Professional Documents
Culture Documents
Makalah HBOT Diabetic Foot
Makalah HBOT Diabetic Foot
Disusun oleh:
Tutorial C1
Eliyana Yunita Sari 1410211125
M Abdurahman Salim 1410211198
Nadya S Zahra 1410211080
Endang Rahayu 1410211115
M Zain Fauzan F 1410211144
Rany Binawan 1410211161
Hana Muthia Dikaputri 1410211021
Yovita Widawati 1410211064
Aanisah Fraymaytika 1410211103
Puteri Nashuha S 1410211002
Fakultas Kedokteran
Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jakarta
Tahun 2017-2018
Hyperbaric Oxygen Therapy in the Treatment of Diabetic Foot Ulcers — Prudent or
Problematic: A Case Report
In the case presented here, basic principles of wound management had been neglected and
the ulcer was treated with HBO therapy only, which (although caused no direct harm to the patient)
failed to heal Mr. K’s ulcer. Also, because he had normal pedal pulses and adequate tissue
oxygenation confirmed by TcpO2measurement (40 mm Hg or greater values adjacent to the wound
have been reported to be a sign of good oxygenation and discontinuing HBO treatment is
recommended in this condition16,17), HBO therapy was not indicated; thus, it was not successful in
assisting wound healing when administered. Once the issues that hindered healing were addressed,
the wound proceeded to healing and completely epithelialized in 3 months. Mr. K’s relatively longer
healing time was due to his unwillingness to use total contact casting and his nonadherence with other
offloading recommendations.
This case report highlights two important aspects of HBO treatment. First, this is an adjunctive
therapy in the management of diabetic foot ulcers that should be used when indicated and in
conjunction with supportive care. Second, to prevent unnecessary, inappropriate, or prolonged HBO
therapy, stand-alone HBO centers should include a multidisciplinary wound care team. The
International Working Group on the Diabetic Foot announced in 2007 that a multidisciplinary foot
care team ideally should consist of a diabetologist, surgeon (general and/or vascular and/or
orthopedic), podiatrist, orthotist, educator, and plaster technician.18 Nonhealing wounds should be
assessed by the hyperbaric physician and a wound care specialist before and throughout the entire
HBO treatment regimen. Some developed, many developing, and almost all under-developed
countries still lack multidisciplinary wound care centers; in many countries, HBO centers serve as
wound care centers. In Turkey, most of the HBO centers are stand-alone outpatient centers that do
not include any multidisciplinary diabetic wound management team. No changes have been
implemented since this patient’s treatment.
Conclusion
A case report underscores that HBO treatment can be an effective adjunct to wound healing in
selected patients but does not replace any components of the accepted standards of wound care. HBO
treatment facilities should provide multidisciplinary care that addresses all factors relevant to wound
healing and that may (or may not) include adjunctive therapy.
I. INTERPRETASI KASUS
Menderita DM tipe 2, 10 tahun terakhir : Onset penyakit menyatakan bahwa pasien sudah
mengalami fase kronis
HbA1c 7,4% : Untuk pasien DM tp 2, pasien ini kontrol glikemiknya termasuk baik.
Dirujuk ke RS penyembuhan luka dan pusat hiperbarik, dengan luka ulserasi yang tak kunjung
sembuh pada bagian telapak kakinya : Adanya komplikasi akibat diabetesnya, pasienpun
dibawa ke unit khusus untuk penanganan luka.
Riwayat terkena Charcot attack : Charcot foot adalah salahsatu efek dari DM itu sendiri,
ditandai dengan rasa kebas pada kaki (tanda-tanda neuropati) disertai penonjolan tulang yang
menyebabkan deformitas.
Sempat di diagnosa sebagai rheumatoid arthritis dan di edukasi untuk berjalan sebanyak
mungkin: Kesalahan diagnosis menyebabkan kesalahan edukasi terhadap pasien, pasien di
edukasi untuk banyak berjalan, padahal dia tidak merasakan sensasi apapun pada telapak
kakinya sedangkan tulang kakinya ada deformitas yang menyebabkan penekanan menuju kulit
pasien yang menyebabkan terbentuknya ulkus.
