Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

PERSPEKTIF PENDIRIAN BANK PERTANIAN DI INDONESIA

Ashari dan Supena Friyatno

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161

ABSTRACT

The role of agricultural sector is very important to enhance the national economic development although
its development is not fully supported by sufficient capital. The existing formal financial institutions tend to
prioritize non-agricultural services which have high profit but low risk. In this context, efforts to establish
agricultural bank institution that especially support agricultural activity services are highly recommended. This
paper aimed at a review of the urgency, possibility, potential, and constraints of agricultural bank establishment in
Indonesia. The result showed that conceptually and empirically, agricultural bank institution has a promising
prospective in Indonesia. There are many options in respect to agricultural bank establishment in Indonesia, such
as (1) Credit-agricole “France model”, (2) “Bank Bukopin” model, (3) foreign direct investment model, (4)
upgrading of “BUMN Bank” to “Agricultrual Bank” model, and (5) utilizing the financial institution that locally
available and accessible by the people. For efficient and effective of the services, the agricultural bank should be
designed based on agricultural characteristics and typical actors of agricultural business.

Key words : agricultural sector, capital, financial institution, agricultural bank

ABSTRAK

Peran sektor pertanian yang sangat strategis dalam perekonomian nasional belum diimbangi dengan
dukungan penyediaan modal yang memadai. Lembaga perbankan formal yang ada saat ini cenderung bias dan
lebih mengutamakan pembiayaan non pertanian. Dengan memperhatikan fenomena tersebut, perlu upaya
pembentukan lembaga keuangan yang khusus bergerak dalam pembiayaan sektor pertanian. Salah satu wacana
tentang bentuk lembaga keuangan tersebut adalah dengan mendirikan Bank Pertanian. Tulisan ini bertujuan
melakukan tinjauan mengenai urgensi, potensi dan kendala pembentukan bank pertanian di Indonesia. Hasil
kajian menunjukkan bahwa secara konseptual maupun empirik, Bank Pertanian sangat prospektif untuk
diwujudkan di Indonesia. Ada beberapa format Bank Pertanian yang dapat menjadi pilihan di antaranya (i) pola
pendirian credit-agricole Perancis, (ii) pola pendirian bank Bukopin, (iii) investasi langsung modal asing (iv)
mendorong bank BUMN menjadi bank pertanian, serta (v) memanfaatkan lembaga keuangan yang tumbuh dan
berkembang di tingkat lokal. Agar Bank Pertanian dapat melayani nasabah secara efektif dan efisien, maka bank
tersebut harus didesain sesuai dengan kekhasan karakteristik sektor pertanian dan pelaku usaha pertanian.

Kata kunci : sektor pertanian, modal, lembaga keuangan, bank pertanian

PENDAHULUAN obat-obatan atau alat dan mesin pertanian


(alsintan). Konsekuensinya, petani menjadi
pihak yang kurang mendapat keuntungan dari
Kredit pertanian merupakan salah satu perkembangan teknologi maupun inovasi di
kebutuhan penting bagi mayoritas petani di bidang pertanian yang umumnya memerlukan
sejumlah negara, terutama di negara berkem- tambahan input produksi (Anonim, 1984).
bang yang berbasikan pertanian. Kelangkaan Bagi petani, kredit bahkan dipandang
kredit pertanian dapat berpengaruh terhadap tidak hanya sekedar sebagai input produksi.
produktivitas dan pendapatan petani khusus- Lebih jauh, kredit merupakan a command over
nya bagi petani gurem. Petani seringkali resources yaitu suatu instrumen yang me-
menghadapi keterbatasan untuk mengakses mungkinkan seseorang untuk memperoleh
lembaga perkreditan karena persyaratan agu- akses atau memperluas kontrol terhadap sum-
nan (collateral) atau karena tingkat pendidikan berdaya (Direktorat Pembiayaan, 2004). Ber-
mereka yang rendah sehingga kurang paham tambahnya kemampuan mengakses barang
cara memperoleh kredit. Kondisi ini menye- dan jasa dengan fasilitasi kredit merupakan
babkan petani tidak mampu menyediakan potensi untuk meningkatkan posisi tawar
secara cukup input produksi seperti pupuk,

PERSPEKTIF PENDIRIAN BANK PERTANIAN DI INDONESIA Ashari dan Supena Friyatno

107
(bargaining position) petani kecil (miskin) utama perbankan) nampaknya masih belum
terhadap pelaku ekonomi lainnya. Oleh karena optimal dalam mendanai sektor pertanian.
itu, kredit juga merupakan faktor penting dalam Berdasarkan data Bank Indonesia, Arifin
pembangunan untuk memberdayakan petani (2004) mengungkapkan bahwa pada tahun
miskin. Hal ini sejalan dengan proposisi 2003, persentase jumlah kredit investasi untuk
Todaro (2000) bahwa salah satu dari tiga sektor pertanian tercatat sekitar 18,8 persen
strategi pembangunan pedesaan dan pertani- dari total kredit, sedangkan kredit modal kerja
an adalah adanya dukungan pemerintah jauh lebih kecil lagi yaitu hanya sekitar 6,53
terhadap suatu sistem yang dapat mencipta- persen. Sebagian besar pendanaan per-
kan insentif, kesempatan ekonomi, dan akses bankan adalah untuk sektor di luar pertanian
terhadap kredit dan input produksi sehingga seperti industri pengolahan, perdagangan,
petani kecil dapat meningkatkan produktivitas pertambangan dan kontruksi, jasa, dan seba-
dan produksinya. gainya.
Fungsi kredit yang sangat strategis Rendahnya alokasi kredit untuk sektor
dalam pembangunan pertanian dan pedesaan, pertanian, selain karena faktor risiko yang ting-
telah mendorong pemerintah (di banyak nega- gi juga disebabkan oleh sistem pembiayaan di
ra) menjadikannya sebagai salah satu instru- perbankan yang tidak membedakan antara
men kebijakan penting untuk meningkatkan sektor pertanian dan nonpertanian. Dengan
kesejahteraan petani. Pertimbangannya, me- demikian tidak ada perlakuan khusus untuk
nurut Tampubolon (2002) adalah karena kredit sektor pertanian, misalnya tingkat suku bunga,
dianggap sebagai salah satu alat yang di- sistem penyaluran, dan sistem pengembalian.
anggap sanggup memutus “lingkaran setan” Jika sistem penghitungan usaha pada sektor
dari pendapatan rendah, yang lalu secara nonpertanian (terutama industri dan jasa)
berturut-turut menyebabkan kemampuan me- diterapkan untuk usaha pertanian maka hasil-
mupuk modal rendah, kemampuan membeli nya cenderung over estimate. Apabila dipaksa-
sarana produksi rendah, produktivitas usaha- kan menyebabkan usaha pertanian tidak akan
tani rendah, dan pendapatan rendah. mendapat dukungan kredit dalam jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan (Ashari dan
Dalam sejarah pembangunan pertani-
Saptana, 2005). Memang telah ada perbankan
an Indonesia, pemerintah telah banyak meng-
yang melakukan treatment khusus dalam pe-
implementasikan program kredit untuk petani
nyaluran kredit di sektor pertanian, yaitu de-
seperti: kredit Bimas, Inmas, Insus, Kredit
Usaha Tani (KUT), ataupun Kredit Ketahanan ngan skim pembiayaan musiman (4 bulan, 6
bulan, 12 bulan) seperti yang dirintis oleh Bank
Pangan (KKP). Walaupun demikian, efektivitas
dan keberlanjutannya serta peranannya dalam Rakyat Indonesia (BRI). Namun demikian,
dibandingkan dengan kebutuhan dana untuk
mendorong pengembangan pertanian, masih
sektor pertanian yang sangat besar serta luas
jauh dari yang diharapkan. Pada kenyataan-
cakupannya, maka jumlah alokasi penyaluran
nya, kemampuan sebagaian besar petani
kredit dengan skim pola musiman ini masih
dalam permodalan masih saja rendah. Di
sangat terbatas jumlahnya.
samping itu, sebagian pelaku usaha pertanian
memiliki aksesibilitas yang rendah terhadap Belum optimalnya dukungan lembaga
sumber-sumber permodalan. Hal ini terkait perbankan yang ada saat ini dalam mendanai
dengan berbagai faktor di antaranya karena sektor pertanian merupakan tantangan bagi
tidak dapat menyediakan agunan fisik ataupun wacana mewujudkan sebuah lembaga ke-
pihak-pihak lain sebagai penjamin (avalis), di uangan yang secara spesifik menangani sek-
samping biaya transaksi pinjaman yang dinilai tor pertanian yaitu Bank Pertanian. Operasio-
sangat tinggi nalisasi lembaga keuangan ini harus didesain
dengan memperhatikan karakteristik sektor
Kredit program sebenarnya merupa-
dan nasabah pertanian yang unik. Tulisan ini
kan bagian kecil dari sumber perolehan modal
bertujuan melakukan review terhadap peluang
bagi petani. Skim kredit program secara umum
atau potensi pembentukan bank pertanian di
hanya diberikan untuk mendukung progam
Indonesia serta kendala-kendala yang diha-
tertentu. Selebihnya, sumber modal petani ber-
dapi. Beberapa alternatif model lembaga ke-
asal dari lembaga keuangan formal (bank)
uangan (bank) khusus pertanian akan menjadi
maupun non formal. Lembaga keuangan (ter-
bahasan penting dalam tulisan ini.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 2, Desember 2006 : 107 - 122

