Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

Dinamika Teknik Mesin, Vol. 8, No. 2, Juli 2018 Hendry dkk.

Hendry dkk. : Karakteristik fisik dan kimia bioetanol dari jagung


p. ISSN: 2088-088X, e. ISSN: 2502-1729 (Zea mays L)

Dinamika Teknik Mesin 8 (2018) 77-82

Uji sifat fisik dan kimia bioetanol dari jagung (Zea mays L)
Hendry Sakke Tira*, I Made Mara, Z. Zulfitri, M. Mirmanto
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Mataram, Jln. Majapahit No. 62 Mataram Nusa Tenggara
Barat Kode Pos : 83125, Telp. (0370) 636087; 636126; ext 128 Fax (0370) 636087.
*Email: hendrytira@unram.ac.id

ARTICLE INFO ABSTRACT

Article History: The aim of this research is to know the physical


Received February 16, 2018 characteristics and chemical contents of corn bioethanol
Accepted March 9, 2018 (Zea Mays L.). The bioethanol is produced by distillation
Available online July 1, 2018 process through variations in fermentation duration. The
bioethanol produced then was tested in order to measure
the physical characteristics and sulphur content. The
Keywords: measured physical and chemical characteristics of
Bioethanol bioethanol were density, kinematic viscosity, flash and fire
Corn point and sulphur content. The results showed that the
Physical characteristics physical characteristic value and sulphur content of the
Chemical characteristics bioethanol had close values compared to those of the
standart. They were found in fermentation with duration of
70 hours under second distillation process. However a
further research is still be required to obtain a suitable
characteristic for transpostation purpose.

PENDAHULUAN Dari berbagai sumber energi terbarukan


Pencarian sumber energi yang baru dan yang kerap dieksploitasi adalah bioetanol.
terbarukan terus dilakukan. Usaha tersebut terus (C2H5OH). Bioetanol adalah cairan biokimia dari
berjalan karena paling tidak terdapat 2 faktor proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat
utama yaitu 1) sumber energi fosil yang mulai menggunakan bantuan mikroorganime (Romani,
menipis, 2) polusi akibat pembakaran bahan bakar 2012). Hasil dari proses pembakaran bioetanol
fosil yang membahayakan kesehatan dan sangat baik dalam hal kandungan emisi yang lebih
lingkungan. Salah satu dampak merugikan dari rendah dibandingkan bahan bakar fosil (Park,
pembakaran bahan bakar fosil adalah terjadinya 2013). Disamping itu keunggulan lain adalah
perubahan ilkim akibat pemanasan global. CO2 bahan baku yang relatif mudah untuk diperoleh.
yang dihasilkan dari proses pembakaran tersebut Namun demikian bioetanol sebelum digunakan
tidak dapat diuraikan secara maksimal oleh pada kendaraan atau sebagai bahan bakar harus
lingkungan sehingga akhirnya berakumulasi di memenuhi standar tertentu yang telah ditetapkan.
atmosfer. Lapisan CO2 yang tebal akhirnya Namun sayangnya kualitas bioetanol, yang
menghalangi radiasi sinar matahari yang dinyatakan dalam karakteristik fisik dan kimia,
dipantulkan oleh permukaan bumi untuk kembali sangat bervariasi dan bergantung pada bahan
ke angkasa. Akibatnya terjadi pemantulan sinar baku dan proses pembuatannya.
matahari kembali ke permukaan bumi dan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
menyebabkan suhu bumi meningkat dibandingkan karakteristik fisik dan kimia tersebut dengan
tahun-tahun sebelumnya (Roy, 2012). meneliti efek dari salah satu faktor penentu hasil

https://doi.org/10.29303/dtm.v8i2.231
77
Dinamika Teknik Mesin, Vol. 8, No. 2, Juli 2018 Hendry dkk. : Karakteristik fisik dan kimia bioetanol dari jagung
p. ISSN: 2088-088X, e. ISSN: 2502-1729 (Zea mays L)

