Professional Documents
Culture Documents
2014.PanduanLayananKlinisDokterSpesialisDermatologiDanVenereologi DR - Retno PDF
2014.PanduanLayananKlinisDokterSpesialisDermatologiDanVenereologi DR - Retno PDF
2014.PanduanLayananKlinisDokterSpesialisDermatologiDanVenereologi DR - Retno PDF
net/publication/322569208
CITATIONS READS
0 2,273
1 author:
Retno Danarti
Gadjah Mada University
62 PUBLICATIONS 296 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Retno Danarti on 18 January 2018.
Perhimp
punan Do
okter Speesialis Ku
ulit dan Kelamin
K In
ndonesia
a
(P
PERDOSK KI)
T
Tahun 2014
i
P
PANDUAN LAYANAN KLINIS
DOKTER SPESIA
ALIS DER
RMATOLOG
GI DAN VEENEREOLO
OGI
P
PANDUAN PERDOSKI
LAYANAN KLINIS
DOKTER SPESIA Ta
ahun 2014 GI DAN VE
ALIS DER
RMATOLOG ENEREOLO
OGI
PERDOSKI
Ta
ahun 2014
Tim Penyusun dan Ed ditor
DR.Dr. Aida Suriadire edja, Sp.KK(K), FINSDV, FAAD DV
Prof. Dr. Theresia L. To oruan, Sp.KK(K K), FINSDV, FAA ADV
Dr. Sandra Widaty y, Sp.KK(K),
Tim Penyusun dan Ed FIN
NSDV,
ditor FAADV
Dr. M.
M Aida
DR.DR.Dr. Yulianto Listy
Suriadireyawan,
edja, Sp.KK(K),
Sp.KK(K), FINSDV,
FINSDV, FA
FAADAADV
DV
Dr.Dr.
Prof. A Theresia
Agnes Sri Siswa ati,
L. To Sp.KK(K),
oruan, FK), FINSDV,
FINSDV,
Sp.KK(K FAADVVADV
FAA
DR. Med. Dr. Retno o Danarti, Sp.K
Dr. Sandra Widatyy, Sp.KK(K), FIN KK(K), FINSDV
NSDV, FAADV
DR. DR. D Yulianto
Dr.
Dr. M.
M Cita Rosita SP
Listy Sp.KK(K),
yawan, Sp.KK(FK), FINSDV,
FINSDV, FAADV VAADV
FA
Dr. Agnes
A Sri Dr. Nati, Sp.KK(K),
Nopriyati,
Siswa Sp.KKK
F
FINSDV, FAADV V
DR. Med. Dr. Retno o Danarti, Sp.KKK(K), FINSDV
DR. Dr.
D Cita Rosita SP Sp.KK(K), FINSDV,
F FAADV V
Dr. Sekretaris
S
N
Nopriyati, Sp.KKK
Dr. Benny Nelson
S
Sekretaris
K Benny Nelson
Kontributor
Dr.
Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual
K
Kelomp pok Studi Herp pes
K
Kelompok StudKontributor
Ki Dermatosis Akibat
A Kerja
K Kelompok
Kelompok StudStudi
Si Infeksi
Morbus
Menu Hlar Seksual
Hansen
Kelompok Stu
Kelomp udi
pokImuno Derpes
Studi Herp matologi
K
KelompokKelomp
Studpok Studi Psoria
i Dermatosis Aasis Kerja
Akibat
Kelompok
KelompokStudi
SStudi
S Dematom
Morbusmikologi
H
Hansen
Kellompok StudiStu
Kelompok Dudi Imuno Der
Dermatologi Annak Indonesia
matologi
Kelommpok Studi Der
Kelomp rmatologi
pok Kosmmetik
Studi Psoriaasis Indonesia a
Kelom
mpokKelompok
Studi Tummor
S dan
Studi Bedahmikologi
Dematom Kulit Indonesia
Kel
Kelompok
lompokStudi
StudiDermatologi
DDermatologi
D Las
Anser Indonesia
nak Indonesia
PmpokPakar
Para
Kelom StudiDerm
Der matologi
rmatologidan
KosmVmetik Indonesia
Venereologi a
Kelommpok Studi Tum mor dan Bedah Kulit Indonesia
Kelompok Studi Dermatologi
D Lasser Indonesia
P
Para Se
Pakar Dermekretariat:
matologi dan Venereologi
V
PPP PERDOSKI
PE
ERHIMPUNA
AN DOKTER SPESIALIS KULIT
K DAN KELAMIN
K IND
DONESIA (PERDOSKI)
JAKKARTA 2014
PE
ERHIMPUNA
AN DOKTER SPESIALIS KULIT
K DAN KELAMIN
K IND
DONESIA (PERDOSKI)
JAKKARTA 2014
ii
Kelompok Studi Dermatologi Laser Indonesia
Para Pakar Dermatologi dan Venereologi
Sekretariat:
PP PERDOSKI
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM
Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat 10430
Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta
Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta
DISCLAIMER
ISBN : 978-602-98468-4-3
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr Wb,
Undang-Undang Republik Indonesia no. 29 tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran pasal
44 ayat 1 menyatakan bahwa dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
Sehubungan dengan hal tersebut, PERDOSKI menerbitkan Panduan Layanan Klinis
(PLK) tahun 2014 ini yang merupakan revisi dari Panduan Pelayanan Medik PERDOSKI
tahun 2011.
Tim penyusun buku ini terdiri atas anggota PERDOSKI yang berasal dari beberapa cabang dan
juga bekerja di institusi pendidikan. Setelah selesai merevisi, bahan diberikan kepada
Kelompok Studi (KS) dan atau peer group (bila tidak ada KS-nya) untuk lebih disempurnakan.
Terakhir bahan dikembalikan kepada tim penyusun untuk editing.
Penyakit dan tindakan pada PLK ini mengacu pada dermatologi non infeksi, dermatologi
infeksi, genodermatosis, dermato-alergo-imunologi, dermatologi kosmetik termasuk laser,
tumor dan bedah kulit, venereologi (infeksi menular seksual) dan kedaruratan kulit. Umumnya
penyakit maupun tindakan tersebut telah diperoleh pada waktu pendidikan dokter spesialis
sebagaimana telah tertera dalam Standar Kompetensi Kolegium Dermatologi dan Venereologi
Indonesia. Adapun ketrampilan tindakan yang memerlukan sertifikat kualifikasi tambahan dari
Kolegium adalah tindakan yang belum pernah diperoleh sewaktu menjadi peserta program
pendidikan dokter spesialis (PPDS) atau didapat dalam pelatihan lintas disiplin ilmu lain.
