Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 188

ABSTRACT

This study explains why Indonesia in cooperation with the Melanesian Spearhead
Group. Members of the Melanesian Spearhead Group are the countries in the South
Pacific region which has a Melanesian race. The vision of the Melanesian Spearhead
Group is decolonization and freedom for all countries of Melanesia with the efforts to
develop cultural identity and association, political, social and economic of
Melanesians. United Liberation Movement of West Papua is listed as an observer in the
Melanesian Spearhead Group. As an associate member, Indonesia tried to prevent the
movement of groups of Papuan independence as part of the Melanesian Spearhead
Group. Indonesia's involvement in the Melanesian Spearhead Group becomes a threat
to the Papuan independence groups to secede from the Unitary Republic of Indonesia.
Through the concept of foreign policy with Rational Actor model by Graham T. Allison,
that there are alternatives to policy guidelines that could be taken by the government in
the calculation of gains and losses over each of these alternatives. The decision-makers
must always be ready to make changes or adjustments in its discretion. This concept is
used by researchers to determine the involvement of Indonesia in the Melanesian
Spearhead Group. The main reason why Indonesia in cooperation with the Melanesian
Spearhead Group is to gain the support of the member countries of the Melanesian
Spearhead Group to prevent group of Papuan independence became a permanent
member to inhibit movement in liberating Papua.

Keywords: Rational Actor, Melanesian Spearhead Group, ULMWP, West Papua.

1
ABSTRAKSI

Penelitian ini menjelaskan mengapa Indonesia melakukan kerjasama dengan


Melanesian Spearhead Group. Anggota dari Melanesian Spearhead Group adalah
negara-negara di wilayah Pasifik Selatan yang memiliki ras Melanesia. Visi dari
Melanesian Spearhead Group adalah dekolonisasi dan kebebasan seluruh negara
Melanesia dengan upaya mengembangkan identitas dan keterkaitan budaya, politik,
sosial dan ekonomi masyarakat Melanesia. United Liberation Movement of West Papua
terdaftar sebagai observer di Melanesian Spearhead Group. Dengan status associate
member, Indonesia mencoba untuk mencegah meningkatnya pergerakan kelompok
Papua merdeka sebagai bagian dari Melanesian Spearhead Group. Keterlibatan
Indonesia di dalam Melanesian Spearhead Group menjadi ancaman bagi kelompok
Papua merdeka untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melalui konsep Politik Luar Negeri dengan model Aktoor Rasional oleh Graham T.
Allison bahwa terdapat alternatif-alternatif haluan kebijaksanaan yang bisa di ambil
oleh pemerintah dalam memperhitungkan untung dan rugi atas masing-masing alternatif
tersebut. Para pembuat keputusan harus selalu siap untuk melakukan perubahan atau
penyesuaian dalam kebijaksanaannya. Konsep ini digunakan oleh peneliti untuk
mengetahui keterlibatan Indonesia di dalam Melanesian Spearhead Group. Alasan
utama mengapa Indonesia melakukan kerjasama dengan Melanesian Spearhead Group
karena Indonesia mau mendapatkan dukungan dari negara-negara anggota Melanesian
Spearhead Group untuk mencegah kelompok Papua merdeka menjadi anggota tetap
untuk menghambat pergerakan dalam memerdekakan Papua.

Keywords: Aktor Rasional, Melanesian Spearhead Group, ULMWP, West Papua

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Tesis ini bertujuan untuk mengetahui alasan Indonesia


bergabung ke dalam forum sub-regional di wilayah Pasifik Selatan
yaitu Melanesian Spearhead Group (MSG) dengan mengkaji kebijkan
politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Joko
Widodo dengan melihat Indonesia sebagai aktor utama yang
mengambil keputusan secara rasional. Hal tersebut dilandaskan oleh
beberapa argument pokok yang akan penulis jabarkan di bab-bab
selanjutnya, serta penulis juga akan membicarakan kedekatan Indonesia
dengan negara-negara di Pasifik Selatan.

Pasifik Selatan merupakan sebuah kawasan yang terdiri dari


negara-negara kepulauan dengan wilayah teritori yang amat kecil,
namun sebagian besar eksistensinya berada dalam suatu kawasan yang
relatif "tenang dan stabil". Negara-negara tersebut sangat rentan
terhadap intervensi asing akibat kondisi geografis mereka yang sangat
strategis untuk melakukan kegiatan dagang dan untuk menaruh
pangkalan militer di masa Perang Dunia. Sampai saat ini proses
dekolonisasi di kawasan Pasifik Selatan belum selesai secara
menyeluruh. Sejak terjadinya proses dekolonisasi, muncul negara-
negara kecil baru di kawasan Pasifik yang menjadikan kawasan ini
semakin penting artinya.1 Terdapat beberapa karakteristik yang
menjadikannya negara-negara Pasifik Selatan berbeda dengan kawasan
lain. Pertama, negara di kawasan Pasifik Selatan disebut dengan
„microstate’ karena memiliki jumlah populasi yang sedikit, serta
areanya yang sempit. Kedua adalah letaknya yang berada di pulau, jauh
dengan pusat dunia. Ketiga adalah negara yang berada di kawasan ini
merupakan negara berkembang. Karena karakateristik ini,
diperlukanlah kerjasama antar kawasan untuk menjaga eksistensinya
dalam hubungan internasional.2 Kestabilan politik Luar Negeri di
wilayah Pasifik Selatan penting bagi Indonesia untuk menunjukkan
eksistensi dan konsistensinya di kawasan Pasifik Selatan dalam
menangani masalah-masalah regional.

Wilayah Pasifik Selatan merupakan wilayah yang cukup


strategis dalam kaitannya dengan politik luar negeri Indonesia. Salah
satu kepentingan utama Indonesia dalam menjaga hubungan dengan
negara-negara Pasifik Selatan adalah untuk menjaga stabilitas nasional
dan regional Pasifik. Asia Pasifik dalam keterkaitannya dengan politik
luar negeri Indonesia, merupakan bagian dari lingkaran konsentris.
Dibuatnya lingkaran konsentris salah satunya didasari oleh kepentingan
antarnegara, sehingga hubungan baik antarnegara pun selalu
diupayakan demi kerjasama dan pencapaian kepentingan. Indonesia
telah memupuk hubungan yang baik dengan negara-negara ASEAN
sejak awal. Selain itu, Indonesia dan negara-negara di Asia Pasifik pun

1
Adil, Hilman. 1993. Dinamika Perkembangan Pasifik Selatan Dan Implikasinya Terhadap
Indonesia. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Kemasyarakatan dan Kebudayaan
PDII-LIPI.
2
Ogashiwa, Yoko. 2002. “South Pacific Forum: Survival Under External Pressure” in New
Regionalisms in the Global Political Economy, by Shaun Breslin, Christopher W. Hughes,
Nicola Phillips and Ben Rosamond (eds). London: Routledge.
memiliki dinamika tersendiri dalam hubungan antarnegara, seperti
hubungannya dengan Australia, Timor Timur, dan Papua Nugini.

Kondisi dan posisi geografis Indonesia yang sangat prospektif di


Kawasan Asia Pasifik. Indonesia merupakan negara yang berada
diantara dua samudera yaitu samudera Pasifik dan Hindia. Semua jalan
pengubung antara kedua samudra melewati Kepulauan Indonesia.
Secara geografis 1/3 jalur perdagangan dunia melewati selat Lombok,
selat Malaka, dan selat Sunda. Selain itu dari sisi politik Indonesia
memiliki peranan penting di Asia Pasifik, mengingat lingkaran
konsentris pertama Politik Luar Negeri Indonesia adalah ASEAN.
Kontribusi Indonesia di Asia Pasifik adalah sebagai motor penggerak
terciptanya stabilitas perdamaian dan keamanan yang tertera dalam
pasal 1 UU No. 37 tahun 1999 tentang hubungan luar negeri.
Keterlibatan aktif Indonesia di Asia Pasifik dapat dilihat dari
terciptanya berbagai forum-forum multilateral seperti ASEAN Regional
Forum (ARF), East Asian Summit (EAS) dan Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) lainnya. Strategi Indonesia yang lain untuk berperan
dalam pengembangan kawasan Pasifik Selatan adalah melalui bantuan
kapasitas.

Kawasan Pasifik Selatan sendiri didiami oleh tiga budaya besar,


yaitu Melanesia, Polinesia dan Mikronesia. Pengaruh budaya Melanesia
terlihat dalam hubungan antara budaya dan kepemimpinan, konstitusi,
dan pemerintahan, dan juga hubungan internasional. Melanesia
merupakan gugus kepulauan yang memanjang dari Maluku lalu ke
timur sampai Pasifik bagian barat, serta utara dan timur laut Australia.
Indonesia memiliki 3 wilayah yang memilki rumpun Melanesia yaitu
wilayah Papua, Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Dengan adanya
semangat solidaritas etnis yang tinggi dari beberap negara ras
Melanesia, kemudian terbentuklah sebuah organisasi antar pemerintah
(intergovernmental organization) yaitu Melanesian Spearhead Group
(MSG).

Terlihat menarik mengingat sudah lama ASEAN menjadi


prioritas Indonesia dalam hal politik luar negeri, dan saat ini Indonesia
mulai masuk secara perlahan di wilayah Pasifik Selatan. Kawasan
kepulauan pasifik memilki peranan penting bagi kedaulatan Indonesia
terutama mengenai permasalahan Papua Barat. Rasa solidaritas sebagai
sesama bangsa Melanesia membuat gerakan-gerakan yang
menginginkan Papua Barat untuk merdeka mendapat sambutan hangat
di negara-negara Melanesia. Negara-negara tersebut tergabung kedalam
Melanesian Spearhead Group. Keberadaan negara-negara tersebut
penting bagi Indonesia mengingat kasus kemerdekaan Papua Barat
merupakan hal yang sensitif terutama dari dunia internasional karena
menyangkut Hak Asasi Manusia.

Hubungan dengan negara-negara pasifik jika tidak dikelola


dengan baik di khawatirkan oleh pemerintah Indonesia bahwa akan
mengakibatkan mereka berpihak pada gerakan Papua Merdeka. Suara
negara pasifik dalam PBB juga cukup didengar, sehingga menyulitkan
posisi Indonesia di dunia Internasional. Meskipun pemerintah negara
anggota Melanesian Spearhead Group mengakui integritas Papua
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia semenjak disahkannya
Resolusi PBB No. 2504 pada tanggal 19 November 1969 tentang status
Papua yang sah menurut hukum internasional menjadi bagian dari
NKRI,3 namun kenyataannya Melanesian Spearhead Group melakukan
bentuk-bentuk intervensi terhadap gerakan separatisme di Papua.

Perjuangan kemerdekaan Papua untuk mendapatkan


kemerdekaan tidaklah terlepas dari hubungan Indonesia dengan
kawasan Pasifik Selatan. Terdapat beberapa negara yang bersimpati
terhadap perjuangan kemerdekaan Papua. Sejatinya terdapat dua kubu
di dalam Melanesian Spearhead Group yang pro terhadap gerakan
Papua Merdeka dan sebaliknya. Intervensi itu sendiri di suarakan oleh
anggota Melanesian Spearhead Group yang pro terhadap kemerdekaan
Papua. Isu-isu domestik Indonesia di Papua Barat seperti Pepera, Hak
Asasi Manusia dan genosida di jadikan sebagai isu internasional yang
kemudian menjadi senjata utama untuk menghentikan pergerakan
Indonesia di forum Melanesian Spearhead Group. Selain itu, banyak
dilakukan provokasi melalui media masa yang tidak sesuai dengan
fakta yang terjadi. Dukungan yang kuat kepada kelompok separatis
Papua Merdeka ini di dasari oleh adanya persamaan ras dan juga
budaya.

Pada KTT Melanesian Spearhead Group ke-18 di Fiji, Indonesia


diterima dan diberikan status sebagai observer. Pada forum ini Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan mengenai kondisi Papua
serta mempersilakan perwakilan Melanesian Spearhead Group
melakukan kunjungan ke Papua untuk mendengar langsung terkait
kebijakan pembangunan ekonomi serta aspek keamanan di Papua dan
melihat kondisi di Papua secara langsung.4 Hal tersebut dilakukan

3
Bhakti, Ikrar Nusa. 2006. Merajut Jaring-Jaring Kerja Sama Keamanan Indonesia-Australia:
Suatu Upaya Menstabilkan Hubungan Bilateral Kedua Negara. Jakarta: LIPI
4
SBY Kunjungi Fiji Untuk Jelaskan Kondisi Papua.
http://www.voaindonesia.com/content/sby-kunjungi-fiji-untuk-jelaskan-kondisi-
papua/1938483.htm di akses pada 10 Mei 2016, pukul 20.30 WIB
terkait isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang diduga
dilakukan oleh pemerintah Indonesia di Papua. Keterlibatan Indonesia
dalam Melanesian Spearhead Group, berdampak pada munculnya
perlawanan dari gerakan separatis di Papua yang terancam dipersulit
untuk memerdekakan Papua. Gerakan separatisme yang tergabung
dalam United Liberation Movement of West Papua (ULMWP)
berkembang di kawasan Pasifik Selatan menggalang dukungan dari
negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group (MSG).

Pada organisasi regional Melanesian Spearhead Group ini,


ULMWP juga diterima sebagai observer sebagai wakil penduduk
Indonesia yang tinggal di luar wilayah Indonesia dan bukan sebagai
entitas negara tersendiri. ULMWP sendiri merupakan organisasi politik
yang sama dengan FLNKS dalam hal sebagai gerakan pro-
kemerdekaan dari negara asal. Bergabungnya ULMWP ke dalam
Melanesian Spearhead Group menimbulkan kekhawatiran bagi
pemerintah Indonesia yang saat ini berstatus associate member. Dengan
demikian, fokus politik luar negeri Indonesia dewasa ini
mengindikasikan adanya kesadaran bahwa Indonesia merasa perlu
untuk membangun kedekatan dengan negara-negara di kawasan
Melanesia terkait usaha gerakan separatisme ini terhadap kemerdekaan
Papua.

B. RUMUSAN MASALAH
Berkaitan dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas
maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
- Mengapa Indonesia memutuskan untuk bergabung ke dalam
Melanesian Spearhead Group (MSG)?
C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang akan menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk


mengetahui alasan dan srategi Indonesia tergabung ke dalam
Melanesian Spearhead Group (MSG).

D. KONTRIBUSI PENELITIAN
1. Kontribusi Akademis

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangsi akademis bagi


mahasiswa khususnya jurusan Ilmu Hubungan Internasional terkait
kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Melanesian Spearhead
Group. Penelitian tesis melakukan pengkajian lebih mendalam tentang
studi kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia. Pengembangan ini
dilakukan melalui pengkajian terhadap proses pengambilan keputusan
Poltik Luar Negeri Indonesia terkait hubungan kerjasama dengan
Melanesian Spearhead Group.

2. Kontribusi Praktis

Penelitian ini diharapakan bisa memberikan informasi tentang


kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia pada masa pemerintahan
Presiden Joko Widodo terkait kerjasama yang dilakukan dengan
Melanesian Spearhead Group. Penelitian ini berfokus mencari dan
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
Indonesia dalam Politik Luar Negeri.

E. STUDI PUSTAKA

Studi Pustaka digunakan untuk mendukung penelitian sebagai


bahan acuan sekaligus untuk menambah kajian mengenai keterlibatan
Indonesia di dalam Melanesian Spearhead Group. Beberapa penelitian
yang sebelumnya telah dilakukan dapat dijadikan acuan dengan tujuan
mengembangkan pengetahuan yang dihasilkan dalam penelitian ini.
Sejauh ini, telah terdapat beberapa publikasi yang membahas mengenai
keterlibatan Indonesia sebagai anggota Melanesian Spearhead Group.
Beberapa studi yang membahas mengenai rasionalitas kebijakan Politik
Luar Negeri Indonesia terpapar dalam uraian berikut.
Menurut Dame Meg Taylor dalam tulisannya “Pacific Regiolism:
Understanding the Pacific’s regional architecture” menguraikan
tentang beberapa forum regional di wilayah Pasifik. Salah satunya
adalah Melanesian Sperahead Group (MSG), terdiri dari Fiji, Papua
New Guinea, Solomon Islands, Vanuatu dan New Caledonia, yang
telah menjadi pemecah politik yang efektif bagi permasalahan regional.
Melanesian Sperahead Group telah menerapkan perjanjian
perdagangan bebas yang komprehensif bagi barang dan jasa, termasuk
peningkatan keterampilan para tenaga kerja dan mencapai tingkat
integrasi ekonomi yang belum ditemukan di wilayah pasifik secara
menyeluruh. Tahun 2003 Pacific Plan Review menemukan bahwa
sebagian besar pemimpin mengartikan kemunculan Melanesian
Sperahead Group lebih bersifat melengkapi dari pada bersaing.
Melanesian Sperahead Group diartikan sebagai cerminan
keistimewaan dari ras Melanesia, Polinesia, dan Micronesia, serta
sebagai perwujudan nyata dari Melanesia Way. Melanesian Sperahead
Group menghadapi beberapa tantangan terkait keaadan buruk West
Papua, di bawah kekuasaan Indonesia, dengan memberikan status
sebagai observer.
Gregory Poling melalui tulisannya yang berjudul “The Upside of
Melanesian Leaders’ West Papua Compromise” menguraikan tentang
perjuangan Melanesian Sperahead Group terkait status keanggotaan
West Papua yang masi diperdebatkan. Keinginan Indonesia menjalin
hubungan dengan Melanesian Sperahead Group terlihat sebagai suatu
cara untuk menghentikan aspirasi Papua tergabung dalam forum yang
sama. Dengan diberikannya status observer kepada West Papua
menimbulkan kekhawatiran bagi Indonesia jika status tersebut adalah
langkah awal bagi West Papua untuk menjadi anggota tetap walaupun
pemimpin Melanesian Sperahead Group menyatakan bahwa West
Papua hanya akan mewakili masyarakat Papua yang berada di luar
wilayah Papua. Indonesia telah mengajukan petisi keras untuk
mencegah kelompok separatis Papua diterima sebagai anggota penuh
Melanesian Spearhead Group.
Ronald May dalam “The Melanesian Spearhead Group: testing
Pacific island solidarity” menguraikan tentang hubungan kerjasama
yang dilakukan antara anggota-anggota wilayah Pasifik yang tergabung
ke dalam forum Melanesian Spearhead Group. Dikatakan bahwa awal
pembentukan Melanesian Spearhead Group adalah untuk melakukan
kerjasama perekonomian antara negara-negara anggota sehingga dapat
membentuk wilayah sub-regional perdagangan bebas di Pasifik, akan
tetapi pada kenyataannya Melanesian Spearhead Group dibentuk
bukan dengan tujuan perekonomian tetapi lebih kepada politik.
Melanesian Spearhead Group memiliki solidaritas dan tekat yang kuat
untuk menyuarakan ras Melanesia di wilayah Pasifik, baik kepada
member countries maupun non-member countries. Selain Perjanjian
Perdagangan, sejumlah proyek dan kegiatan yang berlangsung di dalam
sekretariat dan di bawah arahan kepemimpinan politik. Beberapa
kegiatan ekonomi, termasuk pengembangan skema gerakan
keterampilan untuk memfasilitasi migrasi tenaga kerja antar negara
anggota.
Solomon Deli dalam “The influencing factors of Melanesian
Sperahead Group’s stand of West Papua Political Freedom”,
menguraikan tentang motif pengaruh Indonesia di dalam Melanesian
Spearhead Group serta kepentingan dan dukungan Melanesian
Spearhead Group untuk kebebasan politik Papua Barat. Dengan
dberikannya bantuan finansial dan teknis secara langsung yang selama
ini menjadi incaran anggota-anggota Melanesian Spearhead Group,
menjadi sambutan hangat bagi Indonesia. Salah satu alasan bagi
Kepulauan Solomon, Fiji, dan Papua New Guinea membentuk
hubungan lebih dekat dengan Indonesia adalah untuk fokus dan
berdiskusi mengenai Papua Barat.
Indonesia melihat hal tersebut sebagai jawaban atas kepentingan
bersama dengan memberikan bantuan finansial untuk membungkam
dukungan mereka kepada Papua Meredeka. Melanesian Spearhead
Group memiliki peran yang sangat penting untuk memastikan bahwa
selama mengakui aspirasi Vanuatu untuk mendukung kasus Papua
Barat, Melanesian Spearhead Group juga bisa mencari strategi baru
untuk melakukan perdebatan dengan Indonesia tanpa harus
mempersulit keadaan. Selama Indonesia mempertahankan pengaruh
yang kuat terhadap politik regional, maka kesempatan untuk menerima
WPNCL perihal status keanggotaan Melanesian Spearhead Group
masih belum bisa dipastikan.
Tabel 1.1 Literature Review

No Penelitian Temuan Catatan


1 Dame Meg Taylor Tahun 2003 Pacific Melanesian
“Pacific Plan Review Sperahead Group
Regiolism: menemukan bahwa diartikan sebagai
Understanding the sebagian besar cerminan
Pacific’s regional pemimpin keistimewaan dari
architecture” mengartikan ras Melanesia,
kemunculan Polinesia, dan
Melanesian Micronesia, serta
Sperahead Group sebagai perwujudan
lebih bersifat nyata dari
melengkapi dari pada Melanesia Way.
bersaing.
2 Gregory Poling Keinginan Indonesia Indonesia telah
“The Upside of menjalin hubungan mengajukan petisi
Melanesian dengan Melanesian keras untuk
Leaders’ West Sperahead Group mencegah
Papua terlihat sebagai suatu kelompok separatis
Compromise” cara untuk Papua diterima
menghentikan aspirasi sebagai anggota
kelompok Papua penuh Melanesian
Merdeka yang Spearhead Group.
tergabung dalam
forum yang sama.
3 Ronald May Awal pembentukan Melanesian
“The Melanesian Melanesian Spearhead Group
Spearhead Group: Spearhead Group memiliki solidaritas
testing Pacific adalah untuk dan tekat yang kuat
island solidarity” kerjasama untuk menyuarakan
perekonomian antara ras Melanesia di
negara-negara wilayah Pasifik,
anggota, akan tetapi baik kepada
kenyataannya member countries
Melanesian maupun non-
Spearhead Group member countries.
lebih kepada tujuan
politik.
4 Solomon Deli Salah satu alasan bagi Selama Indonesia
“The influencing Kepulauan Solomon, mempertahankan
factors of Fiji, dan Papua New pengaruh yang kuat
Melanesian Guinea membentuk terhadap politik
Sperahead hubungan lebih dekat regional, maka
Group’s stand of dengan Indonesia kesempatan untuk
West Papua adalah untuk fokus menerima WPNCL
Political dan berdiskusi perihal status
Freedom” mengenai Papua keanggotaan
Barat. Melanesian
Spearhead Group
masih belum bisa
dipastikan.

Dari uraian mengenai literatur review diatas, maka peneliti lebih


sepakat dengan pendapat dari Gregory Poling mengenai keterlibatan
Indonesia di dalam Melanesian Sperahead Group terlihat sebagai suatu
cara untuk menghentikan aspirasi kelompok Papua Merdeka yang
tergabung dalam forum yang sama. Jika dikaitkan dengan penelitian
yang peneliti lakukan, maka perbedaannya adalah peneliti akan
menganalisis alasan Indonesia terlibat di dalam Melanesian Spearhead
Group dari sudut pandang yang berbeda dalam beberapa hal. Pertama,
tesis ini akan mengkaji kebijakan politik luar negeri Indonesia di
wilayah Pasifik Selatan. Sebab, terlihat jelas bahwa wajah Indonesia
sangat terarah ke wilayah barat sehingga minim sekali untuk menoleh
ke wilayah timur. Hal tersebut akan penulis garis bawahi dengan
mengubah pandangan dari barat ke timur menjadi dari timur ke barat,
serta mnejadikan Pasifik Selatan sebagain halaman depan bagi
Indonesia.
Kedua, tesis ini bertujuan menggunakan karakter kebijakan baru
Joko Widodo yaitu dalam peningkatan partisipasi di level
Internasional/regional. Pembahasan dalam tesis ini bertujuan
mendiskusikan hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan dan
penerapan kebijakan di masa depan. Dalam hal ini penulis melihat dari
sisi Indonesia yang melibatkan diri di dalam forum Pasifik Selatan
dengan melihat pertimbangan-pertimbangan kebijakan politik luarv
negeri Indonesia dalam masa perintahan Joko Widodo. Penelitian ini
bertujuan meyoroti keterkaitan antara Indonesia, Melanesian
Spearhead Group, dan kelompok separatis yang ingin memerdekakan
Papua. Peneliti menggunakan Aktor Rasional untuk melihat proses
pengambilan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang hingga
akhirnya memutuskan untuk bergabung kke dalam forum sub-regional
Melanesian Spearhead Group. Dalam konteks ini tentunya kebijakan
politik luar negeri Indonesia sangat berpengaruh terhadap strategi
Indonesia untuk mempertahankan Papua Barat sebagai bagian dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

F. KERANGKA PEMIKIRAN
a. Konsep Politik Luar Negeri

Kepentingan nasional merupakan landasan terpenting dalam


Politik Luar Negeri suatu negara. Dalam hal ini kepentingan nasional
adalah hal vital dalam perumusan kebijakan luar negeri suatu negara.
Pada umumnya kepentingan nasional selalu berkaitan dengan kemanan,
kesejahteraan, dan kekuasaan.5 Politik luar negeri secara umum
merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah serta sasaran

5
Budiono Kusumohamidjojo. 1987. Hubungan Internasional: Kerangka Studi Analisis.
Jakarta: Bina Cipta
untuk mempertahankan, mengamankan dan memajukan kepentingan
nasional di dalam pencaturan dunia internasional.6 Sehingga bisa
dikatakan Politik Luar Negeri juga sebagai penentu arah bahkan
menentukan posisi suatu negara dalam dalam dunia internasional.
Politik luar negeri merupakan refleksi dari realitas yang terjadi
di dalam negeri serta juga dipengaruhi oleh situasi internasional. Hal ini
diperkuat oleh Rosenau yang menjelaskan pengkajian kebijakan luar
negeri suatu negara akan menghadapi situasi yang kompleks meliputi
kebutuhan eksternal dan kehidupan internal.7 Berarti kedua kebutuhan
tersebut sangat mempengaruhi perumusan kebijakan luar negeri.
Adanya faktor internal merupakan tempat pertautan kepentingan
nasional, sedangkan eksternal merupakan tempat dimana negara dapat
mengartikulasikan kepentingan nasional sehingga kepentingan tersebut
dapat tercapai. Politik luar negeri Indonesia memiliki landasan idiil
yaitu dasar negara RI yang berpedoman pada Pancasila, sedangkan
landasan konstitusional Politik Luar Negeri RI adalah UUD 1945 alinea
pertama dan alinea keempat. Sebagai Landasan operasional Politik luar
negeri Indonesia adalah prinsip bebas aktif.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja penjelasan corak bebas dan
aktif dari politik luar negeri, sebagai berikut:8
“Bebas: dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada
kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila.
Aktif: berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar
negerinya, Indonesia tidak bersikap pasip-reaktip atas kejadian-
kejadian internasionalnya, melainkan bersikap aktip”

6
Yani, A.A. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
7
Ibid
8
Mochtar Kusumaatmadja,1983, Politik Luar Negeri Indonesia dan Pelaksanaannya Dewasa
ini (Kumpulan karangan dan Pidato)”, Bandung: Penerbit Alumni
Sehingga pendapat Rosenau akan kebijakan luar negeri yang
diliputi kebutuhan eksternal dan internal dapat tergambar melalui
Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif, bahwa untuk merumuskan
prinsip tersebut juga diwarnai akan dinamika politik internasional.
Selanjutnya, agar prinsip bebas aktif dapat dioperasionalkan,
maka setiap periode pemerintahan menetapkan landasan operasional
yang senantiasa berubah disesuaikan dengan kepentingan nasional.
Pada masa pemerintahannya Joko Widodo mengungkapkan prinsip
“bebas-aktif” dalam politik luar negeri Indonesia, namun landasan
operasionalnya adalah menganut pada prinsip Trisakti. Prinsip Trisakti
ini merupakan arah Politik Luar Negeri Presiden Soekarno. Makna dari
prinsip Triskati yang diterapkan oleh Presiden Joko Widodo di masa
pemerintahannya adalah sebagai berikut:9
1. Berdaulat di bidang politik, hakikat terpenting dari negara
yang berdaulat. kemampuan untuk menjaga kemandirian dan
mengaktualisasikan kemerdekaannya dalam seluruh aspek
kehidupan bernegara
2. Berdikari di bidang ekonomi, diwujudkan dalam
pembangunan demokrasi ekonomi yang menempatkan rakyat
sebagai pemegang kedaulatan di dalam pengelolaan
keuangan negara dan pelaku utama pembentukan produksi
3. Berkepribadian dalam kebudayaan, diwujudkan melalui
pembangunan karakter dan kegotong-royongan berdasar
pada realitas kebhinekaan dan kemaritiman sebagai kekuatan
potensi bangsa dalam mewujudkan implementasi demokrasi
politik dan demokrasi ekonomi Indonesia masa depan.