Dirujuk menuju pusat HBO: Diharapkan ulkus pasien cepat sembuh dengan terapi ini, karena
terapi hiperbarik meningkatkan tekanan dan membuat O2 mudah masuk ke jaringan dan
membantu re-generasi jaringan dari ulkus tersebut.
Tidak dievaluasi untuk infeksi atau status vaskular : Jika ada lesi berupa ulkus, harusnya
dievaluasi status infeksinya apakah ada mikroorganisme yang menginfeksi, jika ada maka
dapat membantu tata laksana pasien untuk selanjutnya dan mengurangi resiko sepsis.
Ditemukan ulkus yang tebal dan penuh karena penonjolan tulang : Bagian tulang mendorong
luka sehingga terlihat menonjol
Terbentuk kalus berat: Bagian tulang yang terregenerasi, bisa memperparah penonjolan.
Warna hijau terjadi pada pinggiran ulkus: Curiga tanda infeksi (adanya pus)
Selulitis ringan (<3 cm) hadir di sekitar tukak): Menunjukan tanda infeksi menyebar ke
jar.subkutan
Luka di debridement dengan dasar luka bergranulasi: Menunjukan adanya perbaikan jaringan.
Luka di dapatkan Pseudomonas sp: Terbukti adanya infeksi bakteri pada Tn.K
Diberikan Levofoxacin oral 500 mg 1x/hari selama dua minggu: Pengobatan antibiotika
diberikan untuk menangani infeksi.
Penanaman kolagen dilakukan selama 2 bulan diikuti oleh penggantian kulit secara sintesis
hingga epitalisasi lengkap: Dilakukan untuk membantu regenerasi jaringan lebih cepat.
TcpO2 sebesar 56 mmHg: Transcutaneousoxygen pressure untuk evaluasi iskemia dari
jaringan yang di transplatasi. Kadar 56mmHg adalah normal, jika TcpO2 <10mmHg maka
ada indikasi iskemia pada jaringan.
Perawatan HBO tidak diberikan: Karena tidak mengancam eksremitas dan dirasa penanganan
cukup, maka pelaksanaan HBO dihentikan.
II. FISIOLOGI
III.1 Definisi
Hiperbarik berasal dari kata hyper berarti tinggi, bar berarti tekanan. Dengan kata lain
terapi hiperbarik adalah terapi dengan menggunakan tekanan yang tinggi. Pada awalnya,
terapi hierbarik hanya digunakan untuk mengobati decompression sickness, yaitu suatu
penyakit yang disebabkan oleh penurunan tekanan lingkungan secara mendadak sehingga
menimbulkan sejumlah gelembung nitrogen dalam cairan tubuh baik didalam sel maupun
diuar sel, dan hal ini dapat menimbulkan kerusakan disetiap organ didalam tubuh, dari derajat
ringan sampai berat bergantung pada jumlah dan ukuran gelembung yang terbentuk. Seiring
dengan berjalannya waktu, terapi hiperbarik berkembang fungsinya untuk terapi macam-
macam penyakit, beberapa diantaranya seerti stroke, multipel sclerosis, cerebral edema,
keracunan karbon monoksida dan sianida, trauma kepala tertututp, gas gangren, peripheral
neuropathy, osteomielitis, sindroma kompartemen, diabetik neuropati, migran, infark
miokard dan lain-lain.
Hiperbarik oksigen adalah suatu cara terapi dimana penderita harus berada dalam suatu
ruangan bertekanan, dan bernafas dengan oksigen 100% pada suasana tekanan ruangan yang
lebih besar dari 1 ATA (atmosfer absolute). Tidak terdapat definisi yang pasti akan tekanan
dan durasi yang digunakan untuk sesi terapi oksigen hiperbarik. Umumnya tekanan minimal
yang digunakan adalah sebesar 2,4 atm selama 90 menit. Banyaknya sesi terapi bergantung
pada kondisi pasien dengan rentang 1 sesi untuk keracunan ringan karbon monoksida hingga
60 sesi atau lebih untuk lesi diabetik pada kaki.
