Financial System Architecture 1 JurnalDikta April 2006

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 21

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323571747

Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia: Studi Negara Berkembang


dan Emerging Market

Article · April 2006

CITATIONS READS

0 163

2 authors, including:

Perdana Wahyu Santosa


Universitas YARSI
34 PUBLICATIONS   8 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Related Party Transaction and Investment Opportunity Set of Business Groups View project

Related party transaction and Corporate governance View project

All content following this page was uploaded by Perdana Wahyu Santosa on 06 March 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia:


Studi Negara Berkembang dan Emerging Market

Perdana Wahyu Santosa


Fakultas Ekonomi Universitas YARSI

Harry Yusuf A. Laksana


Direktorat Jenderal Pajak
Departemen Keuangan RI

Abstract

In this article, we try to analize about the future outlook of financial integration and
financial system architecture in Indonesia. The current trend is the distinction among the
traditional banking, securities and insurance product are getting blurred as a result of
deregulation, globalization and product innovation. Tadesse (2005) finds the relationship
as important link between institutional development with financial architecture. As
institutions improve like stronger legal infrastructure, transparancy, good corparate
governance etc, financial systems evolve from bank-based systems to market-based
systems. The financial system architecture of Indonesia is tends to bank-based systems
because (a) institutional underdevelopment; (b) industrial structure growth in economies
characterized by traditional, standardized and non complex industry (low technology);
(c) the extent of moral hazard (agency problems); (d) economies dominated by small
firms; and (e) emerging economies with emerging capital market. However, Indonesia in
transition from bank-based system to market-based system with integrated institutional
development program, law enforcement, good corporate governance and stabilized
social-political environment.

PENDAHULUAN
Sistem keuangan Indonesia sebagaimana yang kita kenal saat ini, berpola pada
suatu sistem yang meliputi perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, multifinance
dan infrastruktur lainnya yang saling terkait dan berinteraksi. Dalam usaha memobilisasi
dana untuk investasi dan peningkatan jasa keuangan termasuk sistem pembayaran, maka
elemen-eleman dalam sistem keuangan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain.1 Setiap

1
Pidato Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, DR. Miranda S. Goeltom saat pembukaan “Workshop on
Indonesia Financial System Architecture: The Future Challenges and Responses” Rabu, 13 Juli 2005 di
Jakarta.

Volume 1 No. 1 (April 2006) 1


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

elemen dalam sistem finansial tersebut merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dan
bersinergi satu sama lain dalam usaha mendukung laju pertumbuhan ekonomi.
Di sektor keuangan Indonesia bila diamati terdapat 3 (tiga) pasar utama yang
sangat berperan dalam mempertemukan pihak yang memiliki kelebihan dana dengan
pihak yang memerlukan dana. Ketiga pasar itu adalah pasar uang (money market), pasar
modal (capital market), dan pasar valuta asing (foreign exchange market). Pasar komoditi
berjangka (future trading commodity) juga termasuk dalam pasar keuangan meskipun
hingga saat ini belum begitu berkembang dibandingkan dengan ketiga pasar utama
tersebut. Pasar uang seringkali dianggap telah mencakup pasar valas mengingat ke dua
pasar tersebut banyak mempergunakan instrumen surat berharga yang sama, namun
perbedaannya hanya dalam denominasi valuta yang digunakan. Bagi pasar uang dan
pasar valas ini, umumnya merupakan kegiatan antar bank dalam sektor perbankan.
Timbulnya fenomena globalisasi keuangan dimana liberalisasi pasar modal dan
pergerakan modal secara bebas, kemajuan teknologi serta maraknya inovasi baik jasa
maupun produk-produk keuangan, telah berkontribusi dalam menciptakan tingkatan
globalisasi keuangan yang lebih sulit diprediksi, namun dapat memberikan keuntungan-
keuntungan yang besar dengan risiko-risiko yang baru. Berdasarkan fenomena tersebut,
kita perlu berusaha untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan mempersiapkan diri
untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa depan dengan membuat cetak biru
(blue print) arsitektur sistem keuangan Indonesia.2
Dalam menganalisis prioritas arsitektur sistem keuangan Indonesia, perlu dikaji
dua ekstrim sistem keuangan yang ada saat ini dalam skala global. Pada satu ekstrim,
sistem keuangan memprioritaskan bank sebagai intermediasi sumber dana bagi
perusahaan, sistem ini dikenal dengan istilah bank-based system. Dari ekstrim yang lain,
pasar modal (capital market) merupakan sumber dana keuangan bagi perusahaan, sistem
ini dikenal dengan istilah market-based system. Kedua sistem tersebut mempunyai
peranan penting dalam dinamika tingkat leverage perusahaan. Bank based system akan
meningkatkan debt-to-equity perusahaan, sedangkan market based system cenderung
mengurangi tingkat leverage.

2
Ibid, hal 1.

Volume 1 No. 1 (April 2006) 2


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

Perdebatan kontroversial mengenai sistem keuangan antara bank based system


dengan market based system sudah berlangsung lebih dari satu abad. Fokus yang menjadi
inti perdebatan berkisar pada struktur sistem keuangan yang menjadi panutan beberapa
negara maju. Seperti kita ketahui, Amerika Serikat dan Inggris sangat mengandalkan
market based system yang menyandarkan kekuatan ekonomi negara pada mekanisme
pasar yang dinamik, sedangkan pada kelompok bank based system, dimotori oleh Jepang,
Perancis dan Jerman. Sejak 1980-an sampai saat ini (secara fluktuatif) kinerja ekonomi
Jepang yang bank based system masih dinilai mengungguli AS yang menerapkan sistem
keuangan yang mengandalkan market based system, bahkan Jerman berkemampuan
meningkatkan kinerja yang lebih baik dibanding Inggris karena mejalankan struktur bank
based system (Goldsmith, 1969). Jadi sistem keuangan bank based system atau market
based system yang lebih baik? Bagaimana untuk Indonesia tergolong negara berkembang
dengan sistem perbankannya masih labil, mekanisme pasarnya tergolong emerging
market dan marak dengan moral hazard?

PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis akan melakukan pembahasan
terhadap beberapa identifikasi masalah yang ada, yaitu:
1. Apa dan bagaimana fungsi dan peranan kedua ekstrim tersebut, baik secara teori
maupun pengalaman empirik, dan belum dapat disimpulkan mana yang lebih baik
ataupun mana yang lebih buruk?
2. Apa dan bagaimana dari sudut pandang teoritis, keunggulan dari bank-based system
mempostulatkan bahwa bank mempunyai keunggulan dalam (i) melakukan seleksi
proyek/investasi yang dapat menghasilkan return menguntungkan; dan (ii) dapat
melakukan monitoring dana dengan efektif dan efisien?
3. Apa dan bagaimana keunggulan dari market-based system yang menyatakan bahwa
pasar modal dapat: (i) mengembangkan inovasi yang lebih banyak atas sumber dana
yang dibutuhkan bagi perusahaan; dan (ii) lebih mampu untuk mendisversifikasikan
resiko?
4. Sistem mana di antara keduanya yang lebih cocok dikembangkan dalam sistem
keuangan Indonesia masa depan?

Volume 1 No. 1 (April 2006) 3


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

PEMBAHASAN
Dari pengalaman empirik, keberhasilan sistem keuangan pada negara negara maju
ada yang bersandarkan pada bank-based system, namun ada juga yang menggunakan
market-based system. Jerman, yang merupakan salah satu negara dengan sistem keuangan
yang sukses, cenderung memilih bank-based system. Sementara itu, Amerika berhasil
menjadi salah satu contoh sistem keuangan yang sukses dengan menerapkan market-
based system pada pasar modal (stock echange). Begitu pula untuk Inggris maupun
Jepang. Secara empiris, fakta membuktikan bahwa kedua system tersebut telah
mendatangkan kemajuan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Lalu, pertanyaan timbul, bagaimanakah fokus arsitektur sistem keuangan yang
cocok dengan kondisi di Indonesia? Bank-based system atau market-based system?
Salomon Tadesse (2005), seorang ekonom Bank Dunia, dalam papernya Perspective on
Financial Integration and Financial System Architecture in Emerging Market,
menyimpulkan bahwa penerapan kedua sistem tersebut akan berhasil namun tergantung
pada kondisi masing-masing negara, yang dirangkum dalam tiga kondisi.
Pertama, bank-based system sangat cocok untuk negara yang mempunyai
lingkungan kelembagaan (institusi) yang lemah, dan market-based system cocok untuk
negara yang mempunyai institusi yang kuat. Hal ini disebabkan proses peminjaman uang
dan monitoring pinjaman dapat dikendalikan oleh bank, sehingga lemahnya institusi
dapat digantikan posisinya oleh peran bank. Sementara itu, investor membutuhkan
kuatnya institusi dalam upaya menaruh dananya di pasar modal (adanya kepastian
hukum). Dengan demikian, lemahnya institusi membuat enggan pemodal untuk membeli
saham atau obligasi di pasar modal.
Kedua, bank-based system cocok untuk negara yang didominasi oleh perusahaan
yang bergerak dalam bisnis kecil dan menengah (UKM), dan market-based system cocok
untuk negara yang didominasi oleh perusahaaan yang bergerak dalam usaha skala besar
(terutama multi national companies-MNC). Hal ini disebabkan perusahaan kecil akan
berupaya mengakses dana dari bank karena proses administrasinya relatif lebih mudah
dibandingkan pasar modal. Sementara itu, pasar modal akan lebih mudah diakses oleh
perusahaan besar dibandingkan perusahaan kecil karena proses administrasi pasar modal

Volume 1 No. 1 (April 2006) 4


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

lebih rumit dibandingkan bank. Umumnya operasional pasar modal telah computerized
secara online, dengan data real time.
Ketiga, bank-based system dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk
industri yang mempunyai karekteristik industri tradisional, dan market-based system
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkarateristik industri berbasis
teknologi tinggi dan sistem yang lebih kompleks. Hal ini dikarenakan industri tradisional
tidak mungkin untuk masuk dalam pasar modal karena keterbatasan dana dan
kesenjangan institusi yang dimiliki. Sedangkan industri besar mempunyai prasyarat yang
cukup untuk masuk di pasar modal.
Jadi secara umum, bank based system lebih cocok untuk negara yang secara
institusi masih lemah, kapitalisasi modal yang relatif terbatas dan mempunyai
karakteristik industri berteknologi rendah. Namun Jepang dan Jerman sebagai penganut
bank based system sama sekali bukan jenis negara dengan kategori seperti di atas, justru
sebaliknya memerka mempunyai institusi yang kuat, kapitalisasi besar dan menerapkan
hi-tech secara berkesinambungan. Bebagai penelitian seperti Rajan & Zingales (1998),
Beck et al (2000) dan Levine et al (2000) menyatakan bahwa mereka tidak menemukan
bukti (evidence) dan temuan yang signifikan bahwa salah satu sistem mengungguli sistem
lainnya. Yang relevan dari kedua sistem tersebut adalah adanya perkembangan dari
sistem keuangan itu sendiri (developed financial system).
Peninjauan tentang aspek resiko keuangan diteliti oleh Stulz (2000), yang
menemukan bahwa pengembangan market based system akan memberikan peluang bagi
bank untuk menjadi investor disamping kreditor. Sebagai investor, bank dapat melakukan
manajemen resiko operasionalnya. Pengelolaan resiko merupakan faktor penting bagi
dunia perbankan. Pengembangan market based system akan memberikan peluang bagi
bank based system untuk lebih maju lagi. Maka dapat dilihat bahwa pengembangan salah
satu sistem akan memberikan pengaruh signifikan bagai sistem lainnya. Karena itu,
penyelenggara sistem keuangan negara harus memperhatikan proses adaptasi dan evolusi
sistem keuangannya agar selalu mampu memenuhi tuntutan perkembangan ekonomi
(Theil, 2001).
Sistem keuangan yang efisien menurut Tampubolona (2004) adalah sistem yang
mampu menyalurkan sumber dana kepada unit usaha yang paling produktif. Untuk tujuan