Dengan selesainya buku ini, ucapan terima kasih pertama-tama dihaturkan kepada Ketua
Umum dan Ketua Bidang II PP PERDOSKI tahun 2011-2014 atas kepercayaannya
menunjuk Tim Penyusun. Selanjutnya penghargaan yang tinggi diberikan kepada seluruh
anggota Tim Penyusun atas kerja kerasnya sehingga buku ini dapat terwujud. Tidak lupa
terima kasih sebesar-besarnya ditujukan kepada Kelompok Studi dan para pakar (peer
group) yang telah ikut menyempurnakan isi buku ini. Last but not least terima kasih
sedalam-dalamnya disampaikan kepada Dr. Benny Nelson sebagai sekretaris yang telah
berupaya semaksimal mungkin hingga akhirnya buku ini selesai.
Walaupun telah berusaha keras namun tidak ada gading yang tidak retak. Karena itu pada
kesempatan ini disampaikan juga permohonan apabila ada kesalahan. Mohon agar
koreksi dan asupan dapat diberikan langsung kepada PP PERDOSKI.
Akhirnya diharapkan agar PLK ini dapat menjadi panduan dan membantu para dokter
spesialis dermatologi dan venereologi dalam melakukan pelayanan kedokteran. Dengan
demikian tercapai pelayanan yang optimal kepada seluruh rakyat Indonesia terutama
pelayanan kesehatan dermatologi dan venereologi.
iv
iv
SAMBUTAN
KETUA UMUM PP PERDOSKI
2011-2014
Sejawat terhormat,
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya, buku
panduan ini dapat terselesaikan tepat waktu. Panduan Layanan Klinis ini (PLK) adalah
revisi dari buku Panduan Pelayanan Medis (PPM) yang telah dimiliki dan digunakan oleh
PERDOSKI sebelumnya.
Panduan ini direncanakan akan dapat diakses secara online oleh seluruh anggota
PERDOSKI. Buku ini adalah rangkaian buku yang diterbitkan oleh PERHIMPUNAN DOKTER
SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA, mulai dari standar kewenangan medik
dan clinical pathway, serta standar profesi. Didahului oleh pembentukan Pokja, yang terdiri
dari utusan anggota dari berbagai daerah, dilanjutkan dengan pertemuan yang intensif
dari seluruh bidang terkait dipandu oleh bidang Pendidikan dan Profesi PERDOSKI, serta
asupan dari seluruh kelompok studi terkait, maka makin sempurnalah panduan ini.
Rasa hormat dan penghargaan setingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyempurnaan buku ini, dan semoga panduan ini dapat dirasakan manfaatnya
oleh seluruh anggota dalam melaksanakan layanan dengan target peningkatan
kesehatan nasional di bidang kesehatan kulit dan kelamin.
Tak ada pekerjaan yang sempurna, masih diperlukan asupan dari teman sejawat sekalian
terhadap panduan ini, terutama para anggota yang berada di daerah dengan masalah
yang spesifik, dan kami sangat terbuka untuk hal tersebut.
Manfaatkan panduan ini dengan baik dalam membantu teman sejawat melaksanakan
layanan.
v
v
Sambutan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Kulit dan Kelamin
Kolegium Dermatologi dan Venereologi
Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pelayanan kesehatan dalam derajat yang
optimal dan peningkatan derajat kesehatannya harus segera diupayakan, pernyataan ini
tertera dalam UUD 1945 pasal 28. Pemerintah Indonesia mengeluarkan sejumlah
perundangan dan peraturan untuk memfasilitasi terciptanya amanah UUD 1945 tersebut,
antara lain diterbitkannya Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
yang menyatakan perlunya Standar Pelayanan Medis. Standar ini menjadi pedoman yang
dirancang oleh profesi agar para dokter yang berkepentingan dapat menjalankan pelayanan
kesehatan secara baku, aman dan bermanfaat optimal bagi masyarakat luas. Dengan
semangat kesehatan adalah hak seluruh rakyat indonesia dan merujuk Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka
diperlukan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan sebagai standar yang digunakan di seluruh
pusat pelayanan kesehatan tingkat satu, dua dan tiga.
Kolegium Dermatologi dan Venereologi merupakan badan pengampu ilmu yang selalu
mencari pembaharuan dalam bidang penatalaksanaan penyakit dan gangguan estetis
untuk meraih kesehatan serta kesempurnaan penampilan kulit dan kelamin. Semua jenis
pelayanan kesehatan kulit dan kelamin ini dituangkan dalam standar kompetensi yang
selalu dinilai kembali dan direvisi secara berkala. Penentuan kompetensi spesialis ini
mendapat asupan dari profesi melalui kelompok studi dan dalam pendidikan dokter
spesialis dermatologi dan venereologi dituang dalam bentuk modul penatalaksanaan
gangguan kesehatan kulit dan kelamin. Penetapan jenis dan modul layanan medis
tersebut harus merujuk pada pelayanan berbasis bukti (evidence based medicine) yang
berasal dari pakar-pakar dalam dan luar negeri yang berkecimpung di dunia dermatologi
dan venereologi khususnya, dan ilmu kedokteran umumnya. Saat ini Standar Kompetensi
Dermatologi dan Venereologi tahun 2014 telah tersusun, dan pedoman ini menjadi titik
tolak penentuan jenis layanan yang harus dikuasai dokter spesialis dermatologi dan
venereologi.
