu feofitin dan warna kuning tua adalah
karoten (Lampiran 15).

Tabel 10 Nilai Rf masing-masing spot ekstrak aseton bubuk daun dan bubuk gel pada
plat TLC selulosa
Komponen Nilai Rf ekstrak aseton Keterangan
Bubuk Daun Bubuk Gel
Fraksi 1 0,17 + 0,00 0,11 + 0,00 Klorofil b
Fraksi 2 0,46 + 0,02 0,33 + 0,00 Klorofil a
Fraksi 3 0,67 + 0,04 0,59 + 0,00 Lutein
Fraksi 4 0,89 + 0,07 0,91 + 0,00 Feofitin
Fraksi 5 0,98 + 0,00 0,97 + 0,00 Karoten

F5 : Karoten

F4 : Feofitin

F3 : Lutein

F2 : Klorofil a
Gambar 8 Spektrum serapan klorofil a,
klorofil b dan karoten pada
panjang gelombang 400-
700 nm (Nollet 2000).

F1 : Klorofil b

Gambar 7 Hasil fraksinasi ekstrak aseton 99.9% bubuk daun


dan bubuk gel kacapiring pada plat TLC selulosa
dengan larutan pengembang petroleum eter :
aseton : n-butanol (90:10:0,45)
62

Kelima spot fraksi tersebut diidentifikasi dengan membaca spektrum


panjang gelombang maksimumnya, yaitu dengan cara scanning pada panjang
gelombang dari 350 sampai 750 nm. Hal ini bertujuan untuk memperoleh
perbandingan antara nilai Rf dan standar nilai serapan warna pada panjang
gelombang tertentu menggunakan spektrofotometer double beam. Hasil
analisisnya seperti kurva garis puncak dan lembah yang dapat ditentukan nilai
absorbansi tertinggi pada panjang gelombang tertentu, seperti turunan dari klorofil
dan karoten pada Gambar 8 (Nollet 2000).
Identifikasi dilakukan dengan melewatkan sinar ultraviolet (UV) pada plat
hasil elusi, dan dilarutkan dengan pelarut aseton 99,9%. Fraksi yang diduga
karoten dilarutkan dengan heksan 99,9% dan lutein dengan etanol 99,9%. Hasil
pengamatan terhadap spektrum kelima komponen tersebut dapat dilihat Gambar 9
sampai Gambar 13 dan data selengkapnya tentang absorbansi dan panjang
gelombang maksimum dapat dilihat pada Lampiran 16.
Hasil pembacaan absorbansi, diperoleh panjang gelombang maksimum
(Tabel 11) masing-masing ekstrak hampir sama dengan standar (Nollet 2000),
sehingga komponen tersebut dikelompokkan ke dalam turunan klorofil sesuai
standar yaitu klorofil a, klorofil b dan feofitin. Komponen lutein dan karoten
merupakan pigmen alami, terdapat bersama-sama dengan klorofil tetapi bukan
turunan klorofil.

Tabel 11 Panjang gelombang maksimum turunan klorofil, lutein dan karoten


Fraksi Komponen Hasil Pembacaan Ekstrak λ max Pustaka
Bubuk Daun Bubuk Gel standar
1 Klorofil a 411;662 450;650 430;662 Nollet 2000
2 Klorofil b 454;646 410;660 453;662 Nollet 2000
3 Lutein 410;664 420;660 422;455;474 Davies 1976
4 Feofitin 410;665 400; 660 667 Davies 1976
5 Karoten 447;473 414;449 424;448;476 Davies1976

Fraksi ekstrak aseton daun kacapiring mengandung komponen yang hampir


sama dengan fraksi ekstrak daun suji (Prangdimurti 2007). Turunan klorofil yang
berperan memberikan warna hijau adalah klorofil a dan klorofil b, sedangkan
turunan lainnya seperti feofitin terbentuk karena lepasnya komponen Mg pada
cincin tetra pirol dan digantikan oleh ion H (Gross 1991), sehingga sangat mudah
larut. Lutein termasuk kelompok pigmen karoten yang berperan sebagai
63

antioksidan dan pelindung kornea mata sebagai provitamin A (Harborne 1987),


memiliki sifat larut dalam pelarut lemak seperti pada petroleum eter.

Spektrum klorofil a Spektrum klorofil b


0.065
0.04
0.035 0.045
0.03
Abso rb an si

0.025 0.025

Ab so rb a n si
0.02
0.005
0.015
300 400 500 600 700 800
0.01 -0.015

0.005
-0.035
0
300 400 500 600 700 800 -0.055
Panjang gelombang Panjang gelombang

Gambar 9 Spektrum klorofil a. Spot Gambar 10 Spektrum klorofil b. Spot


berwarna hijau muda berwarna hijau dilarutkan
dilarutkan dalam aseton 99.9% dalam aseton 99.9% dan
dan dibaca pada panjang dibaca pada panjang
gelombang 350-750 nm. gelombang 350-750 nm.

Spektrum lutein Spektrum feofitin


0.05 0.03
0.025
0.04
0.02
0.03 0.015
Absorbans i
Abs orbans i

0.01
0.02
0.005
0.01 0

0 -0.005300 400 500 600 700 800

300 400 500 600 700 800 -0.01


-0.01
-0.015
-0.02 -0.02
Panjang gelombang Panjang gelombang

Gambar 11 Spektrum lutein. Spot berwarna Gambar 12 Spektrum feofitin. Spot berwarna
kuning muda dilarutkan dalam abu dilarutkan dalam aseton
etanol 99.9% dan dibaca pada 99.9%, dan dibaca pada panjang
panjang gelombang 350-750 nm. gelombang 350-750 nm.
64

Spektrum karoten
0.02

0.01

Absorbansi
0
300 400 500 600 700 800

-0.01
Panjang gelombang

Gambar 13 Spektrum karoten. Spot berwarna kuning tua dilarutkan dalam heksan 99,9% dan
dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm.

Kadar Total Fenol (mg Gallic Acid Equivalent [GAE]/100 g sampel)

Senyawa fenolik pada bahan pangan merupakan hasil metabolisme sekunder


tanaman. Fenolik dan komponen polifenol termasuk kelas utama dari antioksidan
alami pada tanaman, makanan dan minuman yang selalu dikuantifikasi
menggunakan reagen Folins (Prakash 2001). Umumnya fenol bersifat polimerik
dan tidak larut dalam lignin sehingga terdapat di seluruh vascular, bersifat larut
dalam air atau perlarut organik.
Hasil pengujian kadar total fenol daun kacapiring (Tabel 12), menggunakan
kurva standar asam galat. Metode yang digunakan adalah spektrofotometri dengan
perubahan warna yang terjadi setelah sampel direaksikan dengan reagen Folins
dan Na-karbonat. Semakin pekat warna yang dihasilkan maka nilai absorbansi
semakin tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan total fenol dari sampel
juga tinggi. Persamaan garis lurus standar asam galat yang diperoleh adalah y =
0,0106 x + 0,0051 dengan nilai R2 = 0,9984 (Lampiran 17).

Tabel 12 Rekapitulasi kadar total fenol daun dan gel kacapiring


Sampel Kadar (mg GAE /100g)
(bb) (bk)
Daun Segar 1705,81 + 0,97 5215,91 + 2,97
Gel Segar 33,05 + 0,70 2648,16 + 56,22
Keterangan : bb = basis basah, bk = basis kering

Daun kacapiring memiliki kadar total fenol sebesar 5215,91 mg GAE/100g


bk. Kadar total fenol daun kacapiring dibandingkan dengan kadar total fenol
sayuran indigenous Jawa Barat (Batari 2007), total fenol daun kacapiring lebih
65

tinggi dari semua daun yang diujikan. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
13.
Tabel 13 Kadar total fenol beberapa daun indigenous Jawa Barat (Batari 2007)
Jenis Daun Kadar ( mg Jenis Daun Kadar (mg
GAE/100 g bk) GAE/100 g bk)
Kenikir 1225,88 Kedondong Cina 542,61
Beluntas 1030,03 Antanan 581,95
Mangkokan 669,30 Pohpohan 831,62
Kecombrang 801,33 Daun ginseng 614,50
Kemanggi 784,32 Krokot 447,91
Katuk 870,64

Gel daun kacapiring memiliki kadar total fenol sebesar 2644,13 mg


GAE/100 g bk, kemungkinan bisa dijadikan sebagai pangan sumber antioksidan
alami, karena senyawa fenol umumnya merupakan antioksidan primer. Tingginya
kadar total fenol pada daun dan gel kemungkinan disebabkan oleh banyaknya
komponen kimia (senyawa fenolik) pada bagian tanaman kacapiring terutama
buah sebagai senyawa antioksidan yang berpotensi memberikan efek yang baik
terhadap kesehatan, sehingga kemungkinan pada daun kacapiring mengandung
pula senyawa-senyawa tersebut, seperti senyawa volatil yang memberikan aroma
khas pada gel.
Penelitian terhadap kadar total fenol dilakukan oleh Ismail et al. (2004)
menggunakan sayuran segar dan sayuran yang telah mengalami pemanasan. Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa pada sayuran segar, kadar senyawa fenol
tertinggi pada sayur bayam, yaitu 7167±73 mg /100 g ekstrak, dan kubis
(1107±57 mg /100 g ekstrak sayur). Kadar total fenol ekstrak air daun teh hijau
(1%), dengan merebus daun selama 5 menit, diperoleh sebesar 10,3 mg/100g
(Sauvignon 1997), sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak daun teh memiliki
kadar total fenol lebih rendah dari ekstrak methanol gel daun kacapiring.
Chanwitheesuk et al. (2005) meneliti beberapa tanaman (daun dan bagian
tanaman lainnya). Hasil penelitiannya menunjukkan kadar total fenol antara 15,8
sampai 1924 mg GAE/100 g bk, disamping itu juga menemukan adanya korelasi
antara jumlah total fenol dan indeks antioksidan pada beberapa ekstrak kelompok
tanaman. Beberapa studi menunjukkan bahwa komponen fenol mampu mereduksi
oksidasi low density lipoprotein (LDL) secara in vitro. Komponen fenolik dengan
grup hidroksil yang banyak umumnya lebih efisien mencegah oksidasi (Moon &
66

Terao 1998), adanya ikatan rangkap terkonjugasi sangat penting bagi aktivitas
antioksidan senyawa fenol, terutama pada cincin C3 di C no 2 dan 3 yang
dilengkapi substitusi gugus hidroksil, meskipun tanpa ikatan rangkap senyawa
fenol masih memiliki aktivitas antioksidan tetapi kapasitasnya rendah.
Nenadis et al. (2005) menyatakan bahwa komponen fenolik yang berpotensi
mengikat radikal bebas dari Olea europae adalah metabolit dari hidroksitirosol.
Ikatan disosiasi entalpi (BDE) dari grup hidroksil dan ion potensial diprediksikan
sebagai donor atom H dan donor elektron yang mempunyai kemampuan sebagai
antioksidan. Quercetin adalah satu dari flavonoid terbanyak pada matrik tanaman.
Quercetin bersifat larut dalam berbagai pelarut seperti etanol, metanol, atau air.
Turkmen et al. (2005) menganalisis kandungan total fenol dan aktivitas
antioksidan pada lada, bayam, brokoli dan memperoleh kadar total fenol
berdasarkan berat keringnya antara 183,2 sampai 1344,7 mg/ 100 g (GAE) dan
aktivitas antioksidan antara 12,2 sampai 78 %. Keberadaan senyawa fenol, jenis
dan strukturnya sangat menentukan efektivitasnya sebagai antioksidan dalam
mengikat radikal bebas.

