Professional Documents
Culture Documents
123dok ALASAN+INDONESIA+DALAM+MELAKUKAN+KERJA+SAMA+DENGAN+MELANESIAN+SPEARHEAD+GROUP+ (MSG) PDF
123dok ALASAN+INDONESIA+DALAM+MELAKUKAN+KERJA+SAMA+DENGAN+MELANESIAN+SPEARHEAD+GROUP+ (MSG) PDF
This study explains why Indonesia in cooperation with the Melanesian Spearhead
Group. Members of the Melanesian Spearhead Group are the countries in the South
Pacific region which has a Melanesian race. The vision of the Melanesian Spearhead
Group is decolonization and freedom for all countries of Melanesia with the efforts to
develop cultural identity and association, political, social and economic of
Melanesians. United Liberation Movement of West Papua is listed as an observer in the
Melanesian Spearhead Group. As an associate member, Indonesia tried to prevent the
movement of groups of Papuan independence as part of the Melanesian Spearhead
Group. Indonesia's involvement in the Melanesian Spearhead Group becomes a threat
to the Papuan independence groups to secede from the Unitary Republic of Indonesia.
Through the concept of foreign policy with Rational Actor model by Graham T. Allison,
that there are alternatives to policy guidelines that could be taken by the government in
the calculation of gains and losses over each of these alternatives. The decision-makers
must always be ready to make changes or adjustments in its discretion. This concept is
used by researchers to determine the involvement of Indonesia in the Melanesian
Spearhead Group. The main reason why Indonesia in cooperation with the Melanesian
Spearhead Group is to gain the support of the member countries of the Melanesian
Spearhead Group to prevent group of Papuan independence became a permanent
member to inhibit movement in liberating Papua.
1
ABSTRAKSI
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Adil, Hilman. 1993. Dinamika Perkembangan Pasifik Selatan Dan Implikasinya Terhadap
Indonesia. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Kemasyarakatan dan Kebudayaan
PDII-LIPI.
2
Ogashiwa, Yoko. 2002. “South Pacific Forum: Survival Under External Pressure” in New
Regionalisms in the Global Political Economy, by Shaun Breslin, Christopher W. Hughes,
Nicola Phillips and Ben Rosamond (eds). London: Routledge.
memiliki dinamika tersendiri dalam hubungan antarnegara, seperti
hubungannya dengan Australia, Timor Timur, dan Papua Nugini.
3
Bhakti, Ikrar Nusa. 2006. Merajut Jaring-Jaring Kerja Sama Keamanan Indonesia-Australia:
Suatu Upaya Menstabilkan Hubungan Bilateral Kedua Negara. Jakarta: LIPI
4
SBY Kunjungi Fiji Untuk Jelaskan Kondisi Papua.
http://www.voaindonesia.com/content/sby-kunjungi-fiji-untuk-jelaskan-kondisi-
papua/1938483.htm di akses pada 10 Mei 2016, pukul 20.30 WIB
terkait isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang diduga
dilakukan oleh pemerintah Indonesia di Papua. Keterlibatan Indonesia
dalam Melanesian Spearhead Group, berdampak pada munculnya
perlawanan dari gerakan separatis di Papua yang terancam dipersulit
untuk memerdekakan Papua. Gerakan separatisme yang tergabung
dalam United Liberation Movement of West Papua (ULMWP)
berkembang di kawasan Pasifik Selatan menggalang dukungan dari
negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group (MSG).
B. RUMUSAN MASALAH
Berkaitan dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas
maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
- Mengapa Indonesia memutuskan untuk bergabung ke dalam
Melanesian Spearhead Group (MSG)?
C. TUJUAN PENELITIAN
D. KONTRIBUSI PENELITIAN
1. Kontribusi Akademis
2. Kontribusi Praktis
E. STUDI PUSTAKA
F. KERANGKA PEMIKIRAN
a. Konsep Politik Luar Negeri
5
Budiono Kusumohamidjojo. 1987. Hubungan Internasional: Kerangka Studi Analisis.
Jakarta: Bina Cipta
untuk mempertahankan, mengamankan dan memajukan kepentingan
nasional di dalam pencaturan dunia internasional.6 Sehingga bisa
dikatakan Politik Luar Negeri juga sebagai penentu arah bahkan
menentukan posisi suatu negara dalam dalam dunia internasional.
Politik luar negeri merupakan refleksi dari realitas yang terjadi
di dalam negeri serta juga dipengaruhi oleh situasi internasional. Hal ini
diperkuat oleh Rosenau yang menjelaskan pengkajian kebijakan luar
negeri suatu negara akan menghadapi situasi yang kompleks meliputi
kebutuhan eksternal dan kehidupan internal.7 Berarti kedua kebutuhan
tersebut sangat mempengaruhi perumusan kebijakan luar negeri.
Adanya faktor internal merupakan tempat pertautan kepentingan
nasional, sedangkan eksternal merupakan tempat dimana negara dapat
mengartikulasikan kepentingan nasional sehingga kepentingan tersebut
dapat tercapai. Politik luar negeri Indonesia memiliki landasan idiil
yaitu dasar negara RI yang berpedoman pada Pancasila, sedangkan
landasan konstitusional Politik Luar Negeri RI adalah UUD 1945 alinea
pertama dan alinea keempat. Sebagai Landasan operasional Politik luar
negeri Indonesia adalah prinsip bebas aktif.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja penjelasan corak bebas dan
aktif dari politik luar negeri, sebagai berikut:8
“Bebas: dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada
kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila.
Aktif: berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar
negerinya, Indonesia tidak bersikap pasip-reaktip atas kejadian-
kejadian internasionalnya, melainkan bersikap aktip”
6
Yani, A.A. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
7
Ibid
8
Mochtar Kusumaatmadja,1983, Politik Luar Negeri Indonesia dan Pelaksanaannya Dewasa
ini (Kumpulan karangan dan Pidato)”, Bandung: Penerbit Alumni
Sehingga pendapat Rosenau akan kebijakan luar negeri yang
diliputi kebutuhan eksternal dan internal dapat tergambar melalui
Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif, bahwa untuk merumuskan
prinsip tersebut juga diwarnai akan dinamika politik internasional.
Selanjutnya, agar prinsip bebas aktif dapat dioperasionalkan,
maka setiap periode pemerintahan menetapkan landasan operasional
yang senantiasa berubah disesuaikan dengan kepentingan nasional.
Pada masa pemerintahannya Joko Widodo mengungkapkan prinsip
“bebas-aktif” dalam politik luar negeri Indonesia, namun landasan
operasionalnya adalah menganut pada prinsip Trisakti. Prinsip Trisakti
ini merupakan arah Politik Luar Negeri Presiden Soekarno. Makna dari
prinsip Triskati yang diterapkan oleh Presiden Joko Widodo di masa
pemerintahannya adalah sebagai berikut:9
1. Berdaulat di bidang politik, hakikat terpenting dari negara
yang berdaulat. kemampuan untuk menjaga kemandirian dan
mengaktualisasikan kemerdekaannya dalam seluruh aspek
kehidupan bernegara
2. Berdikari di bidang ekonomi, diwujudkan dalam
pembangunan demokrasi ekonomi yang menempatkan rakyat
sebagai pemegang kedaulatan di dalam pengelolaan
keuangan negara dan pelaku utama pembentukan produksi
3. Berkepribadian dalam kebudayaan, diwujudkan melalui
pembangunan karakter dan kegotong-royongan berdasar
pada realitas kebhinekaan dan kemaritiman sebagai kekuatan
potensi bangsa dalam mewujudkan implementasi demokrasi
politik dan demokrasi ekonomi Indonesia masa depan.
9
Amaliyah, Nur. 2015. Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Di Bawah Pemerintahan
Presiden Jokowi, Makassar: Universitas Hasanuddin
Presiden Joko Widodo dalam menerapkan Politik Luar Negeri
Bebas dan Aktif adalah menginterpretasikan makna “Bebas”
didasarkan pada kemandirian, dan kedaulatan dari Indonesia dalam
menentukan kebijakan dan arah politik itu sendiri.10 Pemaknaan
“Aktif” dalam Politik Luar Negeri Presiden Joko Widodo adalah
dimaknai dengan mewujudkan misi yaitu terselip makna gotong royong
yang dalam hal ini dimaknai dengan menciptakan kemndirian
kedaulatan tidak bisa dilakukan sendiri namun dapat merangkul
berbagai kekuatan dan terlibat aktif dalam berbagai momentum-
momentum kerjasama. Kebijakan pengambilan keputusan Politik Luar
Negeri mengacu pada pilihan individu, kelompok, dan koalisi yang
mempengaruhi tindakan suatu bangsa di kancah internasional.
Keputusan kebijakan Luar Negeri biasanya memiliki resiko yang tinggi
dan ketidakpastian yang sangat besar.11
Politik luar negeri adalah seperangkat maksud, tatacara, dan
tujuan, yang diformulasikan oleh orang-orang dalam posisi resmi atau
otoritatif, yang ditujukan terhadap sejumlah aktor ataupun kondisi di
lingkungan luar wilayah kekuasaan suatu negara, yang bertujuan
mempengaruhi target tertentu dengan cara yang diinginkan oleh para
pembuat keputusan. Agar lebih jelas, berikut adalah skema pembuatan
kebijakan luar negeri:
10
ibid
11
Renshon, J. & Renshon, S. 2008. The Theory and Practice of Foreign Policy Decision
Making, Political Psychology, Alex Mintz & Karl DeRouden Jr.2010. Understanding Foreign
Policy Decision Making hal 3
Skema 1.1 Dimodifikasi dari berbagai sumber
12
Wohlforth, William C., 2012. Realism and Foreign policy” dalam Steve Smith,
Amelia Hadfield & Tim Dunne, Foreign Policy, Theories, Actors, Cases. Oxford
13
Singer, J. David, 1961. “The Level-of-Analysis Problem in International
Relations”, World Politics, 14(1), the International System: Theoretical Essays
14
Ibid
aktor lain tanpa ada maksud tertentu (self-interested) dan akan selalu
berusaha untuk memperkuat dirinya sendiri. Strategi pendekatan yang
digunakan oleh aktor negara dinamakan kebijakan luar negeri yang
mana menentukan arah interaksi antar aktor.
Sebagai aktor utama, negara berkewajiban mempertahankan
kepentingan nasionalnya dalam kancah politik internasional. Negara
dalam konteks ini diasumsikan sebagai entitas yang bersifat tunggal
dan rasional. Maksudnya adalah dalam tataran negara, perbedaan
pandangan politis telah diselesaikan hingga menghasilkan satu suara.
Sedangkan negara dianggap rasional karena mampu mengkalkulasikan
bagaimana cara mencapai kepentingan agar mendapat hasil maksimal.
Seorang realis juga biasanya memusatkan perhatian pada potensi
konflik yang ada di antara aktor negara, dalam rangka memperhatikan
atau menjaga stabilitas internasional, mengantisipasi kemungkinan
kegagalan upaya penjagaan stabilitas, memperhitungkan manfaat dari
tindakan paksaan sebagai salah satu cara pemecahan terhadap
perselisihan, dan memberikan perlindungan terhadap tindakan
pelanggaran wilayah perbatasan. Oleh karena itu, power adalah konsep
kunci dalam hal ini. Dasar Normatif realisme adalah keamanan
nasional dan kelangsungan hidup negara: ini merupakan nilai-nilai
yang menggerakkan doktrin kaum realis dan kebijakan luar negeri
kaum realis.
Power menurut Morgenthau dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
mengontrol pikiran dan tindakan, kemampuan mendapatkan apa yang
diinginkan, dan untuk mendapatkan power tidak hanya dilakukan
dengan senjata/ancaman, tetapi dengan pengaruh diplomasi dan
otoritas. Penulis melihat bahwa kebijakan luar negeri memerlukan alat
dalam menganalisanya melalui teori. Kebijakan luar negeri juga dapat
dibatasi dengan mempersempit analisa yang ada melalui fenomena-
fenomena hubungan internasional yang berkembang, yang kemudian
dapat menggambarkan perilaku negara dengan menganalisa kebijakan
luar negeri yang ada.
Power pada dasarnya berarti kemampuan untuk mempengaruhi
pihak lain untuk melakukan apa yang kita inginkan. Dalam pencapaian
ini, dapat dilakukan dengan hard power atau soft power. Hard power
lebih bersifat memaksa dan keras, contohnya dengan menggunakan
kekuatan militer. Soft power bukan berarti tanpa kekuatan, namun soft
power menggunakan pendekatan yang berbeda. Soft power lebih
ditujukan pada pengubahan cara pandang, ideologi, dan sebagainya.
Dalam tesis ini, penulis memilih untuk menggunakan soft power untuk
melihat pengaruh yang diberikan Indonesia di wilayah Pasifik Selatan,
khususnya di dalam Melanesian Spearhead Group.
b. Aktor Rasional (Rational Actor)
Menurut Graham T. Alisson, untuk menganalisis suatu proses
kebijakan luar negeri antara lain dapat digunakan rational policy
model. Proses kebijakan itu sendiri secara teoritik sangat dipengaruhi
oleh adanya faktor politik domestik dan eksternal internasional. Allison
membuat kajian politik luar negeri yang revolusioner karena dianggap
menantang asumsi rasionalisme dalam politik luar negeri yang
mengikuti prinsip-prinsip ekonomi dan sedikit banyak dianut juga oleh
realisme dalam menjelaskan politik luar negeri suatu negara. 15 Dalam
asumsi rasionalisme, tindakan suatu negara dianalisis dengan asumsi
bahwa negara mempertimbangkan semua pilihan dan bertindak secara
rasional untuk memaksimalkan keuntungan. Politik luar negeri dilihat
15
Allison, Graham T.1971. Essence of Decision: Explaining the Cuban Missile Crisis. Boston:
Little, Brown and Company. Dalam Hara, A Eby. 2011. Pengantar Analisis Politik Luar
Negeri: dari Realisme sampai Konstruktivisme. Bandung: Nuansa.
sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional. Bagi Allison,
analisis rasional yang disebut „Model Aktor Rasional’ mendasarkan diri
pada imajinasi karena tidak mendasarkan analisis pada fakta empirik
yang sering di sebut melanggar prinsip hukum falsifiablility.
Dalam perspektif “Decision Making Process”, Graham T
Allison dalam bukunya Essence of Decision: Explaining The Cuban
Missile Crisis, yang diterbitkan Boston: Little, Brown and Company
tahun 1971, mengajukan tiga paradigma yang dapat digunakan untuk
menganalisis kebijakan luar negeri negara-negara di dunia, yaitu Model
Aktor Rasional (MAR), Model Proses Organisasi (MPO), dan Model
Politik Birokratik (MPB), yang akan diuraikan secara singkat berikut
ini:
1. Model Aktor Rasional (Rational Actor)
Model ini menekankan bahwa suatu proses pengambilan
keputusan akan melewati tahapan penentuan tujuan, alternatif/opsi,
konsekuensi, dan pilihan keputusan. Model ini menyatakan bahwa
keputusan yang dibuat merupakan suatu pilihan rasional yang telah
didasarkan pada pertimbangan rasional/intelektual dan kalkulasi untung
rugi sehingga diyakini menghasilkan keputusan yang matang, tepat,
dan prudent.
2. Model Proses Organisasi (the Organizational Process)
Model ini menekankan bahwa suatu proses pengambilan
keputusan merupakan suatu proses mekanistis yang melewati tahapan,
prosedur, dan mekanisme organisasi dengan prosedur kerja baku
(standard operating procedure) yang telah berlaku selama ini.
Keputusan yang ditetapkan dipandang sebagai output organisasi yang
telah mempertimbangkan tujuan, sasaran, dan skala prioritas organisasi.
3. Model Politik Birokratik (Bureaucratic/Governmental Politics)
Model ini menekankan bahwa suatu proses pengambilan
keputusan dirumuskan oleh berbagai aktor, kelompok, dan pihak yang
berkepentingan melalui proses tarik menarik, tawar menawar, saling
mempengaruhi dan kompromi antar stakeholders terkait. Keputusan
yang ditetapkan merupakan proses resultan politik yang melewati
deliberasi yang panjang dan komplek
Setiap negara digambarkan sebagai aktor rasional yang selalu
bertindak didasarkan atas kepentingan dirinya sendiri. Dan yang paling
mendasar adalah menjaga kedaulatan dan mencapai kepentingan
nasional. Dalam model ini digambarkan bahwa para pembuat
keputusan melakukan alternatif alternatif kebijakan untuk mendapatkan
hasil yang optimal. Asumsi dasar perspektif model aktor rasional yaitu
bahwa negara-negara dapat dianggap sebagai aktor yang berupaya
untuk memaksimalkan pencapaian tujuan mereka berdasarkan kalkulasi
rasional di dalam kancah politik global.16 Dalam model aktor rasional,
negara digambarkan sebagai sebuah aktor individu rasional, memiliki
pengetahuan yang sempurna terhadap situasi dan mencoba
memaksimalkan nilai dan tujuan berdasarkan situasi yang ada.