Standar kompetensi dan modul pelayanan medis ini disetujui oleh Konsil Kedokteran
Indonesia serta menjadi dasar penyusunan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan untuk
bidang dermatologi dan venereologi. Dengan bantuan panduan ini diharapkan para dokter
spesialis dermatologi dan venereologi dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat
serta pihak terkait dapat memakainya sebagai penilaian baku mutu juga perkiraan biaya
kesehatan bidang penyakit kulit dan kelamin.
vi
vi
SALINAN
SURAT KEPUTUSAN
No. 003/SK/PERDOSKI/PP/II/13
TENTANG
TIM REVISI
PANDUAN LAYANAN KLINIK (PLK)
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA
Menimbang:
a. Dalam rangka menjamin mutu pelayanan medik Spesialis Kulit dan Kelamin perlu adanya
penyempurnaan PLK Spesialis Kulit dan Kelamin.
b. Bahwa untuk menyempurnakan PLK tersebut perlu dibentuk Panitia /Tim.
c. Bahwa nama-nama tercantum di bawah ini dianggap cakap dan mampu sebagai Tim Revisi PLK.
Mengingat:
1. AD dan ART PERDOSKI
2. Buku Kompendium
3. KONAS PERDOSKI XIII Manado 2011
4. Renstra PERDOSKI 2011-2014
Memperhatikan :
a. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK).
b. Usulan dari PP PERDOSKI, PERDOSKI Cabang, Kelompok Studi dan Institusi Pendidikan Dokter
Spesialis (IPDS) untuk revisi PLK.
c. Hasil Rapat Pertemuan PP PERDOSKI dan Kolegium IKKK untuk membentuk Tim Revisi PLK.
MEMUTUSKAN
2. Tim Revisi menyerahkan PLK yang telah direvisi kepada PP PERDOSKI selambatnya 1 (satu)
bulan sebelum Kongres Nasional (KONAS) XIV PERDOSKI Bandung bulan Agustus 2014.
Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan catatan apabila terdapat kekeliruan akan
diperbaiki sebagaimana mestinya.
vii vii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar Tim Penyusun .................................................................................. iv
Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSKI .............................................. v
Sambutan Ketua Kolegium Dermatologi dan venereologi ........................................ vi
Surat Keputusan Tentang Tim Revisi
Panduan Layanan Klinis PERDOSKI ....................................................................... vii
Daftar Isi .................................................................................................................... viii
Daftar Singkatan ........................................................................................................ xii
Pendahuluan .......................................................................................................... 1
B. Dermatologi Infeksi
B. 1. Creeping eruption (Hookworm-related cutaneous larva migrans) ............ 30
B. 2. Dermatofitosis ............................................................................................ 32
B. 3. Herpes zoster............................................................................................. 38
B. 4. Hand-Foot-Mouth Disease ......................................................................... 41
B. 5. Histoplasmosis ........................................................................................... 43
B. 6. Kandidiasis / kandidosis............................................................................. 45
B. 7. Kriptokokosis.............................................................................................. 50
B. 8. Kusta .......................................................................................................... 52
B. 9. Malassezia folikulitis .................................................................................. 62
B. 10. Mikosis profunda ....................................................................................... 64
B. 11. Moluskum kontagiosum ............................................................................. 70
B. 12. Pioderma ................................................................................................... 73
B. 13. Pitiriasis versikolor ..................................................................................... 78
B. 14. Skabies ...................................................................................................... 80
B. 15. Staphylococcal scalded-skin syndrome (SSSS)........................................ 84
B. 16. Toxic shock syndrome (TSS) .................................................................... 86
B. 17. Tuberkulosis kutis ...................................................................................... 88
B. 18. Varisela ..................................................................................................... 93
B. 19. Veruka vulgaris / common warts ............................................................... 96
C. Genodermatosis
C. 1. Akrodermatitis enteropatika ....................................................................... 99
C. 2. Inkontinensia pigmenti (sindrom Bloch-Sulzberger) ................................... 102
C. 3. Epidermolisis bulosa yang diturunkan ........................................................ 106
viii
viii
C. 4. Tuberous sclerosis complex ....................................................................... 113
C. 5. Displasia ektodermal ................................................................................. 117
C. 6. Iktiosis ........................................................................................................ 123
C. 7. Neurofibromatosis tipe 1 ............................................................................ 130
D. Dermato-Alergo-Imunologi
D. 1. Cutaneus lupus eritematosus spesifik ........................................................ 132
D. 2. Dermatosis IgA linear ................................................................................. 137
D. 3. Dermatitis herpetiformis Duhring ................................................................ 141
D. 4. Dermatitis kontak alergi .............................................................................. 145
D. 5. Dermatitis kontak iritan ............................................................................... 148
D. 6. Erupsi kulit akibat alergi obat ..................................................................... 151
D. 7. Pemfigus .................................................................................................... 155
D. 8. Urtikaria ...................................................................................................... 159
D. 9. Psoriasis .................................................................................................... 166
E. Dermatologi Kosmetik
E. 1. Akne vulgaris ............................................................................................. 180
E. 2. Melasma ................................................................................................... 184
E. 3. Freckles ..................................................................................................... 188
E. 4. Vitiligo ........................................................................................................ 190
E. 5. Alopesia androgenik .................................................................................. 194
E. 6. Penuaan kulit ............................................................................................. 198
E. 7. Deposit lemak dan selulit .......................................................................... 199
E. 8. Hiperhidrosis ............................................................................................. 200
