Professional Documents
Culture Documents
123dok Karakteristik+Arang+Aktif+Tempurung+Biji+Nyamplung+ (Calophyllum+inophyllum+Linn) +dan+Aplikasinya+Seb PDF
123dok Karakteristik+Arang+Aktif+Tempurung+Biji+Nyamplung+ (Calophyllum+inophyllum+Linn) +dan+Aplikasinya+Seb PDF
123dok Karakteristik+Arang+Aktif+Tempurung+Biji+Nyamplung+ (Calophyllum+inophyllum+Linn) +dan+Aplikasinya+Seb PDF
SANTIYO WIBOWO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Karakteristik Arang Aktif
Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) dan Aplikasinya
Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung adalah benar hasil karya saya sendiri dan
belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan
telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Santiyo Wibowo
NRP E251070084
ABSTRACT
Arang aktif merupakan salah satu bahan yang diperlukan industri dalam
proses poduksi, baik industri pangan maupun non pangan. Arang aktif digunakan
sebagai bahan penjerap (adsorbsi) untuk menghilangkan bau, gas beracun, dan
warna, atau sebagai bahan penyaring/penjenih air, pemurni dan pemucat, misalnya
pada industri pemurnian gula, gas, minyak dan lemak, minuman, pengolahan pulp,
pupuk, kimia, dan farmasi.
Tempurung nyamplung merupakan limbah dari pengusahaan minyak biji
nyamplung yang belum digali pemanfaatannya. Salah satu kemungkinan
pemanfaatannya adalah dikonversi menjadi arang aktif yang akan diaplikasikan pada
penjernihan minyak nyamplung. Saat ini minyak nyamplung hanya dimanfaatkan
sebagai bahan campuran pembuatan batik dan batu bata atau sebagai bahan bakar
alternatif. Di pihak lain minyak nyamplung mempunyai potensi sebagai bahan obat
dan kosmetik. Untuk memperoleh minyak yang berkualitas baik terutama sebagai
bahan obat dan kosmetik, minyak perlu dimurnikan terlebih dahulu. Pemurnian
bertujuan untuk menghilangkan rasa, bau, warna, kotoran, dan memperpanjang
umur simpan. Salah satu cara pemurnian minyak adalah menggunakan bahan
penyerap arang aktif.
Pada penelitian ini dilakukan pengkajian yang bertujuan untuk
mengidentifikasi karakteristik arang aktif tempurung biji nyamplung, mendapatkan
kondisi yang optimal dalam pembuatan arang aktif tempurung biji nyamplung, dan
mengetahui pengaruh arang aktif terhadap sifat fisiko-kimia minyak nyamplung.
Tempurung biji nyamplung dikarbonisasi pada suhu 500 oC selama 5 jam.
Arang yang dihasilkan kemudian diberi perlakuan perendaman dengan 0, 5 dan 10%
H3PO4, selanjutnya diaktivasi pada suhu 700 dan 800 oC, selama 60 dan 120 menit.
Analisis pola struktur dilakukan terhadap tempurung, arang dan arang aktif
menggunakan FTIR, XRD, SEM, EDX dan GCMS Pyrolisis. Mutu arang diuji
dengan SNI 01-1682-1996 dan arang aktif diuji dengan SNI 06-3703-1995. Kondisi
optimal pembuatan arang aktif dihitung menggunakan index bilangan iod.
Selanjutnya diaplikasikan dalam pemurnian minyak nyamplung dengan konsentrasi
0, 5, 10, 15 dan 20%.
Hasil analisis pola struktur menunjukkan terjadinya perubahan pola pada
tempurung, arang dan arang aktif nyamplung. Ini dilihat dari perubahan gugus
fungsi, derajat kristalinitas, penampakan permukaan, perubahan unsur dan senyawa
kimia.
Kondisi optimal untuk memproduksi arang aktif tempurung nyamplung
dihasilkan pada proses menggunakan aktivator H3PO4 10%, suhu aktivasi 700 oC dan
lama aktivasi 120 menit. Arang aktif tersebut sudah memenuhi persyaratan SNI 06-
3703-1995. Penggunaan arang aktif tempurung biji nyamplung berpengaruh nyata
terhadap kadar air, bilangan asam, bilangan iod, bilangan peroksida dan kejernihan
minyak nyamplung tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan penyabunan
dan iod. Arang aktif sebesar 20% memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
perlakuan lainnya karena menghasilkan minyak dengan kadar air, bilangan asam,
peroksida terendah, kejernihan tertinggi, dan meningkatkan pH minyak.
SANTIYO WIBOWO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Science
pada Mayor Ilmu Teknologi Hasil Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
HALAMAN PENGESAHAN
NRP : E251070084
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr Dr. Gustan Pari, M.Si, APU
Ketua Anggota
Diketahui:
Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc Prof.Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,
MS
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, atas Rahmat
dan Ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesakan karya ilmiah berjudul
Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum
Linn) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung yang merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Teknologi Hasil
Hutan, Departemen Hasil Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Selama persiapan dan pelaksaaan penelitian sampai selesainya karya ilmiah
ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati dan
penghargaan kepada :
− Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing,
− Dr. Gustan Pari, M.Si, APU selaku Anggota Komisi Pembimbing.
− Ir. Deded Syarif Nawawi, M.Sc atas kesediaanya selaku dosen penguji,
− Ketua dan Sekretaris Program Mayor Ilmu Teknologi Hasil Hutan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
− Kepala Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli.
− Kepala Pusat Penelitian Hasil Hutan, Ketua Kelompok Peneliti Pengolahan Kimia
dan Energi Hasil Hutan dan Kepala Laboratorium Terpadu Puslitbang Hasil
Hutan Bogor yang telah memberikan ijin dan penggunaan fasilitas laboratorium.
− Seluruh Laboran di Lab. Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan Bogor.
− Rekan-rekan Research School Angkatan 2007 atas bantuan dan kebersamaannya.
− Kepada orang tua (Sanly Suratman dan Ratna Komala Sari), mertua (Gafar BA
dan Djanewar), istri tercinta (Rozza Tri Kwatrina) dan buah hati tersayang (Nurul
Afiyah dan Alya Zahra Nazifah).
− Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan doa dan
materi yang diberikan.
Akhir kata semoga karya tulis ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Santiyo Wibowo
RIWAYAT HIDUP
KARAKTERISTIK ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI
NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum Linn) DAN
APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MINYAK NYAMPLUNG
SANTIYO WIBOWO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Karakteristik Arang Aktif
Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) dan Aplikasinya
Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung adalah benar hasil karya saya sendiri dan
belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan
telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Santiyo Wibowo
NRP E251070084
ABSTRACT
Arang aktif merupakan salah satu bahan yang diperlukan industri dalam
proses poduksi, baik industri pangan maupun non pangan. Arang aktif digunakan
sebagai bahan penjerap (adsorbsi) untuk menghilangkan bau, gas beracun, dan
warna, atau sebagai bahan penyaring/penjenih air, pemurni dan pemucat, misalnya
pada industri pemurnian gula, gas, minyak dan lemak, minuman, pengolahan pulp,
pupuk, kimia, dan farmasi.