Kapasitas Antioksidan (mM Trolox® Equivalent Antioxidant Capacity/


TEAC)/ mg berat kering

Ekstrak tanaman alam kini diperhatikan sebagai antioksidan alami yang


substansinya memberikan efek biologis sebagai antimutagen dan antikanker.
Komponen bioaktif tanaman bereaksi sebagai antioksidan pada substrat ketika
direaksikan pada konsentrasi rendah, dibandingkan dengan substrat yang sudah
mengalami oksidasi, secara nyata menunda oksidasi. Ekstrak tanaman dari buah
dan sayur dilaporkan sebagai antioksidan yang efektif (Reddy et al. 2004).
Metode sederhana yang dapat dilakukan untuk menguji kapasitas
antioksidan dari tanaman adalah menggunakan radikal bebas DPPH. DPPH
digunakan untuk sampel yang larut dalam air, larut lemak, tidak larut atau terikat
pada dinding sel yang hampir tidak bebas. Senyawa tersebut mampu bereaksi
dengan DPPH, sehingga uji antioksidan dengan radikal DPPH sangat luas
digunakan, termasuk mampu mengukur antioksidan pada sistem biologis yang
kompleks (Prakash 2001).
67

Prinsip pengukuran kapasitas antioksidan dengan metode DPPH, didasarkan


pada kemampuan antioksidan dalam mendonorkan elektron ke radikal bebas stabil
(DPPH), yang dibuktikan dengan adanya perubahan warna, dari warna ungu
selanjutnya mengalami reaksi reduksi menjadi DPPH-H berwarna kuning/ tidak
berwarna. Standar antioksidan yang digunakan pada penelitian ini adalah Trolox®
dengan konsentrasi 0 hingga 100 mgL-1. Konsentrasi larutan radikal DPPH 0,1
mM dalam metanol 99,9%. Perubahan warna yang terjadi seperti pada Gambar
14. Warna ungu radikal bebas DPPH akan semakin memudar dengan semakin
tinggi kapasitas antioksidan pada sampel, sehingga nilai absorbansi pada panjang
gelombang 517 nm semakin menurun (Lampiran 18). Hal ini diduga bahwa
antioksidan yang digunakan efektif.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 100
(mgL-1)

®
Gambar 14 Perubahan warna standar antioksidan Trolox , yang direaksikan dengan 0,1
mM larutan radikal DPPH, diinkubasi 30 menit dan dibaca pada panjang
gelombang 517 nm.

Hasil pengukuran kurva standar Trolox® diperoleh persamaan regresi y =


0,0092x + 0,0046, dan nilai R2 = 0,996. Pengujian kapasitas antioksidan pada
sampel dilakukan terhadap daun dan gel yang telah dikeringkan dengan freeze
dryer menjadi bubuk. Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi adalah
methanol (9,99%). Hasil pengujian kapasitas antioksidan pada bubuk daun dan
bubuk gel serta daun dan gel kacapiring setelah dikonversi ke bahan segar dapat
dilihat pada Tabel 14.
Ekstrak metanol bubuk daun kacapiring pada konsentrasi 2650 mgL-1,
memiliki kapasitas antioksidan setara dengan 1,16 mM Trolox®, sedangkan bubuk
gel dengan konsentrasi 2980 mgL-1, mampu mereduksi senyawa radikal bebas
DPPH setara dengan 0,67 mM Trolox®. Kapasitas antioksidan teh hijau, teh
oolong dan teh hitam pada konsentrasi ekstrak 50, 100, 200, dan 500 mgL-1,
terhadap radikal bebas 2,2’-Azinobiz (3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonate) (ABTS)
68

0,1 mM, berturut-turut dari 0,20 sampai 0,35 mM TEAC (Duh et al. 2004).
Kapasitas antioksidan ekstrak aquades daun suji 0,1 g/ml terhadap radikal DPPH
3 mM (Hakim 2005) yang disimpan selama 2 hari menunjukkan kapasitas
antioksidan sebesar 2,41 mM TEAC. Kapasitas antioksidan yang berbeda-beda
disebabkan oleh perbedaan jenis dan konsentrasi senyawa antioksidan pada
sampel, perbedaan konsentrasi dan jenis senyawa radikal, serta jenis pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi. Kapasitas antioksidan ekstrak bubuk daun dan bubuk
gel dengan metanol mengandung kapasitas antioksidan yang masih lebih rendah
dari ekstrak teh, walaupun ekstraksi pada daun teh menggunakan air panas
sedangkan ekstrak daun suji menggunakan air yang dilanjutkan dengan
pemanasan memiliki kapitas antioksidan yang paling rendah. Hal ini disebabkan
oleh komposisi senyawa yang berperan sebagai antioksidan pada bubuk daun dan
gel dibandingkan dengan ekstrak teh kadarnya kecil dalam menangkap radikal,
sehingga nilai kapasitas antioksidannya lebih rendah.

Tabel 14 Kapasitas antioksidan (mM TEAC/ berat kering) daun dan gel daun kacapiring
dibandingkan dengan kapasitas antioksidan ekstrak daun suji dan ekstrak teh.

Sampel Konsentrasi Senyawa mM TEAC Pustaka


sampel radikal dan Data Data
mgL-1 konsentrasi penelitian diolah
Bubuk daun kacapiring 2650 DPPH (0,1 mM) 11,65 x 10-1
100 DPPH (0,1 mM) 4,40 x 10-2
Daun segar 100 DPPH (0,1 mM) 1,57 x 10-2
-1
Bubuk gel kacapiring 2980 DPPH (0,1 mM) 6,72 x 10
100 DPPH (0,1 mM) 2,25 x 10-2
Gel segar 100 DPPH (0,1 mM) 3,10 x 10-4
Ekstrak daun suji 105 DPPH (3,0 mM) 24,1x 10 -1
(Hakim 2005)
100 DPPH (3,0 mM) 2,41 x 10-3 (Hakim 2005)
-1
Ekstrak teh hijau 50 ABTS (0,1 mM) 2,4 x 10 (Duh et al. 2004)
100 ABTS (0,1 mM) 2,7 x 10-1 (Duh et al. 2004)
200 ABTS (0,1 mM) 3,4 x 10-1 (Duh et al. 2004)
500 ABTS (0,1 mM) 3,5 x 10-1 (Duh et al. 2004)
Ekstrak teh oolong 50 ABTS (0,1 mM) 2,4 x 10-1 (Duh et al. 2004)
100 ABTS (0,1 mM) 2,7 x 10-1 (Duh et al. 2004)
200 ABTS (0,1 mM) 3,4 x 10-1 (Duh et al. 2004)
500 ABTS (0,1 mM) 3,5 x 10-1 (Duh et al. 2004)
Ekstrak teh hitam 50 ABTS (0,1 mM) 2,0 x 10-1 (Duh et al. 2004)
100 ABTS (0,1 mM) 2,4 x 10-1 (Duh et al. 2004)
200 ABTS (0,1 mM) 3,2 x 10-1 (Duh et al. 2004)
500 ABTS (0,1 mM) 3,4 x 10-1 (Duh et al. 2004)

Perbedaan nilai kapasitas antioksidan pada gel dan daun kacapiring


disebabkan oleh pengaruh proses pengolahan, dimana gel diperoleh melalui
69

ekstraksi yang menyebabkan perubahan sifat kimia komponen bahan dan


mempengaruhi komposisi lain. Kapasitas antioksidan salah satunya mengalami
penurunan, sehingga potensinya dalam menangkap radikal bebas pada setiap
mg/ml ekstrak menurun dari 1,5x10-1 mM menjadi 3,1x10-3 mM. Salah satu faktor
penyebabnya adalah pH sampel setelah diekstraksi mengalami penurunan. Faktor
inilah yang diduga mempengaruhi kapasitas antoksidan ekstrak daun (gel).
Tingkat kepolaran larutan pengekstrak juga berpengaruh terhadap kapasitas
antioksidan ekstrak. Ekstrak air dan methanol dari daun teh persimmon, memiliki
aktivitas yang kuat 0,125% lebih besar daripada 10 mM asam askorbat. Aktivitas
mengikat dan melawan radikal superoksida anion ekstrak methanol lebih kuat
daripada ekstrak dengan air. Aktivitas mengikat radikal hidroksil ekstrak dengan
konsentrasi 1% setara dengan 1 mM asam askorbat. Aktivitas mengikat radikal
bebas DPPH, ekstrak metanol dan air sangat kuat (Sakanaka et al. 2005).
Prangdimurti (2007) yang meneliti kapasitas antioksidan ekstrak daun suji
dengan nilai persentase perbedaan absorbansi antara beberapa perlakuan tanpa
menggunakan standar antioksidan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
kapasitas antioksidan tertinggi diperoleh pada larutan pengekstrak kombinasi Na-
sitrat 12 mM dengan tween 80 (1%) sebesar 14,13+2,81 %, karena tween 80
dapat membantu klorofil yang bersifat lipofilik teremulsi di dalam air, juga
mempermudah klorofil kontak dengan enzim klorofilase. Klorofilase memiliki
mekanisme kerja menghidrolisis gugus fitol sehingga mengubahnya menjadi
klorofilid yang larut air. Larutan NaHCO3 0,5% adalah larutan yang bersifat basa.
Kondisi basa biasa diterapkan dalam proses blansir sayuran berdaun hijau untuk
mencegah degradasi klorofil menjadi feofitin yang berwarna kuning coklat,
Sedangkan kapasitas antioksidan terendah diperoleh pada larutan ekstrak aquades
yaitu 1,74 + 0,27 %.
Hasil sintesis beberapa analisis senyawa yang berpotensi sebagai
antioksidan pada daun dan gel kacapiring, dapat diketahui bahwa komponen
bioaktif yang terdapat pada daun kacapiring memiliki potensi sebagai antioksidan
karena mampu mengikat radikal bebas DPPH. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh komponen klorofil dan senyawa kompleks yang terdapat pada ekstrak seperti
fraksi turunan klorofil, lutein dan karoten yang masing-masing diduga memiliki
potensi antioksidan dan keberadaan senyawa fenolik hasil ekstraksi dengan
70

pelarut metanol. Hal ini menunjukkan bahwa jenis larutan pengekstrak sangat
menentukan tingginya kapasitas antioksidan tanaman karena keberadaan senyawa
yang berperan sebagai antioksidan ini bersifat kompleks multiseluler pada
jaringan dan terikat kuat pada matriks tanaman, sehingga dapat disampaikan
bahwa daun kacapiring memiliki potensi antioksidan dengan kadar yang lebih
tinggi dibandingkan dalam bentuk gel.

