Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Achintya, HTMJ Volume 15 no 1; 2017

HANG TUAH MEDICAL JOURNAL


www.journal-medical.hangtuah.ac.id
Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Kejadian
Dismenore Primer Pada Mahasiswi Semester 7 Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah Surabaya
A. A. Sagung Amanda Achintya
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya
email : amandaachintya@gmail.com

Abstract

Background: The incidence of dysmenorrhea, or painful when menstruation, is very


high. There are many risk factors of dysmenorrhea, one of them is Body Mass Index
(BMI). Women with low BMI (underweight) tend to experience dysmenorrhea, while
women with high BMI (overweight – obese) also tend to experience it. This research
aimed to determine the correlation between Body Mass Index (BMI) and primary
dysmenorrhea in the 4th year medical students at the Faculty of Medicine Hang Tuah
University. Objective: The aim of this study is to determine anatomical variation of the
mental foramen in mandible of human skull. Anatomical variation in this study is the
position, number, and size of the mental foramen.
Methods: This research was an observational analytic study with cross sectional
design, conducted in January 2017. This research used weight and height
measurement of BMI. BMI was classified into 2 groups: normal BMI and abnormal
BMI (Underweight and Overweight-Obese). A questionaire was used to obtain data
of dysmenorrhea. Total respondent of this research was 55 students that met the
inclusion criteria, but did not meet the exclution criteria.
Result: The results of this research showed from a total of 55 respondents, 40
respondents (72,7%) had experienced dysmenorrhea, while 15 respondents (27,3%)
had never experienced dysmenorrhea. Among 40 respondents that had experienced
dysmenorrhea, 14 respondents (35%) had an abnormal BMI, while 26 respondents
(65%) had a normal BMI. In addition, among 15 respondents that had never
experienced dysmenorrhea, only 1 respondent (6,7%) had an abnormal BMI while 14
respondents (93,3%) had a normal BMI.
Conclusion: The result of relative risk (RR) calculation showed respondents with an
abnormal BMI had 1,436 fold higher risk of experiencing dysmenorrhea compared to
respondents with a normal BMI. The result of Spearman analysis showed p =0,036,
or p<0,050. Therefore, we concluded there was a significant correlation between BMI
and primary dysmenorrhea in the 4th year medical students at the Faculty of
Medicine Hang Tuah University.

Keywords : Dysmenorrhea, Painful Menstruation, Body Mass Index

10
Achintya, HTMJ Volume 15 no 1; 2017

Abstrak
Latar Belakang: Dismenore, nyeri saat periode menstruasi, angka kejadiannya
sangat tinggi. Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan dismenore, salah
satunya adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Wanita dengan IMT kurang bisa
mengalami dismenore, begitu juga dengan wanita yang memiliki IMT lebih sampai
gemuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara IMT
dengan kejadian dismenore primer pada mahasiswi semester 7 Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desiain
cross-sectional yang dilaksanakan pada bulan Januari 2017. Penelitian ini
menggunakan pengukuran IMT berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Setelah
itu dilakukan pengelompokan IMT normal dan tidak normal (kurang dan lebih-gemuk).
Pengukuran dismenore dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Responden
penelitian ini berjumlah 55 mahasiswi Semester 7 Fakultas Kedokteran Universitas
Hang Tuah yang memenuhi kriteria inklusi, namun tidak memenuhi kriteria eksklusi.
Hasil: Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dari total 55 responden, yang
mengalami dismenore sebanyak 40 responden (72,7%). Dari 40 responden yang
mengalami dismenore didapatkan 14 responden (35%) mempunyai IMT yang tidak
normal, sedangkan 26 responden (65%) mempunyai IMT normal. Sementara itu dari
15 responden yang tidak mengalami dismenore, hanya 1 responden (6,7%) yang
mempunyai IMT tidak normal dan 14 responden (93,3%) mempunyai IMT yang
normal.
Kesimpulan: Hasil penghitungan resiko relatif (RR) menunjukkan bahwa responden
dengan IMT tidak normal memiliki resiko mengalami dismenore 1,436 kali lebih tinggi
dibandingkan responden yang mempunyai IMT normal. Dari analisis Spearman
didapatkan hasil p =0,036. Oleh karena p<0,050 maka dapat ditarik kesimpulan
terdapat hubungan signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian
dismenore primer pada mahasiswi semester 7 Fakultas Kedokteran Universitas
Hang Tuah.