108
KONDISI PASAR KREDIT PERTANIAN DAN dit pedesaan menjadi 2 jenis, yaitu lembaga
PEDESAAN kredit formal dan nonformal. Dua lembaga
kredit ini yang menjadi sumber pembiayaan
pertanian (agribisnis), dimana masing-masing
Pasar pembiayaan/kredit bersifat unik memiliki karakteristik yang khas. Kekhasan ini
dan berbeda dengan pasar barang dan jasa. menurut Sudaryanto dan Syukur (2002) me-
Pasar kredit, secara inherent bersifat tidak nyangkut aspek sasaran kelompok, syarat pe-
sempurna yang berarti terdapat ketidakpastian minjaman dan pengajuan, cara pengembalian,
selesainya sebuah transaksi kredit. Dalam serta sistem insentif dan sanksi. Kredit formal
transaksi kredit terdapat hubungan antara di pedesaan dapat berupa kredit program
pemberi pinjaman (lender) dan peminjam maupun nonprogram yang sumber dananya
(borrower) dalam periode waktu tertentu dalam berasal dari perbankan.
situasi ketidaktentuan (uncertainty). Sebuah
transaksi kredit dapat dikatakan selesai mana- Keberadaan kredit program biasanya
kala peminjam telah membayar semua jumlah terkait dengan program pemerintah sehingga
yang dipinjam. Pada titik inilah terdapat unsur sasaran kredit juga terbatas, termasuk lemba-
ketidaktentuan dalam hal pembayaran kembali ga perkreditan yang dilibatkan. Di Indonesia,
jumlah pinjaman (Bhatt dalam Syukur et al., kredit program untuk menunjang kegiatan usa-
2002). hatani mulai diprogramkan secara khusus
pada awal 1960-an. Pada tahun 1965, prog-
Dalam pasar kredit pertanian/pedesa- ram perkreditan pertanian semakin dimantap-
an terdapat segmentasi pasar, baik dari sisi kan dengan dilaksanakannya program Bimas.
lembaga pemberi kredit maupun jenis skim Dari waktu ke waktu model program kredit
yang diberikan. Masing-masing lembaga dan pertanian ini telah mengalami berbagai peru-
skim kredit bersifat unik, baik yang menyang- bahan, baik yang menyangkut prosedur pe-
kut target, syarat-syarat peminjaman, cara nyaluran, besaran dan bentuk kredit, bunga
penyaluran dan pengembalian serta aspek- kredit maupun tenggang waktu pengembalian
aspek lainnya. Hasil penelitian Usman et al. (Taryoto, 1992).
(2004) di NTT, menunjukkan ada 3 lembaga
keuangan (mikro) yang eksis di pedesaan Kredit nonprogram atau disebut juga
yaitu (i) lembaga formal, (ii) lembaga non for- kredit komersial, sumber dananya dapat ber-
mal serta (iii) lembaga informal. Selain ketiga asal dari perbankan (pemerintah/swasta) mau-
lembaga tersebut, pembiayaan di pedesaan pun dari lembaga non perbankan. Beberapa
juga ditunjang dengan adanya program-prog- skim kredit komersial dari perbankan (BUMN
ram pemerintah yang di dalamnya dijumpai dan swasta) di antaranya adalah Kupedes,
komponen pelayanan keuangan mikro. kredit investasi, kredit ekspor, kredit modal
kerja, swamitra, kredit mikro dan asuransi
Lembaga formal adalah lembaga yang pertanian (Syukur et al., 2002)). Sementara
berbadan hukum dan secara formal diakui oleh kredit non-perbankan misalnya berupa kredit
perundangan yang berlaku sebagai lembaga gadai, kredit taskin, modal ventura dan laba
keuangan. Lembaga formal dapat dibedakan BUMN.
menjadi dua, yaitu bank dan non bank. Ada-
pun yang dimaksud lembaga nonformal adalah Mayoritas kredit nonformal di pedesa-
lembaga yang telah memiliki dasar legalitas an diberikan oleh para pemberi pinjaman uang
sebagai badan hukum (misalnya yayasan atau (money lenders). Umumnya mereka adalah
telah mendapat SK Gubernur/bupati) tetapi petani kaya, pedagang hasil pertanian, peda-
belum memiliki izin dan belum diakui sebagai gang saprodi, pelepas uang, keluarga/tetang-
lembaga keuangan formal oleh perundangan ga ataupun pihak lain yang menjadi pelaku
yang berlaku. Sementara yang dimaksud lem- ekonomi pedesaan. Sumber kredit nonformal
baga informal adalah lembaga yang tidak yang dominan berbeda-beda antar daerah
berbadan hukum (seperti kelompok arisan) tergantung dari pola hubungan yang telah
yang umumnya dibentuk oleh masyarakat terbangun antar pelaku ekonomi di masyara-
secara mandiri. kat. Hasil kajian Syukur et al. (2002) menun-
jukkan bahwa di Jawa Barat pelaku dominan
Namun demikian, ada juga yang ha- adalah pedagang input (kios saprodi) dan
nya memilah lembaga keuangan di pasar kre- pedagang output (hasil pertanian), sedangkan

PERSPEKTIF PENDIRIAN BANK PERTANIAN DI INDONESIA Ashari dan Supena Friyatno

109
di NTB berturut-turut adalah saudara/tetangga/ tingkat suku bunga lebih rendah dibandingkan
teman, pelepas uang, dan pedagang input. sektor nonpertanian. Hal ini sengaja dilakukan
Kredit yang diberikan lembaga pem- oleh pemerintah dengan maksud untuk mema-
biayaan nonformal menetapkan tingkat suku cu pertumbuhan sektor pertanian, sekaligus
bunga jauh lebih tinggi dibanding bank formal. mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan.
Kajian Saptana et al. (2001) menemukan Walaupun demikian, pengalaman menunjuk-
bahwa pada usaha komoditas hortikultura kan bahwa kredit program yang berbiaya mu-
tingkat suku bunga pinjaman dapat mencapai rah (berbunga murah) justru banyak mengala-
30-55 persen per tahun. Walaupun demikian, mi kegagalan (Sudaryanto dan Syukur, 2002).
peminat peminjam kredit ini cukup besar Kegagalan terjadi tidak hanya dalam penen-
mengingat prosedur peminjaman yang seder- tuan sasaran tetapi juga dalam mencapai
hana, pencairan dana cepat dan tanpa agu- kinerja pengembalian. Colter dalam Kasryno
nan. Hal ini sangat berbeda dengan lembaga (2002) juga mengungkapkan bahwa kinerja
keuangan formal (perbankan) yang seringkali kredit program pada umumnya tidak meng-
tidak sesuai dengan kemampuan sumberdaya gembirakan, karena hanya dimanfaatkan oleh
yang dimiliki pelaku usaha pertanian. sebagian kecil petani menengah ke atas.
Dengan demikian, sebagian besar petani kecil
Inkompatibilitas ini menurut Syukur et masih tetap mengandalkan sumber kredit dari
al. (2003) terutama pada aspek delivery, yang lembaga nonformal.
meliputi prosedur dan syarat aplikasi pinja-
man/kredit yang dirasakan terlalu banyak. Tidak dapat dipungkiri bahwa upaya
Jauh sebelumnya, secara lebih detail Hamid pemerintah dalam mendorong permodalan pe-
(1986) telah mengungkapkan bahwa lembaga tani di pedesaan sudah banyak dilakukan.
kredit formal umumnya menetapkan prosedur Namun upaya tersebut masih belum mampu
yang berbelit-belit, persyaratan administratif mengangkat permasalahan lemahnya permo-
cukup rumit, jaminan kekayaan yang harus dalan petani. Di sisi lain, dengan mengakomo-
tersedia untuk mendapatkan kredit, serta dasi berbagai hasil kajian, pemerintah sendiri
lokasi lembaga kredit yang jauh dari tempat nampaknya akan melakukan reorientasi peran
tinggal penduduk. Kondisi ini telah menjadi dalam kebijakan pemberian kredit. Melihat
pembatas bagi penduduk di desa untuk me- berbagai kelemahan kebijakan-kebijakan masa
manfaatkan jasa lembaga kredit formal. Dari lalu yang bersifat intervensi, dengan biaya
fenomena tersebut, maka dampak nyata yang yang sangat mahal, yang umumnya tidak men-
ditimbulkan adalah rendahnyanya akses pela- capai jangkauan yang luas dan memperlemah
ku usaha pertanian pada lembaga pembiayaan kesinambungan upaya pengentasan kemiski-
formal. nan, maka pemerintah menetapkan untuk
menghentikan secara bertahap berbagai skim
Pada dasarnya, filosofi yang dijadikan bersubsidi dan kredit program dalam jangka
pertimbangan pemberian kredit formal dan menengah (Anonim, 2006a).
nonformal adalah sama yaitu dibangun atas
dasar kepercayaan (trust). Hal yang membe- Dengan melihat pergeseran seperti itu,
dakan adalah pada lembaga kredit formal, maka pemerintah mulai berpikir dan berupaya
kepercayaan dibangun atas dasar bukti-bukti untuk merubah strategi dari bantuan subsidi
empiris yang ditunjukkan oleh dokumen yang kepada perbaikan sarana dan prasarana, pe-
syah menurut hukum. Sementara pada kredit ngembangan kelembagaan termasuk di
nonformal kepercayaan dibangun berdasarkan dalamnya adalah Lembaga Keuangan Mikro
intensitas hubungan dan citra yang muncul da- (LKM), dan juga mungkin akan mewacanakan
lam masyarakat terhadap seseorang (Syukur pendirian Bank Pertanian. Hal ini adalah rasio-
et al., 2002). Dengan perbedaan pendekatan nal, karena hasil-hasil pengkajian menunjuk-
ini, maka akses kredit bagi masyarakat petani/ kan bahwa petani sebenarnya bukan tidak
pedesaan cenderung ke arah lembaga non mampu akses ke perbankan karena tidak
formal yang lebih sesuai dengan karakteristik sanggup membayar suku bunga. Mereka tidak
masyarakat pedesaan yang tidak suka dengan akses karena prosedur dan skim kredit yang
hal-hal yang bersifat formalitas. ada tidak kompatibel dengan kondisi dan
sistem produksi yang ada di petani.
Secara umum, kredit untuk sektor per-
tanian (terutama kredit program) menetapkan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 2, Desember 2006 : 107 - 122