Berbagai tindakan negara-negara dianalisis dengan asumsi bahwa
negara-negara mempertimbangkan semua pilihan dan bertindak
rasional untuk memaksimalkan keuntungan. Dalam proses pembuatan
kebijakan, pemerintah dihadapkan dengan berbagai pilihan kebijakan
dimana masing-masing pilihan kebijakan tersebut memiliki
konsekuensi. Negara sebagai aktor rasional akan memilih alternatif
16
Bruce Russet dan Harvey Starr. 1998. World Politics: The Menu for Choice. 2nd ed. New
York: W.H. Freeman and Co.
kebijakan yang memiliki konsekuensi paling tinggi (menguntungkan)
dalam memenuhi tujuan yang ingin dicapai (goals and objectives).17
Dalam penulisan tesis ini, penulis akan menjabarkan
keuntungan dan kerugian mengenai keterlibatan Indonesia di dalam
Melanesian Spearhead Group. Ada beberapa hal yang penulis liat
adalah sebagai keuntungan Indonesia bergabung ke dalam forum sub-
regional Melanesian Spearhead Group, yaitu: Indonesia merupakan
negara dengan jumlah ras Melanesia terbanyak di bandingkan dengan
negara-negara yang terletak di wilayah Pasifik Selatan; secara geografis
Indonesia merupakan tertangga dekat dengan negara-negara Melanesia,
sehingga sangat mungkin bagi Indonesia untuk menjalin hubungan
yang lebih dekat lagi; dan tingkat ekonomi Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara di Pasifik Selatan sangat jauh di bawah
Indonesia, sehingga merupakan salah satu peluang bagi Indonesia
untuk memberikan bantuan kepada mereka. Kemudian kerugian timbul
dengan bergabungnya Indonesia ke dalam Melanesian Spearhead
Group adalah munculnya perlawanan dari kelompok separatis Papua
Merdeka dengan mengangkat isu-isu yang terjadi di wilayah Papua.
Berdasarkan keuntungan dan kerugian yang telah di jabarkan di
atas, penulis melihat lebih banyak keuntungan yang akan di peroleh
oleh Indonesia dengan bergabung ke dalam Melanesian Spearhead
Group. Hal ini lah yang menjadi dasar pertimbangan Indonesia dalam
mengambil keputusan untuk bergabung kedalam forum tersebut. Aktor
utama yaitu negara harus dapat mengambil keputusan secara rasional
dengan menimbang untung dan rugi yang akan di peroleh setelah
keputusan di ambil.
17
Allison, Graham T.1971. Essence of Decision : Explaining the Cuban Missile Crisis. Boston:
Little, Brown and Company. Dalam Hara, A Eby. 2011. Pengantar Analisis Politik Luar
Negeri: dari Realisme sampai Konstruktivisme. Bandung: Nuansa.
Keamanan nasional dan kepentingan nasional merupakan
prinsip utama dan tujuan strategis dalam menyusun kebijakan luar
negeri. Proses pembuatan kebijakan luar negeri dilakukan oleh aktor
yang mana masing-masing berperan sebagai pemain. Hubungan antar
aktor secara umum digambarkan dalam proses tarik ulur satu sama lain
(pulling and hauling). Kebijakan luar negeri dipahami sebagai political
outcomes. Menurut Allison outcomes bukanlah penyelesaian yang
dipilih oleh para aktor tetapi merupakan hasil dari kompromi, koalisi
dan kompetisi antar aktor.18
Menganalisa foreign policy sebagai bentuk proses rasionalitas
atau disebut foreign policy making as rational process menurut Allison
bahwa Rational decision making model terbentuk dari aktor kesatuan
(unitary actor) yang menjalankan peran sebagai rasional aktor dalam
pengambilan sebuah keputusan. Kebijakan luar negeri tersebut menjadi
sebuah langkah dalam menangani konflik maupun permasalahan yang
dihadapi negara. Seperti dikatakan dalam kaitannya mengenai Rational
Decision-Making Model adalah bahwasanya sebagai “foreign policy as
results from an intellectual process where the actors choose what is the
best for the country and select”. Maka dalam rasionalitas pengambilan
kebijakan sebagai tujuan menjalankan kebijakan yang terbaik bagi
negara.
Politik Luar Negeri sebagai akibat tindakan-tindakan yang di
pilih oleh aktor rasional untuk mencapai target dari tujuan-tujuan yang
di tetapkan oleh suatu negara. Pembuatan Keputusan Politik Luar
Negeri dari model ini disebut sebagai suatu proses intelektual. Aktor-
aktor rasional berusaha untuk membuat kebijakan luar negeri yang
dapat memaksimalkan pencapaian kepentingan nasional. Dalam hal ini
18
Ibid
negara dilihat sebagai entitas monolitik. Allison menekankan bahwa
kelemahan dari pandangan tersebut adalah negara satu dengan negara
lainnya tidak memiliki sifat yang homogen sehingga aktor-aktor
rasional tersebut tidak dapat menjelaskan politik luar negeri maupun
mekanisme internal dalam perumusannya dengan baik. Keterkaitan
antara model Aktor Rasional dan teori realis dapat dilihat dengan
sangat jelas, dimana aktor utamanya adalah negara. Dalam proses
pembuatan keputusan, aktor memiliki peran penting untuk
mempengaruhi aktor lainnya dalam mencapai tujuan.
G. HIPOTESA
H. METODOLOGI PENELITIAN
1. Tipe Penelitian
2. Sumber Data
b. Wawancara
1. Djauhari Oratmangun
Staf Khusus Menteri Luar Negeri untuk Isu-Isu
Strategis, Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia.
2. Rizal Wirakara
Kepala Direktorat II, Kerja Sama Intra Kawasan
Asia-Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia.
3. Rezha Fernando Wanggai
Pejabat Fungsional Diplomat, Direktorat Kerja Sama
Intra Kawasan Asia-Pasifik dan Afrika, Kementerian
Luar Negeri Republik Indonesia.
4. Mohamad Heri Sarifuddin
Ketua Badan Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Kawasan Asia-Pasifik dan Afrika,
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
5. Laode Muhammad Fathun, S.IP, M.H.I
Dosen Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jakarta, Bidang Kajian Keamanan Internasional.
6. Adirio Arianto, S.IP, MA
Dosen Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jakarta, Bidang Kajian Keamanan Internasional.
4. Teknik Analisis Data
1
Yani, A.A. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya
bangsa, memperoleh dari luar negeri barang-barang yang diperlukan
untuk memperbesar kemakmuran rakyat, perdamaian internasional, dan
persaudaraan segala bangsa sebagai pelaksanaan cita-cita yang
tersimpul dalam Pancasila.2 Dalam perumusannya, politik luar negeri
Indonesia memiliki tiga landasan yang menjadi pilar utamanya berdiri,
ketiga landasan tersebut ialah landasan idiil, konstitusional, dan
operasional.
2
Hatta, Mohammad, 1953. Dasar Politik Luar Negeri Republik Indonesia. Jakarta,
Tintamas, hlm. 1-31.
3
Ibid
termuat dalam Pancasila, berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh
sendi kehidupan manusia. Hatta lebih lanjut menyatakan, bahwa
Pancasila merupakan salah satu faktor objektif yang berpengaruh atas
politik luar negeri Indonesia. Hal ini karena Pancasila sebagai falsafah
negara mengikat seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau
partai politik mana pun yang berkuasa di Indonesia tidak dapat
menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari Pancasila.4
4
Ibid
5
Wuryandari, Ganewati. 2016. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran
Politk Domestik. Jakarta: P2P LIPI. Hal 29
mengacu pada Piagam PBB dalam melakukan hubungan dengan
negara lain
6
Habib, A Hasnan. 1990. Kapita Selekta; Strategi dan Hubungan Internasional.
Jakarta: CSIS. Hal. 395.
7
Ibid., hal. 396
formal. Diantaranta adalah:8 (a) Ketetapan MPRS No. XII/ MPRS/
1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang Penegasan Kembali Landasan
kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia; (b) Ketetapan MPR
tanggal 22 Maret 1973; (c) Petunjuk Presiden 11 April 1973 mengenai
penjabaran usaha yang perlu dilakukan untuk melaksanakan prinsip
bebas aktif; (d) Petunjuk bulanan Presiden sebagai ketua Dewan
Stabilisasi Politik dan Keamanan; (e) Keputusan-keputusan Menteri
Luar Negeri.
Balitbang Deplu RI, “Intisari Masalah Luar Negeri” November 1977, dikutip dalam
8
8
Wuryandari, Ganewati, dkk. 2016. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah
Pusaran Politk Domestik. Jakarta: P2P LIPI. Hal 30.
jatuhnya Indonesia akibat penandatanganan Soeharto dengan IMF.
Kegagalan tersebut mungkin terjadi akibat kurang diperhatikannya
infrastruktur yang masih lemah serta banyaknya investor-investor
nakal.
9
Wuryandari, Ganewati. 2016. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran
Politk Domestik. Jakarta: P2P LIPI. Hal 40
Perang Dunia II telah menciptakan situasi perrsaingan yang
tajam antara Blok Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dan Blok
Timur yang diwakili oleh Uni Soviet. Indonesia sebagai sebuah negara
baru yang sedang mencari jati diri, tidak lepas dari sasaran kedua blok
tersebut untuk menancapkan pengaruhnya. Menurut A.H. Nasution,
pada saat itu posisi Indonesia seakan terjepit. Di satu pihak, Indonesia
merupakan negara baru yang sedang menghadapi persoalan untuk
mempertahankan kemerdekaan. Namun di pihak lain, di dalam negeri
Indonesia sedang mengalami tekanan-tekanan berat yang dilancarkan
oleh Front Demokrasi Rakyat / Partai Komunis Indonesia (FDR / PKI)
pimpinan Amir Sjarifuddin yang menentang kebijaksanaan pemerintah
Indobesia. Menurut pandangan FDR / PKI, “pertentangan yang ada
antara Blok Amerika Serikat dan Blok Uni Soviet, jadi revolusi
Indonesia adalah bagian dari revolusi dunia, maka Indonesia haruslah
berada di pihak Rusia, barulah benar”.10
Selain itu, memang harus diakui bahwa pada saat itu politik luar
negeri belum menjadi perhatian utama para pemimpin bangsa. Kondisi
ini bisa dimengerti, karena Indonesia pada masa revolusi masih didera
oleh berbagai persoalan domestik dan bagaimana mempertahankan
kemerdekaan yang baru diraih dari tekanan Belanda. Berbagai
persoalan domestic yang dihadapi, antara lain berkaitan dengan
persoalan keadaan ekonomi yang buruk dan terjadinya berbagai
pemberontakan di daerah-daerah. Namun, dalam situasi berat dan
terjepit di antara persaingan ketat dua blok kekuatan adidaya dunia
yang telah disebutkan sebelumnya, pemimpin bangsa Indonesia saat itu
berani untuk menunjukan sikap dan orientasi politik luar negerinya
10
Nasution, A.H. 1966. Sejarah Perjuangan Nasional di Bidang Bersenjata. Jakarta:
Mega Bookstore. Hlm 125
yang independen. Indonesia berpendapat bahwa timbulnya blok-blok
raksasa di dunia ini dengan persekutuan-persekutuan militernya tidak
akan menciptakan perdamaian, malah sebaliknya akan merupakan
benih-benih ancaman terhadap perdamaian.11 Sikap tersebut dibuktikan
oleh Mohammad Hatta dalam pidatonya yang merupakan penjelasan
pertama kali tentang politik bebas aktif dan dinyatakan didepan Badan
Pekerja KNPI pada 2 September 1948, yaitu:
11
Abdulgani, Roeslan. 1966. Mendayung dalam Taufan. Jakarata: Endang & Api
Islam, dalam Wuryandari, Ganewati, dkk. 2016. Politik Luar Negeri Indonesia di
Tengah Pusaran Politk Domestik. Jakarta: P2P LIPI. Hal 42
12
Hatta, Mohammad. 1976. Mendayung Antara Dua Karang. Jakarta: Bulan Bintang.
Cet. Pertama
upaya untuk bekerja lebih giat guna menjaga perdamaian dan
meredakan ketegangan kedua blok.13 Dalam arti yang lebih luas, bebas
berarti menunjukkan tingginya nasionalisme dan menolah keterlibatan
atau ketergantungan terhadap pihak luar yang dapat mengurangi
kedaulatan Indonesia.
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesua
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesiadan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
13
Hatta, Mohammad. 1953. Indonesian Foreign Policy, Foreign Affairs (pre-1986),
hal 444
14
Hatta, Mohammad. 1958. Indonesia Between The Power Blocs, Foreign Affairs
(pre-1986), hal 480
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan pada kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia….15
Politik luar negeri setiap masa tentu saja memiliki tujuan yang
berbeda-beda. Semasa kepemimpinan Presiden Soekarno, Mohammad
Hatta merumuskan enam tujuan politik luar negeri Indonesia, yaitu: (1)
Untuk mempertahankan kemerdekaan rakyat dan menjaga keamanan
negara; (2) Untuk memperoleh barang-barang kebutuhan pokok yang
berasal dari luar negeri guna meningkatkan standard hidup masyarakat,
seperti nasi, obat-obatan, dan sebagainya; (3) Untuk memperoleh
modal guna membaangun kembali apa yang telah hancur atau rusak,
dan modal untuk industrialisasi, konstruksi baru dan mekanisasi
pertanian; (4) Untuk memperkuat prinsip hukum internasional dan
untuk membantu meraih keadilan sosial pada lingkungan internasional,
yang sejalan dengan piagam PBB khususnya artikel satu, dua dan lima
puluh lima; (5) Untuk memberikan penekanan khusus pada upaya
membangun hubungan baik dengan negara tetangga yang pada masa
15
Lihat Pembukaan UUD 1945
lalu juga mengalami penjajahan; (6) Untuk membangunan
persaudaraan antar-negara melalui realisasi idealita dalam Pancasila,
sebagai filosofi dasar bangsa Indonesia.
16
Hasil wawancara dengan Bapak Rizal Wirakara, Direktorat Kerjasama Intra
Kawasan Asia Pasifik dan Afrika, Kasubdi II. Menangani isu-isu kerjasama Indonesia
di kawasan Pasifik Selatan, terkhusu organisasi sub-regional.
diplomasi yang ketiga adalah diplomasi antara masyarakat dan
masyarakat atau antara masyarakat.17 Ketiga strategi itulah yang akan
digunakan oleh Joko Widodo dalam politik Internasional, hubungan
Internasional, mengadakan bisnis internasional dan membangun
ketahanan nasional. Joko Widodo menggunakan tiga strategi tersebut
untuk memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan terjadinya benturan kepentingan antara negara asing
dan Indonesia, seperti penetapan batas wilayah, klaim tumpang tindih
atau penanganan masalah pencari suaka.
17
Yuwono, Ismantoro Dwi. 2014. “Jani-janji Jokowi-JK (Jika) Rakyat Tidak
Sejahtera, Turunkan Saja Mereka!”. Yogyakarta: Media Pressindo.
18
Richard W Mansbach & Kristen L. Rafferty. 2012. “Pengantar Politik Global
(Introduction to Global Politics)”. Bandung: Nusa Media. hal 412
Susilo Bambang Yudhoyono, banyak pihak memberikan penilaian
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) mengalami peningkatan dan
perkembangan cukup signifikan. Hal ini antara lain ditandai dengan
berbagai “prestasi” yang dicapai dalam forum regional maupun global.
Dalam sepuluh tahun masa pemerintahannya, secara umum Susilo
Bambang Yudhoyono menjalankan kebijakan luar negeri dalam tiga
program utama. Pertama, pemanfaatan politik luar negeri dalam
konteks optimalisasi diplomasi. Kedua, peningkatan kerjasama
multilateral dalam rangka meraih beragam peluang
internasional. Ketiga, penegasan komitmen perdamaian dunia dalam
rangka turut serta menjaga ketertiban dunia dalam berbagai persoalan
keamanan internasional. Nilai-nilai dan capaian positif kebijakan luar
negeri yang sudah dijalankan Susilo Bambang Yudhoyono ini perlu
menjadi pijakan untuk perbaikan dan peningkatan kebijakan luar negeri
yang akan dijalankan Joko Widodo ke depan.