Kata kunci: Dismenore, Nyeri Menstruasi, Indeks Massa Tubuh

Latar Belakang
Dismenore, nyeri saat periode menstruasi, angka kejadiannya sangat tinggi.
Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami dismenore. Di
Amerika angka persentasenya sekitar 60%, di Swedia sekitar 72%, dan di Indonesia
diperkirakan 55% perempuan usia produktif menderita dismenore (Proverawati &
Misaroh 2009)

11
Achintya, HTMJ Volume 15 no 1; 2017

Dismenore merupakan salah satu masalah ginekologi yang umum dikeluhkan,


terjadi pada 60% - 90% remaja, dan merupakan penyebab paling sering alasan
ketidakhadiran di sekolah, tempat kerja dan pengurangan aktivitas sehari-hari
(Lestari et al. 2010) dan sebanyak 13-51% perempuan telah absen sedikitnya sekali,
dan 5-14% berulang kali absen (Anurogo 2011).
Dismenore, merupakan suatu keadaan adanya nyeri saat periode menstruasi.
Biasanya disertai kram dan berpusat pada abdomen bagian bawah. Dismenore
secara umum diklasifikasikan menjadi dismenore primer dan sekunder. Dismenore
primer berhubungan dengan siklus ovulasi dan terjadi akibat kontraksi myometrial,
tanpa adanya penyakit yang menyertai. Sedangkan dismenore sekunder mengarah
kepada nyeri saat menstruasi yang didasari oleh adanya kelainan patologis pelvis,
seperti endometriosis, adenomyosis, atau myoma uterus (Fritz & Speroff 2011).
Pada dismenore biasanya disertai dengan gejala lain seperti berkeringat, sakit
kepala, mual, muntah dan diare yang terjadi sebelum atau saat menstruasi (Ju et al.
2014).
Dismenore bisa disebabkan oleh karena banyak faktor. Berbagai teori etiologi
dismenore dilihat berdasarkan bagaimana jalur yang normal dapat berpotensi
menyebabkan nyeri. Terdapat berbagai teori yang dapat dibagi menjadi 3 kategori
utama: kontraksi uterus dan vasokonstriksi; modulasi dan stimulasi dari serabut saraf
nyeri; serta faktor psikologis dan perilaku (Wallace et al. 2010)
Teori kontraksi uterus dan vasokonstriksi merupakan dasar teori yang paling kuat.
Terjadi disintegasi pelepasan PGF2α dari sel endometrial, menstimulasi myometrial
dan vasokonstriksi. Hal ini memediasi kontraksi uterus yang berkepanjangan dan
menurunkan aliran darah, yang dimana dapat menyebabkan nyeri (Wallace et al.,
2010). Sekresi endometrium mengandung penyimpanan berbagai substansi seperti
asam arachidonat, yang kemudian dikonversi menjadi prostaglandin F2α (PGF2α),
prostaglandin E2 (PGE2), dan leukotrin saat menstruasi (Fritz & Speroff, 2011).
Peningkatan level prostaglandin didapatkan pada cairan endometrial pada wanita
dengan dismenore dan berkorelasi dengan derajat nyerinya (Wallace et al. 2010).
Dismenore meskipun tidak terlalu berbahaya tetapi dapat selalu dialami oleh
penderita setiap bulannya, sehingga merupakan penderitaan tersendiri bagi yang
mengalaminya. Dismenore pada remaja wanita menyebabkan adanya perilaku
negatif dan emosional, yang dapat menyebabkan efek negatif tidak hanya pada

12
Achintya, HTMJ Volume 15 no 1; 2017

individu tetapi juga terhadap keluarga wanita tersebut, sekolah, dan teman-temannya
(Jeon et al. 2014)
Derajat nyeri dismenore pada setiap wanita tidak sama. Ada yang masih bisa
bekerja (sesekali sambil meringis), adapula yang hingga tidak dapat beraktivitas oleh
karena tidak bisa menahan rasa nyerinya (Proverawati & Misaroh 2009).
Salah satu permasalahan yang dapat menimbulkan dismenore primer adalah
status gizi. Overweight merupakan salah satu faktor resiko dari dismenore primer.
Namun di sisi lain, seseorang dengan underweight ternyata juga dapat mengalami
dismenore primer (Beddu et al. 2015). Karena itulah peneliti tertarik untuk meneliti
lebih lanjut mengenai hubungan antara status gizi dengan dismenore.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dari kejadian dismenore
primer dan menganalisis hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan
kejadian dismenore primer pada mahasiswi semester 7 Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah.

Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bertujuan menganalisa hubungan
antara variabel dan merupakan studi observasional karena peneliti hanya melakukan
wawancara dan pengukuran. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-
sectional.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan metode
pengukuran IMT secara langsung pada responden dan melakukan wawancara
dengan menggunakan kuesioner. Hasil pengukuran IMT dikelompokan menjadi IMT
normal dan IMT tidak normal (underweight dan overweight-obese).