III.2 Mekanisme
Mekanisme TOHB melalui dua mekanisme yang berbeda. Pertama, bernafas dengan
oksigen murni dalam ruang udara bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) yang tekanannya
lebih tinggi dibandingkan tekanan atmosfer, tekanan tersebut dapat menekan saturasi
hemoglobin, yang merupakan bagian dari sel darah merah yang berfungsi mentransport
oksigen yang secara kimiawi dilepaskan dari paru ke jaringan. Bernafas dengan oksigen
100% pada atmosfer yang normal tidak efek pada saturasi hemoglobin.
Kedua, di bawah tekanan atmosfer, lebih banyak oksigen gas terlarut dalam plasma.
Meskipun dalam kondisi normal transport oksigen terlarut dalam plasma jauh lebih
signifikan daripada transport oleh hemoglobin, dengan TOHB kontribusi transportasi plasma
untuk jaringan oksigenasi sangat meningkat. Sebenarnya, menghirup oksigen murni pada
tiga kali yang normal atmosfer. Hasil tekanan dalam peningkatan 15 kali lipat dalam
konsentrasi oksigen terlarut dalam plasma. Itu adalah konsentrasi yang cukup untuk
memasok kebutuhan tubuh saat istirahat bahkan dalam total tidak adanya hemoglobin.
Sistem kerja TOHB, pasien dimasukkan dalam ruangan dengan tekanan lebih dari 1
atm, setelah mencapai kedalaman tertentu disalurkan oksigen murni (100%) kedalam ruang
tersebut. Ketika kita bernapas dalam keadaan normal, udara yang kita hirup komposisinya
terdiri dari hanya sekitar 20% adalah oksigen dan 80%nya adalah nitrogen.
Pada TOHB, tekanan udara meningkat sampai dengan 2 kali keadaan nomal dan pasien
bernapas dengan oksigen 100%. Pemberian oksigen 100% dalam tekanan tinggi,
menyebabkan tekanan yang akan melarutkan oksigen kedalam darah serta jaringan dan
cairan tubuh lainnya hingga mencapai peningkatan konsentrasi 20 kali lebih tinggi dari
normal.
Oksigenasi ini dapat memobilisasi penyembuhan alami jaringan, hal ini merupakan
anti inflamasi kuat yang merangsang perkembangan pembuluh darah baru, dapat membunuh
bakteri dan mengurangi pembengkakan.
III.3 Persiapan
Persiapan terapi oksigen hiperbarik antara lain:
· Pasien diminta untuk menghentikan kebiasaan merokoknya 2 minggu sebelum
proses terapi dimulai. Tobacco mempunyai efek vasokonstriksi sehingga mengurangi
penghantaran oksigen ke jaringan.
· Beberapa medikasi dihentikan 8 jam sebelum memulai terapi oksigen hiperbarik
antara lain vitamin c, morfin dan alkohol.
· Pasien diberikan pakaian yang terbuat dari 100% bahan katun dan tidak memakai
perhiasan, alat bantu dengar, lotion yang terbuat dari bahan dasar petroleum, kosmetik, bahan
yang mengandung plastik, dan alat elektronik.
· Pasien tidak boleh menggunakan semua zat yang mengandung minyak atau
alkohol (yaitu, kosmetik, hairspray, cat kuku, deodoran, lotion, cologne, parfum, salep)
dilarang karena berpotensi memicu bahaya kebakaran dalam ruang oksigen hiperbarik.
· Pasien harus melepaskan semua perhiasan, cincin, jam tangan, kalung, sisir
rambut, dan lain-lain sebelum memasuki ruang untuk mencegah goresan akrilik silinder di
ruang hiperbarik.
· Lensa kontak harus dilepas sebelum masuk ke ruangan karena pembentukan
potensi gelembung antara lensa dan kornea.
· Pasien juga tidak boleh membawa koran, majalah, atau buku untuk menghindari
percikan api karena tekanan oksigen yang tinggi berisiko menimbulkan kebakaran.
· Sebelum pasien mendapatkan terapi oksigen hiperbarik, pasien dievaluasi terlebih
dahulu oleh seorang dokter yang menguasai bidang hiperbarik. Evaluasi mencakup penyakit
yang diderita oleh pasien, apakah ada kontraindikasi terhadap terapi oksigen hiperbarik pada
kondisi pasien.