Tempurung nyamplung merupakan limbah dari pengusahaan minyak biji
nyamplung yang belum digali pemanfaatannya. Salah satu kemungkinan
pemanfaatannya adalah dikonversi menjadi arang aktif yang akan diaplikasikan pada
penjernihan minyak nyamplung. Saat ini minyak nyamplung hanya dimanfaatkan
sebagai bahan campuran pembuatan batik dan batu bata atau sebagai bahan bakar
alternatif. Di pihak lain minyak nyamplung mempunyai potensi sebagai bahan obat
dan kosmetik. Untuk memperoleh minyak yang berkualitas baik terutama sebagai
bahan obat dan kosmetik, minyak perlu dimurnikan terlebih dahulu. Pemurnian
bertujuan untuk menghilangkan rasa, bau, warna, kotoran, dan memperpanjang
umur simpan. Salah satu cara pemurnian minyak adalah menggunakan bahan
penyerap arang aktif.
Pada penelitian ini dilakukan pengkajian yang bertujuan untuk
mengidentifikasi karakteristik arang aktif tempurung biji nyamplung, mendapatkan
kondisi yang optimal dalam pembuatan arang aktif tempurung biji nyamplung, dan
mengetahui pengaruh arang aktif terhadap sifat fisiko-kimia minyak nyamplung.
Tempurung biji nyamplung dikarbonisasi pada suhu 500 oC selama 5 jam.
Arang yang dihasilkan kemudian diberi perlakuan perendaman dengan 0, 5 dan 10%
H3PO4, selanjutnya diaktivasi pada suhu 700 dan 800 oC, selama 60 dan 120 menit.
Analisis pola struktur dilakukan terhadap tempurung, arang dan arang aktif
menggunakan FTIR, XRD, SEM, EDX dan GCMS Pyrolisis. Mutu arang diuji
dengan SNI 01-1682-1996 dan arang aktif diuji dengan SNI 06-3703-1995. Kondisi
optimal pembuatan arang aktif dihitung menggunakan index bilangan iod.
Selanjutnya diaplikasikan dalam pemurnian minyak nyamplung dengan konsentrasi
0, 5, 10, 15 dan 20%.
Hasil analisis pola struktur menunjukkan terjadinya perubahan pola pada
tempurung, arang dan arang aktif nyamplung. Ini dilihat dari perubahan gugus
fungsi, derajat kristalinitas, penampakan permukaan, perubahan unsur dan senyawa
kimia.
Kondisi optimal untuk memproduksi arang aktif tempurung nyamplung
dihasilkan pada proses menggunakan aktivator H3PO4 10%, suhu aktivasi 700 oC dan
lama aktivasi 120 menit. Arang aktif tersebut sudah memenuhi persyaratan SNI 06-
3703-1995. Penggunaan arang aktif tempurung biji nyamplung berpengaruh nyata
terhadap kadar air, bilangan asam, bilangan iod, bilangan peroksida dan kejernihan
minyak nyamplung tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan penyabunan
dan iod. Arang aktif sebesar 20% memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
perlakuan lainnya karena menghasilkan minyak dengan kadar air, bilangan asam,
peroksida terendah, kejernihan tertinggi, dan meningkatkan pH minyak.
SANTIYO WIBOWO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Science
pada Mayor Ilmu Teknologi Hasil Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
HALAMAN PENGESAHAN
NRP : E251070084
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr Dr. Gustan Pari, M.Si, APU
Ketua Anggota
Diketahui:
Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc Prof.Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,
MS
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, atas Rahmat
dan Ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesakan karya ilmiah berjudul
Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum
Linn) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung yang merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Teknologi Hasil
Hutan, Departemen Hasil Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Selama persiapan dan pelaksaaan penelitian sampai selesainya karya ilmiah
ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati dan
penghargaan kepada :
− Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing,
− Dr. Gustan Pari, M.Si, APU selaku Anggota Komisi Pembimbing.
− Ir. Deded Syarif Nawawi, M.Sc atas kesediaanya selaku dosen penguji,
− Ketua dan Sekretaris Program Mayor Ilmu Teknologi Hasil Hutan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
− Kepala Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli.
− Kepala Pusat Penelitian Hasil Hutan, Ketua Kelompok Peneliti Pengolahan Kimia
dan Energi Hasil Hutan dan Kepala Laboratorium Terpadu Puslitbang Hasil
Hutan Bogor yang telah memberikan ijin dan penggunaan fasilitas laboratorium.
− Seluruh Laboran di Lab. Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan Bogor.
− Rekan-rekan Research School Angkatan 2007 atas bantuan dan kebersamaannya.
− Kepada orang tua (Sanly Suratman dan Ratna Komala Sari), mertua (Gafar BA
dan Djanewar), istri tercinta (Rozza Tri Kwatrina) dan buah hati tersayang (Nurul
Afiyah dan Alya Zahra Nazifah).
− Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan doa dan
materi yang diberikan.
Akhir kata semoga karya tulis ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Santiyo Wibowo
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
V. KESIMPULAN .......................................................................................... 57
LAMPIRAN .................................................................................................... 64
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Rataan sifat fisiko kimia tempurung biji nyamplung .................. 26
2. Bilangan gelombang tempurung nyamplung, arang dan
arang aktif ................................................................................... 30
3. Struktur kristalin dan lapisan aromatik pada bahan baku,
arang dan arang aktif tempurung nyamplung ............................. 32
4. Derajat kristalinitas beberapa bahan berlignoselulosa ................ 35
5. Diameter pori tempurung nyamplung, arang dan arang aktif ...... 36
6. Sifat arang tempurung biji nyamplung ........................................ 39
7. Mutu arang dan arang aktif tempurung nyamplung .................... 41
8. Analisis EDX tempurung nyamplung, arang dan arang aktif ..... 44
9. Hasil perhitungan terhadap total bilangan iodium arang aktif
tempurung nyamplung ............................................................... 48
10. Sifat fisiko kimia minyak nyamplung sebelum dan sesudah
perlakuan ..................................................................................... 49
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisa kimia tempurung biji nyamplung ..................................... 64
2. Absorban FTIR tempurung nyamplung, arang dan arang aktif.... ... 66
3. Komponen kimia tempurung nyamplung, arang dan arang aktif .. 69
4. Analisis Energy Dispersive X Ray Analyzer (EDX) tempurung
nyamplung ....................................................................................... 73
5. Rekapitulasi analisis keragaman dan uji kelompok wilayah
Duncan hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu
aktivasi terhadap rendemen arang aktif tempurung nyamplung....... 76
6. Rekapitulasi analisa keragaman pengaruh aktivator, suhu dan
waktu terhadap kadar air arang aktif tempurung nyamplung ......... 77
7. Rekapitulasi analisa keragaman pengaruh aktivator, suhu dan
waktu terhadap zat terbang arang aktif tempurung nyamplung ... 78
8. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah
Duncan hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu
terhadap kadar abu arang aktif tempurung nyamplung .............. ... 79
9. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah
Duncan hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu
terhadap karbon terikat arang aktif tempurung nyamplung ............. 80
10. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah
Duncan hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu
terhadap daya jerap iod arang aktif tempurung nyamplung ......... .... 81
11. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah
Duncan hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu
terhadap daya jerap benzene arang aktif tempurung nyamplung ..... 82
12. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah
Duncan hasil pengamatan pengaruh jenis dan konsentrasi
adsorben terhadap kadar air minyak nyamplung .............................. 83
13. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah
Duncan hasil pengamatan pengaruh jenis dan konsentrasi
adsorben terhadap bilangan asam minyak nyamplung ...................... 84
14. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah
Duncan hasil pengamatan pengaruh jenis dan konsentrasi
adsorben terhadap bilangan penyabunan minyak nyamplung ......... 85
15. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah
Duncan hasil pengamatan pengaruh jenis dan konsentrasi
adsorben terhadap bilangan iod minyak nyamplung ......................... 83
1. PENDAHULUAN
2.1 Arang
Menurut Sudradjat dan Soleh (1994), arang aktif adalah arang hasil proses
lanjutan dimana konfigurasi atomnya dibebaskan dari ikatan unsur lain dan pori
dibersihkan dari senyawa atau kotoran lainnya (hidrokarbon, ter dan senyawa
organik lainnya) sehingga luas permukaannya bertambah besar menjadi sekitar
300 sampai 2000 m2/g yang menyebabkan daya adsorpsinya meningkat.