9
Amaliyah, Nur. 2015. Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Di Bawah Pemerintahan
Presiden Jokowi, Makassar: Universitas Hasanuddin
Presiden Joko Widodo dalam menerapkan Politik Luar Negeri
Bebas dan Aktif adalah menginterpretasikan makna “Bebas”
didasarkan pada kemandirian, dan kedaulatan dari Indonesia dalam
menentukan kebijakan dan arah politik itu sendiri.10 Pemaknaan
“Aktif” dalam Politik Luar Negeri Presiden Joko Widodo adalah
dimaknai dengan mewujudkan misi yaitu terselip makna gotong royong
yang dalam hal ini dimaknai dengan menciptakan kemndirian
kedaulatan tidak bisa dilakukan sendiri namun dapat merangkul
berbagai kekuatan dan terlibat aktif dalam berbagai momentum-
momentum kerjasama. Kebijakan pengambilan keputusan Politik Luar
Negeri mengacu pada pilihan individu, kelompok, dan koalisi yang
mempengaruhi tindakan suatu bangsa di kancah internasional.
Keputusan kebijakan Luar Negeri biasanya memiliki resiko yang tinggi
dan ketidakpastian yang sangat besar.11
Politik luar negeri adalah seperangkat maksud, tatacara, dan
tujuan, yang diformulasikan oleh orang-orang dalam posisi resmi atau
otoritatif, yang ditujukan terhadap sejumlah aktor ataupun kondisi di
lingkungan luar wilayah kekuasaan suatu negara, yang bertujuan
mempengaruhi target tertentu dengan cara yang diinginkan oleh para
pembuat keputusan. Agar lebih jelas, berikut adalah skema pembuatan
kebijakan luar negeri:

10
ibid
11
Renshon, J. & Renshon, S. 2008. The Theory and Practice of Foreign Policy Decision
Making, Political Psychology, Alex Mintz & Karl DeRouden Jr.2010. Understanding Foreign
Policy Decision Making hal 3
Skema 1.1 Dimodifikasi dari berbagai sumber

Terdapat dua faktor yang harus dipertimbangkan dalam


pembuatan kebijakan politik luar negari: faktor internasional dan faktor
domestik. Kedua faktor ini digunakan sebagai basis pertimbangan oleh
para pembuat kebijakan politik luar negeri, yang melakukan proses
pembuatan keputusan. Keputusan yang dihasilkan dapat berupa
penyesuaian, program, masalah/tujuan, dan orientasi internasional.
Dalam memaparkan analisa terhadap kebijakan luar negeri,
terdapat tiga teori dasar mengenai studi analisis kebijakan luar negeri
yakni realism, liberalism, dan constructivism. Realisme melihat setiap
kebijakan luar negeri suatu negara didasari pada konsep groupism,
egoism dan power centrism. Pada konsep groupism yang berarti bahwa
negara membutuhkan warga masyarakat satu sama lain guna memenuhi
kebutuhan bersama sehingga negara merupakan kumpulan kesatuan
warga masyarakat itu sendiri. Kemudian, yang kedua yaitu Egoism
yang berarti persaingan antar negara akan dikejar oleh masing-masing
pihak tanpa mempedulikan pihak lain karena kondisi anarki dan perang
merupakan hal yang tidak dapat terelakkan. Dan power centrism yang
berarti adanya penggunaan kekuatan negara yang krusial kaitannya
denga kepentingan negara.12 Dalam teori realisme hanya sekolompok
negara yang berperan didalamnya yaitu negara yang memiliki power
terbesar yang memanfaatkan power terkait adanya konflik.
Selain itu, David Singer menggunakan pendekatan berdasarkan
tingkatan ruang lingkup dalam analisa yang disebut sebagai Level of
Analysis (LoA), mengatakan bahwa ruang lingkup dibagi menjadi dua
yakni tingkat domestik dan internasional. Tingkatan internasional atau
disebut sebagai level sistemik berfokus kepada konsep tingkah laku dan
sifat dari aktor negara itu sendiri yang mana dipengaruhi oleh kondisi
sistem internasional yang ada pada masa tersebut.13 Tingkatan kedua
adalah tingkat domestik atau sub-sistem. Tindakan negara ketika
dihadapi oleh sebuah fenomena pada domestik dalam negerinya
mempengaruhi politik luar negeri negaranya.14 Nilai historis negara,
tradisi agama atau sosial, atau sifat ekonomi dan geografis negara
menjadi panduan negara dalam menerapkan dan menciptakan kebijakan
luar negerinya. Pada dasarnya Level of Analysis mencoba menjelaskan
faktor yang dapat mempengaruhi aktor negara dalam bertindak
menggunakan kebijakan luar negerinya dalam menghadapi sebuah
fenomena berasal dari faktor-faktor yang ada.
Salah satu perspektif dalam ilmu Hubungan Internasional yang
mengalami banyak perkembangan adalah Realisme. Perspektif realis
banyak membahas tentang perang dan keamanan yang berkaitan
dengan militer dan power. Realisme berkembang dan mendasar pada
pemikiran bahwa “man is evil”. Aktor dalam perspektif realisme adalah
negara, sebagai satu individual yang tidak akan bekerjasama dengan

12
Wohlforth, William C., 2012. Realism and Foreign policy” dalam Steve Smith,
Amelia Hadfield & Tim Dunne, Foreign Policy, Theories, Actors, Cases. Oxford
13
Singer, J. David, 1961. “The Level-of-Analysis Problem in International
Relations”, World Politics, 14(1), the International System: Theoretical Essays
14
Ibid
aktor lain tanpa ada maksud tertentu (self-interested) dan akan selalu
berusaha untuk memperkuat dirinya sendiri. Strategi pendekatan yang
digunakan oleh aktor negara dinamakan kebijakan luar negeri yang
mana menentukan arah interaksi antar aktor.
Sebagai aktor utama, negara berkewajiban mempertahankan
kepentingan nasionalnya dalam kancah politik internasional. Negara
dalam konteks ini diasumsikan sebagai entitas yang bersifat tunggal
dan rasional. Maksudnya adalah dalam tataran negara, perbedaan
pandangan politis telah diselesaikan hingga menghasilkan satu suara.
Sedangkan negara dianggap rasional karena mampu mengkalkulasikan
bagaimana cara mencapai kepentingan agar mendapat hasil maksimal.
Seorang realis juga biasanya memusatkan perhatian pada potensi
konflik yang ada di antara aktor negara, dalam rangka memperhatikan
atau menjaga stabilitas internasional, mengantisipasi kemungkinan
kegagalan upaya penjagaan stabilitas, memperhitungkan manfaat dari
tindakan paksaan sebagai salah satu cara pemecahan terhadap
perselisihan, dan memberikan perlindungan terhadap tindakan
pelanggaran wilayah perbatasan. Oleh karena itu, power adalah konsep
kunci dalam hal ini. Dasar Normatif realisme adalah keamanan
nasional dan kelangsungan hidup negara: ini merupakan nilai-nilai
yang menggerakkan doktrin kaum realis dan kebijakan luar negeri
kaum realis.
Power menurut Morgenthau dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
mengontrol pikiran dan tindakan, kemampuan mendapatkan apa yang
diinginkan, dan untuk mendapatkan power tidak hanya dilakukan
dengan senjata/ancaman, tetapi dengan pengaruh diplomasi dan
otoritas. Penulis melihat bahwa kebijakan luar negeri memerlukan alat
dalam menganalisanya melalui teori. Kebijakan luar negeri juga dapat
dibatasi dengan mempersempit analisa yang ada melalui fenomena-
fenomena hubungan internasional yang berkembang, yang kemudian
dapat menggambarkan perilaku negara dengan menganalisa kebijakan
luar negeri yang ada.
Power pada dasarnya berarti kemampuan untuk mempengaruhi
pihak lain untuk melakukan apa yang kita inginkan. Dalam pencapaian
ini, dapat dilakukan dengan hard power atau soft power. Hard power
lebih bersifat memaksa dan keras, contohnya dengan menggunakan
kekuatan militer. Soft power bukan berarti tanpa kekuatan, namun soft
power menggunakan pendekatan yang berbeda. Soft power lebih
ditujukan pada pengubahan cara pandang, ideologi, dan sebagainya.
Dalam tesis ini, penulis memilih untuk menggunakan soft power untuk
melihat pengaruh yang diberikan Indonesia di wilayah Pasifik Selatan,
khususnya di dalam Melanesian Spearhead Group.
b. Aktor Rasional (Rational Actor)
Menurut Graham T. Alisson, untuk menganalisis suatu proses
kebijakan luar negeri antara lain dapat digunakan rational policy
model. Proses kebijakan itu sendiri secara teoritik sangat dipengaruhi
oleh adanya faktor politik domestik dan eksternal internasional. Allison
membuat kajian politik luar negeri yang revolusioner karena dianggap
menantang asumsi rasionalisme dalam politik luar negeri yang
mengikuti prinsip-prinsip ekonomi dan sedikit banyak dianut juga oleh
realisme dalam menjelaskan politik luar negeri suatu negara. 15 Dalam
asumsi rasionalisme, tindakan suatu negara dianalisis dengan asumsi
bahwa negara mempertimbangkan semua pilihan dan bertindak secara
rasional untuk memaksimalkan keuntungan. Politik luar negeri dilihat

15
Allison, Graham T.1971. Essence of Decision: Explaining the Cuban Missile Crisis. Boston:
Little, Brown and Company. Dalam Hara, A Eby. 2011. Pengantar Analisis Politik Luar
Negeri: dari Realisme sampai Konstruktivisme. Bandung: Nuansa.
sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional. Bagi Allison,
analisis rasional yang disebut „Model Aktor Rasional’ mendasarkan diri
pada imajinasi karena tidak mendasarkan analisis pada fakta empirik
yang sering di sebut melanggar prinsip hukum falsifiablility.
Dalam perspektif “Decision Making Process”, Graham T
Allison dalam bukunya Essence of Decision: Explaining The Cuban
Missile Crisis, yang diterbitkan Boston: Little, Brown and Company
tahun 1971, mengajukan tiga paradigma yang dapat digunakan untuk
menganalisis kebijakan luar negeri negara-negara di dunia, yaitu Model
Aktor Rasional (MAR), Model Proses Organisasi (MPO), dan Model
Politik Birokratik (MPB), yang akan diuraikan secara singkat berikut
ini:
1. Model Aktor Rasional (Rational Actor)
Model ini menekankan bahwa suatu proses pengambilan
keputusan akan melewati tahapan penentuan tujuan, alternatif/opsi,
konsekuensi, dan pilihan keputusan. Model ini menyatakan bahwa
keputusan yang dibuat merupakan suatu pilihan rasional yang telah
didasarkan pada pertimbangan rasional/intelektual dan kalkulasi untung
rugi sehingga diyakini menghasilkan keputusan yang matang, tepat,
dan prudent.
2. Model Proses Organisasi (the Organizational Process)
Model ini menekankan bahwa suatu proses pengambilan
keputusan merupakan suatu proses mekanistis yang melewati tahapan,
prosedur, dan mekanisme organisasi dengan prosedur kerja baku
(standard operating procedure) yang telah berlaku selama ini.
Keputusan yang ditetapkan dipandang sebagai output organisasi yang
telah mempertimbangkan tujuan, sasaran, dan skala prioritas organisasi.
3. Model Politik Birokratik (Bureaucratic/Governmental Politics)
Model ini menekankan bahwa suatu proses pengambilan
keputusan dirumuskan oleh berbagai aktor, kelompok, dan pihak yang
berkepentingan melalui proses tarik menarik, tawar menawar, saling
mempengaruhi dan kompromi antar stakeholders terkait. Keputusan
yang ditetapkan merupakan proses resultan politik yang melewati
deliberasi yang panjang dan komplek
Setiap negara digambarkan sebagai aktor rasional yang selalu
bertindak didasarkan atas kepentingan dirinya sendiri. Dan yang paling
mendasar adalah menjaga kedaulatan dan mencapai kepentingan
nasional. Dalam model ini digambarkan bahwa para pembuat
keputusan melakukan alternatif alternatif kebijakan untuk mendapatkan
hasil yang optimal. Asumsi dasar perspektif model aktor rasional yaitu
bahwa negara-negara dapat dianggap sebagai aktor yang berupaya
untuk memaksimalkan pencapaian tujuan mereka berdasarkan kalkulasi
rasional di dalam kancah politik global.16 Dalam model aktor rasional,
negara digambarkan sebagai sebuah aktor individu rasional, memiliki
pengetahuan yang sempurna terhadap situasi dan mencoba
memaksimalkan nilai dan tujuan berdasarkan situasi yang ada.
Berbagai tindakan negara-negara dianalisis dengan asumsi bahwa
negara-negara mempertimbangkan semua pilihan dan bertindak
rasional untuk memaksimalkan keuntungan. Dalam proses pembuatan
kebijakan, pemerintah dihadapkan dengan berbagai pilihan kebijakan
dimana masing-masing pilihan kebijakan tersebut memiliki
konsekuensi. Negara sebagai aktor rasional akan memilih alternatif

16
Bruce Russet dan Harvey Starr. 1998. World Politics: The Menu for Choice. 2nd ed. New
York: W.H. Freeman and Co.
kebijakan yang memiliki konsekuensi paling tinggi (menguntungkan)
dalam memenuhi tujuan yang ingin dicapai (goals and objectives).17
Dalam penulisan tesis ini, penulis akan menjabarkan
keuntungan dan kerugian mengenai keterlibatan Indonesia di dalam
Melanesian Spearhead Group. Ada beberapa hal yang penulis liat
adalah sebagai keuntungan Indonesia bergabung ke dalam forum sub-
regional Melanesian Spearhead Group, yaitu: Indonesia merupakan
negara dengan jumlah ras Melanesia terbanyak di bandingkan dengan
negara-negara yang terletak di wilayah Pasifik Selatan; secara geografis
Indonesia merupakan tertangga dekat dengan negara-negara Melanesia,
sehingga sangat mungkin bagi Indonesia untuk menjalin hubungan
yang lebih dekat lagi; dan tingkat ekonomi Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara di Pasifik Selatan sangat jauh di bawah
Indonesia, sehingga merupakan salah satu peluang bagi Indonesia
untuk memberikan bantuan kepada mereka. Kemudian kerugian timbul
dengan bergabungnya Indonesia ke dalam Melanesian Spearhead
Group adalah munculnya perlawanan dari kelompok separatis Papua
Merdeka dengan mengangkat isu-isu yang terjadi di wilayah Papua.
Berdasarkan keuntungan dan kerugian yang telah di jabarkan di
atas, penulis melihat lebih banyak keuntungan yang akan di peroleh
oleh Indonesia dengan bergabung ke dalam Melanesian Spearhead
Group. Hal ini lah yang menjadi dasar pertimbangan Indonesia dalam
mengambil keputusan untuk bergabung kedalam forum tersebut. Aktor
utama yaitu negara harus dapat mengambil keputusan secara rasional
dengan menimbang untung dan rugi yang akan di peroleh setelah
keputusan di ambil.

17
Allison, Graham T.1971. Essence of Decision : Explaining the Cuban Missile Crisis. Boston:
Little, Brown and Company. Dalam Hara, A Eby. 2011. Pengantar Analisis Politik Luar
Negeri: dari Realisme sampai Konstruktivisme. Bandung: Nuansa.
Keamanan nasional dan kepentingan nasional merupakan
prinsip utama dan tujuan strategis dalam menyusun kebijakan luar
negeri. Proses pembuatan kebijakan luar negeri dilakukan oleh aktor
yang mana masing-masing berperan sebagai pemain. Hubungan antar
aktor secara umum digambarkan dalam proses tarik ulur satu sama lain
(pulling and hauling). Kebijakan luar negeri dipahami sebagai political
outcomes. Menurut Allison outcomes bukanlah penyelesaian yang
dipilih oleh para aktor tetapi merupakan hasil dari kompromi, koalisi
dan kompetisi antar aktor.18
Menganalisa foreign policy sebagai bentuk proses rasionalitas
atau disebut foreign policy making as rational process menurut Allison
bahwa Rational decision making model terbentuk dari aktor kesatuan
(unitary actor) yang menjalankan peran sebagai rasional aktor dalam
pengambilan sebuah keputusan. Kebijakan luar negeri tersebut menjadi
sebuah langkah dalam menangani konflik maupun permasalahan yang
dihadapi negara. Seperti dikatakan dalam kaitannya mengenai Rational
Decision-Making Model adalah bahwasanya sebagai “foreign policy as
results from an intellectual process where the actors choose what is the
best for the country and select”. Maka dalam rasionalitas pengambilan
kebijakan sebagai tujuan menjalankan kebijakan yang terbaik bagi
negara.
Politik Luar Negeri sebagai akibat tindakan-tindakan yang di
pilih oleh aktor rasional untuk mencapai target dari tujuan-tujuan yang
di tetapkan oleh suatu negara. Pembuatan Keputusan Politik Luar
Negeri dari model ini disebut sebagai suatu proses intelektual. Aktor-
aktor rasional berusaha untuk membuat kebijakan luar negeri yang
dapat memaksimalkan pencapaian kepentingan nasional. Dalam hal ini

18
Ibid
negara dilihat sebagai entitas monolitik. Allison menekankan bahwa
kelemahan dari pandangan tersebut adalah negara satu dengan negara
lainnya tidak memiliki sifat yang homogen sehingga aktor-aktor
rasional tersebut tidak dapat menjelaskan politik luar negeri maupun
mekanisme internal dalam perumusannya dengan baik. Keterkaitan
antara model Aktor Rasional dan teori realis dapat dilihat dengan
sangat jelas, dimana aktor utamanya adalah negara. Dalam proses
pembuatan keputusan, aktor memiliki peran penting untuk
mempengaruhi aktor lainnya dalam mencapai tujuan.
G. HIPOTESA

Dengan demikian, Indonesia memutuskan untuk bergabung ke


dalam Melanesian Spearhead Group karena adanya peningkatan
kapasitas diplomasi Indonesia melalui soft power sebagai motor
penggerak di Kawasan Pasifik Selatan. Sehingga mempermudah
Indonesia untuk merubah dukungan negara-negara di kawasan tersebut,
khusunya anggota Melanesian Spearhead Group, mengenai kedaulatan
Indonesia terhadap Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

H. METODOLOGI PENELITIAN
1. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tipe penelitian


eksplanatif, yang merupakan penelitian yang bertujuan untuk
menerangkan dan menguji hipotesis dari veariable-variabel penelitian.
Penulis menggunakan metode eksplanasi untuk menjelaskan tentang
kebijakan Politik Luar Negeri Republik Indonesia pada masa
pemerintahan Presiden Joko Widodo yang kemudian akan
memperlihatkan alasan Indonesia tergabung ke dalam Melanesian
Spearhead Group.

2. Sumber Data

Penelitian ini akan menggunakan dua sumber data untuk


menyempurnakan analisis, yakni sumber data primer dan data
sekunder. Data primer akan didapatkan dengan melakukan observasi
lapangan dengan melakukan wawancara langsung kepada aktor-aktor
yang relevan dengan penelitian ini. Kemudian data sekunder akan lebih
berfokus pada telaah pustaka yang akan diperoleh dari berbagai buku,
dokumen, jurnal, Koran, majalah, website dan literature lainnya yang
relevan dengan penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam


penelitian ini adalah telaah pustaka (library research) yaitu dengan cara
mengumpulkan data dari literature yang berhubungan dengan
permasalahan yang akan dibahas, dan kemudian menganalisisnya.
Literature ini berupa buku-buku, dookumen, jurnal, surat kabar, dan
situs-situs internet ataupun laporan-laporan yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan penulis teliti. Selain itu, penulis juga
melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang dianggap
berkompeten yang berkaitan dengan permasalah yang penulis teliti.
Oleh karena itu, penellitian ini akan menggunakan beberapa metode
pengumpulan data yang diantaranya berasal dari sumber-sumber
berikut, yaitu:
a. Dokumen

Dokumen-dokumen dalam hal ini digunakan untuk


menelusuri berbagai dokumen baik itu tertulis maupun dalam
bentuk gambar/foto yang berkaitan dengan fokus penelitian,
utamanya menyangkut dokumen mengenai pasifik selatan.
Disamping itu, teknik dokumentasi yang digunakan dalam
peneltian ini menitikberatkan pada catatan-catatan atau arsip-
arsip berupa jurnal, buku, laporan tertulis dan dokumen-
dokumen berkaitan dengan objek yang diteliti dari instansi
terkait.

b. Wawancara

Penentuan informan dilakukan dengan sebuah kriteria


yakni dengan mempertimbangkan dan memilih informan yang
dipilih dan dipandang mengetahui secara jelas terhadap
permasalahan yang akan diteliti dalam hal ini, yaitu sebagai
berikut:

1. Djauhari Oratmangun
Staf Khusus Menteri Luar Negeri untuk Isu-Isu
Strategis, Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia.
2. Rizal Wirakara
Kepala Direktorat II, Kerja Sama Intra Kawasan
Asia-Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia.
3. Rezha Fernando Wanggai
Pejabat Fungsional Diplomat, Direktorat Kerja Sama
Intra Kawasan Asia-Pasifik dan Afrika, Kementerian
Luar Negeri Republik Indonesia.
4. Mohamad Heri Sarifuddin
Ketua Badan Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Kawasan Asia-Pasifik dan Afrika,
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
5. Laode Muhammad Fathun, S.IP, M.H.I
Dosen Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jakarta, Bidang Kajian Keamanan Internasional.
6. Adirio Arianto, S.IP, MA
Dosen Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jakarta, Bidang Kajian Keamanan Internasional.
4. Teknik Analisis Data

Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif dalam


pelakukan penelitian ini, dimana permasalahan digambarkan
berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian dihubungkan antara fakta
yang satu dengan fakta yang lainnya dan kemudian ditarik sebuah
kesimpulan.

5. Teknik Pengambilan Kesimpulan

Dalam menganalisis data yang sudah dikumpulkan, penulis


akan menggunakan teknik deduksi. Teknik ini dilakukan untuk melihat
sebuah fenomena dari prinsip yang bersifat umum ke khusus, kemudian
dijelaskan menggunakan teori yang penulis gunakan.
I. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penulisan tesis ini akan dilakukan secara terstruktur dan


tersistematis dengan bagian-bagian yang merupakan suatu kesatuan
yang utuh dalam memahami, mendeskripsikan, dan menganalisis
terhadap permasalahan yang menjadi pokok penelitian. Adapun
sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I: Pada bab pertama akan disampaikan pendahuluan yang
mencakup: (a) latar belakang; (b) tujuan penelitian; (c) kontribusi
penelitian; (d) rumusan masalah; (e) studi pustaka; (f) kerangka
konseptual; (g) hipotesis; (h) metode penelitian; dan (i) sistematika
penulisan.
BAB II: Pada bab kedua ini akan dijelaskan mengenai kebijakan
Politik Luar Negeri Indonesia dalam pemrintahan Jowo Widodo terkait
landasan politik luar negeri, prinsip, strategi, hingga politik luar negeri
Indonesia di wilayah Asia Pasifik dan Pasifik Selatan.
BAB III: Pada bab ketiga akan dijelaskan gambaran umum
mengenai Melanesian Spearhead Group. Mulai dari terbentuknya
Melanesian Spearhead Group, tujuan, implementasi dan keperluan
Melanesian Spearhead Group terhadap Indonesia dan kelompok
pendukung Papua Merdeka.
BAB IV: Pada bab keempat dalam tesis ini akan disampaikan
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Indonesia melakukan kerja
sama dengan Melanesian Spearhead Group. Analisis yang dimaksud
merupakan elaborasi dari data dan informasi yang telah disampaikan
pada bab-bab sebelumnya menggunakan kerangka konseptual yang
tepat sehingga rumusan masalah dapat terjawab dengan baik.
BAB V: Pada bab terakhir dari tesis ini akan disampaikan
kesimpulan yang ditarik dari analisis sebelumnya. Penulis akan
menjawab rumusan masalah yang disampaikan pada bab pendahuluan
yaitu mengenai alasan Indonesia bergabung dalam Melanesian
Spearhead Group.
BAB II
POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA DI WILAYAH
PASIFIK SELATAN

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai kebijakan


politik luar negeri Indonesia dibawah kepemimpinan presiden Jowo
Widodo terkait landasan politik luar negeri, prinsip, strategi, hingga
politik luar negeri Indonesia di wilayah Asia Pasifik dan Pasifik
Selatan. Selain menjabarkan mengenai politik luar negeri Indonesis di
wilayah Asia Pasifik, penulis juga menitik beratkan kepada peran
Indonesia di wilayah Pasifik Selatan dalam mengimplementasikan
politik luar negerinya serta kepentingannya Indonesia di wilayah
tersebut.

Prinsip dasar kebijakan politik luar negeri sebuah negara boleh


saja berakar pada sejarah, ideologi, dan konstitusi nasional. Namun
pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh kepentingan, kepemimpinan,
dan dinamika politik internal dan internasional tertentu. Kebijakan
politik luar negeri Indonesia dalam Melanesian Spearhead Group
(MSG) tentunya melalui proses panjang dan melibatkan banyak pihak
serta ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebijkan tersebut.
Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari Melanesian Spearhead
Group tentunya sudah mempertimbangkan kemampuan dan kesiapan
Indonesia terlibat di dalam forum tersebut. Indonesia tentunya memiliki
kepentingan besar terhadap Melanesian Spearhead Group. Indonesia
menganggap bahwa ASEAN adalah lingkaran konsentris utama politik
luar negeri (secara geopolitik) dan menjadikan ASEAN sebagai faktor
dominan secara eksternal dalam dinamika politik luar negeri. Melihat
hal tersebut, ada tujuan politik Indonesia untuk memiliki pengaruh
yang sama di kawasan pasifik. Dimana kawasan pasifik yang stabil,
akan mempengaruhi kawasan nusantara menjadi stabil pula.