Informasi zat gizi dan non gizi dari 100 g daun dan gel daun Kacapiring
Sebanyak 100 gram daun kacapiring, diekstraksi dengan pelarut aquades
1:15, maka diperoleh 1300 g gel segar. Setiap 100 gram daun dan gel
mengandung komposisi kimia seperti pada Tabel 15.
Komposisi kimia terbesar dari gel adalah air dan komponen lainnya dalam
jumlah relatif kecil namun masih memiliki potensi untuk dijadikan sumber
makanan yang mengandung beberapa komponen nutrisi seperti mineral yaitu Ca
dan Mg, serta memiliki komponen bioaktif seperti serat pangan, klorofil, dan
senyawa fenolik yang mampu berfungsi sebagai antioksidan.

Tabel 15 Komposisi zat gizi dan non gizi untuk 100 gram daun dan gel segar

Komponen Daun Segar Gel Segar


Satuan bb bk bb bk
Air % 67,29 + 0,09 - 98,75 + 0,09 -
Abu % 1,76 + 0,04 5,39 + 0,13 - -
Protein % 4,85 + 0,06 14,83 + 0,19 - -
Lemak % 2,40 + 0,01 7,35 + 0,02 - -
Serat % 8,17 + 0,24 24,98 + 0,72 1,13 + 0,01 90,61+ 1,02
Mg mgKg-1 1394,21+ 12,64 4263,15 + 38,66 34,95 + 1,38 2800,63 + 110,96
Ca mgKg-1 6532,50 + 6,12 19974,70+ 49,31 67,76 + 0,86 5429,71 + 68,98
Klorofil mgKg-1 1611,07 + 62,24 4926,25 + 190,31 14,56 + 0,10 1166,86+ 8,72
Total Fenol mgGAE 1705,81 + 0,97 5215,91+ 2,97 33,05 + 0,70 2648,16+ 56,22
/100g
Kapasitas mM 0,15+ 0,00 0,48 + 0,00 0,0031 + 0,00 0,25 + 0,01
Antioksidan TEAC/
mg
Karbohidrat % 23,67 + 0,13 72,40+ 0,12 - -
®
GAE (gallic acid equivalent), TEAC (Trolox equivalent antioxidant capacity)

Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa 100 g gel daun kacapiring mampu


menyumbangkan mineral Ca dan Mg berturut-turut 67,76 dan 34,95 mgKg-1 bb,
sedangkan kebutuhan mineral Ca dan Mg bagi pria dan wanita dewasa usia 19-29
tahun dengan berat badan ideal 60 kg untuk pria dan 52 kg pada wanita
71

memerlukan masing masing 800 mg Ca sedangkan Mg 270 mg pada pria dan 240
pada wanita (Depkes RI 2004). Jadi mineral yang mampu disumbangkan dari 100
gram gel segar adalah sebesar 0,85% Ca dan Mg 1,29% pada pria dan 1,45%
pada wanita.
Kebutuhan serat orang dewasa normal sebesar 25-30 g/hari (Muchtadi
2000). Hasil analisis kadar serat pangan gel segar, menunjukkan bahwa 100 g gel
segar mengandung 1,13 %bb, sehingga 100 g gel yang dikonsumsi mampu
menyumbangkan 4,52% serat dari total kebutuhan perharinya (25 g). Keberadaan
senyawa bioaktif seperti klorofil dan senyawa fenolik pada 100 g gel daun
kacapiring menunjukkan potensinya sebagai antioksidan dalam menangkap
radikal bebas. Gel segar mengandung klorofil sebesar 15,92 mgKg-1bb, kadar ini
masih lebih kecil dari 1 mangkok daun bayam mentah (23,7 mg) dan lebih besar
dari 1 mangkok kol Cina yaitu 4,1 mg (hasil penelitian Bohn et al. 2004).
Kadar total fenol gel segar adalah 33,05 mg asam galat/100g, sedangkan
pada teh hijau (1 gram teh dalam 100 ml air hangat yang direndam selama 5
menit) mengandung total fenol sebesar 102,9 mg/100 g (Gill et al. 1997). Hal ini
menunjukkan bahwa kadar total fenol gel daun kacapiring masih lebih rendah 3
kali dari teh hijau. Hubungan kadar total fenol dengan kapasitas antioksidan gel
segar diketahui bahwa 100 g gel segar dengan padatan kering 1,24 g memiliki
kapasitas antioksidan 3,84 mM/ berat kering. Kadar ini jauh lebih rendah
dibandingkan dengan kapasitas antioksidan jus pomegranate (Gill et al. 1997)
yang mengandung total fenol sebesar 248,75 mg asam kaumarat/100 g dengan
kapasitas antioksidan sebesar 17,9 mM TEAC.
Sintesis hasil analisis komponen bioaktif pada daun dan gel daun
kacapiring, dapat dijelaskan bahwa daun dan gel memiliki kapasitas antioksidan
dalam mereduksi radikal bebas DPPH. Hal ini terkait dengan kadar senyawa aktif
yang berhasil diidentifikasi, seperti klorofil dan turunannya, karoten dan lutein,
yang masing-masing kemungkinan mempunyai potensi dalam mereduksi senyawa
radikal, serta mengandung senyawa fenolik. Senyawa fenolik merupakan salah
satu senyawa aktif yang mampu menyumbangkan elektron (transfer hidrogren)
untuk menstabilkan senyawa radikal bebas dengan gugus hidroksil yang
dimilikinya, sehingga ekstrak daun dan gel memiliki potensi sebagai antioksidan
alami walaupun masih lebih rendah dari ekstrak daun teh.
72

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Daun kacapiring memiliki komponen yang dapat membentuk gel. Gel


terbaik dari uji organoleptik diperoleh pada perlakuan ekstraksi rasio daun dengan
aquades 1:15. Daun dan gel mengandung mineral Ca (19.974,70+49,31 dan
5429,71+68,98 mgKg-1bk), Mg (4263,15+38,66 dan 2800,63+110,96 mgKg-1bk).
Komponen utama pada gel adalah serat pangan yaitu 90,61+1,02%bk, dengan
rasio serat pangan larut lebih tinggi dari serat pangan tidak larut (58,94+1,01 dan
31,67+0,03%bk). Hasil analisis substansi pektat menunjukkan bahwa isolat KPG
daun kacapiring mengandung asam galakturonat sebesar 56,53+0,61%bk,
sehingga kelompok polimer penyusun gel daun kacapiring adalah sebagian besar
polimer pektin.
Isolasi KPG dilakukan dengan larutan EDTA 0,028 M sebanyak 20%.
Rendemen KPG diperoleh sebesar 1,19%bb. Hasil fraksinasi larutan 0,25% isolat
KPG menunjukkan bahwa KPG daun kacapiring terdiri dari senyawa polisakarida
dengan berat molekul besar yaitu 1000-2000 kDa. Identifikasi monomer
menunjukkan bahwa KPG tersusun oleh glukosa dan asam galakturonat.
Komponen bioaktif yang terdapat pada daun dan gel adalah total fenol
(5215,91+2,97 dan 2648,16+56,22 mg GAE/g bk), dan total klorofil yaitu
4926,25+190,31 dan 1166,86+8,72 mgKg-1 bk. Hasil identifikasi fraksi ekstrak
daun dan gel dengan aseton, terdiri atas klorofil a, klorofil b, lutein, feofitin dan
karoten, serta kapasitas antioksidan pada daun dan gel segar setelah dikonversi
diperoleh sebesar 1,5x10-1+0,00 dan 3,1x10-3+0,00 mM TEAC/mg berat kering.

Saran

Identifikasi menggunakan instrumen seperti high performance liquid


chromatography (HPLC), sangat diperlukan untuk melengkapi data kualitatif
monomer penyusun KPG hasil identifikasi menggunakan kromatografi kertas.
Komponen bioaktif pada daun kacapiring, seperti senyawa fenolik perlu
dilakukan identifikasi, untuk mengetahui komponen yang paling berperan sebagai
antioksidan, sehingga dapat dikembangkan ke arah produk nutraceutical/
farmaceutikal dengan melakukan uji efikasi dan toksisitas sebelumnya.
73

DAFTAR PUSTAKA

Alipingdiah SG. 1979. Usaha memahami proses penjendalan cincau. Jurusan


Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.

Alsuhendra. 2004. Daya anti-aterosklerosis Zn-turunan klorofil dari daun


singkong (Manihot esculenta Crants) pada kelinci percobaan. [disertasi].
Bogor: Program Studi Ilmu Pangan. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.

Ananta E. 2000. Pengaruh ekstrak daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers)
terhadap proliferasi alur sel kanker K-562 dan Hela. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Andarwulan. 1995. Isolasi and karakterisasi antioksidan dari jinten (Curminum


Cyminum Linn) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.

Angel M. et al. 2002. Principal component analysis of the polyphenol content in


young red wines. Department of Analytical Chemistry, Nutrition and Food
Science. University of La Laguna, 38071 Santa Cruz de Tenerife, Spain.
Food Chemistry 78. 523-532.

Anggadiredja JT, Zatnika A, Purwoto H, Istini S. 2006: Seri Agribisnis; Rumput


Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari L, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989.


Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor.

AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1998. Official Methode of


Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Ed. Ke-14.
Virginia: Arlington Inc.

Artha IN. 2001. Isolasi dan karakteristik sifat fungsional komponen pembentuk
gel cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers). [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Asp NG, Johannson CG, Halmer H, & Silsestrom M. 1983. Rapid enzymatic
assay of insoluble and soluble dietery fibre. J Agric Food Chem. 31:467-
482.

Asplund K. 2002. Antioxidant vitamin in the revention of cardiovascular desease:


a systematic review. J.Intern. Med. 251.372-392
74

Astawan M. 2006. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal.


http://www.kompas.com/kesehatan/news/0501/ 16/22.033.

Atmosukarto. 2003. Mencegah Penyakit Degeneratif dengan Makanan. Cermin


Dunia Kedokteran. 140:41-49.

Batari R. 2007. Identifikasi senyawa flavonoid pada sayuran indigenous Jawa


Barat. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Barbut S, Foegeding EA. 1993. Ca2+ induced gelation of preheated whey protein
isolate. J Food Sci. 58 (4): 867-869.

Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. New York: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg. 252-317.

Bell AE.1989. Gel Structure and Food Biopolymer. Rading Univ. 251-273.

Bianca K. 1993. Pengaruh penambahan ZnCl2 di dalam pembuatan ekstrak warna


dari campuran daun suji (Pleomele angustifolia) dan daun pandan
(Pandanus amaryllifolius Roxb.). [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Black LT, Bagley EB. 1978. Determination simple sugar from soybean and
product. J.Am. Oil Chem. Soc.62.1292-1295.

Bohn T, Walczyk T, Leisibach S, Horrell RF. 2004. Chlorophyll bound


magnesium in commonly consumed vegetables and fruits : relevance to
magnesium nutrition.J. Food Sci; 69(9): S347-S350.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005.


Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional.

Bruneton J. 1999. Isolation and Structure Analysis in Pharmacognosy


Pytochemistry Medicical Plants Polycaccharide. France: Lavoisier Pub. 37-
38.