Populasi
Populasi penelitian ini adalah mahasiswi semester 7 Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah.

13
Achintya, HTMJ Volume 15 no 1; 2017

Sampel
Sampel penelitian ini adalah mahasiswi semester 7 Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah yang memenuhi kriteria inklusi, namun tidak memenuhi
kriteria eksklusi. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah: mahasiswi semester 7,
sudah menstruasi dan bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani
Informed consent. Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah: wanita yang pernah
operasi oovorectomi, memiliki penyakit yang berhubungan dengan sistem reproduksi
(endometriosis, myoma uteri, kista ovarium, dsb), wanita yang sudah menikah,
wanita yang sudah pernah hamil, wanita yang mengkonsumsi obat hormonal, dan
wanita yang sedang stres berat atau depresi.

Besar Sampel
Besar sampel minimum yang harus didapatkan dari penelitian ini adalah 55
orang.

Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple random
sampling dengan sampling frame menggunakan daftar absen mahasiswi semester 7
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah.

Klasifikasi Variabel
Variabel bebas (independent variabel) adalah suatu variabel penelitian yang
tidak tergantung pada variabel penelitian lainnya. Variabel bebas pada penelitian ini
adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Variabel terikat (dependent variabel) adalah
suatu variabel penelitian yang tergantung pada variabel penelitian lain. Pada
penelitian ini variabel terikat adalah dismenore primer.

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya
pada bulan Januari 2017

Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian ini, jumlah seluruh responden adalah 55 orang. Usia
rata – rata dari responden adalah 21 tahun dengan usia paling muda responden

14
Achintya, HTMJ Volume 15 no 1; 2017

adalah 19 tahun, sementara usia paling tua adalah 22 tahun. Berat badan rata – rata
responden adalah 52,89 kg. Berat badan terendah dari seluruh responden adalah 37
kg sementara berat badan tertinggi adalah 80 kg. Tinggi badan rata – rata responden
adalah 157,536 cm dengan tinggi badan terendah 147 cm dan yang tertinggi adalah
169 cm. Rata – rata Indeks Massa Tubuh (IMT) responden adalah 21,2976. IMT
terendah responden 15,03 sementara IMT tertinggi responden adalah 31,22.

Dari seluruh total 55 responden terdapat 40 responden (73%) yang masuk


dalam kategori IMT normal, sedangkan 15 responden (27,3%) pada kategori (IMT)
tidak normal yang didalamnya termasuk underweight 8 orang (14%) dan overweight
7 orang (13%).

Dari seluruh total 55 responden terdapat 40 responden (72,7%) yang pernah


mengalami dismenore sedangkan yang tidak pernah mengalami dismenore
sebanyak 15 responden (27,3%). Dari seluruh responden yang mengalami nyeri
dismenore, derajat nyeri yang terbanyak adalah pada derajat nyeri ringan 19
responden (34,5%), diikuti dengan derajat nyeri sedang 18 responden (32,7%), dan
derajat nyeri berat 3 responden (5,5%). Sementara 15 responden (27,3%) tidak
mengalami nyeri dismenore.

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara Indeks Massa Tubuh (IMT) normal
dan tidak normal dengan kejadian dismenore, dari 15 responden yang mempunyai
IMT tidak normal 14 responden pernah mengalami dismenore (93,3%), dan 1
responden (6,7%) tidak pernah mengalami dismenore. Dari 40 responden yang
mempunyai IMT normal, 26 responden (65%) pernah mengalami dismenore
sedangkan 14 responden (35%) tidak pernah mengalami dismenore.

Hasil penghitungan resiko relatif (RR) menunjukkan bahwa responden dengan


IMT tidak normal memiliki resiko mengalami dismenore 1,436 kali lebih tinggi
dibandingkan responden yang mempunyai IMT normal.

Masing – masih individu bisa mengalami berbagai macam gejala saat


mengalami dismenore. Dari seluruh 40 responden yang pernah mengalami
dismenore, 95% responden mengaku mengalami perubahan mood dan 90%
responden mengalami kelelahan dan nyeri perut bagian bawah. Gejala lain yang
juga bisa dialami responden adalah nyeri payudara pada 77,5% responden, pusing

15
Achintya, HTMJ Volume 15 no 1; 2017

pada 57,5% responden, mual dan muntah pada 47,5% responden, perut kembung
pada 45% responden, dan 27,5% mengalami palpitasi.