A. Landasan, Prinsip dan Karakteristik Politik Luar Negeri


Indonesia dalam Pemerintahan Joko Widodo

Setiap negara yang berdaulat memiliki kebijakan yang mengatur


hubungannya dengan dunia internasional, baik berupa negara maupun
komunitas internasional lainnya. Kebijakan tersebut merupakan bagian
dari kebijakan politik luar negeri yang dijalankan negara dan
merupakan pencerminan dari kepentingan nasionalnya. Indonesia
sebagai sebuah negara berdaulat juga menjalankan politik luar negeri
yang senantiasa berkembang disesuaikan dengan kebutuhan dalam
negeri dan perubahan situasi internasional. Politik luar negeri Indonesia
telah berlangsung selama puluhan tahun sejalan dengan usia negara
Republik Indonesia. Pergantian kepemimpinan mulai dari Presiden
Soekarno hingga Presiden Joko Widodo menandakan telah
berlangsungnya proses demokrasi di Indonesia, meski dengan berbagai
persoalan yang mengiringnya.

Dalam sistem masyarakat Internasional, Indonesia tidak bebas


untuk bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri, tetapi diharuskan
untuk menaati hukum internasional yang sah dan diakui. Walaupun
Indonesia harus bergerak dalam batasan hukum internasional,
kebijakan politik luar negeri Indonesia tetap bertujuan menjadikan
Indonesia sebagain negara yang demokrasi. Secara umum, politik luar
negeri (foreign policy) merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap,
arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan dan
memajukan kepentingan nasional di dalam percaturan dunia
internasional. Suatu komitmen yang pada dasarnya merupakan strategi
dasar untuk mencapai suatu tujuan baik dalam konteks dalam negeri
dan luar negeri, serta sekaligus menentukan keterlibatan suatu Negara
di dalam isu-isu internasional atau lingkungan di sekitarnya.1 Dalam
setiap periode pemerintahan terdapat pemaknaan yang bervariasi
terhadap prinsip-prinsip yang menjadi landasan dalam perumusan dan
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. Perbedaan interpretasi
tersebut diantaranya dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang terjadi di
dalam negeri maupun di luar negeri.

1. Landasan Politik Luar Negeri Indonesia

Didalam sebuah negara tentunya memiliki hukum, asas,


ideologi, dan juga landasan. Sebagai sebuah negara, Indonesia
mempunyai landasan-landasan yang dipegang teguh sebagai panutan
bangsa yang berfungsi sebagai pedoman bangsa dalam berinteraksi
dengan negara lain. Jalan perubahan adalah jalan ideologis yang
bersumber pada Proklamasi, Pancasila 1 Juni 1945, dan Pembukaan
UUD 1945. Proklamasi dan Pancasila 1 Juni 1945 menegaskan jati diri
dan identitas kita sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Pembukaan UUD 1945 dengan jelas mengamanatkan arah tujuan
nasional dari pembentakan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Politik luar negeri Indonesia memiliki tujuan yang ingin


dicapai, yaitu mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keselamatan

1
Yani, A.A. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya
bangsa, memperoleh dari luar negeri barang-barang yang diperlukan
untuk memperbesar kemakmuran rakyat, perdamaian internasional, dan
persaudaraan segala bangsa sebagai pelaksanaan cita-cita yang
tersimpul dalam Pancasila.2 Dalam perumusannya, politik luar negeri
Indonesia memiliki tiga landasan yang menjadi pilar utamanya berdiri,
ketiga landasan tersebut ialah landasan idiil, konstitusional, dan
operasional.

Landasan konstitusional dari politik luar negeri Indonesia


berupa Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dimana kehidupan
berbangsa dan bernegara telah diatur di dalamnya dan berkaitan dalam
penentuan kebijakan luar negeri Indonesia, yang berarti bahwa politik
luar negeri yang dijalankan oleh Indonesia tidak lain merupakan salah
satu cara mencapai kepentingan nasional. Selaras dengan apa yang
disampaikan oleh Pemerintah Republik Indonesia, bahwa Indonesia
akan tetap menjalankan politik luar negeri berdasarkan kepentingannya
sendiri dan tidak ditentukan oleh arus politik negara lain.3 Hal ini
berarti pasal-pasal UUD 1945 yang mengatur kehidupan berbangsa dan
bernegara memberikan garis-garis besar dalam kebijakan luar negeri
Indonesia. Dengan demikian, semakin jelas bahwa politik luar negeri
Indonesia merupakan salah satu upaya untuk mencapai kepentingan
nasional Indonesia, yang termuat dalam UUD 1945.

Sementara itu, Pancasila sebagai dasar negara Republik


Indoneesia diposisikan sebagai landasan idiil dalam politik luar negeri
Indonesia. Mohammad Hatta menyebutnya sebagai salah satu faktor
yang membentuk politik luar negeri Indonesia. Kelima sila yang

2
Hatta, Mohammad, 1953. Dasar Politik Luar Negeri Republik Indonesia. Jakarta,
Tintamas, hlm. 1-31.
3
Ibid
termuat dalam Pancasila, berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh
sendi kehidupan manusia. Hatta lebih lanjut menyatakan, bahwa
Pancasila merupakan salah satu faktor objektif yang berpengaruh atas
politik luar negeri Indonesia. Hal ini karena Pancasila sebagai falsafah
negara mengikat seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau
partai politik mana pun yang berkuasa di Indonesia tidak dapat
menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari Pancasila.4

Selanjutnya agar prinsip bebas aktif dapat dioperasionalisasikan


dalam politik luar negeri Indonesia, maka setiap periode pemerintahan
menetapkan landasan operasional politik luar negeri Indonesia yang
senantiasa berubah sesuai dengan kepentingan nasional. Semasa Orde
lama, landasan operasional dari politik luar negeri Indonesia yang
bebas aktif sebagian besar dinyatakan melalui maklumat dan pidato-
pidato Presiden Soekarno. Beberapa saat setelah kemerdekaan,
dikeluarkanlah Maklumat Politik Pemerintah tanggal 1 November
1945, yang diantaranya memuat hal-hal sebagai berikut: (1) Politik
damai dan hidup berdampingan secara damai; (2) Politik tidak campur
tangan dalam urusan negeri lain; (3) Politik bertetangga baik dan
kerjasama dengan semua negara di bidang ekonomi, politik dan lain-
lain; (4) Politik berdasarkan piagam PBB.5 Berdasarkan Maklumat
tersebut, sesungguhnya telah tampak jelas prinsip yang diigunakan
Indonesia dalam pelaksanaan politik luar negerinya, yaitu kebijakan
hidup bertetangga baik dengan negara-negara di kawasan, kebijakan
tidak turut campur tangan urusan domestik negara lain dan selalu

4
Ibid
5
Wuryandari, Ganewati. 2016. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran
Politk Domestik. Jakarta: P2P LIPI. Hal 29
mengacu pada Piagam PBB dalam melakukan hubungan dengan
negara lain

Pada dasawarsa 1950-an landasan operasional dari prinsip bebas


aktif mengalami perluasan makna. Hal tersebut diantaranya dinyatakan
oleh Presiden Soekarno dalam pidatonya berjudul “Jalannya Revolusi
Kita (Jarek)” pada 17 Agustus 1960, bahwa “Pendirian kita yang bebas
aktif itu, secara aktif pula harus dicerminkan dalam hubungan ekonomi
dengan luar negeri, agar supaya tidak berat sebelah ke Barat atau ke
Timur”.6 Kemudian inti dari politik luar negeri Indonesia kembali
dinyatakan oleh Presiden Soekarno dalam “Perincian Pedoman
Pelaksanaan Manifesto Politk Republik Indonesia” sekaligus
merupakan garis-garis besar politk luar negeri Indonesia dengan
Keputusan Dewan Pertimbangan Agung No. 2/ Kpts/ Sd/ I/ 61. Inti
kebijakan tersebut, antara lain berisi tentang sifat politik luar negeri
Republik Indonesia yang bebas aktif, anti-imperialisme dan
kolonialisme dan memiliki tujuan sebagai berikut:7 (1) Mengabdi pada
perjuangan untuk kemerdekaan nasional Indonesia; (2) Mengabdi pada
perjuangan untuk kemerdekaan nasional dari seluruh bangsa dunia; (3)
Mengabdi pada perjuangan untuk membela perdamaian dunia. Ketiga
tujuan politik luar negeri tersebut pada kenyataannya tidak bisa dipisah-
pisah satu dari yang lain, khususnya dalam perjuangannya untuk
membangun dunia kembali yang aman, adil dan sejahtera.

Pada masa Orde Baru, landasan operasional politik luar negeri


Indonesia kemudian semakin dipertegas dengan beberapa peraturan

6
Habib, A Hasnan. 1990. Kapita Selekta; Strategi dan Hubungan Internasional.
Jakarta: CSIS. Hal. 395.
7
Ibid., hal. 396
formal. Diantaranta adalah:8 (a) Ketetapan MPRS No. XII/ MPRS/
1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang Penegasan Kembali Landasan
kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia; (b) Ketetapan MPR
tanggal 22 Maret 1973; (c) Petunjuk Presiden 11 April 1973 mengenai
penjabaran usaha yang perlu dilakukan untuk melaksanakan prinsip
bebas aktif; (d) Petunjuk bulanan Presiden sebagai ketua Dewan
Stabilisasi Politik dan Keamanan; (e) Keputusan-keputusan Menteri
Luar Negeri.

Politik luar negeri Republik Indonesia dirumuskan untuk


kepentingan pertumbuhan ekonomi domestik. Sehingga pada era
Soeharto, tujuan-tujuan politik luar negeri Indonesia dapat dirangkum
menjadi 4 yaitu adanya hubungan baik dengan negara asing,
rehabilitasi dan pembangunan ekonomi dengan bantuan asing, serta
penciptaan stabilitas politik dan keamanan dengan menggunkan militer.
Indonesia tergabung dalam ASEAN, PBB, dan GNB, dimana Indonesia
menjalin kerjasama dengan negara negara lain untuk turut serta dalam
menjaga perdamaian dunia. Terjadi transisi politik luar negeri dari
masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto yang menyebabkan
perubahan yang signifikan. Jika pada era Soekarno lebih menekankan
pada politik luar negerinya untuk kepentingan politik dalam negeri,
pada era Soeharto lebih berorientasi pada keamanan dan perekonomian
untuk kepentingan pembangunan dalam negeri. Dari langkah politik
luar negeri yang dilakukan Soeharto, terdapat beberapa kegagalan
seperti banyaknya pergolakan yang terjadi akibat tidak adanya
kesetaraan dan keadilan, terjadinya krisis moneter dan semakin

Balitbang Deplu RI, “Intisari Masalah Luar Negeri” November 1977, dikutip dalam
8
8
Wuryandari, Ganewati, dkk. 2016. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah
Pusaran Politk Domestik. Jakarta: P2P LIPI. Hal 30.
jatuhnya Indonesia akibat penandatanganan Soeharto dengan IMF.
Kegagalan tersebut mungkin terjadi akibat kurang diperhatikannya
infrastruktur yang masih lemah serta banyaknya investor-investor
nakal.

2. Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia

Komitmen Indonesia untuk menentang kolonialisme dan


imperialisme telah ditegaskan oleh para pemimpin bangsa sejak
diraihnya kemerdekaan negara Republik Indonesia pada 17 Agustus
1945. Pengalaman masa penjajahan kurang lebih 350 tahun telah
mengajarkan kepada bangsa Indonesia akan pahitnya hidup dibawah
kolonisasi bangsa lain. Kemerdekaan yang telah diperoleh Indonesia,
tidak serta merta menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara
berdaulat. Hal ini dikarenakan salah satu syarat terbentuknya negara
yaitu pengakuan internasional, belum diterima Indonesia saat itu.
Untuk mengatasi persoalan ini, upaya diplomasi keberbagain negara
menjadi salah satu perjuangan yang perlu dilakukan oleh pemerintah
Indonesia pada saat itu. Selain melalui jalur diplomasi, Indonesia juga
melakukan upaya lain, yaitu melalui perjuangan fisik bersenjata. Ini
dilakukan terutama setelah Belanda melancarkan serangan Agresi I dan
II sebagai bagian dari keinginan negara tersebut untuk menanamkan
pengaruhnya dan kembali bercokol di tanah air.9 Namun perlu dicatat
bahwa, upaya Indonesia untuk mencari pengakuan internasional
tampaknya tidak didukung oleh perkembangan politik internasional
yang tengah terjadi pada saat itu.

9
Wuryandari, Ganewati. 2016. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran
Politk Domestik. Jakarta: P2P LIPI. Hal 40
Perang Dunia II telah menciptakan situasi perrsaingan yang
tajam antara Blok Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dan Blok
Timur yang diwakili oleh Uni Soviet. Indonesia sebagai sebuah negara
baru yang sedang mencari jati diri, tidak lepas dari sasaran kedua blok
tersebut untuk menancapkan pengaruhnya. Menurut A.H. Nasution,
pada saat itu posisi Indonesia seakan terjepit. Di satu pihak, Indonesia
merupakan negara baru yang sedang menghadapi persoalan untuk
mempertahankan kemerdekaan. Namun di pihak lain, di dalam negeri
Indonesia sedang mengalami tekanan-tekanan berat yang dilancarkan
oleh Front Demokrasi Rakyat / Partai Komunis Indonesia (FDR / PKI)
pimpinan Amir Sjarifuddin yang menentang kebijaksanaan pemerintah
Indobesia. Menurut pandangan FDR / PKI, “pertentangan yang ada
antara Blok Amerika Serikat dan Blok Uni Soviet, jadi revolusi
Indonesia adalah bagian dari revolusi dunia, maka Indonesia haruslah
berada di pihak Rusia, barulah benar”.10

Selain itu, memang harus diakui bahwa pada saat itu politik luar
negeri belum menjadi perhatian utama para pemimpin bangsa. Kondisi
ini bisa dimengerti, karena Indonesia pada masa revolusi masih didera
oleh berbagai persoalan domestik dan bagaimana mempertahankan
kemerdekaan yang baru diraih dari tekanan Belanda. Berbagai
persoalan domestic yang dihadapi, antara lain berkaitan dengan
persoalan keadaan ekonomi yang buruk dan terjadinya berbagai
pemberontakan di daerah-daerah. Namun, dalam situasi berat dan
terjepit di antara persaingan ketat dua blok kekuatan adidaya dunia
yang telah disebutkan sebelumnya, pemimpin bangsa Indonesia saat itu
berani untuk menunjukan sikap dan orientasi politik luar negerinya

10
Nasution, A.H. 1966. Sejarah Perjuangan Nasional di Bidang Bersenjata. Jakarta:
Mega Bookstore. Hlm 125
yang independen. Indonesia berpendapat bahwa timbulnya blok-blok
raksasa di dunia ini dengan persekutuan-persekutuan militernya tidak
akan menciptakan perdamaian, malah sebaliknya akan merupakan
benih-benih ancaman terhadap perdamaian.11 Sikap tersebut dibuktikan
oleh Mohammad Hatta dalam pidatonya yang merupakan penjelasan
pertama kali tentang politik bebas aktif dan dinyatakan didepan Badan
Pekerja KNPI pada 2 September 1948, yaitu:

Apakah bangsa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan harus


memilih saja antara pro-Rusia dan pro-Amerika? Apakah tidak ada pendirian
lain yang harus diambil dalam mengejar cita-cita bangsa? Pemerintah
berpendapat bahwa pendirian yang harus diambil ialah supaya Indonesia
jangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan ia
harus tetap menjadi subjek yang berhak menentukan sikap sendiri… Politik
Republik Indonesia harus ditentukan oleh kepentingannya sendiri dan
dijalankan menurut keadaan dan kenyataan yang kita hadapi… Garis politik
Indonesia tidak dapat ditentukan oleh haluan politik negara lain yang
berdasarkan kepentingan negara itu sendiri. 12

Di dalam pernyataan di atas, sesungguhnya telah termuat dasar


dari prinsipbebas aktif dalam politik luar negeri Indonesia, meskipun
Hatta tidak secara definitif menyebut istilah „bebas Aktif’. Politik luar
negeri yang bebas aktif mengandung dua unsur fundamental yaitu
“Bebas” dan “Aktif”, Hatta berpendapat bahwa dalam konteks kondisi
pertentangan antara dua blok, politik “Bebas” berarti Indonesia tidak
berada dalam kedua blok dan mempunyai jalannya sendiri untuk
mengatasi persoalan internasional. Sedangkan istilah “Aktif” berarti

11
Abdulgani, Roeslan. 1966. Mendayung dalam Taufan. Jakarata: Endang & Api
Islam, dalam Wuryandari, Ganewati, dkk. 2016. Politik Luar Negeri Indonesia di
Tengah Pusaran Politk Domestik. Jakarta: P2P LIPI. Hal 42
12
Hatta, Mohammad. 1976. Mendayung Antara Dua Karang. Jakarta: Bulan Bintang.
Cet. Pertama
upaya untuk bekerja lebih giat guna menjaga perdamaian dan
meredakan ketegangan kedua blok.13 Dalam arti yang lebih luas, bebas
berarti menunjukkan tingginya nasionalisme dan menolah keterlibatan
atau ketergantungan terhadap pihak luar yang dapat mengurangi
kedaulatan Indonesia.

Dikarenakan sikap Indonesia tersebut di atas, politik luar negeri


Indonesia kerap disebut sebagai netral. Namun, Hatta menegaskan
bahwa politik luar negeri Indonesia bukanlah politik netral karena tidak
dihadapkan pada suatu pilihan dalam hubungan negara-negara yang
sedang berperang. Sikap Indonesia tersebut lebih didasarkan atas
pertimbangan untuk memperkukuh dan memperjuangkan perdamaian.
Hal ini perlu ditegaskan, karena politik luar negeri Indonesia selain
tidak memihak pada Blok Amerika Serikat atau Blok Uni Soviet, tetapi
juga tidak bermaksud untuk berpartisipasi di blok ketiga yang
dimaksudkan sebagai bentuk perlawanan atas dua blok besar tersebut.
Hal ini juga berarti bahwa Indonesia tidak memiliki keinginan untuk
membentuk blok ketiga dengan membangun kemitraan bersama
negara-negara Asia dan Afrika.14

Prinsip bebas aktif telah dimuat dalam Pembukaan Undang-


Undang Dasar 1945 yang memuat bagian-bagian antara lain:

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesua
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesiadan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

13
Hatta, Mohammad. 1953. Indonesian Foreign Policy, Foreign Affairs (pre-1986),
hal 444
14
Hatta, Mohammad. 1958. Indonesia Between The Power Blocs, Foreign Affairs
(pre-1986), hal 480
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan pada kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia….15

Kutipan diatas dengan jelas menuntut Indonesia untuk


menentang segala bentuk penjajahan dan ikut memajukan perdamaian
dunia. Politik luar negeri suatu negara, yang merupakan perpaduan
antara kepentingan nasional, tujuan nasional bangsa, kedudukan ato
konfigurasi geopolitik dan sejarah nasionalnya, dipengaruhi oleh faktor
domestik (internal) dan faktor internasional (eksternal). Dengan kata
lain, politik luar negeri merupakan suatu upaya untuk mempertemukan
kepentingan nasional, khususnya rencana pembangunan dengan
perkembangan dan perubahan lingkungan internasional.

Politik luar negeri setiap masa tentu saja memiliki tujuan yang
berbeda-beda. Semasa kepemimpinan Presiden Soekarno, Mohammad
Hatta merumuskan enam tujuan politik luar negeri Indonesia, yaitu: (1)
Untuk mempertahankan kemerdekaan rakyat dan menjaga keamanan
negara; (2) Untuk memperoleh barang-barang kebutuhan pokok yang
berasal dari luar negeri guna meningkatkan standard hidup masyarakat,
seperti nasi, obat-obatan, dan sebagainya; (3) Untuk memperoleh
modal guna membaangun kembali apa yang telah hancur atau rusak,
dan modal untuk industrialisasi, konstruksi baru dan mekanisasi
pertanian; (4) Untuk memperkuat prinsip hukum internasional dan
untuk membantu meraih keadilan sosial pada lingkungan internasional,
yang sejalan dengan piagam PBB khususnya artikel satu, dua dan lima
puluh lima; (5) Untuk memberikan penekanan khusus pada upaya
membangun hubungan baik dengan negara tetangga yang pada masa

15
Lihat Pembukaan UUD 1945
lalu juga mengalami penjajahan; (6) Untuk membangunan
persaudaraan antar-negara melalui realisasi idealita dalam Pancasila,
sebagai filosofi dasar bangsa Indonesia.

Berbagai prinsip diatas, dipengaruhi oleh posisi Indonesia yang


secara geopolitik terletak di antara dua samudra (Indonesia dan Pasifik)
dan dua benua (Asia dan Australia), menjadikan Indonesia istimewa
dibandingkan negara lain. Namun wilayah Indonesia berada di posisi
silang tersebut, mengandung berbagai kekuatan sekaligus kelemahan.
Pada satu sisi, kekuatan Indonesia terletak pada posisi kekuasaan yang
kuat dalam hubungan internasional terhadap negara-negara di
sekiatarnya, karena dapat memengaruhi life line mereka. Ditambah
dengan potensi sumber daya alam yang besar, baik dalam bentuk
penyediaan pangan, bahan baku dan energi. Sementara pada sisi yang
lain, kepulauan Indonesia dengan perairan seluas 5 juta Km²
mengandung kelemahan. Wilayah kepulauan yang sangat luas tersebut
secara potensialrentan terhadap kemungkinan adanya ancaman
keamanan dari pihak luar, terutama yang datang melalui laut.

3. Karakteristik Politik Luar Negeri Indonesia

Pelaksanaan politik luar negeri selalu ditujukan kepada


kepentingan nasional. Seperti sebagaimana kepentingan nasional,
politik luar negeri memiliki ciri khas tersendiri dari masa ke masa.
Idiosinkretik pemimpin bukan satu-satunya faktor yang menentukan
politik luar negeri, dimana dinamika yang sedang terjadi di dalam dan
luar negeri adalah faktor yang memengaruhi arah politik luar negeri.
Bagaimana negara bereaksi terhadap suatu isu global atau kejadian-
kejadian dewasa ini harus selalu mempertimbangkan untung rugi bagi
kepentingan nasional. Persepsi yang cerdas dan bijak diperlukan untuk
menghindari kesalahan tafsir pembuat kebijakan yang dapat
mengakibatkan melencengnya kebijakan luar negeri dari kepentingan
nasional.

Karakter Politik Luar Negeri Indonesia adalah memperdalam


penetrasi kerjasama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya.16 Dalam
merumuskan kebijakan luar negerinya, Joko Widodo berpegang pada
prinsip Trisakti. Prinsip ini memiliki tiga pilar, yaitu; kedaulatan dalam
politik, berdikari ekonomi dan kepribadian dalam kebudayaan. Pilar
kedaulatan politik berkaitan dengna kemandirian menghadapi
intervensi pihak asing dalam perumusan dan implentasi kebijakan.
Sementara itu, pilar berdikari ekonomi dijadikan landasan bagi
kebijakan luar negeri Joko Widodo yang berorientasi pada kepentingan
masyarakat. Dalam bidang budaya, Joko Widodo mengutamakan
kepentingan budaya strategis, yakni promosi nilai budaya dan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan luar negeri Joko
Widodo ini mempengaruhi sikap Indonesia terhadap isu-isu global. Isu-
isu yang tidak secara langsung dan nyata berdampak pada Indonesia
tidak lagi berada pada prioritas utama. Dengan mengutamakan
kebutuhan dalam negeri, kebijakan luar negeri akan dirumuskan sesuai
kebutuhan sehingga lebih tepat sasaran.

Terkait dengan politik internasional dan ketahanan nasional,


dalam masa kepemimpinannya, Joko Widodo akan menjalankan tiga
strategi diplomasi, yakni, yang pertama, diplomasi pemerintah dengan
pemerintah atau antara pemerintah. Yang kedua, diplomasi antara
pelaku bisnis dan pelaku bisnis atau antara pelaku bisnis, dan strategi

16
Hasil wawancara dengan Bapak Rizal Wirakara, Direktorat Kerjasama Intra
Kawasan Asia Pasifik dan Afrika, Kasubdi II. Menangani isu-isu kerjasama Indonesia
di kawasan Pasifik Selatan, terkhusu organisasi sub-regional.
diplomasi yang ketiga adalah diplomasi antara masyarakat dan
masyarakat atau antara masyarakat.17 Ketiga strategi itulah yang akan
digunakan oleh Joko Widodo dalam politik Internasional, hubungan
Internasional, mengadakan bisnis internasional dan membangun
ketahanan nasional. Joko Widodo menggunakan tiga strategi tersebut
untuk memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan terjadinya benturan kepentingan antara negara asing
dan Indonesia, seperti penetapan batas wilayah, klaim tumpang tindih
atau penanganan masalah pencari suaka.

Para pembuat keputusan harus mengantisipasi faktor-faktor


eksternal, namun faktor internal atau dalam negeri yang merupakan
analisis tingkat individu dan juga negara mempengaruhi kebijkana
Politik Luar Negeri. Para kaum realis menganggap kebijakan politik
luar negeri lahir karena faktor-faktor eksternal, umumnya tindakan
negara-negara lain atau karakteristik struktur sistem global. Para kaum
realis beranggapan bahwa kebijakan luar negeri berbeda dari jenis-jenis
kebijakan publik lainnya dalam arti bahwa ada pembagian yang jelas
antara bidang internasional dan dalam negeri.18 Kebijakan luar negeri
secara eksplisit dibuat untuk mempengaruhi negera-negara lain dan
aktor global, sedangkan kebijakan dalam negeri dibuat untuk
mempengaruhi atau mengatur aktor-aktor dalam negeri.

Karakter dan pola pemikiran yang terbentuk terhadap kebijakan


politik luar negeri berbeda dari satu masa kepemimpinan ke masa
kepemimpinan lainnya. Melihat sekilas pada masa kepemimpinan

17
Yuwono, Ismantoro Dwi. 2014. “Jani-janji Jokowi-JK (Jika) Rakyat Tidak
Sejahtera, Turunkan Saja Mereka!”. Yogyakarta: Media Pressindo.
18
Richard W Mansbach & Kristen L. Rafferty. 2012. “Pengantar Politik Global
(Introduction to Global Politics)”. Bandung: Nusa Media. hal 412
Susilo Bambang Yudhoyono, banyak pihak memberikan penilaian
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) mengalami peningkatan dan
perkembangan cukup signifikan. Hal ini antara lain ditandai dengan
berbagai “prestasi” yang dicapai dalam forum regional maupun global.
Dalam sepuluh tahun masa pemerintahannya, secara umum Susilo
Bambang Yudhoyono menjalankan kebijakan luar negeri dalam tiga
program utama. Pertama, pemanfaatan politik luar negeri dalam
konteks optimalisasi diplomasi. Kedua, peningkatan kerjasama
multilateral dalam rangka meraih beragam peluang
internasional. Ketiga, penegasan komitmen perdamaian dunia dalam
rangka turut serta menjaga ketertiban dunia dalam berbagai persoalan
keamanan internasional. Nilai-nilai dan capaian positif kebijakan luar
negeri yang sudah dijalankan Susilo Bambang Yudhoyono ini perlu
menjadi pijakan untuk perbaikan dan peningkatan kebijakan luar negeri
yang akan dijalankan Joko Widodo ke depan.