E. 9. Bromhidrosis dan Osmidrosis ................................................................... 202
Laser
E. 10. Laser CO2 untuk kelainan kulit ................................................................. 204
E. 11. Laser untuk kelainan vaskular ................................................................... 205
E. 12. Laser untuk skar ........................................................................................ 206
E. 13. Laser dan IPL untuk kelainan pigmen ....................................................... 208
E. 14. Laser penghilang tato ................................................................................ 209
E. 15. Laser dan IPL penghilang rambut ............................................................. 210
E. 16. Laser untuk resurfacing ............................................................................. 211
E. 17. Laser dan sinar untuk akne vulgaris .......................................................... 213
ix
ix
Karena virus, neoplasma, hiperplasia, dan malformasi vaskular
F. 9. Angiokeratoma ........................................................................................... 225
F. 10. Granuloma piogenikum ............................................................................. 226
F. 11. Limfangioma .............................................................................................. 227
F. 12. Nevus flameus ........................................................................................... 228
Sel melanosit dan sel nevus
F. 13. Nevus melanositik ..................................................................................... 229
Pra Kanker
F. 14. Keratosis aktinik ....................................................................................... 232
F. 15. Leukoplakia .............................................................................................. 233
F. 16. Penyakit Bowen ........................................................................................ 234
Tumor Ganas
Epidermis dan adneksa
F. 17. Karsinoma sel basal ................................................................................. 236
F. 18. Karsinoma sel skuamosa ......................................................................... 240
Sel melanosit
F. 19. Melanoma maligna .................................................................................... 244
x
x
G. 8. Ulkus mole .................................................................................................. 302
G. 9. Vaginosis bakterial ...................................................................................... 304
H. Kedaruratan Kulit
H. 1. Angioedema ................................................................................................ 307
H. 2. Nekrolisis epidermal (SSJ dan NET) ........................................................... 313
H. 3. Sindrom DRESS ......................................................................................... 317
Lampiran
1. Uji Tempel ........................................................................................................ 321
2. Uji Intradermal ................................................................................................. 327
3. Uji Provokasi Obat ........................................................................................... 329
4. Uji Tusuk .......................................................................................................... 335
5. Himbauan Tim Perumus .................................................................................. 342
xi
xi
C
GENODERMATOSIS
98 Genodermatosis
C.1. AKRODERMATITIS ENTEROPATIKA (E83.2)
Medikamentosa:
Prinsip: suplementasi zink seumur hidup
1. Topikal:
Krim pelembab atau krim antibiotik (bila ada infeksi
sekunder)
2. Sistemik:
Anak: zink elemental 0,5-1 mg/kg 1-2 kali/hari
Dewasa: zink elemental 15-30 mg/hari
G e n o d e r m a t o s i s | 99
Genodermatosis 99
Tindak lanjut:
Untuk kelainan bawaan dipantau kadar zink plasma
setiap 6 bulan sekali secara teratur
Genodermatosis |
100 Genodermatosis
V. Bagan Alur
Riwayat:
Gambaran klinis:
Normal
< 50 g/dl
Akrodermatitis enteropatika
Penyakit lain
Genodermatosis |
Genodermatosis 101
C.2. INKONTINENSIA PIGMENTI (SINDROM BLOCH-SULZBERGER) (L80)
102 Genodermatosis
vesikobulosa mulai menyembuh. Pada lebih dari
80% kasus lesi hiperkeratotik menyembuh dalam 6
bulan.
Stadium 3 adalah lesi IP yang paling khas, berupa
garis hiperpigmentasi, terutama pada badan
mengikuti garis Blaschko. Hiperpigmentasi
memudar dan menghilang pada akhir usia dekade
ke-2.
Stadium 4 terjadi pada sebagian kecil pasien IP,
ditandai oleh patch atau alur hipopigmentasi tak
berambut (hairless) terutama pada tungkai
bawah.
Selain hal tersebut di atas, gambaran khas IP
adalah focal absence of sweating. Pada kuku
dapat dijumpai rigi, pitting dan perubahan
menyerupai onikogrifosis. Dapat pula timbul tumor
hiperkeratotik subungual. Alopesia sikatrikal pada
vertex sering didapatkan, dan dapat ditemukan
sebagai tanda sisa (residual sign) IP pada pasien
yang lebih tua.
Manifestasi okular pada pasien IP sering
asimetrik dan didapatkan pada 25%-77% pasien,
a.l.: iskemia retina, neovaskularisasi retina
dengan perdarahan dan eksudasi, gliosis
preretina, atrofi optik dan hipoplasi foveal;
mikroftalmos, katarak, pigmentasi konjungtiva,
perubahan kornea, hipoplasia iris, uveitis, ftisis;
nistagmus, strabismus, miopia.
Kelainan neurologis meliputi kejang (sering dimulai
pada minggu-minggu awal kehidupan), paralisis
spastik, retardasi mental dan motorik, serta
mikrosefalus.
Kelainan gigi terjadi pada lebih dari 80% kasus,
berupa tidak tumbuh gigi, gigi bentuk konus
dengan tambahan Cup di gigi posterior, dan gigi
terlambat tumbuh. Kelainan pada gigi tersebut
dapat membantu menegakkan diagnosis IP.
Anomali kardiovaskular kadang-kadang
dilaporkan terjadi pada pasien IP, meliputi:
fibrosis endomiokardial, tetralogi Fallot asianosis
dan insufisiensi trikuspidalis, hipertensi pulmonal.
Diagnosis banding : Bergantung pada stadium klinis IP.
Lesi vesikular: herpes simpleks, varisela, impetigo,
kandidiasis, eritema toksikum, melanosis pustular,
akropustulosis infantil, dan miliaria rubra.
Lesi verukosa: nevus linear epidermal
Lesi hiperpigmentasi: sindrom Naegeli-Francheschetti-
Jadassohn.
Genodermatosis |
Genodermatosis 103
Pemeriksaan : Pemeriksaan histopatologik (HE) pada setiap fase:
penunjang Fase-1: spongiosis intraepidermal dan vesikel/bula
dengan eosinofil dan sel-sel diskeratotik
Fase-2: lesi hiperkeratosis dengan diskeratosis
dan eosinofil
Fase-3: pigmen inkontinensia–kadang-kadang
dengan clumps besar
Fase-4: tanpa pigmen di epidermis, tidak ada
inkontinensia, tidak ada eosinofil, tidak
didapatkan glandula ekrin.
Diagnosis pasti dengan ditemukannya mutasi gen
NEMO pada kromosom Xq28.
Penatalaksanaan : Nonmedikamentosa:
Edukasi tentang penyakit dan himbauan untuk
skrining oftalmologi secara rutin sebulan sekali pada
tahun pertama kehidupan, kemudian evaluasi tiap
tahun karena adanya insidensi tinggi terjadinya
squint dan ambliopia.
Monitor neurologik yang teliti karena keterlibatan
saraf pusat sering manifes dalam mingu-minggu
awal kehidupan.
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan risiko
pada setiap kelahiran anak perempuan,
umumnya bila laki-laki terkena, berat dan fatal
- Penjelasan penyakit dan progresivitas: kelainan
tidak hanya di kulit tetapi dapat mengenai organ
lain. Kelainan kulit menjadi hipopigmentasi
pada stadium 4, kemudian dapat menghilang.