110
Tabel 1. Tingkat Keuntungan Nasabah LKM di Kabupaten Lombok Timur, 2006

Modal Nilai Jual Keuntungan % Periode Keuntungan


Keg. Usaha
(Rp) (Rp) (Rp) Keuntungan Usaha (bln) Per bln (%)
Pupuk 1) 105.000 115.000 10.000 9,52 3 3,17

Pestisida 2) 1.500.000 2.000.000 500.000 33,33 9 3,70

Benih padi:3) 1.862.500 2.125.000 262.500 14,09 4 3,52


Keterangan :
1) Pembelian dan penjualan pupuk urea per sak (50 kg), periode 3 bulan mulai dari petani pinjam untuk
pemupukan pertama sampai panen.
2) Keuntungan Rp 500.000 per tahun (9 bulan) dari modal yang diinvestasikan sebanyak Rp 1.500.000.
3) Rincian biaya adalah: bahan 1 ton (Rp 1.500.000), sertifikasi (Rp 125.000), uji benih (Rp 50.000), packing
(Rp 100.000), prosesing (Rp 200.000) dan susut 15% (menjual benih 850 kg a Rp 25.000/sak=10kg).

Sebagai ilustrasi hasil penelitian yang bang bagi PDB, kontribusi terhadap ekspor
dilakukan Nurmanaf et al. (2006) menunjukkan (devisa), bahan baku industri, serta penyedia
bahwa keragaan keuntungan usaha pertanian bahan pangan dan gizi. Beberapa kali sektor
yang akses ke LKM di daerah Lombok Timur pertanian juga terbukti mampu menjadi
(Nusa Tenggara Barat) memiliki keuntungan penyangga perekonomian nasional saat terjadi
yang cukup besar (Tabel 1). krisis ekonomi. Walaupun sangat strategis,
sektor pertanian seringkali dihadapkan pada
Dari tabel tersebut dapat dipahami banyak permasalahan terutama lemahnya
bahwa tingkat keuntungan LKM nonformal permodalan.
(pedagang saprotan) berkisar antara 3,17 –
3,70 persen per bulan. Keuntungan tertinggi
diperoleh dari usaha perdagangan pestisida Urgensi Lembaga Keuangan Bank
(3,70 %/bulan) yang berasal dari 2 – 3 musim Pertanian
tanam (padi-palawija-palawija). Sementara da- Hasil kajian Asian Development Bank
ri perdagangan pupuk hanya berkisar 3,17 (2004) menyatakan bahwa secara empirik
persen dan dari perdagangan benih yang terdapat kesenjangan akses petani terhadap
sumber benihnya dari usahatani sendiri hanya kredit, sehingga menyebabkan semakin ter-
mencapai 3,52 persen. Dari kondisi ini dapat di batasnya kemampuan mereka untuk melaku-
pahami bahwa tingkat keuntungan usaha kan kegiatan diversifikasi dan mengambil ke-
pertanian berkisar antara 38,04 – 44,4 persen sempatan pasar yang notabene akan mengun-
per tahun. Artinya, usaha pertanian mampu tungkan petani. Dalam hal ini kredit memberi-
membayar tingkat suku bunga komersial 18 – kan kesempatan kepada petani dalam bebe-
20 persen per tahun. Hal ini terbukti dari petani rapa hal yaitu: (a) pembelian input produksi
yang meminjam kepada pedagang atau bank seperti benih, pupuk dan pestisida; (b) pem-
keliling ”rentenir” dan mampu membayar belian alat dan mesin pertanian seperti cang-
dengan tingkat suku bunga lebih dari 20 kul, bajak, garu, traktor, pompa air, power
persen per tahun. thresher; (c) melakukan diversifikasi antara
berbagai jenis komoditas dan atau ternak
PERSPEKTIF PENDIRIAN BANK dengan tanaman yang bernilai tinggi (high
PERTANIAN value commodities); (d) melaksanakan pengo-
lahan pasca panen dalam rangka meningkat-
kan nilai tambah produk pertanian; dan (e)
Tidak dapat dipungkiri, sektor pertani- melaksanakan diversifikasi bisnis horisontal
an dan pedesaan memiliki peran sangat stra- antara pertanian dan non pertanian.
tegis dalam pembangunan nasional. Soekar- Di samping itu, hasil studi ADB ter-
tawi (1996) menyebutkan peran tersebut di sebut juga mengemukakan bahwa ketidak-
antaranya adalah sebagai andalan mata pen- mampuan akses petani terhadap lembaga
caharian sebagian besar penduduk, penyum- kredit disebabkan oleh beberapa faktor, di

PERSPEKTIF PENDIRIAN BANK PERTANIAN DI INDONESIA Ashari dan Supena Friyatno

111
antaranya adalah: (a) physical acces; yaitu tanian cukup memperhatikan sekaligus prihatin
bahwa petani tidak bisa akses terhadap terhadap kondisi pembiayaan pertanian (agri-
kredit/perbankan, karena secara fisik lembaga- bisnis) di Indonesia. Perhatian Departemen
lembaga kredit keuangan di pedesaan atau terhadap pembiayaan pertanian telah diwujud-
yang disebut Rural Financial Institution (RFIs) kan dengan implementasi berbagai kredit
tidak tersedia atau walaupun ada jangkauan- program, walaupun diakui hasilnya belum opti-
nya jauh, (b) eligibility; walaupun RFIs ada di mal dan perlu terus dilakukan penyempurnaan.
sebagian pedesaan, tetapi usahatani petani, Adapun keprihatinan Departemen Pertanian,
usaha non pertanian kecil dan kegiatan setidaknya menurut Ismawan (2002) disebab-
rumahtangga tidak memenuhi syarat secara kan oleh 3 alasan, yaitu: tidak adanya lembaga
perbankan (tidak bankable), (c) bussiness keuangan yang khusus menangani pembiaya-
opportunities; karena di pedesaan pada an pertanian, realisasi Kredit Ketahanan
umumnya infrastrukturnya sangat buruk me- Pangan (KKP) yang ditujukan untuk membantu
nyebabkan kesempatan bisnis rendah dan pembiayaan usaha tani realisasinya masih
akses ke perbankan menjadi rendah pula, (d) rendah sehingga tidak sesuai rencana, dan
internal problems within the RFIs; rendahnya secara agregat anggaran pembangunan nasio-
akses petani pedesaan terhadap bank dise- nal untuk sektor pertanian masih sangat
babkan oleh permasalahan yang ada dalam rendah.
RFIs itu sendiri, (e) information and facilities Sebagai solusi untuk mengatasi ke-
linkages; kurangnya informasi dan fasilitas terbatasan dana pembiayaan sektor pertanian,
pendukung antara apa yang terjadi di per- wacana pembentukan lembaga keuangan
kotaan sebagai pusat bisnis barang dan jasa (bank) yang secara khusus memberikan
sehingga petani di pedesaan tidak dapat pelayanan kredit sektor pertanian sudah
menyediakan barang dan jasanya diperkotaan, selayaknya diintensifkan. Faktor crucial dalam
sehingga akses petani ke perbankan menjadi pembentukan bank pertanian agar efektif dan
rendah, yang semestinya difasilitasi oleh efisien adalah lembaga tersebut harus secara
perbankan sebagai tanggungjawab bank untuk seksama memperhatikan karakteristik sektor
menjaga kondusifitas nasabahnya sendiri, (f) pertanian. Pertanyaannya adalah apakah lem-
interset rate ratio; walaupun sudah diakui bah- baga keuangan yang ada saat ini sudah cukup
wa kesalahan masa lalu yang kurang mendidik efektif dan efisien dalam membantu permo-
adalah karena pemberian subsidi bunga, dalan petani? Dengan melihat serapan KKP
namun jika suku bunga yang ada dipandang yang rendah serta timpangnya proporsi kredit
terlalu tinggi tetap harus ada upaya agar lebih perbankan untuk sektor pertanian terhadap
rendah dengan mempertimbangkan cakupan: sektor lainnya, nampaknya lembaga yang ada
cost of financial (CoF), operational cost (OC), belum optimal dalam mendukung pembiayaan
resiko kegagalan (risk) dan spread atau Cost sektor pertanian. Oleh karena itu sudah saat-
of Development (CoD). nya dilakukan inisiasi pembentukan lembaga
Beberapa permasalahan internal ter- keuangan (bank) yang khusus menangani
sebut di antaranya adalah: pertama, penge- sektor pertanian. Bank pertanian diharapkan
tahuan staf RFIs tentang bisnis pertanian yang tidak hanya menyediakan pembiayaan melalui
rendah sehingga tidak bisa memberikan keper- skim kredit pertanian, tetapi juga menyentuh
cayaan terhadap kualitas produk pertanian dan aspek non-ekonomis yaitu meningkatkan sikap
analisis kredit. Kedua, penilian dan supervisi bisnis dan pengetahuan petani, serta mem-
terhadap usaha calon nasabah pertanian ter- bantu petani dalam merancang dan mengurus
lalu hati-hati dan rigit. Ketiga, terlalu mengede- proyek-proyek pertanian dalam usahatani.
pankan rasa takut terhadap risiko pasar dan Namun demikian, untuk melangkah lebih jauh
alam yang notabene sering terjadi pada sektor tentang wacana lembaga keuangan ini perlu
pertanian. Keempat, tidak sesuainya antara diidentifikasi potensi serta kendala dalam pem-
periode kredit yang ditetapkan bank dengan bentukan bank pertanian.
periode kegiatan pertanian yang biasanya
tergantung siklus tanaman atau ternak.
Potensi Pendirian Bank Pertanian
Sebagai institusi yang memiliki mandat
menangani sektor pertanian, Departemen Per- Secara konseptual, dengan memper-
hatikan karakteristik sumberdaya pertanian