Volume 1 No. 1 (April 2006) 5


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

tersebut, sistem keuangan harus mampu berfungsi sebagai: (a) sistem pembayaran; (b)
mekanisme yang mampu mengumpulkan sumber dana, terutama rumah tangga; (c)
mengelola ketidak pastian (uncertainty) dan melakukan kontrol terhadap resiko; (d)
mekanisme yang menyediakan informasi untuk keputusan alokasi sumber daya; dan (e)
mekanisme yang mengatasi masalah asymmetric information, dimana ada pihak yang
mempunyai informasi sementara pihak lainnya tidak mengetahui informasi investasi.
Baik tidaknya suatu sistem dapat berjalan, diukur melalui kelima fungsi sistem diatas
secara individual maupun integratif dan komprehensif.

Integrasi Finansial
Pemahaman yang lebih maju dalam pembahasan ini dilakukan melalui financial
integration (Tadesse, 2005). Konsepnya melakukan integrasi fungsional institusi dan
produk-produknya yang meliputi:
 Bancassurance
 Universal Bank
 Asset backed securities (ABS)
 Mutual fund offering of banks
 Unit links dsb
Pembentukan integrasi institusi tersebut merefleksikan variasi tingkat integrasi yang telah
dilakukan, misalnya bancassurance merupakan tingkat terendah dari konsep financial
integration, kemudian Universal bank mempunyai derajat integrasi yang lebih baik,
demikian seterusnya. Secara umum tingkat integrasi finansial dibagi menjadi empat jenis
yaitu:
 Tipe A : Full integration (Universal bank)
 Tipe B: Partial integration (Universal bank-varian Jerman)
 Tipe C: Partial integration (Universal bank) dan
 Tipe D: Holding company structure

Volume 1 No. 1 (April 2006) 6


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

Tipe A: Full Integration Tipe B: Universal bank


Universal Bank (Varian Jerman)

Bank-Sekuritas
Bank Sekuritas

Asuransi Lainnya

Asuransi Lainnya

Tipe D: Holding company


structure
Tipe C: partial integration
Universal bank
Holding company
Bank
Sekuritas Bank
Securities Asuransi

lainnya Lainnya Asuransi

Gambar 1. Tipe Integrasi Finansial

Tren saat ini dalam integrasi finansial meliputi :


 Integrasi finansial secara nasional lebih signifikan dibandingkan dengan integrasi
cross border dalam pengembangan sistem keuangan dunia
 Integrasi within-product category lebih sering (frequently) dan penting
(important) dibanding dengan cross product
 Secara keseluruhan, integrasi jasa keuangan merupakan patokan pengembangan
dan akan terus berlanjut sampai terjadi perubahan fundamental dari lansekap
industri itu sendiri.
 Perbedaan antara bank tradisional, sekuritas dan asuransi akan semakin tidak jelas
sebagai akibat dari deregulasi, globalisasi dan inovasi produk keuangan.

Volume 1 No. 1 (April 2006) 7


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

Sebagian besar negara, memperbolehkan penggabungan aktivitas perbankan, asuransi


dan sekuritas yang berakibat integrasi finansial semakin marak baik dari segi kuantitas
maupun kulaitasnya. Di Asia tenggara regulasi hampir disemua negara mengizinkan
penggabungan aktivitas perbankan, asuransi dan sekuritas dalam kesatuan aktivitas
integrasi finansial yang lebih sinergik. Pada tahap awal, sekitar 2003 integrasi finansial di
Indonesia menghasilkan 10 bank menawarkan jasa bancassurance, 15 bank menawarkan
produk mutual funds (reksadana), dan hampir 85% reksadana dijual melalui jasa
perbankan (Siregar & James, 2004).
Adapun tren masa depan dan faktor-faktor utama yang memberikan dorongan
kepada proses integrasi finansial meliputi hal-hal:
 Deregulasi dan liberaliasi yang dilakukan disebagian besar negara, khususnya
yang masih berlandaskan emerging economies diprediksi akan semakin sering
melakukan penghapusan regulatory barriers.
 Globalisasi dan peningkatan international capital flows, akan menjadikan
dorongan kuat munculnya proses integrasi keuangan secara cross border.
 Inovasi produk dan perkembangan teknologi akan semakin penting peranannya
dalam integrasi keuangan. Adanya proliferasi dari produk-produk baru yang
mampu menggilas lini produk tradisional akan semakin mengaburkan perbedaan-
perbedaan dalam kategori tradisional.
Sedangkan untuk melakukan pengukuran terhadap produk integratif dan kinerja ekonomi
pada umumnya dilakukan melalui traditional yardsticks yang meliputi tiga tingkatan
yaitu: (a) skala ekonomis; (b) skop ekonomis; dan (c) X-efficiency. Namun litertur yang
ada justru kurang memberikan kejelasan dari value of integration itu sendiri. Berger
(2000) menjelaskan bahwa (1) bisa jadi ada potensi besar dari skala ekonomis, skop
ekonomis dan X-efficieny, tetapi (2) manfaat (gain) menjadi sangat kecil. Hal ini
disebabkan oleh masih adanya organzational diseconomies yang terkait dengan operasi
dan monitoring organisasi itu sendiri. Namun, bisa saja hal tersebut disebabkan oleh
ketidak mampuan alat ukur konvensional tersebut dalam melakukan pengukuran terhadap
kinerja dan benefits dari integrasi finansial (Tedesse, 2005).
Integrated Financial Market Product (IFMP) adalah produk pasar finansial yang
terintegrasi di negara berkembang dan emerging countries seperti halnya Indonesia