Chanwitheesuk A, Teerawutgulrag A, Rakariyatham N. 2005. Screening of


antioxidant activity and antioxidant compounds of some edible plants of
Thailand. Food Chemistry 92. 491-497.

Chen et al. 2007. Antioxidant potential of crocins and ethanol extracts of


Gardenia jasminoides Ellis and Crocus sativus L.: a relationship
inverstigation between antioxidant activity and crocin contents. Food
Chemistry. S0308-8146 (07) 01139-9

Dalimartha S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3, Temukan Rahasia


Sehat dari Alam Sekitar. Puspaswara.
75

[Departemen Pertanian] 2004. Rencana Strategis Badan Penelitian dan


Pengembangan Pertanian 2005-2009. Jakarta.

[Departemen Kesehatan Republik Indonesia]. 2004. Angka Kecukupan Gizi yang


Dianjurkan.

[Departemen Kesehatan Republik Indonesia]. 2001. Daftar Komposisi Bahan


Makanan.

Duh P-D, Yen G-C, Yen W-J, Wang B-S, Chang L-W. 2004. Effect of pu-erh tea
of oxidative damage and nitric oxide scavenging. J. Agric. Food Chem. 52.
8169-8176.

Egner A, et al. 2001. Chlorophylin intervention reduce aflatoxin DNA adducts in


individuals at high risk for liver cancer. PNASS on Live Medical Science.

EndoY, Usuki R, Kaneda T. 1985. Antioxidant effects of chlorophyll and


pheophytin on the autoxidation of oils in the dark. The mechanism of
antioxidative action of chlorophyll. JAOCS 62: 1387-1390.

Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat


Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Farida Y. 2002. Kajian terhadap sifat fungsional komponen pembentuk gel dalam
daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers). [tesis]. Bogor : Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Fatmawati, 2003. Telaah kandungan kimia daun kacapiring (Gardenia


Jasminoides Ellis). [ringkasan]. Departemen Farmasi ITB.
kalib@fa.itb.ac.id.

Ferruzzi MG, Failla ML, Schwartz SJ. 2001. Assessment of degradation and
intestinal cell up take of carotenoid and chlorophyl derivates from spinach
pure using an in vitro digestion and caco-2. human cell model. J Agric Food
Chem (49). 2082-2089.

Funami et al. 2007. Functions of fenugreek gum with various molecular weights
on the gelatinization and retrogradation behaviors of corn starch-2: Food
Hydrocolloids. Volume 22. July 2008. Pages 777-787.

Franke AA, Cooney RV, Henning AM, Custer LJ. 2005. Bioavailibility and
antioxidant of orange juice components in humans. J. Agric. Food Chem.
53. 5170-5178.

Gamar L, Blondeau K, and Simonet JM. 1997. Physiological approach to


extracellular polysaccharide production by Lactobacillus rhambosus strain
C83 Journal of Applied Microbiology. 83. 281-287
76

Gill MI, Tomas-Barberan FA, Hess-Pierce B, Holcroft DM,and Kader AA. 2000.
Antioxidant activity of pomegranate juice and its relationship with phenolic
composition and processing. J. Agric. Food Chem. 48,4581-4589.

Glicksman M. 1969. Gum Tecnology in The Food Industry. New York: Acad.
Press.

Golberg I. 1994. Functional Food. Chapman and Hall. New York: Ltd. London.

Gordon MH. 1990. The mechanism of antioxidant action in vitro. dalam Hudson
B.J.F. Food Antioxidant. Elsevier. Applied Science, London and New York.

Graham HD, Horace CG. 1977. Analytical Methods for Major Plant
Hydrocolloids. The Avi Pub. Com. Inc. West Port Connecticut. 540-579.

Gross J. 1991. Pigmen in vegetables: chlorophylls and carotenoids. New York:


Van Nostrand Reinhold.

Hakim N. 2005. Evaluasi sifat fisiko-kimia dan mikrobiologis ekstrak daun suji
(Pleomele angustifolia, N.E.Brown) selama penyimpanan pada suhu rendah.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Halliwell B, Gutteridge JMC, Cross CE. 1992. Free radical antioxidant in human
desease. J Lab Clin Med 119 (5): 598-620.

Hana. 2007. Pengaruh pemanasan terhadap kemampuan gula talas (Colocasia


esculenta L. Schoot) untuk mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam


spons Callyspongia sp. dari kepulauan seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian
Vol II No. 3. Desember. 127-133.

Harborne BJ. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. ITB. Bandung.

Haryadi W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia. 234-278.

Helmy AS, El-Motagali HAA. 1992. Study of the alkali degradation of celulose
with time and temperature. J Polym Degr.Stab.(38).235-239.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Volume 2-3. [terjemahan]: Badan


Litbang. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Hounghton JP, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fraction of Natural
Extracts. Chapman and Hall. New York.
77

Hudson BJF. 1990. Food antioxidant. London: Elsevier Applied Science.

Ismail et al. 2004. Total antioxidant activity and phenolic content in selected
vegetables. Journal of Food Chemistry, 87, 581-586.

Jacobus A. 2003. Pengaruh konsumsi bubuk gel daun cincau hijau (Cyclea
barbata L. Miers dan Premna oblongifolia Merr.) terhadap kadar β-carotene
dalam hati tikus percobaan. [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kang JJ. et al. 1997. Modulation of Cytochrome P-450-dependent


monooxygenases, Glutathione and Blutathione S-transferase in Rat Liver by
Geniposide from Gardenia jaminoides. Food and Chemical Technology 35.
957-965

Kurniati I. 1999. Mempelajari pengaruh pH, penambhan MnCl2 dan CMC


terhadap karakteristik gel cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers). [skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kustamiyati. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Balai penelitian Teh dan
Kina. Gambung. Bandung.

Kusumaningsih DR. 2003. Mempelajari pembuatan minuman instan dari ekstrak


daun cincau hijau Cyclea barbata L. Miers dan Premna oblongifolia Merr.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Langseth L. 2000. Antioxidant and their effect of health di dalam Labuza. P.T.
(ed). Esentials of Functional Foods. Maryland: Aspen Publishers. Inc.
Gaithersburg.

Lemmens RHMJ, Soetjipto NW. 1999. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara, No
3. Tumbuh-tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tanin. Balai Pustaka
(Persero), Jakarta. Bekerjasama dengan Prosea Indonesia, Bogor.

Liapi AIR, Bruttini. 1995. Freeze Drying. di dalam Mujumdar AS. Editor.
Handbook of Industial Drying. Volume ke-1. New-York Dekker Inc. hlm
309-345.

Lin YD, Clydesdale FM, Francism FJ. 1970. Organic acid profiles or themally
processed spinach puree. J. Food Sci. 35.641.

Lisiewska Z, Kmiecik W, Slupski J. 2004. Content of chlorophyll and carotenoids


in frozen dill : effect of usable part and pre-treatment on the content of
chlorophyll and carotenoids in frozen dill (Anethum graveolens L.),
depending on the time and temperature of storage. Food Chemistry 84. 511-
518.
78

Lopez-Ayera B, Murcia MA, and Carmona GF. 1998. Lipid peroxidation and
chlorophyll level in spinach during refrigerated storage and after industrial
processing. Food chemistry, 61. 113-118.

Macrae R. Robinson RK, dan Sadler MJ. 1993. Encyclopedia of Food Science,
Food Technology and Nutrition. Vol II. Academic Press, New York.

Mansour EHH, Khalil AH. 2000. Evaluation of antioxidant activity of some plant
extracts and their application to gropund beef parties. Food Chemistry, 69,
135-141

Manullang M. 1997. Karbohidrat Pangan. Jurusan Teknologi Pangan. Fakultas


Teknologi Industri. Universitas Pelita Harapan. Jakarta.

McCready RM, McComb EA. 1952. Colorimetric determination of pectic


substances. Western Regional Research Laboratory, Albany, Calif.
Analytical Chemistry. 24.10. 1630-1632.

Moon JH, Terao J. 1998. Antioxidant activity of cafeic acid and dihidrocafeic acid
in lard and human low-density lipoprotein. J. Agric. Food chem. 46. 5062-
5065.

Morris ER. 1979. Polysacharide structure and conformation in solution and gels.
London: Unilever Res. Butterworth. 15-50.

Muchtadi D. 2000. Sayur-Sayuran Sumber Serat dan Antioksidan Mencegah


Penyakit Degeneratif. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.

Muslimah TL. 2004. Formulasi minuman fungsional dari serbuk cincau hijau
Premna oblongifolia Merr. dengan penambahan CMC/gum arab serta
evaluasi mutunya selama penyimpanan. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nabrzyski M. 1997. Mineral components. Di dalam: Sikorski ZE. editor.


Chemical and Functional Properties of food Components. Lancaster-Baster :
Technomic Publ. Co

Nasution RI. 1999. Mempelajari pengaruh pH, penambahan NaCl dan gum arab
terhadap karakteristik gel cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers). [skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nawirska A, Kwasniewska M. 2005. Dietary fibre fractions from fruit and


vegetable processing waste. Food chemistry. 91. 221-225.

Nenadis N, Wang L-F, Tsimidou MZ, and Zhang H-Y. 2005. Radical scaveging
potential of phenolic compound encounter in O. europae product as
79

indicated by calculation of bond dissociation enthalpy anionization potential


value. J. Agric, Food Chem,53. 295-299.

Nielsen SS.1998. Introduction to the Chemical Analysis of Foods. Jones and


Bartless. ub. Boston.

Nollet LML.1990. Food Analysis by HPLC. New York: Marcell Decker, Inc.

Nollet LML. 2000. Handbook of Food Analysis Vol.1. Second Edition, Revised
and Expanded. Physical Characterization and Nutrient Analysis. New York.
Marcel Dekker. Inc.

Nostrandis V. 1976. Scientific Encyclopedia. Fifth Edition. California. Van


Nostrand Reinhold Company.

Oktaviani L.1987. Perubahan-perubahan yang terjadi pada ekstrak warna hijau


daun suji (Pleomele angustifolia) selama penyimpanan. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Phatak L, Chang KC, Brown G. 1988. Isolation and characterization of pectin in


sugar beet pulp. J Food Scie. 53. 830-833.

Prakash A. 2001. Antioxidant Activity. Meddalion Laboratories Analytical


progress. Vol 19 no 2.

Phillips GO. and Williams PA. 2000. Handbook of Hydrocolloid. CRC Press.
Boca Raton. Boston Newyork. Washington. DC.

Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. New York:


Academic Press, Inc.

[PPT] Perkumpulan Pecinta Tanaman, 2007. Jempiring Maskot Kota Denpasar.


Bali.

Prangdimurti E. 2007. Kapasitas antioksidan dan daya hipokolesterolemik ekstrak


daun suji (Pleomele angustifolia N.E. Brown). [disertasi]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pratt DEBJF, 1992. Natural Antioxidant Not Commercially. Di dalam BJF


Hudson. Editor, London: Elsevier Alphed Science.