- Konseling marital
Medikamentosa:
Prinsip:
- Terapi lokal terhadap lesi vesikel/bula untuk
melindungi terhadap infeksi dan skar. Pada stadium
yang 2,3,4, kulit mungkin kering dan perawatan kulit
dengan pelembab sangat penting.
- Konsultasi ke dokter spesialis anak, mata, gigi, dan
saraf
Genodermatosis |
104 Genodermatosis
IV. Kepustakaan : 1. Berlin AL, Paller AS, Chan LS. Incontinentia pigmenti: A
review and update on the molecular basis of
pathophysiology. J Am Acad Dermatol 2002; 47: 169-
87.
2. Aradhya S, Nelson DL. NF-kappaB signaling and
human disease. Curr Opin Genet Dev 2001; 11: 300-6.
3. The International Incontinentia Pigmenti Consortium.
Genomic rearrangement in NEMO impairs NF-kappaB
activation and is cause of incontinentia pigmenti. Nature
2000; 405: 466-72.
4. Aradhya S, Woffendin H, Jakins T, et al. A recurrent
deletion in the ubiquitously expressed NEMO (IKK-
gamma) gene accounts for the vast majority of
incontinentia pigmenti mutations. Hum Mol Genet
2001; 10: 2171-9.
5. Mini S, Trpinac D, Obradovi M. Systematic review of
central nervous system anomalies in incontinentia
pigmenti. Orphanet J Rare Dis 2013. doi:
10.1186/1750-1172-8-25.
Genodermatosis |
Genodermatosis 105
C.3. EPIDERMOLISIS BULOSA YANG DITURUNKAN (Q81.9)
Klasifikasi:
Telah dilakukan revisi klasifikasi EB yang
diturunkan, berdasarkan fenotip klinis dan genotip,
yaitu:
1. EB-Simpleks (EBS, “epidermolytic EB”) yang
meliputi:
EBS-WC (Weber-Cockayne; protein/gen yang
terlibat: K5, K14); OMIM 131800
EBS-K (Köbner; protein/gen yang terlibat: K5,
K14); OMIM 131900
DM (Dowling-Meara; protein/gen yang terlibat:
K5, K14); OMIM 131760
EBS-MD (with muscular dystrophy; protein/gen
yang terlibat: Plectin)
2. Junctional EB (JEB)
JEB-H (Herlitz; protein/gen yang terlibat:
laminin-5)
JEB-nH (non-Herlitz; protein/gen yang terlibat:
Laminin-5; kolagen tipe XVII)
JEB-PA (with pyloric atresia; protein/gen yang
terlibat: integrin 6 4)
3. Dystrophic EB, DEB”)
DDEB (Dominant dystrophic EB; protein/gen
yang terlibat: kolagen tipe VII); OMIM 131750
RDEB-HS (recessive dysrophic EB; Hallopeau-
Siemens; protein/gen yang terlibat: kolagen tipe
VII); OMIM 226600
RDEB-nHS (recessive dystrophic EB; non-
Hallopeau-Siemens; protein/gen yang terlibat:
kolagen tipe VII)
Genodermatosis |
106 Genodermatosis
Kriteria diagnostik
Genodermatosis |
Genodermatosis 107
Tabel 2. Perbandingan gambaran klinis subtipe EB junctional
Nonmedikamentosa :
Cara perawatan kulit berlepuh: hindari tindakan
yang menimbulkan trauma ringan; pakaian
kasar, plester gosokan saat mandi. Sepatu
Genodermatosis | 9
Genodermatosis 109
sebaiknya lembut dan longgar. Perlu kerjasama
dengan fisioterapis untuk mencegah kontraktur.
Menjaga nutrisi: makanan tinggi kalori dan tinggi
protein. Pada bentuk distrofik makanan harus
lembut atau cair. Pada bayi hindari penggunaan
bottle feeding, makanan/ susu dapat diberikan
dengan sendok lembut, serta hindari makanan
panas/ terlalu dingin.
Perawatan intensif di ruang perinatal intensive
care unit, bekerjasama dengan dokter spesialis
anak, mata, THT, gizi, dll. Perawatan di
inkubator, infus cairan dan nutrisi.
Konseling genetik:
- Penjelasan pola penurunan genetik
dan risiko pada setiap kelahiran
- Penjelasan penyakit dan
progresivitas
- Konseling marital
Medikamentosa:
Prinsip:
Melindungi kulit terbuka dan mencegah infeksi/
sepsis, terapi paliatif.
Pada kondisi berat harus dirawat intensif di ruang
perinatal dan ditangani oleh dokter spesialis anak,
kulit, dan fisioterapis.
1.Topikal:
- Antibiotik untuk bagian yang mengalami
erosi atau ekskoriasi, dirawat terbuka
sesuai perawatan luka bakar.
- Kortikosteroid pada kasus yang berat
(misalnya tipe Herlitz)
2.Sistemik:
- Kortikosteroid pada kasus yang berat dan
fatal
- Vitamin E dosis tinggi untuk tipe distrofik
(anti kolagenase): 600-2000 i / hari
- Difenilhidantoin 2,5-5,0 mg/kgBB/hari harus
hati-hati karena jarak dosis terapeutik-dosis
letal sangat pendek.
Tindak lanjut:
1. Pantau setiap 1 bulan terhadap kelainan kulit
yang timbul
2. Konsultasikan keadaan umum, pada dokter
spesialis anak/ perinatologi untuk komplikasi
dan nutrisi.
Genodermatosis |
110 Genodermatosis
IV. Kepustakaan : 1. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith
LA, Kazt SI, editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in
general medicine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill,
2012
2. Paller AS, Mancini AJ. Hurwitz Clinical Pediatric
Dermatology. A Textbook of Skin Disorders of Childhood
th
and Adolescence. 4 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2011. p. 303 13.
3. Atherton DJ. Mellerio JE, Denver JE. Epidermolysis
bullosa. Dalam: Harper J, Oranje A, Prose N, editor.
Textbook of Pediatric dermatology. Edisi ke-3. Oxford:
Blackwell Science, 2006.