Perbedaan antara arang dengan arang aktif adalah pada bagian permukaannya.
Bagian permukaan arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang
menghalangi keaktifannya, sementara bagian permukaan arang aktif relatif bebas
dari deposit dan permukaannya lebih luas serta pori-pori yang terbuka, sehingga
dapat melakukan penjerapan (adsorption) (Smisek & Cerny 1970). Untuk
mengaktifkan arang menjadi arang aktif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
cara kimia dan fisika.
7
NaSO4, SO2, ZnCl2, Na2SO3, (NH4)2S2O8 (Kirk & Othmer 1940 dalam Djatmiko
et al. 1985; Jagtoyen & Derbyshire 1998; Castila et al. 2000; Sabio et al. 2003).
Pada cara kimia, sebelum dipanaskan arang direndam dalam larutan
larutan kimia selama 24 jam lalu ditiriskan, selanjutnya dipanaskan pada suhu
600-900oC selama 1 – 2 jam. Dengan suhu tinggi tersebut diharapkan bahan
pengaktif dapat masuk di antara lapisan atau plat heksagonal kristalit arang dan
membuka permukaan arang yang tertutup (Tanaike & Inagaki 1999).
Menurut Pari (2004), cara kimia sering menyebabkan pengotoran pada
produk arang aktif. Hal ini disebabkan bahan pengaktif kimia meninggalkan sisa
oksida yang tidak larut air pada saat proses pencucian. Untuk mengikat kembali
sisa bahan kimia atau abu yang menempel biasanya dilakukan pelarutan HCL
pada arang aktif.
Adsorbsi adalah pembentukan lapisan berupa gas atau cairan oleh molekul
dalam fasa fluida pada permukaan padatan oleh gaya tarik Van Der Waals.
Dimana terjadi perubahan kepekatan molekul, ion atau atom antar permukaan
dalam dua fase. Bila ke dua fase saling berinteraksi, maka akan terbentuk suatu
8
fase baru yang berbeda dengan masing-masing fase sebelumnya (Manocha 2003;
Pari 2004).
Faktor yang mepengaruhi daya serap (adsorpsi) arang aktif (Sembiring &
Sinaga 2003) yaitu :
1. Sifat arang aktif sebagai adsorben, yaitu ukuran dan kehalusan pori, semakin
kecil pori-pori arang aktif, luas permukaan semakin besar dan kecepatan
adsorpsi bertambah.
2. Sifat komponen yang diserap (adsorbat), yaitu ukuran dan polaritas molekul,
gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari
senyawa serapan.
3. Sifat larutan, yaitu temperatur dan pH, pada asam organik, adsorpsi akan
meningkat bila pH diturunkan (dengan penambahan asam mineral) yang
mengurangi ionisasi asam organik tersebut, sedangkan bila pH asam organik
dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang
sebagai akibat terbentuknya garam.
4. Lamanya proses adsorbsi atau waktu kontak.
Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk
mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik
dengan jumlah arang yang digunakan. Selain ditentukan oleh dosis arang
aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan
dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk
bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai
viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama.
Terdapat tiga kelompok penggunaan arang aktif dalam industri (LIPI 1999),
yaitu:
1) Penggunaan untuk gas seperti;
pemurnian gas (desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk dan
asap), pengolahan LNG (desulfurisasi dan penyaringan bahan mentah),
katalisator (katalisator reaksi/pengangkut vinil klorida dan vinil asetat),
pengunaan lain (mengilangkan bau pada kamar pendingin atau mobil).
9
2) Penggunaan untuk cairan;
Industri obat dan makanan (menyaring dan menghilangkan warna), industri
minuman ringan dan keras (menghilangkan warna dan bau), kimia
perminyakan (zat perantara dan penyulingan bahan mentah), pembersih air
(menyaring dan menghilangkan warna, bau zat pencemar dalam air, sebagai
alat pelindung dan penukar resin dalam alat penyulingan air), pembersih air
buangan (membersihkan air buangan dari pencemar, warna, bau dan logam
berat), penambakan udang dan benur (pemurnian, menghilangkan bau dan
warna air tambak), pelarut yang digunakan kembali (penarikan kembali
berbagi pelarut, sisa metanol, etil asetat dan lainnya).
3) Penggunaan lainnya;
Industri pengolahan pulp (pemurnian dan penghilangan bau), industri
pengolahan pupuk (pemurnian), pengolahan emas (pemurnian), penyaringan
minyak makan dan glukosa (menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak).
10
fibrosis. Selain itu arang sebagai pereduksi kolesterol dimana sejumlah pasien
berkolesterol tinggi yang diberi konsumsi 8 g arang per hari turun 25% dari total
kolesterol, 41% kolesterol jahat LDL (low density lipoprotein), serta
melipatgandakan rasio HDL/LDL kolesterol. Hal ini karena arang menyerap
penyumbat jantung dan melancarkan peredaran darah koroner (British Journal of
Nutrition dalam Fitriani 2007).
11
12
polyurethane (Sudradjat 2007). Hasil penelitian Sahirman (2008) melaporkan
bahwa biodiesel dari minyak nyamplung sebagian besar sudah memenuhi
persyaratan SNI 04-7182-2006 yaitu massa jenis, angka setana, titik nyala, korosi
kepngan tembaga, air dan sedimen, kandungan belerang, kandungan fosfor, kadar
gliserol, kadar alkil ester dan angkan iodium. Meskipun bilangan asam,
viscositas, residu karbon dan titik kabut beberapa parameter masih belum
memenuhi syarat.
Di beberapa negara Eropa dan Amerika, saat ini minyak nyamplung sudah
dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan dan sudah diperjualbelikan secara bebas.
Salah satu merk dagang yang menggunakan minyak nyamplung adalah True
Tamanu dengan harga $29,95 per 1 oz (setara dengan 29,5 ml). Menurut
Soerawidjaja (2008), minyak nyamplung mengandung koumarin, diantaranya;
calophyllolide, inofilolid dan calophyllic acid yang berkhasiat sebagai anti radang
(anti inflammatory), anti koagulan, anti bakteri, serta 4-phenylcoumarin yang
berkhasiat sebagai canser chemopreventive agent.
13
III. BAHAN DAN METODE
14
3.3.2 Pembuatan Arang
1. Rendemen arang
Rendemen arang ditetapkan dengan menghitung perbandingan berat arang
terhadap berat bahan baku awal.
Rendemen (%) = Berat arang x 100
Berat bahan baku
2. Kadar air
Contoh sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 24 jam. Setelah didinginkan
dalam desikator, lalu ditimbang sampai beratnya tetap.
Kadar air (%) = Berat contoh awal – berat contoh akhir x 100
Berat contoh awal
15
3. Kadar zat terbang
Contoh kering oven ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam
cawan porselin yang telah diketahui beratnya, lalu dimasukkan ke dalam tanur
listrik pada suhu 950 oC selama 10 menit. Setelah didinginkan dalam desikator
ditimbang sampai beratnya tetap.
