Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 17

TINGKAT PENGETAHUAN TB PARU MEMPENGARUHI

PENGGUNAAN MASKER PADA PENDERITA TB PARU

Christina Yuliastuti*, Nur Wachida Novita**, Siti Narsih***


Prodi S1, Stikes, Hang Tuah Surabaya Rumkital Dr. Ramelan Surabaya

Email : yuliastuti@hangtuah.ac.id

ABSTRACT : Number of patients with pulmonary TB increased annually in Surabaya, on


of the measures to prevent TB infections is by using a mask. In TB care room a lot of
visitors (family) who did not wear a mask. The purpose of this study to determine the
relationship between the knowledge level of Tuberculose with the masks using among
visitors (family). This study used correlational analytic design with cross sectional
approach. independent variable in the study is the level of knowledge about Tuberculose and
dependent variable is the using of masks. Samples were taken by using simple random
sampling technique earned by 28 respondents. Data collection was undertaken using
questionnaire
about Pulmonary Tuberculose and observation sheet of the using of mask. Data were
analyzed with Spearman's Rho test with a significance level Corellation ρ <0.05. Results
showed that the level of knowledge about Tuberculose less 14 respondents (50%) and 16
respondents (57.1%) did not wear a mask. Spearman's Rho test showed that there is a
relationship between the level of knowledge about Pulmonary Tuberculose with the using of
masks in Pulmonary Wards, Dr. Ramelan Navy Hospital, Surabaya (ρ = 0.000). The
implications of this study is the level of knowledge about Tuberculosis associated with using
of a mask, which is expected for nurses in the room can provide health education about and
prevention of pulmonary Tuberculose transmission by using a mask.

ABSTRAK : Jumlah penderita TB Paru meningkat tiap tahunnya di Surabaya, salah


satu upaya pencegahan penularan infeksi TB adalah dengan menggunakan masker. di
ruang perawatan TB banyak pengunjung (keluarga) yang tidak memakai masker.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan penggunaan
masker pada pengunjung (keluarga). Desain penelitian ini adalah analitik korelasional
dengan pendekatan cross sectional. Variabel independen dalam penelitian adalah tingkat
pengetahuan tentang TB Paru dan variabel dependen adalah penggunaan masker. Sampling
dengan simple random sampling sebesar 28 responden. Instrumen menggunakan lembar
kuesioner tentang Tuberkulosis Paru dan lembar observasi penggunaan masker. Analisis data
yang digunakan uji Spearman’s Rho Corellation dengan tingkat kemaknaan ρ < 0,05. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan kurang tentang TB Paru 50% (14
responden) dan 16 responden (57,1%) tidak memakai masker. Hasil uji statistik Spearman’s
Rho Corellation didapatkan nilai ρ = 0,000 ≤ 0,05 artinya terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang TB Paru dengan penggunaan masker di Ruang Paru Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya. Implikasi penelitian ini adalah tingkat pengetahuan tentang TB Paru
berhubungan dengan penggunaan masker, sehingga diharapkan bagi perawat di ruangan
dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang TB Paru dan upaya pencegahan
penularannya dengan menggunakan masker.
Kata kunci : Tingkat Pengetahuan, Tuberkulosis Paru, Masker

122
123. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 7, No 2, Agustus 2014., hal 123-137

PENDAHULUAN
Data dari Dinkesprov Jatim menggunakan masker bahkan terdapat
tahun 2009 sampai Juni 2012 anak kecil yang berada di ruangan
menunjukkan terjadinya peningkatan pasien TB tidak menggunakan masker
jumlah penderita Tuberculosis Paru saat berada di dekat pasien.
setiap tahunnya di Surabaya, hal ini Penyebabnya adalah kurangnya
memerlukan adanya suatu tindakan pengetahuan mereka tentang penyakit
terutama tindakan pencegahan untuk TB Paru dan penularannya. Sejauh ini
mengurangi jumlah kasus TB di tingkat pengetahuan tentang TB Paru
masyarakat salah satunya adalah dengan penggunaan masker sebagai
melalui tindakan pencegahan suatu bentuk pecegahan terhadap
penularan kuman TB Paru dengan penularan infeksi TB Paru di Ruang
menggunakan masker ketika Paru Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
berkontak dengan penderita TB Paru belum dapat dijelaskan.
aktif. Penyakit tuberkulosis (TB
Paru) merupakan penyakit infeksi WHO memprediksi bahwa
menular yang disebabkan oleh terdapat 10, 2 juta kasus baru TB di
Mycobacterium Tuberculosis (Price seluruh dunia (Mandal, 2008: 220).
& Wilson, 2006 : 852). Penularan Diperkirakan setiap tahun terdapat
Nosokomial M. Tuberkulosis 429.720 kasus TB baru dengan
mungkin dapat terjadi diantara pasien kematian sekitar 66.000 orang di
TB dengan pengunjung dan perawat Indonesia (Dinkesprov Jatim, 2010).
yang berkontak erat selama masa Jumlah Case Detection Rate TB paru
perawatan. Tindakan kewaspadaan di Jawa Timur per Juni 2012 sebesar
universal digunakan kepada semua 32,26 %, dengan jumlah kasus TB
pasien untuk mencegah penularan sebanyak 43.950 penduduk
patogen salah satunya melalui udara (Dinkesprov Jatim, 2012). Data dari
seperti Tuberkulosis (Berman et al, dinas kesehatan Kota Surabaya
2009: 395). Anjuran penggunaan Jumlah penderita TB di Jawa Timur
masker ketika berada dalam jarak 3 dari beberapa tahun terakhir yakni
kaki dari pasien penderita TB tahun (2009) sebanyak 1.216, tahun
merupakan tindakan kewaspadaaan (2010) sebanyak 3.957, tahun (2011)
universal yang perlu dilakukan oleh sebanyak 4812 dan pada tahun
siapapun yang memiliki kontak erat (2012) sebnayak 4.493 Warga yang
dengan pasien TB (Kozier, et al, bermukim di Surabaya terkena
2010 : 33). Bloom (1908, dalam penyakit infeksi Tuberkulosis
Sinta, 2012: 129) menyebutkan (Dinkesprov Jatim). Hasil studi
bahwa pengetahuan atau kognitif melaporkan Kemungkinan setiap
merupakan domain yang sangat kontak untuk tertular TB paru adalah
penting dalam membentuk perilaku 17% dan kontak terdekat (misalnya
seseorang (over behaviour). keluarga serumah) akan dua kali
lebih beresiko dibandingkan kontak
Berdasarkan pengalaman klinik biasa (tidak serumah) (Widoyono,
dari peneliti ketika berada di Ruang 2011: 16). Hasil penelitian
Paru Rumkital Dr. Ramelan Surabaya, sebelumnya yang dilakukan oleh
peneliti menemukan bahwa beberapa Suwarsono, Nurhayati, dan Sayono
orang yang menjaga pasien TB di (2003), tentang kejadian suspek TB
ruangan sebagian besar tidak pada petugas kesehatan yang tidak
Yuliastuti, Nurwachida, Narsih :Tingkat penegtahuan TB Paru mempengaruhi penggunaan masker .124

memakai masker menunjukkan dari petugas kesehatan (Corwin, 2009 :