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 2, Desember 2006 : 107 - 122

112
yang sangat besar, maka pendirian Bank adalah tinggi. Hal ini terlihat secara nyata
Pertanian memiliki potensi yang cukup cerah. sebagaimana terjadi di Bank Rakyat Indonesia
Apalagi bila dalam jangka menengah sudah (BRI). Dari sisi saving, terbukti bahwa masya-
tidak ada lagi program-program pembiayaan rakat pedesaan/pertanian memiliki potensi
pertanian (semacam model KUT) yang diberi- yang sangat besar. Maurer (2004) mengung-
kan oleh pemerintah. Di sisi lain, sekalipun kapkan bahwa setelah beberapa dekade BRI
sudah ada bank-bank yang umum dan berada memberikan kredit yang relatif murah, maka
di pedesaan, namun belum sepenuhnya mem- BRI telah dikenal dan menjadi tempat penyim-
berikan perhatian terhadap sektor pertanian. panan uang yang sangat dipercaya oleh ma-
Hal ini dapat dilihat dari inkompatibilitas skim syarakat pedesaan sebagai klien pembiayaan
kredit yang ada dengan keinginan petani, dan kecil (microfinance clients). Dalam dua dekade
juga fakta yang menunjukkan masih rendah- terakhir (1984-2004) BRI telah mampu me-
nya penyerapan plafon kredit program yang ngumpulkan uang masyarakat yang semula
disalurkan melalui kerjasama dengan bank. (1984) hanya Rp 0,3 milyar untuk produk
Sebagai contoh dari fenomena terse- Simpedes dan non-Simpedes, menjadi Rp
but adalah kasus di Sulawesi Selatan sebagai- 24,4 triliun pada tahun 2004. Khusus untuk
mana dapat disimak pada Tabel 2 yang mem- produk perkotaan (Simaskot dan non-
berikan informasi bahwa proporsi plafon menu- Simaskot) semula Rp 3,5 triliun pada tahun
rut komoditas linear dengan penyerapannya. 1984 menjadi Rp 27,9 triliun pada tahun 2004.
Artinya jika plafonnya besar pada komoditas Potensi untuk pembentukan bank per-
tertentu, maka penyerapan kreditnya juga be- tanian di Indonesia jika dilihat dari keberadaan
sar. Sesuai dengan peranan komoditas terse- sumberdaya (pertanian) maupun kelembagaan
but dalam percaturan ekonomi wilayah keuangan juga cukup terbuka. Berdasarkan
Sulawesi Selatan, maka plafon dan penyaluran Sensus Pertanian (SP) 2003, jumlah Rumah
kredit terbesar adalah pada komoditas kakao, Tangga Pertanian tercatat 25,6 juta. Besaran
beras, perikanan, kelapa, jagung dan peter- ini dapat menjadi proksi akan segmen pasar
nakan. yang cukup besar bagi “bank pertanian” bila
Potensi dan peluang pendirian bank digarap dengan baik. Selain itu bisnis di sektor
pertanian juga dilandasi oleh dua faktor bahwa pertanian memiliki cakupan usaha yang sangat
pelaku sektor pertanian dan pedesaan (petani, luas mulai dari subsistem pengadaan saprodi,
pedagang input/otput, pengolah) berjumlah budidaya, panen, pasca panen, pengolahan
sangat besar yang tersebar di seluruh pedesa- hingga pemasaran hasil. Semua subsistem ini
an Indonesia, dan dari pengalaman masa lalu memerlukan dukungan pembiayaan yang tidak
potensi saving dan kredit masyarakat petani kecil. Demikian juga dilihat dari cakupan komo-

Tabel 2. Proporsi Plafon dan Penyaluran Kredit menurut Komoditas, 2005 (Rp Juta)

Poporsi thd total Proporsi thd plafon


No Komoditas Plafon Kredit
kredit (%) (%)
1 Kakao 340.091 48,84 277.497 81,59
2 Beras 167.488 24,05 144.129 86,05
3 Perikanan 98.136 14,09 83.920 85,51
4 Kelapa 30.768 4,42 27.392 89,03
5 Jagung 27.116 3,89 17.266 63,67
6 Peternakan 15.398 2,21 12.321 80,02
7 Markisa 5.975 0,86 3.404 56,97
8 Kopi 5.730 0,82 4.093 71,43
9 Sutra 2.352 0,34 1.816 77,21
10 Garam 3.191 0,46 1.659 51,99
11 Madu 148 0,02 147 99,32
Jumlah 696.393 100,00 573.644 82,37
Sumber : Laporan BI Sulawesi Selatan, 2006

PERSPEKTIF PENDIRIAN BANK PERTANIAN DI INDONESIA Ashari dan Supena Friyatno

113
ditas sektor pertanian yang beragam meliputi Selain bank umum dan BPR, di wila-
tanaman pangan (padi, palawija), hortikultura yah pedesaan juga telah tumbuh lembaga
(sayuran dan buah-buahan), perkebunan, dan keuangan mikro (non formal) yang juga ber-
peternakan yang masing-masing terbangun potensi dikembangkan menjadi lembaga pem-
sebagai sistem agribisnis tersendiri. biayaan sektor pertanian. Bahkan lembaga
Dari sisi eksistensi kelembagaan ke- tersebut telah cukup mengakar dalam masya-
uangan telah ada Bank BRI, yang telah rakat dan telah dirasakan manfaatnya oleh
memiliki banyak kantor bank yang letaknya petani/masyarakat desa dalam membantu per-
menjangkau daerah-daerah sentra produksi modalan untuk skala usaha mikro. Lembaga-
pertanian dan jumlahnya sangat banyak untuk lembaga keuangan tersebut di antaranya ada-
melayani petani dan pengusaha kecil, ter- lah Badan Kredit Desa (BKD), Koperasi
utama melalui kantor BRI unit yang ada di Simpan Pinjam (KSP), Usaha Simpan Pinjam
kecamatan. Secara operasional kantor unit ini (USP), dan lain-lain. Gambaran tentang jumlah
menjangkau desa-desa, dengan nasabah atau lembaga tersebut serta posisi besaran kredit
customer base para petani dan pengusaha yang telah disalurkan dapat dilihat pada Tabel
kecil, sehingga mempunyai kelebihan dalam 3.
pengalaman dalam melayani nasabah pedesa-
Tabel 3. Jumlah Lembaga Keuangan Mikro di
an dan pengetahuan terhadap potensi ekono- Pedesaan (per Juni 2004)
mi di sektor riil (investasi, produksi, dan dis-
tribusi) di wilayah pedesaan. Jumlah Jumlah
Lembaga outlet kredit
Dari sisi pembentukan modal, jika me-
(buah) (Rp juta)
ngacu kepada pemikiran Winarno dan Habib Badan Kredit Desa 5.345 197
(2006), pendirian Bank Pertanian dapat di- KSP 1.097 531.000
inisiasi dari pembentukan Lembaga Keuangan USP 35.218 3.629.000
Milik Petani (LKMP). Secara empirik Indonesia LDKP 2.272 358.000
memiliki 24 juta petani, dengan jumlah ang- BMT 3.038 157.000
gota LKMP 100 orang maka dapat memiliki BK3D (Credit 1.022 396.000
240 ribu LKMP. Dengan aset tiap LKMP Union)
sebesar Rp 25 juta, maka secara nasional Sumber: Jansen, et al (2004)
memiliki aset Rp 6 triliun. Jika aset LKMP ini
dijadikan satu lembaga induk, maka lembaga Potensi lain untuk mendirikan bank
induk itu bisa berupa Bank Pertanian, karena pertanian dapat dilihat dari sisi potensi pasar.
dari aset yang ada lebih dari cukup sebagai Khusus untuk sektor pertanian yang berkaitan
syarat minimal untuk membentuk lembaga dengan pengembangan tanaman pangan saja
Bank Pertanian. sudah sangat layak bahwa dorongan finan-
sialnya dilayani oleh satu institusi bank yang
Kelembagaan lain yang berpotensi
menangani khusus pertanian. Sebagai contoh,
adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Ber-
untuk mendukung pengadaan sarana produksi
beda dengan bank umum yang merupakan
padi secara nasional dibutuhkan ketersediaan
branch banking, BPR merupakan unit banking
dana sekitar Rp 18,48 triliun dan ini dapat
yang secara operasional merupakan retail
dikatakan sebagai Captive Market bagi usaha
banking yang melayani usaha kecil yang ber-
finansial di sektor pertanian. Angka tersebut
dasarkan kehadiran geografisnya merupakan
diturunkan dari luas sawah nasional sekitar 7,7
community banks yang beroperasi dalam
juta hektar, dengan menggunakan pendekatan
pasar lokal. Unit banking atau bank tanpa
KUT atau KKP untuk pembiayaan usahatani
kantor cabang ini mempunyai keunggulan
padi dibutuhkan sekitar Rp 1.200.000,- per
dalam mengenal perkembangan dan potensi
hektar, dan dengan asumsi intensitas tanam
ekonomi daerah dan pedesaan dengan baik,
200 persen.
serta mempunyai customer base di kalangan
petani dan pengusaha kecil yang kuat. Sampai
pada bulan Juni 2004, jumlah BPR yang Masalah dalam Pembentukan Bank
tersebar di seluruh wilayah Indonesia sudah Pertanian
mencapai 2.156 buah dengan total kredit yang Permasalahan pembentukan Bank
disalurkan lebih dari Rp 10, 4 triliun. Pertanian tidak terlepas dari karakteristik dan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 2, Desember 2006 : 107 - 122

