Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 32
Jura Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol}, No2, Januari 2001 DETERMINAN PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL: STUDI EMPIRIS ANTAR PROPINSI DI INDONESIA. Oleh : Yusuf Wibisono, S.E. Di etas segala lapangan tanah air, aku hidup, aku gembira Dimana kakiku menginjak bumi Indonesia, di sanalah tumbuh bibit cita-cita yang kusimpan dalam dadaku ! + Mohammad Hatta, 1934 Walaupun terdapat disparitas pendapatan aniar-daerah yang tak sunjung hilang di Indonesia, ttapi terdapat beberapa tanda yang Jelas bahwa negara kita makin menjadi kesatuan yang wth. Iwan Jaya Azis, 1992 A, Pendahuluaa Dalam studi di banyak negara, dimensi regional dari pembangunan ekonomi mendapat pethaian yang serius, Hal int umumnya berkaitan dengan masalah "@gional equality gay spatial distribution of resources Di Indonesia, sebagaimana di negara besar dunia ke-3 Jainnya, daerah selaly mendapat perhatian Khusus. Tak ada negara yang memiliki keragaman seperti Indonesia dalam ekologi, demografi, ekonomi, etnis, dan budaya, Begitu pula dalam aspek wilayah, tak ada negara yang menyamai Indonesia dalam hal keunikan geogvafi yang, ‘menempatkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Persatuan nasional telah menjadi Komponen utara negara sejak negara ini merintis kemerdekaannya. Demikian pentingnya. hal ini sampai jargon persatuan nasional telah menjadi sesuatu yang klasik di Indonesia, Semua rezim yang berkuasa selalu menempatkan masalah persatuan nasional ini sebagai prioritas tertinggi Berkebalikan dengan rezim Sockamo, pembangunan regional telah menjadi salah satu cerita solses dari rezim orde baru. Dengan dibiayai oi bonanza dan capital inflow yang deras, telah terjadi investasi dalam jumlah besar pada transportsi, Komunikasi, dan infrastruktur lainnya, Walau demikian disparitas pendapttan regional ‘etap eksis, babkan semakin mengental. ‘Di tahun 1993, Jawa mendominasi GDP nasional sebesar 59 % ditkuti oleh Sumatra 23 %, Sementara itu sektor industri modern dan infrastruktur sangat terkonsentrasi pada 3 daerah industri metropolitan di Jawa, Sektor manufaktur Jawa barat (Bandung), 52 Determinan Pertumbuhan Ekonomi Regional (Yusuf Wibisono) Jakarta, dan Jawa Timur (Surabaya) memproduksi sekitar 60% dari GDP manufaktur nasional, di luar migas! Lebi jauh lagi, disparitas regional terjadi pula dalam aspek sosial, Pada 1996 angka harapan hidup penduduk Yogyakarta mencapai 73,8 tahun, sedangkan di Nusa Tenggara Barat untuk hal yang sama angkanya hanya 589 tahun, Pada tahun yang sama, “he infant mortality rate dj NTB adalah 75, empat kali lebih tinggi dari Jakarta ( 20). Di tahun 1996, rata-rata jumfah tahun bersekolah penduduk Jakarta adalah 9,5 tahun, jauh di atas NTB yang hanya 4,6 tahun, Dengan kata lain, mayoritas penduduk NTB tidak mampu ‘menyelesaikan pendidikan dasanya *, Di tahun 1990, Per caplea tertiary enrollments di pusat pendidikan utara di Jakarta dan ‘Yogyakarta delapan kali lebih besar dari jumlah hal yang sama untuk propinsi lua jawa’ {su pembangunan regional di Indonesia menjadi penting untuk beberapa alasan‘, Pertama alasan politik. Dengan einik yang begitu plural, tidak ada isu yang lebih sensitif di Indonesia selain isu kedaerahan. Kedua, disparitas pendapatan regional yang bersumber dari distribusi pendapatan sumber daya alam yng highly uneven distribution “Tak heran bila Kekecewaan dari dacrah kaya sumber daya alam seperti Aceh dan Irian sangat besar. Ketiga, daerah memegang peran penting dalam kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan dinamika