19
http://interseksi.org/report/membaca-kebijakan-luar-negeri-sby-dan-jokowi/ di
akses pada 25 November 2016, pukul 13.51 WIB
untuk menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Terkait kebijakan politik luar
negeri ke depan, ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi Jokowi.
Pertama soal stabilitas politik, kedua gaya kepemimpinan dan terakhir
tentang proyeksi ekonomi pembangunan. Ketiganya sejatinya saling
terkait satu sama lain. Dalam konteks global, “prestasi” Susilo
Bambang Yudhoyono yang telah berhasil mencitrakan Indonesia
sebagai negara yang demokratis di mata internasional harus menjadi
pekerjaan rumah Joko Widodo untuk lebih membumikannya di level
nasional.
23
Michel, Leifer . Indonesia’s Foreign Policy, London: Royal Institute For
Internasional Affairs George Allen and Unwin, 1983.hlm.173
diutamakan dalam kebijakan tersebut berubah sesuai dengan situasi
politik yang dihadapi oleh Indonesia. Kebijakan luar negeri Indonesia
dipimpin oleh Pemerintahan Joko Widodo dan diketua oleh Menteri
Luar Negeri Indonesia Retno L.P. Marsudi yang akan mengutamakan
tiga isu yang dianggap sangat penting dalam memulihkan,
menegakkan, dan memajukan kepentingan nasional Indonesia, yaitu:
(1) Menjaga keutuhan wilayah Indonesia dengan ketat; (2)
Memperlancar diplomasi perekonomian dan perdagangan; (3)
Melindungi warga negara Indonesia di luar negeri. Hal utama adalah
isu kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia yang sering dilanggar
oleh negara lain. Adanya diplomasi yang disokong oleh kekuatan
militer yang luar biasa, dan mampu untuk mencegah pelanggaran
tersebut sangat diperlukan. Menteri luar negeri Indonesia Retno L.P.
Marsudi mengisyaratkan kehendaknya untuk menjalankan kebijakann
luar negeri Indonesia secara lebih tegas, disorong oleh hubungan
bilateral dengan cara yang mencerminkan dan memusatkan
kepentingan nasional Indonesia.24 Poin pertama berhubungan langsung
dengan poin kedua yaitu diplomasi perekonomian, yang bertujuan
meningkatkan perdagangan Indonesia dalam ekonomi Internasional.
Bidang perekonomian sedang diutamakan dalam kebijakan luar negeri
Indonesia. Sistem pemaduan perekonomian melalui pemberlakuan
wilayah perdagangan bebas akan mengubah system perdagangan secara
menyeluruh di wilayah Asia Tenggara. Sistem perekonomian yang
lebih terbuka akan menimbulkan kesempatan baru bagi ekonomi
Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Retno L.P. Marsudi
bahwa, diplomasi perekonomian akan disatukan untuk memperlancar
York, Michael. “Selat Malaka Dalam Politik Luar Negeri Indonesia”. Universitas
24
25
Ibid
26
DeRouen, K. Mintz. A. 2010. Understanding Foreign Policy Decision Making.
Cambridge University Press. New York.
terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan nasional yang
berkelanjutan”27 Kepentingan nasional digolongkan dalam tiga
kelompok yaitu, kepentingan nasional yang bersifat mutlak,
kepentinganh nasional yang bersifat viral, dan kepentingan nasional
yang bersifat penting. Kepentingan mutlak bersangkutan dengan hal
pertahanan dan keamanan. Kemeterian Pertahanan menguraikan
kepentingan mjutlak sebagai “fungsi pertahanan negara yang wajib
menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah
Indonesia sertakeselamatan segenap bangsa dari segala bentuk
ancaman”28 Kepentingan yang bersifat vital adalah “pembangunan
nasional untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur,
dan demokratis”.29 Melalui penegakan kepentingan vital, Indonesia
akan membudayakan ketertiban masyarakat yang akan memungkinkan
pertumbuhan ekonomi dan pencapaian kesejahteraan. Kepentingan
yang bersifat penting merupakan semua hal yang ingin dicapai melalui
kebijakan pemerintahan. Hal tersebut menunjukan bahwa dalam bidang
studi norma tentang perilaku antar negara, dapat dilihat dengan jelas
bahwa semua negara berusaha untuk menyesuaikan perilaku
nasionalnya dengan hukum internasional, sedangkan merumuskan
hukum internasional yang memperbolehkan dan menerima perilaku
mereka yang sesuai dengan kepentingan nasional mereka.30 Gagasan
tersebut mencerminkan pengaruh konstruktivisme dalam proses
pembuatan keputusan.
27
Departemen Pertahanan Republik Indonesia. 2008. Buku Putih Pertahanan
Indonesia 2008. Hal 39
28
Ibid. hal. 40
29
Ibid
30
Hard, I. 2007. Breaking and Making International Norms: American Revionalisme
and Crises of Legitimacy. International Politic.44.
Berbicara mengenai proses pembuatan keputusan, sistem
sequential decision making adalah proses pembuatan keputusan dalam
serangkaian keputusan lainnya yang akan diterapkan secara bertahap
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.31 Kemampuan Indonesia untuk
menguasai tahapan pertama akan memungkinkan Indonesia
melanjutkan tahapan kedua dan selanjutnya. Sequential decision
making dapat dilakukan sepihak atau dalam kerjasama dengan negara
lain. Keputusan juga dapat digolongkan berdasarkan sifat holistic,
heuristic, dan wholistic. Pembuatan keputusan yang bersifat holistic
merupakan pembuatan keputusan dimana semua faktor yang berimbas
pada pembuatan keputusan perlu dicermati terlebih dahulu termasuk
semua pilihan, dinamikan, implikasi, dan akibatnya. Untuk melakukan
hal tersebut, Indonesia mengumpulkan informasi rahasia langsung dari
lapangan. “Laporan intelijen sebaiknya tidak langsung digunakan
dalam pengambilan keputusan, informasi perlu dikaji terlebih dahulu
karena informasi yang belum dipertiimbangkan dapat menimbulkan
keputusan yang salah. Pembuatan keputusan perlu pula mendengarkan
laporan kontra inteligen supaya keputusan tersebut seimbang”32
Inteligen tidak hanya memainkan peranan yang sangat penting, tetapi
juga semakin penting dalam pembuatan keputusan yang bersifat
holistic.
31
York, Michael. “Selat Malaka Dalam Politik Luar Negeri Indonesia”. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta: MIHI. Tesis.
32
Ibid
dahulu. Penggunaan pendekatan heuristic bertujuan untuk merintis
pembuatan keputusan dan dianggap mirip dengan proses uji coba.
Akibatnya, pembuatan keputusan yang bersifat heuristic dapat
memungkiri faktor yang mempengaruhi kondisi kestabilan dan
keamanan internasional. Sedangkan keputusan yang bersifat wholistic
mengabaikan faktor-faktor yang penting dengan sengaja untuk menjaga
kepentingan tertentu.
34
Langie, Sam Jacob R. 1982. Indonesia di Pasifik. Jakarta: Sinar Harapan.
35
Usman, Asnani, 1994, Indonesia dan Pasifik Selatan, dalam Bantarto Bandoro
[ed], Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. Jakarta, CSIS, hlm. 187-
215.
Pasifik yakni antara lain: (1) Menjalin dan menciptakan hubungan non-
politik yang dipandang dapat memelihara hubungan baik di masa
mendatang. Salah satu aplikasi dari strategi ini terlihat dari berbagai
pertukaran pelajar antara Indonesia-Australia, serta adanya kerjasama
yang disebut sebagai Window on Australia yakni merupakan
serangkaian program kerjasama yang terjalin antara Indonesia-Australia
untuk memperbaiki sekaligus membangun hubungan yang harmonis
paska memburuknya kedua hubungan negara yang dipicu oleh tindakan
Indonesia yang mengeksekusi mati Bali Nine. (2) Meningkatkan peran
dan kepemimpinan Indonesia dalam berbagai kerjasama. Aplikasi dari
strategi ini sangat berkaitan dengan kehadiran PIF, yakni bahwasannya
Indonesia dalam menerapkan strategi ini terlihat dari peran Indonesia
saat menjadi mitra dialog di dalam pertemuan PIF yang beranggotakan
Australia, Cook Islands, Fiji, Kiribati, Marshall Islands, Nauru, Niue,
Palau, Papua Nugini, Samoa, Selandia Baru, Solomon Island, Tonga,
Tuvalu, Vanuatu dan Federate States of Micronesia yang pada dasarnya
bertujuan untuk membangun citra baik serta menjalin hubungan
kerjasama.36 Dalam realitasnya, penerapan strategi tersebut tidak
terlepas dari pengaruh dinamika hubungan Indonesia dengan negara-
negara di kawasan Asia Pasifik mengalami fase-fase yang cenderung
pasang-surut artinya bahwa seiring berjalannya waktu terjadi berbagai
perubahan terkait hubungan yang terjalin. Pertama, hal ini terlihat
secara khusus dari hubungan Indonesia dengan Australia. Indonesia dan
Australia pada awalnya memiliki hubungan yang cukup baik. Hal ini
terlihat dari dukungan Australia terhadap Indonesia dalam mencapai
kemerdekaan dan kedaulatan.
36
Ibid
Kawasan Asia-Pasifik merupakan kawasan yang menjadi
lingkaran konsentris terdalam bagi Politik Luar Negeri Republik
Indonesia sehingga hal ini mengindikasikan adanya hal strategis yang
dikandung oleh kawasan Asia-Pasifik terhadap pencapaian kepentingan
nasional Indonesia. Disisi lain, dinamika hubungan Indonesia dengan
negara-negara yang ada di kawasan Asia-Pasifik turut mempengaruhi
kepentingan strategis yang hendak dicapai sehingga dalam realitasnya,
Indonesia menerapakan berbagai strategi terhadap kawasan Asia-
Pasifik dalam rangka memperbaiki citra dan menjalin hubungan
kerjasama yang berimplikasi pada tercapainya kepentingan nasional
Indonesia. Posisi geopolitik Asia Pasifik dalam tata politik global tidak
hanya sebatas menjadi pendukung semata bahkan secara ekonomi pun
tidak bisa hanya dilihat sebagai pasar saja namun lebih dari itu posisi
Asia Pasifik mempunyai peran yang sangat strategis baik secara politik
maupun ekonomi dengan luas geografis yang dimiliki, kepadatan
penduduk, maupun sumberdaya alam yang dimiliki. Asia Pasifik tidak
hanya dipandang remeh dan sederhana. Terlebih pada saat ini,
pertukaran politik, ekonomi, dan budaya sudah terjadi sedemikian rupa
serta mengalami perubahan yang luar biasa cepatnya. Belakangan ini,
Asia Pasifik menjadi salah satu kawasan yang sangat diperhitungkan
terutama dalam kancah politik-ekonomi bagi kepentingan negara-
negara maju. Kawasan Asia dan Pasifik seolah menjadi satu tarikan
dalam geopolitik dan ekonomi, khususnya dalam perjanjian-perjanjian
bilateral yang kemudian menjadi kebutuhan bersama bagi kawasan
Asia dan Pasifik. Pada tingkat kawasan dunia internasioal, Indonesia
tetap menunjukan komitmennya terhadap kemajuan, perdamaian dan
stabilitas di kawan Asia Tenggara. Indonesia telah berkontribusi aktif
dalam pembentukan Masyarakat ASEAN 2015. Terkait interaksi
dengan mitra wicara, Indonesia terus berupaya untuk memelihara
kesatuan dan sentralitas ASEAN.
Politik Luar Negeri bebas aktif yang menjadi prinsip politik luar
negeri Indonesia terbukti memberikan sumbangsih yang berharga, baik
dari sisi ekonomi, politik serta stabilitas keamanan nasional. Stabilitas
keamanan adalah suatu kondisi dimana masing-masing Negara
37
J. Kusnanto Anggoro, (1987), Dinamika Politik di Pasific Barat Daya, Analisa,Th,
XVI, NO. 2. Hlm.160
mengharapkan hubungan tanpa kekerasan, tanpa konflik, dan
peperangan dalam setiap penyelesaian masalah yang timbul dari
perbedaan kepentingan nasional masing-masing negara.38 Sejak akhir
tahun 1970-an, pemerintahan Indonesia mulai menyadari arti penting
Pasifik Selatan serta relevansinya dengan pertahanan dan kemananan
nasional. Fakta lain yang tidak dapat dikesampingkan ialah bahwa
beberapa Negara di Kawasan Pasifik Selatan memiliki kesamaan
etnologi dengan penduduk yang berada diwilayah Timur Republik
Indonesia.
40
Baiq L.S.W. Wardhani, Kajian Asia Pasifik : Politik Regionalisme dan
Perlindungan Manusia di Pasifik Selatan Menghadapi Kepentingan Negara Besar
dan Kejahatan Transnasional, Malang: Intrans Publishing,2015.hlm.109.
41
Zulkifli, Hamid. Sistem Politik Pasifik Selatan. Jakarta: Pustaka Jaya,1996.hlm.14.
Secara diplomatik, hubungan Indonesia dengan negara-negara
di Pasifik Selatan tidak berkembang selaju hubungan Indonesia dengan
negara-negara di kawasan Asia Tenggara, bahkan ASEAN menempati
urutan prioritas tertinggi dalam lingkaran konsentrasi politik luar negeri
Indonesia. Sebagai konsekuensinya, Indonesia berperan aktif dalam
berbagai kegiatan ASEAN, bahkan, karena faktor geografis dan jumlah
penduduknya yang besar, dipandang sebagai “saudara tua” oleh
bebarap anggota ASEAN.
42
Wardhani, Baiq L.S.W. 2015. Kajian Asia Pasifik. Malang: Instrans Publishing
yang ditampakkan pada siding Umum PBB pada akhir tahun 1970-an
dengan dikejutkannya Indonesia dalam Sidang Dewan Keamanan PBB,
yang merugikan Indonesia.43 Pada saat itu terjadi voting atas tindakan
Indonesia yang melakukan invansi pada Timor Timur yang dianggap
melanggar hukum. Sehingga mengakibatkan banyak negara kecil di
Pasifik Selatan yang tiidak mendukung atau abstain dalam persoalan
integrasi Timor Timur.
43
Ibid
hampir tidak ada keuntungan yang bisa diperoleh Indonesia jika
bekerjasama dengan negara-negara di wilayah tersebut, walaupun
sebenarnya negara-negara Pasifik memiliki Zona Ekonomi Eksklusif
yang sangat luas yang memungkinkan negara-negara tersebut menggali
sumber-sumber kekayaan lautnya. Selain kemampuan ekonominya
yang kecil, berbagai kendala yang dihadapi negara-negara kepulauan di
Pasifik menjadi penghambat pula bagi pengembangan lebih jauh
hubungan yang saling menguntungkan antara Indonesia dengan negara-
negara kawasan. Akan tetapi bagi Indonesia, wilayah Pasifik Selatan
akan selamanya penting karena letak geografis merupakan sesuatu yang
tidak mungkin berubah.
44
Ibid
diplomasi Indonesia. Namun kenyataannya Indonesia tidak benar-benar
serius dalam implementasi kebijakannya diwilayah ini. Secara
ekonomis memang negara-negara yang berada diwilayah ini tidak
menguntungkan. Akibat arah kebijakan luar negeri yang salah di masa
lalu, hubungan dengan kawasan ini sangat rendah. Hal ini terlihat dari
sedikitnya jumlah kunjungan ke wilayah ini, kecuali dengan Papua
Nugini. Sejauh ini, Indonesia hanya bisa mempertahankan hubungan
baiknya dengan negara-negara tersebut tanpa bermaksud
meningkatkannya. Sikap ppasif ini tidak bisa diharapkan membantu
peningkatan signifikan posisi Indonesia di kawasan itu.
45
Memperkuat Kehadiran Indonesia di Pasifik Selatan
http://m.antaranews.com/berita/552083/memperkuat-kehadiran-indonesia-di-pasifik-
selatan , di akses pada 6 November 2016, 09.30 WIB.
46
Ibid
menyebabkan negara-negara Pasifik Selatan menyebut Indonesia
sebagai negara “asing” yang patut untuk dicurigai. Selain itu, mereka
juga kerap meyuarakan “Persaudaraan Melanesia” dan mengarah pada
keinginan untuk membentuk suatu Federasi Bangsa Melanesia, yang
Irian Barat (Papua) termasuk didalamnya. Federasi yang dimaksud
tidak lain ialah pendirian Melanesian Spreadhead Group (MSG).