Rahmayanti E, Sitanggang M. 2006. Taklukan Penyakit dengan Klorofil Alfalfa.


Jakarta: Agro Media Pustaka.

Rhamdani TH. 2004. Isolasi dan identifikasi senyawa bioaktif seledri dalam
menghambat aktivitas enzim xantinoksidase. [skripsi]. Bogor: Program
Studi Kimia. Departemen Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
80

Reddy V. Urooj A. Kumar A. 2004. Analytical, Nutritional and Clinical Methods.


Evaluation of antioxidant of some plant extracts and their application in
biscuit. Department of Studies in Food Science and Nutrition, University of
Mysore, Manasasagangotri, Mysore 570006. India Defence Food Research
Laboratory Siddharthnagar, Mysore 570 011, India. Food Chemistry 90.

Rendleman AJ. 1986. Carbohydrate-mineral complexes in food. Di dalam Birch,


GG, Lindley MG. editor. Interactions of Food Components. Elsevier Appl.
Sci. Pub. London dan New York.

Sakanaka S, Tachibana Y, Okada, Yuki. 2005. Preparation and antioxiant


properties of extracts of Japanese persimo leaf tea (kakinocha-cha). Food
chemistry 89. 569-575.

Schuler P. 1990. Natural Antioxidants Exploited Commercially. Di dalam


Hudson, B. J. Fled. Food Antioxidants. London: Elsevier Applied Science.

Scott FW. 1990. HPLC (Determination of carbohydrates in food). Nutrition


Research Div. Ontario. J Cell Sci (2) 51-58.

Setyaningsih D. 1998. Karakteristik sensori dan profil peptida filtrat moromi


setelah fraksinasi dengan ultrafiltrasi [tesis]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.

Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

Southgate DAT. 1991. Determination of carbohydrates in foods-unvailable


carbohydrates. J Sci Food Agric (20). 331-335.

Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.


Liberty Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi Universitas Gadjah Mada.

Tang J, Mariva AT, Zeng Y. 1995. Mechanical properties of gellan gels in relation
to divalent cations. J Food Sci 60 (4). 748-752.

Turkmen N, Sari F, Velioglu YS. 2005. The effect of cooking methods on total
phenolics and antioxidant activity of selected green vegetables. Food
chemistry 93. 713-718.

Ubando-Rivera J, Navarro-Ocana A, Valdivia-Lopez MA. 2005. Mexican lime


peel : Comparative study on contents of dietary fibre and associated
antioxidant activity. Food Chemistry. 89.57-61.
81

Untoro A. 1985. Mempelajari beberapa sifat dasar dalam pembentukan gel dari
cincau hijau (Premna oblongifolia Merr) [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Vanamala J, et al. 2005. Bioactive compound of grapefruit (Citrus paradise CV.


Rio Red) respond differently to postharvest irradiatioan, storage, and freeze
drying. J Agric. Food Chem.53. 3980-3985.

Walter RH. 1991. The Chemistry and Technology of Pectin. California: Academic
Press, Inc. San Diego. 92101.

Wijeratne SSK, Amarowicz R, Shahidi F. 2006. Antioxidant activity of almonds


and their by-product in food model systems. Department of Biochemistry,
memorial University of Newfoundland, St. John’s Newfoundland, A1B 3x9,
Canada. Paper no J11187 in JAOCS 83.223-230

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Wylma. 2003. Ketersediaan hayati karotenoid bubuk daun cincau Cyclea barbata
L. Miers [skripsi]. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Yang J, Du Y, Huang R, Wan Y, Li T. 2001. Chemical modification,


characterization and structure-anticoagulant activity relationships of Chinese
lacquer polysaccharides. Food Hydrocolloids. Volume 15. Issues 4-6. 11
July 2001. 643-653.

Zayas, JF. 1997. Functionality of Protein in Food. Springer-Verlag Berlin


Heidelberg. Germany

Zhou T, Zhao W, Fan G, Chai Y, Wu Y. 2007. Isolation and purification of


irridoid glycosides from Gardenia jasminoides Ellis by isocratic reversed-
phase two-dimensional preparative high-performance liquid
chromatography with column switch technology. Sanghay Key Laboratory
Pharmaceautical Metabolite Research, Second Military Medical University.
No 325 Guohe Road,Shanghai 200433. China. Jour. of Chromatography
B.296-301.
82

Aurand LW. Woods AE.Wells MR. 1988. Food Composition and Analysis.
Published by Van Nostrand Reinhold 115 Fifth Avenue, New York, N.Y.
10003.
Hendriyani D. 2003. Kajian bioavailibilitas klorofil bubuk daun cincau hijau
(Cyclea barbata L. Miers) pada hati dan plasma tikus [skripsi]. Bogor:
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Nawirska A, Oszmianski J. 2001. Binding of metal ion by selected fraction of


fruit pomace. Zywnose Nauka, Technologia Jakase 4.(29), 66-77
Lampiran 1. Komposisi Kimia Daun Kacapiring

%BB (BASIS BASAH)


KAP.
AIR ABU PROTEIN LEMAK SERAT PANGAN (%) Mg Ca KLOROFIL% FENOL ANTIOK KH
UL % % % % Total L TL % % Total a b % mM/mg %
1 67.2910 1.7416 4.8545 2.4153 8.0822 5.9579 2.1243 0.1393 0.6546 0.1539 0.1096 0.0443 1.7049 0.1572 23.6976
2 67.3042 1.8290 4.7977 2.3944 7.8810 5.8479 2.0331 0.1382 0.6546 0.1621 0.1181 0.0441 1.7049 0.1571 23.6747
1 67.4068 1.7283 4.9402 2.4109 8.3178 6.1553 2.1625 0.1390 0.6519 0.1689 0.1202 0.0487 1.7066 0.1583 23.5138
2 67.1823 1.7631 4.8181 2.4032 8.4021 6.2655 2.1366 0.1412 0.6519 0.1595 0.1142 0.0454 1.7066 0.1559 23.8333
X 67.2961 1.7655 4.8526 2.4060 8.1708 6.0567 2.1141 0.1394 0.6533 0.1611 0.1155 0.0456 1.7058 0.1572 23.6799
SD 0.0918 0.0447 0.0629 0.0092 0.2359 0.1886 0.0563 0.0013 0.0016 0.0062 0.0047 0.0021 0.0010 0.0010 0.1310
1392.6055 6546.4739 1538.7618 1096.1273 443.0211 1704.9702
1381.9889 6546.4739 1621.4524 1180.9023 440.9500 1704.9702
1390.3787 6518.5390 1688.7702 1201.8674 487.3274 1706.6552
1411.9017 6518.5390 1595.3194 1141.8849 453.8337 1706.6552
mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/100g
X 1394.2187 6532.5065 1611.0760 1155.1955 456.2831 1705.8127
SD 12.6439 16.1282 62.2406 46.5665 21.4533 0.9728

%BK BASIS KERING


AIR ABU PROTEIN LEMAK SERAT % Mg Ca KLOROFIL % FENOL K.ANTIOK KH
UL % % % % Total Larut TL % % Total a b % mM/mg %
1 0.0000 5.3254 14.8438 7.3853 24.7134 18.2178 6.4956 0.4258 2.0017 0.4705 0.3352 0.1355 5.2133 0.4808 72.4455
2 0.0000 5.5927 14.6701 7.3214 24.0981 17.8815 6.2166 0.4226 2.0017 0.4958 0.3611 0.1348 5.2133 0.4805 72.4158
1 0.0000 5.2848 15.1058 7.3718 25.4336 18.8213 6.6123 0.4251 1.9932 0.5164 0.3675 0.1490 5.2185 0.4841 72.2376
2 0.0000 5.3910 14.7324 7.3483 25.6915 19.1584 6.5331 0.4317 1.9932 0.4878 0.3492 0.1388 5.2185 0.4768 72.5283
X 0.0000 5.3985 14.8380 7.3567 24.9842 18.5198 6.4644 0.4263 1.9975 0.4926 0.3533 0.1395 5.2159 0.4805 72.4068
SD 0.0000 0.1367 0.1924 0.0281 0.7213 0.5766 0.1722 0.0039 0.0049 0.0190 0.0142 0.0066 0.0030 0.0060 0.1224
4258.2246 20017.4104 4705.1326 3351.6714 1354.6432 5213.3385
4225.7618 20017.4104 4957.9787 3610.8914 1348.3101 5213.3380
4251.4156 19931.9928 5163.8189 3674.9972 1490.1200 5218.4908
4317.2272 19931.9928 4878.0707 3491.5863 1387.7051 5218.4908
mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/100g
X 4263.1573 19974.7016 4926.2502 3532.2866 1395.1946 5215.9145
SD 38.6617 49.3159 190.3154 142.3884 65.5985 2.9748
Lampiran 2 Rendemen bubuk daun yang dikeringkan dengan freeze dryer dan kadar air

Rendemen Bubuk Daun


Sampel Berat daun Berat setelah Rendemen Berat setelah diayak %
Daun Segar g Kering g % 40 mesh g
U1 1 25.1 8.5 33.8645 5.78 23.0278
2 25.1 8.6 34.2629 5.79 23.0677
U2 1 25.0 8.4 33.6000 5.80 23.2000
2 25.2 8.7 34.5238 5.82 23.0952
Rata-rata 34.0628 Rata-rata 23.0977
SD 0.65323 SD 0.0740

Kadar air bubuk daun hasil freeze dryer


NO UL Cawan Cawan + Spl Berat sampel BERAT SELISIH KA
Kosong (g) g B. AWAL g g B. AKHIR (g) (%)b/b
U1 1 26.0320 28.5731 2.5411 28.3584 2.3264 8.4490
2 25.6180 28.0270 2.4090 27.8260 2.2080 8.3437
U2 1 25.2426 27.3231 2.0805 27.1490 1.9064 8.3681
2 26.1613 28.1942 2.0329 28.02446 1.8631 8.3496
Rata-rata 8.3776
SD 0.0487
Lampiran 3. Kriteria dan Hasil Uji Organoleptik

Tabel 1 Terbentuknya Buih


Kriteria Penilaian Skor
Tabel 4 Kekentalan
Sangat tidak berbuih 7 Kriteria penilaian Skor
Tidak berbuih 6 Sangat kental 7
Agak tidak berbuih 5 Kental 6
Netral 4 Agak kental 5
Agak berbuih 3 Netral 4
Berbuih 2 Agak tidak kental 3
Sangat berbuih 1 Tidak kental 2
Sangat tidak kental 1
Tabel 2 Aroma gel
Kriteria Penilaian Skor Tabel 5 Penerimaan keseluruhan
Sangat khas daun 7
Khas daun 6 Kriteria Penilaian Skor
Agak khas daun 5 Sangat suka 7
Netral 4 Suka 6
Agak tidak khas daun 3 Agak suka 5
Tidak khas 2 Netral 4
Sangat khas 1 Agak tidak suka 3
Tidak suka 2
Tabel 3 Warna gel Sangat tidak suka 1
Kriteria Penilaian Skor
Sangat hijau 7
Hijau 6
Agak hijau 5
Netral 4
Agak tidak hijau 3
Tidak hijau 2
Sangat tidak hijau 1
1. BUIH

a. Analisis sidik ragam terhadap atribut terbentuknya buih


b. Uji lanjut Duncan’s terhadap atribut buih gel daun kacapiring
Sumber Derajat Jumlah Kuadarat F Nilai
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah hitung P Perlakuan Nilairata-rata Kehomogenan Grup
Perlakuan 30 376.6666 12.5555 78.17 0.0001 AQ 1:15 6.0000 a
Galat 125 20.0769 0.1606 AQ 1:10 3.1923 b
Total 155 396.7435 AM 1:15 3.0000 b
* berbeda nyata pada taraf 0.05 AM 1:10 2.2308 c
AQ 1:5 1.9231 d
AM 1:15 1.1154 e
AQ : aquades, AM : air minum dalam kemasan

