Professional Documents
Culture Documents
The Enactment of Reusam Gampong (Village Law) in Subdistrict Panteraja Pidie Jaya
The Enactment of Reusam Gampong (Village Law) in Subdistrict Panteraja Pidie Jaya
The Enactment of Reusam Gampong (Village Law) in Subdistrict Panteraja Pidie Jaya
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember, 2012), pp. Sulaiman
449-463.
Oleh: Sulaiman *)
ABSTRACT
The village governance in the era of special autonomy has been legally recognized. This
paper is conducted to answer and explain how the preparation, materials, and
development establishment in the District Panteraja in enacting rules for villagers. It
combines normative and empirical legal research. The data anlysed, while the report
prepared by descriptive analysis. The enactment mechanisms in Panteraja is simpler
than the one set out in the Qanun Pidie Jaya No. 5 Year 2011, which is divided into the
Pre-draft Qanun, the submission, determination, and the enactment phases. The
material contains are generally associated with local regulations relating to the village
budget. A village has begun to regulate certain material on the concept of commerce,
immoral, customs disputes, mutual cooperation, keurija mate (lethal working), social
levels, and so on. The developments of qanun formation are generally still very limited.
There is a village that makes up the village qanun but based on the concept of nature
that are not written due to different ways of viewing the concept of "reusam" and
"Qanun".
A. PENDAHULUAN
Setelah reformasi, lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang memberi kebebasan
yang besar kepada daerah. Tidak sekedar menyangkut kekayaan alam, juga peluang untuk kembali
ke pemerintahan asli masing-masing menurut kenyataan sejarah dan masih hidup dan berkembang.
Untuk Aceh sendiri, di samping undang-undang di atas, juga lahir dua undang-undang lain,
yakni Undang-Undang No. 44 Tahun 1999, Undang-Undang No. 18 Tahun 2001, serta yang
terakhir Undang-Undang No. 11 Tahun 2006. Hal ini merupakan perkembangan yang cukup
spesifik, dari keistimewaan Aceh, sehingga banyak hal yang perlu mendapat perhatian ulang
(rekonstruksi).1
*)
Sulaiman S.H., MH adalah Dosen tetap Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, Darussalam - Banda Aceh.
1
Sulaiman, Prospek dan Tantangan Pemerintahan Gampong di Aceh, Jurnal Media Hukum Vol. 16 No. 2, Desember
2009, hlm. 78.
ISSN: 0854-5499
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember, 2012), pp. Sulaiman
449-463.
Gampong yang dilaksanakan di Aceh adalah sebagai sistem pemerintahan, yang mencakup
kekuasaan menjalankan adat dan hukum adat di Aceh.2 Gampong sudah mulai dikenal dalam
“gampong adalah desa sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999”.
Dalam penelitian tentang perbedaan desa dan gampong, sebenarnya antara keduanya
terdapat beberapa perbedaan yang signifikan. Salah satunya adalah konsep kepemimpinan gampong
oleh keusyik dan imuem meunasah yang diibaratkan sebagai ku dan ma (ayah dan ibu).3
Dalam Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 disebutkan bahwa “gampong
atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang merupakan organisasi pemerintah terendah
langsung di bawah mukim atau nama lain yang menempati wilayah tertentu, yang dipimpin oleh
keusyik atau nama lain dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri”.
Pasal 1 ayat (20) Undang-Undang No. 11 Tahun 2006, menyebutkan bahwa “gampong atau
nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah mukim dan dipimpin oleh
keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.” Posisi
Mengenai Mukim dan Gampong diatur dalam Bab XV UU PA. Khusus mengenai Gampong
diatur dengan 3 pasal. Dalam Pasal 115 disebutkan bahwa: (1) dalam wilayah Kabupaten/Kota
dibentuk gampong atau nama lain, (2) Pemerintahan gampong terdiri atas keuchik dan badan
permusyawaratan gampong yang disebut tuha peuet atau nama lain, (3) Gampong dipimpin oleh
keuchik yang dipilih secara langsung dari dan oleh anggota masyarakat untuk masa jabatan 6
(enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 116 diatur tentang, (1) Dalam melaksanakan tugasnya keuchik dibantu perangkat
gampong yang terdiri atas sekretaris gampong dan perangkat gampong lainnya, (2) Sekretaris
gampong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
2
Ibid, hlm. 81.