Sumber: http://www.kompasiana.com/armordecosmos/kisah-mesra-melanesian-
spearhead-group-dan-indonesia_5529ac03f17e615516d623cf
1
„MSG: trading on political capital and Melanesian solidarity’, Pacific Institute of
Public Policy, Briefing Paper 2(2008), 2, dalam
http://www.sastrapapua.com/2016/02/melanesia-sejarah-dan-politik-sebuah_7.html
diakses pada 9 Agustus 2016, pukul 14.07 WIB
2
https://bennyw10.wordpress.com/2016/07/14/apa-itu-melanesia-spearhead-group-
msg-dan-apa-saja-yang-dilakukan-msg/ diakses pada 8 Agustus 2016, pukul 13.35
WIB
Selatan, yaitu The Pacific Islands Forum (PIF), the Forum Fisheries
Agency (FFA), the Secretariat of the Pacific Community (SPC), the
South Pacific Applied Geoscience Commission (SOPAC), the
University of the Pacific (USP), the South Pacific Tourism
Organization (SPTO), dan the Pacific Island Development Programme
(PIDP). Sedangkan Melanesian Spearhead Group tidak pernah
disebut-sebut sebagai salah satu organisasi regional di kawasan Pasifik
Selatan karena pada awalnya Melanesian Spearhead Group hanyalah
organisasi informal dari sejumlah negara di sub-kawasan Melanesia
yang berdiri pada tahun 1988. Pada tahun 2008, Melanesian Spearhead
Group secara resmi diakui keberadaannya secara hukum internasional.3
3
Baiq L.S.W. Wardhani. Quo Vadis Melanesian Spearhead Group?. Departemen
Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga. Global & Strategis, Th. 9, No.2
Selatan secara fungsional dibentuk untuk “amplifying their voice”.
Sebagai akibat dari faktor-faktor yang telah disebutkan diatas
(ketersebaran geografis, keterpencilan, ketidakberdayaan ekonomi, dan
kurangnya sumber daya), negara-negara di Pasifik Selatan hampir tidak
pernah diperhatikan oleh dunia internasional. Keempat, masih berkaitan
dengan faktor ketiga, bahwa regionalisme di Pasifik Selatan, di tengan
perbedaan yang ada, memberikan rasa persatuan (sense of unity) yang
berdasarkan pada keterkaitan antara tradisi, kepentingan dan sudut
pandang bersama. Faktor ini menandai pentingnya dipahami ideology
“Pasific Way” yang merefleksikan gaya konsensus non-konfrontasi
dalam melaksanakan diskusi dan mencapai kesepakatan.4
4
Ibid
dibentuk oleh Uni Eropa tahun 1992, yang menjadikan Uni Eropa
sebagai pasar tunggal yang unggul. Kemudian NAFTA dan APEC yang
dibentuk dan mulai berlaku tahun 1994 yang menjadikan terbaginya
blok perdagangan di dunia. Blok perdagangan di dunia seola terpusat
pada tiga kawasan besar Uni Eropa, Amerika Utara dengan adanya
NAFTA, dan Asia Pasifik dengan adanya APEC. Hal ini menyebabkan
negara-negara di berbagai kawasan di dunia pada umumnya dan di
kawasan sub-regional Melanesia pada khususnya juga tergerak
meningkatkan perekonomian regionalnya untuk dapat terlibat dalam
blok perdagangan yang muncul.5
5
Zonggonau, Lenie Marlina. 2011.. Pembentukan Kerjasama Sub-Regional the
Melanesian Spearhead Group Tahun 1988Yogyakarta: Jurusan Ilmu Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan
Nasional "Veteran".
dilakukan agar nantinya dapat menembus pasar perdagangan bebas
Asia Pasifik tahun 2020 untuk negara-negara berkembang.6
6
Ibid
7
Baiq L.S.W. Wardhani. Quo Vadis Melanesian Spearhead Group?. Departemen Hubungan
Internasional FISIP Universitas Airlangga. Global & Strategis, Th. 9, No.2
8
Ibid
dipisahkan oleh masalah kultural dan perbedaan linguistic tetapi juga
tingkat perkembangan yang berbeda, yang mencerminkan perbedaan
dalam kesempatan proses „westernisasi’. Orang-orang Polynesia (yang
mewakili „the east‟), diidentifikasikan sebagai „the advanced’;
sementara orang-orang Melanesia (yang mewakili „the west‟) acap kali
diidentifikasikan sebagai „the backward‟. Menariknya, Fiji, yang
diklasifikasikan sebagai Melanesian, dipandang sebagai bagian dari the
east, berdasarkan pada organisasi sosial, tingkat pendidikan,
pembangunan politik dan keterkaitan sosialnya dengan Samoa dan
Tonga.9 Seperti yang telah diketahui bahwa Melanesian Spearhead
Group berawal dari visi perjuangan untuk dekolonisasi dan kebebasan
seluruh negara Melanesia. Akan tetapi beberapa wilayah Melanesia
masih di bawah negara lain sehingga memerlukan upaya lebih untuk
membantu mereka memperoleh kemerdekaan. Salah satu upaya
tersebut adalah dengan mengembangkan keterkaitan dan identitas
budaya, politik, sosial dan ekonomi masyakarat Melanesia.
9
Lawson 2012, 4-5, dalam Baiq L.S.W. Wardhani. Quo Vadis Melanesian Spearhead
Group?. Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga. Global & Strategis,
Th. 9, No.2
Melanesian Spearhead Group (The Melanesian constitution) pasal 8-17
yang ditandatangani oleh kelima anggota pada tahun 2007.
Pengambilan keputusan utama dilakukan melalui Konferensi Tingkat
Tinggi (Leaders‟ Summit) yang diadakan tiap dua tahun sekali dan
secara bergilir dilakukan di negara anggota yang sedang memegang
kepemimpinan. Pertemuan ini merupakan pertemuan tertutup yang
dihadiri oleh kepala pemerintahan atau wakil masing-masing negara
anggota, perwakilan resmi FLNKS, serta organisasi lain yang dapat
diterima dalam Melanesian Spearhead Group. Selain itu, ketua
Melanesian Spearhead Group dapat mengadakan sesi khusus dalam
setiap pertemuan. Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara
konsensus. Keputusan-keputusan tersebut meliputi penerimaan
kebijakan umum Melanesian Spearhead Group, penunjukan Direktur
Jenderal Sekretariat Melanesian Spearhead Group, pembentukan
Komite Menteri jika diperlukan, dan pengesahan atau pengajuan
amandemen perjanjian baik pada tingkat Melanesian Spearhead Group
maupun dengan konstituen.
12
Wardhani, Baiq L.S.W., „Quo Vadis Melanesian Spearhead Group?’, hal. 191
tersebut berkaitan dengan tanggung jawab Melanesian Spearhead
Group terhadap implementasi Noumea Accords. Pada 5 Mei 1998,
FLNKS, RCPR sebagai kelompok anti kemerdekaan, dan Pemerintah
Perancis menandatangani Noumea Accords. Hal ini menyepakati
adanya masa transisi selama 15 tahun, peningkatan kewenangan, dan
referendum kemerdekaan yang akan dilakukan setelah tahun 2014.
Terkait usaha tersebut, Sekretariat Melanesian Spearhead Group
mendirikan badan tersendiri yang berfokus pada perkembangan
kemerdekaan Kanak pada tahun 2012. Sekretariat juga memfasilitasi
kunjungan belajar para pemuda dan professional Kanak ke Timor Leste
dalam rangka pembelajaran state-building yang dapat diaplikasikan
pasca merdeka.13
13
Forau, P. and T. Newton Cain, 2014, „Peter Forau on Why the Melanesian
Spearhead
Group is a Success’, Devpolicy (daring), 5 Maret, <devpolicy.org/peterforau-
on-why-the-melanesian-spearhead-group-is-a-success-20130305/> , diakses 14
Agustus 2016
kawasan Pasifik menyebut Papua Barat sebagai „country in waiting‟
sejak tahun 1963, satu tahun pasca wilayah ini menjadi bagian dari
wilayah Indonesia. Oleh karenanya, perlawanan untuk memerdekakan
diri dari NKRI masih terus diperjuanagkan..
14
Arto Suryodipuro, “Building Relations with Pacific Islands Countries,” The
Jakarta Post (daring), 25 January 2014,<
http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/25/building-relations-with-pacific-
island-
countries.html>, diakses 28 Agustus 2016
Pasifik Selatan merupakan sebuah kawasan yang terletak
diantara tiga benua besar, yaitu Asia di bagian barat, Amerika di bagian
timur, dan Australia di belahan selatan. Wilayahnya membentang
sekitar 16.00 km dri Guam di bagian barat sampai ke Pitcairn di bagian
timur dan membujur sekitar 15.000 km dari selat bering di Utara
sampai ke Antartic Circle di bagian selatan.15 Pasifik Selatan
merupakan kawasan yang dengan luas daratan hanya sekitar 552.000
km2, dengan rasio 54 lautan berbanding 1 dengan daratan. Secara
geografis merupakan kawasan pasifik selatan meliputi luas sekitar 30
juta kilometer persegi di sebelah selatan samudera Pasifik. Oleh karena
itulah kawasan pasifik selatan dapat disebut sebagai “Benua Air”
(Aquatic Continent).16 Pasifik Selatan pada awalnya dihuni oleh
imigran-imigran dari Asia Tenggara dan Asia lainnya kemudian
dikenal sebagai suku bangsa Melanesia, Mikronesia dan Polinesia.
Melanesia, dari gugusan pulau di sebelah utara dan timur laut Australia,
yaitu Papua Nugini, Solomon Islands, Vanuatu, Fiji, dan New
Caledonia. Ciri fisiknya yatu berkulit gelap. Mikronesia terdiri dari 8
negara, yakni Micronesia, Guam, Kiribati, Marshall Islands, Nauru,
Northern Mariana islands, Palau, dan Wake Islands. Ciri fisiknya
adalah berkulit hitam, dan memiliki rambut keriting.17
15
Hamid, Zulkifli. (1996). Sistem Politik Pasifik Selatan. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
16
Ibid
17
Hery Saripuddin,dkk. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan
Asia Pasifik & Afrika Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan. (2013).
Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Kawasan Pasifik Selatan: Menimbang Etnis
Melanesia Dalam Diplomasi Indonesia. Jakarta: P3K2 Aspasaf.
banyak berada di pasifik selatan. Negara- negara seperti Fiji, Papua
Nugini, Vanuato, Solomon Islands, Timor Leste, Samoa, dan
Kaledonia Baru merupakan negara-negara yang banyak dihuni oleh ras
melanesia.18 Kawasan Pasifik Selatan memiliki wilayah lautan yang
meliputi 1/3 dari wilayah laut dunia. Terdiri dari pulau-pulau kecil yang
umumnya terpisah satu sama lain dengan jarak yang berjauhan. Kondisi
fisik Pasifik Selatan sangat didominasi oleh lautan. Keadaan pulau-
pulaunya juga sangat rawan terhadap gejala-gejala ala, baik karena
posisinya yang terbuka oleh arus angin dari berbagai arah, abrasi air
laut yang menerpa pantai-pantainya, maupun gempa bumi. Dengan
demikian, lingkungan di kawasan Pasifik Selatan menjadi sangat
berbahaya apabila dijadikan untuk ujicoba senjata nuklir. Demikian
pula bila lautannya dipergunakan sebagai tempat pembuangan sampah
nuklir dan senjata konvensional, karena akan membahayakan bagi
kelangsungan hidup sumber daya alam dan manusia.19
18
Ibid
19
Anshari, Yumna Sani. 2016. Hubungan Kerjasama Indonesia dengan Negara-
Negara Pasifik Selatan. Makassar: Departemen Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. (skripsi)
memiliki potensi bahan bahan tambang yang besar, tetapi belum
sepenuhnya dimanfaatkan.20
1. Indonesia - Fiji
20
Haris, Syamsuddin. 1989. Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jurnal Politik. Jakarta: PT Gramedia.
21
Diplomasi Indonesia 2014. Direktorat Informasi dan Media, Direktorat Jenderal
Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Hal
47.
keanggotaan West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL)
di Melanesian Spearhead Group. Surplus dalam perdagangan bilateral
dengan Fiji, khususnya di sektor non-migas. Peningkatan kerja sama
sosial budaya dan teknik, partisipasi pada program BSBI dan berbagai
pelatihan capacity building di bidang energi mikro-hidro pedesaan
budidaya dan pengolahan pasca-panen (pertanian dan perikanan),
teknologi perikanan, dan penanggulangan bencana.
22
Ibid
Indonesia dalam menjalin hubungan dengan Fiji serta negara-negara di
wilayah Pasifik Selatan lainnya.
23
Hery Saripuddin,dkk. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan
Asia Pasifik & Afrika Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan. (2013).
Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Kawasan Pasifik Selatan: Menimbang Etnis
Melanesia Dalam Diplomasi Indonesia. Jakarta: P3K2 Aspasaf.
kemitraan komperehensif, kedua negara juga menandatangani 11 nota
kesepahaman atau MoU. Beberapa bidang yang dilakukan kerejasama
meliputi hukum ekstradisi, batas wilayah, pemuda dan olahraga, energi
dan pariwisata. Dengan disepakatinya kemitraan komperehensif beserta
plan of action implementasinya, kedua negara memiliki peluang untuk
mengembangkan kerjasama yang lebih luas di bidang ekonomi, politik,
dan sosial budaya.24
24
Ibid. Hal 21
25
Ibid. Hal 22
4. Pertemuan Menteri Luar Negeri RI-Menteri Luar Negeri Papua
Nugini di sela-sela Konferensi Asia Afrika (KAA) di Jakarta,
19 April 2015.
5. Pertemuan Menteri Luar Negeri RI Retno -Menteri Luar Negeri
Papua Nugini Hon. Rimbink Pato dalam kunjungan kerja
Menteri Luar Negeri RI ke Port Moresby, Papua Nugini, 27
Februari 2015.
3. Indonesia - Vanuatu
27
Haidi, dkk. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Asia
Pasifik & Afrika.(2016). Background Information Perkembangan Terkini Hubungan
Bilateral RIVanuatu. Dokumen Kementerian Luar Negeri vol 3, dalam Anshari,
Yumna Sani. 2016. Hubungan Kerjasama Indonesia dengan Negara-Negara Pasifik
Selatan. Makassar: Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. (skripsi)
penghentian Development Cooperation Agreement (DCA) RI-Vanuatu
yang telah ditandatangani pada 20 Desember tahun 2011 di Jakarta.28
28
Diplomasi Indonesia 2014. Direktorat Informasi dan Media, Direktorat Jenderal
Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Hal
52.
29
Ibid
Solomon Islands), sehingga selanjutnya memungkinkan dinaikkannya
status keanggotaan Indonesia dalam Melanesian Spearhead Group dari
saat ini sebagai anggota pengamat (observatory member) menjadi
sebagai anggota penuh (sovereign state member).30
30
Munandar, Yusuf. Pentingnya Kerja Sama Ekonomi Indonesia – Vanuatu. Jakarta:
pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan
31
The Melanesian Spearhead Group. (2012). Annual Report 2012. Port Vila: MSG
Secretariat. http://www.msgsec.info/index.php/publicationsdocuments-a-
downloads/annualreports?download=285%3A2012-annual-report. Dalam Munandar,
Yusuf. Pentingnya Kerja Sama Ekonomi Indonesia – Vanuatu. Jakarta: pegawai
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan
dengan karakter mayoritas etnis Melanesia maka mudah terpengaruh
wacana Melanesian brotherhood (pernah mengemuka di parlemen SI
masa konflik antar etnis, 2003). Tahun 2014 menunjukkan peningkatan
dalam hubungan dan kerja sama bilateral RI-Kepulauan Solomon
dengan kunjungan Perdana Menteri Gordon Darcy Lilo ke Indonesia,
4-6 Agustus 2014.
