Professional Documents
Culture Documents
Gis TTS
Gis TTS
Gis TTS
discussions, stats, and author profiles for this publication at: http://www.researchgate.net/publication/265818234
ARTICLE
DOWNLOADS VIEWS
162 31
8 AUTHORS, INCLUDING:
Kalvein Rantelobo
Universitas Nusa Cendana
5 PUBLICATIONS 5 CITATIONS
SEE PROFILE
Abstract — Landslide is one of the most serious natural disasters causing great losses in term of materials and lives. Digital maps of
geology, ground slope, and dormant landslides are combined statistically in a geographic information system (GIS) to identify sites of
future land sliding over a broad area. The case study area is at Timor Tengah Selatan (TTS) District, Nusa Tenggara Timur (NTT)
Province, Indonesia. Landslide hazard potential and prediction model were assessed at regional scale 1:25.000 [1]. In this study,
weighting and ranking of importance of factors to landslide occurrence are used to identification landslide potential areas. It is based
on the observed relationship between each instability factor and the past landslide distribution. The obtained results allow to define
the main factors causing land sliding as: slope rate, hydro-geological structure, surface weathering factors, distance to active faults
and impact of human activities (land usage, plantation coverage etc). The degree of landslide hazard is expressed in relative term from
very low to very high hazard level, and represents the expectation of future landslide occurrence based on the conditions of that
particular area. It is obvious from the result map that the areas under high and very high hazard level are near the first and second
stream orders of the study area. Finally, landslide hazard maps were produced. The result from this study represents differing hazard
levels that show only the order of relative hazard at a particular site and not the absolute hazard.
I. PENDAHULUAN 6
G erakan massa tanah dan batuan atau yang lebih dikenal
sebagai longsor merupakan salah satu bencana yang
paling sering terjadi di Indonesia, terutama di musim
Kab. Timor Tengah Selatan
sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras siap untuk bergerak, namun belum dapat dipastikan kapan
komputer (hardware), perangkat lunak (software), data gerakan itu terjadi. Gerakan pada lereng baru benar-benar
geografi, dan personal yang didesain untuk memperoleh, dapat terjadi apabila ada pemicu gerakan. Pemicu gerakan
menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan merupakan proses-proses alamiah ataupun non alamiah yang
menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi dapat merubah kondisi lereng dari rentan (siap bergerak)
geografi. menjadi mulai bergerak. Pemicu ini umumnya berupa hujan,
Secara lebih komprehesif GIS didefinisikan sebagai suatu getaran-getaran atau aktivitas manusia pada lereng, ataupun
sistem yang terintegrasi menggunakan perangkat komputer proses masuknya air ke dalam lereng melalui kebocoran pada
untuk melakukan proses yang berkelanjutan dan menyeluruh saluran/kolam, dan sebagainya [9].
meliputi: pengumpulan data (capture); kompilasi
(compilation); penyimpanan data (storage); pembaharuan dan III. METHODE
perubahan; manipulasi (manipulation); pengaksesan data
(retrieval); analisis (analysis); dan penampilan data (display). A. Batasan Penelitian
Komponen yang terdapat pada GIS secara umum mencakup Mengacu pada Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya
tiga tahapan, yaitu: Mineral no. 1452 K/10/MEM/2000 [10], penelitian ini
1. Input, dapat berupa bahan data berupa citra/foto udara dan menggunakan pendekatan metode tidak langsung dan
data primer dari lapangan. langsung. Metode pemetaan gerakan massa secara tidak
2. Proses, mencakup sustu teknik query dari parameter- langsung artinya tidak dilakukan pemetaan langsung di
parameter input yang dilakukan secara overlay. Untuk lapangan, melainkan dilakukan berdasar kepada analisis peta-
melakukan analisis pada peta terlebih dahulu dilakukan peta pendukung yang telah tersedia sedangkan metode
penyamaan koordinat serta sistem proyeksi setiap langsung yaitu dilakukan pemetaan langsung di lapangan pada
parameter peta. Didalam penelitian ini dilakukan query titik-titik longsor. Setiap parameter pengontrol gerakan massa
dengan perhitungan data baik berupa penjumlahan, yang didapat, baik itu dari analisis peta geologi, peta
pengurungan, pembagian serta perkalian nilai dari peta. topografi, foto udara, dan citra satelit, dan data lapangan,
3. Output, yaitu berupa data peta yang disajikan guna tujuan kemudian dilakukan analisis tumpang-tindih (overlay) dan
tertentu. dilakukan perhitungan nilai bobot (weight value). Sehingga
hasil akhir dari penjumlahan setiap parameter yang telah
B. Analisis Spasial Data Geoteknis diberi bobot tersebut dapat dibagi kedalam kelas-kelas tingkat
Data spasial merupakan suatu data yang berisikan suatu kerentanan yang berkisar dari sangat rendah hingga tinggi [4] -
gambar/peta, yang bersifat kuantitatif (atribut) dan kualitatif [7].