450 450
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember, 2012), pp. Sulaiman
449-463.
3
M. Hakim Nya’ Pha, Lembaga Gampong Merupakan Salah Satu Simpul Utama Energi Sosial Masyarakat Aceh,
Makalah Simposium Daerah Forum Pascasarjana Unsyiah, 25 Juni 2001, Darussalam, Banda Aceh, 2001.
451 451
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
sekretaris gampong dan perangkat gampong lainnya bertanggung jawab kepada keuchik.
dengan memperhatikan asal-usul dan prakarsa masyarakat, (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kedudukan, fungsi, pembiayaan, organisasi dan perangkat pemerintahan gampong atau nama lain
diatur dengan qanun kabupaten/kota, (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
Pasal 2 Qanun No. 5/2003, yang menyebutkan bahwa “gampong merupakan organisasi
pemerintah terendah yang berada di bawah Mukim dalam struktur organisasi pemerintahan Provinsi
Pemerintah Gampong adalah keusyik dan teungku imuem meunasah beserta perangkat
gampong (Pasal 1 ayat (9)). Pemerintah Gampong adalah penyelenggaraan pemerintah yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Gampong dan Tuha Peut Gampong (Pasal 1 ayat (10)).
Keucyik dan Tuha Peut Gampong dalam fungsinya sebagai eksekutif dan legislatif
gampong, mempunyai tugas dan fungsi untuk mengajukan dan membahas reusam gampong (Pasal
Pasal 12 ayat (1) huruf (g), dan Pasal 35 ayat (1) huruf (c) dan (e) Qanun No. 5/2003).
yang ditetapkan oleh Keusyik setelah mendapat persetujuan Tuha Peut Gampong (Pasal 1 ayat (8)
Seperti disebutkan Pasal 56 Qanun Nomor 5 Tahun 2003, bahwa pengaturan lebih lanjut
tentang Reusam Gampong diatur dengan Qanun Kabupaten atau Qanun Kota. Dalam hal ini
Untuk mendapatkan gambaran mengenai penyusunan Reusam Gampong pada era Otonomi
Khusus di Aceh, membuat penelitian ini menarik untuk dilakukan, dengan beberapa masalah yang
dirumuskan: (1) bagaimana mekanisme penyusunan Reusam Gampong di Kecamatan Panteraja? (2)
452 452
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
apa saja materi yang dimuat dalam Reusam Gampong tersebut? (3) Bagaimana perkembangan
Tujuan penelitian yang dilakukan ini adalah untuk menjawab permasalahan: (1) menjawab
(2) merincikan apa saja materi yang dimuat dalam Reusam Gampong tersebut; (3) mendeskripsikan
dan menjelaskan bagaimana perkembangan pembentukan Reusam Gampong pada era otonomi
Khusus.
Manfaat penelitian ini sendiri, secara akademis, diharapkan bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam hal kajian terhadap proses penyusunan qanun gampong
di Kecamatan Panteraja Kabupaten Pidie Jaya, termasuk kaitannya dengan upaya membedakan
antara aturan yang tertulis dan aturan yang tidak tertulis. Secara praktis, diharapkan bermanfaat
dalam hal pengambilan kebijakan publik. Dalam hal ini, berbagai penemuan yang didapat dari
penelitian, akan membantu dalam memetakan permasalahan untuk seterusnya menyusun langkah-
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan gabungan penelitian hukum normatif dan penelitian hukum
empiris. Untuk menelusuri normatif, dipergunakan bahan hukum primer (peraturan perundang-
undangan) dan bahan hukum sekunder (hasil penelitian). Untuk menjawab empiris, dilakukan
serangkaian wawancara dengan sampel yang dipilih secara purposive (sampel bertujuan), yakni 1
staf Bagian Hukum Sekda Pidie Jaya, Camat Panteraja, 2 orang Kepala Mukim, 5 orang Keuchik, 5
orang Tuha Peut, dan 2 orang unsur perempuan. 14 Pengolahan data dilakukan dengan melakukan
453 453
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
14
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, h. 10.