Volume 1 No. 1 (April 2006) 8


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

berhadapan dengan beberapa indikasi negatif. Faktor-faktor negatif tersebut


diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
 Tingginya biaya transaksi (high transaction cost)
 Informasi non-simetrik (asymetric information)
 Kebejatan akhlak (moral hazard) seperti KKN
Situasi yang menghambat terbentuknya sistem finansial yang efektif dan efisien di negara
berkembang dan emerging countries dapat disimak pada Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. IFMP di Negara Berkembang dan Emerging Countries
Karakteristik Negara Berkembang Emerging Countries

Tingginya biaya transaksi X

Informasi Non-simetrik X

Moral Hazard X X
Sumber: Tampubolonb

Arsitektur Sistem Keuangan: Market vs Bank Based System


Sistem keuangan telah mengalami perkembangan dan integrasi finansial yang saat
ini memasuki fase transisional dalam kerangka evolusi dari relational (bank-based) ke
arms-length yang berlandaskan sistem keuangan market-based. Arsitektur sistem
keuangan suatu negara lebih ditentukan oleh derajat/tingkat orientasi keuangannya lebih
kepada bank atau market based system. Namun untuk negara yang masih tergolong
emerging market economies akan cenderung dikendalikan oleh bank based system dari
pada mekanisme pasar, dengan berbagai alasan rasional. Namun debat berkepanjangan
mengenai keunggulan masing-masing sistem tetap berlangsung hingga saat ini. Beberapa
argumen yang memihak pada market-based system meliputi :
 Pasar modal dinilai lebih unggul untuk meraih dana ekuitas berdasarkan
mekanisme yang lebih sehat dan unggul dalam pengembangan inovasi pendanaan
(funding innovation)
 Pasar dinilai sangat baik dalam mendiversifikasi resiko ekonomi dan dapat
melakukan managing risk yang terkendali.
Sedangkan beberapa alasan dari pihak yang mendukung bank-based system adalah:

Volume 1 No. 1 (April 2006) 9


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

 Perbankan memiliki kekuatan monitoring yang kuat terhadap optimasi ekonomi


dan mampu mengidentifikasi proyek-proyek yang berprospek baik
 Perbankan memahami stage-financing dengan baik dan mampu mengendalikan
risky investment dengan efektif
Lalu sistem mana yang lebih baik? Tedesse (2005) menyatakan dalam presentasinya
bahwa (a) salah satu sistem tidak dapat mengungguli (superior) sistem lainnya secara
universal; dan (b) adanya ketergantungan kepada beberapa faktor-faktor yang spesifik,
yaitu:
 Tingkat pengembangan institusional/contractual environment in the country
o Bank-based system akan menungguli (outform) market-based system di
negara-negara yang memiliki lingkungan institusional lemah. Pada
umumnya negara berkembang yang mengandalkan emerging economies.
o Market-based system dinilai lebih baik dinegara-negara dengan strong
contrctual environment dengan tingkat kepastian hukum yang baik (lihat
Tabel 2 di bawah)
 Tingkat moral hazard (kerusakan akhlakul karimah) yang menimbulkan banyak
masalah agensi (agency problems) dalam ekonomi negara
o Sistem perbankan dinilai unggul terhadap market based system di dalam
ekonomi negara yang didominasi oleh usaha kecil menengah (UKM):
dominated by small firms
o Sebaliknya pada market-based systems mengungguli bank-based system
di negara-negara yang didominasi dan dikendalikan oleh large firms
sampai konglomerasi.
 Struktur industri di negara yang bersangkutan
o Bank-based system akan mempromosikan pertumbuhan ekonomi dengan
karakter tradisional, standarisasi dan non complex industries
o Market-based system akan lebih baik kinerjanya di negara-negara yang
lebih kompleks, dan knowledge-based industries
Dengan demikian, berdasarkan argumen country factors seperti institusi yang lemah,
maraknya moral hazard (KKN) dan non-complex technologies di nilai sebagai
karakteristik negara dengan emerging economies. (Tadesse, 2005). Indonesia jelas

Volume 1 No. 1 (April 2006) 10


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

mempunyai karakteristik di atas, terutama sebagai negara koruptor lima besar dunia. Oleh
karena itu, ada anggapan kuat bahwa negara emerging economies lebih cocok
menerapkan arsitektur keuangan bank-based systems. Di sisi lain, terlihat jelas bahwa
pengembangan ekonomi yang di landasi market-based systems mampu menungguli bank-
based systems (lihat Tabel 3).