akhir bioetanol yaitu waktu fermentasi. Pada Selanjutnya viskositas kinematiknya dapat
proses fermentasi sendiri terdapat banyak faktor diperoleh melalui persamaan berikut:
yang menentukan namun dalam penelitian ini Jika 32 < SSU < 100 maka:
hanya akan ditekankan pada durasi fermentasi. 1,95
Diharapkan melalui penelitian ini akan v = 0,00226 . SSU – (cSt) (2)
diperoleh informasi yang berguna sekaligus akan SSU
menambah dan memperkaya pengetahuan kita Jika SSU > 100 maka:
tentang proses pembuatan bioetanol. 1,35
v = 0,00220 . SSU - (cSt) (3)
METODE PENELITIAN
SSU
Flash Point adalah temperatur pada
Untuk melaksanakan penelitian ini beberapa
keadaan dimana uap di atas bahan bakar akan
laboratorium digunakan seperti laboratorium
terbakar dengan cepat (meledak) apabila nyala api
teknologi hasil pertanian di jurusan teknologi hasil
didekatkan padanya. Sedangkan Fire point adalah
pertanian fakultas pertanian unram untuk menguji
temperatur pada keadaan dimana uap di atas
densitas, laboratorium transportasi jurusan teknik
permukaan bahan bakar terbakar secara kontinyu
sipil fakultas teknik unram untuk menguji
apabila nyala api didekatkan padanya. Pengujian
viskositas, flash point dan fire point, dan
dilakukan dengan menggunakan Flash and Fire
laboratorium kimia analitik fakultas MIPA unram
Point Tester dengan standar pengujian ASTM D
untuk menguji kandungan belerang.
93.
Proses membuat bioetanol dimulai dari
Sebelum melakukan percobaan bioetanol
memasak tepung jagung yang dicampur air
o dari jagung yang akan diuji didinginkan terlebih
sebanyak 10 liter selama 1 jam pada suhu 110 C.
dahulu dengan menggunakan es di dalam sebuah
Kemudian tahapan liquefaction dilakukan dengan
wadah. Setelah 30 menit suhu bioetanol dapat
menambahkan 1,5 gram enzim alpha-amylase
mencapai 100C, kemudian dilakukan pengujian titik
pada bubur jagung (mash) pada suhu 95oC.
o nyala (flash point) dan titik bakar (fire point)
setelah mash mencapai suhu 55 C kemudian
dengan alat flash and fire point tester.
ditambahkan enzim gluco-amylase yang
Untuk mendapatkan karakteristik fisik dan
merupakan tahapan saccharification. Proses
kimia di atas, pengujian dilakukan dengan
selanjutnya adalah memberikan ragi (yeast)
memvariasikan lamanya fermentasi yaitu selama
sebanyak 1 gram tiap 6,5 kg jagung setelah mash
o 50, 70, dan 90 jam. Selanjutnya proses distilasi
mencapai suhu 30 C. Setelah proses di atas o
dilakukan pada suhu 78 C selama 60 menit.
kemudian fermentasi dilakukan dengan variasi
Proses distilasi dilakukan sebanyak 2 kali yang
waktu selama 50, 70, dan 90 jam. Cairan hasil
o kemudian disebut distilasi I dan distilasi II.
fermentasi kemudian didistilasi pada suhu 78 C
Alat yang digunakan untuk mengukur
pada tekanan 300 mbar selama 1 jam.
kandungan belerang (S) suatu bahan bakar adalah
Pengujian densitas bioetanol dilakukan pada
Spectrofotometer tipe UV-200-RS menurut standar
suhu 60oF (15,5oC) dengan cara ditimbang pada
pengujian ASTM D-4294. Bioetanol dari jagung
timbangan analitik yang mana selanjutnya
sebelum diukur kandungan belerangnya dengan
menghitung densitas menggunakan persamaan:
spectrofotometer terlebih dahulu dilarutkan dalam
asam kuat, dimana pelarut asam kuat yang
= (1) digunakan disini adalah HNO3 (asam nitrat) yaitu
sebanyak 0,5 ml dan 10 ml bioetanol dari jagung.
Setelah itu dari campuran tadi kemudian ditambah
Pengujian viskositas bioetanol dari jagung larutan acid seed (K2ClO4 400 ml + HCl 500 ml)
dilakukan tiga kali pengulangan, kemudian diambil sebanyak 1 ml dan BaCl2 25 % sebanyak 1 ml.
rata-ratanya. Pengujian dilakukan menggunakan Tujuan ditambahkannya BaCl2 agar terbentuk
Saybolt viscosimeter dengan standar pengujian senyawa BaSO4, dimana senyawa BaSO4 inilah
ASTM D 88. Data yang diperoleh dari alat ini yang dibaca pada alat spectrofotometer tersebut.
adalah viskositas kinematik dari bioetanol tersebut. Keseluruhan campuran di atas ditaruh didalam
Derajat viskositas dinyatakan dalam waktu cawan untuk dijadikan sampel yang diukur
alir (detik) yang diperlukan untuk menghabiskan kandungan belerangnya.
sejumlah fluida dengan volume tertentu, melalui Selanjutnya kandungan belerang (S) dapat
suatu pipa yang mempunyai ukuran tertentu pada diperoleh melalui persamaan:
kondisi standar dibandingkan dengan waktu alir air
murni pada temperatur standar. Dalam penelitian
ini digunakan alat Saybolt Viskometer Universal.
Viskositas diukur dengan SSU (Second Saybolt
Universal) pada temperatur 100oF (38oC).