32
Diplomasi Indonesia 2014. Direktorat Informasi dan Media, Direktorat Jenderal
Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Hal
47.
dijadikan ajang menggalang dukungan saat pemilu untuk menarik
simpati rakyat. Mosi tidak percaya terkait isu ini juga menggulinggan
beberapa pejabat politis dari posisi yang diperoleh.33 Pemerintah
Vanuatu menunjukkan dukungan yang besar terhadap upaya masuknya
ULMWP ke dalam Melanesian Spearhead Group. Vanuatu merupakan
pendukung lama kemerdekaan Papua Barat. Hal ini tidak hanya
dilakukan pada level elit tetapi juga pada level akar rumput sejak
kemerdekaan Vanuatu pada tahun 1980. Perdana Menteri Pertama
Vanuatu, Father Walter Lini, pada pidatonya mengatakan bahwa
Vanuatu tidak sepenuhnya merdeka jika bagian lain Melanesia,
khususnya Papua Barat, masih dibawah kekuasaan asing.34 Sejak awal
kemerdekaan Vanuatu, Perdana Menteri Walter Lini telah menjalin
kerjasama dengan beberapa kelompok radikal, bahkan mengiizinkan
negaranya digunakan sebagai basis bagi gerakan separatisme.35
A Vanuatu Free West Papua Association (VFWPA) dibentuk di
Port-Villa pada tahun 2008. Asosiasi ini dibentuk untuk mengadvokasi
perjuangan kemerdekaan dan pemenuhan hak asasi manusia di Papua
Barat. Asosiasi ini beranggotakan perwakilan dari beberapa Lembaga
Swadaya Masyarakat, pemerintahan, Institusi kebudayaan, The
Vanuatu Council of Church, dan The Vanuatu National Council of
Chiefs. Tidak hanya itu, Parlemen Vanuatu, dengan persetujuan
Perdana Menteri dan pemimpin oposisi, menyetujui Watok Blong Yumi
Bill pada tahun 2010 yang berasal dari petisi rakyat untuk mendukung
Papua Barat dalam memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri. Hal
ini digunakan untuk membentuk kebijakan spesifik terkait Papua Barat
34
Elmslie, Jim, „Indonesian Diplomatic Manuvering in Melanesia: Challenges and
Opportunities‟ dalam Azizian, Rouben (eds.), Regionalism, Security & Cooperation in
Oceania, Asia-Pacific Center for Security Studies, Honolulu, 2015, hal. 99
35
Wardhani, Baiq L.S.W., „Quo Vadis Melanesian Spearhead Group?’, Hal. 196
dan menjadi landasan Vanuatu dalam mendukung keanggotaan
ULMWP di Melanesian Spearhead Group. Vanuatu pernah memiliki
kedekatan dengan Indonesia pada masa kepemimpinan Perdana
Menteri Sato Kilman, dimana pada masa itu Indonesia berhasil masuk
sebagai observer di Melanesian Spearhead Group. Akibat memiliki
kedekatan dengan Indonesia, Sato Kilman kemudian diberhentikan
pada 21 Maret 2013.
Berbeda dengan masa kepemimpinan Perdana Menteri Moana
Carcasses Kalosil, dimana Vanuatu memberikan dukungan penuh
terhadap WPNCL untuk mengajukan keanggotaan di Melanesian
Spearhead Group. Vanuatu memfasilitasi Andy Ayamiseba dan John
Otto Ondawame, selaku perwakilan dari WPNCL, untuk melakukan
lobi dengan Pemerintah Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Fiji.
Perdana Menteri Kalosil membawa isu ini ke tingkat interasional pada
pertemuan Perserikatan bangsa-Bangsa 28 September 2013, Kalosil
mengajukan pertanyaan, “How can we ignore hundreds of thousands of
West Papuans who have been brutally beaten and murdered?”
Kemudian dalam pidatonya di Komite Hak Asasi Manusia PBB di
Jenewa pada 4 Maret 2014, Carcasses kembali menyuarakan adanya
pelanggaran HAM di Papua Barat dan meminta komite untuk
mengadakan investigasi atas pelanggaran tersebut. Vanuatu juga
menentang misi pencarian bukti oleh FMM karena Vanuatu meyakini
bahwa telah mendapat pengaruh besar dari Pemerintah Indonesia dalam
misi tersebut.
Victor Tutugoro, selaku juru Bicara Front de Liberation National
Kanak et Socialiste, pada pertemuannya di tahun 2016 dengan Pator
Alan Nafuki, pemimpin Vanuatu Free West Papua Association,
menyatakan dukungan penuh pada pengajuan keanggotaan ULMWP di
Melanesian Spearhead Group. FLNKS sebelumnya pernah menolak
keanggotaan WPNCL dan menyarankan adanya penggabungan
gerakan-gerakan pro-kemerdekaan Papua Barat untuk menaikkan posisi
tawar menawar dalam pengajuan keanggotaan di Melanesian
Spearhead Group.
Solomon Island melalu pemerintah merekomendasikan
penunjukkan Special Select Committee untuk melaporkan posisi
Kepulauan Solomon terkait Papua Barat pada tahun 2011. Selanjutnya
pada kunjungan perwakilan WPNCL, Andi Ayamiseba, Dr. Otto
Ondawame, dan Rex Rumakiek April 2013, Perdana Menteri Darcy
Lilo menekankan akan mendukung saudara Melanesia di Papua barat
untuk memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri. Perubahan
berawal dari kunjungan Perdana Menteri Lilo ke Jakarta pada Agustus
2013. Pada kunjungan itu, Pemerintah Kepulauan Solomon menjalin
kerjasama dengan beberapa perusahaan Indonesia. Pada juli 2014,
Kepulauan Solomon dan Indonesia kian meningkatan hubungan
diplomatiknya dengan mendirikan keduataan di wilayah kedua belah
pihak. Kendati dukungan atas kemerdekaan papua barat darang dari
akar rumput, Pemerintah Kepulauan Solomon tidak ingin merusak
kedekatannya dengan Indonesia.
Stance ini kembali bergeser pada masa pemerintahan Perdana
Menteri Manasseh Sogavare. Beliau menyatakan dukungannya
terhadap mosi yang akan diajukan Perdana Menteri Vanuatu pada
Melanesian Spearhead Group Leader Summit 2016 mengenai
peningkatan keanggotaan ULMWP pada Melanesian Spearhead
Group. Sogavare menganggap perlu mengembalikan keputusan kepada
semua anggota Melanesian Spearhead Group karena Indonesia
dianggap tidak menanggapi dengan baik usaha dialog dengan
Melanesian Spearhead Group dan ULMWP.36 Menurut press release
yang dikeluarkan oleh Sekretariat Perdana Menteri kepulauan
Solomon, pemberian keanggotaan penuh ULMWP pada Melanesian
Spearhead Group dapat dijustifikasi dengan pengajuan keanggotaan
Indonesia di Melanesian Spearhead Group hanya ingin melindungi
kepentingan dan tidak serius mengadakan dialok terkait perlindungan
hak asasi manusia di Papua Barat.37
Berbeda dengan keadaan di Vanuatu, Kepulauan Solomon, dan
FLNKS, sebagai pusat Sekretariat Pacific Island Forum, Pemerintah
Fiji tidak terlaku vokal dalam permasalahan Papua Barat. Fiji
cenderung membangun kerjasama dengan Indonesia. Hal ini dibuktikan
dengan pembukaan Kedutaan Besar Fiji di Jakarta pada 2011.
Kedekatan Fiji dengan Indonesia menjadi penting mengingat
ketidakstabilan politik dan ekonomi Fiji pasca penangguhan
keanggotaannya di PIF. Fiji menggantungkan perkembangan
ekonominya melalui forum tandingan Pacific Island Development
Forum (PIDF) yang diinisiasi olehnya pada tahun 2013. PIDF
mendapat dukungan dana dari Cina, Rusia, Kwait, Uni Arab Emirat,
dan Indonesia.
Hal ini tidak berarti Fiji menolak sepenuhnya kehadiran
perwakilan Papua Barat di Melanesian Spearhead Group. Perdana
Menteri Fiji, Frank Bainimarama, yang kala itu menjabat sebagai
36
Free West Papua Campaign, “Solomon Island&Vanuatu Supporting West Papua
for Full Membership of the Melanesian Spearhead Group”, Fre West Papua
Campaign (daring), 12 Mei 2016, <
https://www.freewestpapua.org/2016/05/12/solomon-islands-vanuatu-supporting-
west-papua-for-full-membership-of-the-melanesian-spearhead-group-msg/>, diakses
7 Oktober 2016
37
Mambor, Victor, “MSG Chair Said The MSG‟s Principle is Decolonization of
Melanesia”, Tabloid Jubi (daring), 24 Mei 2016, < http://tabloidjubi.com/eng/msg-
chair-said-the-msgs-principle-is-decolonisation-of-melanesia/ >, diakses 20
September 2016
Kepala Melanesian Spearhead Group menyambut kedatangan wakil
Ketua WPNCL, John Otto Ondawame, dengan antusias di Suva pada
Maret 2013 untuk mengajukan keanggotaan pada Melanesian
Spearhead Group. Perdana Menteri Kalosil dari Vanuatu dalam sebuah
press release menyatakan, “I told him on my intention to push for West
Papua to gain full membership within the Melanesian Spearhead
Group. He said he had nothing against it but cautioned that we should
not overlook Indonesia as a vital trade and development partner, but to
work closely with them.”38 Dari sini dapat dilihat bahwa Fiji memang
tidak menentang ULMWP tetapi juga condong pada Indonesia.
Wawancara dengan beberapa narasumber juga mengindikasikan bahwa
Fiji berkomitmen untuk mendukung posisi Indonesia dengan berbagai
hak yang dimilikinya dalam Melanesian Spearhead Group.
Di sisi lain, dukungan penuh datang dari pihak oposisi pemerintah
dan organisasi akar rumput seperti Fiji Women‟s Crisis Center
(FWCC), Methodist Church, The Pacific Conference of Church, dan
Fiji Women‟s Right Movement (FWRM).39 Pemimpin Oposisi
Pemerintah Fiji tahun 2016, Ro Teimumu Kepa, mendeklarasikan
dukungan penuhnya terhadap pengajuan keanggotaan tetap ULMWP di
Melanesian Spearhead Group. Ro Teimumu menyatakan bahwa
kehadiran Indonesia dalam kawasan hanya untuk melindungi
kepentingannya dan menunjukkan sikap tidak menghargai terhadap
upaya genosida yang terjadi di Papua Barat.40
38
Tarere, W., “Bainimarama has no problem with West Papua in MSG”, Vanuatu
Daily Post (daring), 10 Mei 2013, <http://www.dailypost.vu/content/bainimarama-
has-no-problem-west-papua-msg>, diakses 30 Agustus 2016.
39
Vuibau, T., “Papua Plea”, Fiji Times (daring), 27 Juni 2014, <
http://www.fijitimes.com/story.aspx?id=272664>, diakses 1 September 2016.
40
Radio New Zealand, “Strong Fiji Backing for West Papua-Ro Teimumu” Radio
New Zealand (daring), 13 Juli 2016, <http://www.radionz.co.nz/international/pacific-
Nuansa condong pada Indonesia juga ditunjukkan oleh
Pemerintahan Papua Nugini. Papua Nugini memilih untuk tidak
mendukung Papua Barat. Konsistensi Papua Nugini untuk menghargai
kedaulatan Indonesia merupakan keputusan yang menghendaki sikap
yang sama dari pihak Indonesia. Hal ini menjadi penting terkait
permasalahan gerakan separatism yang dihadapi Papua Nugini di
wilayah Bougenville. Papua Nugini cenderung untuk melakukan
kerjasama pengelolaan perbatasan dengan Indonesia. Selain itu,
narasumber Tagoman memberi tambahan terkait posisi Papua Nugini
bahwasannya negara ini tidak mempermasalahkan terkait status Papua
Barat sebagai wilayah NKRI. Papua Nugini hanya sering menghimbau
Indonesia untuk lebih memperhatikan aspek perlindungan hak asasi
manusia di kawasan tersebut.
Pada saat kepemimpinan Sir Michael Somare, Papua Nugini
berjanji bahwa wilayahnya tidak akan menjadi basis pergerakan
separatism anti Indonesia, mengontrol aktivitas politik dan izin tinggal,
serta akan merepatriasi imigran illegal dan pemimpin gerakan
separatisme.41 Perdana Menteri Somare saat berbincang dengan
Presiden Megawati pada pertemuan APEC di Mexico tahun 2002
menyatakan, “…we don‟t promote, we don‟t support them, we know
West Papua is still an integral part of Republic of Indonesia.”42. Sangat
disayangkan karena hal itu juga mengalami perubahan era
kepemimpinan Perdana Menteri O’Neil. Sehari setelah pengajuan
keanggotaan ULMWP di Melanesian Spearhead Group, 4 Februari
43
R.J May 1986 dalam Wardhani, Baiq L.S.W., Kajian Asia Pasifik, Intrans
Publishing, Malang, September 2015, hal. 192
Hubungan kerja sama antara Indonesia dan Melanesian
Spearhead Group mengalami peningkatan yang sangat signifi kan
dengan adanya kunjungan peningkatan kerja sama ekonomi dan
pembangunan yang dilakukan oleh para Menteri Luar Negeri anggota
Melanesian Spearhead Group ke Jakarta, Jayapura dan Ambon pada
tanggal 11-16 Januari 2014. Kunjungan ini menghasilkan komitmen
penting Indonesia, Fiji, PNG, Solomon Islands dan FLNKS Kaledonia
Baru untuk, antara lain, saling mendukung kedaulatan negara;
meningkatkan kerja sama di berbagai area kepentingan bersama; serta
meningkatkan pertukaran kunjungan pejabat, akademisi, pemuda dan
olahragawan.44
44
Diplomasi Indonesia 2014. Direktorat Informasi dan Media, Direktorat Jenderal
Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Hal
161.
Melanesian Spearhead Group agar memiliki sebuah keterlibatan yang
kuat dan luas dengan masyarakat internasional. 45
45
Memperkuat Kemitraan dengan The Melanesian Spearhead Group.
http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/219-4-articles-juli-2015/1928-
memperkuat-kemitraan-dengan-the-melanesian-spearhead-group.html, diakses pada
16 Agustus 2016, pukul 11.30 WIB
46
Ibid
47
Ibid
adalah bahwa Indonesia memiliki komunitas Melanesia terbesar jika
dibandingkan komunitas Melanesia di seluruh kawasan Pasifik,
sehingga Indonesia memiliki kedekatan geografi, ras dan budaya
sebagai sesama komunitas Melanesia sehingga sudah seharusnya
Indonesia bergabung dalam Melanesian Spearhead Group sebagai
anggota penuh.
48
Pentingnya Kerjasama Ekonomi Indonesia-
Vanuatu.http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/pentingnya-kerja-sama-ekonomi-
indonesia-%E2%80%93-vanuatuDiakses pada 9 Mei 2016, pukul 11.30 WIB
Indonesia diekspresikan dengan sangat kuat dalam istilah Melanesia.
Oleh karena itu, tradisi-tradisi lokal di Papua Barat telah dimobilisasi
dan diekspresikan di dalam bahasa kebudayaan Melanesia yang baru.
BAB IV
1
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
pencerminan dari kepentingan nasionalnya. Indonesia sebagai sebuah
negara berdaulat juga menjalankan politik luar negeri yang senantiasa
berkembang disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri dan
perubahan situasi internasional. Dengan semakin berkembangnya
Indonesia, kebijakan politik luar negeri yang muncul juga semakin
kompleks. Karena bagaimanapun juga dengan perubahan-perubahan
kapabilitas Negara dan stabilitas politik dalam negeri memberikan
pengaruh yang sangat besar demi tercapainya tujuan tersebut. Namun,
terlihat jelas, tidak hanya dipengaruhi oleh dinamika politik domestik,
politik luar negeri Indonesia sekarang ini juga dipengaruhi oleh
fenomena-fenomena yang muncul dalam hubungan internasional.
Untuk itu penulis akan menjabarkan faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi pengambilan kebijakan politik luar negeri Indonesia
untuk berkiprah di wilayah Pasifik Selatan.
Politik luar negeri Indonesia yang tidak terlepas dari pengaruh
beberapa faktor, antara lain posisi geografis yang strategis, yaitu posisi
silang antara dua benua dan dua samudra; potensi sumber daya alam
dan manusia berikut susunan demografi; dan sistem sosial-politik yang
sangat mempengaruhi sikap, cara pandang serta cara memposisikan diri
di panggung internasional. Beberapa faktor yang menjadi dasar
pertimbangan keterlibatan Indonesia di dalam forum pasifik adalah
yang pertama faktor sosial budaya, hal ini terlihat dari persamaan ras
Melanesia yang ada di Indonesia dan juga yang ada di Pasifik. Yang
kedua adalah faktor geografi, dimana selain ASEAN, Indonesia juga
memiliki tetangga yang serupa yang terletak di bagian timur Indonesia.
Kemudian faktor ekonomi dan politik, dimana Indonesia saat ini
sedang menebar bibit untuk dapat di ambil hasilanya dikemudian hari.