spasial, seperti penyebaran penduduk misalnya. Berkaitan dengan dinamika spasial ini pula, muncul alasan keempat yaitu bagaimana hubungan antara pusat dengan daerah diatur? Seberapa bbesar desentralisasi harus diberikan kepada daerah agar hal itu tetap konsisten dengan tujuan menjaga kesatuan dan persatuan nasional? Dan isn disparitas regional kini menjadi sangat_sensitif, bahkan telah mengancam integrasi nasional. Sangat mendesak bagi ‘kita untuk menjawab pertanyaan, apakah benar disparitas pendapatan regional eksis? Jika benar, apakah cksistensi-nya semakin lebar atau semakin mengecil? Apakah terdapat cukup bukti untuk menyatakan bahwa telah terjadi tendensi dari pendapatan regional propinsi- propinsi di Indonesia untuk konvergen? Jawaban atas semua pertanyaan ini, sangat penting bagi evaluasi dan perencanaan Kembali strategi dan kebijakan pembangunan regional selama ini, Dan usaha untuk menemukan faktor-faktor penentu pertumbuhan regional dan besarannya, jelas Sato nope 9p tl 2 Giant, Melbourne: Cambridge University Press, 1996, hal. 215, * Ibid. pal. 215-216. 53 Jumal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol.1, No.2, Januari 2001 akan sangat bermanfaat untuk mereduksi disparitas pendapatan antar propinsi. B, Studi Literatur Dalam tahun 1960-an, teori pertumbuan ekonomi didominasi ‘oleh model neoklasik; seperti yang dikonstruksi oleh Ramsey (1928), Solow (1956), Swan (1956), Cass (1965), dan Koopmans (1965). Kontribusi terpenting dilakukan oleh Solow dan Swan, Satu aspek penting dari model ini -yang hanya dalam dekade kini saja telah dieksploitasi secara serius sebagai sebuah hipotesis empiris- adalah properti konvergensi. Perekonomian dengan intial level of real per capita GDP yang lebih rendah, diprediksi akan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tings, Tika konvergensi terjadi tanpa memperhatikan karakteristik perekonomian secara intrinsik kecuali untuk modal fisik awal, maka onvergensi dikatakan bersifat absolut; perekonomian yang miskin cenderung tumbuh lebih cepat dari perckonomian yang lebih kaya. Namun jika Konvergensi tidak terjadi -dan ini berarti bahwa perekonomian berbeda dalam banyak hal- maka konvergensi hanya terjadi dalam kasus Kondisional; dengan membuat konstan variabel Jain seperti tingkat tabungan, tingkat pertumbuhan populasi, dan Jainnya, make konvergensi bar tejadi ‘Sebenarnya, kebangkitan teori pertumbuhan berpusat pada endegenous growth theory, diana tingkat pertumbuhan jangka panjang ditentukan oleh Kebijakan pemerintah dan faktor lain yang ferdapat dalam analisa pertumbuhan. Walau demikian penelitian terkini mengambil framework dari model neoklasik yang lebih tua. 8. Model Pertumbuhan Solow-Swan Properti kunci dari model Solow-Swan adalah bentuk neoklasik dari fungsi_produksi, dimana spesifikasi_model ‘mengasumsikan Consten returns to scale, diminishing returns untuk setiap input, dan elastisitas positif dari substitusi.antar input Persamaan diferensial fundamental dari model Solow-Swan dapat diberikan sebagai berikut : Koss f(k)-(ntd)ek Qa) dimana k = K/L adalah rasio kapital-tenaga kerja, s adalah tingkat tabungan, 8 adalah depresiasi kapital, m= L/1,, dan tanda ttik diatas variabel bermakna diferensiasi terhadap wala, dengan K serta L berturut-turut adalah kapital dan tenaga kerja Term m + 6 di sebelah kanan persamaan (2.1.) dapat diinterpretasikan sebagai tingkat depresiasi efektif untuk k KIL, Jika tingkat tabungen, s - adalah 0 maka k akan menurun parsial seiring depresiasi K pada tingkat 3 dan menurin patsial seiring pertumbuhan L pada tingkai m 4

You might also like