1 SM PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Rinawati1*, Abdurrahman2, Tri Jalmo2


1
Sekolah Menengah Pertama Negeri 22 Bandar Lampung
*e-mail: rinawati6988@yahoo.com
2
FKIP Universitas Lampung

Abstract: The Effects of Problem Based Learning on Critical Thinking Skills Students.
This study aimed to determine the effect of Problem Based Learning model in improving
students’ critical thinking skills. Samples were VIIA and VIIC grade students of SMPN 22
Bandar Lampung selected by purposive sampling. The research design was pretest-posttest
not equivalent. The quantitative data were in the form of students’ critical thinking skills
measured by written test obtained from the pretest and posttest and analyzed using t test with
significance level of 5%. Learning activity data were analyzed descriptively. The results showed
that N-gain of experimental class students (0.77) and differed significantly higher than the
control group (0.57). Activities of students in the experimental class (83,25%) higher than the
control class (66,04%). It can be concluded that Problem Based Learning model can improve
critical thinking skills and student learning activities.
Keywords: problem based learning, critical thinking skills, learning activity
Abstrak: Pengaruh Problem Based Learning terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model Problem Based Learning dalam
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIIAdan
VIIC SMPN 22 Bandar Lampung yang dipilih secara purposive sampling. Desain penelitian ini
adalah pretest-posttesttakekuivalen. Data kuantitatif berupa keterampilan berpikir kritis siswa diukur
dengan tes tertulisyang diperoleh dari hasil pretest dan posttest dandianalisis menggunakan uji t
dengan taraf signifikansi 5%. Data aktivitas belajar dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan N-gain siswa kelas eksperimen (0,77) lebih tinggi dan berbeda signifikan dibanding
kelas kontrol (0,57). Aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen (83,25%) lebih tinggi dibanding
kelas kontrol (66,04%). Dapat disimpulkan bahwa modelProblem Based Learning berpengaruh
secara signifikan terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritisdan aktivitas belajar siswa.
Kata kunci: problem based learning, keterampilan berpikir kritis, aktivitas belajar

146
147 Jurnal Pendidikan Progresif, Vol. VI, No. 2 November 2016 hal. 146 - 152

PENDAHULUAN dapat berpikir kritis. Hal ini berdasarkan


Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 penelitian Paul (dalam Thompson,2011)
tentang Sistem Pendidikan Nasional bertujuan kebanyakan guru dalam melakukan proses
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar pembelajaran tidak dapat membangun
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa keterampilan berpikir kritis siswa sehingga
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, keterampilan berpikir kritis siswa masih rendah.
sehat, berilmu, cakap, kreatif,mandiri, dan Hal ini terlihat dari studi evaluasi internasional
menjadiwarga negara yangdemokratis serta bidang IPA, dari data The Trends in
nasional,maka diperlukan sistem pembelajaran Internasional Mathematics and Sciense Study
yang berkualitas sehingga peserta didik dapat (TIMSS). Michael dan Martin (2012)
menghadapi tantangan di era kompetisi global menggambarkan bahwa siswa Indonesia hanya
seperti saat ini. Menurut Tinio (2003) bahwa mampu menjawab konsep dasar atau hapalan
sumber daya manusia yang diperlukan untuk dan tidak mampu menjawab soal yang
menghadapi tantangan globalisasi adalah SDM memerlukan nalar dan analisis, untuk bidang sains
yang memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi pada tahun 2011, posisi Indonesia menempati
(higher order thinking) atau sering disebut peringkat ke-40 dari 42 negara. Rendahnya hasil
keterampilan berpikir kritis (critical thinking). belajar siswa Indonesia dibidang IPA juga terlihat
Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu pada hasil PISA tahun 2012, Indonesia berada
tujuan pembelajaran IPA di jenjang SMP di peringkat ke-64 dari 65 peserta (PISA,2012).
(Depdiknas, 2006). Hal tersebut berdampak pada mutu lulusan yang
Siswa yang hanya mampu mengingat akan rendah, terutama dalam hal kompetensi Sains dan
merasa kesulitan mengerjakan soal yang perlu penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
analisis dan penalaran.Pembelajaran yang hanya Prestasi belajar siswa rendah pada mata
dilakukan dengan mengingat, sulit untuk pelajaran IPA terutama pada keterampilan
meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Snyder berpikir kritis disebabkan karena pembelajaran
dan Snyder, 2008).Setiap siswa perlu dibekali IPA selama ini lebih berfokus pada guru (teacher
keterampilan berpikir kritis agar siswa dapat centered) (Syah, 2013).Hasil observasi yang
bertahan dalam masyarakat yang kompetitif. dilakukan di SMP kota Bandar Lampung
Perubah- an dalam bidang teknologi yang menunjukkan bahwa pembelajaran IPA masih
berdampak pada perubahan dalam dunia kerja didominasi oleh guru sebesar 78%, akibatnya
telah membuat keterampilan berpikir kritis banyak siswa yang mengalamikesulitan bila harus
menjadi semakin penting. Pentingnya mengkaitkan konsep yang dimiliki dengan
pembekalanketerampilan berpikir kritis pada masalah yang ada di lingkungannya.Faktor lain
siswa didukung dengan pendapat Rusman (2010) penyebab rendahnya keterampilan berpikir kritis
pendidikan harusdapat memberikan keterampilan siswa adalah Pembelajaran IPA 75% di sekolah
berpikir kritis sehingga akan menghasilkan siswa belum mengarahkan siswa untuk memecahkan
yang dapat mengatasi berbagai masalah masalahnya secara mandiri karena keterbatasan
kehidupan yang dihadapi dengan kemampuan waktu dalam penyampaian materi pada setiap
merefleksikan pengalaman belajar dalam kompetensi dasar. Pembelajaran IPA 50 % di
memecahkan masalah secara mandiri dan sekolah belum mengaktifkan keterampilan
bertanggung jawab. berpikir kritis, sehingga siswa tidak dapat
Namun selama ini proses pembelajaran merekontruksi cara berpikir mereka dalam
kebanyakan tidak selalu menghasilkan siswa yang memahami konsep IPA yang dipelajari.Informasi
Rinawati, Pengaruh Problem Based Learning Terhadap Ketrampilan Berpikir ... 148