114
sifat sektor pertanian yang unik sehingga atau non pertanian, (d) produk pertanian ber-
berpotensi menimbulkan permasalahan jika sifat bulky, cepat busuk, sehingga tingkat
tidak dikelola secara benar. Nuswantara kelayakan finansialnya rendah dibandingkan
(2002) menyebutkan keunikan sektor perta- komoditas sektor non pertanian, (e) beberapa
nian di antaranya adalah: pertama, ada perio- komoditas pertanian memiliki gross period
de waktu tunggu sampai saat panen. Periode pengembalian kredit yang relatif lama, (f)
ini dikenal sebagai gestation period, yaitu sebagian besar komoditas pertanian memiliki
waktu yang dibutuhkan mulai saat tanam kemampuan sistem pengembalian kredit ber-
sampai dengan panen. Berbeda dengan pro- variasi (mingguan, bulanan, setengah tahunan
ses produksi di sektor industri yang membu- sampai tahunan) tergantung pada harvesting
tuhkan waktu cepat, gestation period di sektor system dari tanaman itu sendiri, (g) indeks
pertanian membutuhkan waktu cukup lama risiko komoditas pertanian sangat variatif dan
dan bervariasi tergantung jenis dan kualitas sangat uncertainty (baik karena faktor alam
tanaman. Selama gestation period akan terjadi maupun serangan HPT) serta unpredictable
risiko produksi karena faktor alam, hama risk (baik risiko produksi maupun harga).
penyakit atau dari aplikasi teknologi yang Untuk merealisasikan terbentuknya
digunakan. Akibat risiko produksi ini menye- Bank Pertanian di Indonesia, secara kelemba-
babkan supply sektor pertanian relatif fluktuatif gaan perlu didukung oleh kebijakan peme-
dan berpotensi menyebabkan jatuhnya. rintah. Kehadiran Bank tersebut menunjukkan
Kedua, bervariasinya sistem usaha- komitmen pemerintah terhadap pembangunan
tani. Terdapat variasi antara petani satu de- pertanian. Langkah ini perlu didukung parle-
ngan lainnya dalam melakukan kegiatan men, misalnya dengan memasukkannya da-
usahataninya. Walaupun faktor produksinya lam rumusan undang-undang. Namun demiki-
sama tetapi tingkat penggunaan input produksi an, secara teknis dan ekonomis bank per-
(benih, pupuk, obat-obatan pertanian) sangat tanian menghadapi dua masalah yang juga
beragam. Penerapan teknologi juga beragam berkaitan dengan persaingan bank umum
karena perbedaan tingkat perubahan dan lainya, yaitu (Riyanto dalam Nuswantara,
kecepatan petani dalam mengadopsi teknologi 2002): pertama, Sumber pembiayaan dan mo-
baru dalam kegiatan usahataninya. Keadaan dal operasional. Saat ini sumber pembiayaan
ini membuat adanya ketidakseragaman hasil skim kredit pertanian yang merupakan kredit
pertanian dalam hal kuantitas, kualitas, bentuk, program tidak lagi bisa mengandalkan Kredit
serta ukuran produk, dan ketiga, keterbatasan Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sesuai de-
modal. Jumlah modal untuk pembiayaan ke- ngan UU Bank Sentral. Keadaan ini menga-
giatan usahatani sangat terbatas, sehingga kibatkan adanya kevakuman sumber dana
petani terhambat dalam memilih dan mencoba yang murah karena lembaga ini perlu waktu
komoditas pertanian yang baru, menerapkan untuk melaksanakanya. Untuk itu perlu dipikir-
pola tanam optimal, serta mengadopsi tek- kan sumber pembiayaan bagi skim kredit
nologi baru. Selain itu jiwa kewirausahaan atau pertanian yang diperluas (agribisnis) yang
bisnis dan pengetahuan petani masih kurang. tidak memungkinkan menggunakan kredit
Untuk komoditas yang memerlukan likuiditas likuiditas dari pemerintah. Dalam kaitan ini
yang besar untuk biaya usahatani seperti perlu pula dipikirkan modal operasional bank,
tanaman hortikultura, petani harus berpikir apakah ada penyertaan modal dari pemerintah
panjang sebelum akhirnya berani memutuskan atau menjadikannya sebagai joint stock banks,
untuk mencoba teknologi baru. dan kedua, Sumber Daya Manusia (SDM).
Dalam tataran operasional, permasa- Saat ini, SDM ahli untuk perbankan yang me-
lahan pembiayaan sektor pertanian yang nangani bank pertanian jumlahnya masih
dihadapi saat ini adalah : (a) penyaluran kredit sangat kurang. Untuk itu perlu ditingkatkan
oleh perbankan umum bias kepada sektor non kemampuan SDM perbankan, sehingga nanti-
pertanian, (b) pertanian atau petani tidak dapat nya mampu mencari dan menilai nasabah
bersaing untuk akses terhadap lembaga ke- (petani dan pengusaha kecil) yang layak
uangan, terutama perbankan, (c) produk perta- (eligible) memperoleh kredit. SDM ahli juga
nian memiliki indeks risiko yang bervariasi dan dibutuhkan untuk menjaga kesinambungannya
relatif tinggi dibanding komoditas hasil industri sebagai nasabah dengan membantu memba-
ngun sikap bisnis dan pengetahuan, serta

PERSPEKTIF PENDIRIAN BANK PERTANIAN DI INDONESIA Ashari dan Supena Friyatno

115
membantu merancang dan mengurus proyek- nian), telah dikaji beberapa aspek teknis pen-
proyek pertanian. dirian bank serta melakukan beberapa kerja-
sama teknis dengan pihak luar negeri yang
telah lebih dulu mendirikan bank pertanian.
RANCANG BANGUN BANK PERTANIAN Salah satu negara yang pernah dijadikan
kajian adalah Perancis yang memiliki bank
pertanian yang disebut Credit Agricole. Pem-
Apa sebetulnya definisi bank pertani-
an, sampai saat ini secara formal belum di- bentukan Credit Agricole dimulai dari fase
rumuskan. Adapun definisi bank sendiri menu- pemberdayaan lembaga keuangan mikro lokal
rut Undang-Undang No 10 Tahun 1998 adalah (caise local) sampai terbentuknya caisse
”badan usaha yang menghimpun dana dari regional dan caise national. Proses tersebut
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menjadi inspirasi Departemen Pertanian untuk
menyalurkannya kepada masyarakat dalam mewujudkan dukungan yang optimal bagi
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya pembangunan pertanian (Direktorat Pembia-
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat yaan, 2004).
banyak”. Berdasarkan undang-undang terse- Namun demikian, upaya pendirian
but, bank dibedakan menjadi Bank Umum dan bank pertanian tetap berpijak pada Peraturan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Walaupun Bank Indonesia No 2/27/2000 tentang Bank
hanya dikenal 2 macam bentuk bank, namun Umum yang mengatur setoran modal minimum
demikian bisa saja dibentuk bank berdasarkan pendirian bank baru yaitu sebesar Rp 3 triliun
fungsinya termasuk untuk melayani sektor selama masa transisi Arsitektur Perbankan
pertanian. Secara eksplisit dalam Pasal 5, Indonesia. Untuk menyiasati hal tersebut,
Ayat 2 disebutkan bahwa “bank umum dapat untuk mendirikan Bank Pertanian Indonesia
mengkhususkan diri untuk melaksanakan ke- (BPI) dapat dipilih beberapa upaya serta
giatan tertentu atau memberikan perhatian pendekatan kebijakan sebagai berikut (Direk-
lebih besar kepada kegiatan tertentu”. Dalam torat Pembiayaan, 2004), yaitu:
penjelasan ayat 2 ini disebutkan yang dimak- A. Skenario I (Pendekatan Pola Pendirian
sud kegiatan tertentu adalah antara lain melak- Credit-Agricole Perancis)
sanakan kegiatan jangka panjang, pembiaya-
an untuk pengembangan koperasi, pengem- 1. Departemen pertanian sebagai institusi
bangan pengusaha ekonomi lemah atau yang bertanggung jawab dalam memba-
pengusaha kecil, pengembangan ekspor non- ngun infrastruktur penunjang pembangunan
migas, dan pengembangan perumahan. pertanian diharapkan dapat mengoptimal-
kan sumberdaya petani, kelompok tani dan
Berdasarkan kajian ontologi, Nuswan- organisasi KTNA melalui penggalian poten-
tara (2002) mendifinisikan bank pertanian si organisasi dari lembaga tani tersebut.
sebagai “bank umum dan BPR yang secara
operasional mempunyai fungsi utama dalam 2. Dengan melakukan koordinasi maka masa-
melayani kegiatan-kegiatan sektor riil (inves- lah sumberdana awal serta pembentukan
tasi, produksi dan distribusi) di bidang pertani- dasar hukum akan dapat mempercepat
an, terutama dalam hal pemberian kredit”. Ada proses pendirian BPI.
empat aspek yang dijadikan indikator sebe- 3. Petani melalui organisasi KTNA dan orga-
rapa besar bank tersebut melayani bidang nisasi petani lainnya akan bertindak seba-
pertanian, yaitu: (1) portofolio kredit yang gai pemegang saham utama, sedangkan
diberikan, (2) jumlah nasabah (debitor) yang Departemen Pertanian melalui lembaga
dilayani, (3) letak dan jumlah kantor yang dan atau yayasan yang sudah ada atau
dimiliki, dan (4) skim kredit yang dimiliki. dibentuk baru menjadi pemegang saham di
samping masyarakat umum lainnya.
Beberapa Skenario Bank Pertanian
Bagi Departemen Pertanian, bank B. Skenario II (Pendekatan Pola Pendirian
pertanian sudah merupakan konsep yang telah Bank Bukopin)
lama dipikirkan. Melalui Direktorat Pembiayaan 1. Departemen pertanian mengusulkan ran-
(saat ini menjadi Pusat Pembiayaan Perta- cangan pendirian BPI sebagai bank BUMN