Kadar zat terbang (%) = Berat contoh awal – berat contoh sisa x 100
Berat contoh awal
4. Kadar abu
Contoh kering oven ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam
cawan porselin yang sudah diketahui beratnya, kemudian dimasukkan ke dalam
tanur listrik pada suhu 700 oC selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator
ditimbang sampai beratnya tetap.
Kadar abu (%) = Berat contoh sisa x 100
Berat contoh awal
6. Nilai kalor
Contoh kering oven ditimbang 1 gram, lalu diikat dengan kawat halus.
Kemudian dimasukkan ke dalam tempat pembakaran pada alat kalorimeter dan
ditutup dengan rapat agar tidak ada udara yang masuk. Dicatat perubahan kalor
yang terjadi. Percobaan diulang sebanyak 3 kali.
8. Daya jerap terhadap uap benzena
Contoh kering oven ditimbang 1gram dan dimasukkan ke dalam petridish,
lalu ditimbang lagi, kemudian diletakkan di dalam eksikator yang berisi uap
benzena. Diamati pada jam ke-24 dan 48 dengan cara mengangkat petridish, lalu
dibiarkan ± 15 menit lalu ditimbang.
Daya jerap uap benzena (%) = Berat contoh akhir – berat contoh awal x 100
Berat contoh awal
2. Kadar air
Contoh sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 24 jam. Setelah didinginkan
dalam desikator, lalu ditimbang sampai beratnya tetap.
Kadar air (%) = Berat contoh awal – berat contoh akhir x 100
Berat contoh awal
4. Kadar abu
Contoh kering oven ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam
cawan porselin yang sudah diketahui beratnya, kemudian dimasukkan ke dalam
tanur listrik pada suhu 700 oC selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator
ditimbang sampai beratnya tetap.
Kadar abu (%) = Berat contoh sisa x 100
Berat contoh awal
18
3.3.4 Karakteristik pola struktur arang dan arang aktif
Untuk mengetahui pola struktur arang dan arang aktif aktif digunakan
peralatan:
1. FTIR (Fourier Transform Infra Red); digunakan untuk mengetahui perubahan
gugus fungsi contoh akibat kenaikan suhu pada proses pirolisis dan aktivasi.
Caranya adalah dengan mencampur serbuk arang dengan KBr menjadi bentuk
pelet. Selanjutnya diukur serapannya pada bilangan gelombang 60-4000 cm-1
2. SEM (Scaning Electron Microscopy); digunakan untuk mengetahui topografi
permukaan dan ukuran pori contoh.
3. XRD (X-ray Difractometer); untuk mengetahui derajat kristalinitas, tinggi,
lebar, jarak dan jumlah lapisan aromatik yang dilakukan dengan cara
menginterpretasikan pola difraksi dari hamburan sinar X pada contoh.
Penetapan derajat kristalinitas, tinggi (Lc), lebar (La), jarak (d) dan jumlah
lapisan aromatik (N) dilakukan menurut Kercher & Nagle (2003); Schukin et
al. (2002) yaitu:
θ = sudut difraksi
X = derajat kristalinitas
19
3.3.5 Aplikasi Arang Aktif pada pemurnian minyak nyamplung
Sampel arang aktif yang memiliki nilai analisa fisiko-kimia terbaik diuji
cobakan pada minyak nyamplung. Arang aktif terlebih dahulu dicuci dengan air
suling sampai pH air cuciannya netral, lalu ditiriskan dan dihaluskan hingga lolos
saringan 120 mesh, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 °C.
Penjernihan minyak dilakukan dengan mencampur arang aktif dengan
konsentrasi 0, 5, 10, 15 dan 20% (b/b) ke dalam 100 g minyak lalu diaduk dengan
shaker selama 1 jam. Minyak hasil pencampuran didiamkan selama ± 24 jam
kemudian disaring dengan kertas saring. Minyak sebelum dan sesudah perlakuan
dianalisa sifat fisiko-kimianya yaitu; kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida,
bilangan iod dan kejernihan minyak serta kandungan senyawa minyak. Kemudian
dilakukan penelitian pemurnian minyak menggunakan bentonit sebagai
pembanding dengan konsentrasi 5%, 10%, 15% dan 20%.
V = volume NaOH atau KOH yang diperlukan dalam titrasi contoh (ml)
N = normalitas NaOH/KOH
m = berat contoh (gram)
M = berat molekul asam lemak yang dinyatakan sebagai asam oleat yaitu 282
20
b. Penentuan Bilangan peroksida (AOAC 1999b)
Contoh minyak yang sudah disaring ditimbang sebanyak 0,1 – 0,5 gram
dalam labu erlenmeyer 250 ml yang tertutup. Sebanyak 20 ml khoroform dan 25
larutan Wijs ditambahkan ke dalam contoh menggunakan pipet dengan hati-hati.
Erlenmeyer kemudian disimpan ditempat gelap selama 1 jam kemudian
ditambahkan 20 ml KI 15% dan 100 ml aquades. Titrasi dilakukan dengan larutan
tiosulfat 0,1 N dengan indikator kanji. Dengan cara yang sama dilakukan juga
titrasi blanko.
Bilangan Iod = (B – A) x N x 12,69
berat contoh
dimana : A = ml natrium tiosulfat untuk titrasi contoh
B = ml natrium tiosulfat untuk titrasi blanko
N = normalitas titer
12,69 = sepersepuluh dari berat atom iod
21
d. Bilangan Penyabunan (SNI 01-3555-1994)
22
Shimadzu QP 5050 A. Kondisi alat memakai suhu kolom 60 oC, suhu detector
300 oC, suhu injector 280 oC dan waktu analisa 35 menit. Minyak nyamplung
disaring dengan kertas saring, kemudian minyak diijeksikan ke dalam GC
sejumlah 0,2 μL sehingga terkromatografi dengan komponen yang terpisah.
Selanjutnya spektrum puncak kromatogram dari sampel akan dicocokkan oleh
spektrum yang ada dalam Library yang menyimpan berbagai jenis senyawa.
Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
23
Tempurung biji
bintangur Analisa
Pengarangan (karbonisasi)
(± 500 oC, 5 jam)
Analisa arang
Arang
Ditiriskan
Mutu terbaik
Minyak nyamplung
kasar
Pengadukan, pemanasan (± 80
o
C, 1 jam), pengendapan, dan
penyaringan
Minyak Analisa
24
3.4 Rancangan Percobaan Dan Analisa Data
Yijkl = Pengamatan karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A, taraf ke- j
faktor B, dan taraf ke-k faktor C, yang terdapat pada ulangan ke-l
µ = nilai rataan umum
Ai = Pengaruh perlakuan A pada taraf ke-i
Bj = Pengaruh sebenarnya perlakuan B pada taraf ke-j
Ck = Pengaruh sebenarnya perlakuan C pada taraf ke-k
ABij = Pengaruh sebenarnya interaksi antara taraf ke-i faktor A dengan taraf
ke-j faktor B
ACik= Pengaruh sebenarnya interaksi antara taraf ke-i faktor A dengan taraf
ke-k faktor C
BCjk= Pengaruh sebenarnya interaksi antara taraf ke-j faktor B dengan taraf
ke-k faktor C
ABCijk = Pengaruh sebenarnya interaksi antara taraf ke-i faktor A, taraf ke-j
Jika hasil analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan nyata, maka dilanjutkan
dengan uji lanjut Duncan (Sudjana 1980).