454 454
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
1. Konsep Gampong
Gampong terbentuk pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yang awalnya terdiri
dari kelompok rumah yang letaknya berdekatan satu sama lain.5 Menurut Snouck Hurgrunje,
gampong itu merupakan satuan teritorial terkecil.6 Sebuah gampong dilingkari pagar, dihubungkan
oleh satu pintu gapura dengan jalan raya (rèt atau rót), suatu jalan yang melewati blang atau
lampoih serta tamah yang menuju ke gampong lain. Dulu setiap gampong mencakup satu kawõm
(satuan-satuan baik dalam artian territorial maupun kesukuan) atau sub kawõm yang hanya akan
bertambah warganya dengan perkawinan dalam lingkungan sendiri, atau paling tidak, dengan
Selain sebutan gampong, ada juga yang menyebutnya dengan istilah meunasah.8 Namun
demikian sebagian orang menyebut meunasah sebagai lembaga tersendiri, sebagai ciri khas sebuah
menyangkut nama Keuchik, ada yang menyebut geuchik.11 Dalam melaksanakan tugasnya, Keuchik
dibantu Tuha Peut, yang umumnya juga memikul tugas rangkap, yaitu di samping sebagai
penasehat Keuchik, juga sebagai pemikir, penimbang, dan penemu dasar-dasar hukum atas sesuatu
Dalam Qanun No. 5/2003, Keusyik dan Tuha Peut diposisikan sebagai eksekutif dan
legislatif. Dalam Pasal 53 Qanun No. 5/2003 disebutkan bahwa Rancangan Reusam Gampong
diajukan oleh Keusyik atau Tuha Peut Gampong, yang pembahasannya dilakusan bersama-sama,
5
Rusdi Sufi, dkk, Adat Istiadat Masyarakat Aceh, Dinas Kebudayaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda
Aceh, 2002, hlm. 25.
6
Snouck Horgronje, Aceh di Mata Kolonial, Yayasan Soko Guru, Jakarta, 1985, hlm. 67.
7
Ibid., hlm. 68.
8
Sulaiman, Gampong, Serambi Indonesia, 18 Juli 2002.
9
Iskandar A. Gani, Kedudukan dan Fungsi Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA) dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah
dan Otonomi Desa di Aceh, Tesis, Program Pascasarjana Unpad, Bandung, 1998, hlm. 134-135.
10
Snouck Hurgronje, Op. Cit., hlm. 72-73.
11
T. Djuned, “Manajemen Desa Terhadap Pengelolaan Lingkungan Hidup di Aceh”, Mon Mata No. 27, September
1997, Lembaga Penelitian Unsyiah.
455 455
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
kemudian keusyik menetapkannya setelah persetujuan tuha peut. Pasal 55 diatur, bahwa Reusam
ditandatangani oleh keusyik dan Ketua Tuha Peut Gampong, harus disampaikan kepada Bupati atau
Walikota melalui Imuem Mukim dan Camat selambat-lambatnya 45 hari sesudah ditetapkan, Bupati
atau Walikota harus segera mengesahkan Reusam Gampong paling lama 45 hari sejak diterima
Pasal 56 diatur tentang muatan materi dalam Reusam Gampong, antara lain: (a) bentuk
Reusam Gampong, (b) muatan materi Reusam Gampong, (c) mekanisme dan tata cara pembahasan
Rancangan Reusam Gampong, (d) pengaturan lebih lanjut apabila jumlah anggota Tuha Peut
Gampong yang hadir tidak mencapai sekurang-kurangnya dua pertiga, (e) kedudukan Reusam
Gampong terhadap kepentingan umum, Qanun Kabupaten atau Qanun Kota dan Peraturan
Perundang-undangan lainnya yang lebih tinggi tingkatannya, serta (f) ketentuan sanksi terhadap
Setelah lahirnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2006, qanun gampong disusun ulang.
Konon lagi Qanun No. 5 Tahun 2003 memberi pesan bahwa qanun gampong diatur dengan qanun
kabupaten/kota.
Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006, terdapat tiga pasal yang mengatur masalah
gampong, yakni Pasal 115, Pasal 116, dan Pasal 117. Pasal 115 menjelaskan tentang aparatur
pemerintahan gampong, pemilihan, dan masa jabatan keuchik. Pasal 116 mengatur tugas keuchik
dan perangkat gampong. Sementara Pasal 117 mengatur pembentukan, penggabungan, dan/atau
penghapusan gampong.