2. WARNA

a. Analisis sidik ragam terhadap atribut warna gel


b. Uji lanjut Duncan’s terhadap atribut warna gel daun kacapiring
Sumber Derajat Jumlah Kuadarat F Nilai
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah hitung P Perlakuan Nilai rata-rata Kehomogenan Grup
Perlakuan 30 35.1282 1.1709 5.07 0.0001 AQ 1:10 6.3846 a
Galat 125 28.8461 0.2307 AM 1:10 6.2308 ab
Total 155 63.9743 AQ 1:5 6.1538 ab
* berbeda nyata pada taraf 0.05 AQ 1:15 6.0000 b
AM 1:15 5.9615 b
AM 1:5 5.1923 c
AQ : aquades, AM : air minum dalam kemasan
3. AROMA GEL

a. Analisis sidik ragam terhadap atribut aroma gel


Sumber Derajat Jumlah Kuadarat F Nilai
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah hitung P b. Uji lanjut Duncan’s terhadap atribut aroma gel daun kacapiring
Perlakuan 30 178.5897 5.9529 3.30 0.0001
Galat 125 225.1538 1.8012 Perlakuan Nilai rata-rata Kehomogenan Grup
Total 155 403.7435 AQ 1:15 5.6154 a
AQ 1:10 5.5385 a
* berbeda nyata pada taraf 0.05 AM 1:10 4.1154 b
AQ 1:5 4.0385 b
AM 1:5 3.6923 b
AM 1:15 3.4615 b
4. KEKENTALAN GEL AQ : aquades, AM : air minum dalam kemasan

a. Analisis sidik ragam terhadap atribut aroma gel b. Uji lanjut Duncan’s terhadap atribut kekentalan gel daun kacapiring
Sumber Derajat Jumlah Kuadarat F Nilai Perlakuan Nilai rata-rata Kehomogenan Grup
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah hitung P AM 1:10 5.8462 a
Perlakuan 30 135.0897 4.5029 2.45 0.0001 AQ 1:5 5.7308 a
AM 1:15 5.6154 a
Galat 125 229.7500 1.8380
AM 1:5 5.3462 a
Total 155 364.8397 AQ 1:15 4.5000 b
* berbeda nyata pada taraf 0.05 AQ 1:10 4.1538 b
AQ : aquades, AM : air minum dalam kemasan

5. PENERIMAAN UMUM b. Uji lanjut Duncan’s terhadap penerimaan umum


Perlakuan Nilai rata-rata Kehomogenan Grup
a. Analisis sidik ragam terhadap atribut penerimaan umum AQ 1:15 5.3077 a
Sumber Derajat Jumlah Kuadarat F Nilai AM 1:15 4.8846 a
AQ 1:10 4.8077 a
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah hitung P
AM 1:10 4.6154 a
Perlakuan 30 256.0641 8.5354 4.32 0.0001 AQ 1:5 3.0769 b
Galat 125 247.1858 1.9774 AM 1:5 2.8077 b
Total 155 503.2500 AQ : aquades, AM : air minum dalam kemasan
* berbeda nyata pada taraf 0.0
Lampiran 4 Analisis pH, kekentalan (viskositas) kekentalan gel terbaik dan kadar air

pH
Sampel Uji Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata SD
1 2 1 2
AMDK 6.52 6.52 6.51 6.50 6.5125 0.0096
Aquades 6.25 6.24 6.24 6.24 6.2425 0.0050
Gel terbaik 4.68 4.68 4.69 4.68 4.6825 0.005
EDTA 0.028 M 10.99 10.99 11.00 11.00 10.995 0.0058
Gel + EDTA 0.028 M 20% 10.25 10.26 10.26 10.26 10.26 0.0058

Nilai viskositas dari gel terbaik (Brookfield)


Gel terbaik (1 : 15) Sentipoise (cP) Rata-rata
Ulangan I 70 x 50 71 x 50 70.5 x 50
Ulangan II 73 x 50 72 x50 72.5 x 50

Kadar air gel segar


NO UL Cawan Cawan + Spl Berat sampel BERAT SELISIH KA
Kosong (g) g B. AWAL g g B. AKHIR (g) (%)b/b
U1 1 23.7654 29.6085 5.8431 23.8355 0.0701 98.8002
2 17.6146 22.4246 4.8100 17.6709 0.0563 98.8295
U2 1 19.7665 25.4113 5.6448 19.8441 0.0776 98.6252
2 18.1905 22.1345 3.944 18.2397 0.0492 98.7525
Rata-rata 98.7519
SD 0.0901
Lampiran 5 Kehilangan berat gel selama 5 jam disimpan pada suhu kamar (25oC)

Ulangan Berat Berat Akhir % Kehilangan Massa


Awal Selama 5 jam penyimpanan
(g) (g) 1 2 3 4 5
1 11.2843 11.0608 1.9806
2 11.3473 11.1318 1.8991
1 12.0092 11.7805 1.9044
2 10.8247 10.6293 1.8051
Rata-rata 1.8973
sd 0.0622
1 11.6960 10.6911 8.5918
2 11.6610 10.7594 7.7318
1 12.3024 11.3188 7.9952
2 11.4975 10.4762 8.8828
Rata-rata 8.3004
sd 0.5293
1 12.0116 10.3359 13.9507
2 11.8935 10.3934 12.6128
1 11.9363 10.3224 13.5209
2 12.0501 10.4270 13.4696
Rata-rata 13.3885
sd 0.5603
1 12.0110 9.7250 19.0326
2 12.1247 9.9328 18.0780
1 12.1488 9.8323 19.0677
2 11.492 9.3404 18.7226
Rata-rata 18.7252
sd 0.4585
1 11.3266 8.8209 22.1223
2 11.4825 8.7495 23.8014
1 11.6042 8.9674 22.7228
2 11.7475 8.9763 23.5897
Rata-rata 23.0591
sd 0.7796
Lampiran 6 Kehilangan berat gel selama 5 jam disimpan pada suhu rendah(8oC)
Ulangan Berat Berat Akhir % Kehilangan Massa
Awal Selama 5 jam penyimpanan
(g) (g) 1 2 3 4 5
1 12.2965 10.7715 12.4019
2 11.6996 10.2294 12.5662
1 11.9018 10.3856 12.7392
2 12.7534 11.1257 12.7628
Rata-rata 12.6175
sd 0.1683
1 11.5748 17.2967 16.9592
2 10.9839 16.5194 17.8880
1 11.6578 17.2087 16.8402
2 11.9777 17.5212 17.6144
Rata-rata 17.3254
sd 0.5054
1 11.3978 16.7162 20.5451
2 11.4893 16.5897 20.8533
1 12.3653 17.2345 21.2206
2 12.3961 17.2628 21.0800
Rata-rata 20.9248
sd 0.2948
1 11.9693 15.8154 31.2658
2 11.8407 15.8259 30.2186
1 11.9906 15.9525 30.8183
2 10.8131 15.0249 29.5752
Rata-rata 30.4695
sd 0.7344
1 11.7870 14.0555 44.9121
2 12.2829 14.4259 44.4194
1 12.6921 14.5324 45.3534
2 11.1564 13.6377 45.7979
Rata-rata 45.1207
sd 0.5910
Lampiran 7 Komposisi Kimia Gel Segar
% BB
KAP. AN
AIR SERAT % Mg Ca KLOROFIL % FENOL TIOK KH
UL % Total Larut Tidak % % Total a b % mM/mg
1 98.8003 1.1453 0.7495 0.3958 0.0034 0.0066 0.0015 0.0008 0.0007 0.0324 0.0031 1.1997
2 98.6253 1.1274 0.7321 0.3953 0.0034 0.0068 0.0015 0.0007 0.0007 0.0324 0.0031 1.3747
1 98.8295 1.1151 0.7201 0.3950 0.0037 0.0068 0.0014 0.0009 0.0007 0.0336 0.0032 1.1705
2 98.7525 1.1360 0.7412 0.3948 0.0036 0.0068 0.0014 0.0008 0.0007 0.0336 0.0030 1.2475
RATA-RATA 98.7519 1.1310 0.7357 0.3952 0.0035 0.0068 0.0015 0.0008 0.0007 0.0330 0.0031 1.2481
SD 0.0902 0.0128 0.0126 0.0004 0.0002 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0007 0.0001 0.0902
34.1527 66.4777 14.6669 7.5867 7.0847 32.4440
33.5287 68.2488 14.6484 7.4834 7.1695 32.4440
36.6142 68.1732 14.4641 7.5263 6.9423 33.6595
35.5232 68.1732 14.4752 7.5123 6.9673 33.6595
mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/100g
RATA-RATA 34.9547 67.7682 14.5637 7.5272 7.0410 33.0518
SD 1.3849 0.8611 0.1089 0.0435 0.1058 0.7018
% BASIS KERING
KAP.
AIR SERAT % Mg Ca KLOROFIL % FENOL ANTIOK
UL % Total Larut Tidak % % Total a b % Mm/mg
1 0.0000 91.7621 60.0504 31.7117 0.2736 0.5326 0.1175 0.0608 0.0568 2.5995 0.2487
2 0.0000 90.3327 58.6604 31.6723 0.2686 0.5468 0.1174 0.0600 0.0574 2.5995 0.2446
1 0.0000 89.3467 57.6977 31.6490 0.2934 0.5462 0.1159 0.0603 0.0556 2.6968 0.2547
2 0.0000 91.0205 59.3887 31.6318 0.2846 0.5462 0.1160 0.0602 0.0558 2.6968 0.2392
RATA-RATA 0.0000 90.6155 58.9493 31.6662 0.2801 0.5430 0.1167 0.0603 0.0564 2.6482 0.2468
SD 0.0000 1.0277 1.0092 0.0346 0.0111 0.0069 0.0009 0.0003 0.0008 0.0562 0.0065

90.6155 2736.3748 5326.3148 1175.1386 607.8591 567.6410 2599.4683


2686.3783 5468.2131 1173.6563 599.5846 574.4347 2599.4683
2933.5941 5462.1579 1158.8886 603.0182 556.2257 2696.8566
2846.1807 5462.1579 1159.7754 601.8976 558.2338 2696.8566
mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/100g
RATA-RATA 2800.6320 5429.7109 1166.8647 603.0899 564.1338 2648.1625
SD 110.9602 68.9898 8.7266 3.4861 8.4805 56.2272
Lampiran 8 Rendemen bubuk gel, KPG dan kadar air