Genodermatosis |
Genodermatosis 111
Bagan Alur: Pendekatan diagnosis pasien epidermolisis bulosa yang diturunkan (genetik)
Genodermatosis |
112 Genodermatosis
C.4. TUBEROUS SCLEROSIS COMPLEX (Q85.1)
Genodermatosis 113
muncul setelah pubertas. Secara klinis terdiri atas papul 5-10 mm,
firm, smooth, budlike, tumbuh dari nail bed.
Lesi kulit yang jarang ditemukan dan tidak spesifik: bercak café-au-
lait, polip fibroepitelial, plak merah keunguan, diffuse skin bronzing,
dan neuroma mukosal; juga fibroma gingiva dan pit pada enamel
gigi.
Hamartoma retina patognomonik untuk TS dan dilaporkan pada 50-
76% pasien. Dapat dijumpai 2 tipe: (1) lesi datar abu-abu atau
kekuningan, smooth semi-transparan dengan tepi tidak tegas atau
(2) lesi multinodular yang digambarkan seperti mulberry, telur
katak, atau telur salmon.
Hamartoma renal, misalnya angiomiolipoma dan ginjal polikistik,
terjadi pada sekitar 15% pasien dan tidak pernah ditemukan pada
periode prenatal atau neonatal.
Nonmedikamentosa:
Kepada orangtua atau pengasuhnya: penjelasan perkembangan
penyakit (kelainan apa yang harus diperhatikan untuk segera
dilaporkan pada dokter) dan tentang penatalaksanaan penyakit
yang diderita.
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan risiko pada setiap
kelahiran
- Penjelasan penyakit dan progresivitas
- Konseling marital
Genodermatosis |
114 Genodermatosis
Medikamentosa:
Prinsip:
Umumnya tanpa terapi, kecuali bila ada tumor yang mengganggu
fungsi atau estetika.
Pencegahan kejang, terutama pada usia awal, dapat meningkatkan
perkembangan mental. Intervensi neurologis mungkin diperlukan
bila terjadi tanda peningkatan tekanan intrakranial (misalnya nyeri
kepala, muntah, gangguan penglihatan, edema papil)
Angifibroma dapat diterapi dengan dermabrasi, elektrokauter, atau
laser.
BAGAN ALUR:
Genodermatosis |
Genodermatosis 115
V. Kepustakaan : 1. Krueger DA, Northrup H; International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Group. Tuberous
Sclerosis Complex surveillance and management:
Recommendation of the 2012 International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Conference. Pediatr
Neurol 2013; 49: 255-65.
2. Northrup H, Krueger DA; International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Group. Tuberous
Sclerosis Complex diagnostic criteria update:
Recommendation of the 2012 International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Conference. Pediatr
Neurol 2013; 49: 243-54.
3. Rovira A, Ruiz-Falcó ML, García-Esparza E, et al.
Recommendation for the radiological diagnosis and
follow-up of neuropathological abnormalities associated
with tuberous sclerosis complex. J Neurooncol 2014
Apr 27. (Epub ahead of print)
Genodermatosis |
116 Genodermatosis
C.5. DISPLASIA EKTODERMAL (Q82.4)
Gambaran klinis
Dermatologis
Pada laki-laki yang terkena, saat lahir dapat
ditandai oleh membran kolodion atau dengan
skuama, menyerupai iktiosis kongenital.
Rambut kepala jarang, tipis, dan tumbuh lambat.
Rambut tubuh yang lain biasanya jarang atau tidak
ada.
Kemampuan untuk berkeringat terganggu secara
signifikan. Sebagian besar laki-laki yang terkena
menderita intoleransi panas yang nyata.
Pori-pori kelenjar keringat biasanya tidak dapat
dilihat pada pemeriksaan fisik dan rigi sidik jari tidak
tampak jelas.
Gangguan berkeringat (ketidakmampuan berkeringat
secara adekuat terhadap panas lingkungan)
menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Terjadinya
panas tinggi yang tak dapat dijelaskan, biasanya
menyebabkan kecurigaan penyakit infeksi,
keganasan, atau penyakit autoimun sebelum
Genodermatosis |
Genodermatosis 117
diagnosis yang benar dapat ditegakkan. Anak-anak
yang menderita kelainan ini secara khas
menunjukkan intoleransi panas dengan episode
hiperpireksia, yang dapat menyebabkan kejang dan
kerusakan neurologis.
Kuku biasanya normal.
Keriput dan hiperpigmentasi periorbital khas dan
sering dijumpai, walaupun sering tidak diperhatikan
pada saat lahir.
Hiperplasia glandula sebaseus, terutama pada
wajah dapat muncul setiap saat dan tampak
sebagai papul-papul miliar seperti pearl (mutiara),
berwarna kecoklatan sampai putih menyerupai
milia.
Tidak adanya puncta lacrimal merupakan temuan
khas.
Wanita karier dengan displasia ektodermal
hipohidrotik terkait-X, menunjukkan gambaran kulit
normal dan abnormal mengikuti garis Blaschko.
Sistemik
Hipodonsia, oligodonsia, atau anodonsia
merupakan gambaran yang dapat dijumpai pada
X-LHED pada laki-laki yang terkena.
Adanya hypoplastic gum ridges pada bayi yang
terkena dapat merupakan petunjuk awal diagnosis
penyakit.
Gigi primer dan sekunder berbentuk peg shaped
merupakan gambaran khas
Pasien menunjukkan wajah yang khas dengan
frontal bossing, depressed nasal bridge, saddle
nose, dan bibir bawah yang besar.
Manifestasi otolaringologis meliputi sekresi nasal
kental dan impaksi, sinusitis, infeksi saluran nafas
atas yang berulang dan pneumonia, produksi saliva
berkurang, suara menyerupai suara kuda, dan
frekuensi asma meningkat.
Refluks gastroesofageal dan kesulitan makan
mungkin merupakan masalah pada masa anak.
Wanita pembawa gen X-LHED dapat terkena
sama beratnya dengan pasien laki-laki atau hanya
menunjukkan sedikit tanda penyakit ini. Intoleransi
terhadap panas, bila ada, biasanya ringan.
Kelainan pada gigi dapat berupa anodonsia atau
peg–shaped, dan rambut kepala tipis atau patchy.
Pemeriksaan dermatologis yang teliti terhadap kulit
wanita pembawa gen sering ditemukan keringat dari
pori-pori berkurang atau distribusi yang patchy.