57 orang responden, 47 orang yang 546). Faktor pencegahan penularan
tidak memakai masker 2 diantaranya menitikberatkan pada
suspek TB. Hasil survei pravelensi penanggulangan faktor risiko
TB pada tahun 2004 menegenai penyakit seperti lingkungan dan
pengetahuan, sikap dan perilaku perilaku. perilaku seseorang
menunjukkan bahwa hanya 51% merupakan akumulasi dari
keluarga yang memahami cara pengetahuan dan sikap terhadap
penularan TB sisanya 49% keluarga kesehatan (Widoyono, 2012: 8).
tidak mengetahui cara penularan TB Seseorang yang menjaga pasien TB
(Kemenkes, 2011 : 14). (misalnya keluarga) merupakan orang
Studi pendahuluan yang yang memiliki riwayat kontak yang
dilakukan peneliti di Ruang Paru erat dengan pasien TB artinya jika
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya dari mereka tidak mengetahui tentang TB
observasi langsung pada tanggal 30 dan tidak menggunakan masker saat di
April – 1 Mei 2013 dengan dekat pasien kemungkinan tertular
melakukan wawancara kepada 5 sangat besar mengingat
orang yang menjaga pasien TB Paru resiko terinfeksi berhubungan
yang berada di Ruang Paru Rumkital dengan lama kontak dan kualitas
Dr. Ramelan Surabaya didapatkan paparan terhadap sumber infeksi
data dari 5 orang yang diwawancarai (Widoyono, 2012). Sebaliknya, jika
4 orang (80%) tidak menggunakan mereka mengetahui dan menggunakan
masker dengan alasan tidak masker saat di dekat pasien
mengetahui tentang penyakit menular kemungkinan tertular akan berkurang
yang ada di ruang paru dan manfaat karena fungsi masker yang dapat
penggunaan masker dan hanya 1 memfiltrasi udara yang dihirup
orang (20%) yang menggunakan sebelum masuk ke saluran
masker. pernafasan manusia (Wijayakusuma,
Individu dapat terinfeksi 2003).
kuman Tuberkulosis ketika seorang Pengetahuan tentang penyakit
penderita TB berbicara, batuk, TB Paru merupakan hal yang sangat
bersin, tertawa atau bernyanyi yang penting agar tidak menimbulkan
dapat melepaskan droplet besar peningkatan jumlah kasus TB Paru
(lebih besar dari 100 µ) dan kecil (1 akibat penularan dari pasien kepada
sampai 5 µ). Droplet yang besar akan orang lain, sehingga perlunya
menetap, sementara droplet yang seseorang mendapatkan informasi
kecil tertahan di udara (Droplet tentang TB dan pencegahannya.
Nuclei) dan tehirup oleh individu Perawat dapat memberikan Health
yang beresiko rentan (Suddarth & Education berupa informasi langsung
Brunner, 2002 : 584 – 585). Orang- atau melalui pemberitahuan tertulis
orang yang beresiko terpajan dengan berupa poster tentang cara penularan
basil Tuberkulosis adalah mereka TB dan pencegahannya. Berdasarkan
yang tinggal berdekatan dengan latar belakang di atas peneliti mencoba
orang yang terinfeksi aktif. untuk meneliti lebih lanjut
Kelompok ini antara lain, tunawisma tentang hubungan tingkat
yang tinggal ditempat penampungan pengetahuan tentang penyakit TB
yang terdapat kasus tuberkulosa, Paru dengan penggunaan masker di
serta anggota keluarga pasien dan
Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
METODE
Penelitian ini menggunakan Jenis Kelamin F %
desain analitik korelasional dengan Laki – laki 10 35,7
Perempuan 18 64,3
pendekatan cross sectional. Penelitian
ini dilakukan pada tanggal 11 – 20 Juni Jumlah 28 100
2013 di Ruang Paru Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya. Populasi dalam Berdasarkan tabel 5.1
penelitian ini adalah orang yang didapatkan hasil dari 28 responden di
menjaga (keluarga) pasien TB yang Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan
dirawat di Ruang Paru Rumkital Dr. Surabaya adalah perempuan sebanyak
Ramelan Surabaya dengan jumlah rata 18 responden (64,3%) dan laki – laki
– rata perbulan mencapai 30 orang. sebanyak 10 responden (35,7%).
Sampel dalam penelitian ini adalah
sebagian dari orang yang menjaga 2. Karakteristik Responden
(keluarga) pasien yang di rawat di Berdasarkan Usia
Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya yang memenuhi kriteria Tabel 5.2 Karakteristik Responden
Berdasarkan Usia Pengunjung (Keluarga)
sebanyak 28 orang dengan
yang Menjaga Pasien TB Paru di Ruang Paru
menggunakan simple random Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Pada
sampling. Tanggal 11 – 20 Juni 2013
Setelah perijinan dan informed
consent kemudian membagikan Usia F %
kuesioner yang berisi tentang tingkat 15 – 24 4 14,3
25 – 60 23 82,1
pengetahuan TB Paru dan masker > 60 1 3,6
yang akan diisi oleh responden yaitu Jumlah 28 100
pengunjung (keluarga) yang menjaga
pasien TB di Ruang Paru Rumkital Berdasarkan tabel 5.2
Dr. Ramelan Surabaya. Peneliti didapatkan hasil dari 28 responden di
melakukan observasi penggunaan Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan
masker kepada responden pada hari Surabaya adalah usia 25 – 60 tahun
yang sama ketika responden mengisi sebanyak 23 responden (82,1%), usia
kuesioner dan dilakukan pengawasan 15 – 24 tahun sebanyak 4 responden
selama satu hari. Hasil penelitian (14,3%) dan usia >60 tahunn
dianalisis secara deskriptif diuji sebanyak 1 responden (3,6%).
menggunakan Spearman’s Rho
Corellation dengan tingkat 3. Karakteristik Responden
kemaknaan ρ ≤ 0,05. Berdasarkan Pendidikan
Terakhir
HASIL
1. Karakteristik responden Tabel 5.3 Karakteristik Responden
berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pengunjung (Keluarga) yang Menjaga Pasien
TB Paru di Ruang Paru Rumkital dr.
Tabel 5.1 Karakteristik Responden
Ramelan Surabaya Pada Tanggal 11 – 20
Berdasarkan Jenis Kelamin Pengunjung
Juni 2013
(Keluarga) yang Menjaga Pasien TB Paru di
Pendidikan terakhir F %
Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Pada Tanggal 11 – 20 Juni 2013
Yuliastuti, Nurwachida, Narsih :Tingkat penegtahuan TB Paru mempengaruhi penggunaan masker .126