Jika dilihat dari sisi ekonomi, tingkat ekonomi Indonesia jelas lebih
tinggi dari pada negara-negara anggota lainnya.Oleh sebab itu, saat ini
Indonesia masih lebih banyak memberi daripada menerima. Berbicara
mengenai politik, Indonesia ingin mejadi negara berpengaruh di
wilayah Pasifik Selatan, seperti Indonesia yang telah berpengaruh di
Asia Tenggara.
Terkait isu-isu yang terjadi di Papua maka Indonesia merasa
untuk meredam isu-isu yang saat ini telah menjadi internasional. Dalam
perkembangannya dari masa ke masa, faktor internal yang terjadi masih
dengan hal yang sama. Penulis melihat bahwa permasalahan yang
sering disuarakan datang dari permasalahan mengenai kelompok
separatis Papua yang ingin memisahkan diri dari NKRI dengan
meyuarakan isu-isu yang telah menjadi isu internasional. Kelompok ini
datang dari dalam wilayah Indonesia, dimana mereka merasa tidak adil
dengan perlakuan pemerintah Indonesia terhadap masyarakat setempat.
Dengan bergabungnya Indonesia di dalam Melanesian
Spearhead Group, kebijakan pemerintah terkait kerjasama luar negeri
di dalam forum internasional dan sub-regional, dapat kita lihat sesuai
dengan penjelasan yang telah penulis uraikan diatas bahwa mengenai
kebijakan politik luar negeri oleh Rosenau yang didasari oleh faktor
internal dan eksternal, dimana dengan bergabungnya Indonesia di
dalam forum Pasifik Selatan ini, pemerintah melalui presiden Joko
Widodo melihat beberapa faktor yang bisa dikembangkan dan juga
menjadi keuntungan bagi Indonesia di kemudian hari.
2
Usman, Asnani, 1994. “Indonesia dan Pasifik Selatan”, dalam Bantarto Bandoro
(ed.), Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. Jakarta: CSIS.
dalam menangani masalah-masalah regional. Pertanggungjawaban
tersebut diimplementasikan dalam kerangka persahabatan dan
kerjasama pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya untuk
menciptakan stabilitas dan perdamaian di kawasan Pasifik. Seiring
berjalannya waktu, kawasan Pasifik memiliki dinamika yang cukup
tinggi, baik dalam bidang perekonomian, jasa, ide dan kultur, bahkan
perpolitikan. Kondisi ini tidak dapat dijalankan dengan baik jika tidak
ada rasa kepercayaan dan stabilitas dalam kawasan Pasifik itu sendiri.
3
Wawancara dengan narasumber Bapak Heri Syarifuddin, selaku Ketua Badan
Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia, 27 September 2016.
dari negara-negara Pasifik.4 Kerjasama teknik ini diwujudkan dalam
program pengembangan kapasitas pada bidang proses pengembangan
produk perikanan,pembuatan kerajinan tangan, kesenian dan budaya
melalui beasiswa seni dan budaya Indonesia (BSBI), diplomatic course,
jurnalisme, dan pelatihan pengembangan sumber daya manusia.
4
Wawancara dengan narasumber Bapak Adirio Arianto selaku Dosen UPN Veteran
Jakarta, 15 September 2016.
5
Kementerian Luar Negeri Indonesia, Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar
Negeri Indonesia tahun 2015.
untuk melakukan kerjasama lebih lanjut dengan negara-negara Pasifik
secara regional. Namun, meskipun Indonesia telah aktif dalam forum-
forum regional Pasifik, hubungan antara Indonesia dengan negara-
negara Pasifik secara spesifik tetap mengalami dinamika naik dan
turun. Dinamika ini tidak terlepas dari fluktuasi politik domestik yang
kemudian turut mempengaruhi perilaku Indonesia di lingkungan
bilateral dan regional.6 Pasifik Selatan memiliki keterkaitan sejarah dan
budaya dengan Indonesia, dimana kesamaan ras Melanesia yang berada
di wilayah timur Indonesia menjadi identitas khas yang sering
ditonjolkan. Persamaan budaya merupakan salah satu alasan utama
Indonesia untuk memasuki wilayah Pasifik Selatan. Indonesia membuat
terobosan baru dalam membangun hubungan kerjasama antar negara.
Jika kerjasama selama ini lebih fokus dengan negara-negara besar atau
negara Utara, maka kali ini Indonesia merubah arah dengan menjajaki
negara-negara di kawasan Pasifik Selatan. Papua Nugini, Fiji, Vanuatu,
Kepulauan Solomon, dan sejumlah negara pasifik lainnya menjadi
target kerjasama yang hendak dibangkitkan. Salah satu misi yang
dibawa adalah persoalan Papua. Pasifik Selatan menjadi penting ketika
berbicara mengenai Papua.
6
Wawancara dengan narasumber Bapak Laode Muhammad Fathun selaku Dosen
UPN Veteran Jakarta, 15 September 2016.
sehingga tidak banyak mendapat perhatian dari pengambil kebijakan
maupun rakyat Indonesia pada umumnya. Dibandingkan dengan
wilayah Asia Tenggara, yang secara geopolitik menjadi “halaman
depan” negara Indonesia. Untuk itu, Indonesia harus mengubah
halaman belakang menjadi halaman depan. Kedua, sebagai kelanjutan
faktor pertama, menempatkan Pasifik Selatan bukan sebagai prioritas
Indonesia dalam melakukan hubungan diplomatik. Menurut Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pernah dimiliki Indonesia,
Pasifik Selatan menempati urutan kedua dalam prioritas politik luar
negeri Indonesia. Perhatian Indonesia ke Pasifik Selatan sangat timpang
di bandingkan dengan Asia Pasifik. Ketiga, wilayah Oseania memiliki
kemampuan ekonomi yang kecil, sehingga hampir tidak ada
keuntungan yang diperoleh Indonesia jika bekerjasama dengan
wilayah-wilayah tersebut, walaupun sebenarnya negara-negara Pasifik
memiliki Zona Ekonomi Eksklusif yang sangat luasyang
memungkinkan negara-negara tersebut menggali sumber-sumber
kekayaan lautnya. Selain kemampuan ekonominya yang kecil, berbagai
kendala yang dihadapi negara-negara kepulauan di Pasifik menjadi
penghambat pula bagi pengembangan lebih jauh hubungan yang saling
menguntungkan antara Indonesia dengan negara-negara kawasan.
7
Wawancara dengan narasumber Bapak Heri Syarifuddin, selaku Ketua Badan
Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia, 27 September 2016.
hendaknya mampu mengubah persepsi atau kebijakan suatu negara
terhadap Indonesia menjadi semakin positif, menguntungkan bagi
kepentingan nasional Indonesia.
8
Baiq L.S.W. Wardhani. 2015. Kajian Asia Pasifik : Politik Regionalisme dan
Perlindungan Manusia di Pasifik Selatan Menghadapi Kepentingan Negara Besar
dan Kejahatan Transnasional, Malang: Intrans Publishing
wilayah Bougenville. Papua Nugini cenderung untuk melakukan
kerjasama pengelolaan perbatasan dengan Indonesia.
C. Relationship Indonesia-Melanesia untuk Membangun Papua
dalam Bingkai NKRI
Isu genosida dan HAM menajdi isu utama yang selalu diusung
oleh kelompok-kelompok yang tidak pro pembangunan dengan
Indonesia. Fakta-faktanya adalah tidak benar dan banyak terjadi
manupulasi yang menunjukan bahwa Indonesia telah melakukan hal-
hal tersebut. Kelompok-kelompok separatis sudah terlalu banyak
memberitakan isu-isu kebohongan yang luar biasa dan melakukan
banyak manipulasi.11 Sejumlah organisasi di Papua dan Papua Barat
tampaknya terus menerus melakukan manuver politiknya untuk
menginternasionalisasi masalah Papua dengan menjadikan isu
pelanggaran HAM di Papua Barat dan Papua sebagai isu sentralnya,
walaupun konon kalangan aktivis Papua ini juga tidak dapat
memberikan bukti-bukti yang kuat telah terjadi pelanggaran HAM.
Penulis melihat bahwa bagaimanapun juga, pers di Papua dan Papua
Barat memiliki peran signifikan untuk menjaga perdamaian dan
11
Wawancara dengan Bapak Reza Wirakara, Direktorat Kerjasama Intra Kawasan
Aspasaf, Kasubdi II. Menangani isu-isu kerjasama Indonesia di Kawasan Pasifik
Selatan, terkhusus organisasi sub-regional. 27 September 2016
jalannya pembangunan di Papua, termasuk integrasi Papua dalam
NKRI dengan mengedepankan jurnalisme damai, bukan jurnalisme
kebohongan, agitatif dan provokatif. Aksi dilakukan dalam rangka
mendukung ULMWP masuk menjadi anggota penuh Melanesian
Spearhead Group yang merupakan sebuah forum diplomatik di Pasifik
Selatan.
KESIMPULAN
Disusun Oleh:
20141060054
PROGRAM PASCASARJANA
2016
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh:
20141060054
PROGRAM PASCASARJANA
2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
NIM : 20141060054
SETUJU jika naskah publikasi (jurnal ilmiah) yang disusun oleh yang bersangkutan
setelah mendapat arahan dari pembimbing, dipublikasikan untuk kepentingan akademis.
20141060054
ALASAN INDONESIA DALAM MELAKUKAN KERJASAMA DENGAN
MELANESIAN SPEARHEAD GROUP (MSG)
ABSTRACT
This study explains why Indonesia in cooperation with the Melanesian Spearhead
Group. Members of the Melanesian Spearhead Group are the countries in the South
Pacific region which has a Melanesian race. The vision of the Melanesian Spearhead
Group is decolonization and freedom for all countries of Melanesia with the efforts to
develop cultural identity and association, political, social and economic of
Melanesians. United Liberation Movement of West Papua is listed as an observer in the
Melanesian Spearhead Group. As an associate member, Indonesia tried to prevent the
movement of groups of Papuan independence as part of the Melanesian Spearhead
Group. Indonesia's involvement in the Melanesian Spearhead Group becomes a threat
to the Papuan independence groups to secede from the Unitary Republic of Indonesia.
Through the concept of foreign policy with Rational Actor model by Graham T. Allison,
that there are alternatives to policy guidelines that could be taken by the government in
the calculation of gains and losses over each of these alternatives. The decision-makers
must always be ready to make changes or adjustments in its discretion. This concept is
used by researchers to determine the involvement of Indonesia in the Melanesian
Spearhead Group. The main reason why Indonesia in cooperation with the Melanesian
Spearhead Group is to gain the support of the member countries of the Melanesian
Spearhead Group to prevent group of Papuan independence became a permanent
member to inhibit movement in liberating Papua.
ABSTRAKSI
Penelitian ini menjelaskan mengapa Indonesia melakukan kerjasama dengan
Melanesian Spearhead Group. Anggota dari Melanesian Spearhead Group adalah
negara-negara di wilayah Pasifik Selatan yang memiliki ras Melanesia. Visi dari
Melanesian Spearhead Group adalah dekolonisasi dan kebebasan seluruh negara
Melanesia dengan upaya mengembangkan identitas dan keterkaitan budaya, politik,
sosial dan ekonomi masyarakat Melanesia. United Liberation Movement of West Papua
terdaftar sebagai observer di Melanesian Spearhead Group. Dengan status associate
member, Indonesia mencoba untuk mencegah meningkatnya pergerakan kelompok
Papua merdeka sebagai bagian dari Melanesian Spearhead Group. Keterlibatan
Indonesia di dalam Melanesian Spearhead Group menjadi ancaman bagi kelompok
Papua merdeka untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melalui konsep Politik Luar Negeri dengan model Aktoor Rasional oleh Graham T.
Allison bahwa terdapat alternatif-alternatif haluan kebijaksanaan yang bisa di ambil
oleh pemerintah dalam memperhitungkan untung dan rugi atas masing-masing alternatif
tersebut. Para pembuat keputusan harus selalu siap untuk melakukan perubahan atau
penyesuaian dalam kebijaksanaannya. Konsep ini digunakan oleh peneliti untuk
mengetahui keterlibatan Indonesia di dalam Melanesian Spearhead Group. Alasan
utama mengapa Indonesia melakukan kerjasama dengan Melanesian Spearhead Group
karena Indonesia mau mendapatkan dukungan dari negara-negara anggota Melanesian
Spearhead Group untuk mencegah kelompok Papua merdeka menjadi anggota tetap
untuk menghambat pergerakan dalam memerdekakan Papua.
Keywords: Aktor Rasional, Melanesian Spearhead Group, ULMWP, West Papua
I. PENDAHULUAN
1
Adil, Hilman. 1993. Dinamika Perkembangan Pasifik Selatan Dan Implikasinya Terhadap Indonesia. Jakarta :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kemasyarakatan dan Kebudayaan PDII-LIPI.
2
Ogashiwa, Yoko. 2002. “South Pacific Forum: Survival Under External Pressure” in New Regionalisms in the
Global Political Economy, by Shaun Breslin, Christopher W. Hughes, Nicola Phillips and Ben Rosamond (eds).
London: Routledge.
memiliki dinamika tersendiri dalam hubungan antarnegara, seperti hubungannya dengan
Australia, Timor Timur, dan Papua New Guinea.
Kondisi dan posisi geografis Indonesia yang sangat prospektif di Kawasan Asia
Pasifik. Indonesia merupakan negara yang berada diantara dua samudera yaitu
samudera Pasifik dan Hindia. Selain itu dari sisi politik Indonesia memiliki peranan
penting di Asia Pasifik, mengingat lingkaran konsentris pertama Politik Luar Negeri
Indonesia adalah ASEAN. Strategi Indonesia yang lain untuk berperan dalam
pengembangan kawasan Pasifik Selatan adalah melalui bantuan kapasitas. Kawasan
Pasifik Selatan sendiri didiami oleh tiga budaya besar, yaitu Melanesia, Polinesia dan
Mikronesia. Pengaruh budaya Melanesia terlihat dalam hubungan antara budaya dan
kepemimpinan, konstitusi, dan pemerintahan, dan juga hubungan internasional.
Melanesia merupakan gugus kepulauan yang memanjang dari Maluku lalu ke timur
sampai Pasifik bagian barat, serta utara dan timur laut Australia. Indonesia memiliki 3
wilayah yang memilki rumpun Melanesia yaitu wilayah Papua, Maluku dan Nusa
Tenggara Timur. Dengan adanya semangat solidaritas etnis yang tinggi dari beberap
negara ras Melanesia, kemudian terbentuklah sebuah organisasi antar pemerintah
(intergovernmental organization) yaitu Melanesian Spearhead Group (MSG).
Pada KTT Melanesian Spearhead Group ke-18 di Fiji, Indonesia diterima dan
diberikan status sebagai observer. Pada forum ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menjelaskan mengenai kondisi Papua serta mempersilakan perwakilan Melanesian
Spearhead Group melakukan kunjungan ke Papua untuk mendengar langsung terkait
kebijakan pembangunan ekonomi serta aspek keamanan di Papua dan melihat kondisi di
Papua secara langsung.4 Hal tersebut dilakukan terkait isu pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) yang diduga dilakukan oleh pemerintah Indonesia di Papua.
Keterlibatan Indonesia dalam Melanesian Spearhead Group, berdampak pada
munculnya perlawanan dari gerakan separatis di Papua yang terancam dipersulit untuk
memerdekakan Papua. Gerakan separatisme yang tergabung dalam United Liberation
Movement of West Papua (ULMWP) berkembang di kawasan Pasifik Selatan
menggalang dukungan dari negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group
(MSG). Pada organisasi regional Melanesian Spearhead Group ini, United Liberation
Movement of West Papua (ULMWP) juga diterima sebagai observer dengan catatan
sebagai wakil penduduk Indonesia yang tinggal di luar wilayah Indonesia dan bukan
sebagai entitas negara tersendiri. Hal ini mendatangkan kekhawatiran bagi pemerintah
Indonesia yang saat ini berstatus associate member. ULMWP sendiri merupakan
organisasi politik yang sama dengan FLNKS dalam hal sebagai gerakan pro-
kemerdekaan dari negara asal. Dengan demikian, fokus politik luar negeri Indonesia
dewasa ini mengindikasikan adanya kesadaran bahwa Indonesia merasa perlu untuk
3
Bhakti, Ikrar Nusa. 2006. Merajut Jaring-Jaring Kerja Sama Keamanan Indonesia-Australia: Suatu Upaya
Menstabilkan Hubungan Bilateral Kedua Negara. Jakarta: LIPI
4
SBY Kunjungi Fiji Untuk Jelaskan Kondisi Papua. http://www.voaindonesia.com/content/sby-kunjungi-fiji-untuk-
jelaskan-kondisi-papua/1938483.htm di akses pada 10 Mei 2016, pukul 20.30 WIB
membangun kedekatan dengan negara-negara di kawasan Melanesia untuk
membendung usaha gerakan separatisme ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Berkaitan dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka dapat ditarik
rumusan masalah sebagai berikut:
- Mengapa Indonesia memutuskan untuk bergabung ke dalam Melanesian
Spearhead Group (MSG)?