bahwa guru-guru IPA SMP dipropinsi Lampung METODE


menyatakan lebih sering menggunakan metode Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran, Maret 2016 di SMPN 22 Bandar Lampung
guru kurang membimbing siswa dalam dengan Sampel penelitian adalah siswa kelas VIIA
menyimpulkan setiap permasalahan, dan guru yang diajar dengan model PBL dan kelas VIIC
kurang dapat mengaitkan materi pelajaran IPA yang diajar dengan metode eksperimen. Penelitian
ke dalam kehidupan sehari-hari, data ini diperoleh ini merupakan penelitian eksperimen dengan
melalui angket. menggunakan desain pretest-posttest tak
Untuk mengatasi rendahnya keterampilan ekuivalen. Struktur desain penelitian ini sebagai
berpikir kritis maka salah satu cara adalah dengan berikut:
melibatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran
agar siswa dapat menggali konsep-konsep yang Gambar 1. Desain penelitian pretest-postest tak
dipelajari sehingga keterampilan siswa tidak ekuivalen (Sukardi, 2007)
sebatas menghafal. Salah satu model pembelajaran
yang mem- berikan peluang bagi siswa untuk Kelas pretest perlakuan postest
mengembangkan keterampilan berpikir kritis I  O1 X O2
adalah model Problem Based Learning. Hastings
(2001) mengemukakan pembelajaran berbasis II  O1 Y O2
masalah dapat meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi yang dipelajari, kemampuan Keterangan: 1 = kelas eksperimen (kelas VII
A,II = kelaskontrol (kelas VIIC), O1= Pretest, O2=
memecahkan masalah, dan keterampilan postest, X= Penggunaan model PBL, Y =
menerapkan konsep. Rindell (1999), Wheeler Penggunaan metode eksperimen
(2002), dan Arnyana (2004) mengemukakan
bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat
Data penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan
melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa.
Tujuan utama model PBL menurut Hosnan (2014) kualitatif. Data kuantitatif berupa keterampilan
bukan sekedar menyampaikan pengetahuan berpikir kritis siswa yang didapat melalui nilai
kepada siswa namun juga mengembangkan pretest, postest, dan N-gain yang dianalisis
kemampuan berpikir kritis dan kemampuan secara statistik menggunakan uji t dengan taraf
pemecahan masalah serta kemampuan siswa itu kepercayaan 5%. Nilai pretest dan postest
sendiri yang secara aktif dapat memperoleh keterampilan berpikir kritis siswa diperoleh dari
pengetahuannya sendiri, meliputi proses
tes tertulis. Teknik pengumpulan data yang
perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. Susantini
(2004) menyatakan bahwa salah satu strategi yang dilakukan, yaitu dengan tes.
mampu memberdayakan siswa menjadi pebelajar Tabel 1. Kriteria N-Gain
mandiri, jujur, berani mengakui kesalahan, dan
dapat meningkatkan prestasi belajarnya adalah N - Gain Kriteria
strategi metakognisi. g = 0,7 Tinggi
Berdasarkan latar belakang di atas, 0,7 > g >0,3 Sedang
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui g = 0,3 Rendah
pengarus model pembelajaran problem based
learning terhadap keterampilan berpikir kritis Sumber: dimodifikasi dari Hake (1999)
siswa.
149 Jurnal Pendidikan Progresif, Vol. VI, No. 2 November 2016 hal. 146 - 152