· Sesi perawatan hiperbarik tergantung pada kondisi penyakit pasien. Pasien
umumnya berada pada tekanan 2,4 atm selama 90 menit. Tiap 30 menit terapi pasien
diberikan waktu istirahat selama 5 menit. Hal ini dilakukan untuk menghindari keracunan
oksigen pada pasien.
· Terapi oksigen hiperbarik memerlukan kerjasama multidisiplin sehingga satu
pasien dapat ditangani oleh berbagai bidang ilmu kedokteran.
· Pasien dievaluasi setiap akhir sesi untuk perkembangan hasil terapi dan melihat
apakah terjadi komplikasi hiperbarik pada pasien.
· Untuk mencegah barotruma GI, ajarkan pasien benapas secara normal (jangan
menelan udara) dan menghindari makan besar atau makanan yang memproduksi gas atau
minum sebelum perawatan.
Resistensi Insulin
Kelainan Metabolik
Lemas
HbA1c naik Pembentukan sorbitol
Polfagi
Angiopati
Neuropati
Motorik Sensorik
Turbulen
Ulkus dan
selulitis tungkai
VI. PEMBAHASAN
Ulserasi kaki diabetikum adalah penyakit dengan etiologi multifaktorial yang
memerlukan pendekatan yang multidisipliner. Termasuk didalamnya penyembuhan penyakit
utama dan penyakit komorbid, restorasi perfusi pada kaki jika dibutuhkan, dan
menyingkirkan beban biologik dan mekanik terhadap kaki. Mr.K mendapatkan terapi dengan
pendekatan multidisipliner: semua masalah diidentifikasi dan diperbaiki, termasuk
kebutuhan untuk debridement mekanis dan terapi lukanya itu sendiri. Saat terapi standar ini
gagal memperlihatkan kecenderungan terhadap penyembuhan, terapi advanced modalities
seperti HBOT baru diimplementasikan.
Pada kasus Mr.K terapi standar tidak dilakukan namun langsung menggunakan terapi
HBOT saja yang (walaupun tidak melukai pasien) gagal menyembuhkan ulserasi pasien. Juga
karena pasien memiliki tekanan pedal yang normal dan oksigenasi jaringan yang memadai
yaitu 56 mmHg (tekanan 40 mmHg atau lebih pada daerah dekat luka adalah tanda oksigenasi
yang baik, dan HBOT direkomendasikan untuk tidak diteruskan).
Karena luka nya tidak mengalami penyembuhan, Mr.K datang ke klinik penulis (45 hari
setelah onset luka) dan diterapi secara benar dengan menggunakan pendekatan multidisipliner.
Semua masalah yang menyebabkan penyembuhan luka Mr.K melambat diidentifikasikan dan
diterapi. Setelah semua masalah dibenarkan, luka mulai mengalami penyembuhan, dan
epitelisasi lengkap terjadi dalam 3 bulan.
Kasus ini menyorot 2 aspek penting dari HBOT. Pertama HBOT adalah terapi tambahan
yang digunakan bersamaan dengan terapi utama dalam manajemen ulserasi kaki diabetikum
yang harus digunakan bila ada indikasi. Kedua, untuk menghindari HBOT yang terlalu lama
atau tidak membuahkan hasil, maka HBOT centers yang berdiri sendiri harus ada tim
penanganan luka yang multidisipline. Tim tersebut idealnya terdiri dari diabetologis, dokter
bedah (umum dan, atau vaskular dan atau ortopedi), podriatris, ortodis, educator, dan teknisi
plester. Luka yang tidak dapat sembuh harus diperiksa oleh dokter hiperbarik dan spesialis
penanganan luka sebelum dan selama HBOT.
DAFTAR PUSTAKA
Gitarja. W.S. 2008. Perawatan luka diabetes. Edisi 2. Bogor: wocare publishing
Huda Nuh T.2010. Pengaruh hiperbarik oksigen terhadap perfusi perifer luka gangren pada
penderita diabetes mellitus di RS AL Dr. Ramelan surabaya. Balai penerbit FKUI. Jakarta.
Mutluoglu M, Uzun G, Yildiz S, 2011 Hyperbaric oxygen therapy in the treatment of diabetic
foot ulcers--prudent or problematic: a case report.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20567052