Joko Widodo mengemukakan pandangan umum mengenai


proyeksi kebijakan luar negeri yang akan ditempuhnya, hal tersebut
disampaikan pada saat pidato perdana dalam sidang paripurna MPR 20
Oktober 2014. Selain mengemukakan obsesi untuk mewujudkan poros
maritim dunia, Joko Widodo juga menegaskan akan tetap menganut
politik luar negeri “bebas aktif” dengan terus berupaya untuk turut
terlibat dalam forum-forum internasional.19 Indonesia sebagai negara
terbesar ketiga, dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sebagai
negara terbesar di Asia Tenggara akan terus menjalankan politik luar
negeri yang bebas aktif, yang diartikan untuk kepentingan nasional dan

19
http://interseksi.org/report/membaca-kebijakan-luar-negeri-sby-dan-jokowi/ di
akses pada 25 November 2016, pukul 13.51 WIB
untuk menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Terkait kebijakan politik luar
negeri ke depan, ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi Jokowi.
Pertama soal stabilitas politik, kedua gaya kepemimpinan dan terakhir
tentang proyeksi ekonomi pembangunan. Ketiganya sejatinya saling
terkait satu sama lain. Dalam konteks global, “prestasi” Susilo
Bambang Yudhoyono yang telah berhasil mencitrakan Indonesia
sebagai negara yang demokratis di mata internasional harus menjadi
pekerjaan rumah Joko Widodo untuk lebih membumikannya di level
nasional.

a. Arah Politik Luar Negeri Indonesia “Bebas Aktif”


Pemerintahan Joko Widodo

Menjaga citra positif Indonesia di mata internasional kini


menjadi tantangan besar bagi Jokowi. Tantangan dunia internasional
yang senantiasa berubah-ubah, harus menjadi perhatian penting bagi
Joko Widodo dalam membangun apa yang sudah dibangun Susilo
Bambang Yudhoyono sebelumnya. Sebagai negara berpenduduk
terbesar di Asia Tenggara, pemimpin ASEAN secara de facto, negara
muslim demokrasi terbesar di dunia, dan negara yang berlokasi di
persimpangan dunia, kebijakan luar negeri Indonesia banyak mendapat
sorotan dari negara-negara luar.

Pilihan politik luar negeri “bebas aktif” perlu diredefinisi secara


lebih kontekstual. Perlu disadari bahwa sejak konsep ini digulirkan
puluhan tahun lalu oleh Mohammad Hatta, sehingga kemudian belum
diterjemahkan lagi konsepsi ini secara lebih kritis. Bahkan, terminologi
politik “bebas-aktif” ini belakangan seolah berkonotasi peyoratif
sebagai kata lain dari tidak bersikap dalam berbagai persoalan
internasional yang mengemuka. Konsep “bebas aktif” adalah sebuah
warisan peninggalan wakil presiden pertama yang memimpin negara
Indonesia yang pada saat ini digunakan untuk memperjuangkan
pengakuan di tingkat internasional sebagai negara yang berdaulat dan
bertabat. Konsep “bebas aktif” muncul sebagai penolakan terhadap
rezim Amerika Serikat dan Uni Soviet, dan keinginan untuk bertindak
20
sendiri. Sehingga keutuhan wilayah Indonesia melambangkan
perjuangan nasional terhadap penindasan dan kebebasan dari
penjajahan asing. Dikatakan juga oleh D.F. Anwar dalam bukunya
yang berjudul “Kew Aspects in Indonesia’s Foreign Policy: Change
and Continuity amidst a Changing Environment” bahwa konsep “bebas
aktif” telah menjadi bagian dalam identitas nasional21, yang kemudian
memberikan imbas pada politik Indonesia pada masa kini. Selain itu,
Hikmahanto Juwana mengatakan politik luar negeri Republik Indonesia
yang “bebas aktif” dapat ditafsirkan sebagai “semua negara bersahabat
sampai kedaulatan Indonesia dilanggar atau kepentingan menjadi
terancam”22 Melalui gagasan tersebut, Indonesia menonjolkan
kebebasan dan keinginannya untuk bertindak sepihak, atau berpihak
dengan negara lainnya sesuai dengan kepentingannya sendiri.

Kebijakan politik luar negeri pada masa Orde Baru


memperlihatkan suatu perbedaan mendasar jika dibandingkan dengan
kebijakan politik luar negeri pada masa Orde Lama. Pada masa Orde
Baru memahami Politik Luar Negeri sebagai upaya mempertahankan
20
York, Michael. 2015. “Selat Malaka Dalam Politik Luar Negeri Indonesia”.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta: MIHI. Tesis.
21
Anwar, D.F. 2003. Kew Aspects in Indonesia’s Foreign Policy: Change and
Continuity amidst a Changing Environment. Indonesia: Foreign Policy and
Domestics. Singapore: ISEAS. Hal 1-10
22
Pujajnti, A. 2015. Arah Hubungan Bilateral Indonesia – Malaysia di Masa
Perintahan Jokowi. Pusat Pengkajian, Pengelolaan Data dan Informasi. Seketariat
Jenderal DPR PR. Jakarta. Hal 1-2
kelangsungan hidup dan mengutamakan integritas wilayah. 23 Semua
dilakukan sesuai garis kepentingan nasional. Meski gangguan-ganguan
kecil tetap tidak bisa sepenuhnya dikatakan hilang, faktanya bahwa
gerakan-gerakan separatis hingga kini masih ada di Papua, mereka
mengunakan hutan-hutan ketika melakukan upaya penyerangan
terhadap aparat baik TNI maupun Polri dan bahkan berbaur dengan
masyarakat sekitar saat sedang melakukan aktivitas biasa. Politik Luar
Negeri Orba merupakan Antitesa dari politik luar negeri orde lama.
Kebijakan yang diambil baik bidang politik & ekonomi berbeda jauh
dengan Orde lama. Sifat bebas-aktif adalah konsep yang interpretatif.
Sifat politik luar negeri Orba yang bebas-aktif merupakan penafsiran
yang berbeda dari orde lama. Ada tiga variabel penjabaran dari
kepentingan nasional orde baru, yaitu perbaikan ekonomi, normalisasi
hubungan dengan barat, dan revitalisasi organisasi regional.

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono,


Indonesia terkenal dengan kebijakan politik luar negeri "cari aman"
dengan fondasi bebas aktif. Fondasi tersebut merupakan fondasi politik
yang dicetuskan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Bung
Karno. Namun, di bawah pemerintahan Presiden Jokowi, Indonesia kini
berani bersuara keras menyatakan sikap politiknya. Kondisi ini tentu
akan meningkatkan posisi politik Indonesia di mata internasional.

b. Strategi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia


Pemerintahan Joko Widodo

Walaupun prioritas yang melandasi kebijakan politik luar negeri


Indonesia belum pernah berubah sejak kemerdekaan, isu-isu yang

23
Michel, Leifer . Indonesia’s Foreign Policy, London: Royal Institute For
Internasional Affairs George Allen and Unwin, 1983.hlm.173
diutamakan dalam kebijakan tersebut berubah sesuai dengan situasi
politik yang dihadapi oleh Indonesia. Kebijakan luar negeri Indonesia
dipimpin oleh Pemerintahan Joko Widodo dan diketua oleh Menteri
Luar Negeri Indonesia Retno L.P. Marsudi yang akan mengutamakan
tiga isu yang dianggap sangat penting dalam memulihkan,
menegakkan, dan memajukan kepentingan nasional Indonesia, yaitu:
(1) Menjaga keutuhan wilayah Indonesia dengan ketat; (2)
Memperlancar diplomasi perekonomian dan perdagangan; (3)
Melindungi warga negara Indonesia di luar negeri. Hal utama adalah
isu kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia yang sering dilanggar
oleh negara lain. Adanya diplomasi yang disokong oleh kekuatan
militer yang luar biasa, dan mampu untuk mencegah pelanggaran
tersebut sangat diperlukan. Menteri luar negeri Indonesia Retno L.P.
Marsudi mengisyaratkan kehendaknya untuk menjalankan kebijakann
luar negeri Indonesia secara lebih tegas, disorong oleh hubungan
bilateral dengan cara yang mencerminkan dan memusatkan
kepentingan nasional Indonesia.24 Poin pertama berhubungan langsung
dengan poin kedua yaitu diplomasi perekonomian, yang bertujuan
meningkatkan perdagangan Indonesia dalam ekonomi Internasional.
Bidang perekonomian sedang diutamakan dalam kebijakan luar negeri
Indonesia. Sistem pemaduan perekonomian melalui pemberlakuan
wilayah perdagangan bebas akan mengubah system perdagangan secara
menyeluruh di wilayah Asia Tenggara. Sistem perekonomian yang
lebih terbuka akan menimbulkan kesempatan baru bagi ekonomi
Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Retno L.P. Marsudi
bahwa, diplomasi perekonomian akan disatukan untuk memperlancar

York, Michael. “Selat Malaka Dalam Politik Luar Negeri Indonesia”. Universitas
24

Muhammadiyah Yogyakarta: MIHI. Tesis.


proses penanaman modal dalam negeri dan meragamkan ekonomi
Indonesia yang pada saat ini bergantung secara berlebihan pada industri
komoditas.25 Menurut para pengkaji ekonomi Indonesia, prioritas luar
negeri Indonesia sangat cerdas dan dibutuhkan untuk memanfaatkan
kesempatan yang akan muncul sebagai akibat perubahan ekonomi di
Asia Tenggara.

c. Model Pembuatan Keputusan dalam Menentukan


Kebijakan Luar Negeri Indonesia

Kebijakan luar negeri Indonesia dapat dikaji dari sudut pandang


proses pembuatanh keputusan. Salah satunya adalah Indonesia yang
menggunakan beberapa model pembuatan keputusan untuk
menentukan prioritas nasional. Melalui kajian yang berkaitan dengan
penentuan kepentingan nasional Indonesia, akan lebih mampu untuk
mencermati proses pembuatan keputusan secara menyeluruh dan dalam
konteks pembuatan kebijakan luar negeri.26 Keputusan yang interaktif
dan strategis berdampak pada lebih dari satu pihak, sehingga negara
memilih untuk menggabungkan sumber daya, bekerjasama, dan
berkonsultasi secara timbal balik untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.

Kajian mengenai pembuatan keputusan dalam kebijakan luar


negeri menyinggung pada masalah perumusan kepentingan nasional.
Sebagaimana tertera dalam Buku Putih Pertahanan Republik Indonesia,
“kepentingan nasional adalah tetap tegaknya Republik Indonesia
berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta

25
Ibid
26
DeRouen, K. Mintz. A. 2010. Understanding Foreign Policy Decision Making.
Cambridge University Press. New York.
terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan nasional yang
berkelanjutan”27 Kepentingan nasional digolongkan dalam tiga
kelompok yaitu, kepentingan nasional yang bersifat mutlak,
kepentinganh nasional yang bersifat viral, dan kepentingan nasional
yang bersifat penting. Kepentingan mutlak bersangkutan dengan hal
pertahanan dan keamanan. Kemeterian Pertahanan menguraikan
kepentingan mjutlak sebagai “fungsi pertahanan negara yang wajib
menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah
Indonesia sertakeselamatan segenap bangsa dari segala bentuk
ancaman”28 Kepentingan yang bersifat vital adalah “pembangunan
nasional untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur,
dan demokratis”.29 Melalui penegakan kepentingan vital, Indonesia
akan membudayakan ketertiban masyarakat yang akan memungkinkan
pertumbuhan ekonomi dan pencapaian kesejahteraan. Kepentingan
yang bersifat penting merupakan semua hal yang ingin dicapai melalui
kebijakan pemerintahan. Hal tersebut menunjukan bahwa dalam bidang
studi norma tentang perilaku antar negara, dapat dilihat dengan jelas
bahwa semua negara berusaha untuk menyesuaikan perilaku
nasionalnya dengan hukum internasional, sedangkan merumuskan
hukum internasional yang memperbolehkan dan menerima perilaku
mereka yang sesuai dengan kepentingan nasional mereka.30 Gagasan
tersebut mencerminkan pengaruh konstruktivisme dalam proses
pembuatan keputusan.

27
Departemen Pertahanan Republik Indonesia. 2008. Buku Putih Pertahanan
Indonesia 2008. Hal 39
28
Ibid. hal. 40
29
Ibid
30
Hard, I. 2007. Breaking and Making International Norms: American Revionalisme
and Crises of Legitimacy. International Politic.44.
Berbicara mengenai proses pembuatan keputusan, sistem
sequential decision making adalah proses pembuatan keputusan dalam
serangkaian keputusan lainnya yang akan diterapkan secara bertahap
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.31 Kemampuan Indonesia untuk
menguasai tahapan pertama akan memungkinkan Indonesia
melanjutkan tahapan kedua dan selanjutnya. Sequential decision
making dapat dilakukan sepihak atau dalam kerjasama dengan negara
lain. Keputusan juga dapat digolongkan berdasarkan sifat holistic,
heuristic, dan wholistic. Pembuatan keputusan yang bersifat holistic
merupakan pembuatan keputusan dimana semua faktor yang berimbas
pada pembuatan keputusan perlu dicermati terlebih dahulu termasuk
semua pilihan, dinamikan, implikasi, dan akibatnya. Untuk melakukan
hal tersebut, Indonesia mengumpulkan informasi rahasia langsung dari
lapangan. “Laporan intelijen sebaiknya tidak langsung digunakan
dalam pengambilan keputusan, informasi perlu dikaji terlebih dahulu
karena informasi yang belum dipertiimbangkan dapat menimbulkan
keputusan yang salah. Pembuatan keputusan perlu pula mendengarkan
laporan kontra inteligen supaya keputusan tersebut seimbang”32
Inteligen tidak hanya memainkan peranan yang sangat penting, tetapi
juga semakin penting dalam pembuatan keputusan yang bersifat
holistic.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga menggunakan kerangka


pembuatan keputusan yang bersifat holistic dalam menentukan tingkat
kerahasiaan informasi agar semua faktor yang mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh keputusan tersebut dapat dipertimbangkan terlebih

31
York, Michael. “Selat Malaka Dalam Politik Luar Negeri Indonesia”. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta: MIHI. Tesis.
32
Ibid
dahulu. Penggunaan pendekatan heuristic bertujuan untuk merintis
pembuatan keputusan dan dianggap mirip dengan proses uji coba.
Akibatnya, pembuatan keputusan yang bersifat heuristic dapat
memungkiri faktor yang mempengaruhi kondisi kestabilan dan
keamanan internasional. Sedangkan keputusan yang bersifat wholistic
mengabaikan faktor-faktor yang penting dengan sengaja untuk menjaga
kepentingan tertentu.

B. Politik Luar Negeri Indonesia di Kawasan Asia Pasifik

Dalam realitasnya, kepentingan adalah suatu hal yang


mendorong aktor atau dalam hal ini adalah negara untuk kemudian
berhubungan dengan negara-negara maupun kawasan sekitar. Disisi
lain, ketidakmampuan suatu negara sebagai aktor penting dalam tatanan
global dalam memenuhi kepentingannya sendiri juga dipandang
sebagai latar belakang yang memicu terjalinnya hubungan yang
berimplikasi pada terbentuknya kerjasama antar negara. Dalam hal ini,
Indonesia dalam mencapai kepentingan nasional menerapkan aplikasi
Politik Luar Negeri Bebas Aktif yang dalam realitasnya dilaksanakan
dengan menjalin hubungan dan kerjasama dengan berbagai negara
maupun kawasan yang ada disekitarnya, yakni salah satunya adalah
dengan negara-negara yang berada di kawasan Asia Pasifik mengingat
kawasan ini bersama dengan ASEAN merupakan lingkaran konsentris
terdalam bagi Politik Luar Negeri Indonesia.33

Terkait Asia-Pasifik, bahwa hal yang perlu dipahami


bahwasannya kawasan yang termasuk ruang lingkup Asia-Pasifik
adalah wilayah yang mencakup pesisir pantai Asia Timur, Asia
Tenggara, dan Australasia yang kemudian ditambah dengan negara-
33
Setiawan, Asep. 2012. Politik Luar Negeri Indonesia. Yogyakarta: LeutikaPrio.
negara yang menghadap dan berada di Laut Pasifik. Namun, dalam
konteks lain kawasan Asia-Pasifik juga dapat pula dipandang
mencakup negara-negara utama di Kawasan Asia yang terletak di
dalam lingkar pacific-rim yang membujur dari Oceania, hingga ke
Rusia dan turun kebawah sepanjang pantai barat Amerika.34 Masuknya
kawasan Asia-Pasifik bersama dengan ASEAN sebagai lingkaran
konsentris terdalam bagi penerapan Politik Luar Negeri Indonesia,
khususnya di era orde baru kemudian mengindikasikan kawasan Asia-
Pasifik sebagai posisi yang strategis bagi Indonesia. Terkait dengan hal
ini, Usman mengungkapkan bahwasannya faktor jarak yang dekat
sehingga menyebabkan Asia-Pasifik dianggap sebagai kawasan yang
strategis dikarenakan Asia-Pasifik dipandang dapat menjadi landasan
bagi Indonesia dalam mencapai beberapa kepentingannya, yakni: (1)
Asia-Pasifik dipandang sebagai wilayah strategis yang dapat menjadi
landasan untuk menggalang dukungan serta memperbaiki citra
Indonesia dalam skala Internasional. (2) Asia-Pasifik dipandang
sebagai wilayah strategis yang dapat mengarahkan dan meresposisi
kebijakan luar negeri RI yang selama ini cenderung mengarah pada
negara-negara ASEAN dan negara-negara Barat. (3) Hadirnya PIF
(Pacific Island Forum) kemudian dianggap dapat menjadi landasan
yang strategis bagi Indonesia untuk menjalin hubungan dan kerjasama
dengan negara-negara yang ada di kawasan Asia-Pasifik.35

Dalam merealisasikan ketiga hal tersebut, Usman kemudian


mengungkapkan terdapat setidaknya dua strategi yang menjadi acuan
bagi Indonesia dalam mencapai kepentingannya di kawasan Asia-

34
Langie, Sam Jacob R. 1982. Indonesia di Pasifik. Jakarta: Sinar Harapan.
35
Usman, Asnani, 1994, Indonesia dan Pasifik Selatan, dalam Bantarto Bandoro
[ed], Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. Jakarta, CSIS, hlm. 187-
215.
Pasifik yakni antara lain: (1) Menjalin dan menciptakan hubungan non-
politik yang dipandang dapat memelihara hubungan baik di masa
mendatang. Salah satu aplikasi dari strategi ini terlihat dari berbagai
pertukaran pelajar antara Indonesia-Australia, serta adanya kerjasama
yang disebut sebagai Window on Australia yakni merupakan
serangkaian program kerjasama yang terjalin antara Indonesia-Australia
untuk memperbaiki sekaligus membangun hubungan yang harmonis
paska memburuknya kedua hubungan negara yang dipicu oleh tindakan
Indonesia yang mengeksekusi mati Bali Nine. (2) Meningkatkan peran
dan kepemimpinan Indonesia dalam berbagai kerjasama. Aplikasi dari
strategi ini sangat berkaitan dengan kehadiran PIF, yakni bahwasannya
Indonesia dalam menerapkan strategi ini terlihat dari peran Indonesia
saat menjadi mitra dialog di dalam pertemuan PIF yang beranggotakan
Australia, Cook Islands, Fiji, Kiribati, Marshall Islands, Nauru, Niue,
Palau, Papua Nugini, Samoa, Selandia Baru, Solomon Island, Tonga,
Tuvalu, Vanuatu dan Federate States of Micronesia yang pada dasarnya
bertujuan untuk membangun citra baik serta menjalin hubungan
kerjasama.36 Dalam realitasnya, penerapan strategi tersebut tidak
terlepas dari pengaruh dinamika hubungan Indonesia dengan negara-
negara di kawasan Asia Pasifik mengalami fase-fase yang cenderung
pasang-surut artinya bahwa seiring berjalannya waktu terjadi berbagai
perubahan terkait hubungan yang terjalin. Pertama, hal ini terlihat
secara khusus dari hubungan Indonesia dengan Australia. Indonesia dan
Australia pada awalnya memiliki hubungan yang cukup baik. Hal ini
terlihat dari dukungan Australia terhadap Indonesia dalam mencapai
kemerdekaan dan kedaulatan.

36
Ibid
Kawasan Asia-Pasifik merupakan kawasan yang menjadi
lingkaran konsentris terdalam bagi Politik Luar Negeri Republik
Indonesia sehingga hal ini mengindikasikan adanya hal strategis yang
dikandung oleh kawasan Asia-Pasifik terhadap pencapaian kepentingan
nasional Indonesia. Disisi lain, dinamika hubungan Indonesia dengan
negara-negara yang ada di kawasan Asia-Pasifik turut mempengaruhi
kepentingan strategis yang hendak dicapai sehingga dalam realitasnya,
Indonesia menerapakan berbagai strategi terhadap kawasan Asia-
Pasifik dalam rangka memperbaiki citra dan menjalin hubungan
kerjasama yang berimplikasi pada tercapainya kepentingan nasional
Indonesia. Posisi geopolitik Asia Pasifik dalam tata politik global tidak
hanya sebatas menjadi pendukung semata bahkan secara ekonomi pun
tidak bisa hanya dilihat sebagai pasar saja namun lebih dari itu posisi
Asia Pasifik mempunyai peran yang sangat strategis baik secara politik
maupun ekonomi dengan luas geografis yang dimiliki, kepadatan
penduduk, maupun sumberdaya alam yang dimiliki. Asia Pasifik tidak
hanya dipandang remeh dan sederhana. Terlebih pada saat ini,
pertukaran politik, ekonomi, dan budaya sudah terjadi sedemikian rupa
serta mengalami perubahan yang luar biasa cepatnya. Belakangan ini,
Asia Pasifik menjadi salah satu kawasan yang sangat diperhitungkan
terutama dalam kancah politik-ekonomi bagi kepentingan negara-
negara maju. Kawasan Asia dan Pasifik seolah menjadi satu tarikan
dalam geopolitik dan ekonomi, khususnya dalam perjanjian-perjanjian
bilateral yang kemudian menjadi kebutuhan bersama bagi kawasan
Asia dan Pasifik. Pada tingkat kawasan dunia internasioal, Indonesia
tetap menunjukan komitmennya terhadap kemajuan, perdamaian dan
stabilitas di kawan Asia Tenggara. Indonesia telah berkontribusi aktif
dalam pembentukan Masyarakat ASEAN 2015. Terkait interaksi
dengan mitra wicara, Indonesia terus berupaya untuk memelihara
kesatuan dan sentralitas ASEAN.

C. Politik Luar Negeri Indonesia di Kawasan Pasifik Selatan

Letak geografis Pasifik Selatan, yang demikian luas dan dekat


dengan Republik Indonesia, menjadi dasar tentang pentingnya
memberikan perhatian khusus dalam kebijakan luar negeri Indonesia di
kawasan tersebut. Negara-negara dikawasan ini, umumnya memiliki
jumlah penduduk yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan
Indonesia. Pasifik Selatan meliputi beberapa negara merdeka seperti
Fiji, Kiribati, Nauru, Papua Nugini, Samoa barat, Solomon, Tonga,
Tuvalu, dan Vanuatu juga Negara-negara yang masih berada di bawah
pengawasan Selandia Baru yaitu: Kepulauan Cook dan Nieu, serta
negara-negara koloni misalnya Samoa Amerika (Amerika Serikat),
Polonesia, Kaledonia Baru, Wallis dan Futuna (Perancis), Tokelau
(Selandia Baru) dan Kepulauan Pitcairn (Inggris).37 Regionalisme di
kawasan ini telah memberikan rasa persatuan (sense of unity) yang
berdasarkan pada keterkaitan tradisi, kepentingan, yang selanjutnya
ikut mempengaruhi sudut pandang bersama. Dan karena itu, sangat
penting bagi Republik Indonesia dalam melihat karakteristik Pasifik
Selatan secara umum sebagai pedoman dalam menjalankan Politik Luar
Negeri di kawasan tersebut.

Politik Luar Negeri bebas aktif yang menjadi prinsip politik luar
negeri Indonesia terbukti memberikan sumbangsih yang berharga, baik
dari sisi ekonomi, politik serta stabilitas keamanan nasional. Stabilitas
keamanan adalah suatu kondisi dimana masing-masing Negara

37
J. Kusnanto Anggoro, (1987), Dinamika Politik di Pasific Barat Daya, Analisa,Th,
XVI, NO. 2. Hlm.160
mengharapkan hubungan tanpa kekerasan, tanpa konflik, dan
peperangan dalam setiap penyelesaian masalah yang timbul dari
perbedaan kepentingan nasional masing-masing negara.38 Sejak akhir
tahun 1970-an, pemerintahan Indonesia mulai menyadari arti penting
Pasifik Selatan serta relevansinya dengan pertahanan dan kemananan
nasional. Fakta lain yang tidak dapat dikesampingkan ialah bahwa
beberapa Negara di Kawasan Pasifik Selatan memiliki kesamaan
etnologi dengan penduduk yang berada diwilayah Timur Republik
Indonesia.

Pasifik Selatan terbagi kedalam 3 wilayah budaya, yakni


Mikronesia, Melanesia, dan Polinesia. Khusus untuk wilayah budaya
Melanesia, yang memiliki kesamaan terutama aspek etnologi dengan
penduduk di wilayah timur Indonesia, salah satunya Papua. Dibagian
selatan khatulistiwa, membentang dari arah Barat menuju tengah
Samudera Pasifik, merupakan wilayah budaya Melanesia. Unit-unit
politik yang termasuk didalamnya adalah PNG (tanah 451.710: batas
laut 5,152 km), Kepulauan Solomon (tanah 27,540 km2; batas laut
5,153 km), Vanuatu yang memiliki sekitar 180 pulau (tanah 14,760
km2 ; batas laut 2.528 km), dan Kaledonia Baru (tanah 18,760 km2;
batas laut 2,254 km).39 Negara-negara dari rumpun ini yang cukup aktif
menyuarakan gerakan Persaudaraan Melanesia, yang juga ikut aktif
menyoroti setiap persoalan yang terjadi di Papua dan Timor Leste.
Wacana progresif dari kesadaran regional dikawasan tersebut sudah
digagas sejak tahun 1947 dengan berdirinya Komisi Pasifik Selatan
(South Pasific Commision). Tujuan didirikannya SPC adalah untuk
memulihkan stabilitas di wilayah Pasifik yang mengalami pergolakan
38
Mochtar Mas’oed, Ilmu hubungan internasional : disiplin dan metodologi, Jakarta:LP3ES,
1990.hlm.159
39
Zulkifli, Hamid. Sistem Politik Pasifik Selatan. Jakarta: Pustaka Jaya,1996.hlm.14.
selama Perang Dunia Kedua.40 Pasifik Selatan sesungguhnya
merupakan lingkaran konsentris terdalam bagi RI, karenanya, perhatian
perlu diarahkan semaksimal mungkin terhadap kawasan yang pasca
perang Dunia II ini mengalami perubahan politik cukup signifikan.

Perubahan politik yang dimaksud ialah berlangsungnya proses


dekolonisasi dunia saat itu yang juga berdampak ke kawasan Pasifik
Selatan. Kecuali Perancis, Negara-negara seperti Inggris, Australia, dan
Selandia Baru tidak keberatan melepaskan negara-negara jajahannya
dikawasan tersebut. Beberapa alasan yang mungkin dapat dimengerti
ialah karena negara-negara tersebut bermaksus menunjukan itikad
mereka dalam menjunjung nilai demokrasi. Sejak saat itu, lahir negara-
negara Pasifik yang menginginkan kedaulatan penuh serta anti
kolonialisasi. Sementara itu, perkembangan di Kawasan Pasifik Selatan
mulai menunjukan pergolakan sejak pertengahan 1970-an sampai
dasawarsa 1980-an. Antara lain masalah anti-Nuklir, dekolonisasi
Kaledonia Baru, peningkatan persaingan Negara-negara adikuasa, serta
munculnya sikap anti-Indonesia.41 Keberadaan negara-negara
dikawasan Pasifik Selatan terabaikan oleh Indonesia bukan tanpa
alasan, salah satu alasan mendasar ialah karena umumnya negara-
negara dikawasan Pasifik Selatan baru lahir sebagai negara merdeka
pada dasawarsa 1960-an hingga 1980-an. Ada kedekatan momentum
antara Indonesia yang pada medio 1960-an sibuk melakukan upaya-
upaya diplomatik untuk menyelesaikan persoalan Papua yang
ditangguhkan pasca Konferensi Meja Bundar, sementara Negara-negara
Pasifik Selatan saat itu sedang melepaskan belenggu kolonialisme.