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 2, Desember 2006 : 107 - 122

116
baru kepada DPR untuk dijadikan program Sebagai sebuah wacana, ada potensi
nasional dalam upaya mendorong tumbuh- perbedaan pandangan (debatable) tentang
nya usaha agribisnis sebagai sumber eko- bagaimana format ideal lembaga pembiayaan
nomi nasional. pertanian (termasuk bank pertanian). Berda-
2. Dalam pembentukan BPI, Deptan akan sarkan hasil kajian pembiayaan pertanian di
melibatkan Dephut, DKP, dan Meneg Ko- Jatim dan Sulsel, Syukur et al. (2003) mengu-
perasi dan UKM sebagai share holder. sulkan sebuah opsi agar skim pembiayaan ke
depan seyogyanya mengarah pada sistem
3. Departemen Pertanian diharapkan dapat pembiayaan non-perbankan. Praktek-praktek
membentuk tim kerja pendirian BPI de- perbankan konvensional yang mengandalkan
ngan melibatkan konsultan perbankan hubungan bisnis murni tampaknya sulit dikem-
nasional dan internasional utuk merancang bangkan. Selain itu juga tidak kompatibel
pola operasi dan implementasi BPI. untuk dapat diakses oleh sebagian besar
4. Departemen teknis yang mempunyai ba- petani, peternak, maupun pedagang yang
nyak potensi nasabah mikro mengalokasi- umumnya sulit memenuhi persyaratan dan
kan dana APBN terkonsentrasi dalam pro- prosedur perbankan tersebut. Kelembagaan
sentase yang pantas untuk ditempatkan koperasi dan lembaga keuangan mikro (LKM)
sebagai share holder pendirian BPI. dapat dipertimbangkan sebagai pilihan kelem-
bagaan pembiayaan bagi usaha pertanian.
Pola ini tentu saja memerlukan beberapa
C. Skenario III (membuka ruang investasi persyaratan dasar, di antaranya adalah SDM
langsung/Foreign Direct Investment/FDI) pengelola lembaga keuangan yang berkualitas
1. Pendirian BPI dilakukan dengan mengun- serta sumberdana yang cukup.
dang masuk investasi dari pihak luar yang Lebih jauh Syukur et al. (2003)
bergerak dalam bank pertanian dengan mengemukakan bahwa pengembangan kelem-
menawarkan kemudahan investasi serta bagaan pembiayaan pertanian berdasarkan
pangsa debitur yang terukur. kemampuan sumberdaya lokal (koperasi dan
2. Departemen Pertanian dan Departemen LKM) tidak bekerja pada ruang hampa. Oleh
Teknis lainnya diharapkan menjadi share karena itu, diperlukan kerangka kebijakan
holder dalam bentuk saham. nasional yang kondusif dari pemerintah dan
otoritas moneter untuk memberikan prioritas
4. Departemen Pertanian perlu melakukan
bagi sektor pertanian, khususnya dalam hal
koordinasi pembukaan ruang FDI Per-
akses pada sumber pembiayaan. Pengemba-
bankan Internasional dengan BI, BKPM
ngan kelembagaan pembiayaan pertanian juga
dan Depkeu.
dapat ditempuh melalui integrasi sektor
Opsi-opsi di atas merupakan sebuah pembiayaan dengan kelembagaan nonper-
wacana yang perlu dikaji secara lebih bankan (mikro) melalui aliansi strategis. Cara-
seksama tentang kelebihan dan kekurangan nya adalah dengan membentuk pooling fund
masing-masing. Bahkan lebih jauh Direktorat bagi lembaga pembiayaan non perbankan
Pembiayaan (2004) menyebutkan apabila tiga tersebut. Hal ini ditempuh untuk mensinergikan
opsi skenario tersebut tidak juga dapat me- kekuatan dan sekaligus mengeliminasi kele-
wujudkan cita-cita masyarakat pertanian, maka mahan dari kedua bentuk lembaga pembia-
jalan terakhir adalah mendorong salah satu yaan tersebut.
bank BUMN yang ada menjadi Bank Perta-
nian. Opsi terakhir ini bukan mustahil untuk Dari uraian di atas dapat dikemukakan
diwujudkan. BRI dengan dukungan lebih dari bahwa apapun bentuk/rancang bangun Bank
4.000 BRI unit desanya yang tersebar di Pertanian, diperlukan syarat-syarat dasar yang
seluruh nusantara memungkinkan untuk mem- harus dipenuhi. Beberapa hal yang diperlukan
bentuk BPI. Namun, hal ini tetap memerlukan di antaranya adalah: (a) kesiapan SDM
pemikiran yang jernih karena dengan berubah- pengelola bank pertanian, (b) kesiapan SDM
nya status, berarti akan ada perubahan kelompok sasaran (petani, peternak, kelompok
paradigma yang sangat mendasar yang tentu tani, pelaku ekonomi pertanian lainnya), (c)
saja berpotensi besar mempengaruhi kinerja syarat-syarat administratif pendirian dan ope-
perbankan tersebut. rasionalisasi bank pertanian, (d) manajemen