Masalah reusam atau qanun gampong tidak diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun
2006 tersebut. Pengaturan hal tersebut ditemukan dalam qanun. Berdasarkan ketentuan qanun, maka
454 454
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
12
Hakim Nya’ Pha, Op. Cit.
455 455
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
Salah satu kabupaten yang sudah menyelesaikan qanun gampong adalah Kabupaten Pidie
Jaya. Qanun tersebut merupakan Qanun Kabupaten Pidie Jaya No. 5 Tahun 2011 tentang
Pemerintahan Gampong.
Qanun gampong adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh tuha peut bersama
keuchik (Pasal 1 ayat (22)). Mengenai qanun gampong, secara khusus diatur dalam Bab VI Qanun
Gampong, dengan 10 pasal, yakni Pasal 67-77. Dalam Pasal 67, diurai jenis peraturan perundang-
undangan pada tingkat gampong yang meliputi Qanun Gampong, Peraturan Keuchik, dan
Keputusan keuchik. Pasal 68, menyebutkan proses pembentukan qanun gampong. Qanun gampong
ditetapkan oleh keuchik, yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan gampong,
qanun gampong, meliputi: (a) kejelasan tujuan; (b) kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
(c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan; (d) dapat dilaksanakan; (e) kedayagunaan dan
Dalam proses pembentukan qanun gampong, masyarakat berhak memberikan masukan baik
secara lisan maupun tulisan, khususnya dalam proses penyusunan rancangan qanun gampong (Pasal
70).
Rancangan qanun gampong yang telah disetujui bersama oleh keuchik dan tuha peut
disampaikan oleh pimpinan tuha peut kepada keuchik untuk ditetapkan menjadi qanun gampong,
dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama (Pasal
71). Dalam pasal tersebut juga ditentukan, rancangan qanun gampong selain rancangan qanun
gampong tentang APBG, pungutan dan penataan ruang, wajib ditetapkan oleh keuchik dengan
membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
456 456
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
Sementara itu, qanun gampong disampaikan oleh keuchik kepada bupati melalui camat
sebagai bahan pengawasan dan pembinaan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan (Pasal
72).
Khusus mengenai rancangan qanun gampong tentang APBG, pungutan dan penataan ruang
yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh keuchik paling lama 3 (tiga) hari disampaikan
oleh keuchik kepada bupati melalui camat untuk dievaluasi, yang hasilnya disampaikan paling lama
20 (dua puluh) hari kepada keuchik (Pasal 73). Apabila hasil evaluasi melampauai batas waktu
dimaksud, keuschik dapat menetapkan rancangan qanun gampong menjadi qanun gampong.
Sedangkan evaluasi rancangan qanun gampong tentang APBG dapat didelegasilan kepada camat.
Dalam Pasal 74 disebutkan, qanun gampong wajib mencantumkan batas waktu penetapan
pelaksanaan. Qanun gampong sejak ditetapkan, dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat, kecuali ditentukan lain di dalam qanun gampong tersebut. Di samping itu,
Pasal 76 menentukan bahwa qanun gampong dimuat dalam berita daerah kebupaten, yang
ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pembentukan dan mekanisme penyusunan qanun
gampong diatur dengan peraturan bupati dengan berpedoman pada peraturan menteri dalam negeri
normatif, mekanisme penyusunan reusam gampong masih membutuhkan peraturan bupati dengan
berpedoman pada peraturan menteri dalam negeri dan atau peraturan gubernur. Dalam hal ini,
terutama dalam penyusunan reusam gampong di Pidie Jaya, praturan tersebut belum ada.