40
Baiq L.S.W. Wardhani, Kajian Asia Pasifik : Politik Regionalisme dan
Perlindungan Manusia di Pasifik Selatan Menghadapi Kepentingan Negara Besar
dan Kejahatan Transnasional, Malang: Intrans Publishing,2015.hlm.109.
41
Zulkifli, Hamid. Sistem Politik Pasifik Selatan. Jakarta: Pustaka Jaya,1996.hlm.14.
Secara diplomatik, hubungan Indonesia dengan negara-negara
di Pasifik Selatan tidak berkembang selaju hubungan Indonesia dengan
negara-negara di kawasan Asia Tenggara, bahkan ASEAN menempati
urutan prioritas tertinggi dalam lingkaran konsentrasi politik luar negeri
Indonesia. Sebagai konsekuensinya, Indonesia berperan aktif dalam
berbagai kegiatan ASEAN, bahkan, karena faktor geografis dan jumlah
penduduknya yang besar, dipandang sebagai “saudara tua” oleh
bebarap anggota ASEAN.

Sejak merdeka, Indonesia tidak pernah memberi perhatian


kepada Pasifik Selatan. Sebagai negara yang lebih mengidentifikasikan
diri sebagai „Negara Lautan Hindia’, perhatian Indonesia ke Lautan
Pasifik hampir terlupakan sekalipun secara geografis Indonesia juga
merupakan bagian dari samudera tersebut. Identifikasi diri ini
berppengaruh pada cara pandang dan sikap Indonesia terhadap kawasan
sekitarnya. Berbeda dengan kawasan Asia Tenggara, kawasan Pasifik
Selatan kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan rakyat
Indonesia. Politik luar negeri Indonesia, setidaknya sampai dengan
tahun 1980-an tidak cukup memberi perhatian yang memadai kepada
wilayah Pasifik Selatan.42 Sebagai akibatnya, Indonesia bukanlah
menjadi mitra bagi negara-negara di kawasan tersebut. Hal ini sangat
ironis mengingat secara geografis Indonesia adalah salah satu negara
tetangga terdekat dari negara-negara dan teritori Oseania. Keadaan
tidak saling mengenal ini dapat merupakam salah satu penyebab dari
berbagai gangguan diplomatik dengan negara-negara tetangga di
Pasifik Selatan. Salah satu gangguan diplomatic yang tidak pernah
diperhitungkan oleh Indonesia adalah „sindrom negara kecil’, seperti

42
Wardhani, Baiq L.S.W. 2015. Kajian Asia Pasifik. Malang: Instrans Publishing
yang ditampakkan pada siding Umum PBB pada akhir tahun 1970-an
dengan dikejutkannya Indonesia dalam Sidang Dewan Keamanan PBB,
yang merugikan Indonesia.43 Pada saat itu terjadi voting atas tindakan
Indonesia yang melakukan invansi pada Timor Timur yang dianggap
melanggar hukum. Sehingga mengakibatkan banyak negara kecil di
Pasifik Selatan yang tiidak mendukung atau abstain dalam persoalan
integrasi Timor Timur.

Terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab kurangnya


perhatian Indonesia terhadap wilayah Pasifik Selatan. Pertama, secara
geopolitik kawasan Pasifik Selatan terletak di „halaman belakang’
Indonesia, sehingga tidak banyak mendapat perhatian dari pengambil
kebijakan maupun rakyat Indonesia pada umumnya. Dibandingkan
dengan wilayah Asia Tenggara, yang secara geopolitik menjadi
„halaman depan’ negara Indonesia. Kedua, sebagai kelanjutan faktor
pertama, menempatkan Pasifik Selatan bukan sebagai prioritas
Indonesia dalam melakukan hubungan diplomatic. Menuruut Garis-
garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pernah dimilki Indonesia,
Pasifik Selatan menempati urutan kedua dalam prioritas politik luar
negeri Indonesia, dan menempatkan Asia Tenggara (ASEAN) dalam
lingkaran konsentris pertama. Perhatian Indonesia pada kawasan
Pasifik Selatan sangatlah kecil dibandingkan dengan perhatian kepada
Asia Tenggara.

Perhatian Indonesia ke Pasifik sangat timpang dibandingkan ke


ASEAN, yang akhirnya ditetapkan sebagai cornerstone pelaksanaan
politik luar negeri Indonesia selama berpuluh-puluh tahun. Ketiga,
wilayah Oseania memiliki kemampuan ekonomi yang kecil, sehingga

43
Ibid
hampir tidak ada keuntungan yang bisa diperoleh Indonesia jika
bekerjasama dengan negara-negara di wilayah tersebut, walaupun
sebenarnya negara-negara Pasifik memiliki Zona Ekonomi Eksklusif
yang sangat luas yang memungkinkan negara-negara tersebut menggali
sumber-sumber kekayaan lautnya. Selain kemampuan ekonominya
yang kecil, berbagai kendala yang dihadapi negara-negara kepulauan di
Pasifik menjadi penghambat pula bagi pengembangan lebih jauh
hubungan yang saling menguntungkan antara Indonesia dengan negara-
negara kawasan. Akan tetapi bagi Indonesia, wilayah Pasifik Selatan
akan selamanya penting karena letak geografis merupakan sesuatu yang
tidak mungkin berubah.

Sekalipun menempati prioritas kedua dalam lingkaran


konsentris politik luar negeri Indonesia, hal tersebut tidak berarti bahwa
Pasifik Selatan tidak penting. Bagi Indonesia, wilayah Oseania serta
negara-negara yang terdapat didalamnya, kedekatan wilayah Indonesia
dengan kawasan tersebut berarti terdapat kesamaan masalah diantara
keduanya.44 Misalnya, dalam memperjuangkan hukum laut, Indonesia
berjuang bersama Fiji untuk diakuinya konsep negara kepulauan
(konsep wawasan nusantara). Sebaliknya, terdapat pula negara yang
memperlihatkan sikap anti-Indonesia seperti yang ditunjukan oleh
Vanuatu yang selalu menyuarakan hal-hal negatif di forum
Internasional, terutama yang berkaitan dengan wilayah-wilayah yang
bermasalah, seperti Papua dan Tiimor Timur.

Hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik Barat Daya


sangatlah terbatas. Hubungan lebih erat terjalin pada masa Orde Baru.
Kawasan Pasifik menempati urutan kedua dalam skala prioritas

44
Ibid
diplomasi Indonesia. Namun kenyataannya Indonesia tidak benar-benar
serius dalam implementasi kebijakannya diwilayah ini. Secara
ekonomis memang negara-negara yang berada diwilayah ini tidak
menguntungkan. Akibat arah kebijakan luar negeri yang salah di masa
lalu, hubungan dengan kawasan ini sangat rendah. Hal ini terlihat dari
sedikitnya jumlah kunjungan ke wilayah ini, kecuali dengan Papua
Nugini. Sejauh ini, Indonesia hanya bisa mempertahankan hubungan
baiknya dengan negara-negara tersebut tanpa bermaksud
meningkatkannya. Sikap ppasif ini tidak bisa diharapkan membantu
peningkatan signifikan posisi Indonesia di kawasan itu.

Kerjasama Pembangunan kapasitas (Capacity Building) maupun


bantuan peralatan juga dilakukan melalui kerjasama Selatan-Selatan
dan Triangular. Posisi negara-negara di kawasan Pasifik Selatan sangat
penting bagi kebijakan politik luar negeri Indonesia. Jika dilihat dari
letak geografis, Indonesia juga bisa berperan sebagai pintu gerbang
bagi produk negara-negara di kawasan Pasifik Selatan untuk masuk ke
pasar negara-negara anggota ASEAN. Sekalipun Indonesia pada tahap
tertentu terlihat berhasil menjalin hubungan baik dengean negara-
negara diwilayah Pasifik Selatan, Indonesia masih harus bekarja keras
untuk membina lebih baik lagi hubungan dengan negara-negara dan
juga aktif dalam forum-forum di wilayah tersebut. Diplomasi Indonesia
aktif pada Southwest Pacific Dialogue (SwPD), Pacific Island Forum
(PIF), Melanesian Spearhead Group (MSG), dan Pacific Island
Development Forum (PIDF).

Dari beberapa forum diatas, salah satu organisasi antar


pemerintah di tingkat regional yang menjadi salah satu pokok utama
pembahasan di Indonesia belakangan ini adalah Melanesian Spearhead
Group, yang keanggotaannya terdiri dari negara-negara Melanesia,
yaitu Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Vanuatu, dan the Kanak
and Socialist National Liberation Front of New Caledonia. Peluang
kerjasama Indonesia dan negara-negara anggota Melanesian Spearhead
Group itu tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi dan perdagangan.
Kerjasama di bidang mitigasi bencana akibat dampak perubahan iklim
dan peningkatan kesejahteraan rakyat sangat terbuka. Namun di atas
semua peluang memperkuat hubungan dan kerjasama bilateral dan
multilateral, wakil Menteri luar negeri A.M.Fachir mengatakan bahwa
kesepakatan pembentukan Melanesian Spearhead Group tahun 2007 di
mana para anggota sepenuhnya menghormati prinsip-prinsip hukum
internasional yang mengatur hubungan antar bangsa. Diantara prinsip-
prinsip yang mutlak tersebut adalah prinsip kedaulatan, kesetaraan
kemerdekaan bagi seluruh bangsa, dan tidak ikut campur dalam urusan
dalam negeri negara-negaranya.45

Berbicara mengenai persoalan yang pernah dihadapi, salah satu


persoalan yang dihadapi Indonesia pada masa lalu adalah persoalan
citra Indonesia yang selalu negatif dikalangan mereka. Berbagai
petualangan politik Indonesia di masa lampau menyisakan bayangan
buruk tentang Indonesia yang di nilai agresif. Negara-negara di
kawasan Pasifik Selatan, terutama ras Melanesia dan Polinesia sedang
mengalami proses pencarian jati diri. Bangsa Melanesi memiliki dasar
persatuan yang kuat, yang disebut Melanesian Brotherhood.46 Adanya
isu etnologis sering dijadikan alat oleh negara-negara Pasifik Selatan
dalam menyoroti masalah kebijakan Indonesia atas Papua. Hal tersebut

45
Memperkuat Kehadiran Indonesia di Pasifik Selatan
http://m.antaranews.com/berita/552083/memperkuat-kehadiran-indonesia-di-pasifik-
selatan , di akses pada 6 November 2016, 09.30 WIB.
46
Ibid
menyebabkan negara-negara Pasifik Selatan menyebut Indonesia
sebagai negara “asing” yang patut untuk dicurigai. Selain itu, mereka
juga kerap meyuarakan “Persaudaraan Melanesia” dan mengarah pada
keinginan untuk membentuk suatu Federasi Bangsa Melanesia, yang
Irian Barat (Papua) termasuk didalamnya. Federasi yang dimaksud
tidak lain ialah pendirian Melanesian Spreadhead Group (MSG).

Politik luar negeri Indonesia di kawasan Pasifik Selatan di era


Joko Widodo berbeda dengan era Susilo Bambang Yudhoyono.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia akan terus berlandaskan
prinsip bebas aktif. Segala kebijakan luar negeri Indonesia pada
dasarnya diabdikan untuk kepentingan nasional Indonesia, seperti era
Susilo Bambang Yudhoyono yang memiliki peran penting dalam
pelaksanaan politik luar negeri terhadap ASEAN. Perhatian yang lebih
terhadap kawasan Asia Tenggara, menyebabkan minimnya perhatian
kepada wilayah Pasifik Selatan yang secara geografis juga merupakan
lingkaran konsentris politik luar negeri Indonesia. Berbeda dengan era
Joko Widodo, dimana hal ini sangat terlihat ketika Indonesia mulai
aktif untuk terlibat di dalam forum Pasifik Selatan. Era pemerintahan
Joko Widodo sangat gencar untuk merangkul masyarakat ras
Melanesiia di wilayah Timur Indonesia. Hal ini terlihat dari awal
kampanye Joko Widodo (sebelum terpilih menjadi Presiden) yang di
lakukan di Papua. Joko Widodo berjanji untuk membangun
infrastruktur yang lebih baik di wilayah Papua, yang sebelumnya tidak
terlalu menjadi pusat pembangunan.

Setelah terpilihnya Joko Widodo dan Yusuf Kalla pada tahun


2014 sebagai Presiden dan Wakil Presiden ke-7 Republik Indonesia,
kabinet kerja Indonesia mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Hal ini terlihat dengan bergabungnya Yohana Imbise, selaku putra
daerah Papua, yang menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia. Hal ini terlihat berbeda
karena sebelumnya putra daerah Papua sangat minim terlibat di dalam
kabinet kerja Indonesia. Berkaitan dengan forum Melanesian
Spreadhead Group, pada tahun 2015 status Indonesia naik menjadi
associate member, yang awalnya adalah sebagai observer sejak tahun
2011. Dengan adanya peningkatan status ini, terlihat bahwa Indonesia
mulai serius dalam menjalankan politik luar negeri di kawasan Pasifik
Selatan. Penulis melihat bahwa sebelum naiknya Joko Widodo menjadi
Presiden, Pasifik Selatan memang sudah menjadi incaran untuk
melebarkan sayap dalam berpolitik luar negeri. Bagaimana tidak,
pasalnya pemerintahan sebelumnya tidak berfokus pada Pasifik Selatan
yang sebenarnya mempunya pengaruh yang kuat terhadap
permasalahan kemerdekaan Papua.

Masalah Papua menjadi tajuk utama politik luar negeri


Indonesia dengan negara-negara di kawasan Pasifik Selatan. Sebagai
negara-negara yang terletak digugusan kepulauan pasifik yang
umumnya terdiri dari negara-negara kecil. Namun yang menjadi
persoalan ialah dukungan moralnya terhadap para separatis pendukung
kemerdekaan Papua atau organisasi-organisasi semacamnya yang akan
mengancam keutuhan NKRI. Namun reaksi dan cara pandang dalam
negeri menyikapi isu Papua tidaklah seramai isu yang mengemuka
dikawasan Pasifik Selatan saat itu. Mengedepankan ras sebagai konteks
yang menjadi salah satu isu mereka tentang Irian Barat sebagai
persaudaraan melanesia karena umumnya Beberapa Negara dikawasan
tersebut tidak melihat pada perjalanan sejarah Indonesia. Gerakan atau
protes-protes mereka hanya didasarkan pada asumsi bahwa Indonesia
sedang memprakarsai suatu ekspansi terhadap negara-negara di timur
Papua pasca Perpera. Selain itu, fakta lain yang menguatkan ialah
bahwa tidak ada satupun negara bangsa didunia yang benar-benar
homogen.
BAB III

FORUM SUB-REGIONAL PASIFIK SELATAN:

MELANESIAN SPEARHEAD GROUP (MSG)

Pada bab ini, penulis akan menjelaskan secara rinci mengenai


Melanesian Spearhead Group. Penulis akan menjabarkan dari
terbentuknya Melanesian Spearhead Group, tujuan, implementasi dan
keperluan Melanesian Spearhead Group terhadap Indonesia serta
kelompok pendukung yang mengatasnamakan kemerdekaan Papua
yaitu United Liberation Movement of West Papua (ULMWP). Pada bab
ini juga penulis menyinggung mengenai keberpihakkan negara-negara
anggota Melanesian Spearhead Group terhadap kelompok separatis
Papua.

Sumber: http://www.kompasiana.com/armordecosmos/kisah-mesra-melanesian-
spearhead-group-dan-indonesia_5529ac03f17e615516d623cf

Wilayah Pasifik merupakan wilayah yang cukup strategis dalam


kaitannya dengan politik luar negeri Indonesia. Salah satu kepentingan
utama Indonesia dalam menjaga hubungan dengan negara-negara
Pasifik adalah untuk menjaga stabilitas nasional dan regional Pasifik.
Dalam beberapa tahun terakhir lingkungan politik internasional
kawasan Melanesia telah mengalami perubahan yang cukup besar.
Kawasan Pasifik Selatan sendiri didiami oleh tiga budaya besar, yaitu
Melanesia, Polinesia dan Mikronesia. Pengaruh budaya Melanesia
terlihat dalam hubungan antara budaya dan kepemimpinan, konstitusi,
dan pemerintahan, dan juga hubungan internasional. Melanesia
merupakan gugus kepulauan yang memanjang dari Maluku lalu ke
timur sampai Pasifik bagian barat, serta utara dan timur laut Australia.
Indonesia memiliki 3 wilayah yang memilki rumpun Melanesia yaitu
wilayah Papua, Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Dengan adanya
semangat solidaritas etnis yang tinggi dari beberap negara ras
Melanesia, kemudian terbentuklah sebuah organisasi antar pemerintah
(intergovernmental organization) yaitu Melanesian Spearhead Group
(MSG).

A. Selayang Pandang Melanesian Spearhead Group (MSG)


1. Sejarah Terbentuknya Melanesian Spearhead Group

Beberapa peristiwa penting mendahului pembentukan


organisasi politik sub-regional the Melanesian Spearhead Group,
antara lain pidato tentang sosialisme Melanesia yang disampaikan di
Canberra pada tahun 1982 dan kemerdekaan Papua Nugini (1975),
Solomon (1978), dan Vanuatu (1980). Pembentukan awal Melanesian
Spearhead Group terjadi pada sebuah pertemuan informal pada tahun
1986 namun mencerminkan sebuah manifestasi penting ideologi
Melanesianisme dalam politik kawasan yang telah cukup lama
berkembang.1 Melanesian Spearhead Group merupakan salah satu dari
tiga kelompok sub-regional di kawasan kepulauan Pasifik, yang terdiri
dari negara-negara Melanesia di Pasifik Barat, yang berdekatan dengan
Australia, yaitu: Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Vanuatu dan
Front de Libération Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS), gerakan
pro-kemerdekaan dari Kaledonia Baru. Kehadiran kelompok politik
seperti FLNKS bukanlah hal biasa dalam Melanesian Spearhead Group
karena FLNKS mencerminkan akar sejarah dan politik Melanesian
Spearhead Group, yaitu negara-negara Melanesia yang baru merdeka
datang bersama-sama dalam semangat solidaritas etnis dan budaya
dengan komitmen tegas untuk bekerja memastikan pembebasan
saudara-saudara Kanaky mereka. Ini adalah salah satu pendorong
utama dari penandatanganan „The Agreed Principles of Co-operation
among Independent States of Melanesia‟ pada tahun 1988.2

Melanesian Spearhead Group didirikan di Port Vila pada 14


Maret 1988 oleh kepala pemerintahan masing-masing negara Melanesia
dan pemimpin FLNKS. Pada tahun 2007, Melanesian Spearhead
Group diakui sebagai lembaga formal yang diakui dalam hukum
internasional dan pada tahun 2008 Melanesian Spearhead Group
mendirikan sekretariat di Port Vila, Vanuatu. Kelahiran Melanesian
Spearhead Group merupakan organisasi regional terbaru di Pasifik
Selatan yang telah mewarnai arsitektur baru dalam regionalisme di
wilayah tersebut. Terdapat delapan organisasi regional utama di Pasifik

1
„MSG: trading on political capital and Melanesian solidarity’, Pacific Institute of
Public Policy, Briefing Paper 2(2008), 2, dalam
http://www.sastrapapua.com/2016/02/melanesia-sejarah-dan-politik-sebuah_7.html
diakses pada 9 Agustus 2016, pukul 14.07 WIB
2
https://bennyw10.wordpress.com/2016/07/14/apa-itu-melanesia-spearhead-group-
msg-dan-apa-saja-yang-dilakukan-msg/ diakses pada 8 Agustus 2016, pukul 13.35
WIB
Selatan, yaitu The Pacific Islands Forum (PIF), the Forum Fisheries
Agency (FFA), the Secretariat of the Pacific Community (SPC), the
South Pacific Applied Geoscience Commission (SOPAC), the
University of the Pacific (USP), the South Pacific Tourism
Organization (SPTO), dan the Pacific Island Development Programme
(PIDP). Sedangkan Melanesian Spearhead Group tidak pernah
disebut-sebut sebagai salah satu organisasi regional di kawasan Pasifik
Selatan karena pada awalnya Melanesian Spearhead Group hanyalah
organisasi informal dari sejumlah negara di sub-kawasan Melanesia
yang berdiri pada tahun 1988. Pada tahun 2008, Melanesian Spearhead
Group secara resmi diakui keberadaannya secara hukum internasional.3

Tidak seperti organisasi-organisasi regionalisme yang


berkembang dikawasan-kawasan lain, sejarah regionalisme di Pasifik
Selatan ditandai dengan beberapa hal. Pertama, regionalisme di
kawasan tersebut diwarnai oleh nuansa identitas dan rivalitas yang
kuat, bahkan mendominasi hubungan intra sub-kawasan, yaitu antara
Melanesia, Polynesia dan Micronesia. Kedua, kerjasama regional yang
dibangun tidaklah terlalu berkaitan dengan pendekatan market-sharing
sebagaimana yang dialami oleh kebanyakan negara (perdagangan
bebas, kebapean, pengembangan sektor perbankan, perencanaan
industri). Pendekatan yang digunakan dalam menginisiasi kerjasama
lebih didorong oleh factor ketersebaran geografis, keterpencilan,
ketidakberdayaan ekonomi, dan kurangnya sumber daya. Inilah yang
menjadi isu keamanan fundamental di Pasifik Selatan, bukan musuh
eksternal (serangan dari negara lain) dan persoalan yang berkaitan
dengan batas wilayah teritorial. Ketiga, kerjasama regional di Pasifik

3
Baiq L.S.W. Wardhani. Quo Vadis Melanesian Spearhead Group?. Departemen
Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga. Global & Strategis, Th. 9, No.2
Selatan secara fungsional dibentuk untuk “amplifying their voice”.
Sebagai akibat dari faktor-faktor yang telah disebutkan diatas
(ketersebaran geografis, keterpencilan, ketidakberdayaan ekonomi, dan
kurangnya sumber daya), negara-negara di Pasifik Selatan hampir tidak
pernah diperhatikan oleh dunia internasional. Keempat, masih berkaitan
dengan faktor ketiga, bahwa regionalisme di Pasifik Selatan, di tengan
perbedaan yang ada, memberikan rasa persatuan (sense of unity) yang
berdasarkan pada keterkaitan antara tradisi, kepentingan dan sudut
pandang bersama. Faktor ini menandai pentingnya dipahami ideology
“Pasific Way” yang merefleksikan gaya konsensus non-konfrontasi
dalam melaksanakan diskusi dan mencapai kesepakatan.4

2. Tujuan terbentuknya Melanesian Spearhead Group

Berbagai persoalan keamanan maupun ekonomi yang


berkembang menuntut adanya hubungan kerjasama antara negara
dalam penyelesaiannya, sehingga negara-negara Melanesia berinisiatif
membentuk organisasi subregional sebagai jawaban atas kebutuhan
collective action. Terbentuknya organisasi sub-regional The
Melanesian Spearhead Group tahun 1988 adalah karena dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu faktor tekanan eksternal dan faktor
interdependensi regional. Faktor pertama, yaitu tekanan eksternal yang
dimaksudkan adalah berupa tekanan dari luar kawasan regional
Melanesia yang dapat terlihat melalui adanya pembentukan dan
perkembangan berbagai regionalisme ekonomi di berbagai kawasan.
Hal tersebut menjadi pemicu sehingga adanya keinginan yang kuat atau
faktor diserable yang kemudian menyebabkan negaranegara Melanesia
membentuk organisasi sub-regional ini. Adanya pasar bersama yang

4
Ibid
dibentuk oleh Uni Eropa tahun 1992, yang menjadikan Uni Eropa
sebagai pasar tunggal yang unggul. Kemudian NAFTA dan APEC yang
dibentuk dan mulai berlaku tahun 1994 yang menjadikan terbaginya
blok perdagangan di dunia. Blok perdagangan di dunia seola terpusat
pada tiga kawasan besar Uni Eropa, Amerika Utara dengan adanya
NAFTA, dan Asia Pasifik dengan adanya APEC. Hal ini menyebabkan
negara-negara di berbagai kawasan di dunia pada umumnya dan di
kawasan sub-regional Melanesia pada khususnya juga tergerak
meningkatkan perekonomian regionalnya untuk dapat terlibat dalam
blok perdagangan yang muncul.5

Faktor kedua, yaitu faktor interdependensi regional atau


ketergantungan regional di antara negara-negara anggota Melanesian
Spearhead Group dalam kawasan Melanesia. Interdependensi regional
terjadi karena tingkat kerjasama ekonomi dan perdagangan intra-
regional yang tidak pernah berhenti sejak terbentuknya organisasi sub-
regional ini, bahkan sebelum terbentuknya organisasi sub-regional ini,
hubungan kerjasama ekonomi dan perdagangan di antara negara-negara
sudah terbentuk walaupun volume perdagangannya tidak cukup tinggi.
Adanya hubungan ekonomi perdagangan yang sudah terbentuk ini
menyebabkan negara-negara Melanesia berpikir untuk lebih baik jika
menyatukan ekonomi dan perdagangan dalam sebuah kawasan
bersama. Kemudian organisasi ini muncul, mengikuti perkembangan
global dengan membentuk free trade area pada tahun 1993 dalam
kawasan sub-regionalnya. Berbabagi upaya peningkatan ekonomi pun

5
Zonggonau, Lenie Marlina. 2011.. Pembentukan Kerjasama Sub-Regional the
Melanesian Spearhead Group Tahun 1988Yogyakarta: Jurusan Ilmu Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan
Nasional "Veteran".
dilakukan agar nantinya dapat menembus pasar perdagangan bebas
Asia Pasifik tahun 2020 untuk negara-negara berkembang.6

Dikatakan sebelumnya bahwa kehadiran kelompok politik


seperti FLNKS merupakan hal yang tidak biasa dalam organisasi
regional yang biasanya hanya menerima negara berdaulat sebagai
anggotanya. Bergabungnya kelompok etnis ini mencerminkan akar
sejarah dan politik dari Melanesian Spearhead Group yang di dasari
oleh semangat solidaritas etnis dan budaya dengan komitmen untuk
membantu membebaskan sesama bangsa Melanesia yang diannggap
masih berada dalam kolonialisme. Solidaritas ini menandai pentingnya,
bahkan menjadi motivasi utama penandatanganan „Prinsip Persetujuan
Kerjasama antara negara-negara Melanesia Merdeka’ pada tahun 1988.
Kehadiran Melanesian Spearhead Group menimbulkan pertanyaan
akan tumpang tindihnya organisasi ini dengan PIF karena tiga negara
anggota Melanesian Spearhead Group (Papua Nugini, Solomon Island,
dan Vanuatu) juga merupakan staf di sekretariat PIF dan beberapa
organisasi regional lainnya di kawasan itu.7

Salah satu hal yang khas adalah faktor identitas memberi


pengaruh yang penting dalam perkembangan regionalisme di Pasifik
Selatan. Elemen-elemen identitasnya sepertinya seperti “we feelings”,
persamaan sejarah dan kemiripan sistem nilai dan budaya, dapat
menjadi landasan kuat bagi kemungkinan keberhasilan atau kegagalan
organisasi regional.8 Pasifik Selatan memperlihatkan keberagaman
kultural yang cukup besar. Contohnya, Polinesia tidak hanya

6
Ibid
7
Baiq L.S.W. Wardhani. Quo Vadis Melanesian Spearhead Group?. Departemen Hubungan
Internasional FISIP Universitas Airlangga. Global & Strategis, Th. 9, No.2
8
Ibid
dipisahkan oleh masalah kultural dan perbedaan linguistic tetapi juga
tingkat perkembangan yang berbeda, yang mencerminkan perbedaan
dalam kesempatan proses „westernisasi’. Orang-orang Polynesia (yang
mewakili „the east‟), diidentifikasikan sebagai „the advanced’;
sementara orang-orang Melanesia (yang mewakili „the west‟) acap kali
diidentifikasikan sebagai „the backward‟. Menariknya, Fiji, yang
diklasifikasikan sebagai Melanesian, dipandang sebagai bagian dari the
east, berdasarkan pada organisasi sosial, tingkat pendidikan,
pembangunan politik dan keterkaitan sosialnya dengan Samoa dan
Tonga.9 Seperti yang telah diketahui bahwa Melanesian Spearhead
Group berawal dari visi perjuangan untuk dekolonisasi dan kebebasan
seluruh negara Melanesia. Akan tetapi beberapa wilayah Melanesia
masih di bawah negara lain sehingga memerlukan upaya lebih untuk
membantu mereka memperoleh kemerdekaan. Salah satu upaya
tersebut adalah dengan mengembangkan keterkaitan dan identitas
budaya, politik, sosial dan ekonomi masyakarat Melanesia.