Genodermatosis |
118 Genodermatosis
Diagnosis dan diagnosis banding
Kulit berskuama saat lahir sering salah diagnosis
dengan iktiosis kongenital.
Demam berulang sering diduga infeksi
Diagnosis HED dapat cepat diketahui jika sudah
ada dugaan sebelumnya, misalnya anak laki-laki
berisiko dilahirkan dari keluarga dimana penyakit
ini sudah diketahui/ didiagnosis.
Pemeriksaan pori-pori keringat dan foto panorama
rahang dapat menuntun ke arah diagnosis dengan
cepat.
Gambaran klinis
Rambut kepala wry, brittle, berwarna terang, dan
sering didapatkan alopesia setempat.
Sering didapatkan makula hiperpigmentasi
retikular atau difus. Kulit di atas lutut, siku, jari, dan
sendi sering menebal dan hiperpigmentasi. Kuku
tampak menebal dan terjadi perubahan warna;
sering disertai infeksi paronikia persisten.
Abnormalitas pada mata meliputi strabismus,
pterigium, konjungtivitis dan katarak prematur.
Gigi biasanya tak ada kelainan tetapi sering
terdapat karies.
Kelainan ektodermal lain adalah leukoplakia oral, tuli
sensorineural, polidaktili, sindaktili, dan poromatosis
ekrin difus.
Berlawanan dengan bentuk hipohidrotik, sebagian
besar pasien mempunyai kemampuan berkeringat
normal dan kelenjar sebaseus berfungsi normal.
Diagnosis banding
Kelainan pada kuku sering didiagnosis banding
dengan pakionikia kongenita
SINDROM AEC, ANKYLOBLEPHARON FILIFORME
ADNATUM-ECTODERMAL DYSPLASIA-CLEFT
PALATE SYNDROME (HAY-WELLS SYNDROME;
OMIM 106260)
Kelainan ini disebabkan oleh mutasi pada tumor
suppressor gene p63, gen yang juga berperan pada
patogenesis sindrom EEC, limb-mammary
syndrome, acro-dermato-ungual-lacrimal-tooth
(ADULT) syndrome.
Genodermatosis | 9
Genodermatosis 119
Mutasi yang menyebabkan EEC dan AEC terletak
pada kelompok (cluster) yang berbeda pada gen
tsb.
Sindrom AEC merupakan kelainan dominan
autosomal dengan penetransi lengkap dan
ekspresi bervariasi.
Gambaran klinis
Dermatologi
Pada 90% bayi yang terkena, saat lahir
didapatkan kulit mengelupas dan erosi superfisial,
menyerupai membran kolodion. Skuama akan
mengelupas dalam beberapa minggu dan kulit
di bawahnya kering dan tipis.
Sistemik
Celah palatum dengan atau tanpa celah bibir
terjadi pada 80% pasien yang dilaporkan.
Mungkin didapati hipodonsia dengan gigi yang
tidak tumbuh atau salah tumbuh.
Sering terjadi otitis media berulang dan
kehilangan pendengaran konduktf sekunder,
yang mungkin merupakan konsekuensi celah
palatum.
Genodermatosis |
120 Genodermatosis
Gambaran klinis
Sindrom EEC ditandai oleh ektrodaktili (split hand
or foot deformity, lobster-claw deformity) yang
merupakan gambaran utama. Selain itu didapatkan
juga celah bibir/palatum, hipotrikosis, hipodonsia,
distrofi kuku, anomali duktus lakrimalis, dan kadang
hipohidrosis.
Pada kasus tanpa celah bibir/palatum, morfologi
wajah khas dengan hipoplasia maksilaris, filtrum
pendek, dan broad nasal tip.
Kelainan gigi meliputi mikrodonsia dan oligodonsia
dengan hilangnya gigi sekunder yang
awal/prematur. Sering terjadi karies berat.
Dapat terjadi hipohidrosis, tetapi relatif ringan.
Kuku dapat hipoplastik dan distrofik
Retardasi mental terjadi pada 5-10% kasus.
Kelainan genitourin sering ditemukan, meliputi
hipospadia glandular, uretheric reflux, dan
hidronefrosis.
Diagnosis banding
Odontotrichomelic syndrome (OMIM 273400)
Aplasia kutis kongenital dengan defek ekstremitas
(sindrom Adams-Oliver; OMIM 100300)
Ektrodaktili dengan celah palatum tanpa displasia
ektodermal (OMIM 129830)
Medikamentosa:
Penatalaksanaan penyakit dikerjakan secara
multidisiplin:
1. Topikal:
Pelembab (misalnya urea 10%) untuk kulit
kering
Genodermatosis |
Genodermatosis 121
Asam salisilat 3-5% dalam salap/emolien untuk
hiperkeratosis palmoplantar
Perbaikan/restorasi gigi, konsultasi dokter gigi
Mata: air mata artifisial
Tenggorokan kering: saliva artifisial
Paru: hindari rokok, lingkungan berdebu.
2. Sistemik:
Antibiotik bila terjadi infeksi pada kuku atau infeksi
lainnya. Konsultasi dengan dokter spesialis lain
sesuai dengan organ yang terkena.
Tindak lanjut:
Pantau setiap satu bulan sekali
Konsultasikan ke dokter spesialis sesuai kebutuhan
Genodermatosis |
122 Genodermatosis
C.6. IKTIOSIS (Q80.9)
Penatalaksanaan
Iktiosis vulgaris berespons baik terhadap salap
topikal yang mengandung urea atau asam laktat.
Hati-hati penggunaan urea pada daerah tubuh
yang luas sebelum usia 1 tahun (boleh diberikan,
tetapi harus dalam pengawasan dokter bila
daerah luas)
Genodermatosis |
Genodermatosis 123
Iktiosis vulgaris tidak boleh diterapi dengan salap
yang mengandung salisilat karena dapat
menyebabkan keracunan yang membahayakan
jiwa disebabkan oleh absorpsi perkutan.
Diagnosis pasti: riwayat keluarga dan pemeriksaan
tambahan, misalnya pemeriksaan histopatologi atau
biokimia untuk menyingkirkan iktiosis resesif terkait-
X (X-linked recessive ichthyosis), misalnya tes
steroid sulfatase atau elektroforesis lipoprotein.