https://doi.org/10.29303/dtm.v8i2.231
78
Dinamika Teknik Mesin, Vol. 8, No. 2, Juli 2018 Hendry dkk. : Karakteristik fisik dan kimia bioetanol dari jagung
p. ISSN: 2088-088X, e. ISSN: 2502-1729 (Zea mays L)

Namun demikian nilai densitas yang


=
dihasilkan pada penelitian ini masih di atas
(4) bioetanol standar. Nilai densitas bioetanol standar
sebesar 0,792 gr/ml dengan kadar bioetanol
Dimana : - Absorben Standar = 0,157 mg/ltr sekitar 99,6% sedangkan nilai densitas hasil
- Konsentrasi Standar = 4 mg/ltr penelitian ini yang mendekati nilai densitas
bioetanol standar terjadi pada kadar 90% dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN densitas sebesar 0,8088 gr/ml. Densitas yang
Densitas terlalu besar akan berpengaruh pada besarnya
Pengujian karakteristik fisik bioetanol seperti viskositas sehingga semakin besar densitas yang
densitas dilakukan terhadap bioetanol yang dihasilkan bioetanol maka berpengaruh pada
diperoleh dari proses distilasi I dan II. Hasil tekanan injeksi bahan bakar (Fang, 2009).
pengujian densitas tersebut dapat dilihat pada
Gambar 1. Viskositas kinematik
Hasil pengamatan viskositas kinematik
0,94
disajikan dalam Gambar 2.
0,9176
0,92 0,9065 0,035
0,899
Densitas Bioetanol (gr/ml)

0,9 0,029293855

Nilai Viskositas (Stokes)


0,03 0,026887485
0,88
0,025
0,86
Destilasi I 0,02 0,017348802
0,84
0,8105 0,8114 Destilasi II
0,82 0,8088 0,015
0,8 0,01
0,78
0,005
0,76
0
0,74 50 90
70 50 70 90
Lama Fermentasi (Jam) Lama Fermentasi (Jam)

Gambar 1. Densitas bioetanol dari jagung


Gambar 2. Viskositas kinematik rata-rata bioetanol
Nilai densitas bioetanol jagung dipengaruhi dari jagung pada distilasi II
oleh lamanya fermentasi baik yang terjadi pada
proses distilasi I dan II. Proses fermentasi selama Gambar 2 memperlihatkan nilai rata-rata
70 jam memberikan hasil nilai densitas bioetanol viskositas kinematik bioetanol dari jagung. Nilai
yang terendah dibandingkan pada 50 dan 90 jam terbesar berturut-turut dimulai dari proses
waktu fermentasi. Selanjutnya nilai densitas fermentasi 90, 50, dan 70 jam. Hasil ini
dimulai dari terkecil adalah 70, 90 dan 50 jam dan menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar alkohol
70, 50 dan 90 jam berturut-turut untuk proses pada bioetanol akan mengakibatkan nilai
distilasi I dan II. viskositas kinematiknya semakin rendah. Hanya
Nilai densitas bioetanol menurun seiring saja terjadi sedikit perbedaan pada distilasi II
bertambahnya kadar alkohol dalam bioetanol. dimana viskositas kinematik bioetanol pada
Hanya saja terjadi sedikit perbedaan pada distilasi fermentasi 90 jam (kadar bioetanol 87%) nilainya
II dimana densitas bioetanol pada fermentasi 90 lebih besar dari viskositas kinematik bioetanol
jam (kadar bioetanol 87%) nilainya lebih besar dari pada fermentasi 50 jam (kadar bioetanol 85%). Hal
densitas bioetanol pada fermentasi 50 jam (kadar tersebut dikarenakan densitas yang dihasilkan
bioetanol 85%). Hal ini disebabkan karena pada pada fermentasi 90 lebih besar dari fermentasi 50
fermentasi 90 jam sebelum dilakukan distilasi II, jam, dimana gaya tarik menarik (gaya kohesi)
cairan hasil distilasi I dicampur dengan batu antar molekul dalam partikelnya akan semakin
gamping (CaO). Namun karena perbedaannya besar, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk
sangat kecil sehingga tetap dikatakan bahwa nilai memenuhi tabung penampung semakin lama. Hal
densitas berbanding terbalik dengan kadar ini juga disebabkan karena viskositas
bioetanol sebagaimana yang terlihat pada distilasi menunjukkan ketahanan atau resistensi zat cair
I. Kemudian jika diperhatikan densitas bioetanol terhadap aliran, sehingga semakin besar waktu
hasil distilasi II lebih kecil dibandingkan dengan yang diperlukan suatu bahan bakar minyak
densitas bioetanol hasil distilasi I. Ini menunjukkan (bioetanol) mengalir dari viscosimeter untuk
bahwa densitas dipengaruhi oleh kadar bioetanol memenuhi tabung penampung, maka semakin
yang dihasilkan sedangkan kadar bioetanol besar pula viskositas bahan bakar minyak
dipengaruhi oleh proses distilasi yang dilakukan (bioetanol) tersebut. Namun karena perbedaannya
secara berulang sangat kecil sehingga tetap dikatakan bahwa nilai