SMP/sederajat 10 35,7 Tabel 5.5 Karakteristik Responden


SMA/sederajat 13 46,4 Berdasarkan Penghasilan Pengunjung
Akademik/PT 5 17,9 (Keluarga) yang Menjaga Pasien TB Paru di
Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Jumlah 28 100 Pada Tanggal 11 – 20 Juni 2013

Berdasarkan tabel 5.3 Penghasilan F %


didapatkan hasil dari 28 responden di Tidak Berpenghasilan 9 32,1
Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan 500.000 – 1.000.000 6 21,4
1.000.000 – 2.000.000 6 21,4
Surabaya adalah SMA atau sederajat
> 2.000.000 7 25,0
sebanyak 13 responden (46,4%), Jumlah 28 100
SMP atau sederajat sebanyak 10
responden (35,7%) dan akademik
atau perguruan tinggi sebanyak 5 Berdasarkan tabel 5.5
responden (17,9%). didapatkan hasil dari 28 responden di
Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan
4. Karakteristik Responden Surabaya adalah tidak berpenghasilan
Berdasarkan Pekerjaan sebanyak 9 responden (32,1%),
Tabel 5.4 Karakteristik Responden 500.000 – 1.000.000 sebanyak 6
Berdasarkan Pekerjaan Pengunjung responden (21,4%), 1.000.000 –
(Keluarga) yang Menjaga Pasien TB Paru di 2.000.000 sebanyak 6 responden
Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
(21,4%) dan >2.000.000 sebanyak 7
Pada Tanggal 11 – 20 Juni 2013
responden (25,0%).
6. Karekteristik Responden
Berdasarkan Hubungan Dengan
Pekerjaan F %
Pasien
Pelajar/Mahasiswa 3 10,7 Tabel 5.6 Karakteristik Responden
Swasta/Wiraswasta 10 35,7 Berdasarkan hubungan dengan pasien Pada
PNS 2 7,1 Pengunjung (Keluarga) yang Menjaga Pasien
TNI / Polri 3 10,7 TB Paru di Ruang Paru Rumkital Dr.
Tidak Bekerja 10 35,7 Ramelan Surabaya Pada Tanggal 11 – 20
Jumlah 28 100 Juni 2013

Berdasarkan tabel 5.4 Hubungan dg Pasien F %


didapatkan hasil dari 28 responden di Suami / Istri 7 25,0
Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan Anak 8 28,6
Surabaya adalah Swasta atau Ayah / ibu 8 28,6
Wiraswasta sebanyak 10 responden Kakak / Adik 3 10,7
Paman / Keponakan 1 3,6
(35,7%), tidak bekerja sebanyak 10 Teman 1 3,6
responden (35,7%), PNS sebanyak 2 Jumlah 28 100
responden (7,1%), Pelajar atau
Mahasiswa sebanyak 3 responden Berdasarkan tabel 5.6
(10,7%) dan TNI / Polri sebanyak 3 didapatkan hasil dari 28 responden di
responden (10,7%). Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan
5. Karakteristik Responden Surabaya adalah anak sebanyak 8
responden (28,6%), ayah / ibu
Berdasarkan Penghasilan
sebanyak 8 responden (28,6%), suami
/ istri sebanyak 7 responden (25,0%),
kakak / adik sebanyak 3 responden
127. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 7, No 2, Agustus 2014., hal 123-137

(10,7%), paman / keponakan adalah sering atau setiap hari


sebanyak 1 responden (3,6%), dan sebanyak 24 responden (85,7%),
teman sebanyak 1 responden (3,6%). jarang sebanyak 2 responden (7,1%),
dan baru kali ini sebanyak 2
7. Karakteristik Responden responden (7,1%).
Berdasarkan Tempat Tinggal
9. Karakteristik Responden
Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi Tentang
Berdasarkan Tempat Tinggal Pengunjung TB Paru
(Keluarga) yang Menjaga Pasien TB Paru di
Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Pada Tanggal 11 – 20 Juni 2013 Tabel 5.9 Karakteristik Responden
Berdasarkan Informasi Tentang TB Paru
Tempat Tinggal F % Pada Pengunjung (Keluarga) yang Menjaga
Pasien TB Paru di Ruang Paru Rumkital Dr.
Serumah dengan Pasien 22 78,6 Ramelan Surabaya Pada Tanggal 11 – 20
Tidak Serumah 6 21,4 Juni 2013
Jumlah 28 100
Informasi TB Paru F %
Berdasarkan tabel 5.7
Pernah 12 42,9
didapatkan hasil dari 28 responden di Belum Pernah 16 57,1
Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan Jumlah 28 100
Surabaya adalah serumah dengan
pasien sebanyak 22 responden
(78,6%) dan tidak serumah dengan Berdasarkan tabel 5.9
pasien sebanyak 6 responden didapatkan hasil dari 28 responden di
(21,4%). Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan
8. Karakteristik Responden Surabaya adalah pernah mendapat
informasi tentang TB Paru sebanyak
Berdasarkan Frekuensi 12 responden (42,9%) dan belum
Mengunjungi Atau Menjaga pernah mendapat informasi tentang
Pasien TB Paru sebanyak 16 responden
Tabel 5.8 Karakteristik Responden
(57,1%).