3. Struktur Keanggotaan Melanesian Spearhead Group

Penjelasan mengenai struktur dalam Melanesian Spearhead


Group bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana hak suara
negara-negara anggota memainkan peran penting dalam pengambilan
keputusan karena menganut sistem konsensus. Hal ini dapat
diasosiasikan dengan bagaimana kepentingan negara anggota dan
konstituennya dapat dibawa dalam sistem pengambilan kebijakan.
Melanesian Spearhead Group beroperasi pada lima tingkatan. Dimana
segala aturan sudah tercantum pada The Agreement Establishing the

9
Lawson 2012, 4-5, dalam Baiq L.S.W. Wardhani. Quo Vadis Melanesian Spearhead
Group?. Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga. Global & Strategis,
Th. 9, No.2
Melanesian Spearhead Group (The Melanesian constitution) pasal 8-17
yang ditandatangani oleh kelima anggota pada tahun 2007.
Pengambilan keputusan utama dilakukan melalui Konferensi Tingkat
Tinggi (Leaders‟ Summit) yang diadakan tiap dua tahun sekali dan
secara bergilir dilakukan di negara anggota yang sedang memegang
kepemimpinan. Pertemuan ini merupakan pertemuan tertutup yang
dihadiri oleh kepala pemerintahan atau wakil masing-masing negara
anggota, perwakilan resmi FLNKS, serta organisasi lain yang dapat
diterima dalam Melanesian Spearhead Group. Selain itu, ketua
Melanesian Spearhead Group dapat mengadakan sesi khusus dalam
setiap pertemuan. Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara
konsensus. Keputusan-keputusan tersebut meliputi penerimaan
kebijakan umum Melanesian Spearhead Group, penunjukan Direktur
Jenderal Sekretariat Melanesian Spearhead Group, pembentukan
Komite Menteri jika diperlukan, dan pengesahan atau pengajuan
amandemen perjanjian baik pada tingkat Melanesian Spearhead Group
maupun dengan konstituen.

Perbedaan kriteria, sifat, dan hak-hak pengamat (observer) dan


keanggotaan asosiasi (associate member) tidak terlalu terpaut jauh.
Negara pengamat hanya berhak mengikuti pertemuan jika mendapat
undangan dari Melanesian Spearhead Group. Namun, negara
keanggotaan asosiasi memiliki sedikit keistimewaan yaitu berhak
meminta untuk diundang. Negara dalam keanggotaan asosiasi juga
memiliki kewajiban untuk memberi kontribusi tahunan atau membayar
iuran seuasi dengan jumlah yang disepakati. Kewajiban memberi
kontribusi tahunan ini menyerupai kewajiban negara anggota. Dari
perbedaan ini tampak bahwa Indonesia dapat memainkan hak dan
kewajibannya seiring dengan perubahan status keanggotaan dalam
Melanesian Spearhead Group. Indonesia memiliki keistimewaan jika
dibandingkan dengan posisi ULMWP sebagai negara pengamat.10

Pertemuan pada tingkat ke-2 merupakan Pertemuan Tingkat


Menteri Luar Negeri (Foreign Ministers‟ Meeting). Pertemuan yang
diadakan tiap tahun ini bertanggung jawab pada penentuan kebijakan
umum serta persetujuan anggaran tahunan Melanesian Spearhead
Group. Selain itu, pertemuan ini juga berfungsi sebagai pendorong
proposal amandemen setiap aturan dan prosedur administratif, serta
konstituen. Amandemen hanya boleh diajukan oleh negara-negara
anggota Melanesian Spearhead Group. Keputusan juga diambil melalui
konsensus tetapi pada antar sesi pemimpin mempunyai otoritas untuk
mengambil keputusan atas nama anggota terhadap kebijakan mendesak
setelah berkonsultasi dengan anggota Melanesian Spearhead Group.
Segala hal yang dilakukan pada Pertemuan Tingkat Menteri Luar
Negeri akan dilaporkan pada Konferensi Tingkat Tinggi.

Selanjutnya, terdapat Pertemuan Pejabat Senior (Senior


Officials‟ Meeting). Pertemuan ini juga diadakan tahunan bersamaan
dengan Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri atau ketika diminta
oleh pemimpin Melanesian Spearhead Group. Tujuan diadakannya
pertemuan ini adalah untuk memberikan arahan kebijakan pada
Sekretariat Melanesian Spearhead Group, membuat laporan, serta
rekomendasi kebijakan pada para pemimpin. Laporan dari pertemuan
ini disampaikan pada Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri.
Kemudian adalah Pertemuan Pejabat Perdagangan dan Ekonomi (Trade
and Economic Officials‟ Meeting). Pertemuan ini dapat diadakan
bersamaan dengan pertemuan lain atau secara khusus sesuai dengan
10
Wawancara dengan narasumber bernama rezha Fernando Wanggai, Kementerian Luar
Negeri Indonesia, 29 September 2016
permintaan. Pertemuan ini berperan sebagai pemberian saran teknis dan
bantuan pada pelaksanaan atau revisi perjajian perdagangan
Melanesian Spearhead Group. Laporan pertemuan ini diberikan pada
Pertemuan Tigkat Pejabat Senior. Misi khusus penanganan sengketa
mungkin didirikan oleh pemimpin Konferensi Tingkat Tinggi untuk
merekonsiliasi konflik yang mungkin terjadi antar nggota Melanesian
Spearhead Group maupun Anggota Melanesian Spearhead Group
dengan pihak lain. Pertemuan tingkat menteri dan subkomite lain juga
mungkin dilakukan sebagai tingkat lain.

Pasca penandatangan The Agreement Establishing the


Melanesian Spearhead Group tahun 2007, Sekretariat Melanesian
Spearhead Group didirikan di Vila dan dibuka pada tahun 2008.
Pendirian Sekretariat Melanesian Spearhead Group dan gaji direktur
jenderal selama tiga tahun awal pembentukan ini mendapat bantuan
dana dari Pemerintahan Cina, Uni Eropa juga menyediakan dana untuk
badan ini.11 Sekretariat Melanesian Spearhead Group dikepalai oleh
seorang direktur jenderal yang bertugas selama tiga tahun dan dipilih
pada Konferensi Tingkat Tinggi. Badan ini bertanggungjawab pada
administrasi dan menejemen urusan Melanesian Spearhead Group,
pemberi saran kebijakan, serta koordinasi dan bantuan dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan oleh konstituen Melanesian
Spearhead Group.

Pada penjabaran di atas tampak bahwa terdapat ketergantungan


pada kekuatan-kekuatan besar lain yang masih memiliki kepentingan di
rezim kerjasama sub-regional ini. Melanesian Spearhead Group seolah
harus mengesampingkan cita-cita awalnya untuk melepaskan diri dari
11
May, Ronald, The Melanesian Spearhead Group: Testing Pacific Island Solidarity,
Australian Strategic Policy Institute, 8 Februari 2011, Hal. 3
bayang-bayang kekuatan negara besar seperti Australia dan Selandia
Baru pada rezim kerjasama sebelumnya, PIF. Melanesian Spearhead
Group masih membutuhkan sokongan ekonomi dari kekuatan-kekuatan
besar. Hal ini tidak bisa dipungkiri mengingat ekonomi dan
pembangunan masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi negara-
negara di kawasan ini. Dapat dikatakan bahwa ekonomi menjadi salah
satu jalan untuk membuka kerjasama dengan kawasan ini. Hal inilah
yang kemudian bisa dimanfaatkan Indonesia untuk mencapai
kepentingannya. Selain itu, Indonesia juga perlu menjalin kedekatan
dengan negara anggota untuk dapat mendukung kepentingan Indonesia
dengan menggunakan hak suara.

4. Front de Liberation National Kanak et Socialiste


(FLNKS) dan United Liberation Movement of West
Papua (ULMWP) di dalam Melanesian Spearhead
Group (MSG)

Regionalisme di kawasan Pasifik Selatan diwarnai oleh nuansa


identitas dan rivalitas yang kuat. Hal ini mendominasi hubungan intra
sub-kawasan, yaitu antara Melanesia, Polinesia, dan Micronesia.
Keanggotaan organisasi regional yang tidak membedakan status
kemerdekaan menunjukkan ciri non-formal dan relatif egalitarian
dalam diplomasi negara-negara di kawasan ini.12 Hal ini juga tampak
pada keanggotaan FLNKS dalam Melanesia Spearhead Group. Dalam
The Agreed Principle of Co-operation amongst Independent States of
Melanesia tahun 1988 dan The Agreed Principles for Cooperation
tahun 2007, Melanesia Spearhead Group menunjukkan komitmen yang
besar terhadap usaha kemerdekaan seluruh warga Melanesia. Hal

12
Wardhani, Baiq L.S.W., „Quo Vadis Melanesian Spearhead Group?’, hal. 191
tersebut berkaitan dengan tanggung jawab Melanesian Spearhead
Group terhadap implementasi Noumea Accords. Pada 5 Mei 1998,
FLNKS, RCPR sebagai kelompok anti kemerdekaan, dan Pemerintah
Perancis menandatangani Noumea Accords. Hal ini menyepakati
adanya masa transisi selama 15 tahun, peningkatan kewenangan, dan
referendum kemerdekaan yang akan dilakukan setelah tahun 2014.
Terkait usaha tersebut, Sekretariat Melanesian Spearhead Group
mendirikan badan tersendiri yang berfokus pada perkembangan
kemerdekaan Kanak pada tahun 2012. Sekretariat juga memfasilitasi
kunjungan belajar para pemuda dan professional Kanak ke Timor Leste
dalam rangka pembelajaran state-building yang dapat diaplikasikan
pasca merdeka.13

Pengakuan dan dukungan Melanesian Spearhead Group tidak


hanya diwujudkan dengan keanggotaan FLNKS yang pernah mendapat
kesempatan untuk menduduki jabatan sebagai pemimpin Melanesia
Spearhead Group pada Juni 2013 hingga kedudukan itu dipegang oleh
Solomon Island pada 2015. Hal ini lah yang kemudian menjadi faktor
pendorong United Liberal Movement of West Papua (ULMWP) untuk
menggalang dukungan dalam Melanesia Spearhead Group. Kelompok
ini sebelumnya dikenal dengan Aliansi Papua atau West Papuan
National Coalition for Liberation (WPNCL) dan telah mengajukan
keanggotaan Melanesian Spearhead Group pada Leaders‟ Summit Juni
2013 di Noumea. Seluruh anggota Melanesian Spearhead Group
mendukung upaya pengajuan keanggotaan ini. Negara-negara di

13
Forau, P. and T. Newton Cain, 2014, „Peter Forau on Why the Melanesian
Spearhead
Group is a Success’, Devpolicy (daring), 5 Maret, <devpolicy.org/peterforau-
on-why-the-melanesian-spearhead-group-is-a-success-20130305/> , diakses 14
Agustus 2016
kawasan Pasifik menyebut Papua Barat sebagai „country in waiting‟
sejak tahun 1963, satu tahun pasca wilayah ini menjadi bagian dari
wilayah Indonesia. Oleh karenanya, perlawanan untuk memerdekakan
diri dari NKRI masih terus diperjuanagkan..

United Liberal Movement of West Papua (ULMWP) merupakan


gabungan dari tiga kelompok Organisasi Papua Merdeka yang
sebelumnya memperjuangkan kemerdekaannya secara terpisah .
Kelompok ini merupakan kelompok pro kemerdekaan dari Indonesia
yang terbentuk pada Desember 2014 di Vanuatu. Ketiga kelompok itu
adalah Federal Republic of West Papua (NRFPB), National Coalition
for Liberation (WPNCL), dan National Parliament of West Papua
(NPWP). Pembentukan kelompok ini difasilitasi oleh Pemerintah
Vanuatu, The Malvatuamuri Council of Chiefs, The Vanuatu Christian
Council of Churches, dan The Pacific Council of Churches. Beberapa
tokoh penting dalam kelompok ULMWP seperti Octavianus Mote yang
menduduki jabatan sebagai sekretaris jenderal, Benny Wenda, Rex
Rumakiek, Leone Tangahma, dan Jacob Rumbiak sebagai juru bicara.
Benny Wenda merupakan pendiri Free West Papua Campaign (FWPC)
yang didirikan di Oxford, Inggris pada tahun 2004. FWPC sendiri
mendapat dukungan dari sebagian politisi di Inggris.Hal ini juga
dikenal dengan International Parliaments of West Papua. Sebagai
tokoh yang paling berpengaruh, Benny Wenda berperan aktif dalam
upaya penggalangan dukungan internasional terhadap ULMWP.

Adapun tujuan pembentukan ULMWP adalah untuk mendapat


keanggotaan dalam Melanesian Spearhead Group serta
memperjuangkan hak-hak untuk menentukan nasib sendiri, ekonomi,
dan keadilan sosial. ULMWP ingin menunjukkan eksistensi mereka
untuk mengimbangi klaim Indonesia bahwa gerakan Papua Merdeka
merupakan gerakan yang tidak resmi, terpecah belah, dan tidak
merepresentasikan keinginan warga Papua Barat. Dengan menjadi
anggota Melanesian Spearhead Group, ULMWP dapat memanfaatkan
Melanesian Spearhead Group sebagai forum untuk menekan Indonesia
atas kebijakan dan perlakuannya terhadap Papua Barat. ULMWP
mengklaim bahwa Indonesia telah memberikan tekanan politik dan
melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, serta merampas
hak pengelolaan wilayah Papua. Kurangnya pelayanan pendidikan dan
juga kesehatan merupakan salah satu hal yeng mendukung ULMWP
untuk terus memperjuangkan kemerdekaan Papua.

Aliansi Papua belum mendapat kepastian keanggotaan sejak


mengajukan keanggotaan di tahun 2013. Terkait isu pelanggaran HAM,
Indonesia meminta Melanesian Spearhead Group untuk melakukan
observasi lapangan untuk membuktikan adanya pelanggaran HAM di
wiayah tersebut sebelum memutuskan menerima ULMWP. Investigasi
yang dikenal dengan Foreign Ministerial Mission (FMM) dilaksanakan
pada 11-16 Januari 2014 dan tidak berhasil menemukan bukti
pelanggaran hak asasi manusia. Investigasi ini malah berakhir dengan
penandatanganan statement committing antara Delegasi Melanesian
Spearhead Group dan Pemerintahan Indonesia untuk menghormati
kedaulatan, kesatuan dan integritas teritori dan tidak menginterfensi
urusan dalam negeri masing-masing. Indonesia dan Melanesian
Spearhead Group juga menjanjikan kerjasama dalam bidang ketahanan
pangan, perdagangan, pendidikan, pengambilan kebijakan, dan
pertukaran budaya.14

Pada 26 Juni 2014, Melanesian Spearhead Group mengadakan


Special Leader Summit di Port Moresby, yang bertujuan untuk
mempertemukan perwakilan pro-kemerdekaan dan pro-Indonesia.
Perwakilan pro kemerdekaan adalah Jacob Rumbiak, aktifis yang
berbasis di Australia. Sedangkan Franz Albert Joku dan Nick Messet
mewakili pihak pro-Indonesia. Pada pertemuan itu, pemimpin
menyarankan adanya kerjasama bilateral antara Pemerintahan
Indonesia dan ULMWP untuk memiliki kesamaan suara mewakili
masyarakat Papua Barat. Hal ini juga dapat dijadikan jalan dalam hal
pengajuan keanggotaan keduanya di Melanesian Spearhead Group.
Saat itu Melanesian Spearhead Group seolah berkata pada pihak
ULMWP untuk memertimbangkan lagi pengajuan keanggotaannya.
Saat itu ULMWP dan Indonesia masih diterima sebagai anggota
pengamat. ULMWP dianggap sebagai wakil penduduk Indonesia di
luar negeri. Pemimpin Melanesian Spearhead Group berjanji pada
ULMWP untuk terus mengadakan dialog dan kerjasama dengan
Indonesia terkait pemenuhan dan penjaminan penegakan hak asasi
manusia di wilayah Papua Barat.

B. Indonesia dan Negara Anggota Melanesian Spearhead


Group (MSG)

14
Arto Suryodipuro, “Building Relations with Pacific Islands Countries,” The
Jakarta Post (daring), 25 January 2014,<
http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/25/building-relations-with-pacific-
island-
countries.html>, diakses 28 Agustus 2016
Pasifik Selatan merupakan sebuah kawasan yang terletak
diantara tiga benua besar, yaitu Asia di bagian barat, Amerika di bagian
timur, dan Australia di belahan selatan. Wilayahnya membentang
sekitar 16.00 km dri Guam di bagian barat sampai ke Pitcairn di bagian
timur dan membujur sekitar 15.000 km dari selat bering di Utara
sampai ke Antartic Circle di bagian selatan.15 Pasifik Selatan
merupakan kawasan yang dengan luas daratan hanya sekitar 552.000
km2, dengan rasio 54 lautan berbanding 1 dengan daratan. Secara
geografis merupakan kawasan pasifik selatan meliputi luas sekitar 30
juta kilometer persegi di sebelah selatan samudera Pasifik. Oleh karena
itulah kawasan pasifik selatan dapat disebut sebagai “Benua Air”
(Aquatic Continent).16 Pasifik Selatan pada awalnya dihuni oleh
imigran-imigran dari Asia Tenggara dan Asia lainnya kemudian
dikenal sebagai suku bangsa Melanesia, Mikronesia dan Polinesia.
Melanesia, dari gugusan pulau di sebelah utara dan timur laut Australia,
yaitu Papua Nugini, Solomon Islands, Vanuatu, Fiji, dan New
Caledonia. Ciri fisiknya yatu berkulit gelap. Mikronesia terdiri dari 8
negara, yakni Micronesia, Guam, Kiribati, Marshall Islands, Nauru,
Northern Mariana islands, Palau, dan Wake Islands. Ciri fisiknya
adalah berkulit hitam, dan memiliki rambut keriting.17

Polinesia terdiri dari gugusan pulau ditengah dan selatan


samudera hindia seperti Hawaii, New Zaeland, Easter Island. Ciri
fisiknya yakni bertubuh tinggi kekar, tegap, kulit agak cerah dan
rambut lurus. Melanesia, merupakan etnis yang secara demografi

15
Hamid, Zulkifli. (1996). Sistem Politik Pasifik Selatan. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
16
Ibid
17
Hery Saripuddin,dkk. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan
Asia Pasifik & Afrika Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan. (2013).
Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Kawasan Pasifik Selatan: Menimbang Etnis
Melanesia Dalam Diplomasi Indonesia. Jakarta: P3K2 Aspasaf.
banyak berada di pasifik selatan. Negara- negara seperti Fiji, Papua
Nugini, Vanuato, Solomon Islands, Timor Leste, Samoa, dan
Kaledonia Baru merupakan negara-negara yang banyak dihuni oleh ras
melanesia.18 Kawasan Pasifik Selatan memiliki wilayah lautan yang
meliputi 1/3 dari wilayah laut dunia. Terdiri dari pulau-pulau kecil yang
umumnya terpisah satu sama lain dengan jarak yang berjauhan. Kondisi
fisik Pasifik Selatan sangat didominasi oleh lautan. Keadaan pulau-
pulaunya juga sangat rawan terhadap gejala-gejala ala, baik karena
posisinya yang terbuka oleh arus angin dari berbagai arah, abrasi air
laut yang menerpa pantai-pantainya, maupun gempa bumi. Dengan
demikian, lingkungan di kawasan Pasifik Selatan menjadi sangat
berbahaya apabila dijadikan untuk ujicoba senjata nuklir. Demikian
pula bila lautannya dipergunakan sebagai tempat pembuangan sampah
nuklir dan senjata konvensional, karena akan membahayakan bagi
kelangsungan hidup sumber daya alam dan manusia.19

Luas daratan masing-masing negara dan wilayah berbeda.


Terdapat negara atau wilayah yang memiliki lahan yang sangat luas.
Sumber daya alam yang melimpah seperti laut, dan mineral menjadi
potensi yang besar bagi kawasan ini. Namun, perekonomian negara-
negara Pasifik Selatan pada umumnya masih terbatas. Penghasilan
utama yang diandalkan adalah dari sektor-sektor perikanan, perkebunan
kelapa, dan pariwisata. Meskipun beberapa negara di antaranya

18
Ibid
19
Anshari, Yumna Sani. 2016. Hubungan Kerjasama Indonesia dengan Negara-
Negara Pasifik Selatan. Makassar: Departemen Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. (skripsi)
memiliki potensi bahan bahan tambang yang besar, tetapi belum
sepenuhnya dimanfaatkan.20

1. Indonesia - Fiji

Hubungan RI-Fiji secara umum telah berjalan dengan baik dan


memberikan kontribusi positif bagi kerja sama dalam kerangka
bilateral, regional, dan multilateral. Sejak 2011, hubungan bilateral RI-
Fiji menuju tingkatan baru dengan terlaksananya kunjungan PM Frank
Bainimarama ke Indonesia pada 5-6 April 2011, pembukaan Kedutaan
Besar Fiji di Jakarta, dan penandatanganan perjanjian Development
Cooperation Agreement (DCA) pada 27 Mei 2011.

Terselenggaranya kunjungan kenegaraan Presiden RI ke Nadi,


Fiji, 17-20 Juni 2014 yang merupakan kunjungan historis pertama kali
Kepala Pemerintahan Indonesia ke Fiji sekaligus bertepatan dengan
peringatan 40 tahun hubungan diplomatik kedua Negara dan menjadi
Chief Guest dalam Pacific Islands Development Forum (PIDF) Second
Leaders Meeting. Menteri Luar Negeri Indonesia juga telah
melaksanakan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Fiji,
Ratu Inoke Kubuabola dalam rangka kunjungan para Menteri Luar
Negeri dan Wakil Melanesian Spearhead Group (MSG) ke Indonesia
pada 15 Januari 2014.21

Terkait bergabungnya Indonesia dalam Melanesian Spearhead


Group, terbentuk komitmen terhadap kedaulatan dan integritas wilayah
NKRI serta keputusan Fiji untuk tidak mendukung aplikasi

20
Haris, Syamsuddin. 1989. Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jurnal Politik. Jakarta: PT Gramedia.
21
Diplomasi Indonesia 2014. Direktorat Informasi dan Media, Direktorat Jenderal
Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Hal
47.
keanggotaan West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL)
di Melanesian Spearhead Group. Surplus dalam perdagangan bilateral
dengan Fiji, khususnya di sektor non-migas. Peningkatan kerja sama
sosial budaya dan teknik, partisipasi pada program BSBI dan berbagai
pelatihan capacity building di bidang energi mikro-hidro pedesaan
budidaya dan pengolahan pasca-panen (pertanian dan perikanan),
teknologi perikanan, dan penanggulangan bencana.

Pembukaan pusat pelatihan teknologi budidaya dan pengolahan


rumput laut di Desa Mau dan Kerupuk Center di Desa Namotomoto
Fiji. Penyerahan bantuan berupa alat mesin pertanian 10 traktor tangan
pada 15 Maret 2014 (bantuan pertama tahun 2004) dan pengiriman
tenaga ahli penyuluh pertanian. Terkait rencana pendirian Melanesian
Spearhead Group Regional Police Academy (MSG RPA), pemerintah
telah memberikan bantuan senilai USD 500,000 (lima ratus ribu dolar
AS) bagi pembangunan prasarana gedung Melanesian Spearhead
Group Regional Police Academy di Fiji. Bantuan secara resmi
diberikan oleh Sesmenko Polhukam RI kepada PM Fiji di Suva, 8
Januari 2014. Diplomasi Indonesia di Fiji menghadapi kendala terkait
kurangnya konektifitas maupun basis ekonomi kepulauan yang
terbilang kecil sehingga cukup menghambat tumbuhnya minat untuk
menggali peluang, familiaritas dan rasa percaya diri menuju
peningkatan interaksi bisnis maupun people-to-people contacts.22

Prioritas hubungan luar negeri Indonesia setelah kawasan Asia


Tenggara akan merujuk di kawasan pasifik selatan. Dengan adanya
berbagai kunjungan, bantuan teknis dan non teknis, sumbangan alat
penunjang kegiatan ekonomi bisa dijadikan tolak ukur keseriusan

22
Ibid
Indonesia dalam menjalin hubungan dengan Fiji serta negara-negara di
wilayah Pasifik Selatan lainnya.

2. Indonesia - Papua Nugini

Hubungan bilateral RI-PNG hampir tidak pernah mengalami


konflik terbuka yang berdampak serius bagi hubungan bilateral,
meskipun terdapat kelompok pengacau keamanan Indonesia bermarkas
di wilayah Papua Nugini yang sulit dijangkau. Peningkatan hubungan
bilateral RI-PNG sepanjang 2013 telah memberikan bobot strategis dari
hubungan dan kerja sama bilateral, khususnya dalam konteks menjalin
kerja sama ekonomi dan pembangunan yang erat antara kedua negara.