PERSPEKTIF PENDIRIAN BANK PERTANIAN DI INDONESIA Ashari dan Supena Friyatno

117
operasionalisasi bank pertanian, (e) pengem- dan 14 – 16 persen untuk kredit komersial
bangan jaringan, baik internal maupun ekster- (Nuswantara, 2006).
nal bank pertanian dan pentahapannya, (f)
pengembangan sistem informasi manajemen
bank pertanian, (g) dukungan kebijakan peme- Pengalaman Malaysia
rintah yang kondusif bagi perbankan maupun Malaysia memiliki sebuah Bank yang
sektor pertanian, serta aspek-aspek lain yang khusus melayani sektor pertanian yang disebut
kontruktif bagi tumbuh dan berkembangnya Bank Pertanian Malaysia (BPM), didirikan
bank pertanian di Indonesia. pada 1 September 1969 di bawah Akta Perle-
men 9/69 dan mulai beroperasi pada tahun
1970. Bank ini bertanggungjawab untuk me-
Pengalaman Negara Lain tentang Bank ngatur, memberi, mensupervisi dan menyela-
Pertanian raskan bantuan kredit bagi kegiatan sektor
Negara Malaysia dan Thailand yang pertanian di Malaysia (Anonim, 2006b).
luasan sumberdaya pertaniannya relatif lebih Secara rinci tujuan yang tersurat da-
kecil dibanding dengan Indonesia telah lam Akta Bank ialah: (a) menggalakkan kema-
memberikan perhatian yang lebih serius dan juan sempurna dalam sektor-sektor pertanian
antisipatif terhadap sektor pertanian, khusus- di Malaysia dan bagian Malaysia lainnya, (b)
nya dari sisi dukungan permodalan melalui menyelaraskan dan mensupervisi bantuan
pendirian Bank Pertanian. Walaupun dengan kredit dari dana yang telah dikumpulkan dari
sumberdaya yang lebih terbatas, pada kenya- masyarakat terhadap pemberian kredit kepada
taannya sektor pertanian mereka relatif lebih perorangan dan kelompok petani, (c) membe-
maju dibanding Indonesia. Setidaknya hal ini rikan kemudahan-kemudahan jenis pinjaman,
dapat dilihat dari pengembangan sektor per- proses pinjaman dan pelaksanaan pinjaman
tanian yang lebih terarah dan berhasil baik untuk kemajuan sektor pertanian termasuk
dalam menghasilkan produk pertanian yang pemasarannya, dan (d) menyelenggarakan
berkualitas sehingga dapat menguasai pasar simpanan uang masyarakat petani dan juga
sektor pertanian, yang pada gilirannya mampu menerima uang simpanan dan deposito dari
meningkatkan kesejahteraan petaninya. Gam- masyarakat umum.
baran umum mengenai Bank Pertanian di
masing-masing negara tetangga tersebut Skim-skim kredit yang ada pada Bank
seperti visi dan misi, tingkat suku bunga, skim Pertanian Malaysia, relatif spesifik untuk ma-
kreditnya serta mekanisme kredit dan perfor- sing-masing skim yang terkait dengan kegiatan
ma skim kredit akan diuraikan sebagai lesson pertanian, sehingga petani tanpa ragu akan
learned berharga bagi wacana pembentukan meminjam pada skim tertentu sesuai dengan
bank pertanian di Indonesia. posisi kegiatan petani itu sendiri. Skim-Skim
kredit tersebut di antaranya adalah: (1) Skim
Sebenarnya negara lain seperti Korea, Modal Usahawan Tani (MUST); (2) Skim
China dan Taiwan juga memiliki lembaga Usahawan Tani Komersial Siswazah (SUTKS);
keuangan yang khusus untuk melayani dan (3) Skim Kredit Padi; (4) Skim Kredit Tabung
mendorong sektor pertanian. Di Korea lemba- Industri Kecil dan Sederhana Ke-2 (TIKS2); (5)
ga keuangan tersebut disebut National Agricul- Skim Pembiayaan Lits (Low Intensity Tapping
tural Cooperative Federation dan National System); (6) Skim MPPB (Masyarakat Per-
Agricultural Livestock Federation. Lembaga ini dagangan & Perindustrian Bumiputra); dan (7)
membiayai pertanian jangka panjang dan Skim Kredit Tabungan Untuk Makanan (3F)
menengah dengan tingkat suku bunga 3-8
persen per tahun, pertanian jangka pendek 5 Sebagai gambaran akan dipaparkan
persen per tahun dan komersial 12 persen per salah satu skim yaitu Skim Modal Usahawan
tahun. Sementara Taiwan memiliki Lembaga Tani (MUST). Skim ini merupakan lanjutan dari
Keuangan khusus pertanian yang disebut Skim Kredit Mikro (SKM) yang telah diper-
Farmer’s Bank of China, Land Bank of Taiwan kenalkan oleh BPM kepada peminjam yang
dan Cooperative Bank of Taiwan. Bank ter- mengusahakan proyek pertanian dan industri
sebut memberikan kredit kepada sektor per- yang berbasis pertanian. Tujuan pemberian
tanian dengan bunga 4-5 persen per tahun skim ini adalah untuk membantu pengusaha
kecil dalam mengembangkan kegiatan perta-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 2, Desember 2006 : 107 - 122

118
nian yang telah ada dan yang berusia lebih certificate deposits, (j) asuransi kesehatan, (k)
dari 2 tahun. proteksi bencana alam, dan (l) asuransi jiwa
Beberapa persyaratan yang diperlukan (Anonim, 2006c).
untuk mendapat pinjaman MUST adalah: (1) Apabila kita perhatikan beberapa urai-
pembiayaan melibatkan semua aktivitas per- an pengalaman negara tetangga, maka dapat
tanian pada on-farm, prosesing dan pema- diambil beberapa pelajaran sehingga dapat
saran, (2) warga negara Malaysia, (3) usia dijadikan sebagai pengetahuan yang dapat
peminjam 21-55 tahun, (4) individu yang memberikan inspirasi dalam membuat rancang
mengusahakan kegiatan pertanian dan industri bangun Bank Pertanian di Indonesia. Bebera-
berbasis pertanian, (5) tidak memerlukan pa pelajaran tersebut adalah: (1) Keberadaan
jaminan (collateral), (6) nasabah aktif, (7) lembaga Bank Pertanian di suatu negara
mengusahakan kegiatan yang kurang dari 2 adalah suatu kebutuhan yang mutlak jika
tahun, dan (8) tidak ada biaya proses. Batasan negara tersebut ingin memberikan perhatian
jumlah pinjaman ditentukan maksimum yang serius terhadap sektor pertanian, seperti
RM10.000 setara dengan Rp 25 juta dengan halnya di Malaysia, Thailand, Korea, China
jangka waktu pinjaman maksimal 36 bulan. dan Taiwan; (2) Dengan adanya Bank
Sementara itu, kadar faedah dan rabat (bunga Pertanian, skim-skim kredit dapat dirancang
dan rabat) ditetapkan 1,25 persen per bulan dan disesuaikan dengan kapasitas kegiatan
dan dikembalikan 20 persen sebagai rabat sektor pertanian baik tingkat suku bunga,
dari faedah. mekanisme pinjaman maupun pengembalian;
Untuk skim-skim yang lain rinciannya (3) Dengan adanya lembaga Bank Pertanian,
hampir sama, tetapi content-nya berbeda maka Bank dapat melakukan subsidi silang
sesuai dengan kegiatan dan komoditas yang tingkat suku bunga antar skim kredit yang
dibiayai baik periode pengembalian, tingkat dipandang komersial dengan non komersial,
suku bunga, besar pinjaman dan jaminan, sehingga kesan adanya bantuan subsidi dari
yang disesuaikan dengan komoditas dan pemerintah menjadi tidak tampak dan peme-
kegiatannya (Anonim, 2006b). rintah dapat memberikan dukungan modal
terhadap lembaga Bank Pertanian (yang
tadinya berupa bantuan subsidi bunga atau
Pengalaman Thailand jaminan kredit menjadi pembelian saham); dan
Thailand memiliki sebuah bank yang (4) Bank tidak saja memberikan kredit secara
khusus melayani sektor pertanian yang disebut kelompok, tetapi dapat memberikan pelayanan
Bank for Agriculture and Agricultural Coope- kredit kepada individu, karena memang
ratives (BAAC). Bank ini didirikan pada tahun nasabah dan klien bank yang utama adalah
1966 yang merupakan Bank Pembangunan masyarakat dan rumah tangga petani.
Pertanian yang dimiliki Pemerintah Thailand.
Mandat BAAC adalah memberikan pelayanan KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
kredit sektor pertanian kepada rumah tangga
petani. Keberhasilan BAAC didasarkan kepada
dua tujuan utama yaitu memaksimumkan Sektor pertanian, walaupun memiliki
jangkauan layanan kredit terhadap 3,5 juta peran sangat strategis dalam perekonomian
rumah tangga petani, dan dalam waktu yang nasional masih dihadapkan pada permasa-
bersamaam harus menjaga viabilitas finansial lahan kekurangan modal. Lembaga perbankan
serta keberlangsungan pelayanan dan opera- formal yang ada saat ini belum memberikan
sional bank. iklim yang kondusif bagi pembiayaan di sektor
Produk pelayanan perbankan untuk ini dan cenderung bias dengan lebih mengu-
masyarakat yang berpendapatan rendah tamakan pembiayaan non pertanian. Hal ini
BAAC Thailand adalah sebagai berikut: (a) sangat jelas terlihat dari proporsi pemberian
skim kredit modal kerja, (b) kredit bantuan kredit yang sangat timpang antara sektor
pendidikan, (c) penerbitan chek cashing, (d) pertanian dan non pertanian.
passbook savings, (e) deposito berjangka, (f) Dengan memperhatikan fenomena ter-
simpanan untuk kegiatan tertentu, (g) ta- sebut, maka dalam upaya memenuhi kebu-
bungan usia lanjut, (h) tabungan anak-anak, (i) tuhan modal sektor pertanian, harus ada