Epidermolitik hiperkeratosis
(sin: Bullous congenital ichthyosiform erythro-
derma of Brocq, Bullous ichthyosis; OMIM 113800)
Merupakan kelainan dominan autosomal dengan
penetrans lengkap tetapi mempunyai variabilitas
klinis yang luas.
Sangat jarang, insidens sekitar 1:200000 sampai
1:300000;
Disebabkan oleh mutasi heterozgot pada gen
yang mengkode keratin 1 dan keratin 10 (KRT1,
KRT10) yang diekspresikan pada lapisan
epidermis yang berdiferensiasi.
Hampir separuh kasus terjadi secara sporadik
dan menunjukkan mutasi baru.
Genodermatosis |
124 Genodermatosis
Gambaran klinis
Biasanya diketahui sejak lahir dengan adanya
erosi dan daerah luas kulit yang denuded serta
eritroderma, yang disebabkan oleh peningkatan
fragilitas epidermis dan dipicu oleh trauma
friksional selama proses persalinan.
Pada masa selanjutnya komponen bulosa menjadi
kurang prominen dan mulai tampak hiperkeratosis
berat
Kulit kepala sering terkena dan parah sehingga
menyebabkan gangguan batang rambut dan
kerontokan rambut.
Bibir, mata, membran mukosa, dan gigi normal.
Pada masa bayi morbiditas perinatal tinggi serta
potensial mortalitas karena sepsis dan ketidak-
seimbangan cairan dan elektrolit.
Diagnosis banding
Staphylococcal scalded skin syndrome dan
nekrolisis epidermal toksik
Penatalaksanaan
Bayi dengan eritema, bula, erosi luas, dan kulit
yang denuded memerlukan perawatan di neonatal
intensive care unit. Harus dihindari trauma
terhadap kulit dan timbulnya bula, monitor
terhadap terjadinya sepsis
Pada beberapa pasien diperlukan terapi dengan
antibiotik spektrum luas
Terapi topikal:
Seperti iktiosis kongenital lain, terapi
hiperkeratosis epidermolitik adalah simtomatik
Hiperkeratosis yang luas, tebal, keras
memerlukan hidrasi, lubrikasi, dan terapi
keratolitik (krim dan lotion yang mengandung
urea, asam salisilat, asam alfa hidroksi, atau
propilen glikol). Namun demikian sering tidak
dapat ditoleransi dengan baik terutama pada
anak-anak, karena adanya rasa terbakar dan
stinging jika terdapat fisura atau kulit denuded.
Aplikasi topikal asam salisilat dan asam laktat
harus hati-hati karena risiko absorbsi sistemik
Tretinoin topikal dan preparat Vit D efektif tetapi
dapat menyebabkan iritasi kulit.
Berendam untuk melembabkan kulit dan abrasi
mekanis pada stratum korneum yang menebal
(gosok hati-hati dengan sikat lembut, spons, dsb)
Pemakaian antiseptik, misalnya sabun anti-
bakterial, klorheksidin, atau iodin dapat membantu
mengontrol kolonisasi bakterial.
Genodermatosis |
Genodermatosis 125
Dianjurkan penggunakan lubrikans dan emolien
setidaknya 2 kali sehari, dilakukan segera setelah
mandi
Infeksi kulit bakterial biasa dijumpai pada hiper-
keratosis epidermolitik dan sering memicu bula
sehingga memerlukan terapi topikal dengan salap
antibiotik atau bahkan antibiotik oral.
Terapi sistemik
Retinoid oral sangat efektif untuk mengurangi
hiperkeratosis dan frekuensi infeksi pada pasien
dengan EH generalisata, namun demikian obat ini
dapat meningkatkan fragilitas epidermis dan dapat
menyebabkan eksaserbasi bula. Dianjurkan
memulai terapi dengan dosis yang sangat rendah
dengan tujuan mencapai dosis pemeliharaan
serendah mungkin.
126 Genodermatosis
Ketegangan kulit wajah sering menyebabkan
ektropion, eklabium, serta hipoplasia kartilago
nasal dan aurikular.
Ektropion yang parah dapat menimbulkan
madarosis, konjungtivitis, dan penutupan kelopak
mata yang tidak sempurna yang dapat
menyebabkan keratitis.
Pada kepala terdapat alopesia skar (scarring
alopecia) terutama pada bagian perifer skalp,
yang merupakan gambaran umum pada IL.
Peradangan pada lipatan kuku (nail folds) dapat
menyebabkan distrofi kuku dengan penebalan
lempeng kuku dan rigi kuku.
Diagnosis banding
Eritroderma iktiosiformis kongenital (congenital
ichthyosiform erythroderma), sindrom Netherton,
sindrom Sjögren-Larsson, dan trikotiodistrofi.
Penatalaksanaan
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)
Terapi topikal:
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)
Terapi sistemik
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)
Genodermatosis 127
Iktiosiform eritroderma nonbulosa: akantosis,
para- keratosis, hipergranulosis.
Epidermolitik hiperkeratosis: hiperkeratosis,
vakuolisasi (mikro-vesikel)
Genodermatosis |
128 Genodermatosis
Tabel 1. Klasifikasi iktiosis
Tipe Diagnosis OMIM
Iktiosis non- Iktiosis vulgaris 146700
sindromik
Iktiosis terkait-X 308100
Epidermolitik hiperkeratosis Brocq (EHK) 113800
146600
Iktiosis bullosa Siemens 146800
Iktiosis histriks Curth-Macklin 146590
Nonbullous congenital ichtyosiform erythroderma (NBCIE) 242100
604780
Iktiosis lamellar 242300
601277
604777
CIE/ iktiosis lamellar tipe intermediate 604781
Iktiosis lamellar autosomal dominan kongenital iktiosiformis eritroderma 146750
Iktiosis in confetti
Harlequin fetus 242500
Sindrom peeling skin tipe A
Iktiosis didapat
Genodermatosis | 9
Genodermatosis 129
C.7. NEUROFIBROMATOSIS TIPE 1 (Q85.01)
Genodermatosis |
130 Genodermatosis
View publication stats