Tabel 2. Industrial Output Growth in 36 counties 1980-1995:


Pengembangan dan Non Pengembangkan Institusional
Bank-based Market-based
Pengembangan Institusional Perbedaan
Countries Countries
Pengembangan Institusional 0,8% 3,7% -2,9%
Non Pengembangkan Institusional 6,3% 0,5% +5,8%
Sumber: Tadesse (2002)
Tabel 3. Industrial Output Growth in 36 counties 1980-1995:
Developed vs Emerging economies
Bank-based Market-based
Negara (Countries) Perbedaan
Countries Countries
Developed countries 0,7% 2,2% -1,5%
Emerging countries 5,48% 2,46% +3,02
Sumber: Tadesse (2002)

Transisional: Bank-based systems menuju Market-based systems


Perkembangan antara dua arsitektur sistem keuangan berbasis perbankan dan
market mengalami hubungan yang menarik, dimana ada kecenderungan bank-based akan
mengarah menuju market-based karena adanya perubahan positif dari faktor-faktor
negara. Secara umum, menurut Kali & Tadesse (2005) perkembangan ke arah market-
based system dipengaruhi oleh institutional development yang terstruktur dan sistematis
di beberapa negara berkembang. Perbaikan kualitas institusi, seperti peningkatan
kepastian hukum (legal infrastructure), transparansi dan penerapan konsep tata kelola
negara yang baik (good corporate governance) sangat mempegaruhi pergeseran sistem
keuangan suatu negara. Semakin kuat institusinya, maka sistem keuangan akan beralih
ke arms-length transaction. Namun ditemukan (findings) fenomena menarik, dimana
pada tahap awal institusi menguat, maka justru orientasi mengarah (deepen) pada bank-
based dahulu sampai pada poin tertentu. Kemudian berbalik arah (reversal) dan secara
bertahap akan berorientasi menuju (displace) ke market based systems (Gambar 2).

Volume 1 No. 1 (April 2006) 11


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

Financial
Architecture

More Market
based

INDONESIA

Pengembangan Institusi

Sumber: Tadesse (2005) dimodifikasi perkiraan posisi Indonesia


Gambar 2. Sistem Arsitektur Finansial dan Pengembangan Institusi

ARSITEKTUR SISTEM KEUANGAN INDONESIA


Berdasarkan ketiga kondisi tersebut, maka fokus yang harus diterapkan dalam
sistem keuangan Indonesia pada saat ini adalah bank-based system dengan alasan sebagai
berikut.
Pertama, Indonesia merupakan negara dengan sistem institusi yang buruk. Data
yang diliris oleh publikasi World Economic Forum (WEF) pada tahun 2005, Indonesia
mempunyai institution index yang rendah, yaitu berada pada posisi 89 di tahun 2005.
Posisi ini melorot dibanding tahun 2004 yang berada pada posisi 68. Sebagai
pembanding, di tahun 2005 Malaysia berada pada posisi 24, dan Thailand berada pada
posisi 36.
Kedua, hanya segelintir perusahaan besar (kurang lebih hanya berkisar 320
emiten, berdasarkan data Jakarta Stock Exchange/BEJ di tahun 2005) yang mampu
berkiprah pada pasar modal. Sementara itu, ribuan perusahaan kecil dan menengah (data
BPS sampai dengan tahun 2005) belum terdaftar dalam pasar modal. Artinya Indonesia
masih didominasi oleh UKM (small firms) yang mengandalkan modal dari pinjaman

Volume 1 No. 1 (April 2006) 12


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

bank. Fungsi bank sebagai lembaga keuangan perantara pemberi modal masih cukup kuat
tidak hanya untuk UKM tapi juga bagi perusahaan besar sampai konglomerat sehingga
kinerja ekonomi sangat tergantung tingkat bunga SBI.
Ketiga, struktur industri Indonesia masih didominasi oleh sektor tradisional
dibandingkan industri yang menggunakan teknologi tinggi dan kompleks dan
bersandarkan pada teknologi rendah-medium maupun padat karya. Struktur industri di
Indonesia akan memperkuat dominasi bank-based systems. Struktur industri yang masih
mengandalkan buruh kurang terampil (unskilled labor) dan penggunaan teknologi yang
terbatas akan menyulitkan sistem arsitektur keuangan menuju market-based systems.
Keempat, peranan emiten perbankan di pasar modal Indonesia saat ini cukup
signifikan. Karena keduanya mempunyai karakteristik yang sama, yaitu mudah panik dan
rentan terhadap perubahan yang terjadi di bidang lainnya (non-economy factors), seperti
bidang politik, sosial, dan keamanan baik yang terjadi di dalam maupun di luar negeri.
Dalam konteks integrasi finansial, perbankan memetik dua keuntungan penting, (a) tetap
mendominasi pemberian pinjaman kepada dunia usaha sebagai lembaga keuangan
perantara; dan (b) perbankan sangat memahami financing stage dunia usaha serta dapat
mengendalikan risky investment dengan baik.
Kelima, peran perbankan di pasar modal juga dapat mendorong kegiatan di pasar
modal tanpa merugikan kepentingan perbankan sendiri, dengan melakukan integrasi
finansial Tipe A, B, C atau D (Gambar 1), sehingga peranan bank mencakup penarikan
dana masyarakat, pemberian pinjaman, sebagai broker sekuritas di pasar modal dan
mengendalikan asuransi. Bank juga mampu memberikan melalui pemberian fasiltas
margin trading, untuk perusahaan sekuritas sehingga dapat mendorong likuiditas saham
di bursa.
Keenam, perbankan dapat bertindak sebagai pelaku pasar modal sebagaimana
yang disyaratkan dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Beberapa
aktivitas perbankan yang terbuka di pasar modal antara lain, melalui peran sebagai: (1)
Bank sebagai emiten; (2) Bank sebagai wali amanat; (3) Bank sebagai agen pembayaran;
(4) Bank sebagai Penanggung (guarantor); dan (5) Bank sebagai kustodian.
Di sisi lain terlihat adanya sinergi dari kedua belah pihak (perbankan dan pasar
modal), melalui cara menghimpun dana dari masyarakat yang selanjutnya diinvestasikan