25
2. Aplikasi Arang Aktif pada Minyak Nyamplung
Yij = µ + τi + εij
Yij = mutu minyak ke- j oleh karena perlakuan ke- i (i = 0,5,10,15,20)
µ = Pengaruh rata-rata sebenarnya
τi = Pengaruh konsentrasi rata-rata arang aktif pada taraf ke-i
εij = Kekeliruan percobaan ke-j pada ulangan ke-j
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis kimia tempurung biji nyamplung dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan sifat fisiko kimia tempurung biji nyamplung
Bilangan Gelombang (Cm -1)
Keterangan :
A1 = Konsentrasi H3PO4 0% S1 = Suhu 700 oC W1 = Waktu aktivasi 60 menit
A2 = Konsentrasi H3PO4 5% S2 = Suhu 800 oC W2 = Waktu aktivasi 120 menit
A3 = Konsentrasi H3PO4 10%
1 Tempurung 3430 2922 1741 1624 1511 1462 1377 1323 1251
1161 1109 1034 896
2 Arang 3429 2920 2855 2366 2341 1580 1378 1256 871 810
751
Arang Aktif
3 A1S1W2 3431 2920 2853 2361 2337 1630 1459 1160 1059
874 671
4 A1S2W1 3433 2921 2853 2361 2337 1631 1559 1461 1161
1058 899 873 670 615
5 A1S2W2 3428 2920 2854 2361 2337 1630 1558 1461 1162
1057 874 708 671
6 A2S2W2 3420 2919 2850 2361 2337 1630 1560 1057 672
7 A3S1W1 3429 2919 2853 2361 2337 1632 1559 1112 670
8 A3S1W2 3429 2921 2852 2388 2346 1623 1561 1107 880
616
9 A3S2W2 3416 2918 2849 2360 2325 1563 1094 1066 604
Keterangan :
Adanya uap air pada proses aktivasi arang aktif dan pada saat penghalusan
arang aktif untuk persiapan sampel, ternyata masih berperan dengan
teridentifikasinya gugus OH pada arang aktif. Gugus tersebut dapat berasal dari
reaksi antara uap air dengan senyawa bebas pada permukaan arang yang
diaktivasi dan bukan berasal dari bahan baku tempurung nyamplung. Hal ini
dibuktikan dengan tingkat serapan arang aktif pada bilangan gelombang sekitar
31
3400 cm-1 yang cenderung kembali meningkat dari absorban 1,619 (arang)
menjadi 2 pada arang aktif, meskipun beberapa diantaranya berfluktuatif
(Lampiran 2).
Arang aktif yang dihasilkan memiliki pola serapan dengan jenis ikatan
OH, C-H, C-O, dan C=C. Adanya ikatan OH dan C-O serta hasil GCMS
(Lampiran 3), yang mendeteksi adanya senyawa carbamic acid dan propinoic
acid yang mengandung gugus karbonil (C=O) dan gugus hidroksil (OH), maka
arang aktif akan cenderung bersifat lebih polar, meskipun masih terdapat ikatan
C=C yang bersifat non polar.
Keterangan :
Dari data pada Tabel 3, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi suhu
aktivasi cenderung semakin meningkatkan derajat kristalinitas diikuti semakin
tingginya lapisan aromatik (Lc) tetapi menyebabkan lebar antara lapisan aromatik
(La) semakin rendah. Semakin lama waktu aktivasi menyebabkan derajat
kristalinitas semakin berkurang diikuti semakin tingginya tinggi (Lc) dan lebar
antar lapisan aromatik (La).
33
Tempurung
Arang
A1S1W1
A1S1W2
A2S1W1
A2S1W2
A3S1W1
A3S1W2
A2S2W1
A2S2W2
A3S2W1
A3S2W2
A1S2W1
A1S2W2
Keterangan :
A1 = Konsentrasi H3PO4 0% S1 = Suhu 700 oC W1 = Waktu aktivasi 60 menit
A2 = Konsentrasi H3PO4 5% S2 = Suhu 800 oC W2 = Waktu aktivasi 120 menit
A3 = Konsentrasi H3PO4 10%
Keterangan :
A1 = Konsentrasi H3PO4 0% S1 = Suhu 700 oC W1 = Waktu aktivasi 60 menit
A2 = Konsentrasi H3PO4 5% S2 = Suhu 800 oC W2 = Waktu aktivasi 120 menit
A3 = Konsentrasi H3PO4 10%
Tempurung Arang
0% = Konsentrasi H3PO4 0% 700 oC & 800 oC = Suhu 60 & 120 = Waktu aktivasi
5% = Konsentrasi H3PO4 5%
10% = Konsentrasi H3PO4 10%
Arang aktif yang dihasilkan, secara umum telah memenuhi standar SNI
06-3703-1995 (Tabel 7). Mutu arang aktif yang diamati pada penelitian ini yaitu:
1. Rendemen
Keterangan :
A1 = Konsentrasi H3PO4 0% S1 = Suhu 700 oC W1 = Waktu aktivasi 60 menit
A2 = Konsentrasi H3PO4 5% S2 = Suhu 800 oC W2 = Waktu aktivasi 120 menit
A3 = Konsentrasi H3PO4 10%
2. Kadar air
Kadar air yang dikehendaki pada arang aktif adalah yang bernilai
serendah-rendahnya, karena akan mempengaruhi daya serap terhadap gas atau
cairan (Pari 1996). Kadar air arang aktif tempurung nyamplung berkisar antara
7,15 – 12,61% Nilai kadar air ini memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia
(1995) karena kurang dari 15%. Kadar air terendah diperoleh pada arang aktif
yang diaktivasi dengan H3PO4 10%, suhu 700 oC selama 60 menit yaitu 7,15%,
dan yang tertinggi diperoleh pada arang arang aktif tanpa H3PO4, suhu 800 oC dan
lama aktifasi 60 menit. Kadar air arang aktif secara umum lebih besar dari kadar
air arang. Hal ini disebabkan oleh struktur pori arang aktif yang lebih besar dan
lebih bersifat higroskopis jika dibandingkan dengan arang. Selain itu menurut
Hendaway (2003), kadar air arang aktif dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara,
lama proses pendinginan, penggilingan dan pengayakan. Seperti diketahui bahwa
preparasi sampel arang dan arang aktif berupa penghalusan dan pengayakannya
dilakukan pada ruang terbuka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa faktor
aktivator, suhu, waktu, interaksi aktivator-suhu, aktivator-waktu, suhu-waktu dan
interaksi aktivator-suhu-waktu memberikan pengaruh yang tidak nyata.
43
3. Kadar Zat Terbang
Kadar zat terbang arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 6,36 – 9,19%
(Tabel 7). Nilai kadar zat terbang arang aktif yang dihasilkan memenuhi
persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995), karena kurang dari 25%. Hasil
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa aktivator, suhu, waktu dan interaksinya
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar zat terbang (Lampiran 7) .
Kadar zat terbang terendah diperoleh pada perlakuan aktivasi H3PO4 10%, suhu
800 oC selama 60 menit dan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan aktivasi
H3PO4 0%, suhu 800 oC selama 120 menit. Kadar zat terbang yang tinggi
menunjukkan bahwa permukaan arang aktif mengandung zat terbang yang berasal
dari hasil interaksi antara karbon dengan uap air (Pari 2004). Hal tersebut dapat
mengurangi daya serapnya terhadap gas atau larutan.