https://doi.org/10.29303/dtm.v8i2.231
79
Dinamika Teknik Mesin, Vol. 8, No. 2, Juli 2018 Hendry dkk. : Karakteristik fisik dan kimia bioetanol dari jagung
p. ISSN: 2088-088X, e. ISSN: 2502-1729 (Zea mays L)

viskositas kinematik berbanding terbalik dengan


29 28,5
kadar bioetanol. 28

Flash and Fire Point (oC)


Pada penelitian ini, nilai viskositas kinematik 28 27,5
27
pada hasil distilasi I tidak dapat ditentukan karena 27
waktu yang dibutuhkan oleh cairan bioetanol untuk 26
25,84
25,34
memenuhi tabung penampung terlalu cepat. Nilai
25
Saybolt Universal yang diijinkan adalah
32<SSU<100 dan SSU>100 (Tjokrowisastro, 24

1990). Sementara SSU (Second Saybolt 23


Universal) yang didapatkan pada distilasi I di 50 70 90
Lama Fermentasi (Jam)
bawah harga Saybolt Universal yang diijinkan. Hal
Flash Point Fire Point
ini dikarenakan pada distilasi I kadar alkohol yang
dihasilkan masih rendah sehingga tahanan geser Gambar 4. Flash and fire point rata-rata biortanol
pada bioetanol hasil distilasi I lebih kecil. Oleh dari jagung pada distilasi II
karena pengaruh gravitasi menyebabkan bioetanol
hasil distilasi I dengan mudah atau lebih cepat Titik nyala (flash point) dan titik bakar (fire
jatuh ke tabung sehingga waktu yang diperoleh point) dipengaruhi oleh proses penguapan, dimana
lebih pendek. Hal ini juga diakibatkan oleh gaya semakin cepat bahan bakar itu menguap maka titik
kohesi antara molekul zat cair. nyala/flash point dan titik bakar/fire pointnya akan
Dalam percobaan untuk menghitung nilai semakin rendah. Proses penguapan adalah proses
viskositas air, diperoleh bahwa waktu yang perubahan zat cair menjadi gas. Pada dasarnya
dibutuhkan air untuk memenuhi tabung semua zat mengalami penguapan pada
penampung lebih cepat dari pada bioetanol. Hal ini temperatur yang berbeda-beda. Proses
disebabkan karena air memiliki densitas yang lebih penguapan zat cair itu dipengaruhi oleh kerapatan
besar dari densitas bioetanol. Dari hasil ini dapat (densitas) molekul penyusunnya, dimana semakin
disimpulkan bahwa kadar air yang terkandung tinggi kerapatan (densitas) molekul penyusunnya
dalam bioetanol akan mempengaruhi besarnya maka semakin sulit zat cair tersebut untuk
viskositas kinematik dari bioetanol. menguap. Pada pengujian ini bioetanol yang
dihasilkan dari fermentasi 50 jam distilasi I memiliki
Titik nyala dan titik bakar (Flash dan fire point) kerapatan (densitas) yang paling besar yaitu
Hasil pengamatan flash dan fire point 0.9176 gr/ml sehingga lebih sulit menguap
bioetanol dari jagung dapat dilihat pada Gambar 3 daripada bioetanol yang dihasilkan pada
dan 4. fermentasi 70 dan 90 jam yang memiliki kerapatan
(densitas) sebesar 0.8990 dan 0.9065 gr/ml. Oleh
karena itu titik nyala (flash point) dan titik bakar
80
67 (fire point) akan semakin kecil seiring dengan
Flash and Fire Point (oC)