Data kualitatif berupa aktivitas belajar siswa. diketahui bahwa nilai pretest untuk kedua kelas
Data kualitatif dihitung dengan menggunakan berbeda tidak signifikan. Berdasarkan tabel di
rumus Purwanto (2008) untuk menghitung data atas terlihat rerata N-gain tertinggi pada kelas
eksperimen yaitu 0,77dengan kriteria “tinggi”.
kualitatif tersebut yaitu:
yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan dan relatif tinggi terhadap peningkatan
= 100 nilai pretest ke postest. Adapun N-gain kelas
kontrol memiliki rata-rata 0,57 berarti walau ada
Keterangan: NP = Nilai persen yang dicari atau peningkatan tetapi kecil terhadap nilai pretest ke
diharapkan, R= Skor mentah, SM = Skor postest, oleh karena itu peningkatan kemampuan
maksimum ideal dari tes yang bersangkutan, 100 berpikir kritis yang signifikan terjadi pada kelas
= Bilangan tetap eksperimen.
Adapun persentase nilai aktivitas belajar siswa
Tabel 2. Kriteria Persentase Aktivitas Belajar Siswa
yang diperoleh berdasarkan hasil observasi pada
Persentase Kriteria saat pembelajaran dapat dilihat pada tabel 4.
90,00 – 100,00 Sangat tinggi
75,00 - 89,99 Tinggi
55,00 - 74,99 Sedang Tabel 4. Aktivitas belajar siswa
30,00 - 54,99 Rendah Aspek Kontrol (%) Eksperimen(%)
0,00 - 29,99 Sangat rendah ± sd Kriteria ± sd Kriteria
Memperhatikan
Sumber: dimodifikasi dari Hake (dalam Colleta dan penjelasan guru 58,25±0,23 S 75,00±0,35 T
atau teman
Philips, 2005)
Berdiskusi 50,00±0,35 R 83,25±0,23 T
Berdiskusi antara
83,25±0,23 T 91,50±1,17 ST
siswa dan guru
HASIL DAN PEMBAHASAN Melibatkan diri
dalam mengerjakan 75,00±0,35 T 83,25±0,35 T
Hasil penelitian ini berupa keterampilan LKS
Menanggapi
berpikir kritis siswa dan aktivitas belajar siswa. presentasi
62,50±0,35 S 75,00±0,35 T

Berikut adalah uji statistik keterampilan berpikir Aktif mengerjakan


50,00±0,35 R 83,25±0,23 T
LKS individual
kritis siswa pada kelas eksperimen dan kontrol. Melibatkan diri
dalam reviu hasil 83,25±0,23 T 91,50±1,17 ST
kerja siswa
Tabel 3. Uji t Pre test dan Pos test untukkelompok Rata-rata ±sd 66,04±0,72 S 83,25±1,04 T
kontrol dan eksperimen
Ket: R=rendah; S=sedang; T=tinggi; ST=sangat tinggi
Pre test Post test N-Gain Uji t
Kelompok
(± sd) (± sd) (± sd)
Kontrol 60,83±2,24 71,97±2,55 0,57±0,14 Berbeda Dari tabel 4 tersebut terlihat aktivitas belajar
Eksperimen 61,50±2,57 75,80±1,69 0,77±0,95 Sugnifikan siswa pada kelas eksperimen memiliki rata-rata
83,25% dengan kriteria tinggi sedangkan
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa nilai aktivitas belajar siswa pada kelas kontrol memiliki
pretest, posttes, dan N-gain pada kelas rata-rata 66,04% dengan kriteria sedang.
eksperimen dan kelas kontrol untuk keterampilan Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa
berpikir kritis siswa setelah dilakukan uji statistik, aktivitas belajar pada kelas eksperimen lebih
data berdistribusi normal dan homogen, sehingga tinggi dibandingkan dengan rata-rata aktivitas
dilanjutkan dengan pengujian hipotesis belajar pada kelas kontrol. Hal ini disebabkan
menggunakan uji t. Setelah dilakukan uji t kriteria pada aktivitas berdiskusi dan mengerjakan
Rinawati, Pengaruh Problem Based Learning Terhadap Ketrampilan Berpikir ... 150