Terdapat kecenderungan kadar zat terbang semakin meningkat dengan
semakin meningkatnya suhu dan lama aktivasi. Sementara itu peningkatan
konsentrasi H3PO4 cenderung menurunkan kadar zat terbang. Hal ini
menunjukkan bahwa residu-residu senyawa hidrokarbon yang menempel pada
permukaan arang aktif sudah banyak yang terekstraksi, dan pada saat proses
aktivasi dengan uap H2O, senyawa hidrokarbon yang tereduksi oleh H3PO4
tersebut ikut terlepas. Salah satu fungsi bahan pengaktif asam fosfat adalah tidak
menyebabkan residu hidrokarbon membentuk senyawa organik oksigen yang
dapat bereaksi dengan kristalit karbon (Hassler 1963 dalam Sudardjat dan Suryani
2002).
4. Kadar Abu
Kadar abu arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 4,01 – 17,32%.
Nilai tersebut umumnya memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995),
karena kurang dari 10%, kecuali arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0%, suhu 800
o
C, 60 menit dan perlakuan aktivasi H3PO4 0%, suhu 800 oC, 120 menit (Tabel 7).
Kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan aktivator H3PO4 5%, suhu 800 oC,
60 menit, dan kadar tertinggi diperoleh pada perlakuan aktivator H3PO4 0%, suhu
800 oC, selama 120 menit. Tingginya kadar abu ini disebabkan oleh adanya
44
proses oksidasi terutama pada suhu tinggi (Sudradjat dan Suryani 2002; Pari
2004).
Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa aktivator, suhu,
waktu dan interaksi aktivator-suhu dan interaksi suhu-waktu memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kadar abu. Sedangkan interaksi aktivator-waktu
dan interaksi aktivator-suhu-waktu tidak berbeda nyata.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pemberian aktivator H3PO4
menghasilkan kadar abu yang lebih rendah bila dibandingkan tanpa pemberian
asam fosphat. Tetapi konsentrasi H3PO4 5% tidak berbeda nyata dengan H3PO4
10%. Demikian juga dengan suhu 800 oC menghasilkan kadar abu yang lebih
tinggi dari suhu 700 oC. Sedangkan lama aktivasi antara 60 menit dan 120 menit
tidak berbeda nyata. Tetapi interaksi suhu dan waktu menunjukkan bahwa pada
suhu 800 oC dengan lama 120 menit akan meningkatkan kadar abu dibandingkan
suhu 800 oC 60 menit, sedangkan pada suhu 700 oC, antara lama waktu 60 dan
120 menit tidak berbeda nyata.
Beberapa unsur anorganik tempurung nyamplung, arang dan arang aktif
(A3W2S2) berdasarkan analisis Energy Dispersive X-ray Analysis (EDX) dapat
dilihat pada Tabel 8
Tabel 8. Analisis EDX tempurung nyamplung, arang dan arang aktif
Elemen Tempurung Arang Arang Aktif
(wt.%) A3S2W2
C 39,36 58,65 70,57
O 60,05 38,91 17
P - - 2,56
K 0,31 1,59 2,64
Ca 0,19 0,32 2,17
Na 0,02 0,28 1,18
Si 0,02 0,02 1,04
S 0,04 0,06 0,27
Al 0,01 - 0,02
Mg - 0,15 0,63
Fe - - 1,49
Pb - - 0,42
5. Kadar Karbon
Besarnya daya serap arang aktif terhadap benzena berkisar antara 10,59 –
19,12%. Nilai tersebut tidak ada yang memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995
(BSN 1995), karena nilainya kurang dari 25%.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa suhu,
waktu, interaksi aktivator-suhu, aktivator-waktu dan interaksi aktivator-suhu-
47
waktu, memberikan hasil yang tidak nyata, sedangkan faktor aktivator dan
interaksi suhu-waktu memberikan hasil yang berbeda nyata. Selanjutnya hasil uji
Duncan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara aktivator
H3PO4 0, 5 dan 10%. Demikian juga dengan perlakuan suhu-waktu, memberikan
hasil yang tidak berbeda nyata terhadap daya serap benzena. Walaupun demikian
terdapat kecenderungan dengan meningkatnya konsentrasi H3PO4, serta
meningkatnya suhu dan lama aktivasi akan meningkatkan daya serap benzena.
Benzena digunakan untuk menguji sifat kepolaran arang aktif, dimana
benzena lebih bersifat non polar (Pari 2004). Rendahnya daya serap benzena
mengindikasikan bahwa arang aktif tempurung nyamplung yang dihasilkan lebih
cenderung bersifat polar. Polaritas arang aktif dapat disebabkan oleh proses
aktivasi menggunakan bahan kimia H3PO4. Asam phosfat akan menghasilkan
bahan terdekomposisi berupa P2O5 yang menempel dan terikat pada permukaan
arang aktif sehingga akan bersifat lebih polar (Pari et al. 2006). Ini dibuktikan
dari hasil analisis EDX yang mendeteksi adanya unsur phospor dalam arang aktif
(Lampiran 4). Kemudian hasil analisis FTIR (Tabel 2), menunjukkan bahwa
arang aktif yang dihasilkan memiliki pola serapan dengan jenis ikatan OH, C-H,
C-O, dan C=C, serta hasil GCMS (Lampiran 3), yang mendeteksi adanya senyawa
carbamic acid dan propinoic acid yang bersifat polar.
Keterangan :
A1 = Konsentrasi H3PO4 0% S1 = Suhu 700 oC W1 = Waktu aktivasi 60 menit
A2 = Konsentrasi H3PO4 5% S2 = Suhu 800 oC W2 = Waktu aktivasi 120 menit
A3 = Konsentrasi H3PO4 10%
1. Kadar Air
2. Bilangan asam
Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH atau NAOH 0,1 N yang
dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak
50
atau lemak. Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas
yang terdapat dalam minyak atau lemak yang dihitung berdasarkan berat molekul
asam lemak atau campuran asam lemak (Ketaren 1989).
Bilangan asam minyak nyamplung sebelum pemurnian adalah 45,76 mg
KOH /gram dan setelah pemurnian berkisar antara 40,41 – 43,86 mg KOH /gram.
Bilangan asam terendah diperoleh pada perlakuan arang aktif 20% dan yang
tertinggi diperoleh pada perlakuan bentonit 5%. Pemberian adsorben arang aktif
dan bentonit secara umum telah berhasil menurunkan kadar bilangan asam dalam
minyak (Tabel 10). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan
bahwa penggunaan adsorben berpengaruh nyata terhadap bilangan asam minyak.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pemberian arang aktif 15% dan 20% tidak
berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Bilangan asam minyak nyamplung lebih tinggi jika dibandingkan dengan
minyak nabati lainnya seperti minyak jarak pagar yang hanya mempunyai
bilangan asam 8,81 mg KOH/g atau minyak sawit yang hanya berkisar antara 2 –
5 mg KOH/g (Widyawati 2006). Hal ini diduga disebabkan oleh adanya
kandungan resin yang terdapat dalam minyak nyamplung yang mencapai 15%
dari minyak (Soerawidjaja 2008). Karakteristik resin pada umumnya mempunyai
bilangan asam yang sangat tinggi, seperti resin kopal dengan bilangan asam
mencapai 125 – 150 mg KOH/g (BSN 2001) atau resin gondorukem yang
mempunyai bilangan asam mencapai 160 – 190 mg KOH/g (BSN 2001).
Sehingga adanya resin dalam minyak nyamplung diduga memberi kontribusi yang
cukup besar terhadap tingginya kadar bilangan asam. Selain itu dapat disebabkan
juga oleh teknik pasca panen dan ekstraksi minyak yang dilakukan pengrajin
minyak nyamplung masih bersifat tradisonal. Pemanenan buah yang dilakukan
pengrajin adalah dengan cara mengumpulkan buah yang rontok dari pohon dan
ekstraksi minyak dilakukan dengan cara menambahkan air panas agar minyak
mudah dipres. Bilangan asam minyak nyamplung dalam penelitian ini lebih
rendah dibandingkan hasil penelitian Sahirman (2008) yang memperoleh bilangan
asam minyak nyamplung sebesar 59,94 mg KOH/g.