Volume 1 No. 1 (April 2006) 13


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

dalam dunia usaha. Aliran dana yang masuk kedua sektor tersebut sangat dipengaruhi
oleh situasi ekonomi dan ekspektasi terhadap hasil (return) dan resiko (risk). Dan
fenomena terpenting adalah terjadinya peningkatan jumlah tabungan masyarakat di sektor
keuangan, baik itu di perbankan maupun di pasar modal sehingga secara keseluruhan
sektor keuangan mampu memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan untuk
pembangunan. Upaya sekuritisasi dapat pula dijadikan media sinergi antara perbankan
dan pasar modal yang berasal dari rekayasa instrumen di pasar modal dan perbankan,
misalnya melalui pengembangan reksadana dan asset-backed securities (ABS). Dengan
reksadana, perbankan tidak saja memperoleh peningkatan permintaan atas instrumen
pasar dalam portofolio reksadana, namun dapat juga meningkatkan usaha melalui
kegiatan jasa kustodian.
Bila saat ini fokus arsitektur sistem keuangan Indonesia masih harus bersandarkan
pada bank-based system, kita tentunya tidak boleh berfikir statis. Karena globalisasi
sistem keuangan terus berubah cepat, dan tentunya menuntut Indonesia untuk terus
berubah juga. Indonesia tidak bisa terus bertumpu pada bank dalam jangka panjang
karena kita akan butuh sumber dana lainnya untuk mempercepat pembangunan.
Namun di sisi lain masih banyak permasalahan yang menghambat pertumbuhan
pasar modal di Indonesia (Suta, 2000), antara lain: (1) masyarakat kita kadang-kadang
sangat permisif terhadap pelanggaran yang terjadi di pasar modal, yang berakibat
mengganggu pelaksanaan rule of the law di pasar modal; (2) penerapan prinsip disclosure
dan transparency yang keliru dapat menimbulkan kesan terjadinya perlakuan yang tidak
adil kepada investor; (3) pelaksanaan bisnis yang tidak berorientasi pasar atau didasarkan
atas pertemanan semata (friendship driven) telah melahirkan musibah di sektor keuangan;
dan (4) lemahnya sistem hukum yang ada terutama terkait dengan pasar keuangan akan
mengganggu penerapan sistem pasar dan menurunkan kredibilitas pasar modal Indonesia
di dunia internasional.
Dampak dari krisis moneter 1997 yang melanda perekonomian Indonesia sebagai
dampak globalisasi, turut pula menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem
perbankan nasional yang berdampak negatif terhadap kehadiran pasar modal. Adanya
126 perusahaan publik (emiten) yang belum menyerahkan laporan keuangan (unaudited)
per 31 Maret 1998, termasuk juga 37 emiten yang belum menyampaikan laporan

Volume 1 No. 1 (April 2006) 14


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

keuangan tahunan (audited) per 31 Desember 1997 berakibat negatif terhadap prospek
bursa efek di Indonesia (Syahrir, 1998). Kerusakan perbankan yang berakibat negative
spread telah merusak permodalan semua bank nasional, yang berakibat fungsi
intermediasi praktis terhenti. Bagi pasar modal mengalami kehancuran bukan saja dalam
bentuk saham tidak dapat diperdagangkan, namun juga kematian bursa efek berarti
kematian instrumen dana pemasukan bagi perusahaan melalui investasi portofolio.
Apapun kejadian atas BEJ dalam bentuk kelambatan laporan keuangan (audited) jelas
akan memukul kredibilitas yang ada di bursa efek.
Untuk membangun agar pertumbuhan ekonomi makin tinggi, Indonesia harus
berpindah secara bertahap (gradually) dari bank-based system ke market-based system.
Lalu, mengapa hingga saat ini Indonesia masih mengandalkan bank sebagai sumber dana
perusahaan dibandingkan pasar modal, walaupun deregulasi sistem keuangan di
Indonesia telah digulirkan sejak pertengahan 1980an? Data dari BI sampai dengan tahun
2005, masih menunjukkan bahwa hampir dua pertiga sumber dana perusahaan masih
bertumpu pada bank (banking oriented) dibandingkan pasar modal.
Alasan utamanya adalah lemahnya institusi kita seperti data yang diliris oleh
WEF dalam paragraf sebelumnya. Untuk itu kita harus bersabar untuk mengadakan
peralihan dari bank-based system ke market-based system. Bersabar karena kita harus
menunggu dulu hingga institusi kita dapat membaik, paling tidak, dapat mengejar nilai
institution index kita mendekati atau setara dengan Malaysia atau Thailand.
Namun adanya kenaikan secara positif indeks harga saham gabungan (IHSG) di
BEJ akhir ini yang sudah melampaui angka 1300, merupakan sinyal positif pergeseran
peran tersebut. Bandingkan saat pemerintahan Megawati tahun 2002 dimana IHSG masih
bertengger pada 800 poin, dan meloncat pada tahun 2006 ini diatas 1300 poin, apakah
dampak dari pemerintahan yang makin demokratis atau sebab lain, misalnya fundamental
ekonomi kita sudah semakin kuat (Manurung, 2005).
Berdasarkan tabel 4, Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan kinerja indeks harga saham
gabungannya (IHSG) dianggap salah satu yang terbaik dibandingkan dengan bursa
lainnya, namun kenaikan ini dihitung dalam mata uang Rupiah. Apabila return tersebut di
ukur dalam US$, maka secara riil kenaikan IHSG tersebut hanya mengalami kenaikan
9,65%. Dan dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, saham-saham di BEJ masih