Berdasarkan Frekuensi mengunjungi atau Tabel 5.10 Karakteristik Responden


menjaga pasien Oleh Pengunjung (Keluarga) Berdasarkan Sumber Informasi Tentang TB
yang Menjaga Pasien TB Paru di Ruang Paru Paru Pada Pengunjung (Keluarga) yang
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Pada Menjaga Pasien TB Paru di Ruang Paru
Tanggal 11 – 20 Juni 2013 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Pada
Tanggal 11 – 20 Juni 2013

Frek Menjaga Pasien F % Sumber Informasi F %


Sering/setiaphari 24 85,7 Tidak Ada 16 57,1
Jarang 2 7,1 Media Cetak 3 10,7
Baru kali ini 2 7,1 Media Elektronik 2 7,1
Jumlah 28 100 Kader/petugas kes. 7 25,0
Jumlah 28 100
Berdasarkan tabel 5.8
didapatkan hasil dari di Ruang Paru Sumber informasi berdasarkan
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya tabel 5.10 didapatkan hasil dari 28
Yuliastuti, Nurwachida, Narsih :Tingkat penegtahuan TB Paru mempengaruhi penggunaan masker .128

responden sebanyak 3 responden Jumlah 28 100


(10,7%) mendapat informasi tentang
TB Paru dari media cetak, 2
Berdasarkan tabel 5.12 dari 28
responden (7,1%) mendapat
informasi dari media elektronik dan 7 responden didapatkan hasil 16
responden (57,1%) tidak memakai
responden (25,0%) mendapat
masker, 10 responden (35,7%)
informasi dari kader atau petugas
memakai masker tapi kurang benar
kesehatan.
dan 2 responden (7,1%) memakai
Data Khusus masker dan benar.
1. Tingkat Pengetahuan Tentang 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan
TB Paru Tentang TB Paru dengan
Penggunaan Masker
Tabel 5.11 Frekuensi Tingkat
Pengetahuan Pengunjung (Keluarga) yang
Menjaga Pasien TB Paru Tentang TB Paru di Tabel 5.13 Tabulasi Silang Tingkat
Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Pengetahuan Tentang TB Paru dan
Pada Tanggal 11 – 20 Juni 2013 Penggunaan Masker Pada Pengunjung
(Keluarga) Yang Menjaga Pasien TB Paru di
Tingkat Pengetahuan F % Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Pada Tanggal 11 – 20 Juni 2013
Baik 4 14,3
Cukup 10 35,7 Penggunaan masker Jumlah
Kurang 14 50,0 Pengetahuan Memakai kurang Tidak
benar benar memakai
Jumlah 28 100
F % F % F % F %
Baik 2 50,0 2 50,0 0 0,0 4 100,0
Cukup 0 0,0 7 70,0 3 30,0 10 100,0
Berdasarkan tabel 5.11 Kurang 0 0,0 1 7,1 13 92,9 14 100,0
didapatkan hasil dari 28 responden Spearman’s Rho Correlation ρ = 0,000 r = 0,775
yang memiliki tingkat pengetahuan
memiliki tingkat pengetahuan kurang
sebanyak 14 responden (50%), yang Tabel 5.13 menyajikan
memiliki tingkat pengetahuan cukup hubungan antara tingkat pengetahuan
sebanyak 10 responden (35,7%), dan tentang TB Paru dengan penggunaan
yang memiliki pengetahuan baik masker di Ruang Paru Rumkital Dr.
sebanyak 4 responden (14,3%). Ramelan Surabaya pada 28
responden. Berdasarkan 4 responden
2. Penggunaan Masker yang memiliki pengetahuan yang
pengunjung (keluarga) baik menunjukkan penggunaan
masker dan benar adalah sebanyak 2
Tabel 5.12 Frekuensi Penggunaan responden (50%), sebanyak 2
Masker Pengunjung (Keluarga) yang responden (50%) menunjukkan
Menjaga Pasien TB Paru di Ruang Paru penggunaan masker namun kurang
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Pada benar. Berdasarkan 10 Responden
Tanggal 11 – 20 Juni 2013 yang memiliki pengetahuan cukup
Penggunaan masker F % sebanyak 7 responden (70%)
menunjukkan penggunaan masker
Memakai masker benar 2 7,1 namun kurang benar, sebanyak 3
Memakai kurang benar 10 35,7 responden (30%) tidak menggunakan
Tdk memakai masker 16 57,1 masker dan tidak ada responden
129. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 7, No 2, Agustus 2014., hal 123-137

dengan pengetahuan cukup yang 25 – 60 tahun berada dalam batasan


menggunakan masker dengan benar. usia dewasa. Craik (1997, dalam
Berdasarkan 14 responden yang Santrock, 2002) mengemukakan
memiliki pengetahuan kurang bahwa daya ingat menurun pada usia
sebanyak 13 (92,9%) responden tidak dewasa terutama dewasa tengah dan
menggunakan masker, 1 responden dewasa akhir. Hal ini lebih terjadi
(7,1%) menunjukkan penggunaan ketika memori jangka panjang (long
masker namun kurang benar dan term memory) lebih terlibat daripada
tidak ada responden dengan memori jangka pendek (short term
pengetahuan kurang yang memory). Daya ingat juga cenderung
menggunakan masker dan benar. menurun ketika informasi yang coba
Hasil uji statistik dengan diingat adalah informasi yang belum
menggunakan uji Spearman’s Rho lama disimpan dan jarang digunakan
Correlations ρ = 0,000. Hal tersebut (Riege & Inman, dalam Santrock
menunjukkan bahwa ρ ≤ 0,05 berarti 2002). Daya ingat cenderung
terdapat hubungan antara tingkat menurun jika digunakan untuk
pengetahuan tentang TB Paru dengan mengingat (recall) daripada
penggunaan masker di Ruang Paru mengenali (recognize) (Mandler,
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. dalam Santrock, 2002). Faktor
Nilai correlation coefficient yang informasi dirasakan kurang tersedia
didapatkan nilai r = 0,775, itu berarti di Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan
terdapat hubungan yang kuat antara Surabaya yang berkaitan dengan TB
tingkat pengetahuan tentang TB Paru Paru dan Masker tidak ada.
dengan penggunaan masker di Ruang Pengunjung (keluarga) diberikan
Paru Rumkital Dr. Ramelan informasi atau anjuran untuk
Surabaya. menggunakan masker oleh perawat
ketika pertama kali pasien datang
PEMBAHASAN bersama pasien namun tidak
1. Tingkat Pengetahuan tentang dilakukan klarifikasi lanjutan atau
TB Paru kontinyuitas informasi. Peneliti
Tabel 5.11 menunjukkan dari berasumsi Informasi yang diterima
28 responden yang memiliki tingkat secara berulang selain mempermudah
pengetahuan kurang tentang TB Paru dalam mengingat juga membantu
sebanyak 14 responden (50%), seseorang untuk lebih mengenalinya.
sebanyak 10 responden memiliki Pemberian informasi yang jelas dan
pengetahuan cukup dan 4 responden kontinyu dapat meningkatkan daya
(14,3%) memiliki pengetahuan baik ingat seseorang yang masuk usia
tentang TB Paru. Mubarrak et al dewasa yang mulai mengalami
(2005 : 144 – 145) menyebutkan penurunan daya ingat.
beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan antara lain Tingkat Pengetahuan tentang
pendidikan, pekerjaan dan umur, dan TB Paru yang kurang juga dapat
informasi. Hal tersebut dibuktikan dilihat dari tingkat pendidikannya,
dari 14 responden yang memiliki dari 14 responden dengan tingkat
tingkat pengetahuan kurang sebanyak pengetahuan kurang sebanyak 9
11 responden (78,6%) berusia 25 – 60 responden (64,3%) berlatar belakang
tahun. WHO (2007, dalam Ferry & pendidikan terakhir SMP. Latar
Makhfudli, 2009) menyebutkan usia belakang pendidikan memegang
Yuliastuti, Nurwachida, Narsih :Tingkat penegtahuan TB Paru mempengaruhi penggunaan masker .130