70
57,67 55,34 58,34
bertambahnya kadar bioetanol karena semakin
60
46
besar kadar bioetanol, maka kerapatan (densitas)
50 41,34 akan semakin kecil.
40
Terjadi sedikit perbedaan nilai titik nyala
30
(flash point) dan titik bakar (fire point) pada distilasi
20
II. Sebagaimana yang telah diutarakan pada
10 pembahasan pengujian densitas, bioetanol
0
50 70 90 dengan kadar 87% densitasnya lebih kecil dari
Lama Fermentasi (Jam) densitas bioetanol dengan kadar 85%. Namun
Flash Point Fire Point karena perbedaannya sangat kecil sehingga tetap
dikatakan bahwa nilai densitas berbanding terbalik
Gambar 3. Flash and fire point rata-rata biortanol dengan kadar bioetanol. Oleh karena itu, pada
dari jagung pada distilasi I pengujian flash and fire point ini, bioetanol yang
dihasilkan dari fermentasi 90 jam distilasi II
memiliki kerapatan (densitas) yang paling besar
yaitu 0.8114 gr/ml sehingga lebih sulit menguap
daripada bioetanol yang dihasilkan pada
fermentasi 50 dan 70 jam yang memiliki kerapatan
(densitas) sebesar 0.8105 dan 0.8088 gr/ml. Oleh
karena itu titik nyala (flash point) dan titik bakar
(fire point) akan semakin kecil seiring dengan
bertambahnya kadar bioetanol karena semakin

https://doi.org/10.29303/dtm.v8i2.231
80
Dinamika Teknik Mesin, Vol. 8, No. 2, Juli 2018 Hendry dkk. : Karakteristik fisik dan kimia bioetanol dari jagung
p. ISSN: 2088-088X, e. ISSN: 2502-1729 (Zea mays L)

besar kadar bioetanol, maka kerapatan (densitas) 4


akan semakin kecil. 3,51

Kandungan Belerang (mg/ltr)


3,5
Namun kadar bioetanol yang didapat dari 3 2,59
hasil penelitian ini tidak begitu besar 2,5
2,42 2,47