457 457
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
Dalam kenyataan, penyusunan reusam atau qanun pada tingkat gampong, terutama di lokasi
penelitian, sudah berlangsung. Namun selama ini, qanun-qanun tersebut masih terbatas pada qanun
458 458
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
a. Pra rancangan qanun, sebelumnya ditentukan qanun yang ingin dibahas, terlebih dahulu
diinformasikan kepada masyarakat secara luas. Pengumuman ini tidak semua berlangsung
optimal. Bahkan ada gampong tertentu yang tidak menyediakan informasi selayaknya. Di
samping itu, masyarakat yang mengetahui informasi tersebut pun, tidak semuanya ikutserta
dalam rapat-rapat penting tersebut. Kehadiran masyarakat sangat penting sebagai bentuk
dari hak masyarakat untuk memberikan masukan dalam rangka penyiapan dan/atau
b. Fase rancangan, dimulai dengan pengajuan rancangan qanun oleh keuchik kepada tuha peut
untuk dibahas secara bersama-sama. Dalam banyak proses, tidak semua tuha peut
berpartisipasi secara maksimal. Selain itu, masyarakat juga tidak banyak yang mengikuti.
c. Fase penetapan, qanun gampong di tetapkan oleh keuchik, yang rancangannya telah
disetujui bersama oleh keuchik dan tuha peut. Peluang qanun gampong dibentuk dalam
penandatanganan oleh keuchik. Secara normatif, qanun gampong dimuat dalam berita
daerah kebupaten, yang dilakukan oleh Setdakab. Dalam kenyataannya, tidak semua
keuchik melakukan hal tersebut. Penting juga disebutkan mengenai pengaturan mengenai
kewajiban qanun gampong mencantumkan batas waktu penetapan pelaksanaan, yakni qanun
gampong sejak ditetapkan, dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum
459 459
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
mengikat, kecuali ditentukan lain dalam qanun gampong tersebut. Selain itu, qanun
Mengenai materi apa saja yang dimuat dalam reusam atau qanun gampong, seyogianya juga
harus menunggu peraturan bupati sebagai kelanjutan dari Qanun Kabupaten Pidie Jaya No. 5 Tahun
2011. Namun dalam kenyataan di Kecamatan Masyarakat, qanun-qanun disusun, didominasi oleh
Secara normatif, harus dipahami bahwa ada perbedaan mengenai qanun gampong, yang
mengatur mengenai APBG, dengan rancangan qanun gampong tentang pungutan serta penataan
ruang. Ketiga rancangan qanun gampong tersebut, pada dasarnya dievaluasi oleh Bupati, namun
khusus untuk rancangan qanun gampong tentang APBG, proses evaluasi tersebut dapat
Untuk melihat materi apa saja yang sudah disusun dalam rancangan qanun gampong di
dengan dana anggaran gampong. Dalam hal ini yang umumnya hanya satu qanun per tahun.
Jumlah qanun bisa bertambah bila ada program-program yang dilaksanakan pada tingkat
gampong.
b. Gampong Tunong. Tiap tahun yang ada hanya tiga qanun saja, yakni qanun yang mengatur
tentang APBG, ADG, BKPG, yang bertingkat dalam hal pengelolaan dana gampong, serta
program pelimpahan dari kabupaten dan provinsi. Biasanya qanun-qanun gampong sedikit
460 460
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
c. Gampong Mesjid. Dalam 5 tahun terakhir sudah membentuk sekitar 19 qanun, selain qanun-
qanun tentang APBG, ADG, dan BKPG, ada qanun-qanun lain yang diatur, antara lain berisi
461 461
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
(keurija mate), dan sebagainya. Namun semua itu kemudian diserahkan untuk dilakukan
penyempurnaan di kecamatan.
d. Gampong Peurade. Di peurade ada sekitar 6 qanun, selain qanun anggaran. Qanun-qanun
tersebut, antara lain mengatur masalah sosial, orang meninggal, gotong royong, sanksi
sosial, dsb.
f. Gampong Mukablang, selain qanun anggaran (APBG, ADG, BKPG), posisi qanun di
gampong ini harus dipilah, yakni qanun yang bisa dipahami sebagai aturan tertulis,
kemudian juga digolongkan qanun gampong yang secara tidak tertulis, namun berupa
konsensus pengaturan mengenai gotong royong, adat, perniagaan, sosial gampong, aturan-
seperti itu, sejak 2009 dioptimalkan, namun dalam pelaksanaan, masih belum maksimal.
j. Gampong Lhok Pu’uk, umumnya yang berkaitan dengan tiga qanun anggaran.
Kebanyakan rancangan qanun gampong yang sudah ditetapkan sebagai qanun gampong,
pada kenyataannya sebagian diteruskan kepada camat. Proses normalnya sesungguhnya adalah
camat akan meneruskannya kepada bupati. Namun sebagian qanun gampong yang sudah disahkan
tersebut, belum diberitakan dalam berita daerah. Bahkan ada qanun gampong yang sudah disahkan
oleh pada tingkat gampong ada yang masih berada pada tingkat kecamatan.