peranan penting untuk mencapai tujuan informasi tentang berbagai cara


yang diharapkan, menurut dalam mencapai pemeliharaan
Cokroningrat (1998, dalam Nursalam, kesehatan, cara menghindari
2003) menyatakan umumnya semakin penyakit, maka akan meningkatkan
tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan masyarakat tentang hal
makin mudah dalam menerima tersebut (Dewi & Wawan, 2011 : 18).
informasi sehingga semakin banyak Sumber informasi yang didapatkan
pengetahuan yang dimiliki. Peneliti oleh responden berasal dari kader
berasumsi bahwa tingkat pendidikan atau petugas kesehatan sebanyak 7
yang rendah akan menghambat responden (58,3%), media elektronik
penerimaan dan pemahaman terhadap sebanyak 4 responden (33,3%) dan
beberapa nilai baru yang media cetak sebanyak 2 responden
diperkenalkan sehingga tingkat (14,3%). Peneliti berasumsi bahwa
pengetahuan yang dimiliki juga akan semakin banyak seseorang terpapar
kurang. oleh informasi tentang TB Paru,
Tingkat pengetahuan pengetahuan tentang penyakit atau
seseorang tidak hanya dipengaruhi kesehatan juga akan meningkat.
oleh usia dan tingkat pengetahuan Pemberian informasi tentang
saja, pekerjaan juga dapat penyebab penyakit, gejala dan tanda
mempengaruhi tingkat pengetahuan penyakit, bagaimana cara penularan
responden dari 14 responden yang dan pencegahannya akan membentuk
memiliki tingkat pengetahuan kurang suatu pengetahuan baru yang
terdapat 6 responden (42,9%) tidak merupakan indikator dari
bekerja. Lingkungan pekerjaan dapat pengetahuan kesehatan (health
menjadikan seseorang memperoleh knowledge), selain itu peneliti juga
pengalaman baik secara langsung berasumsi berdasarkan observasi
maupun tidak langsung (Dewi & gambaran umum tempat penelitian
Wawan, 2011). Peniliti berasumsi bahwa masih kurangnya informasi
bahwa seseorang yang tidak bekerja tentang TB Paru dan manfaat
tingkat pengetahuan yang dimiliki penggunaan masker di ruang paru
akan kurang bila dibandingkan terlihat dari tidak adanya poster
dengan seseorang yang bekerja, hal tentang TB Paru dan manfaat
ini disebabkan pengetahuan dapat penggunaan masker bagi kesehatan
diperoleh dalam dunia bekerja ketika hal ini terbukti dari hasil tingkat
manusia berinteraksi dengan orang pengetahuan responden yang
lain atau lingkungannya maka akan sebagian besar tingkat pengetahuan
ada hasil yang didapatkan dari tentang TB Paru adalah kurang.
interaksi tersebut misalnya informasi
yang dapat menambah pengetahuan 2. Penggunaan Masker
seseorang. Dari 14 responden yang Tabel 5.12 menunjukkan dari
memiliki tingkat pengetahuan yang 28 responden tidak mengguanakan
kurang sebanyak 11 responden masker sebanyak 16 responden
(78,6%) adalah belum pernah (57,1%), mengunakan masker namun
mendapat informasi tentang TB Paru. kurang benar sebanyak 10 responden
Ilmu pengetahuan dan teknologi (35,7%) dan menggunakan masker
membutuhkan informasi, tetapi benar sebanyak 2 responden (7,1%),
sekaligus juga menimbulkan Hal tersebut dibuktikan 16 responden
informasi. Dengan adanya beragam yang Tidak menggunakan masker
131. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 7, No 2, Agustus 2014., hal 123-137

sebanyak 11 responden (68,8%) untuk tingkat pengetahuan mereka


berjenis kelamin perempuan dan 5 dikarenakan penurunan fungsi
responden (31,2%) berjenis kelamin memori otak yang perlahan
laki – laki. Ameen (2013) dalam mengalami penurunan sehingga
bukunya unleash the power of female indikator untuk mewujudkan suatu
brain menyebutkan bahwa orang perilaku kesehatan seperti memakai
dengan jenis kelamin laki – laki masker ketika berada di Ruang Paru
memiliki ukuran lobus parietalis lebih sebagai upaya pencegahan terhadap
besar dari perempuan. Lobus penularan infeksi kuman TB kurang.
parietalis berhubungan dengan dunia Data yang diperoleh peneliti
fisik yang merupakan kontrol impuls dari 16 responden yang tidak
terhadap tindakan seseorang, menggunakan masker sebanyak 9
sehingga seseorang dengan jenis responden (56,3%) memiliki
kelamin laki – laki cenderung pendidikan terakhir SMP. Pendidikan
bertindak dahulu beru kemudian merupakan upaya persuasi atau
memikirkannya sedangkan pembelajaran kepada seseorang agar
perempuan cenderung berfikir lama mau melakukan tindakan – tindakan
sebelum bertindak, bila dihubungkan (praktik) sebagai suatu bentuk
dengan teori Menurut Rogers (1947, perilaku untuk memelihara,
dalam Notoatmodjo, 2003) tentang mengatasi masalah dan meningkatkan
teori adaptasi perilaku laki – laki kesehatannya (Notoatmodjo, 2010).
lebih cepat melewati tahap awerness, Bloom (1908, dalam Notoatmodjo,
interest, evaluation, trial, dan 2010) menyabutkan bahwa indikator
adoption dibandingkan dengan untuk mengukur perilaku kesehatan
perempuan yang lebih lama sehingga mengacu pada 3 doamin antara lain
perempuan lebih lama mengadopsi pengetahuan terhadap kesehatan,
suatu perilaku baru, namun hasil jenis sikap terhadap kesehatan dan praktik
kelamintersebut masih belum kesehatan. Peneliti berasumsi
dikatakan signifikan berpengaruh seseorang dengan pendidikan tinggi
terhadap penggunaan masker pada akan mampu memahami tentang
responden karena jumlah sampel penyakit dan cara pemeliharaan
dalam penelitian memang lebih kesehatan terhadap penyakit sehingga
banyak berjenis kelamin perempuan penilaian terhadap perilaku kesehatan
atau tidak homogen dalam jumlah. akan mudah dilakukan.
Data yang diperoleh peneliti Responden yang tidak
dari 16 responden yang tidak menggunakan masker adalah tidak
menggunakan makser sebanyak 14 berpenghasilan, dari 16 responden
responden (87,5%) berusia 25 – 60 yang tidak memakai masker sebanyak
tahun (dewasa). Smeltzer & Bare 7 responden (43,8%) adalah tidak
menyebutkan beberapa faktor berpenghasilan. WHO menganalisis
demografi yang mempengaruhi bahwa yang menyebabkan seseorang
kepatuhan seseorang dalam perilaku itu berperilaku tertentu adalah karena
kesehatan antara lain : usia, jenis beberapa alasan salah satunya adalah
kelamin, status sosial ekonomi, dan karena alasan sumber daya, sumber
tingkat pendidikan. Peneliti daya bisa berarti ekonomi atau uang
berasumsi bahwa pada usia dewasa (Notoatmodjo, 2012 : 198). Peneliti
terutama dewasa tengah (paruh baya) berasumsi seseorang yang yang
sesorang akan mengalami penurunan berpenghasilan tinggi akan
Yuliastuti, Nurwachida, Narsih :Tingkat penegtahuan TB Paru mempengaruhi penggunaan masker .132