LKS individual rendah karena pada kegiatan dibanding dengan belajar melalui pembelajaran
diskusi siswa kurang antusias mengungkapkan konvensional. Dengan PBL siswa dapat
pendapatnya, sedangkan pada aktivitas memahami konsep lebih baik dan merasa lebih
mengerjakan LKS secara individual siswa lebih percaya diri. Akinoglu dan Ruhan (2007), juga
cenderung bekerjasama atau meniru jawaban menyatakan bahwa model pembelajaran PBL
temannya. dapat meningkatkan partisifasi siswa dikelas
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui secara aktif, meningkatkan rasa percaya diri, serta
bahwa penerapan model Problem Based dapat memunculkan kemampuan mengekspresi-
Learning terbukti berpengaruh secara signifikan kan diri siswa.
dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis Merujuk pada tabel 4 diketahui
siswa terlihat dari rata-rata N-gain pada kelas berdasarkan nilai rata-rata dari keseluruhan
eksperimen 0,77 lebih besar dari perolehan rata- aktivitas belajar siswa yang diamati pada kelas
rata N-gain pada kelas kontrol sebesar 0,57. yang menggunakan model PBL tergolong lebih
Penggunaan model PBL memberikan pengaruh tinggi dibanding pada kelas yang menggunakan
terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis metode eksperimen. Peningkatan keterampilan
siswa. berpikir kritis siswa tersebut dipengaruhi adanya
Peningkatan keterampilan berpikir kritis aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa.
siswa terjadi karena dalam langkah-langkah Peningkatan keterampilan berpikir kirits siswa
penerapan model PBL dapat mendorong siswa terjadi karena dalam langkah-langkah PBL yang
untuk aktif dalam kegiatan belajar, sehingga dapat digunakan mampu membantu siswa untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. mengembangkan kemampuan pemecahan
Pembelajaran dengan model PBL diawali dengan masalah melalui kerja kelompok. Siswa saling
orientasi permasalahan. Hal ini sesuai dengan mengajukan pertanyaan maupun jawaban selama
teori yang menyatakan bahwa, pemberian proses pembelajaran bersama kelompoknya,
masalah yang kompleks saat pembelajaran sehingga kesulitan pemecahan masalah secara
dimulai pada PBL akan menciptakan kebutuhan individu dapat diatasi melalui kerja kelompok.
mengetahui lebih banyak (Akcay, 2009),sehingga Data aktivitas belajar siswa diperoleh
dapat memotivasi belajar siswa melalui bahwa aktivitas belajar siswa pada kelas kontrol
pengaturan diri dalam menetapkan tujuan atau yang diajar dengan metode eksperimen sebesar
target strategi penggunaan waktu belajar untuk 66,04%, sedangkan aktivitas belajar siswa yang
mencapai tujuan yang telah ditentukannya diajar dengan metode PBL sebesar 83,25%,
(Zimmerman, 2000). berarti mengalami kenaikan sebesar 17,21%.
Jadi jelas tahapan sintaks pada PBL dapat Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan model PBL berpengaruh terhadap
karena guru berfungsi sebagai fasilitator dan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.
motivator dalam pembelajaran sehingga dapat
membantu siswa agar dapat mengembangkan SIMPULAN
kemampuan pemecahan masalah melalui kerja Berdasarkan hasil penelitian dan
kelompok. Hal ini senada dengan pendapat pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
Sumiati dan Asra, (2007) menyatakan bahwa penerapan model PBL berpengaruh secara
hasil belajar yang dicapai dengan orientasi pada signifikan terhadap peningkatan keterampilan
masalah lebih tinggi nilai kemanfaatannya berpikir kritis dan aktivitas belajar siswa.
151 Jurnal Pendidikan Progresif, Vol. VI, No. 2 November 2016 hal. 146 - 152