Indonesia dan Papua Nugini mulai menjalin hubungan konsuler


di tahun 1973, yang kemudian ditingkatkan menjadi hubungan
diplomatik setelah Papua Nugini mendapatkan kemerdekaan dari
Australia pada 16 september 1975. Secara umum, hubungan bilateral
Indonesia dan Papua Nugini selama ini telah berjalan dengan baik.
Indonesia menempatkan Papua Nugini sebagai negara yang penting
karena mempunyai perbatasan langsung, secara darat maupun laut.
Papua Nugini juga melihat Indonesia sebagai salah satu negara penting
di kawasan yang dapat membantu Papua Nugini dalam menjalin
hubungan yang lebih erat dengan negara-negara di Asia.23

Di tahun 2013 Perdana Menteri Papua Nugini O’Neill ke


Indonesia untuk melakukan pertemuan bilateral dengan presiden
Sushilo Bambang Yudhoyono. Selain penandatanganan kesepakatan

23
Hery Saripuddin,dkk. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan
Asia Pasifik & Afrika Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan. (2013).
Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Kawasan Pasifik Selatan: Menimbang Etnis
Melanesia Dalam Diplomasi Indonesia. Jakarta: P3K2 Aspasaf.
kemitraan komperehensif, kedua negara juga menandatangani 11 nota
kesepahaman atau MoU. Beberapa bidang yang dilakukan kerejasama
meliputi hukum ekstradisi, batas wilayah, pemuda dan olahraga, energi
dan pariwisata. Dengan disepakatinya kemitraan komperehensif beserta
plan of action implementasinya, kedua negara memiliki peluang untuk
mengembangkan kerjasama yang lebih luas di bidang ekonomi, politik,
dan sosial budaya.24

Beberapa kerjasama yang diutamakan antara Indonesia dan


Papua Nugini meliputi pengelolaan perbatasan, penanganan kejahatan
lintas-negara, pengembangan sumber energi mineral dan minyak,
promosi people-to-people contacts dalam mengeratkan sesame etnis
Melaneisa.25 Berikut adalah poin-poin pertemuan dan kunjungan
masing-masing kedua negara (Indonesia dan Papua Nugini):

1. Pertemuan Tingkat Kepala Negara, Kunjungan kenegaraan


Presiden RI Joko Widodo ke Papua Nugini, pada tanggal 11-12
Mei 2015, Kehadiran pada pelantikan Presiden, RI dan
kunjungan kehormatan PM Hon. Peter O’Neill dengan Presiden
RI Joko Widodo di Jakarta, 21 oktober 2014.
2. Pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri, Pertemuan Menteri
Luar Negeri RI Retno Lestari Marsudi Menteri Luar Negeri
Papua Nugini Hon. Rimbink Pato di sela-sela AMM/ARF/EAS
di Kuala Lumpur, 4 Agustus 2015.
3. Pertemuan Menteri Luar Negeri RI-Menteri Luar Negeri Papua
Nugini di Port Moresby, 11 Mei 2015.

24
Ibid. Hal 21
25
Ibid. Hal 22
4. Pertemuan Menteri Luar Negeri RI-Menteri Luar Negeri Papua
Nugini di sela-sela Konferensi Asia Afrika (KAA) di Jakarta,
19 April 2015.
5. Pertemuan Menteri Luar Negeri RI Retno -Menteri Luar Negeri
Papua Nugini Hon. Rimbink Pato dalam kunjungan kerja
Menteri Luar Negeri RI ke Port Moresby, Papua Nugini, 27
Februari 2015.

Antara Indonesia dan Papua Nugini telah dibicarakan cara dan


upaya untuk lebih meningkatkan kerja sama antara kedua negara dalam
kerangka Kemitraan Strategis yang disetujui di tahun 2013. Hal
tersebut terlihat terutama di bidang kerja sama ekonomi, pemajuan
konektivitas serta hubungan antar masyarakat (people-to-people),
peningkatan manajemen perbatasan serta penguatan kerja sama di
bidang peningkatan kapasitas dan bantuan teknis.

3. Indonesia - Vanuatu

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengakui


kemerdekaan Vanuatu pada tahun 1980, namun hubungan diplomatik
RI-Vanuatu baru terjalin setelah ditandatangani persetujuan pembukaan
hubungan diplomatik pada tahun 1995. Hal penting dalam hubungan
Indonesia-Vanuatu adalah penandatanganan Joint Communique on the
Occasion of the Visit of the Foreign Minister of The Republic of
Vanuatu to Indonesia oleh Menteri Luar Negeri hasan Wirajuda dan
Menteri Luar Negeri Vanuatu Moana Carcasses 9 Maret 2004.26
Hubungan dan kerja sama bilateral kedua negara semakin meningkat.
Sebagaimana ditandai dengan semakin intensifnya saling kunjung pada
tingkat pempimpin dan pejabat tinggi kedua negara, serta dengan
26
Ibid. hal 27
adanya kerangka kerjasama teknis dalam berbagai bidang. Kepentingan
utama Indonesia Sebagai mitra RI dalam mewujudkan kawasan Pasifik
yang bersahabat, Membangun pemahaman antar-bangsa yang lebih
baik Memperluas pasar bagi produk Indonesia. Fokus hubungan RI-
Vanuatu, Kemananan Indonesia (keutuhan NKRI) Perdagangan dan
investasi, serta mengeratkan People-to-people contact (etnis
Melanesia).27

Hubungan kedua negara pada dasarnya telah berjalan baik dan


masih berpotensi untuk terus dikembangkan mengingat berbagai isu
dan tantangan bersama seperti perubahan iklim, bencana alam, energi
dan pembangunan dapat ditangani dengan kerja sama erat kedua negara
baik bilateral maupun regional. Namun Adanya pergantian
pemerintahan di Vanuatu dari Perdana Menteri Sato Kilman ke Perdana
Menteri Moana Carcasses Kalosil pada tanggal 21 Maret 2013 telah
menyebabkan adanya pergeseran kebijakan Pemerintah Vanuatu dalam
melakukan hubungan dengan Indonesia. Dalam Agenda Rencana Aksi
Prioritas 100 hari Pemerintah Vanuatu di bawah Perdana Menteri
Moana Carcasses yang diumumkan pada tanggal 10 April 2013, PM
Carcasses telah menyampaikan rencana dukungan terhadap
keanggotaan WPNCL di Melanesian Spearhead Group (MSG) dan

27
Haidi, dkk. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Asia
Pasifik & Afrika.(2016). Background Information Perkembangan Terkini Hubungan
Bilateral RIVanuatu. Dokumen Kementerian Luar Negeri vol 3, dalam Anshari,
Yumna Sani. 2016. Hubungan Kerjasama Indonesia dengan Negara-Negara Pasifik
Selatan. Makassar: Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. (skripsi)
penghentian Development Cooperation Agreement (DCA) RI-Vanuatu
yang telah ditandatangani pada 20 Desember tahun 2011 di Jakarta.28

Dalam Agenda Rencana Aksi Prioritas 100 hari Pemerintah


Vanuatu di bawah Perdana Menteri Moana Carcasses yang diumumkan
pada tanggal 10 April 2013, PM Moana Carcasses telah menyampaikan
rencana dukungan terhadap keanggotaan WPNCL di Melanesian
Spearhead Group dan penghentian Development Cooperation
Agreement (DCA) RI-Vanuatu. Dukungan Vanuatu terhadap
keanggotaan WPNCL di MSG telah disampaikan oleh Perdana Menteri
Vanuatu pada Pertemuan Tingkat Tinggi Melanesian Spearhead Group
di Noumea, tanggal 20-21 Juni 2013. Upaya Vanuatu tersebut berhasil
digagalkan dalam MSG Leaders’ Meeting di Papua Nugiini pada Juni
2014. Sementara itu, belum terdapat perkembangan lanjutan terkait
wacana penghentian Development Cooperation Agreement (DCA) RI
Vanuatu oleh Pemerintahan. Menlu RI juga telah melaksanakan
pertemuan bilateral dengan Menlu Vanuatu, H.E. Mr. Sato Kilman di
Bali Democracy Forum ke-7, pada 10 Oktober 2014.29

Hubungan ekonomi Indonesia–Vanuatu menjadi urgen dan


strategis apabila hubungan ekonomi tersebut dilihat sebagai pintu
masuk bagi Indonesia ke dalam dialog politik dengan Vanuatu.
Terselenggaranya dialog politik yang positif antara Indonesia dengan
Vanuatu akan mempermudah Indonesia dalam menjalin hubungan
positif dengan negara lain yang tergabung dalam Melanesian
Spearhead Group (Fiji, New Caledonia, Papua New Guinea dan

28
Diplomasi Indonesia 2014. Direktorat Informasi dan Media, Direktorat Jenderal
Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Hal
52.
29
Ibid
Solomon Islands), sehingga selanjutnya memungkinkan dinaikkannya
status keanggotaan Indonesia dalam Melanesian Spearhead Group dari
saat ini sebagai anggota pengamat (observatory member) menjadi
sebagai anggota penuh (sovereign state member).30

Di antara negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group,


Vanuatu termasuk yang paling berpengaruh. Konsep Melanesian
Socialism and Melanesian Solidarity sering disampaikan oleh Perdana
Menteri Vanuatu pertama yaitu Walter Hadye Lini sebagai kampanye
untuk meraih dukungan sesama negara Melanesia agar membantu
orang Kanak di New Caledonia, orang Timor Timur (East Timor) dan
Papua Barat (West Papua) dalam berjuang meraih kemerdekaan.
Ucapannya yang terkenal adalah “Vanuatu will not be free until the
entire region of Melanesia is free”.31

4. Indonesia - Kepulauan Solomon

Kepulauan Solomon merupakan negara sahabat yang selalu


menunjukkan posisi mendukung RI, termasuk dalam fora PBB, MSG,
dan PIF. Selain mendukung masalah Papua sebagai masalah internal
Indonesia, pada tahun 1980-an Kepulauan Solomon juga telah
mendukung RI dalam penanganan terhadap masalah Timor Timur.
Kepulauan Solomon mulai menunjukkan orientasi untuk menerapkan
kebijakan “look north” untuk mengurangi ketergantungan dengan
negara besar di Pasifik Selatan dan mendekatkan diri ke Asia. Namun

30
Munandar, Yusuf. Pentingnya Kerja Sama Ekonomi Indonesia – Vanuatu. Jakarta:
pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan
31
The Melanesian Spearhead Group. (2012). Annual Report 2012. Port Vila: MSG
Secretariat. http://www.msgsec.info/index.php/publicationsdocuments-a-
downloads/annualreports?download=285%3A2012-annual-report. Dalam Munandar,
Yusuf. Pentingnya Kerja Sama Ekonomi Indonesia – Vanuatu. Jakarta: pegawai
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan
dengan karakter mayoritas etnis Melanesia maka mudah terpengaruh
wacana Melanesian brotherhood (pernah mengemuka di parlemen SI
masa konflik antar etnis, 2003). Tahun 2014 menunjukkan peningkatan
dalam hubungan dan kerja sama bilateral RI-Kepulauan Solomon
dengan kunjungan Perdana Menteri Gordon Darcy Lilo ke Indonesia,
4-6 Agustus 2014.

Bagi Indonesia, kunjungan tersebut bermanfaat dalam menjalin


kerja sama ekonomi dan pembangunan yang lebih erat dengan negara-
negara kawasan Pasifik. Namun demikian, hingga saat ini belum ada
perjanjian payung untuk pengembangan kerja sama di berbagai bidang
atau pembentukan forum pertemuan konsultasi/koordinasi
implementasi perjanjian. Menteri Luar Negeri Republik Indonesia juga
telah Melaksanakan pertemuan bilateral dengan Menlu Solomon
Islands, H.E. Clay Forau Soalaoi dalam rangka kunjungan para Menteri
Luar Negeri dan Wakil Melanesian Spearhead Group ke Indonesia
pada 15 Januari 2014.32

C. Negara-Negara Anggota Melanesia Spearhead Group


terhadap Isu Papua Barat dan Pengajuan Keanggotaan
tetap oleh ULMWP
Isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua Barat telah
menyita perhatian dunia. Terdapat anomali dalam stance negara-negara
anggota Melanesian Spearhead Group terhadap isu Papua Barat.
Terdapat perbedaan pendapat dari anggota-anggota Melanesian
Spearhead Group mengenai duukungan terhadap kemerdekaan Papua
Barat. Isu Papua Barat yang marak diperbincangkan ini sering kali

32
Diplomasi Indonesia 2014. Direktorat Informasi dan Media, Direktorat Jenderal
Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Hal
47.
dijadikan ajang menggalang dukungan saat pemilu untuk menarik
simpati rakyat. Mosi tidak percaya terkait isu ini juga menggulinggan
beberapa pejabat politis dari posisi yang diperoleh.33 Pemerintah
Vanuatu menunjukkan dukungan yang besar terhadap upaya masuknya
ULMWP ke dalam Melanesian Spearhead Group. Vanuatu merupakan
pendukung lama kemerdekaan Papua Barat. Hal ini tidak hanya
dilakukan pada level elit tetapi juga pada level akar rumput sejak
kemerdekaan Vanuatu pada tahun 1980. Perdana Menteri Pertama
Vanuatu, Father Walter Lini, pada pidatonya mengatakan bahwa
Vanuatu tidak sepenuhnya merdeka jika bagian lain Melanesia,
khususnya Papua Barat, masih dibawah kekuasaan asing.34 Sejak awal
kemerdekaan Vanuatu, Perdana Menteri Walter Lini telah menjalin
kerjasama dengan beberapa kelompok radikal, bahkan mengiizinkan
negaranya digunakan sebagai basis bagi gerakan separatisme.35
A Vanuatu Free West Papua Association (VFWPA) dibentuk di
Port-Villa pada tahun 2008. Asosiasi ini dibentuk untuk mengadvokasi
perjuangan kemerdekaan dan pemenuhan hak asasi manusia di Papua
Barat. Asosiasi ini beranggotakan perwakilan dari beberapa Lembaga
Swadaya Masyarakat, pemerintahan, Institusi kebudayaan, The
Vanuatu Council of Church, dan The Vanuatu National Council of
Chiefs. Tidak hanya itu, Parlemen Vanuatu, dengan persetujuan
Perdana Menteri dan pemimpin oposisi, menyetujui Watok Blong Yumi
Bill pada tahun 2010 yang berasal dari petisi rakyat untuk mendukung
Papua Barat dalam memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri. Hal
ini digunakan untuk membentuk kebijakan spesifik terkait Papua Barat

34
Elmslie, Jim, „Indonesian Diplomatic Manuvering in Melanesia: Challenges and
Opportunities‟ dalam Azizian, Rouben (eds.), Regionalism, Security & Cooperation in
Oceania, Asia-Pacific Center for Security Studies, Honolulu, 2015, hal. 99
35
Wardhani, Baiq L.S.W., „Quo Vadis Melanesian Spearhead Group?’, Hal. 196
dan menjadi landasan Vanuatu dalam mendukung keanggotaan
ULMWP di Melanesian Spearhead Group. Vanuatu pernah memiliki
kedekatan dengan Indonesia pada masa kepemimpinan Perdana
Menteri Sato Kilman, dimana pada masa itu Indonesia berhasil masuk
sebagai observer di Melanesian Spearhead Group. Akibat memiliki
kedekatan dengan Indonesia, Sato Kilman kemudian diberhentikan
pada 21 Maret 2013.
Berbeda dengan masa kepemimpinan Perdana Menteri Moana
Carcasses Kalosil, dimana Vanuatu memberikan dukungan penuh
terhadap WPNCL untuk mengajukan keanggotaan di Melanesian
Spearhead Group. Vanuatu memfasilitasi Andy Ayamiseba dan John
Otto Ondawame, selaku perwakilan dari WPNCL, untuk melakukan
lobi dengan Pemerintah Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Fiji.
Perdana Menteri Kalosil membawa isu ini ke tingkat interasional pada
pertemuan Perserikatan bangsa-Bangsa 28 September 2013, Kalosil
mengajukan pertanyaan, “How can we ignore hundreds of thousands of
West Papuans who have been brutally beaten and murdered?”
Kemudian dalam pidatonya di Komite Hak Asasi Manusia PBB di
Jenewa pada 4 Maret 2014, Carcasses kembali menyuarakan adanya
pelanggaran HAM di Papua Barat dan meminta komite untuk
mengadakan investigasi atas pelanggaran tersebut. Vanuatu juga
menentang misi pencarian bukti oleh FMM karena Vanuatu meyakini
bahwa telah mendapat pengaruh besar dari Pemerintah Indonesia dalam
misi tersebut.
Victor Tutugoro, selaku juru Bicara Front de Liberation National
Kanak et Socialiste, pada pertemuannya di tahun 2016 dengan Pator
Alan Nafuki, pemimpin Vanuatu Free West Papua Association,
menyatakan dukungan penuh pada pengajuan keanggotaan ULMWP di
Melanesian Spearhead Group. FLNKS sebelumnya pernah menolak
keanggotaan WPNCL dan menyarankan adanya penggabungan
gerakan-gerakan pro-kemerdekaan Papua Barat untuk menaikkan posisi
tawar menawar dalam pengajuan keanggotaan di Melanesian
Spearhead Group.
Solomon Island melalu pemerintah merekomendasikan
penunjukkan Special Select Committee untuk melaporkan posisi
Kepulauan Solomon terkait Papua Barat pada tahun 2011. Selanjutnya
pada kunjungan perwakilan WPNCL, Andi Ayamiseba, Dr. Otto
Ondawame, dan Rex Rumakiek April 2013, Perdana Menteri Darcy
Lilo menekankan akan mendukung saudara Melanesia di Papua barat
untuk memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri. Perubahan
berawal dari kunjungan Perdana Menteri Lilo ke Jakarta pada Agustus
2013. Pada kunjungan itu, Pemerintah Kepulauan Solomon menjalin
kerjasama dengan beberapa perusahaan Indonesia. Pada juli 2014,
Kepulauan Solomon dan Indonesia kian meningkatan hubungan
diplomatiknya dengan mendirikan keduataan di wilayah kedua belah
pihak. Kendati dukungan atas kemerdekaan papua barat darang dari
akar rumput, Pemerintah Kepulauan Solomon tidak ingin merusak
kedekatannya dengan Indonesia.
Stance ini kembali bergeser pada masa pemerintahan Perdana
Menteri Manasseh Sogavare. Beliau menyatakan dukungannya
terhadap mosi yang akan diajukan Perdana Menteri Vanuatu pada
Melanesian Spearhead Group Leader Summit 2016 mengenai
peningkatan keanggotaan ULMWP pada Melanesian Spearhead
Group. Sogavare menganggap perlu mengembalikan keputusan kepada
semua anggota Melanesian Spearhead Group karena Indonesia
dianggap tidak menanggapi dengan baik usaha dialog dengan
Melanesian Spearhead Group dan ULMWP.36 Menurut press release
yang dikeluarkan oleh Sekretariat Perdana Menteri kepulauan
Solomon, pemberian keanggotaan penuh ULMWP pada Melanesian
Spearhead Group dapat dijustifikasi dengan pengajuan keanggotaan
Indonesia di Melanesian Spearhead Group hanya ingin melindungi
kepentingan dan tidak serius mengadakan dialok terkait perlindungan
hak asasi manusia di Papua Barat.37
Berbeda dengan keadaan di Vanuatu, Kepulauan Solomon, dan
FLNKS, sebagai pusat Sekretariat Pacific Island Forum, Pemerintah
Fiji tidak terlaku vokal dalam permasalahan Papua Barat. Fiji
cenderung membangun kerjasama dengan Indonesia. Hal ini dibuktikan
dengan pembukaan Kedutaan Besar Fiji di Jakarta pada 2011.
Kedekatan Fiji dengan Indonesia menjadi penting mengingat
ketidakstabilan politik dan ekonomi Fiji pasca penangguhan
keanggotaannya di PIF. Fiji menggantungkan perkembangan
ekonominya melalui forum tandingan Pacific Island Development
Forum (PIDF) yang diinisiasi olehnya pada tahun 2013. PIDF
mendapat dukungan dana dari Cina, Rusia, Kwait, Uni Arab Emirat,
dan Indonesia.
Hal ini tidak berarti Fiji menolak sepenuhnya kehadiran
perwakilan Papua Barat di Melanesian Spearhead Group. Perdana
Menteri Fiji, Frank Bainimarama, yang kala itu menjabat sebagai

36
Free West Papua Campaign, “Solomon Island&Vanuatu Supporting West Papua
for Full Membership of the Melanesian Spearhead Group”, Fre West Papua
Campaign (daring), 12 Mei 2016, <
https://www.freewestpapua.org/2016/05/12/solomon-islands-vanuatu-supporting-
west-papua-for-full-membership-of-the-melanesian-spearhead-group-msg/>, diakses
7 Oktober 2016
37
Mambor, Victor, “MSG Chair Said The MSG‟s Principle is Decolonization of
Melanesia”, Tabloid Jubi (daring), 24 Mei 2016, < http://tabloidjubi.com/eng/msg-
chair-said-the-msgs-principle-is-decolonisation-of-melanesia/ >, diakses 20
September 2016
Kepala Melanesian Spearhead Group menyambut kedatangan wakil
Ketua WPNCL, John Otto Ondawame, dengan antusias di Suva pada
Maret 2013 untuk mengajukan keanggotaan pada Melanesian
Spearhead Group. Perdana Menteri Kalosil dari Vanuatu dalam sebuah
press release menyatakan, “I told him on my intention to push for West
Papua to gain full membership within the Melanesian Spearhead
Group. He said he had nothing against it but cautioned that we should
not overlook Indonesia as a vital trade and development partner, but to
work closely with them.”38 Dari sini dapat dilihat bahwa Fiji memang
tidak menentang ULMWP tetapi juga condong pada Indonesia.
Wawancara dengan beberapa narasumber juga mengindikasikan bahwa
Fiji berkomitmen untuk mendukung posisi Indonesia dengan berbagai
hak yang dimilikinya dalam Melanesian Spearhead Group.
Di sisi lain, dukungan penuh datang dari pihak oposisi pemerintah
dan organisasi akar rumput seperti Fiji Women‟s Crisis Center
(FWCC), Methodist Church, The Pacific Conference of Church, dan
Fiji Women‟s Right Movement (FWRM).39 Pemimpin Oposisi
Pemerintah Fiji tahun 2016, Ro Teimumu Kepa, mendeklarasikan
dukungan penuhnya terhadap pengajuan keanggotaan tetap ULMWP di
Melanesian Spearhead Group. Ro Teimumu menyatakan bahwa
kehadiran Indonesia dalam kawasan hanya untuk melindungi
kepentingannya dan menunjukkan sikap tidak menghargai terhadap
upaya genosida yang terjadi di Papua Barat.40

38
Tarere, W., “Bainimarama has no problem with West Papua in MSG”, Vanuatu
Daily Post (daring), 10 Mei 2013, <http://www.dailypost.vu/content/bainimarama-
has-no-problem-west-papua-msg>, diakses 30 Agustus 2016.
39
Vuibau, T., “Papua Plea”, Fiji Times (daring), 27 Juni 2014, <
http://www.fijitimes.com/story.aspx?id=272664>, diakses 1 September 2016.
40
Radio New Zealand, “Strong Fiji Backing for West Papua-Ro Teimumu” Radio
New Zealand (daring), 13 Juli 2016, <http://www.radionz.co.nz/international/pacific-
Nuansa condong pada Indonesia juga ditunjukkan oleh
Pemerintahan Papua Nugini. Papua Nugini memilih untuk tidak
mendukung Papua Barat. Konsistensi Papua Nugini untuk menghargai
kedaulatan Indonesia merupakan keputusan yang menghendaki sikap
yang sama dari pihak Indonesia. Hal ini menjadi penting terkait
permasalahan gerakan separatism yang dihadapi Papua Nugini di
wilayah Bougenville. Papua Nugini cenderung untuk melakukan
kerjasama pengelolaan perbatasan dengan Indonesia. Selain itu,
narasumber Tagoman memberi tambahan terkait posisi Papua Nugini
bahwasannya negara ini tidak mempermasalahkan terkait status Papua
Barat sebagai wilayah NKRI. Papua Nugini hanya sering menghimbau
Indonesia untuk lebih memperhatikan aspek perlindungan hak asasi
manusia di kawasan tersebut.
Pada saat kepemimpinan Sir Michael Somare, Papua Nugini
berjanji bahwa wilayahnya tidak akan menjadi basis pergerakan
separatism anti Indonesia, mengontrol aktivitas politik dan izin tinggal,
serta akan merepatriasi imigran illegal dan pemimpin gerakan
separatisme.41 Perdana Menteri Somare saat berbincang dengan
Presiden Megawati pada pertemuan APEC di Mexico tahun 2002
menyatakan, “…we don‟t promote, we don‟t support them, we know
West Papua is still an integral part of Republic of Indonesia.”42. Sangat
disayangkan karena hal itu juga mengalami perubahan era
kepemimpinan Perdana Menteri O’Neil. Sehari setelah pengajuan
keanggotaan ULMWP di Melanesian Spearhead Group, 4 Februari

news/308573/strong-fiji-backing-for-west-papua-ro-teimumu>, diakses 30 Agustus


2016
41
Weatherbee, D., „Papua New Guinea‟s Foreign Policy: a bridge to Indonesia
shores‟, Journal Contemporary Southeast Asia, Vol. 4, No.3, Institute of Southeast
Asian Studies (ISEAS), 1982.
42
Wardhani, Baiq L.S.W., Kajian Asia Pasifik, Intrans Publishing, Malang,
September 2015, hal. 192
2015, O’Neil dalam pidatonya menyampaikan, “Sometimes we forget
our own families, our own brothers, especially those in West Papua. I
think as a country the time has come to speak for our people about the
oppression there.” Hal ini menunjukkan sebuah perubahan dan
perbedaan stance Papua Nugini pada era kepemimpinan perdana
menteri terdahulu. Alasan perubahan kebijakan ini dijelaskan oleh R.J
May sebagai sebuah dilema akibat tiga hal. May menyampaikan bahwa
posisi Papua Nugini terkait isu ini terhimpit oleh tiga hal yaitu
komitmen dengan Indonesia untuk melawan peberontak Irian (Papua),
meningkatnya kelompok dalam negeri yang mendukung dan bersimpati
pada kemerdekaan Irian, serta ancaman militer dari pemimpin OPM.43
D. Kepentingan Indonesia di dalam Melanesian Spearhead
Group (MSG)

Sejak awal terlibat di dalam Melanesian Spearhead Group pada


2011, Indonesia, dengan kekayaan penyebaran budaya Melanesia di
lima provinsi, yaitu: Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku
Utara, dan Nusa Tenggara, telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari komunitas ini dan warisan budayanya. Dengan adanya kesamaan
sejarah dan budaya, masyarakat Melanesia di Indonesia yang tersebar
di lima provinsi akan menjadi aset yang luar biasa dalam meningkatkan
hubungan antara Indonesia dan negara-negara anggota lainnya.
Kawasan Pasifik merupakan salah satu prioritas utama bagi Indonesia,
dimana Indonesia ingin melanjutkan keterlibatan positif dengan
membangun konektivitas yang kuat dengan sesama anggota
Melanesian Spearhead Group.