berdampak pada kemampuan daya menjenguk dapat menjadi suatu


beli masker sebagai bentuk perilaku stimulus terhadap pembentukan
kesehatan, namun seseorang yang perilaku seseorang. Seseorang yang
tidak memiliki penghasilan menganggap kondisi sakit sebagai
kemampuan terhadap daya beli suatu ancaman (Thread) bagi diri dan
masker tidak ada. kesehatannya akan menjadikan
Responden yang tidak kondisi sakit sebagai suatu stimulus
menggunakan masker dari 16 untuk membentuk perilaku kesehatan.
responden sebanyak 5 responden Skinner (1908, dalam Notoatmodjo,
(31,3%) memiliki hubungan suami/ 2012) Perilaku kesehatan adalah
istri dengan pasien. Karr (dalam suatu respon seseorang (organisme)
Notoatmodjo, 2010) menyatakan terhadap stimulus atau obyek yang
Adanya otonomi atau kebebasan berkaitan dengan sakit dan penyakit,
pribadiuntuk mengambil keputusan sistem pelayanan kesehatan, makanan
dalam melakukan tindakan dan minuman, serta lingkungan. Dari
merupakan salah satu determinan data dan teori yang didapatkan
terhadap perilaku kesehatan.peneliti peneliti menarik penjelasan bahwa
berasumsi bahwa budaya masyarakat terdapat ketidaksesuaian antara teori
indonesia mengenai kebebasan dalam dengan data hal tersebut disebabkan
bertindak harus disertai persetujuan karena selain ada atau tidaknya
dari suami atau kepala keluarga stimulus dari luar organisme banyak
terutama pada masyarakat pedesaan, faktor lain yang mempengaruhi
peneliti melihat bahwa responden perilaku. Green (1980, dalam
yang berstatus sebagai istri pasien Notoatmodjo, 2012) mengungkapkan
memiliki rasa hormat terhadap suami perilaku seseorang dibentuk oleh
sehingga memiliki rasa “sungkan” beberapa faktor antara lain ; faktor
untuk memakai masker ketika predisposisi (pengetahuan, sikap,
menjaga suaminya yang sedang sakit. kepercayaan, tingkat pendidikan,
Sehingga responden dengan sosial ekonomi), faktor enabling
hubungan sebagai istri pasien TB (tersedia atau tidaknya fasilitas atau
banyak yang tidak memakai masker. sarana kesehatan) dan faktor
Responden yang tidak reinforcing (sikap dan perilaku
menggunakan masker sebagian besar petugas). Peneliti berasumsi
tinggal serumah dengan pasien, dan seseorang yang menganggap kondisi
frekuensi berkunjung atau menjaga sakit sebagai suatu stimulus atau
pasien sebagian besar sering atau obyek belum tentu akan berperilaku
setiap hari. dari 16 responden yang terhadap kesehatan jika tanpa adanya
tidak memakai masker sebanyak 13 dukungan dari ketiga faktor tersebut.
responden (81,3%) adalah serumah Data yang diperoleh peneliti
dengan pasien dan berdasarkan responden yang tidak menggunakan
karakteristik frekuensi menjaga atau masker sebagian besar yang belum
mengunjungi pasien dari 16 pernah mendapat informasi tentang
responden yang tidak memakai TB Paru dan masker. Hal tersebut
masker sebanyak 13 responden dapat dibuktikan dari 16 responden
(81,3%) adalah sering atau setiap yang tidak memakai masker sebanyak
hari. Persepsi seseorang terhadap 12 responden (75%) belum pernah
anggota keluarga yang sakit, tinggal mendapatkan informasi tentang TB
serumah, dan frekuensi dalam Paru dan masker. Kar (dalam
133. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 7, No 2, Agustus 2014., hal 123-137