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang akan menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menjelaskan rasionalitas Indonesia dalam melakukan kerjasama dengan Melanesian
Spearhead Group (MSG).
11
Wohlforth, William C., 2012. Realism and Foreign policy” dalam Steve Smith, Amelia Hadfield &
Tim Dunne, Foreign Policy, Theories, Actors, Cases. Oxford
12
Singer, J. David, 1961. “The Level-of-Analysis Problem in International Relations”, World Politics,
14(1), the International System: Theoretical Essays
13
Ibid
Sebagai aktor utama, negara berkewajiban mempertahankan kepentingan
nasionalnya dalam kancah politik internasional. Negara dalam konteks ini diasumsikan
sebagai entitas yang bersifat tunggal dan rasional. Maksudnya adalah dalam tataran
negara, perbedaan pandangan politis telah diselesaikan hingga menghasilkan satu suara.
Sedangkan negara dianggap rasional karena mampu mengkalkulasikan bagaimana cara
mencapai kepentingan agar mendapat hasil maksimal. Oleh karena itu, power adalah
konsep kunci dalam hal ini. Dasar Normatif realisme adalah keamanan nasional dan
kelangsungan hidup negara: ini merupakan nilai-nilai yang menggerakkan doktrin kaum
realis dan kebijakan luar negeri kaum realis.
Power menurut Morgenthau dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: mengontrol
pikiran dan tindakan, kemampuan mendapatkan apa yang diinginkan, dan untuk
mendapatkan power tidak hanya dilakukan dengan senjata / ancaman, tetapi dengan
pengaruh diplomasi dan otoritas. Penulis melihat bahwa kebijakan luar negeri
memerlukan alat dalam menganalisanya melalui teori. Kebijakan luar negeri juga dapat
dibatasi dengan mempersempit analisa yang ada melalui fenomena-fenomena hubungan
internasional yang berkembang, yang kemudian dapat menggambarkan perilaku negara
dengan menganalisa kebijakan luar negeri yang ada. Power pada dasarnya berarti
kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk melakukan apa yang kita inginkan.
Dalam pencapaian ini, dapat dilakukan dengan hard power atau soft power. Hard power
lebih bersifat memaksa dan keras, contohnya dengan menggunakan kekuatan militer.
Soft power bukan berarti tanpa kekuatan, namun soft power menggunakan pendekatan
yang berbeda. Soft power lebih ditujukan pada pengubahan cara pandang, ideologi, dan
sebagainya. Dalam tesis ini, penulis memilih untuk menggunakan soft power untuk
melihat pengaruh yang diberikan Indonesia di wilayah Pasifik Selatan, khususnya di
dalam Melanesian Spearhead Group.
b. Aktor Rasional (Rational Actor)
Menurut Graham T. Alisson, untuk menganalisis suatu proses kebijakan luar
negeri antara lain dapat digunakan rational policy model. Proses kebijakan itu sendiri
secara teoritik sangat dipengaruhi oleh adanya faktor politik domestik dan eksternal
internasional. Allison membuat kajian politik luar negeri yang revolusioner karena
dianggap menantang asumsi rasionalisme dalam politik luar negeri yang mengikuti
prinsip-prinsip ekonomi dan sedikit banyak dianut juga oleh realisme dalam
menjelaskan politik luar negeri suatu negara.14 Dalam asumsi rasionalisme, tindakan
suatu negara dianalisis dengan asumsi bahwa negara mempertimbangkan semua pilihan
dan bertindak secara rasional untuk memaksimalkan keuntungan. Politik luar negeri
dilihat sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional. Bagi Allison, analisis
rasional yang disebut „Model Aktor Rasional’ mendasarkan diri pada imajinasi karena
tidak mendasarkan analisis pada fakta empirik yang sering di sebut melanggar prinsip
hukum falsifiablility.
Dalam perspektif “Decision Making Process”, Graham T Allison dalam
bukunya Essence of Decision: Explaining The Cuban Missile Crisis, yang diterbitkan
Boston: Little, Brown and Company tahun 1971, mengajukan tiga paradigma yang
dapat digunakan untuk menganalisis kebijakan luar negeri negara-negara di dunia, yaitu
Model Aktor Rasional (MAR), Model Proses Organisasi (MPO), dan Model Politik
Birokratik (MPB), yang akan diuraikan secara singkat berikut ini: Model Aktor
Rasional (Rational Actor), model ini menekankan bahwa suatu proses pengambilan
keputusan akan melewati tahapan penentuan tujuan, alternatif/opsi, konsekuensi, dan
pilihan keputusan. Model ini menyatakan bahwa keputusan yang dibuat merupakan
suatu pilihan rasional yang telah didasarkan pada pertimbangan rasional/intelektual dan
kalkulasi untung rugi sehingga diyakini menghasilkan keputusan yang matang, tepat,
dan prudent. Model Proses Organisasi (the Organizational Process), model ini
menekankan bahwa suatu proses pengambilan keputusan merupakan suatu proses
mekanistis yang melewati tahapan, prosedur, dan mekanisme organisasi dengan
prosedur kerja baku (standard operating procedure) yang telah berlaku selama ini.
Keputusan yang ditetapkan dipandang sebagai output organisasi yang telah
mempertimbangkan tujuan, sasaran, dan skala prioritas organisasi. Model Politik
Birokratik (Bureaucratic/Governmental Politics), model ini menekankan bahwa suatu
proses pengambilan keputusan dirumuskan oleh berbagai aktor, kelompok, dan pihak
yang berkepentingan melalui proses tarik menarik, tawar menawar, saling
mempengaruhi dan kompromi antar stakeholders terkait. Keputusan yang ditetapkan
merupakan proses resultan politik yang melewati deliberasi yang panjang dan komplek
Setiap negara digambarkan sebagai aktor rasional yang selalu bertindak
didasarkan atas kepentingan dirinya sendiri. Dan yang paling mendasar adalah menjaga
kedaulatan dan mencapai kepentingan nasional. Dalam model ini digambarkan bahwa
14
Allison, Graham T.1971. Essence of Decision: Explaining the Cuban Missile Crisis. Boston: Little, Brown and
Company. Dalam Hara, A Eby. 2011. Pengantar Analisis Politik Luar Negeri: dari Realisme sampai
Konstruktivisme. Bandung: Nuansa.
para pembuat keputusan melakukan alternatif alternatif kebijakan untuk mendapatkan
hasil yang optimal. Asumsi dasar perspektif model aktor rasional yaitu bahwa negara-
negara dapat dianggap sebagai aktor yang berupaya untuk memaksimalkan pencapaian
tujuan mereka berdasarkan kalkulasi rasional di dalam kancah politik global.15 Dalam
model aktor rasional, negara digambarkan sebagai sebuah aktor individu rasional,
memiliki pengetahuan yang sempurna terhadap situasi dan mencoba memaksimalkan
nilai dan tujuan berdasarkan situasi yang ada. Berbagai tindakan negara-negara
dianalisis dengan asumsi bahwa negara-negara mempertimbangkan semua pilihan dan
bertindak rasional untuk memaksimalkan keuntungan. Dalam penulisan tesis ini, penulis
akan menjabarkan keuntungan dan kerugian mengenai keterlibatan Indonesia di dalam
Melanesian Spearhead Group. Ada beberapa hal yang penulis lihat adalah sebagai
keuntungan Indonesia bergabung ke dalam forum sub-regional Melanesian Spearhead
Group, yaitu: Indonesia merupakan negara dengan jumlah ras Melanesia terbanyak di
bandingkan dengan negara-negara yang terletak di wilayah Pasifik Selatan; secara
geografis Indonesia merupakan tertangga dekat dengan negara-negara Melanesia,
sehingga sangat mungkin bagi Indonesia untuk menjalin hubungan yang lebih dekat
lagi; dan tingkat ekonomi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara di Pasifik
Selatan sangat jauh di bawah Indonesia, sehingga merupakan salah satu peluang bagi
Indonesia untuk memberikan bantuan kepada mereka. Kemudian kerugian timbul
dengan bergabungnya Indonesia ke dalam Melanesian Spearhead Group adalah
munculnya perlawanan dari kelompok separatis Papua Merdeka dengan mengangkat
isu-isu yang terjadi di wilayah Papua.
Berdasarkan keuntungan dan kerugian yang telah di jabarkan di atas, penulis
melihat lebih banyak keuntungan yang akan di peroleh oleh Indonesia dengan
bergabung ke dalam Melanesian Spearhead Group. Hal ini lah yang menjadi dasar
pertimbangan Indonesia dalam mengambil keputusan untuk bergabung kedalam forum
tersebut. Aktor utama yaitu negara harus dapat mengambil keputusan secara rasional
dengan menimbang untung dan rugi yang akan di peroleh setelah keputusan di ambil.
Keamanan nasional dan kepentingan nasional merupakan prinsip utama dan
tujuan strategis dalam menyusun kebijakan luar negeri. Proses pembuatan kebijakan
luar negeri dilakukan oleh aktor yang mana masing-masing berperan sebagai pemain.
Hubungan antar aktor secara umum digambarkan dalam proses tarik ulur satu sama lain
15
Bruce Russet dan Harvey Starr. 1998. World Politics: The Menu for Choice. 2nd ed. New York: W.H. Freeman and
Co.
(pulling and hauling). Kebijakan luar negeri dipahami sebagai political outcomes.
Menurut Allison outcomes bukanlah penyelesaian yang dipilih oleh para aktor tetapi
merupakan hasil dari kompromi, koalisi dan kompetisi antar aktor.16 Menganalisa
foreign policy sebagai bentuk proses rasionalitas atau disebut foreign policy making as
rational process menurut Allison bahwa Rational decision making model terbentuk dari
aktor kesatuan (unitary actor) yang menjalankan peran sebagai rasional aktor dalam
pengambilan sebuah keputusan. Kebijakan luar negeri tersebut menjadi sebuah langkah
dalam menangani konflik maupun permasalahan yang dihadapi negara. Seperti
dikatakan dalam kaitannya mengenai Rational Decision-Making Model adalah
bahwasanya sebagai “foreign policy as results from an intellectual process where the
actors choose what is the best for the country and select”. Maka dalam rasionalitas
pengambilan kebijakan sebagai tujuan menjalankan kebijakan yang terbaik bagi negara.
Politik Luar Negeri sebagai akibat tindakan-tindakan yang di pilih oleh aktor
rasional untuk mencapai target dari tujuan-tujuan yang di tetapkan oleh suatu negara.
Pembuatan Keputusan Politik Luar Negeri dari model ini disebut sebagai suatu proses
intelektual. Aktor-aktor rasional berusaha untuk membuat kebijakan luar negeri yang
dapat memaksimalkan pencapaian kepentingan nasional. Dalam hal ini negara dilihat
sebagai entitas monolitik. Allison menekankan bahwa kelemahan dari pandangan
tersebut adalah negara satu dengan negara lainnya tidak memiliki sifat yang homogen
sehingga aktor-aktor rasional tersebut tidak dapat menjelaskan politik luar negeri
maupun mekanisme internal dalam perumusannya dengan baik. Keterkaitan antara
model Aktor Rasional dan teori realis dapat dilihat dengan sangat jelas, dimana aktor
utamanya adalah negara. Dalam proses pembuatan keputusan, aktor memiliki peran
penting untuk mempengaruhi aktor lainnya dalam mencapai tujuan.
E. HIPOTESA
16
Ibid
II. METODOLOGI PENELITIAN
Politik luar negeri Indonesia yang tidak terlepas dari pengaruh beberapa faktor,
antara lain posisi geografis yang strategis, yaitu posisi silang antara dua benua dan dua
samudra; potensi sumber daya alam dan manusia berikut susunan demografi; dan sistem
sosial-politik yang sangat mempengaruhi sikap, cara pandang serta cara memposisikan
diri di panggung internasional. Beberapa faktor yang menjadi dasar pertimbangan
keterlibatan Indonesia di dalam forum pasifik adalah yang pertama faktor sosial budaya,
hal ini terlihat dari persamaan ras Melanesia yang ada di Indonesia dan juga yang ada di
Pasifik. Yang kedua adalah faktor geografi, dimana selain ASEAN, Indonesia juga
memiliki tetangga yang serupa yang terletak di bagian timur Indonesia. Kemudian
faktor ekonomi dan politik, dimana Indonesia saat ini sedang menebar bibit untuk dapat
di ambil hasilanya dikemudian hari. Jika dilihat dari sisi ekonomi, tingkat ekonomi
Indonesia jelas lebih tinggi dari pada negara-negara anggota lainnya.Oleh sebab itu, saat
ini Indonesia masih lebih banyak memberi daripada menerima. Berbicara mengenai
politik, Indonesia ingin mejadi negara berpengaruh di wilayah Pasifik Selatan, seperti
Indonesia yang telah berpengaruh di Asia Tenggara. Terkait isu-isu yang terjadi di
Papua maka Indonesia merasa untuk meredam isu-isu yang saat ini telah menjadi
internasional. Dalam perkembangannya dari masa ke masa, faktor internal yang terjadi
masih dengan hal yang sama. Penulis melihat bahwa permasalahan yang sering
disuarakan datang dari permasalahan mengenai kelompok separatis Papua yang ingin
memisahkan diri dari NKRI dengan meyuarakan isu-isu yang telah menjadi isu
internasional. Kelompok ini datang dari dalam wilayah Indonesia, dimana mereka
merasa tidak adil dengan perlakuan pemerintah Indonesia terhadap masyarakat
setempat.
Dengan bergabungnya Indonesia di dalam Melanesian Spearhead Group, kebijakan
pemerintah terkait kerjasama luar negeri di dalam forum internasional dan sub-regional,
dapat kita lihat sesuai dengan penjelasan yang telah penulis uraikan diatas bahwa
mengenai kebijakan politik luar negeri oleh Rosenau yang didasari oleh faktor internal
dan eksternal, dimana dengan bergabungnya Indonesia di dalam forum Pasifik Selatan
ini, pemerintah melalui presiden Joko Widodo melihat beberapa faktor yang bisa
dikembangkan dan juga menjadi keuntungan bagi Indonesia di kemudian hari.
Keuntungan dengan bergabungnya Indonesia ini terutama pada kerja sama dibidang
ekonomi mengingat nilai perdagangan Indonesia dengan negara-negara Melanesian
Spearhead Group sampai saat ini cukup besar. Artinya bahwa keterlibatan Indonesia
menjadi anggota Melanesian Spearhead Group dapat membantu untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat di negara-negara pasifik. Selain itu, keberadaan Indonesia
sebagai anggota Melanesian Spearhead Group ini juga akan mengutungkan dalam
membangun hubungan diplomasi, terutama terkait isu Papua Merdeka. Pemerintah akan
lebih mudah memberikan pemahaman bahwa Indonesia sangat peduli dengan
masyarakat Melanesia, terutama yang ada di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Pemahaman ini tentu dilakukan dalam bentuk pembentukan kebijakan yang
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraaan masyarakat. Kita pun telah menyadari
bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia di Papua dalam keadaan baik-baik saja,
masyarakat menjalankan aktivitasnya secara normal dan kondusif. Roda pemerintahan
dan intervensi kebijakan yang dilakukan pemerintah pun berjalan lancar. Sehingga
ketika ada aksi masyarakat yang mengatasnamakan rakyat Papua ingin merdeka tentu
perlu dipertanyakan, apakah benar itu sesuai dengan keinginan masyarakat disana.
Untuk itu, tergabungnya Indonesia sebagai anggota Melanesian Spearhead Group
diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat di dunia terutama rakyat
Melanesian bahwa Indonsia masih sangat mampu mengelola konflik rumah tangganya
sendiri.
Bergabungnya Indonesia dengan Melanesian Spearhead Group bukan tanpa tujuan.