perbedaannya dan kadarnya masih di bawah 2


Destilasi I
Destilasi II
bioetanol standar sehingga mempengaruhi 1,5 1,32
besarnya flash and fire point. Kadar bioetanol 1
0,61
standar sekitar 99,6% dengan flash point sebesar 0,5
55ºF atau 12,8 ºC Sedangkan flash point terkecil 0
yang didapat dari penelitian ini dihasilkan oleh 50 70 90
Lama Fermentasi (Jam)
fermentasi 70 jam setelah distilasi II yaitu sebesar
25,34ºC dan 25,84ºC untuk nilai fire pointnya. Gambar 5. Kandungan belerang (S) bioetanol dari
Sehingga dapat diartikan bahwa dengan jagung
bertambahnya kadar bioetanol maka semakin
rendah titik nyala/flash point bioetanol dan Kandungan belerang (S) yang diperoleh
semakin rendah pula titik bakar/fire pointnya. Hal pada pengujian ini jauh di bawah standar bahan
ini akan mengakibatkan bioetanol kurang mudah bakar cair jenis bensin dan solar yaitu 0,000032%
menguap. sementara kandungan belerang (S) maksimum
yang diijinkan pada bensin sebesar 0,2% dan
Kandungan Belerang 0,005-0,25% pada minyak solar. Kandungan
Hasil pengujian kandungan belerang belerang yang sangat kecil akan berdampak baik
disajikan pada Gambar 5. Hasil yang diperoleh pada mesin maupun kesehatan. Dalam proses
menunjukkan bahwa kandungan belerang pembakaran belerang akan teroksidasi oleh
bioetanol hasil distilasi II secara umum lebih besar oksigen menjadi belerang oksida (SO2) dan
dibandingkan dengan kandungan belerang belerang trioksida (SO3). Sifat dari oksida ini
bioetanol hasil distilasi I. Hal ini disebabkan karena apabila berkontak dengan air akan menjadi bahan
fraksi (kandungan) air pada distilasi II lebih rendah yang merusak atau korosif terhadap logam-logam
dari distilasi I, sehingga persentase analisisnya di dalam ruang bakar dan sistem gas buang
akan menjadi lebih kecil. Hal lain adalah karena (Sontag, 1997). Selain itu, belerang dapat
dalam media fermentasi terjadi perubahan- memberikan pengaruh signifikan terhadap usia
perubahan kimia dalam suatu substrat organik mesin dan sangat signifikan terhadap terbentuknya
yang terjadi karena aksi katalisator-katalisator emisi partikulat (PM). Particulate Matter (PM)
biokimia yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba- adalah pencemar yang apabila masuk ke dalam
mikroba hidup tertentu yang meliputi ragi, kapang, sistem pernafasan dapat menyebabkan bronchitis,
dan bakteri, dimana harus tersedia nutrisi yang asma, gangguan kardiovaskular dan berpotensi
dapat menunjang pertumbuhan sel seperti unsur menyebabkan kanker (Agarwal, 2011).
oksigen, karbon, nitrogen dan hidrogen serta unsur
pospor, sulfur, kalium dan magnesium dalam KESIMPULAN
jumlah sedikit yang umumnya tersedia dalam Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan
sumber karbohidrat (Limayem, 2012). Namun maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
demikian, pada fermentasi 90 jam distilasi I, 1. Semakin tinggi kadar alkohol bioetanol maka
kandungan belerang yang dihasilkan lebih besar densitasnya akan semakin kecil yang mana
dari pada fermentasi 90 jam pada distilasi II. Hal ini hal tersebut dicapai pada proses fermentasi 70
disebabkan karena cairan hasil fermentasi 90 jam jam.
distilasi I diberikan batu gamping (CaO) yang 2. Nilai viskositas kinematik juga mengikuti
berfungsi sebagai pengikat air sebelum densitasnya. Viskositas kinematik terkecil
dilakukannya distilasi lebih lanjut. diperoleh pada fermentasi 70 jam pada
distilasi II. Namun demikian nilai viskositas
kinematik dari distilasi I tidak dapat ditentukan
karena kadar air masih terlalu besar.
3. Nilai flash dan fire point tertinggi diperoleh
pada hasil fermentasi 70 jam dan distilasi II
karena pada kondisi ini nilai alkoholnya tinggi.
4. Kandungan belerang akan semakin berkurang
dengan melakukan distilasi berulang (distilasi
II) dan pada proses fermentasi 50 jam.

https://doi.org/10.29303/dtm.v8i2.231
81
Dinamika Teknik Mesin, Vol. 8, No. 2, Juli 2018 Hendry dkk. : Karakteristik fisik dan kimia bioetanol dari jagung
p. ISSN: 2088-088X, e. ISSN: 2502-1729 (Zea mays L)

DAFTAR PUSTAKA engine with a narrow angle injection system,


Agarwal A.K., Gupta T., Kothari A., 2011, Applied Energi, Vol. 107, 81-88.
Particulate emissions from biodiesel vs Romani A., Garrote G., Parojo J.C., 2012,
diesel fuelled compression ignition engine, Bioetanol production from autohyrolyzed
Renewable and Sustainable Energi Reviews, eucalyptus globules by simultaneous
Vol. 15, 3278-3300. saccharification and fermentation operating
Fang Q., Fang J., Zhuang J., Huang Z., 2013, at high solids loading, Fuel, Vol. 94, 305-
Effects of ethanol-diesel-biodiesel blends on 312.
combustion and emissions in premixed low Roy P., Orikasa T., Ken T., Nakamura N., Shiina
temperature combustion, Applied Thermal T., 2012, Evaluation of life cycle of bioetanol
Engineering, Vol. 54, 541-548. produced from rice straws, Bioresource
Limayem A., Ricke S.C., 2012, Lignocellulosic Technology, Vol. 110, 239-244.
biomass for bioetanol production: current Sontag R.E., 1997, Thermodynamics and
perspective, potential issues and future Transport Properties, Jhon Wiley & Sons Inc,
prospects, Progress in Energi and New York.
Combustion Science, Vol. 38, 449-467. Tjokrowisastro, Harmadi E., 1990, Teknik
Park S.H., Yoon S.H., Lee C.S., 2013, HC and CO Pembakaran Dasar dan Bahan Bakar, ITS,
emissions reduction by early injection Surabaya.
strategy in a bioetanol blended diesel-fueled

https://doi.org/10.29303/dtm.v8i2.231
82

You might also like