Notoatmodjo, 2012) menganalisis terdiri dari pengetahuan, sikap,


adanya sumber informasi kepercayaan, tingkat pendidikan,
(accessebility of information) tentang sosial ekonomi; faktor pendukung
kesehatan merupakan salah satu tolak (enabling factor) yaitu faktor yang
ukur seseorang dalam membentuk memungkinkan atau faktor yang
perilaku kesehatan. Peneliti memfasilitasi perilaku atau tindakan
berasumsi bahwa sumber informasi yang terdiri dari tersedia atau
tentang kesehatan dapat dijadikan tidaknya fasilitas atau sarana
sebagai pertimbangan seseorang kesehatan; dan faktor pendorong
sebelum mewujudkan perilaku (reinforcing factor) yaitu faktor yang
kesehatan. Hal tersebut terbukti dari mendukung atau meperkuat
hasil penelitian sebagian besar terjadinya perilaku yang terdiri dari
responden yang tidak menggunakan sikap dan perilaku petugas.
masker belum pernah mendapat Dalam mengendalikan infeksi
informasi tentang TB Paru dan nosokomial di Rumah sakit ada tiga
masker karena dari observasi peneliti hal yang perlu dilakukan sebagai
terhadap gambaran umum tempat upaya pengendalian terhadap infeksi
penelitian belum terdapat adanya nosokomial seperti pencegahan
media informasi seperti poster yang terhadap infeksi penyakit TB Paru
dapat meningkatkan pengetahuan antara lain ; (1) adanya surveilan
responden selanjutnya dari yang mantap yaitu suatu tindakan
pengetahuan tersebut akan pengamatan yang sistemik yang
menimbulkan kesadaran mereka dan dilakukan terus menerus terhadap
akhirnya akan menyebabkan orang populasi yang beresiko rentan
berperilaku sesuai dengan terhadap penularan penyakit infeksi
pengetahuan yang dimilikinya. TB Paru antara lain pengunjung
(keluarga) yang menjaga pasien TB
3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Paru di ruangan. Pelaksanaan
Tentang TB Paru dengan surveilan ini dilakukan langsung oleh
Penggunaan Masker perawat yang berada di ruangan
Tabel 5.13 menunjukkan dari dengan melakukan pengawasan yang
28 responden dari 14 responden yang dilakukan terus menerus terhadap
memiliki pengetahuan kurang tentang perilaku pengunjung tentang
TB Paru sebanyak 13 responden penggunaan masker saat berada di
(92,9%) tidak menggunakan masker, ruang perawatan, (2) adanya
kondisi tersebut dapat membahayakan peraturan yang jelas dan tegas tentang
dan meningkatkan resiko peningkatan pencegahan infeksi nosokomial
kejadian infeksi nosokomial (penularan dilakukan untuk megurangi resiko
infeksi TB) akibat perilaku tidak terjadinya infeksi, (3) adanya
memakai masker dan penggunaan program pendidikan kesehatan yang
masker yang kurang terus menerus bagi pengunjung atau
benar. Greeen (1980, dalam keluarga yang menjaga pasien
Notoatmodjo, 2012) menyebutkan maupun petugas tentang pencegahan
perilaku dibentuk atau ditentukan dari infeksi nosokomial (Septiari, 2012 :
tiga faktor antara lain faktor 49).
predisposisi (predisposing factor) Data diatas menunjukkan
yaitu faktor yang mempermudah bahwa tingkat pengetahuan yang
terjadinya perilaku seseorang yang kurang pada responden mendorong
Yuliastuti, Nurwachida, Narsih :Tingkat penegtahuan TB Paru mempengaruhi penggunaan masker .134

responden berperilaku negatif menggunakan masker, walaupun ada


terhadap upaya pencegahan penyakit yang menggunakan masker responden
dengan tidak menggunakan masker akan menggunakan masker tersebut
saat menjaga atau mengunjungi sepanjang hari bahkan disimpan untuk
pasien TB Paru di Ruang Paru dipakai lagi keesokan harinya, ada pula
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. pengunjung yang mengatakan masker
Berdasarkan observasi yang akan dibawa pulang untuk dicuci dan
dilakukan peneliti didapatkan belum digunakan kembali. Petugas kesehatan
adanya informasi tentang TB Paru di ruangan juga terlihat masih ada yang
dan penggunaan masker seperti belum menggunakan masker, selain
pemberitahuan tertulis (seperti poster) faktor tingkat pengetahuan yang
di Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan kurang yang menyebabkan perilaku
surabaya, tidak adanya aturan yang tidak menggunakan masker pada
jelas dan tegas terhadap penggunaan pengunjung (keluarga) yang menjaga
masker saat berada di ruang pasien TB Paru di Ruang Paru
perawatan menyebabkan perilaku Rumkital Dr. Ramelan Surabaya yang
penggunaan masker ketika menjaga merupakan Predisposing Factor dari
pasien TB Paru juga kurang. pembentuk perilaku, belum adanya
McGovern (2000) menjelaskan sarana dan prasarana ketersediaan
bahwa pengunjung yang berada masker khusus bagi pengunjung yang
dalam ruangan perawatan yang merupakan Enabling Factor, juga
mendapatkan pendidikan kesehatan masih terdapat petugas kesehatan yang
tentang penyakit infeksi menular dan belum menggunakan masker di
manfaat penggunaan APD masker ruangan tersebut yang merupakan
memiliki peluang 5,7 kali lebih patuh Reinforcing Factor bagi terbentuknya
dalam menggunakan APD saat suatu perilaku kesehatan. Petugas
menjaga pasien. Peneliti berasumsi
bahwa pendidikan kesehatan perlu kesehatan terutama perawat
dilakukan secara terus menerus dan merupakan Role Model yang dapat
kontinyu kepada pengunjung dijadikan contoh bagi orang awam
(keluarga) yang menjaga pasien TB dalam memahami masalah kesehatan,
Paru ketika menjaga pasien sebagai apabila petugas kesehatan belum
pembentuk perilaku kepatuhan dalam menggunakan masker maka
berperilaku kesehatan pencegahan pengunjung (keluarga) sebagai orang
terhadap infeksi penyakit menular. awam juga akan enggan untuk
Observasi peneliti selama penelitian menggunakan masker karena
di ruangan mendapatkan pendidikan menganggap petugas kesehatan yang
kesehatan belum terlihat dilakukan, tahu tentang penyakit saja tidak
hal tersebut akan berpengaruh pada menggunakan masker, hal tersebut
tingkat pengetahuan pengunjung dan dapat menurunkan kekhawatiran
tingkat kepatuhan dalam penggunaan pengunjung terhadap penularan
masker. infeksi TB Paru ketika di ruangan
Hasil wawancara peneliti sehingga mendorong mereka untuk
dengan beberapa responden ikut tidak menggunakan masker.
memperoleh hasil tidak Ketiga faktor tersebut baik secara
disediakannya masker secara gratis di langsung maupun tidak langsung
ruangan merupakan salah satu berperan dalam pembentukan
penyebab pengunjung tidak perilaku terutama perilaku kesehatan
135. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 7, No 2, Agustus 2014., hal 123-137