Hasil analisis Spearman didapatkan hasil p =0,036. Oleh karena p<0,050


berarti signifikan, H0 ditolak dan H1 diterima, maka dapat ditarik kesimpulan terdapat
hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian
dismenore primer. Dari hasil analisis Spearman terlihat angka koefisiensi korelasi
spearman sebesar 0,283 artinya kekuatan korelasi antara variabel Indeks Massa
Tubuh (IMT) dan kejadian dismenore primer ialah sebesar 0,283 atau korelasi lemah.
Hal ini berarti ada sekitar 71,7% faktor lain yang mempengaruhi nyeri pada
dismenore primer yang tidak diteliti, seperti usia menarche, durasi siklus menstruasi,
riwayat keluarga, merokok, olah – raga, dan sebagainya.

Pembahasan

Peneliti memutuskan untuk meneliti mahasiswi semester 7 Fakultas


Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya dengan rentang usia berkisar antara
19-22 tahun, dengan rata – rata usia 21 tahun yang termasuk dalam kategori remaja
wanita usia produktif. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24
tahun. Pada penelitian ini didapatkan usia paling muda dari 50 responden adalah 19
tahun sedangkan usia paling tua adalah 22 tahun.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan


bahwa dismenore primer umumnya terjadi pada usia 15 – 30 tahun yang kemudian
akan hilang pada usia akhir 20-an atau awal 30-an (Junizar, 2004 yang disitasi
dalam Novia & Puspitasari 2006). Hal ini juga dilaporkan dari penelitian Beckmann
yang menyatakan bahwa insiden dari dismenore primer lebih sering terjadi pada
wanita saat akhir remaja hingga awal usia 20-an (Beckmann 2010).

Dari 55 responden, 72,7% responden masuk dalam kategori IMT normal dan
27,3% pada kategori (IMT) tidak normal. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian
besar Indeks Massa Tubuh (IMT) mahasiswi semester 7 Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah masuk dalam kategori normal.

Dari total 55 responden mahasiswi semester 7 Fakultas Kedokteran


Universitas Hang Tuah didapatkan 40 responden (72,7%) pernah mengalami
dismenore sementara 15 responden (27,3%) tidak pernah mengalami dismenore.

16
Achintya, HTMJ Volume 15 no 1; 2017

Hal ini sesuai teori terdahulu dimana di Indonesia diperkirakan 55% perempuan usia
produktif menderita dismenore (Proverawati & Misaroh, 2009).

Pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan antara Indeks Massa Tubuh
yang tidak normal (underweight dan overweight-obese) dengan kejadian dismenore
primer. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa salah satu
permasalahan yang dapat menimbulkan dismenore primer adalah status gizi.
Overweight merupakan salah satu faktor resiko dari dismenore primer. Namun di sisi
lain, seseorang dengan underweight ternyata juga dapat mengalami dismenore
primer(Beddu et al. 2015). Hal ini menunjang penelitian terdahulu yang
mengungkapkan adanya U-shaped relationship antara Indeks Massa tubuh dengan
dismenore, dimana pada IMT tidak normal (underweight dan overweight) secara
signifikan berhubungan dengan dismenore (Ju et al. 2015).

Mekanisme yang mendasari hubungan antara IMT dengan dismenore belum


dipahami secara keseluruhan, dan kemungkinan terdapat perbedaan antara
mekanisme pada wanita underweight dan obese. Namun, jumlah tertentu dari lemak
tubuh dapat menjadi pengaruh yang penting untuk memelihara siklus ovulasi yang
normal dimana terlalu banyak atau terlalu sedikit lemak dapat mempengaruhi
terganggunya kesehatan reproduksi (Ju et al. 2015).

Teori lain juga menyebutkan, kelebihan berat badan dapat mengakibatkan


dismenore primer karena lemak yang berlebihan dapat menyebabkan hiperplasia
pembuluh darah (terdesaknya pembuluh darah oleh jaringan lemak) pada organ
reproduksi wanita sehingga darah yang mengalir terganggu dan menyebabkan
munculnya dismenore primer (Widjanarko, 2006 yang disitasi oleh Novia &
Puspitasari 2006).

Selain itu, asupan makanan yang kurang pada wanita dengan status gizi
underweight dapat memicu dismenore oleh karena status gizi merupakan salah satu
hal yang penting dan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi organ tubuh
sehingga dapat menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi termasuk haid
(Yustiana 2011). Kecukupan antara ketersediaan bahan metabolik dari faktor
eksternal (asupan makanan) atau dari faktor internal (lemak tubuh) dan penggunaan
energi oleh karena aktifitas fisik mempunyai peran dalam memelihara fungsi
gonadotropin-ovarium (Bringer et al. 1997). Rendahnya asupan kalori, berat badan,

17
Achintya, HTMJ Volume 15 no 1; 2017

dan lemak tubuh mengganggu sekresi pulsatil gonadotropin pituitari yang


menyebabkan peningkatan kejadian dismenore (Mohapatra et al. 2016).

Penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu dimana dari 400 wanita
didapatkan prevalensi dismenore sangat tinggi (81,5 di pedesaan dan 76% di daerah
kota). Terdapat hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan
dismenore primer dan adanya peningkatan prevalensi pada wanita underweight
(Madhubala & Jyoti 2012). Tetapi hasil dari penelitian ini bertentangan dengan
penelitian terdahulu yang menunjukan meskipun prevalensi dismenore tinggi dimana
dari 100 siswa terdapat 75% yang mengalami dismenore, tetapi tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara IMT dengan dismenore (Dash 2016).

Hasil analisis Spearman didapatkan hasil p =0,036. Oleh karena p<0,050


berarti signifikan, H0 ditolak dan H1 diterima, maka dapat ditarik kesimpulan terdapat
hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian
dismenore primer.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT)


dengan kejadian dismenore primer pada mahasiswi semester 7 Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah dapat ditarik kesimpulan :

1. Dari seluruh total 55 responden terdapat 40 responden (72,7%) yang pernah


mengalami dismenore sedangkan 15 responden (27,3%) tidak pernah
mengalami dismenore
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan
kejadian dismenore primer.

18
Achintya, HTMJ Volume 15 no 1; 2017

Daftar Pustaka

Anurogo, D., 2011. Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid, Yogyakarta: ANDI.

Beckmann, C.R.B., 2010. Obstetrics and Gynecology, LIPPINCOTT WILLIAMS &


WILKINS.

Beddu, S., Mukarramah, S. & Lestahulu, V., 2015. Hubungan Status Gizi dan Usia
Menarche dengan Dismenore Primer pada Remaja Putri. The Southeast Asian
Journal of Midwifery, 1(1), pp.16–21.

Bringer et al., 1997. Deficiency of Energy Balance and Ovulatory Disorders.


European Society for Human Reproduction & Embryology, 12, pp.97–109.

Dash, M., 2016. Relationship between BMI and Dysmenorrhea among Adolescents
in a College of Nursing at Puducherry, India. International Research Journal of
Medical Sciences.

Fritz, M.A. & Speroff, L., 2011. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility 8th
ed., Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Jeon, G.E., Cha, N.H. & Sok, S.R., 2014. Factors Influencing the Dysmenorrhea
among Korean Adolescents in Middle School. Journal of Physical Therapy
Science, 26(9), pp.1337–1343.

Ju, H., Jones, M. & Mishra, G., 2014. The prevalence and risk factors of
dysmenorrhea. Epidemiologic Reviews, 36(1), pp.104–113.

Ju, H., Jones, M. & Mishra, G.D., 2015. A U-Shaped Relationship between Body
Mass Index and Dysmenorrhea : A Longitudinal Study. World Academy of
Science, Engineering and Technology International Journal of Medical and
Health Sciences, 2(5), pp.1–12.

Lestari, H., Metusala, J. & Suryanto, D.Y., 2010. Gambaran dismenorea pada remaja
putri sekolah menengah pertama di Manado. Sari Pediatri, 12(2), pp.99–102.

Madhubala, C. & Jyoti, K., 2012. Relation Between Dysmenorrhea and Body Mass
Index in Adolescents with Rural Versus Urban Variation.

Mohapatra, D. et al., 2016. A Study of Relation between Body Mass Index and
Dysmenorrhea and its Impact on Daily Activitied of Medical Students. Asian

19
Achintya, HTMJ Volume 15 no 1; 2017

Journal of Pharmceutical and Clinical Research, 9, pp.297–299.

Novia, I. & Puspitasari, N., 2006. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian
Dismenore Primer. FKM Universitas Airlangga, pp.96–103.

Proverawati, A. & Misaroh, S., 2009. Menarche: Menstruasi Pertama Penuh Makna,
Yogyakarta: Nuha Medika.

Wallace, S., Keightley, A. & Gie, C., 2010. Review Dysmenorrhea. The Obstetrician
& Gynaecologist, 12, pp.149–154.

Yustiana, 2011. Hubungan Status Gizi dengan Keluhan Nyeri (Dismenore) Saat
Menstruasi Pertama (Menarche) Pada Siswi SLTP di Surakarta. Universitas
Sebelas Maret: Artikel Digital Library.

20

You might also like