Mekanisme penurunan bilangan asam oleh arang aktif disebabkan arang
aktif mempunyai pori-pori dalam jumlah yang sangat besar (Gambar 6) dan
51
permukaannya luas. Adsorpsi terjadi secara fisik karena adanya perbedaan energi
atau gaya tarik menarik elektrik (gaya Van der Walls) yang dimiliki pori-pori
tersebut sehingga mampu menangkap/mengikat molekul asam lemak bebas yang
terdapat dalam minyak nyamplung.
3. Bilangan Penyabunan
4. Bilangan Iod
Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100
gram minyak/lemak. Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak/lemak mampu
menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh, besarnya jumlah iod
yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh.
Makin besar bilangan iod maka jumlah ikatan rangkap semakin besar (Setyowati
2000).
Bilangan iod merupakan parameter mutu minyak untuk menyatakan
derajat ketidakjenuhan minyak atau lemak, dan digunakan untuk menggolongkan
jenis minyak pengering dengan bilangan iod lebih dari 130 dan bukan pengering
dengan bilangan iod di bawah 100 (Ketaren 1989). Selain itu menurut
(Widyawati 2007), minyak yang mengandung bilangan iod yang tinggi, lebih dari
100, akan mudah teroksidasi sehingga dalam penyimpanan akan mudah
52
menimbulkan bau tengik dan sebaliknya minyak/ lemak yang memiliki bilangan
iod rendah, lebih tahan terhadap kerusakan akibat oksidasi.
Pada minyak nyamplung nilai bilangan iod cukup tinggi, tetapi masih di
bawah 100, sehingga dapat digolongkan sebagai minyak tidak mengering.
Bilangan iod minyak nyamplung sebelum perlakuan adalah 90,91 g/100 g, dan
setelah pemberian arang aktif dan bentonit adalah berkisar antara 84,469 – 88,417
g/100 g. Bilangan iod terendah dihasilkan dari pemberian bentonit 20%, dan
tertinggi dihasilkan dari pemberian arang aktif 10%. Penambahan adsorben arang
aktif dan bentonit cenderung menurunkan bilangan iod (Tabel 9). Hal ini diduga
karena adanya reaksi antara adsorben dengan minyak yang menyebabkan
terputusnya ikatan rangkap, sehingga menurunkan nilai bilangan iod. Hasil
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan adsorben berpengaruh nyata
terhadap bilangan iod. Hasil uji Duncan (Lampiran 15) menunjukkan bahwa
pemberian bentonit 20% menghasilkan bilangan iod yang berbeda dengan
perlakuan lainnya.
5. Bilangan Peroksida
6. Kejernihan
a b c d e
Gambar 6. Kejernihan minyak nyamplung menggunakan arang aktif
a. kontrol, b. 5% c. 10% d. 15% e. 20%
pH 5 (asam) 7 (netral)
57
V. KESIMPULAN
[Anonim]. 2003. Bintangur, penekan virus HIV dari Kalimantan. http:// www.
situshijau.co.id/tulisan.php?act = detail &id=167&idkolom=1. [19 April
2008].
[Anonim]. 2008a. Gubernur, Bupati dan Presdir PT.FI Tanam Pohon. Radar
Timika Online. http://www.radartimika.com/article/Utama/7313/. [19 Juni
2008].
[AOAC]. 1999a. AOAC Official Methods 940.28: Free Fatty Acid. Official
Methods of Analysis of AOAC International. 5th Revision. Vol 2. AOAC
International. Meryland.
[AOAC]. 1999b. AOAC Official Methods 965.33: Peroxide Value of Oil and
Fats. Official Methods of Analysis of AOAC International. 5th Revision.
Vol 2. AOAC International. Meryland.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara uji minyak dan lemak. Jakarta:
BSN. (SNI 1-3555-1994).
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1996. Arang aktif teknis. Jakarta: BSN.
(SNI 06-3730-95).
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2001. Kopal. Jakarta. BSN. (SNI 01-
5009.10-2001).
59
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2001. Gondorukem. Jakarta: BSN. (SNI
01-5009.12-2001)
Castila CM, Ramon MVL, Marin FC. 2000. Changes in surface chemistry of
activated carbons by wet oxidation. Carbon 38 : 1995 – 2001.
Derengowski LS, De-Silva CDS, Braz S, De-Sousa TM, Báo SN, Kyaw CM and
Pereira IS. 2009. Antimicrobial effect of farnesol, a Candida albicans
quorum sensing molecule, on Paracoccidioides brasiliensis growth and
morphogenesis. Annals of Clinical Microbiology and Antimicrobials. 8
(13):1476-86.
Fessenden RJ, Fessenden JS. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Pujaatmaka AH,
penerjemah; Jakarta. Erlangga. Terjemahan dari Organic Chemistry,
Third Edition.
Guo J, Luo Y, Lua AC, Chi R, Ychen, Bao X, Xiang S. 2007. Adsortion of
hydrogen sulphide (H2S) by activated carbons derived from oil-palm shell.
Carbon 45 : 330-336.
Hartoyo, Hudaya, N Fadli. 1990. Pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa
dan kayu bakau dengan cara aktifasi uap. Jurnal Penelitian Hutan 8 (1): 8-
16
Hartoyo, Pari G. 1993. Peningkatan rendemen dan daya serap arang aktif dengan
cara kimia dosis rendah dan gasifikasi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 11
(5): 205-208.
Heygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar.
Hadikusomo SA, penerjemah; Yogyakarta. Gajah Mada University Press.
Terjemahan dari: Forest Product and wood science, an introduction.
Irawaty D. 2006. Pemanfaatan serbuk kayu untuk produksi etanol [tesis]. Bogor.
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Keenan CW, Kleinfelter DC, Wood JH. 1992. Ilmu Kimia Untuk Universitas.
Erlangga. Jakarta.
61
Ketaren. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI. Press. Jakarta.
[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 1999. Arang aktif dari tempurung
kelapa. http://www.pdii.lipi.go.id/arang_aktif_tempurung_kelapa.htm.
[17 Mei 2008].
Letawe C, Boone M, Pierard GE. 1998. Digital image analysis of the effect of
topically applied linoleic acid on acne microcomedones. Clinical &
Experimental Dermatology 23(2): 56–58. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
entrez/query.fcgi?db=pubmed&cmd=Retrieve&dopt=AbstractPlus&list_ui
ds=9692305&itool=iconabstr&query_hl=17&itool=pubmed_docsum. [14
Agustus 2009].
Nurhayati T. 2009. Produksi arang dan destilat kayu mangium dan tusam dari
tungku kubah. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 18 (3): 137-151.
Ozcan AS, Ozcan A. 2004. Adsorption of acid dyes from aqueous solution onto
acid-activated bentonit. J.Colloid Interface Sci (276): 39-46.
Pari G. 1996. Pembuatan arang aktif dari serbuk gergajian sengon dengan cara
kimia. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 14 (8): 308-320.
Pari G, Hendra D, Pasaribu RA. 2006. Pengaruh lama waktu aktivasi dan
konsentrasi asam fosfat terhadap mutu arang aktif kulit kayu Acacia
mangium. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 24(1):33-46.
Rumidatul A. 2006. Efektivitas arang aktif sebagai adsorben pada pengolahan air
limbah [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sabio M, Almansa C, Reinoso FR. 2003. Phosporic acid activated cabon discs
for methane adsorption. Cabon 41 : 2113 – 2119.