sebagai upaya pencegahan dan TB yaitu dengan menggunakan


perlindungan terhadap penyakit TB masker dengan baik dan benar.
Paru dengan penggunaan masker
ketika menjaga atau ketika berada di Simpulan
dekat pasien TB Paru di Ruang Paru Berdasarkan hasil penelitian
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. yang telah oleh peneliti di Ruang
Responden yang memiliki Paru Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
tingkat pengetahuan yang baik dari 4 pada tanggal 11 Juni – 20 Juni 2013
responden sebanyak 2 responden dapat ditarik beberapa simpulan
(50%) memakai masker namun sebagai berikut :
kurang benar, hasil tersebut
menunjukkan bahwa tingkat 1. Tingkat pengetahuan dari
pengetahuan responden yang baik pengunjung (keluarga) yang
tidak sejalan dengan perilaku menjaga pasien TB Paru di Ruang
Paru Rumkital Dr. Ramelan
penggunaan masker sebagi upaya
Surabaya rata – rata kurang.
terhadap pencegahan terhadap infeksi
TB Paru. Hal tersebut menunjukkan 2. Pengunjung (keluarga) yang
bahwa responden hanya mengetahui menjaga pasien TB Paru di Ruang
saja namun belum bisa Paru Rumkital Dr. Ramelan
mengaplikasikannya, hal ini sesuia Surabaya sebagian besar tidak
dengan teori bloom (dalam memakai masker.
Notoatmodjo, 2003) yang
menyatakan bahwa domain 3. Terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan berawat dari tahu hingga pengetahuan tentang TB Paru
domain aplikasi. Domain tahu hanya dengan penggunaan masker di
mengetahui tentang prinsip penyakit Ruang Paru Rumkital Dr. Ramelan
dan pencegahannya namun belum Surabaya.
bisa menerapkannya. Program
pendidikan kesehatan hendaknya DAFTAR PUSTAKA
tidak hanya ditekankan pada aspek
penyakit dan perawatannya namun Ameen, G, (2013). Perbedaan Cara
juga aspek edimeiologi dari penyakit Kerja Otak Pria dan Wanita.
tersebut serta upaya pencegahannya http://www.medis.web.id, ¶ 3,
(Septiari, 2012) peneliti berasumsi diunduh tanggal 25 Juni 2013
bahwa tingkat pengetahuan yang baik jam 23.35 WIB.
dari responden belum tentu Arikunto, S. (2010). Prosedur
menjadikan responden memiliki penelitian suatu pendekatan
perilaku penggunaan masker dengan praktik, edisi revisi 2010. Jakarta
benar. Responden yang memiliki : Rineka Cipta.
tingkat pengetahuan yang baik Berman, A., et al. (2009). Buku Ajar
tentang TB Paru menggunakan Praktik Keperawatan Klinis,
masker yang kurang benar seperti Edisi 5. Jakarta : EGC.
memakai masker dibongkar pasang Corwin, E. (2009). Buku Saku
dan tidak menutup hidung dan mulut. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Pemberian pendidikan kesehatan Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial,
nantinya tidak hanya tentang TB Paru Problematika dan
dan perawatannya namun juga Pengendaliannya. Jakarta :
tentang pencegahan infeksi kuman Salemba Medika.
Yuliastuti, Nurwachida, Narsih :Tingkat penegtahuan TB Paru mempengaruhi penggunaan masker .136
Stop TB, Terobosan
Menuju
Dewi, M. dan Wawan, A. (2011).
Teori Dan Pengukuran
Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Dinas kesehatan provinsi jawa timur.
(2009). Tabel TB Paru Sembuh
dan Peneumonia Balita Ditangani
di Provinsi Jawa Timur 2009; 10.
Jurnal Tabel Profil Kesehatan
Jawa Timur 2009.
Dinas kesehatan provinsi jawa timur.
(2010). Tabel TB Paru Sembuh
dan Peneumonia Balita Ditangani
di Provinsi Jawa Timur 2010; 7.
Jurnal Tabel Profil Kesehatan
Jawa Timur 2010.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur. (2011). Tabel Jumlah
Kasus Baru TB Paru dan
Kematian Akibat TB Paru
Menurut Jenis Kelamin dan
Kabupaten / Kota Provinsi Jawa
Timur 2011; 10. Jurnal Tabel
Profil Kesehatan Jawa Timur
2011.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa


Timur. (2012). Program P2 TB
september 2012; 16. Program
Pengendalian Penyakit Menular
di Jawa Timur.
Efendi, F. dan Makhfudli. (2009).
Keperawatan Kesehatan
Komunitas, Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Francis, C. (2011). Perawatan
Respirasi. Jakarta : EGC.
Friedman, M., Bowden, R. dan Jones,
E. (2010). Buku Ajar
Keperawatan Keluarga,
Riset,
Teori & Praktik, Edisi 5. Jakarta
: EGC.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan. (2011).
Akses Universal Maret 2011; 14.
Jurnal Strategi nasional
pengendalian TB di indonesia 2010 –
2014.
Kozier., et al. (2010). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan,
Konsep, Proses, & Praktik, Edisi 7,
Volume 2. Jakarta : EGC.
Kumar, V., Ramzi, C. dan Stanley, R.
(2007). Buku Ajar Patologi.
Jakarta : EGC.
Mandal, B., et al. (2008). Penyakit Infeksi,
Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga.
Mansjoer., et al. (editor). (2009). Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius.

Martin, U. dan hasibuan, P. (2010).


Prevalens TB Laten Pada Petugas
Kesehatan di RSUP H. Adam Malik
Medan April 2010; Vol 30, No. 2;
112. Jurnal Respir Indo.
Mubarak, W., et al. (2006). Buku Ajar
Ilmu Keperawatan Komunitas 2.
Jakarta : Sagung Seto.
McGoven, P., Vesley, D., Kochevar.
(2000). Factors Affecting
Universal Precautions
Compliance Januari, 15, 2000,
No.200; 149. Journal of
Bussiness and Psychology.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan
perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
__________. (2010). Promosi Kesehatan
Teori & Aplikasi. Jakarta : Rineka
Cipta.
__________. (2011). Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta :
Rineka Cipta.
__________. (2012). Promosi
Kesehatan dan Perilaku Kesehatan
edisi revisi 2012. Jakarta : Rineka
Cipta.
137. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 7, No 2, Agustus 2014., hal 123-137

Nursalam. (2003). Pendidikan dalam


Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Price, S. dan Wilson, L. (2006).
Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses – Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta : EGC.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan,
Konsep, Proses dan Praktik,
Edisi 4, Volume 1. Jakarta : EGC.
Santrock, J W. (2002). Life Span
Development, Perkembangan
Masa Hidup. Jakarta : Erlangga.
Septiari, B. (2012). Medical Book
Infeksi Nosokomial. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Sinta, F. (2012). Promosi Kesehatan.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Smeltzer, S. dan Bare, B. (2002).
Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth,
Edisi 8, Volume 1. Jakarta : EGC.
Sudoyo, A., et al. (2005). Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi
IV. Jakarta : EGC.
Suwarsono, D., Nurhayati. dan
Sayono. (2003). Hubungan Lama
Kerja, Bagian Kerja dan
Pemakaian Masker Dengan
Suspek dan Infeksi
Mycobacterium Tuberculosa
2003; Vol No. 1; 47. Jurnal
Unimus.
Syamsuhidajat. dan De Jong. (2007).
Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta :
EGC.
Widoyono. (2012). Penyakit Tropis
Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan, dan
Pemberantasannya, Edisi Kedua.
Jakarta : Erlangga.
Wijayakusuma, H. (2003). Proteksi
Dini Terhadap SARS (Severe
Acute Respiratory Syndrome).
Jakarta : Pustaka Populer Obor.

You might also like