Rendemen bubuk gel


Sampel Berat daun Pelarut + Daun Gel W kering rendemen rendemen
Daun segar Segar g ml (ml) K.A 8% % dr daun % dr gel
U1 1 25.0 400 302 2.9526 11.8106 0.9777
2 25.2 400 304 2.9582 11.7389 0.9731
U2 1 25.0 400 310 2.8797 11.5189 0.9289
2 25.3 400 312 2.8482 11.2579 0.9129
Rata-rata 11.6437 0.9481
SD 0.2489 0.0321

Rendemen komponen pembentuk gel (KPG)


Dalam 500 g gel segar Dalam 100 g gel segar
Gel (g) Berat KPG g KA 6.6408 KPG bk g Gel W KPG KA 6.6408 KPG bk
502.00 5.981 0.3971 5.5838 100.40 1.1962 0.0794 1.1167
504.00 5.997 0.3982 5.5987 100.80 1.1994 0.0796 1.1197
501.00 5.962 0.3959 5.5660 100.20 1.1924 0.0791 1.1132
501.00 6.033 0.4006 5.6323 100.20 1.2066 0.0801 1.1264
Rata-Rata 5.9932 0.3979 5.5952 Rata-Rata 1.1986 0.0796 1.1190
SD 0.0301 0.0019 0.0281 SD 0.0060 0.0004 0.0056

Kadar air bubuk gel setelah freeze dryer


NO UL Cawan Cawan + Spl Berat sampel BERAT SELISIH KA
Kosong (g) g B. AWAL g g B. AKHIR (g) (%)b/b
U1 1 25.2367 25.4138 0.1771 25.3997 0.1630 7.9616
2 26.0274 26.3101 0.2827 26.2870 0.2596 8.1712
U2 1 26.1557 26.3699 0.2142 26.3515 0.1958 8.5901
2 25.6156 25.8946 0.279 25.8684 0.2528 9.3906
Rata-rata 8.5283
SD 0.6314
Lampiran 9 Analisis kadar serat pangan
Serat pangan tidak larut
KODE KS1 KS2 CW1 CW2 K C K&C BLK SELISIH
Berat K.saring Cawan Cwn SERAT PANGAN TIDAK LARUT (SMTL)
sampel kosong KS+Isi kosong +abu SELISIH SELISIH SELISIH SELISIH
g g g g g g g g g g (%) bb % air berat kering % bk
GEL 1 8.3124 0.7914 0.8373 15.642 15.6514 0.0459 0.0094 0.036 0.0036 0.0329 0.3957 8.2127 0.0997 31.7042
2 7.8674 0.7664 0.8108 19.3524 19.3621 0.0444 0.0097 0.035 0.0036 0.0311 0.3953 7.7753 0.0921 31.6723
1 9.0124 0.7581 0.8072 17.3664 17.3763 0.0491 0.0099 0.039 0.0036 0.0356 0.3950 8.8885 0.1239 31.6490
2 7.6495 0.7812 0.8246 19.0124 19.022 0.0434 0.0096 0.034 0.0036 0.0302 0.3948 7.5541 0.0954 31.6318
Rata-rata 0.3952 31.6643
SD 0.0004 0.0068
BUBUK DAUN DAUN SEGAR
%bb %bk %bb %bk
DAUN 1 0.8546 0.7751 0.8354 16.5855 16.5956 0.0603 0.0101 0.050 0.0036 0.0466 5.4528 0.0722 5.9561 2.1279 6.5055
2 0.7914 0.7867 0.8425 17.0112 17.0221 0.0558 0.0109 0.045 0.0036 0.0413 5.2186 0.0660 5.6937 2.0310 6.2118
1 0.8215 0.7692 0.8291 19.0124 19.0231 0.0599 0.0107 0.049 0.0036 0.0456 5.5508 0.0687 6.0577 2.1547 6.6109
2 0.8114 0.7599 0.8189 21.0215 21.0324 0.0590 0.0109 0.048 0.0036 0.0445 5.4843 0.0677 5.9840 2.1427 6.5291
Rata-rata 5.4267 5.9229 2.1141 6.4643
BLANKO 1 0.6954 0.7021 15.2121 15.2153 0.0067 0.0032 0.004 SD 0.1446 0.1587 0.0564 0.1509
2 0.7236 0.7301 16.9415 16.9443 0.0065 0.0028 0.004
Rata-rata 0.004
Lanjutan analisis kadar serat pangan larut dan total serat pangan

KODE W KS3 KS4 CW3 CW4 K C K&C BLK SELISIH TOTAL BK % SL TS


Cwn SML
Berat K.saring KS+Isi Cawan +abu SELISIH SELISIH SELISIH SELISIH (%) TSM BK BK
sampel kosong kosong RATA2
GEL 1 8.3124 0.7914 0.8602 18.0124 18.0158 0.0688 0.0034 0.065 0.0031 0.0623 0.7494 1.1451 8.3124 60.0433 91.7475
2 7.8674 0.7681 0.8319 18.9144 18.9175 0.0638 0.0031 0.061 0.0031 0.0576 0.7321 1.1274 7.8674 58.6598 90.3321
1 9.0124 0.7764 0.8485 19.1241 19.1282 0.0721 0.0041 0.068 0.0031 0.0649 0.7201 1.1151 9.0124 57.6972 89.3462
2 7.6495 0.7901 0.8554 15.1246 15.1301 0.0653 0.0055 0.06 0.0031 0.0567 0.7412 1.1360 7.6495 59.3883 91.0201
Rata-rata 0.7357 1.1309 59.2071 90.6115
SD 0.0126 0.0128 0.2199 0.2214
Lanjutan analisis kadar serat pangan larut dan total serat pangan

KODE W KS3 KS4 CW3 CW4 K C kNc BLK SELISIH TOTAL


Cwn SML TSM BERAT % SL %TS
Berat K.saring KS+Isi Cawan +abu SELISIH SELISIH SELISIH SELISIH (% BB) (%BB) KERING BK BK
sampel kosong kosong RATA2
g g g g g g g g g
1 0.8546 0.7717 0.9124 19.0124 19.0193 0.1407 0.0069 0.1340 0.0031 0.1307 15.2937 20.7465 0.7823 16.7051 22.6612
DAUN 2 0.7914 0.7735 0.9035 24.1154 24.1235 0.1300 0.0081 0.1220 0.0031 0.1188 15.0114 20.2300 0.7914 16.3778 22.0715
SEGAR 1 0.8215 0.7764 0.9164 18.0115 18.0186 0.1400 0.0071 0.1330 0.0031 0.1298 15.8004 21.3512 0.8215 17.2433 23.3010
2 0.8114 0.7707 0.9125 17.6498 17.658 0.1418 0.0082 0.1340 0.0031 0.1305 16.0833 21.5677 0.8114 17.5485 23.5325
Rata-rata 16.9687 22.8915
SD 0.5260 0.6592
BLANKO 1 0.7012 0.7066 18.1144 18.1163 0.0054 0.0019 0.004
2 0.6968 0.7011 16.9565 16.9581 0.0043 0.0016 0.003

Konversi ke daun segar


DAUN SL TS Sl TS
SEGAR ( % bb) (%bb) (% bk) (% bk)
1 5.9683 8.0932 18.2467 24.7515
2 5.8423 7.8733 17.8687 24.0700
1 6.1334 8.2881 18.8180 25.3381
2 6.2836 8.4263 19.1470 25.7606
Rata-rata 6.0569 8.1710 18.5201 24.9801
SD 0.1925 0.2402 0.4952 0.6360
Lampiran 10 Analisis Substansi Pektat
kurva standar as. galakturonat
Standar Asam Galakturonat
0.80
Konsentrasi
y = 0.0037x + 0.0166
mgL-1 Absorbansi Rata-rata

absorbansi
0.60
1 2 3 R2 = 0.9974
0.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.40
24.10 0.103 0.103 0.103 0.103 0.20
48.20 0.206 0.206 0.206 0.206
96.40 0.385 0.386 0.386 0.385 -
144.60 0.557 0.557 0.557 0.557 - 50 100 150 200
192.80 0.709 0.709 0.709 0.709
konsentrasi (mg/L)

Berat Sampel Ulangan Rata-rata konsentrasi x fp % bb % bk


(gr) absorbansi x
0.1066 1 0.5350 140.1081 5,604.3 51.2278 56.3130
0.1066 2 0.5300 138.7568 5,550.2 50.7337 55.7699
0.1094 1 0.5547 145.4234 5,816.9 53.1713 56.9534
0.1094 2 0.5560 145.7838 5,831.3 53.3030 57.0946
Rata-rata 52.1090 56.5327
sd 1.3193 0.6118
Lampiran 11 Rendemen komponen pembentuk gel (KPG) dan kadar air

Dalam 500 g gel segar Dalam 100 g gel segar


Gel (g) Berat KPG g KA 6.6408 KPG bk g Gel W KPG KA 6.6408 KPG bk
502.00 5.981 0.3971 5.5838 100.40 1.1962 0.0794 1.1167
504.00 5.997 0.3982 5.5987 100.80 1.1994 0.0796 1.1197
501.00 5.962 0.3959 5.5660 100.20 1.1924 0.0791 1.1132
501.00 6.033 0.4006 5.6323 100.20 1.2066 0.0801 1.1264
Rata-Rata 5.9932 0.3979 5.5952 Rata-Rata 1.1986 0.0796 1.1190
SD 0.0301 0.0019 0.0281 SD 0.0060 0.0004 0.0056

Kadar air bubuk kpg hasil freeze dryer


NO UL Cawan Cawan + Spl Berat sampel BERAT SELISIH KA
Kosong (g) g B. AWAL g g B. AKHIR (g) (%)b/b
U1 1 6.3018 6.3180 0.0162 6.3169 0.0151 6.7901
2 6.2288 6.2414 0.0126 6.2406 0.0118 6.3492
U2 1 6.2563 6.2697 0.0134 6.2688 0.0125 6.7164
2 6.0129 6.0293 0.0164 6.0282 0.0153 6.7073
Rata-rata 6.6407
SD 0.1978
Lampiran 12 Fraksinasi komponen pembentuk gel dengan konsentrasi 0.25%

Sample cair (100 ml) Massa padatan kering


NO Berat KPG Massa
Bubuk F5 tertahan F5 lolos Total hilang F5 tertahan F5 Lolos
g ml ml ml ml g g
1 0.2519 22.5 74 96.5 3.5 0.1215 0.0076
2 0.2615 23.0 74 97 3 0.1278 0.0074
1 0.2544 22.0 75 97 3 0.1221 0.0070
2 0.2622 22.0 74 96 4 0.1280 0.0075

W sampel Massa Massa Massa lolos f5 Loss


KPG kering bubuk
g Masuk (bk) Tertahan f5 (bk) (bk) (bk)