Kenyataan tersebut, tidak terjadi dengan sendirinya. Ada sebab tertentu yang menyebabkan
hal tersebut. Salah satu sebab yang paling sering diungkapkan para keuchik adalah pergantian camat
462 462
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
Terdapat dua permasalahan penting yang masih belum jelas dipahami, yakni: Pertama,
pemahaman mengenai “reusam” dan “qanun”. Dalam Qanun Kabupaten Pidie Jaya, disebutkan
dengan “qanun gampong”. Sedangkan yang familiar bagi orang adalah “reusam gampong”. Kedua
istilah ini oleh sebagian orang dibedakan, yakni qanun dianggap sebagai yang tertulis, kemudian
reusam dianggap sebagai ketentuan yang tidak tertulis. Hal ini berimplikasi kepada perbedaan cara
memandang yang mana aturan tertulis dan mana yang tidak tertulis. Padahal secara normatif, kedua
Kedua, dalam menyelesaikan qanun, masih sangat tergantung kepada lembaga pemerintahan
kecamatan. Memang dalam hal qanun anggaran, ada wewenang Camat sebagai limpahan
kewenangan dari Bupati untuk mengevaluasi qanun tersebut. Sementara untuk qanun tata ruang
masih harus dievaluasi Bupati. Sedangkan selain qanun tersebut, terbuka peluang untuk diatur di
tingkat gampong.
Dua kondisi tersebut, sebenarnya gambaran nyata mengenai kondisi sumber daya manusia
yang ada pada tingkat gampong. Di Kecamatan Panteraja, diakui adanya kekurangan dari kualitas
Problem sumber daya manusia, umumnya berkaitan dengan masalah muatan. Peluang untuk
menyusun masalah adat sudah terbuka lebar, namun yang menjadikan momentum tersebut masih
sangat terbatas. Hal ini bisa jadi disebabkan karena sudah ada berbagai level qanun adat, baik pada
tingkat provinsi maupun kabupaten. Sedangkan masalah sumber daya, malah tidak ada sepertinya
yang bisa diatur oleh gampong, karena umumnya sudah diatur oleh lembaga yang lebih tinggi.
Berdasarkan jumlah, dari 10 gampong yang ada di Kecamatan Panteraja, rata-rata dalam
satu gampong tiga qanun. Ada tiga gampong yang masing-masing memiliki 19, 7, dan 6 qanun.
Jumlah ini sendiri, kemudian dibedakan lagi dengan pemaknaan yang berbeda, sebagaimana sudah
disebut di atas. Makanya yang secara nyata bisa dilihat sebagai qanun, rata-rata juga tiga qanun.
463 463
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
Ada satu kesenjangan yang terlihat, dari gambaran di atas. Ada kesenjangan pemahaman,
antara posisi qanun gampong sebagai konsep, dengan pola pelaksanaan pembentukan qanun
gampong. Hal ini tercermin dari sebagian perangkat gampong yang tidak bisa membedakan antara
aturan yang tertulis dengan aturan yang tidak tertulis. Selama ini ada sebagian merasa butuhkan
untuk mengatur secara tertulis nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dalam hal ini, pola-pola
kehidupan, sistem sosial, kehidupan kegotong-royongan, kemudian dipahami sebagai isi dari
adanya qanun. Bila kita lihat konsep qanun gampong, maka hal ini tidak jelas.
Kondisi seperti itu terjadi umumnya disebabkan karena sumber daya manusia yang masih
kurang, dan proses pembinaan oleh pemerintahan di atasnya, terutama Pemerintahan Kecamatan
Sehubungan dengan hal tersebut, menurut staf Setda Kabupaten Pidie Jaya, disebabkan
selama ini tidak ada Geuchik atau Tuha Peut yang meminta bantuan mengenai proses pembentukan
qanun gampong. Hal ini disebabkan oleh dua hal: pertama, karena mereka sudah dekat dengan
Camat, makanya mereka lebih mudah berkoordinasi dengan Camat. Sementara bagian hukum
umumnya kalau diminta akan memfasilitasi bahan-bahan mengenai proses pembentukan qanun
gampong. Kedua, menyangkut kewenangan yang sebenarnya dalam hal tertentu terbilang terbatas.