Tujuan Indonesia antara lain meliputi keikutsertaan Indonesia dalam Melanesian
Spearhead Group merupakan bagian dari upaya untuk mereposisi kebijakan luar negeri
Indonesia yang selama ini lebih memberi penekanan kepada negara-negara ASEAN dan
negara Barat, menuju look east policy. Kehadiran Indonesia dalam Melanesian
Spearhead Group merupakan bagian dari upaya untuk medekatakan diri dengan negara-
negara di kawasan Pasifik, dan keikutsertaan Indonesia sebagai mitra dialog Melanesian
Spearhead Group dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan citra Indonesia di dunia
internasional sekaligus dapat dimanfaatkan untuk menggalang dukungan terhadap
Indonesia dalam forum internasional. Ada beberapa strategi yang digunakan Indonesia
untuk melakukan pendekatan di wilayah Pasifik Selatan, yaitu: look east policy;
prosper thy neighbour; dan regional power policy.
Sebagai aktor utama, negara berkewajiban mempertahankan kepentingan
nasionalnya dalam kancah politik internasional. Negara dalam konteks ini diasumsikan
sebagai entitas yang bersifat tunggal dan rasional. Maksudnya adalah dalam tataran
negara, perbedaan pandangan politis telah diselesaikan hingga menghasilkan satu suara.
Sedangkan negara dianggap rasional karena mampu mengkalkulasikan bagaimana cara
mencapai kepentingan agar mendapat hasil maksimal. Penulis menggunakan Actor
Rational dengan pendekatan realisme untuk melihat kebijakan politik luar negeri Indonesia
yang kemudain akan menunjukan alasan tergabungnya Indonesia di dalam Melanesian
Spearhead Group. Penulis melihat bahwa realis juga memusatkan perhatian pada potensi
konflik yang ada di antara aktor negara, dalam rangka memperhatikan atau menjaga stabilitas
internasional, mengantisipasi kemungkinan kegagalan upaya penjagaan stabilitas,
memperhitungkan manfaat dari tindakan paksaan sebagai salah satu cara pemecahan terhadap
perselisihan, dan memberikan perlindungan terhadap tindakan pelanggaran wilayah perbatasan.
Oleh karena itu, power adalah konsep kunci dalam hal ini. Dasar Normatif realisme adalah
keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara: ini merupakan nilai-nilai yang
menggerakkan doktrin kaum realis dan kebijakan luar negeri kaum realis.
IV. KESIMPULAN
Upaya -upaya yang dilakukan Indonesia sejauh ini membuahkan hasil yang baik.
Hal ini terlihat dari ditolaknya permintaan ULMWP untuk menjadi full member dalam
Melanesian Spearhead Group. Dukungan penuh dari Papua Nugini dan Fiji terhadap
kedaulatan Indonesia menjadi pegangan utama bagi Indonesia untuk menaikan
statusnya menjadi full member. Penolakan terhadap ULMWP adalah karena mereka
bukan sebuah negara, apapun alasannya merreka tidak punya hak untuk menjadi full
member dengan pertimbangan sesuai prosedur ULMWP bukan wakil rakyat Papua
secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia sebagai anggota Melanesian Spearhead
Group ini juga akan mengutungkan dalam membangun hubungan diplomasi, terutama
terkait isu Papua Merdeka. Adanya peningkatan kapsitas diplomasi Indonesia di kancah
internasional menjadi hal yang menguntungkan bagi Indonesia untuk mengubah
dukungan negara-negara Melanesian Spearhead Group mengenai kedaulatan Indonesia
terhadap Papua sebagai bagian dari NKRI. Pemerintah akan lebih mudah memberikan
pemahaman bahwa Indonesia sangat peduli dengan masyarakat Melanesia, terutama
yang ada di Provinsi Papua dan Papua Barat. Pemahaman ini tentu dilakukan dalam
bentuk pembentukan kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraaan
masyarakat. Indonesia telah menyadari bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia di
Papua dalam keadaan baik-baik saja, masyarakat menjalankan aktivitasnya secara
normal dan kondusif. Roda pemerintahan dan intervensi kebijakan yang dilakukan
pemerintah pun berjalan lancar. Sehingga ketika ada aksi masyarakat yang
mengatasnamakan rakyat Papua ingin merdeka tentu perlu dipertanyakan, apakah benar
itu sesuai dengan keinginan masyarakat disana. Untuk itu, tergabungnya Indonesia
sebagai anggota Melanesian Spearhead Group diharapkan mampu meningkatkan
kepercayaan masyarakat di dunia terutama rakyat Melanesian bahwa Indonsia masih
sangat mampu mengelola konflik rumah tangganya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adil, Hilman. 1993. Dinamika Perkembangan Pasifik Selatan Dan Implikasinya
Terhadap Indonesia. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kemasyarakatan dan Kebudayaan PDII-LIPI.
Allison, Graham T.1971. Essence of Decision: Explaining the Cuban Missile Crisis.
Boston: Little, Brown and Company. Dalam Hara, A Eby. 2011. Pengantar
Analisis Politik Luar Negeri: dari Realisme sampai Konstruktivisme.
Bandung: Nuansa.
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
Bhakti, Ikrar Nusa. 2006. Merajut Jaring-Jaring Kerja Sama Keamanan Indonesia-
Australia: Suatu Upaya Menstabilkan Hubungan Bilateral Kedua Negara.
Jakarta: LIPI
Budiono Kusumohamidjojo. 1987. Hubungan Internasional: Kerangka Studi Analisis.
Jakarta: Bina Cipta
Hatta, Mohammad, 1953. Dasar Politik Luar Negeri Republik Indonesia. Jakarta,
Tintamas.
Hatta, Mohammad. 1976. Mendayung Antara Dua Karang. Jakarta: Bulan Bintang. Cet.
Pertama
Hery Saripuddin,dkk. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Asia
Pasifik & Afrika Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan. (2013).
Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Kawasan Pasifik Selatan: Menimbang
Etnis Melanesia Dalam Diplomasi Indonesia. Jakarta: P3K2 Aspasaf.
Haris, Syamsuddin. 1989. Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jurnal Politik. Jakarta: PT Gramedia.
Langie, Sam Jacob R. 1982. Indonesia di Pasifik. Jakarta: Sinar Harapan
Mochtar Kusumaatmadja,1983, Politik Luar Negeri Indonesia dan Pelaksanaannya
Dewasa ini (Kumpulan karangan dan Pidato)”, Bandung: Penerbit Alumni
Nasution, A.H. 1966. Sejarah Perjuangan Nasional di Bidang Bersenjata. Jakarta:
Mega Bookstore.
Ogashiwa, Yoko. 2002. “South Pacific Forum: Survival Under External Pressure” in
New Regionalisms in the Global Political Economy, by Shaun Breslin,
Christopher W. Hughes, Nicola Phillips and Ben Rosamond (eds). London:
Routledge.
Renshon, J. & Renshon, S. 2008. The Theory and Practice of Foreign Policy Decision
Making, Political Psychology, Alex Mintz & Karl DeRouden Jr.2010.
Understanding Foreign Policy Decision Making
Richard W Mansbach & Kristen L. Rafferty. 2012. “Pengantar Politik Global
(Introduction to Global Politics)”. Bandung: Nusa Media.
Usman, Asnani, 1994, Indonesia dan Pasifik Selatan, dalam Bantarto Bandoro [ed],
Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. Jakarta: CSIS.
Wuryandari, Ganewati, dkk. 2016. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran
Politk Domestik. Jakarta: P2P LIPI.
Yuwono, Ismantoro Dwi. 2014. “Jani-janji Jokowi-JK (Jika) Rakyat Tidak Sejahtera,
Turunkan Saja Mereka!”. Yogyakarta: Media Pressindo.
JURNAL
Anshari, Yumna Sani. 2016. Hubungan Kerjasama Indonesia dengan Negara-Negara
Pasifik Selatan. Makassar: Departemen Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.
Anwar, D.F. (2003). Kew Aspects in Indonesia‟s Foreign Policy: Change and
Continuity amidst a Changing Environment. Indonesia: Foreign Policy and
Domestics. Singapore: ISEAS.
Bruce Russet dan Harvey Starr. 1998. World Politics: The Menu for Choice. 2nd ed.
New York: W.H. Freeman and Co.
Departemen Pertahanan Republik Indonesia. 2008. Buku Putih Pertahanan Indonesia
2008.
DeRouen, K. Mintz. A. 2010. Understanding Foreign Policy Decision Making.
Cambridge University Press. New York.
Diplomasi Indonesia 2014. Direktorat Informasi dan Media, Direktorat Jenderal
Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia.
Elmslie, Jim. 2015. „Indonesian Diplomatic Manuvering in Melanesia: Challenges and
Opportunities‟ dalam Azizian, Rouben (eds.), Regionalism, Security &
Cooperation in Oceania, Asia-Pacific Center for Security Studies,
Honolulu.
Habib, A Hasnan. 1990. Kapita Selekta; Strategi dan Hubungan Internasional. Jakarta:
CSIS.
Hard, I. 2007. Breaking and Making International Norms: American Revionalisme and
Crises of Legitimacy. International Politic.
J. Kusnanto Anggoro. 1987. Dinamika Politik di Pasific Barat Daya, Analisa,Th, XVI,
NO. 2.
Kementerian Luar Negeri Indonesia, Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri
Indonesia tahun 2015.
Mac Queen, N., „Sharpening the Spearhead: Sub regionalism in Melanesia‟, Pacific
Studies Vol. 12 No.2.
May, Ronald, The Melanesian Spearhead Group: Testing Pacific Island Solidarity,
Australian Strategic Policy Institute.
Michel, Leifer . 1983. Indonesia‟s Foreign Policy, London: Royal Institute For
Internasional Affairs George Allen and Unwin.
Nur Amaliyah, 2015, Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Di Bawah Pemerintahan
Presiden Jokowi, Makassar: Universitas Hasanuddin
Pujajnti, A. 2015. Arah Hubungan Bilateral Indonesia – Malaysia di Masa Perintahan
Jokowi. Pusat Pengkajian, Pengelolaan Data dan Informasi. Seketariat
Jenderal DPR PR. Jakarta.
Singer, J. David, 1961. “The Level-of-Analysis Problem in International Relations”,
World Politics, 14(1), the International System: Theoretical Essays.
Wohlforth, William C., 2012. Realism and Foreign policy” dalam Steve Smith, Amelia
Hadfield & Tim Dunne, Foreign Policy, Theories, Actors, Cases. Oxford.
York, Michael. “Selat Malaka Dalam Politik Luar Negeri Indonesia”. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta: MIHI.
Zonggonau, Lenie Marlina. 2011.. Pembentukan Kerjasama Sub-Regional the
Melanesian Spearhead Group Tahun 1988Yogyakarta: Jurusan Ilmu
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional "Veteran".
INTERNET
Arto Suryodipuro, “Building Relations with Pacific Islands Countries,” The Jakarta
Post (daring), 25 January 2014,
http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/25/building-relations-with-
pacific-island-countries.html
Forau, P. and T. Newton Cain, 2014, „Peter Forau on Why the Melanesian Spearhead
Free West Papua Campaign, “Solomon Island&Vanuatu Supporting West
Papua for Full Membership of the Melanesian Spearhead Group”, Fre West
Papua Campaign (daring),
https://www.freewestpapua.org/2016/05/12/solomon-islands-vanuatu-
supporting-west-papua-for-full-membership-of-the-melanesian-spearhead-
group-msg/
Group is a Success’, Devpolicy (daring), 5 Maret, <devpolicy.org/peterforau-
https://bennyw10.wordpress.com/2016/07/14/apa-itu-melanesia-spearhead-
group-msg-dan-apa-saja-yang-dilakukan-msg/
Mambor, Victor, “MSG Chair Said The MSG‟s Principle is Decolonization of
Melanesia”, Tabloid Jubi (daring), http://tabloidjubi.com/eng/msg-chair-
said-the-msgs-principle-is-decolonisation-of-melanesia
Memperkuat Kehadiran Indonesia di Pasifik Selatan
http://m.antaranews.com/berita/552083/memperkuat-kehadiran-indonesia-
di-pasifik-selatan
Memperkuat Kemitraan dengan The Melanesian Spearhead Group.
http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/219-4-articles-juli-
2015/1928- memperkuat-kemitraan-dengan-the-melanesian-spearhead-
group.html
MSG: trading on political capital and Melanesian solidarity‟, Pacific Institute of Public
Policy, Briefing Paper 2(2008), 2,
http://www.sastrapapua.com/2016/02/melanesia-sejarah-dan-politik-
sebuah_7.html
Pentingnya Kerjasama Ekonomi Indonesia-Vanuatu.
http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/pentingnya-kerja-sama-ekonomi-
indonesia-%E2%80%93-vanuatu
Radio New Zealand, “Strong Fiji Backing for West Papua-Ro Teimumu” Radio New
Zealand (daring), , http://www.radionz.co.nz/international/pacific-
news/308573/strong-fiji-backing-for-west-papua-ro-teimumu
SBY Kunjungi Fiji Untuk Jelaskan Kondisi Papua.
http://www.voaindonesia.com/content/sby-kunjungi-fiji-untuk-jelaskan-
kondisi-papua/1938483.htm
Tarere, W., “Bainimarama has no problem with West Papua in MSG”, Vanuatu Daily
Post (daring), http://www.dailypost.vu/content/bainimarama-has-no-
problem-west-papua-msg
The Melanesian Spearhead Group. (2012). Annual Report 2012. Port Vila: MSG
Secretariat. http://www.msgsec.info/index.php/publicationsdocuments-a-
downloads/annualreports?download=285%3A2012-annual-report Dalam
Munandar, Yusuf. Pentingnya Kerja Sama Ekonomi Indonesia – Vanuatu.
Jakarta: pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan
TESIS
Disusun Oleh:
20141060054
PROGRAM PASCASARJANA
2016
i
TESIS
Disusun Oleh:
20141060054
Pembimbing Tesis
PROGRAM PASCASARJANA
2016
ii
TESIS
Disusun Oleh:
20141060054
Pembimbing Tesis
PROGRAM PASCASARJANA
2016
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh:
20141060054
Pada:
Tim Penguji
Penguji I Penguji II
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis saya ini adalah asli dan
belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik baik di
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atau pun di Perguruan Tinggi
lain. Dalam Tesis saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah
ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan
jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan
nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini saya buat
dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat
ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam penulis haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman
kejahilian kepada era pencerahan seperti sekarang ini.
vii
12. Segenap Civitas akademika & Karyawan MIHI Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan
pengetahuan dan arahan selama menjalani proses studi ini.
13. Mb Nana dan Mas Tholhah yang super sabar mendengar
keluh kesah dan kepanikan penulis dalam menyelesaikan
tesis ini.
14. Pak Tejo dan Ibu Inung yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis hingga akhirnya penulis mampu
menyelesaikan tesis ini dengan baik.
15. Partners in crime Tsalsa & Tika yang tidak pernah bosan
untuk bilang “tesis tesis, ingat tesis” sehingga penulis selalu
termotivasi untuk menyelesaikan tesis ini.
16. My best friend camp Tegar Sembada, yang selalu mau di
ajak nongkrong dan berdiskusi.
17. Teman-teman angkatan MIHI yang luar biasa, Laras, Agfa
(teman seperjuangan tesis), Hayu, Tegar, Pak Laode (teman
diskusi yang luar biasa), Al, Della, Bang Jali aka Assazali,
Mb Yuna, Dede, Arguby, Mas Seno, Arsil, Mas Gunarto, dll
yang tidak bisa disebutkan satu per-satu. Terima kasih teleh
menemani perjalanan studi ini.
viii
Akhir dari kata pengantar ini, penulis menyadari bahwa tesis ini
masih jauh dari kata sempurna sehingga perlu adanya saran dan
kritikan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
terutama di kalangan mahasiswa Hubungan Internasional
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
ix
“Indeed Allah is with those who patiently endure”
(Qur’an, 8:46)
x
Tesis ini saya persembahkan untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta,
xi
DAFTAR ISI
xii
B. Politik Luar Negeri Indonesia di Kawasan Asia
Pasifik ………………………………………………………...... 54
C. Politik Luar Negeri Indonesia di Kawasan
Pasifik Selatan……………………………………………..….. 58
xiii
C. Relationship Indonesia-Melanesia
untuk Membangun Papua dalam Bingkai NKRI .…………. 124
D. Indonesia Sebagai Main Actor dalam Pengambilan
Kebijakan untuk Bergabung ke dalam Melanesian
Spearhead Group (MSG) ………………………………….. 129
xiv
DAFTAR GAMBAR
Skema 1.1. Bagan Politik Luar Negeri ......................................... 17
Peta Melanesian Spearhead Group .............................................. 69
DAFTAR TABEL
1.1. Literature review ................................................................... 11
xv