Schukin LI, Kornievich MV, Vartapetjan RS, Beznisko SI. 2002. Low
temperature plasma oxidation of activated carbons. Carbon 40 : 2021-
2040.
Sembiring MT, Sinaga TS. 2003. Arang aktif, pengenalan dan proses
pembuatannya. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Serrano VG, Almeida FP, Valle CJD, Vilegas JP. 1999. Formation of oxygen
structur by air activation. A study by FT-IR spectroscopy. Carbon 37 :
1517-1528.
LAMPIRAN
64
A. Ekstraktif
C. Lignin
jam sambil diaduk sesekali. Tambahkan sekitar 300 – 400 ml air ke dalam
erlenmeyer 1000 ml dan pindahkan sampel dari gelas piala ke dalam erlenmeyer.
Bilas dan encerkan larutan dengan air hingga dicapai konsentrasi asam sulfat 3%,
yaitu hingga total volume 575 ml. Didihkan larutan selama 4 jam dan jaga agar
volume larutan konstan dengan menambahkan air panas. Saring lignin dengan
gelas filter dan cuci dengan air panas hingga bebas asam. Keringkan sampel lignin
dalam oven pada suhu 105 ± 3oC hingga beratnya konstan, dinginkan dan timbang.
D. Selulosa
Ke dalam erlenmeyer 300 ml yang berisi g serbuk bebas ekstraktif
ditambahkan 125 ml HNO3 3,5%. Kemudian diekstrak pada waterbath dengan
suhu 80 oC selama 12 jam. Setelah itu serbuk disaring dengan cawan saring dan
dikeringudarakan. Cawan saring dimasukkan ke dalam gelas piala 200 ml dan
ditambahkan 125 ml larutan NaOH + Na2SO3 (20:20 g dalam 1 liter). Selanjutnya
diekstrak pada suhu 50 oC selama 2 jam. Setelah itu serbuk kayu dikeluarkan dari
gelas piala, disaring dan ditambahkan NaClO2 10% sampai berwarna putih. Lalu
ditambahkan 100 ml CH3COOH 10% dan dicuci sampai bebas asam. Terakhir
ditambahkan 50 ml etanol. Kemudian cawan dikeringkan pada suhu 100-105 oC
dan ditimbang sampai beratnya konstan.
% kadar selulosa = berat selulosa x 100%
berta serbuk bebas ekstraktif
66
Lampiran 2. Lanjutan
Bilangan Transmisi
No Sampel Gelombang (%) Absorban
4 A1S2W1 1 3433 0,01 2
2 2922 0,107 0,970616
3 2853 0,154 0,812479
4 2361 0,13 0,886057
5 2337 0,154 0,812479
6 1631 0,1 1
7 1560 0,103 0,987163
8 1461 0,05 1,30103
9 1161 0,063 1,200659
10 1058 0,035 1,455932
11 899 0,253 0,596879
12 873 0,252 0,598599
13 670 0,298 0,525784
Lampiran 2. Lanjutan
Lampiran 3. Lanjutan
Lampiran 3. Lanjutan
Arang aktif
No A1S1W2 A1S2W2 A3S1W2 A3S2W2
1 Carbondiokside Carbamic Carbamic acid 2-Propinoic acid
acid
2 Tetranitromethane 4,4-Dimethyl-5- Dl-Alanylglycin
Alpha-D1-
Androstan-3-
Beta-OL-7-One
3 Monomethyl Ester of Hahnfett
Oxalic acid
4 Carbamic acid Tert-
butylmethylsyly
5 Alpha-Tocopheryl- Tetracosahexaene
beta-D-Manosid
6 4-Bromo-7,7- Silane
Dichlorobicyclo
7 Methyl 3-methyl-5-
oxy-2-phenoxy
hexanedithioate
8 Farnesol
72
Lampiran 3. Lanjutan
El AN Series unn. C norm. C Atom. C Error
[wt.%] [wt.%] [at.%] [%]
-------------------------------------------
C 6 K-series 58.65 58.65 66.12 18.6
O 8 K-series 38.91 38.91 32.93 12.4
K 19 K-series 1.59 1.59 0.55 0.1
Na 11 K-series 0.28 0.28 0.17 0.0
Ca 20 K-series 0.32 0.32 0.11 0.0
Mg 12 K-series 0.15 0.15 0.08 0.0
S 16 K-series 0.06 0.06 0.03 0.0
Si 14 K-series 0.02 0.02 0.01 0.0
-------------------------------------------
Total: 100.00 100.00 100.00
Spectrum : Maping Scane Arang Nyamplung
El AN Series unn. C norm. C Atom. C Error
[wt.%] [wt.%] [at.%] [%]
-------------------------------------------
C 6 K-series 70.57 70.57 80.54 23.0
O 8 K-series 17.00 17.00 14.57 6.1
P 15 K-series 2.56 2.56 1.13 0.1
K 19 K-series 2.64 2.64 0.93 0.1
Ca 20 K-series 2.17 2.17 0.74 0.1
Na 11 K-series 1.18 1.18 0.70 0.1
Si 14 K-series 1.04 1.04 0.51 0.1
Fe 26 K-series 1.49 1.49 0.37 0.2
Mg 12 K-series 0.63 0.63 0.35 0.1
S 16 K-series 0.27 0.27 0.12 0.1
Pb 82 M-series 0.42 0.42 0.03 0.1
Al 13 K-series 0.02 0.02 0.01 0.0
-------------------------------------------
Total: 100.00 100.00 100.00
Spectrum : Maping Arang Aktif Tempurung Nyamplung
Lampiran 5. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan
hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu aktivasi
terhadap rendemen arang aktif tempurung biji nyamplung
76
Lampiran 7. Rekapitulasi analisa keragaman pengaruh aktivator, suhu dan waktu
terhadap zat terbang arang aktif tempurung nyamplung
Lampiran 8. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan
hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu terhadap kadar
abu arang aktif tempurung nyamplung
78
Uji Duncan interaksi aktivator-suhu terhadap karbon terikat
Perlakuan Rata-rata Grup Duncan
A3S2 88,855 A
A2S1 88,675 AB
A3S1 88,565 AB
A2S2 86,962 AB
A1S1 84,070 B
A1S2 75,106 C
Lampiran 10. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan
hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu terhadap daya
serap iod arang aktif tempurung nyamplung
Lampiran 11. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan
hasil pengamatan pengaruh aktivator, suhu dan waktu terhadap daya
serap benzena arang aktif tempurung nyamplung
81
Lampiran 12. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan
hasil pengamatan pengaruh perlakuan adsorben terhadap kadar air
minyak nyamplung
82
Uji Duncan perlakuan adsorbansi terhadap kadar air minyak
Lampiran 13. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan
hasil pengamatan pengaruh perlakuan adsorben terhadap bilangan
asam minyak nyamplung
83
Lampiran 14. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan
hasil pengamatan pengaruh perlakuan adsorben terhadap bilangan
penyabunan minyak nyamplung
84
Lampiran 15. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan
hasil pengamatan pengaruh perlakuan adsorben terhadap bilangan
iod minyak nyamplung
85
Lampiran 16. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan
hasil pengamatan perlakuan adsorben terhadap bilangan peroksida
minyak nyamplung
86
Lampiran 17. Rekapitulasi analisa keragaman dan uji kelompok wilayah Duncan
hasil pengamatan pengaruh perlakuan adsorben terhadap
kejernihan minyak nyamplung
87