Rangkaian Studium Generale
KOTA DAN KERJA
oleh:
Franz Magnis-Suseno SJ
Diselenggarakan Atas Kerjasama
Goethe-Institut Jakarta dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta
Jakarta, 19 Februari 2009Pengantar
Apakah orang datang ke Jakarta untuk bekerja, atau untuk berfo-
ya-foya, atau karena taruhan bahwa akan ada kesempatan? Barangka-
Ii semua jawaban itu benar sekaligus. Jakarta itu sebuah magnit yang
secara magis menarik orang-orang untuk datang — betapa pun Peme-
rintah DKI mencoba untuk mencegah mereka. Seperti laron tertarik
ke cahaya lampu, begitu orang-orang tertarik untuk mengadu nasib di
Jakarta. Ada yang seperti laron lalu terbakar sayapnya dan menjadi
lemas. Tetapi ada juga yang berhasil, Katanya, orang yang ulet di Ja-
karta selalu akan berhasil, sekurang-kurangnya ia akan bisa hidup,
barangkali hidup lebih baik daripada di desanya.
Tetapi bekerja? Jelaslah, orang Jakarta rata-rata termasuk pekerja
yang keras. Apakah ia kantoran di jalan Suclirman atau jualan sayuran
dengan keretanya: Mereka semua bekerja, dan itulah yang menarik,
mereka juga berhasil. Mari kita lihat orang; Jakarta bekerja dan lalu
berpikir apakah itulah yang diharapkan dari suatu kehidupan yang
manusiawi.
Ada segala macam pekekerjaan yang dilakukan orang di Jakarta.
Pembedaan yang paling tajam, yang dalam pandangan hampir semua
orang membedakan mereka yang beruntuny dari mereka yang ‘biasa"
atau tidak beruntung adalah perbedaan antura pekerja Arag putih dan
krag biru (istilah orang Amerika). Krag biru adalah mereka yang be-
kerja dalam arti bisa menjadi kotor karena pekerjaannya, jadi mereka
yang harus memegang tanah, logam, tetumbuhan, yang secara fisik
bekerja berat (tentu dokter yang termasuk krag putih secara fisik juga
bisa bekerja berat, tetapi beratnya tidak terletak dalam kegiatan lang-
sung [memeriksa pasien, memotong kulit perut dsb.] melainkan da-
lam ketegangan, ketelitian yang dituntut, dan tak jarang dalam waktu
panjang ia bekerja). Para pekerja krag purih bekerja dengan abstrak,
dengan komputer, dengan menulis, dengan omong, termasuk guru,
dosen, penyiar, wartwaran, CEO dan menejer, rohaniwan dst.
Perbedaan lain yang amat relevan adalah antara mereka yang be-
kerja di sektor formal dan yang bekerja di sektor informal. Yang be-
kerja di sektor formal mempunyai aturan, pendapatan yang dipasti-
kan, masuk statistik, di mana apa yang mereka kerjakan tergantung
dari seorang atasan dan/atau sebuah sistem (di mana ia bekerja, padahari dan jam berapa, apa yang dilakukannya), sedangkan di sektor in-
formal ada lebih banyak kebebasan. Di sektor informal yang paling
penting - dan menciptakan nilai ekonomis yang tak pernah masuk
statistik - adalah mereka yang menjalankan urusan rumah tangga, ju-
ga hampir 100 persen ibu-ibu. Mereka bekerja dari pagi sampai ma-
lain, tujuh hari per-minggu dan tidak dibayar kecuali apa yang dibe-
rikan suami yang mempunyai pekerjaan yang biasanya dianggap
sungguh-sungguh - dalam arti; terpisah dari rumah tangga. Banyak
dari ibu rumah tangga masih mempunyai pekerjaan sampingan, mi-
salnya membuat dan menjual kue-kuean atau melakukan perdagang-
an kecil-kecilan - kadang-kadang juga gede - macam-macam.
Majikan ada yang putili dan ada yang hitam, artinya usahawan
yang biasa dan preman (yang misalnya menguasai siap2 yang bisa
menjadi tukang parkir atau barangkali menentukan di mana seseorang
masih bebas mengemis - artinya mereka harus mendapat potongan).
Mereka yang sudah dewasa dan tidak lagi dalam salah satu tahap
pendidikan bekerja semua. Hanya segelintir orang dari keluarga sa-
ngat kaya yang bisa hidup sebagai playboy yang dapat duitnya dari
orang lain (dari orangtua, atau sebagai rentenir), lalu mengisi waktu
malam hari dengan pelbagai kemungkinan yang dapat dibaca dalam
dua jilid Jakarta under cover di mana kebanyakan orang vang hidup
dalam pekerjaan-pekerjaan malam ini memang juga bekerja keras.
Mari kita memberikan sedikit detinisi tentang pekerjaan mengi-
kuti yang diberikan Gert Haeffner (Haeffner, G dll. 1999, Arbeit im
Umbruch, Stuttgart: Kohlhammer, h. 5) (di mana lantas "pekerjaan"
dalam arti "punya kerja", jadi mempersiapkan dan menjalankan pesta
atau "pekerjaan" yang dilakukan oleh sebuah mesin dikesamping-
kan):
Pekerjaan adalah "keiatan manusiawi yang secara teratur dilaku-
kan dalam bentuk yang sangat mirip, yang sering berat, yang meng-
habiskan sebagian cukup besar waku kehidupan yang bisa dipakai
untuk bergiat dan yang pertama-tama dilakukan demi tujuan luar-
nya.”