(peta). Input dari sebuah data spasial yaitu berupa citra/foto B. Tahapan Penelitian
udara atau survey lapangan yang dilakukan dengan suatu pen-
skala-an yang kemudian dituangkan dalam suatu peta. Analisis GIS terhadap tingkat kerentanan gerakan massa di
Keunggulan data spasial adalah sebaran data dengan mudah Kabupaten TTS ini berdasarkan pada data-data sekunder dan
diketahui dan dapat dimodelkan sesuai keinginan sehingga data primer. Tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan
mudah untuk dianalisis. Pengolahan data secara spasial pada dalam analisis GIS terhadap tingkat kerentanan gerakan massa
penelitian ini dilakukan dengan metode overlay (tumpang- di Kabupaten Timor Tengah Selatan digambarkan seperti pada
tindih) dengan terlebih dahulu melakukan pemberian diagram alir penelitian dalam Gbr. 2.
nilai/skor (skoring) dari setiap parameter [3].
Pada tahun 1988 Evans dan King [4] telah mempetakan
sebuah daerah kerentanan gerakan tanah berdasarkan korelasi
dari gerekan tanah yang sudah terjadi dengan kemiringan
lereng serta kondisi geomorfologi. Berbagai penelitian juga
telah membahas berbagai hal mengenai aplikasi GIS pada
daerah rentan longsor [5],[6] dan [7].
IV. HASIL PENELITIAN gerakan massa pada Desa Sopo, yang terjadi pada kelokan
Data lapangan menunjukkan tanah longsor, tersebar di desa- sungai.
desa Oeekam, Baki, Tumu, Noebesa, Nobinobi, Bone, Sopo, Bila dicermati lebih teliti lagi, semua titik tersebut
Filli, Falas, Oenai, Napi, Oenlasi, Belle, Fatuulan, dan Kota berhubungan dengan proses erosi ke arah hulu (headward
Soe. Titik-titik longsor tersebut berada di bagian tengan erosion) dari sungai-sungai yang ada, sehingga tercipta suatu
wilayah administratif Kabupaten Timor Tengah Selatan. kondisi dimana tebing-tebing terjal langsung berbatasan
Analisis tumpang-tindih (overlay) dilakukan terhadap dengan daerah yang semula datar. Proses erosi ke arah hulu
kelima parameter, yaitu: litologi, struktur geologi, kelerengan, tersebut dapat berlangsung dengan mudah mengingat jenis
vegetasi, dan penggunaan lahan, yang telah diberikan bobot batuan yang dilalui oleh sungai tersebut merupakan batuan
sesuai dengan pengaruhnya terhadap keterjadian suatu gerakan yang bersifat mudah dierosi (kelas 4) (Gbr. 6)
massa (Tabel 1), klasifikasi tingkat kerentanan dapat diproses
seperti pada Tabel 2.
TABEL 1
BOBOT PARAMETER
Pameter Bobot
Struktur Geologi 1
Litologi 2
Kelerengan 3
Vegetasi 1
Penggunaan Lahan 1
TABEL 2
KLASIFIKASI KERENTANAN GERAKAN MASSA TANAH
Kelas Pameter Skor Total Gbr. 4. Sebaran titik tanah longsor (segitiga merah) pada peta
I Sangat Rendah 1–8 kelerengan
II Rendah 9 – 16
III Sedang 17 – 24
IV Tinggi 25 - 32
Ketika sebaran titik longsor tersebut ditampilkan diatas peta Pada kasus kota Soe, meski yang longsor merupakan
kelerengan dan peta kontur (Gbr. 4 dan 5), tampak bahwa termasuk material batugamping terumbu (Ql) yang bersifat
sebagian besar peristiwa tersebut berlangsung pada daerah tidak mudah longsor (kelas 1), namun sungai yang terletak di
transisi antara kelas 3 (sedang) dan 4 (tinggi). Sebagian besar sebelah baratdaya kota tersebut menggerus batuan serpih
titik gerakan massa berada pada daerah dengan topografi Formasi Bobonaro (Tmb) yang bersifat sangat mudah longsor
relatif datar yang berada pada igir suatu lereng dengan tingkat (kelas 4). Karena batugamping terumbu berada diatas dan
kelerengan 3 hingga 4. Pengecualian berlaku kepada titik menumpang secara tidakselaras di atas batuan lempung
Formasi Bobonaro, maka kondisinya pun menjadi sangat labil.
15
Proceedings of National Seminar on Applied Technology, Science, and Arts (1st APTECS),
Surabaya, 22 Dec. 2009, ISSN 2086-1931
16
Proceedings of National Seminar on Applied Technology, Science, and Arts (1st APTECS),
Surabaya, 22 Dec. 2009, ISSN 2086-1931
[6] Suree Teerarungsigul, Chongpan Chonglakmani and Friedrich Kuehn,
“Landslide Prediction Model Using Remote Sensing, GIS and Field
Geology: A Case Study of Wang Chin District, Phrae Province,
Northern Thailand,” in Proc. 2007 International Conference on Geology
of Thailand: Towards Sustainable Development and Sufficiency
Economy, pp. 156-168.
[7] K.C. Ng, K.M. Chiu, K.K.S. Ho and V.M.C. Chan, “Application of GIS
to landslide risk management in Hong Kong,” in Proc. 2008
GéoEdmonton2008, pp. 434-441.
[8] Grim, R.E., Clay Mineralogy, Second Edition, McGraw-Hill Book
Company, New York, USA, 1968.
[9] Karnawati, D., Gerakan Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya, Diktat Kuliah GeologiTeknik, Jurusan Teknik
Geologi, FT UGM. (tidak dipublikasikan), 2001.
[10] Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No : 1452
K/10/MEM/2000, Tentang Pedoman Teknis Pemetaan Zona Kerentanan
Gerakan Tanah, 2000.
17