Gampong itu umumnya memiliki kewenangan untuk mengatur persoalan syariat Islam, sementara
untuk hal-hal mengenai sumberdaya sangat kecil kewenangannya. Di samping itu, penyebab bisa
saja karena persoalan sumber daya manusia yang dimiliki pada tingkat gampong.
D. PENUTUP
Berdasarkan penjelasan bagian sebelumnya, dapat diambil kesimpulan: Pertama, Dilihat dari
mekanisme yang berlangsung di Kecamatan Panteraja, lebih sederhana ketimbang dari mekanisme
yang sudah diatur dalam Qanun Kabupaten Pidie Jaya No. 5 Tahun 2011, yang terbagi dalam masa
Pra rancangan qanun (sosialisasi rencana qanun), Fase rancangan (pengajuan rancangan qanun),
464 464
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
Kedua, mengenai materi apa saja yang dimuat dalam reusam atau qanun gampong,
umumnya berkaitan dengan qanun-qanun yang berhubungan dengan dana anggaran gampong,
seperti APBG, ADG, BKPG. Di samping itu, beberapa gampong sudah mulai mengatur materi
mengenai konsep perniagaan, maksiat, adat sengketa, gotong royong, kunjung-mengunjung (keurija
Ketiga, perkembangan pembentukan qanun, umumnya masih sangat terbatas, dengan rata-
rata per gampong tiga qanun gampong, itupun hanya berkaitan dengan qanun yang sangat penting
yaitu mengenai anggaran. Ada gampong yang membentuk qanun gampong, tapi sifatnya
berdasarkan konsep yang tidak tertulis, yang disebabkan karena perbedaan cara melihat konsep
“reusam” dan “qanun”. Hal ini disebabkan kurangnya sumberdaya manusia, serta proses pembinaan
Saran dan rekomendasi yang dapat disampaikan, antara lain: Pertama, pentingnya penguatan
sumber daya manusia, baik yang dilakukan oleh pemerintah kecamatan maupun pemerintah
kabupaten. Kedua, penting dilakukan pelatihan penyusunan qanun gampong, yang disertai dengan
pendampingan agar perangkat gampong memiliki pengetahuan praktis mengenai cara menyusun
qanun gampong.
DAFTAR PUSTAKA
A. Gani, Iskandar, 1998, Kedudukan dan Fungsi Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA)
dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Otonomi Desa di Aceh, Tesis, Program
Pascasarjana Unpad, Bandung, 1998.
Djuned, T., “Manajemen Desa Terhadap Pengelolaan Lingkungan Hidup di Aceh”, Mon Mata No.
27, September 1997, Lembaga Penelitian Unsyiah.
Hurgronje, Snouck, 1985, Aceh di Mata Kolonial, Jilid 1, Yayasan Soko Guru, Jakarta.
Nya’ Pha., M. Hakim, Lembaga Gampong Merupakan Salah Satu Simpul Utama Energi Sosial
Masyarakat Aceh, Makalah Simposium Daerah Forum Pascasarjana Unsyiah, 25 Juni
2001, Darussalam, Banda Aceh, 2001.
Sufi, Rusdi, dkk, 2002, Adat Istiadat Masyarakat Aceh, Dinas Kebudayaan Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam, Banda Aceh.
Sulaiman, 2003, “Tinjauan Yuridis-Sosiologis terhadap Sistem Pemerintahan Gampong di Aceh”,
465 465
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
466 466
Kanun Jurnal Ilmu
Pembentukan Reusam
Hukum
Gampong di Kabupaten Pidie Jaya Pembentukan Reusam Gampong
Kanun
di Kabupaten
Jurnal Ilmu
Pidie
Hukum
Jaya
Sulaiman
No. 58, Th. XIV (Desember, 2012). No. 58, Th. XIV (Desember,
Sulaiman
2012).
, 2009, Prospek dan Tantangan Pemerintahan Gampong di Aceh, Jurnal Media Hukum
Vol. 16 No. 2, Desember 2009.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh
Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk Aceh dalam bentuk Nanggroe
Aceh Darussalam.
467 467