0.2519 0.2358 0.1215 0.0076 0.1067


0.2615 0.2448 0.1278 0.0074 0.1096
0.2544 0.2382 0.1221 0.0070 0.1091
0.2622 0.2455 0.1280 0.0075 0.1100
Rata-rata 0.2411 0.1248 0.0074 0.1088
SD 0.0048 0.0035 0.0002 0.0014
Lampiran 13 Nilai rata-rata Rf fraksi monomer hidrolisat isolate KPG dan standar

Sampel Ulangan Rata-rata sd Rf


1 2
Standar glukosa 3.40 3.40 3.40 0.00 27.09
Standar fruktosa 4.00 3.80 3.90 0.14 31.08
Standar laktosa 2.10 2.20 2.15 0.07 17.13
Standar galaktosa 1.70 2.00 1.85 0.21 14.74
Standar asam galakturonat 1.50 1.60 1.55 0.07 12.35
Standar rafinosa 2.00 2.00 2.00 0.00 15.94
KPG
Spot 1 1.50 1.40 1.45 0.07 11.55
Spot 2 3.50 3.50 3.50 0.00 27.89
Jarak pelarut (cm) 7.70 7.90 7.80 0.14
Lampiran 14 Analisis Kadar Klorofil

Bubuk Gel Berat sampel Absorbansi (nm) Bubuk Gel Gel Segar
(ppm)
Klorofil total 645 663 (ppm) bb bk
U1 1 0.1066 0.3523 0.5413 1,074.9181 14.6669 1,175.1386
2 0.1066 0.3540 0.5353 1,073.5622 14.6484 1,173.6563
U2 1 0.1001 0.3253 0.5037 1,060.0539 14.4641 1,158.8886
2 0.1001 0.3260 0.5030 1,060.8651 14.4752 1,159.7754
1,067.3498 14.5636 1,166.8647
6.9129 0.1089 8.7266
Klorofil a 1 0.1066 0.3523 0.5413 556.0184 7.5867 607.8591
U1 2 0.1066 0.3540 0.5353 548.4497 7.4834 599.5846
U2 1 0.1001 0.3253 0.5037 551.5904 7.5263 603.0182
2 0.1001 0.3260 0.5030 550.5654 7.5123 601.8976
551.6560 7.5272 603.0899
2.7616 0.0435 3.4861
Klorofil b 1 0.1066 0.3523 0.5413 519.2301 7.0847 567.6408
U1 2 0.1066 0.3540 0.5353 525.4447 7.1695 574.4347
U2 1 0.1001 0.3253 0.5037 508.7885 6.9423 556.2257
2 0.1001 0.3260 0.5030 510.6254 6.9673 558.2337
Rata-rata 516.0222 7.0410 564.1338
SD 0.0007 0.1058 8.4805
Kadar Klorofil Daun Kacapiring

Bubuk Gel Berat sampel Absorbansi Bubuk Daun Daun Segar (ppm)
(nm)
Klorofil total 645 663 (ppm) bb bk
U1 1 0.0277 0.0600 0.1467 4,310.9507 1,538.7618 4,705.1326
2 0.0241 0.0540 0.1370 4,542.6141 1,621.4524 4,957.9787
U2 1 0.0248 0.0590 0.1440 4,731.2097 1,688.7702 5,163.8189
2 0.0228 0.0510 0.1257 4,469.4006 1,595.3194 4,878.0707
4,513.5438 1,611.0759 4,926.2502
174.3714 62.2406 190.3154
Klorofil a 1 0.0277 0.0600 0.1467 3,308.3817 1,096.1273 3,351.6714
U1 2 0.0241 0.0540 0.1370 3,367.1169 1,180.9023 3,610.8914
U2 1 0.0248 0.0590 0.1440 3,199.0716 1,201.8674 3,674.9972
2 0.0228 0.0510 0.1257 3,236.3622 1,141.8849 3,491.5863
112.9813 1,155.1955 3,532.2866
46.5666 142.3884
Klorofil b 1 0.0277 0.0600 0.1467 1,241.1552 443.0211 1,354.6432
U1 2 0.0241 0.0540 0.1370 1,235.3527 440.9500 1,348.3101
U2 1 0.0248 0.0590 0.1440 1,365.2823 487.3274 1,490.1200
2 0.0228 0.0510 0.1257 1,271.4474 453.8337 1,387.7051
1,278.3094 456.2830 1,395.1946
52.0506 21.4533 65.5985
Lampiran 15 Nilai Rf fraksi ekstrak aseton bubuk daun dan bubuk gel

Sampel Rf Rata-rata sd
Bubuk Daun 1 2
1 0.170 0.170 0.170 0.000
2 0.440 0.470 0.445 0.021
3 0.640 0.700 0.670 0.042
4 0.890 0.900 0.895 0.007
5 0.980 0.980 0.980 0.000
Bubuk Gel
1 0.110 0.110 0.110 0.000
2 0.330 0.320 0.325 0.007
3 0.600 0.590 0.595 0.007
4 0.910 0.910 0.910 0.000
5 0.970 0.970 0.970 0.000

Lampiran 16 Panjang gelombang maksimum dan nilai absorbansi ekstrak aseton bubuk daun dan bubuk gel

Bubuk Daun λ Absorbansi Bubuk Daun λ Absorbansi


Klorofil a 441.00 662.00 0.0470 0.0250 Klorofil a 410.00 660.00 0.035 0.0110
410.50 662.50 0.0480 0.0250 410.00 660.00 0.037 0.0140
Rata-rata 410.75 662.25 0.0475 0.0250 Rata-rata 410.00 660.00 0.036 0.0125
Klorofil b 454.00 646.00 0.0720 0.0270 Klorofil b 450.00 650.00 0.018 0.0100
454.00 646.00 0.0740 0.0270 450.00 650.00 0.020 0.0100
Rata-rata 454.00 646.00 0.0730 0.0270 Rata-rata 450.00 650.00 0.019 0.0100
Feofitin 409.50 665.50 0.0320 0.0140 Feofitin 410.00 650.00 0.018 0.0100
409.00 666.00 0.0320 0.0140 410.00 650.00 0.018 0.0100
Rata-rata 409.25 665.75 0.0320 0.0145 Rata-rata 410.00 650.00 0.018 0.0100
Lutein 410.00 664.00 0.0460 0.0230 Lutein 440.00 640.00 0.020 0.0050
410.50 664.50 0.0470 0.0240 440.00 640.00 0.020 0.0050
Rata-rata 410.25 664.25 0.0465 0.0235 Rata-rata 440.00 640.00 0.020 0.0050
Karoten 447.00 473.00 0.0290 0.0250 Karoten 390.00 400.00 0.057 0.0470
447.00 474.00 0.0280 0.0240 390.00 400.00 0.057 0.0470
Rata-rata 447.00 473.50 0.0285 0.0245 Rata-rata 390.00 400.00 0.057 0.0470
Lampiran 17 Rekapitulasi Analisis Kadar Total Fenol (mg/100 g)

Sampel mg/g mg/100 g Kurva Standar Asam Galat


bb bk
52.1334 1,704.9702 5,213.3385 mg/L Absorbansi
DAUN 52.1334 1,704.9702 5,213.3385 I II Rata2
SEGAR 52.1849 1,706.6552 5,218.4908 0 0.05 0.05 0.05
52.1849 1,706.6552 5,218.4908 10 0.132 0.132 0.132
Rata-rata 52.1591 1,705.8127 5,215.9145 20 0.219 0.219 0.219
SD 0.0297 0.9728 2.9748 30 0.366 0.366 0.366
53.6252 4,913.2644 5,362.5203 40 0.459 0.459 0.459
BUBUK 53.6252 4,913.2644 5,362.5203 60 0.632 0.632 0.632
DAUN 49.1130 4,499.8424 4,911.2960 80 0.782 0.782 0.782
49.1130 4,499.8424 4,911.2960 100 0.976 0.976 0.976
Rata-rata 51.3691 4,706.5534 5,136.9082
SD 5.2103 238.6893 260.5145
25.9947 32.4440 2,599.4683 1.2
GEL 25.9947 32.4440 2,599.4683 y = 0.0093x + 0.0571
1
SEGAR 26.9686 33.6595 2,696.8566 R2 = 0.9953

absorbansi
26.9686 33.6595 2,696.8566 0.8

Rata-rata 26.4816 33.0517 2,648.1625 0.6


SD 0.5623 0.7018 56.2272 0.4
25.5148 2,333.8757 2,551.4757 0.2
BUBUK 25.5148 2,333.8757 2,551.4757 0
GEL 24.7259 2,261.7151 2,472.5873 0 20 40 60 80 100
24.7259 2,261.7151 2,472.5873
konsentrasi (mg/L)
Rata-rata 25.1203 2,297.7954 2,512.0315
SD 0.4555 41.6619 45.5463
Lampiran 18 Kapasitas Antioksidan (Trolox® equivalent antioxidant capacity )/mg berat kering
k u r v a s t a n d a r t r o lo x
Konsentrasi Absorbansi
mg/L 1 2 3 Rata-rata 0 .7
0 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0 .6

selisih absorbansi
20 0.1920 0.1920 0.1930 0.1923 0 .5

30 0.2700 0.2700 0.2710 0.2703 0 .4


y = 0 .0 0 9 2 x - 0 .0 0 5
0 .3
40 0.3390 0.3390 0.3390 0.3390 0 .2
R 2 = 0 .9 9 6

50 0.4500 0.4500 0.4500 0.4500 0 .1


60 0.5480 0.5480 0.5480 0.5480 0 .0
70 0.6590 0.6590 0.6590 0.6590 -0 .1 - 20 40
k o n s e n tr a s i (m g /L )
60 80

Nilai x (ppm)
Sampel 0.25 ml filtrat (0.662 mg) mM/mg mM/mg
Berat Absorbansi rata- dari 26.5 mg/10 ml Bubuk daun daun segar
Sampel rata 0.25 ml filtrat
Bubuk Daun g dari 26.5 mg/10 ml 0.662 mg dalam 1 mg bb bk bb bk
(BD) sampel
BD Ul 1 0.0265 0.6770 73.0435 110.2543 0.4405 0.4808 0.1572 0.4808
0.0262 0.6690 72.1739 110.1892 0.4402 0.4805 0.1571 0.4805
BD Ul 2 0.0262 0.6740 72.7174 111.0189 0.4435 0.4841 0.1583 0.4841
0.0270 0.6840 73.8043 109.3398 0.4368 0.4768 0.1559 0.4768
Rata-rata 0.4403 0.4805 0.1572 0.4805
SD 0.0027 0.0030 0.0010 0.0060
Bubuk Gel Bubuk Gel Gel segar
(BG)
bb bk bb bk
BG U 1 0.0310 0.4110 44.1304 56.9425 0.2275 0.2487 0.0031 0.2487
0.0271 0.3540 37.9348 55.9923 0.2237 0.2446 0.0031 0.2446
BG U 2 0.0299 0.4060 43.5870 58.3103 0.2330 0.2547 0.0032 0.2547
0.0312 0.3980 42.7174 54.7659 0.2188 0.2392 0.0030 0.2392
Rata-rata 0.2257 0.2468 0.0031 0.2468
SD 0.0060 0.0065 0.0001 0.0065

You might also like