Volume 1 No. 1 (April 2006) 15


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

tergolong murah, pesaing terdekat hanya Thailand dan Filipina. Dengan PER (Price
Earning Ratio) di BEJ sebesar 12,3% dibandingkan dengan bursa Singapura yang
mencapai 15%, saham di BEJ masih menjanjikan return yang progresif, apalagi pasar
obligasi di Indonesia masih menjanjikan keuntungan menawan (Trust, No. 25, 3-9 April
2006)
Tabel 4. Kinerja Bursa tahun 2005 di beberapa negara
No. Negara Nama Bursa Kenaikan Indeks
1. Korea Selatan Kospi 57,8%
2. Jepang Nikkei 21,85%
3. Filipina 21,57%
4. Indonesia BEJ 16,39%
5. Hongkong Hangseng 4,8%
6. Amerika Serikat Nasdag 1,37%
7. Malaysia KLSE - 0,3%
8. Inggris Dow Jones - 0,61%
Sumber: Bisnis Indonesia, Januari 2006.
Juga yang perlu dicermati setiap awal tahun presiden selalu diminta untuk
membuka perdagangan bursa sebagai tanda awal dimulainya perdagangan saham di
Indonesia. Kehadiran ini dapat dianggap sebagai politisasi pasar modal, dan dapat juga
dianggap sebagai pemberitahuan kepada investor bahwa masih ada kegiatan dan jenis
investasi lain selain yang konvesional. Dampak lain dengan kehadiran pasar modal,
khususnya dapat menciptakan kesempatan lapangan kerja baru. Dengan bermain di pasar
modal menjadi investor yang di mulai dari modal minimal, kiranya dapat membuka
peluang untuk memperoleh return yang cukup progresif. Para pelaku atau investor
dituntut selalu meningkatkan pengetahuannya melalui formal dan informal training.
Keberhasilan sebuah bursa juga harus ditopang dengan banyaknya jumlah
investor setiap tahunnya. Menurut KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia) tahun 2005
ada 100.000 sub-account yang tercatat, namun yang aktif melakukan trading kurang
lebih 30.000 per hari, dan sisanya merupakan investor yang akan bertransaksi bila ada
tanda-tanda perbaikan di bursa saham, misalnya masuknya emiten baru (IPO), adanya
right issue, dsbnya. Juga perlunya sosialisasi yang dilakukan secara tepat dan efektif,
meliputi semua lapisan masyarakat yang mempunyai potensi untuk menggerakkan

Volume 1 No. 1 (April 2006) 16


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

kegitan di pasar modal, juga bagi akademisi agar dapat menganalisis bursa secara kritis
dan obyektif.
Transparansi diperlukan sebagai syarat utama bagi calon emiten sebelum
melakukan IPO (Initial Public Offering), sehingga dapat tercipta efisiensi dan bagi
investor lebih mudah untuk membeli saham yang dikenalnya dengan baik. Adanya
transparansi dan peningkatan pengetahuan investor dapat dikelola dengan membuat
semacam investor launching program, yang dapat menjelaskan perusahaan yang
dianalisis, dan di satu pihak emiten juga diberi kesempatan melakukan public expose.
Kebijakan moneter pemerintah yang kuat dan stabil sangat berperan dalam
meningkatkan kinerja BEJ sebagai basis pasar modal. Dengan kehadiran Menko
Perekonomian Dr.Budiono sebagai pemegang kendali kebijakan ekonomi, fiskal dan
moneter dan bergabung kembali dalam kabinet “Indonesia Bersatu”, berdampak reaksi
positif pasar dengan terjadinya penguatan nilai tukar rupiah dan IHSG di BEJ. Kondisi
ekonomi Indonesia lebih dipengaruhi oleh kepercayaan dan ekspektasi pelaku pasar
terhadap kepemimpinan Budiono yang cenderung market-based oriented. Hal ini tak
berbeda dengan peran Alan Greenspan, chairman Dewan Gubernur Bank Sentral AS,
yang oleh masyarakat Amerika Serikat dan dunia diidentikkan dengan kepercayaan
terhadap stabilitas moneter dunia (Suplemen “Bisnis Indonesia”, 9-01-2006). Ben
Bernanke sebagai penggantinya juga masih cenderung mengikuti langkah-langkah
strategis Greenspan.
Menunggu finalisasi RUU Pasar Modal menjadi undang-undang saat ini masih
terkendala dengan sikap pemerintah yang masih belum tegas mengenai RUU Akuntan
Publik dan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). RUU Pasar Modal dapat
difinalisasi apabila kedua RUU tersebut final disetujui oleh anggota DPR. RUU Tax
Amnesty dianggap sebagai “barang panas”, karena adanya potensi dana yang selama ini
di parkir (capital outflow) di Singapura sebesar US$80 miliar akan kembali ke Indonesia.
Pentingnya Tax Amnesty diterapkan karena akan memberikan pelaku pasar modal
maupun investor kesempatan untuk menginvestasikan dananya di BEJ.