DAFTAR RUJUKAN Michael dan Martin. 2012. TIMSS 2011


Akcay, B. 2009. Problem Based Learning in International Results in Science. Boston,
Science Education. Journal of Turkish USA: IEA TIMMS & PIRLS
Science Education. Vol-6, No.1, 26-36. International Study Center.OECD.
Akinoglu, O. dan T. Ruhan. 2007. The Effects 2013. PISA 2012 Assessment and
of Problem Based Active Learning in Analytical Framework: Mathematics,
Science Education on Students’academic Reading, Science, Problem Solving and
Achievement Attitude and Concept Financial Literacy. OECD Publishing.
learning. Eurasia Jounal of OECD. 2013. PISA 2012 Assessment and
Mathematics, Science &Tecnology Analytical Framework: Mathematics,
Education. Vol-3, No.1, 71-81. Reading, Science, Problem Solving and
Arnyana, I.B.P. 2004. Pengembangan Financial Literacy. OECD Publishing.
Perangkat Model Belajar Berdasarkan PISA. 2012. Program for International
Masalah Dipadu Strategi Kooperatif Student Assesment Result. (Online).
serta Pengaruh Implementasinya (http://www.oecd.org, diakses pada 25
terhadap Kemampuan Berpikir Kritis April 2015; 20.42 WIB).
dan Hasil Belajar Siswa SMA pada Purwanto, M.N. 2008. Prinsip-prinsip dan
Pelajaran Ekosistem. Disertasi Tidak Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
Diterbitkan. Malang: PPS Universitas Remaja Rosdakarya.
Negeri Malang. Rindell, A. J. A. 1999. Applying Inquiry-Based
Colleta dan Phillips. 2005. Interpreting FCI and Cooperative Group LearningStrategies
Scores: Normalized Gain, Preinstruction to Promote Critical Thinking. Journal of
Scores, and Scientific Reasoning Ability. College Science Teaching(JCST) 28(3):
American Association of Physics 203-207.
Teachers. Vol.73 No. 12, 1172-1182. Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran
Depdiknas, 2006. Model Silabus dan Rencana (Mengembangkan Profesionalisme
pelaksanaan Pembelajaran Mata Guru). Jakarta:Raja Grafindo Persada.
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Sukardi, 2007. Metodologi Penelitian
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Pendidikan: Kompetensi dan
Hake, R. 1999. Analyzing Change/Gain Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.
Scores. Article. (Online). (http:// Sumiati dan Asra. 2007. Metode
www.physics.Indiana.edu/-sdi/Analyzing Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Change-Gain.pdf, diakses pada jumat, 7 Susantini, E. 2004. Memperbaiki Kualitas
Maret 2016). Proses Belajar Genetika melalui
Hastings, D. 2001. Case Study: Problem-Based Strategi Metakognitif dan
Learning and the Active Classroom. Pembelajaran Kooperatif pada Siswa
(Online), (http://www.cstudies.ubc.ca/ SMU. Disertasi tidak diterbitkan. Malang:
facdev/services/newsletter/index/ html. Universitas Negeri Malang.
Diakses 9 Maret 2015). Syah, M.2013. Psikologi Belajar. Bandung:
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Rajawali Pers Taccasu Project.
kontekstual dalam Pembelajaran Abad “Metacognition. (Online).(http://
21. Bogor: Ghalia Indonesia. w w w. h k u . h k / c e p c / t a c c a s u / r e f /
Rinawati, Pengaruh Problem Based Learning Terhadap Ketrampilan Berpikir ... 152

metacognition.html. Diakses pada 5 Maret primers/ICTinEducation.pdf diakses pada


2015). 16 Juni 2011).
Thompson, C. 2011. Critical Thinking across Wheeler, S. 2002. Dual-Mode Delivery of
the Curriculum: Process over output. Problem-Based Learning: A Constructivist
International Journal of Humanities and Persfektif. (Online). (http://search
Social Science. Vol. 1, No.9: 1-4. yahoo.com/search? p=problem+
(Online)., diakses pada 25 April based+learning diakses 9 Maret 2015).
2015;08.45 WIB). Zimmerman, B. 2000. Self-Efficacy; An essential
Tinio, V.L. 2003. ICT in Education. (Online). Motive to Learn Contemporary
(http://www.apdip.net/publications/ies- Educational Psycology. Vol-25, 82-91.

You might also like