PERSPEKTIF PENDIRIAN BANK PERTANIAN DI INDONESIA Ashari dan Supena Friyatno

119
lembaga keuangan khusus yang melayani langkah yang harus ditempuh adalah: (a)
sektor pertanian. Lembaga keuangan ini di- Hendaknya pemerintah segera membentuk tim
desain dengan memperhatikan karakteristik teknis atau pokja untuk mendirikan Bank
sektor serta pelaku usaha pertanian. Salah Pertanian dengan mengacu kepada pola-pola
satu wacana dari bentuk lembaga keuangan yang telah diuraikan tersebut di atas; (b) Tim
tersebut adalah dengan mendirikan Bank pokja dapat melakukan studi banding ke
Pertanian. beberapa negara (terutama di Asia) seperti
Bank Pertanian dimaksud adalah lem- Malaysia, Thailand, Korea, China, dan Taiwan
baga keuangan bank yang memiliki skim-skim untuk mempelajari bagaimana visi dan misi
kredit yang khusus untuk sektor pertanian, mereka dan bagaimana keragaman skim-skim
menampung dana masyarakat petani, ataupun pembiayaan sektor pertanian; (c) Pemerintah
deposito pertanian. Bank Pertanian juga dapat segera meninjau dan menyusun kebijakan-
dijadikan tempat untuk menyimpan dana (seat kebijakan yang diperlukan untuk menumbuh-
money) milik pemerintah untuk program- kembangkan Bank Pertanian, terutama per-
progam yang berkaitan dengan pembiayaan aturan-peraturan yang tidak sesuai dan sering
pertanian, seperti subsidi pupuk, subsidi benih, menjadi penghambat bagi terpenuhinya pem-
penjaminan premium asuransi, dan penja- biayaan sektor pertanian yang adil; dan (d)
minan risiko kegagalan kredit petani. Pembentukan Bank Pertanian bersifat lintas
sektoral sehingga harus melibatkan seluruh
Ada beberapa skenario dari rancang stakeholders sektor pertanian.
bangun Bank Pertanian ini, di antaranya
adalah: (1) pendekatan pola pendirian credit- Untuk mewujudkan Bank Pertanian
agricole Perancis, (2) pola pendirian bank yang kokoh diperlukan persyaratan dasar yang
Bukopin, (3) Foreign Direct Investmen, (4) harus dipenuhi, di antaranya adalah: (a) SDM
mendorong bank BUMN menjadi bank per- pengelola Bank Pertanian yang handal, (b)
tanian, serta (5) memanfaatkan lembaga ke- kesiapan SDM kelompok sasaran, (c) duku-
uangan yang tumbuh dan berkembang di ngan pendanaan yang memadai, (d) manaje-
tingkat lokal (koperasi maupun LKM). Alternatif men operasionalisasi Bank Pertanian yang
beberapa skenario ini tentu memiliki kelebihan profesional, (e) desain pengembangan jari-
dan kekurangan masing-masing sehingga per- ngan, baik internal maupun eksternal Bank
lu kajian yang lebih mendalam mengenai Pertanian dan pentahapannya, (f) pengem-
manfaat dan biayanya (benefit cost analysis). bangan sistem informasi manajemen yang
berkelanjutan, serta (g) dukungan kebijakan
Walaupun format bank pertanian ideal pemerintah yang kondusif bagi perbankan
masih menjadi perdebatan, tetapi dengan maupun sektor pertanian serta aspek-aspek
memperhatikan berbagai peluang dan potensi lain yang kontruktif bagi berkembangnya Bank
yang ada, maka mendirikan Bank Pertanian Pertanian di Indonesia.
bukan sesuatu kemustahilan untuk dapat di-
realisasikan. Apalagi sudah ada pengalaman
negara-negara tetangga seperti Malaysia, DAFTAR PUSTAKA
Thailand, Korea, dan China yang telah berhasil
mengelola Bank Pertanian sejak puluhan
tahun lalu dan telah memberikan kontribusi Asian Development Bank. 2004. Agriculture and
yang signifikan bagi sektor pertanian di Rural Development Strategy Study. Final
negaranya. Rasa optimis semakin kuat untuk Report Volume 1 – Main Report. Searca –
IFRI – CRECENT, Bogor
mendirikan Bank Pertanian, karena data
empirik menunjukkan bahwa ternyata petani Anonim. 1984. Introductory Note on APO Survey on
mampu membayar jasa finansial (bunga) yang Farm Credit. In Farm Credit Situation in
cukup tinggi. Potensi repayment petani yang Asia. p. 13-15. Asian Prductivity Organi-
zation. Tokyo.
tinggi ini juga harus diiringi dengan memberi-
kan kemudahan dalam mekanisme/prosedur Anonim. 2006a. Kebijakan dan Strategi Keuangan
pemberian kredit disesuaikan dengan karak- Mikro. Jakarta. www.profi.or.id/md/
teristik sektor pertanian. downloads/kebijakan%20dan%20strategi%
20nasional..
Dengan masih lemahnya kondisi pem-
biayaan sektor pertanian, maka beberapa

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 2, Desember 2006 : 107 - 122

120
Anonim. 2006b. Bank Pertanian Malaysia. http:// Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,
www.bpm.com.my/ Bogor.
Anonim. 2006c. Bank for Agriculture and Agricul- Syukur, M., E. L. Hastuti, Soentoro, A. Supriyatna,
tural Cooperatives of Thailand. http:// Supadi, Sumedi, B.W.D. Wicaksono. 2002.
www.baac.or.th/ Kajian Pembiayaan Pertanian Mendukung
Pengembangan Agribisnis dan Agro-
Arifin, B. 2004. Perjalanan Panjang Pembangunan industri di Pedesaan. Laporan Akhir. Pusat
Pertanian: Basis Ideologi, Strategi Kebi- Penelitian dan Pengembangan Sosial
jakan dan Langkah Pemihakan. Bahan Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan
diskusi pada Seminar: Arah, Strategi dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Program Pembangunan Pertanian 2004-
2009, tanggal 4 Juli 2004 di Bogor. Syukur, M., Sugiarto, Hendiarto, dan B. Wiryono.
2003. Analisis Rekayasa Kelembagaan
Ashari dan Saptana. 2005. Prospek Pembiayaan Pembiayaan Pertanian. Laporan Akhir.
Syariah untuk Sektor Pertanian. Forum Pusat Penelitian dan Pengembangan So-
Penelitian Agro Ekonomi (FAE), Vol 23 (2): sial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian
132-147. dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Direktorat Pembiayaan. 2004. Kelembagaan dan Sudaryanto, T. dan M Syukur. 2002. Pengem-
Pola Pelayanan Keuangan Mikro untuk bangan Keuangan Alternatif Mendukung
Sektor Pertanian (Pedoman dan Kebi- Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Dalam
jakan). Direktorat Pembiayaan, Direktorat Analisis Kebijaksanaan: Pendekatan Pem-
Jenderal Bina Sarana Pertanian. Depar- bangunan dan Kebijaksanaan Pengemba-
temen Pertanian, Jakarta. ngan Agribisnis. T. Sudaryanto, I W
Hamid, E.S. 1986. Pendahuluan: Rekaman dari Rusastra, A. Syam dan M Ariani (eds).
Seminar. Dalam Kredit Pedesaan di Indo- Monograp Series No 22. Hlm 101-110.
nesia. Mubyarto dan Edy Suandi Hamid Pusat Penelitian dan Pengembangan
(Eds.). BPFE Yogyakarta. Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Ismawan, B. 2002. Pembiayaan Agribisnis. http:// Saptana, Sumaryanto, M. Siregar, H. Mayrowani,
ekonomirakyat.org/edisi 1/artikel 7.htm. Ikin S. dan Supena F. 2001. Analisis
Artikel Th I-No. 1-Maret 2002 [03/03/06] Keunggulan Kompetitif Komoditas Hortikul-
tura. Laporan Akhir. Pusat Penelitian dan
Kasryno, F. 2002. Strategi Pembangunan Pertanian Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
yang Berorientasi pada Petani Kecil. Bogor.
Dalam Analisis Kebijaksanaan: Paradigma
Pembangunan dan Kebijaksanaan Pe- Soekartawi. 1996. Panduan Membuat Usulan
ngembangan Agroindustri. T. Sudaryanto, I Proyek Pertanian dan Pedesaan. Penerbit
W Rusastra, A. Syam dan M Ariani (Eds). Andi Yogyakarta. 127 hal.
Monograp Series No 21. Hlm 22-47. Pusat Tampubolon, S.M.H. 2002. Kredit untuk Petani. Hal
Penelitian dan Pengembangan Sosial 116-119. Dalam Suara dari Bogor Sistem
Ekonomi Pertanian. Bogor. dan Usaha Agribisnis: Kacamata Sang
Maurer, K. 2004. The Role of BRI Unit in Capital Pemikir. Harianto, R. Pambudy, Tungkot S,
Accumulation and Rural Saving Mobi- dan Burhanudin (Eds.). Pusat Studi
lization. In Developing Micro Banking: Pembangunan IPB dan USESE Fondation.
Creating Opportunities for the Poor Taryoto, A. H. 1992. Perkreditan Pertanian di
Through Inovation. PT. BRI, Jakarta. Indonesia: Suatu Pengantar. Dalam
Nuswantara, B. 2002. Prospek Bank Pertanian di Perkembangan Perkreditan di Indonesia.
Indonesia (Kajian Falsafah Sains terhadap Andin H. Taryoto, Abunawan M., Soentoro,
Sistem Kredit Pertanian). Term Paper. dan Hermanto (eds.) Monograph Series
Sekolah Pascasarjana IPB. http:// No. 3. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
tumotou.net/702_04212/bayu_nusantara.ht Pertanian. Badan Penelitian dan Pengem-
m [23/5/06]. bangan Pertanian. Bogor.
Nurmanaf, R. Endang L.H., Ashari. S. Friyatno dan Todaro, M. P. 2000. Economic Development:
B. Wiryono. 2006. Analisis Sistim Pem- Seventh Edition, Addison-Wesley, Inc,
biayaan Mikro Dalam Mendukung Pe- New York.
ngembangan Usaha Pertanian Pedesaan Usman, S., W.I. Suharyo, B. Sulaksono, M. S.
Laporan Tengah Tahun. Pusat Analisis Mawardi, N. Toyamah, dan Akhmadi.
2004. Keuangan Mikro untuk Masyarakat

PERSPEKTIF PENDIRIAN BANK PERTANIAN DI INDONESIA Ashari dan Supena Friyatno

121
Miskin: Pengalaman Nusa Tenggara Ti- Bank Pertanian. Sinar Tani, Edisi 15-21
mur. Lembaga Penelitian SMERU, Jakarta. Pebruari 2006 No. 3137 Tahun XXXVI,
Jakarta.
Winarno T. dan H. Habib. 2006. Lembaga
Keuangan Milik Petani Sebagai Cikal Bakal

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24 No. 2, Desember 2006 : 107 - 122

122

You might also like