Volume 1 No. 1 (April 2006) 17


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas kiranya dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
 Fungsi dan peranan dari bank-based systems dan market-based systems pada
dasarnya menjalankan roda ekonomi bagi negara yang menganutnya dengan
efisien dan efektif. Jepang dan Jerman adalah bukti empirik keunggulan bank-
based systems, yang membuat kedua negara tersebut sangat sukses. Sedangkan
penganut market-based systems adalah AS dan Inggris (UK) yang juga sukses
bahkan menjadi adidaya ekonomi.
 Sampai saat ini belum dapat disimpulkan sistem mana yang lebih baik dari
keduanya, bahkan salah satu sistem tidak dapat dinilai unggul dibanding sistem
lainnya secara universal. Namun tren yang berkembang saat ini memberi peluang
bagi bergesernya bank-based system menuju market based system.
 Ada beberapa faktor teoritis yang menyebabkan keunggulan bank-based systems
antara lain (a) bank dapat melakukan monitor investasinya dengan baik; (b) bank
mempunyai kemampuan dalam mengidentifikasi proyek yang menguntungkan;
(c) bank melakukan stage-financing dengan cermat dan efektif; dan (d) mampu
encouraging risky investment.
 Bank-based systems dinilai efektif berkembang dinegara yang mempuyai institusi
lemah (weak institutional environment), marak moral hazard (agency problems),
ekonomi yang didominasi small firms, pertumbuhan ekonomi yang
berkarakteristik tradisional, standardized dan non complex industries berteknologi
rendah.
 Beberapa argumen yang memihak pada market-based system meliputi :
o Pasar modal dinilai lebih baik (outform) untuk meraih dana ekuitas
berdasarkan mekanisme tanpa perantara lembaga keuangan yang lebih
sehat dan tranparan.
o Market telah menunjukan keunggulannya dalam pengembangan inovasi
pendanaan (funding innovation) baik di pasar modal, pasar uang maupun
futures market (komoditas).

Volume 1 No. 1 (April 2006) 18


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

o Pasar dinilai sangat baik dalam mendiversifikasi resiko ekonomi dan dapat
melakukan managing risk dengan terkendali.
 Sistem finansial arisitektur yang cocok dikembangkan di Indonesia saat ini adalah
bank-based systems. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu (a) lemahnya
institusi; (b) rendahnya legal infrastructure yang menjamin kepastian hukum; (c)
ekonomi didominasi oleh small firms seperti UKM; (d) pertumbuhan ekonomi
masih berkarakter tradisional, standardized dan non complex industries
berteknologi rendah; (e) maraknya moral hazard yang menimbulkan biaya agensi
tinggi; (f) banyaknya masalah informasi non-simetrik; dan (g) pasar modal yang
emerging.
 Untuk masa depan sebagian kalangan optimis Indonesia akan mengalami transisi
dari bank-based menuju market-based systems karena beberapa faktor seperti (a)
adanya motivasi kuat untuk deregulasi, liberalisasi dan globalisasi; (b) muncul
indikasi pengembangan institusi kenegaraan agar menjadi kuat; (c) adanya usaha
pemberatasan KKN dan penegakan hukum; (d) sektor industri yang knowledge-
based industries; (e) munculnya good corporate governance; (f) pasar modal BEJ
yang semakin efisien; dan (g) kebijakan ekonomi makro yang lebih market-based
systems.

Volume 1 No. 1 (April 2006) 19


Jurnal Ekonomi dan Bisnis “Dikta Ekonomi”

Daftar Pustaka :
Ary Suta, I Putu Gede, (2000) ”Menuju Pasar Modal Modern”, Yayasan SAD SATRIA
BHAKTI, Jakarta.

Bisnis Indonesia, 9 Januari 2006, Suplemen: Arah Bisnis & Politik 2006”.
Chatterji, Subhrendu,”The Domestic Architecture of Financial Sectors in Developing
Countries”, paper adopted from one initially at the Overseas Development
Institute, London, March, 2001.

Manurung, Adler Haymans, (2005),”Pasar Modal Indonesia: Menjadi Bursa Kelas


Dunia”, PT. Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta, 2005

Goeltom, Miranda S., DR. (13 Juli 2005),“Workshop on Indonesia Financial System
Architecture: The Future Challenges and Responses”, Pidato pembukaan
seminar Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI):”Antisipasi Tantangan
ke Depan”, Jakarta.

Syahrir., (1998),”Krisis Ekonomi Menuju Reformasi Total”, Yayasan Obor indonesia,


Jakarta.

Tadesse, Salomon, Prof., Dr (2005).,“Perspective on Financial Integration and Financial


System Architecture in Emerging Market”, paper presented at International
seminar “Toward Robust Financial System”, Graduate Program in Economics-
Faculty of Economics, University of Indonesia, Jakarta.

Tampubolon (a), Muslim (2004)., “Struktur Sistem Keuangan Indonesia: Berbasis pasar
atau Bank” National Confrence on Business Management: Between Theory and
Realty, Program Doktor Manajemen Bisnis Universitas padjadjaran, Jakarta.

Tampubolon (b), Gottfried, (2005), ”Integrated Financial Market Products and


Economic Performance”, paper presented at International seminar “Toward
Robust Financial System”, Graduate Program in Economics-Faculty of
Economics, University of Indonesia, Jakarta.

Undang Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995.

Volume 1 No. 1 (April 2006) 20

View publication stats

You might also like