43
R.J May 1986 dalam Wardhani, Baiq L.S.W., Kajian Asia Pasifik, Intrans
Publishing, Malang, September 2015, hal. 192
Hubungan kerja sama antara Indonesia dan Melanesian
Spearhead Group mengalami peningkatan yang sangat signifi kan
dengan adanya kunjungan peningkatan kerja sama ekonomi dan
pembangunan yang dilakukan oleh para Menteri Luar Negeri anggota
Melanesian Spearhead Group ke Jakarta, Jayapura dan Ambon pada
tanggal 11-16 Januari 2014. Kunjungan ini menghasilkan komitmen
penting Indonesia, Fiji, PNG, Solomon Islands dan FLNKS Kaledonia
Baru untuk, antara lain, saling mendukung kedaulatan negara;
meningkatkan kerja sama di berbagai area kepentingan bersama; serta
meningkatkan pertukaran kunjungan pejabat, akademisi, pemuda dan
olahragawan.44

Konsep dasar maritim Indonesia menekankan “konektivitas”


sebagai salah satu pilar. Sebuah konektivitas yang lebih baik akan
membuka peluang yang lebih luas bagi semua orang. Melalui
keanggotaan Indonesia di Melanesian Spearhead Group, konektivitas
antara masyarakat di negara-negara anggota Melanesian Spearhead
Group dan 11 juta orang Melanesia Indonesia akan ditingkatkan. Hal
ini juga akan membuka akses yang lebih besar kepada “253 juta rakyat
Indonesia” yang memiliki potensi sebagai mitra dan juga pasar.
Indonesia berpeluang menjadi pintu gerbang untuk memasuki pasar
ASEAN yang lebih besar, sebuah pasar yang kuat yang terdiri dari 600
juta penduduk, atau setara dengan 9% populasi dunia. Komitmen
Indonesia untuk Melanesian Spearhead Group adalah nyata dan
konkret dengan keinginan untuk mendukung sesama anggota

44
Diplomasi Indonesia 2014. Direktorat Informasi dan Media, Direktorat Jenderal
Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Hal
161.
Melanesian Spearhead Group agar memiliki sebuah keterlibatan yang
kuat dan luas dengan masyarakat internasional. 45

Sebagai salah satu tindak lanjut kesepakatan para menteri yang


merupakan hasil kerja keras diplomasi Indonesia tersebut, untuk
pertama kalinya festival kesenian dan kebudayaan Melanesian Festival
of Arts and Culture, yang diadakan di Papua Nugini pada bulan Juni-
Juli 2014, mengundang Indonesia yang mengikutsertakan sekitar 238
penari, seniman dan delegasi dari Papua, Papua Barat, Maluku dan
Nusa Tenggara Timur. Delegasi yang dihantar oleh Gubernur Papua ini
telah mendapatkan sambutan yang sangat positif dari berbagai pihak.46

Sebagai negara yang berada di antara kawasan Asia Tenggara


dan kawasan Pasifik yang berpenduduk Melanesia, Indonesia perlu
memanfaatkan lokasi strategis tersebut baik secara politik maupun
ekonomi. Hal ini telah mulai dilakukan dengan membantu
mengintegrasikan kawasan Pasifik dengan forum-forum kerja sama
yang lebih luas, melalui inisiatif Pemerintah Indonesia mengundang
Dirjen Melanesian Spearhead Group untuk hadir dalam Pertemuan
Tingkat Menteri APEC di Bali dan dalam Bali Democracy Forum
tahun 2013. Melanjutkan inisiatif tersebut, Dirjen Melanesian
Spearhead Group telah kembali diundang dan menghadiri United
Nations Alliance of Civilizations di Bali pada 29-30 Agustus 2014.47

Salah satu faktor yang bisa menjadi pembenar (justification)


keanggotaan penuh Indonesia dalam Melanesian Spearhead Group

45
Memperkuat Kemitraan dengan The Melanesian Spearhead Group.
http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/219-4-articles-juli-2015/1928-
memperkuat-kemitraan-dengan-the-melanesian-spearhead-group.html, diakses pada
16 Agustus 2016, pukul 11.30 WIB
46
Ibid
47
Ibid
adalah bahwa Indonesia memiliki komunitas Melanesia terbesar jika
dibandingkan komunitas Melanesia di seluruh kawasan Pasifik,
sehingga Indonesia memiliki kedekatan geografi, ras dan budaya
sebagai sesama komunitas Melanesia sehingga sudah seharusnya
Indonesia bergabung dalam Melanesian Spearhead Group sebagai
anggota penuh.

Keanggotaan penuh Indonesia dalam Melanesian Spearhead


Group sangat penting karena dua alasan. Pertama, untuk menjaga
dialog antara masyarakat Papua Barat dengan pemerintah Indonesia
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap
konstruktif dan terarah pada persatuan dan kesatuan Indonesia sesuai
sila ke-3 Pancasila. Kedua, mengubah konsep Melanesian Socialism
and Solidarity dalam Melanesian Spearhead Group terutama
subkonsep dukungan pada kemerdekaan Papua Barat menjadi
dukungan penuh pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat Papua
Barat.

Melanesian Spearhead Group menyebut Papua Barat untuk


merujuk pada wilayah kepulauan Papua yang termasuk dalam wilayah
Indonesia (yang saat ini terdiri dari provinsi Papua Barat dan provinsi
Papua), sementara Papua Timur (East Papua) merujuk pada wilayah
kepulauan Papua yang termasuk dalam wilayah Papua New Guinea.48
Satu persoalan yang melibatkan solidaritas Melanesia yang terbukti
sangat penuh dengan kesulitan adalah menyangkut pesoalan Papua
Barat dan integrasi ke dalam negara Indonesia. Ekspresi nasionalisme
Papua Barat dan perjuangan kemerdekaan Papua Barat melawan

48
Pentingnya Kerjasama Ekonomi Indonesia-
Vanuatu.http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/pentingnya-kerja-sama-ekonomi-
indonesia-%E2%80%93-vanuatuDiakses pada 9 Mei 2016, pukul 11.30 WIB
Indonesia diekspresikan dengan sangat kuat dalam istilah Melanesia.
Oleh karena itu, tradisi-tradisi lokal di Papua Barat telah dimobilisasi
dan diekspresikan di dalam bahasa kebudayaan Melanesia yang baru.
BAB IV

ANALISIS KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA


DALAM MASA PEMERINTAH JOKO WIDODO TERHADAP
MELANESIAN SPEARHEAD GROUP (MSG)

Pada bab IV ini akan mencermati alasan-alasan serta tindakan


yang diambil oleh Indonesia bergabung dengan salah satu forum di
Pasifik Selatan, yaitu Melanesian Spearhead Group berdasarkan hasil
wawancara, kajian, kebijakan, dan perkiraan yang dibahas dalam tesis
ini. Kajian ini tetanam dalam konsep kepentingan Indonesia yang
tercantum dalam kebijakan politik luar negeri. Bab ini akan membahas
strategi Indonesia dalam mengembangkan sayap di wilayah pasifik
selatan dan memperoleh keuntungan yang dibutuhkan untuk
memanfaatkan potensi politik, strategi, dan ekonomi melalui kerjasama
di masa depan.

Dalam menganalisa kebijakan yang diambil oleh pemerintah


Indonesia ini penulis akan menjelaskan berdasar pada kerangka teori
serta konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
mengapa pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk menerima
bantuan dan tawaran kerjasama dari pihak luar untuk menanggulangi
permasalahan ini

A. Pengambilan Kebiijakan oleh Pemerintah Indonesia untuk


bergabung di dalam Melanesian Spearhead Group (MSG)

Dalam pengambilan kebijakan luar negeri, setiap orang


melakukan tindakan berdasarkan pada apa yang diketahui. Setiap
pandangan yang disampaikan oleh seseorang pada suatu situasi
tergantung pada bagaimana ia mendefinisikan situasi itu. Para pembuat
kebijakan dipengaruhi oleh berbagai proses psikologi yang telah
mempengaruhi sebuah prespesi, contohnya untuk merasionalisasikan
tindakan, untuk mempertahankan pendapat sendiri, untuk mengurangi
kecemasan, dan lain-lain. Pada awalnya, nilai dan keyakinan seseorang
dapat membantu orang tersebut dalam menetapkan arah perhatiannya,
yaitu menentukan apa stimulusnya, apa yang dilihat serta apa yang
diperhatikan. Kemudian berdasarkan sikap dan citra yang telah
dipegangnya selama ini, stimulus itu diinterpretasikan. Setiap orang
hanya memperhatikan sebagian saja dari dunia sekitarnya, dan setiap
orang memiliki serangkaian citra yang berbeda-beda untuk
menginterpretasikan informasi yang diperoleh.

Politik luar negeri merupakan refleksi dari realitas yang terjadi


di dalam negeri serta juga dipengaruhi oleh situasi internasional. Hal ini
diperkuat oleh Rosenau yang menjelaskan pengkajian kebijakan luar
negeri suatu negara akan menghadapi situasi yang kompleks meliputi
kebutuhan eksternal dan kehidupan internal.1 Berarti kedua kebutuhan
tersebut sangat mempengaruhi perumusan kebijakan luar negeri.
Adanya faktor internal merupakan tempat pertautan kepentingan
nasional, sedangkan eksternal merupakan tempat dimana negara dapat
mengartikulasikan kepentingan nasional sehingga kepentingan tersebut
dapat tercapai. Setiap negara yang berdaulat memiliki kebijakan yang
mengatur hubungannya dengan dunia internasional, baik dengan negara
maupun komunitas intenasional lainnya. Kebijakan tersebut nerupakan
bagian dari politik luar negeri yang dijalankan negara dan merupakan

1
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
pencerminan dari kepentingan nasionalnya. Indonesia sebagai sebuah
negara berdaulat juga menjalankan politik luar negeri yang senantiasa
berkembang disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri dan
perubahan situasi internasional. Dengan semakin berkembangnya
Indonesia, kebijakan politik luar negeri yang muncul juga semakin
kompleks. Karena bagaimanapun juga dengan perubahan-perubahan
kapabilitas Negara dan stabilitas politik dalam negeri memberikan
pengaruh yang sangat besar demi tercapainya tujuan tersebut. Namun,
terlihat jelas, tidak hanya dipengaruhi oleh dinamika politik domestik,
politik luar negeri Indonesia sekarang ini juga dipengaruhi oleh
fenomena-fenomena yang muncul dalam hubungan internasional.
Untuk itu penulis akan menjabarkan faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi pengambilan kebijakan politik luar negeri Indonesia
untuk berkiprah di wilayah Pasifik Selatan.
Politik luar negeri Indonesia yang tidak terlepas dari pengaruh
beberapa faktor, antara lain posisi geografis yang strategis, yaitu posisi
silang antara dua benua dan dua samudra; potensi sumber daya alam
dan manusia berikut susunan demografi; dan sistem sosial-politik yang
sangat mempengaruhi sikap, cara pandang serta cara memposisikan diri
di panggung internasional. Beberapa faktor yang menjadi dasar
pertimbangan keterlibatan Indonesia di dalam forum pasifik adalah
yang pertama faktor sosial budaya, hal ini terlihat dari persamaan ras
Melanesia yang ada di Indonesia dan juga yang ada di Pasifik. Yang
kedua adalah faktor geografi, dimana selain ASEAN, Indonesia juga
memiliki tetangga yang serupa yang terletak di bagian timur Indonesia.
Kemudian faktor ekonomi dan politik, dimana Indonesia saat ini
sedang menebar bibit untuk dapat di ambil hasilanya dikemudian hari.
Jika dilihat dari sisi ekonomi, tingkat ekonomi Indonesia jelas lebih
tinggi dari pada negara-negara anggota lainnya.Oleh sebab itu, saat ini
Indonesia masih lebih banyak memberi daripada menerima. Berbicara
mengenai politik, Indonesia ingin mejadi negara berpengaruh di
wilayah Pasifik Selatan, seperti Indonesia yang telah berpengaruh di
Asia Tenggara.
Terkait isu-isu yang terjadi di Papua maka Indonesia merasa
untuk meredam isu-isu yang saat ini telah menjadi internasional. Dalam
perkembangannya dari masa ke masa, faktor internal yang terjadi masih
dengan hal yang sama. Penulis melihat bahwa permasalahan yang
sering disuarakan datang dari permasalahan mengenai kelompok
separatis Papua yang ingin memisahkan diri dari NKRI dengan
meyuarakan isu-isu yang telah menjadi isu internasional. Kelompok ini
datang dari dalam wilayah Indonesia, dimana mereka merasa tidak adil
dengan perlakuan pemerintah Indonesia terhadap masyarakat setempat.
Dengan bergabungnya Indonesia di dalam Melanesian
Spearhead Group, kebijakan pemerintah terkait kerjasama luar negeri
di dalam forum internasional dan sub-regional, dapat kita lihat sesuai
dengan penjelasan yang telah penulis uraikan diatas bahwa mengenai
kebijakan politik luar negeri oleh Rosenau yang didasari oleh faktor
internal dan eksternal, dimana dengan bergabungnya Indonesia di
dalam forum Pasifik Selatan ini, pemerintah melalui presiden Joko
Widodo melihat beberapa faktor yang bisa dikembangkan dan juga
menjadi keuntungan bagi Indonesia di kemudian hari.

Keuntungan dengan bergabungnya Indonesia ini terutama pada


kerja sama dibidang ekonomi mengingat nilai perdagangan Indonesia
dengan negara-negara Melanesian Spearhead Group sampai saat ini
cukup besar. Artinya bahwa keterlibatan Indonesia menjadi anggota
Melanesian Spearhead Group dapat membantu untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat di negara-negara pasifik. Selain itu,
keberadaan Indonesia sebagai anggota Melanesian Spearhead Group
ini juga akan mengutungkan dalam membangun hubungan diplomasi,
terutama terkait isu Papua Merdeka. Pemerintah akan lebih mudah
memberikan pemahaman bahwa Indonesia sangat peduli dengan
masyarakat Melanesia, terutama yang ada di Provinsi Papua dan Papua
Barat.

Pemahaman ini tentu dilakukan dalam bentuk pembentukan


kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraaan
masyarakat. Kita pun telah menyadari bahwa sebenarnya masyarakat
Indonesia di Papua dalam keadaan baik-baik saja, masyarakat
menjalankan aktivitasnya secara normal dan kondusif. Roda
pemerintahan dan intervensi kebijakan yang dilakukan pemerintah pun
berjalan lancar. Sehingga ketika ada aksi masyarakat yang
mengatasnamakan rakyat Papua ingin merdeka tentu perlu
dipertanyakan, apakah benar itu sesuai dengan keinginan masyarakat
disana. Untuk itu, tergabungnya Indonesia sebagai anggota Melanesian
Spearhead Group diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan
masyarakat di dunia terutama rakyat Melanesian bahwa Indonsia masih
sangat mampu mengelola konflik rumah tangganya sendiri.

B. Strategi Pendekatan Indonesia di Kawasan Pasifik Selatan

Dalam mencapai kepentingannya, Indonesia tentunya


mengalami dinamika yang beragam dalam hubungan perkembangannya
dengan negara-negara lain dari waktu ke waktu. Regional Pasifik
adalah salah satu regional yang terdekat dan tidak kalah penting dari
ASEAN yang merupakan lingkaran kosentris politik luar negeri
Indonesia. Dimana hal ini mengindikasikan bahwa wilayah pasifik
strategis dalam kaitannya dengan politik luar negeri Indonesia. Faktor
geografis yang dekat menimbulkan keinginan Indonesia dalam menjaga
hubungannya dengan negara-negara di regional dalam kestabilan
regional.

Pemerintah Indonesia melalui presiden Joko Widodo lebih


mempererat hubungan kerjasama dengan negara-negara di Pasifik
sebagai bentuk mempererat hubungan kususnya dalam bidang
Ekonomi, Sosial dan Budaya. Tentunya hal tersebut dilakukan dalam
menjaga hubungan dengan negara-negara di regional Pasifik dengan
menjadi mitra dialog di Pacific Islands Forum . Selain itu, Indonesia
juga mulai melebarkan sayapnya di salah satu forum sub-regional
Melanesian Spearhead Group. Bergabungnya Indonesia ke dalam
Melanesian Spearhead Group tentunya tidak lepas dari keterkaitannya
dengan isu-isu separatis di Papua. Berbagai upaya dilakukan Indonesia
untuk mempertahankan Papua sebagain bagian dari Indonesia. Dilain
sisi, kelompok separatis Papua juga mengupayakan pemisahan diri
sesegera mungkin dari Indonesia. Upaya pemisahan Papua dilakukan
melalui perlawanan di dalam negeri melalui sayap militer gerakan
separatis dan melalui aksi-aksi non kekerasan, melalui jalur politik dan
internasionalisasi isu Papua.

Babak baru internasionalisasi itu dimulai dengan dibukanya


kantor organisasi Free West Papua di Oxfort Inggris pada April 2013;
diikuti pembukaan kantor di Belanda, Australia dan negara Melanesia;
lalu pembukaan kantor ULMWP di Vanuatu dan Solomon Island;
kemudian klaim peresmian kantor ULMWP di Wamena. Semua itu
merupakan bagian dari internasionalisasi isu Papua. Kampanye yang
selalu diangkat adalah pelanggaran HAM, penindasan dan
ketidakadilan yang diderita rakyat Papua. Dan Kemudian dengan terus
mendesakkan referendum penentuan nasib sendiri untuk rakyat Papua.
Internasionalisasi isu Papua adalah upaya untuk mendesakkan
referendum ini. Strategi referendum Papua melalui Dewan PBB itu
terlihat sama seperti strategi pemisahan Timor Timur dari Indonesia.

Bergabungnya Indonesia dengan Melanesian Spearhead Group


bukan tanpa tujuan. Tujuan Indonesia antara lain meliputi keikutsertaan
Indonesia dalam Melanesian Spearhead Group merupakan bagian dari
upaya untuk mereposisi kebijakan luar negeri Indonesia yang selama
ini lebih memberi penekanan kepada negara-negara ASEAN dan negara
Barat, menuju look east policy. Kehadiran Indonesia dalam Melanesian
Spearhead Group merupakan bagian dari upaya untuk medekatakan
diri dengan negara-negara di kawasan Pasifik, dan keikutsertaan
Indonesia sebagai mitra dialog Melanesian Spearhead Group dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan citra Indonesia di dunia
internasional sekaligus dapat dimanfaatkan untuk menggalang
dukungan terhadap Indonesia dalam forum internasional. Ada beberapa
strategi yang digunakan Indonesia untuk melakukan pendekatan di
wilayah Pasifik Selatan, yaitu:

1. Look East Policy

Secara diplomatik hubungan Indonesia dengan negara-negara di


Pasifik Selatan tidak berkembang pesat seperti hubungan Indonesia
dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, bahkan ASEAN
menempati urutan prioritas tertinggi dalam lingkaran konsentrasi
politik luar negeri Indonesia. Hal ini memberikan konsekuensi bagi
Indonesia untuk berperan aktif dalam berbagai kegiatan ASEAN,
bahkan karena faktor geografis dan jumlah penduduknya yang besar,
dipandang sebagai “saudara tua” oleh beberapa anggota ASEAN.

Faktor kesamaan latar belakang dan kesamaan geografis


membuat Indonesia mengkonsiderasi ASEAN sebagai mitranya yang
paling dekat dalam menyusun politik luar negerinya. Namun selain
ASEAN, Indonesia sudah seharusnya turut mengkonsiderasi
keberadaan negara-negara Pasifik. Faktor kedekatan geografis dan letak
antara Indonesia dengan negara-negara Pasifik yang strategis membuat
Indonesia merasa perlu untuk melakukan kerjasama lebih lanjut dengan
negara-negara Pasifik secara regional. Namun, meskipun Indonesia
telah aktif dalam forum-forum regional Pasifik, hubungan antara
Indonesia dengan negara-negara Pasifik secara spesifik tetap
mengalami dinamika naik dan turun. Dinamika ini tidak terlepas dari
fluktuasi politik domestik yang kemudian turut mempengaruhi perilaku
Indonesia di lingkungan bilateral dan regional.

Apabila ditinjau melalui perspektif regional, Ali Alatas, salah


seorang mantan Menteri Luar Negeri Indonesia menyatakan bahwa
kepentingan utama Indonesia dalam berhubungan dengan kawasan
Pasifik adalah untuk menjaga kestabilan Pasifik Selatan dari ancaman
yang mungkin timbul dari kehadiran dua poros besar dunia paska
Perang Dunia II, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet.2 Kestabilan
tersebut penting bagi Indonesia untuk menjaga status quo-nya sebagai
sebuah negara yang baru saja terdekolonisasi dan merdeka. Selain itu,
dibawah kepemimpinan Joko Widodo, Indonesia sangat perlu untuk
menunjukkan eksistensi dan konsistensinya di kawasan Pasifik Selatan

2
Usman, Asnani, 1994. “Indonesia dan Pasifik Selatan”, dalam Bantarto Bandoro
(ed.), Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. Jakarta: CSIS.
dalam menangani masalah-masalah regional. Pertanggungjawaban
tersebut diimplementasikan dalam kerangka persahabatan dan
kerjasama pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya untuk
menciptakan stabilitas dan perdamaian di kawasan Pasifik. Seiring
berjalannya waktu, kawasan Pasifik memiliki dinamika yang cukup
tinggi, baik dalam bidang perekonomian, jasa, ide dan kultur, bahkan
perpolitikan. Kondisi ini tidak dapat dijalankan dengan baik jika tidak
ada rasa kepercayaan dan stabilitas dalam kawasan Pasifik itu sendiri.

Wilayah Pasifik bersifat cukup strategis dalam kaitannya


dengan politik luar negeri yang dijalankan Indonesia. Adanya faktor
kedekatan jarak secara geografis, membuat Indonesia menjaga
hubungan baik dengan negara-negara di Pasifik dengan tujuan utama
menjaga stabilitas keamanan regional dan nasional karena letak
wilayah Pasifik dan Indonesia yang strategis. Dalam usaha mencapai
tujuan tersebut maka dijalankan beberapa kebijakan dalam
meningkatkan hubungan non-politik, sekaligus mendorong peningkatan
people to people interaction (link) sebagai landasan strategis dalam
hubungan baik pada masa mendatang, serta meningkatkan peran dan
kepemimpinan Indonesia dalam berbagai kerjasama bilateral dan
regional untuk mendukung kerjasama multilateral.

Sebagaimana dipahami bahwa sebuah kebijakan politik luar


negeri sebagaimana halnya sebuah produk kebijakan dari sebuah
negara, dirumuskan melalui sebuah mekanisme atau proses sesuai
dengan mekanisme pada pemerintahan tersebut. Indonesia telah
meningkatkan hubungan persahabatan dengan negara-negara kepulauan
Pasifik, dengan kerangka kebijakan “Look East Policy”, dimana
kebijkan ini merupakan komponen strategis dalam kebijakan luar
negeri Indonesia atas forum di wilayah Pasifik Selatan. Hal ini
ditunjukkan melalui peningkan hubungan yang signifikan dengan
negara-negara yang tergabung dalam Melanesian Spearhead Group
(MSG), Pacific Island Forum (PIF), serta Pacific Island Development.
Pentingnya wilayah Pasifik Selatan bagi Indonesia telah dijelaskan di
dalam kerangka look east policy ada masa kepemimpinan Susilo
Bambang Yudhoyono. Wilayah Pasifik Selatan yang selama ini hanya
dilihat sebelah mata, namun seiring dengan berkembangnya Indonesia
sebagai middle power, sudah seharusnya Indonesia sebagai negara
besar meningkatkan engagement. 3

Melihat lebih lanjut mengenai implementasi dari look east


policy, Indonesia telah meningkatkan hubungan persahabatan dengan
negara-negara kepulauan Pasifik, dengan kerangka kebijakan “Look
east Diplomacy”. Hal ini ditunjukkan melalui peningkan hubungan
yang signifikan dengan negara-negara yang tergabung dalam
Melanesian Spearhead Group, Pacific Island Forum, serta Pacific
Island Development. Sebagai negara kepulauan, Indonesia merasa
memiliki kesamaan tantangan dengan negara negara anggota
Melanesian Spearhead Group yaitu bencana alam, perubahan iklim
global, kesejahteraan ekonomi, peningkatan keamanan regional, dan
upaya penanganan kejahatan transnasional. Selama berstatus observer,
Indonesia pernah memberikan dana bantuan pembangunan Regional
Police Academy Melanesian Spearhead Group sebesar USD 500.000
pada Januari 2014. Sampai dengan pertengahan tahun 2016 Indonesia
telah mengadakan 130 kerjasama teknis yang melibatkan 583 peserta

3
Wawancara dengan narasumber Bapak Heri Syarifuddin, selaku Ketua Badan
Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia, 27 September 2016.
dari negara-negara Pasifik.4 Kerjasama teknik ini diwujudkan dalam
program pengembangan kapasitas pada bidang proses pengembangan
produk perikanan,pembuatan kerajinan tangan, kesenian dan budaya
melalui beasiswa seni dan budaya Indonesia (BSBI), diplomatic course,
jurnalisme, dan pelatihan pengembangan sumber daya manusia.

Sebagai negara middle power (kekuatan tengah) dengan


penduduk kurang lebih 250 juta orang, demokrasi terbesar ketiga di
dunia, penduduk Muslim terbesar di dunia, negara terbesar di ASEAN,
anggota G-20, maka Indonesia akan terus memainkan perannya baik di
kawasan maupun di dunia. ASEAN tetap merupakan prioritas politik
luar negeri Indonesia. Indonesia juga menginginkan satu tatanan dunia
yang demokratis, semakin sempitnya gap kemakmuran antar negara,
pergaulan dunia yang saling menghormati dan dunia yang aman dan
stabil. Sesuai dengan mandat Konstitusi, maka Indonesia tetap akan
memberikan kontribusi dan mengambil peran penting dalam menjaga
perdamaian dan keamanan dunia5 Indonesia akan terus memainkan
peran sebagai middle power, dengan menempatkan Perhimpunan
Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN sebagai prioritas politik
luar negeri. Memang benar bahwa corner stone Indonesia adalah
ASEAN, namun tidak boleh dikesampingkan bahwa di wilayah
regional, Indonesia masih memiliki tetangga secara kultural yang dekat
dengan Indonesia.

Faktor kedekatan geografis dan letak antara Indonesia dengan


negara-negara Pasifik yang strategis membuat Indonesia merasa perlu

4
Wawancara dengan narasumber Bapak Adirio Arianto selaku Dosen UPN Veteran
Jakarta, 15 September 2016.
5
Kementerian Luar Negeri Indonesia, Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar
Negeri Indonesia tahun 2015.
untuk melakukan kerjasama lebih lanjut dengan negara-negara Pasifik
secara regional. Namun, meskipun Indonesia telah aktif dalam forum-
forum regional Pasifik, hubungan antara Indonesia dengan negara-
negara Pasifik secara spesifik tetap mengalami dinamika naik dan
turun. Dinamika ini tidak terlepas dari fluktuasi politik domestik yang
kemudian turut mempengaruhi perilaku Indonesia di lingkungan
bilateral dan regional.6 Pasifik Selatan memiliki keterkaitan sejarah dan
budaya dengan Indonesia, dimana kesamaan ras Melanesia yang berada
di wilayah timur Indonesia menjadi identitas khas yang sering
ditonjolkan. Persamaan budaya merupakan salah satu alasan utama
Indonesia untuk memasuki wilayah Pasifik Selatan. Indonesia membuat
terobosan baru dalam membangun hubungan kerjasama antar negara.
Jika kerjasama selama ini lebih fokus dengan negara-negara besar atau
negara Utara, maka kali ini Indonesia merubah arah dengan menjajaki
negara-negara di kawasan Pasifik Selatan. Papua Nugini, Fiji, Vanuatu,
Kepulauan Solomon, dan sejumlah negara pasifik lainnya menjadi
target kerjasama yang hendak dibangkitkan. Salah satu misi yang
dibawa adalah persoalan Papua. Pasifik Selatan menjadi penting ketika
berbicara mengenai Papua.

Untuk memberikan perhatian lebih kepada wilayah Pasifik


Selatan, Indonesia harus mengubah pandangannya dari barat ke timur.
Hal ini dianggap penting untuk menunjang peran aktif Indonesia di
wilayah tersebut. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan kurangnya
perhatian Indonesia terhadap wilayah Pasifik Selatan. Pertama, secara
geopolitik kawasan Pasifik Selatan ini terletak di “halaman belakang”,

6
Wawancara dengan narasumber Bapak Laode Muhammad Fathun selaku Dosen
UPN Veteran Jakarta, 15 September 2016.
sehingga tidak banyak mendapat perhatian dari pengambil kebijakan
maupun rakyat Indonesia pada umumnya. Dibandingkan dengan
wilayah Asia Tenggara, yang secara geopolitik menjadi “halaman
depan” negara Indonesia. Untuk itu, Indonesia harus mengubah
halaman belakang menjadi halaman depan. Kedua, sebagai kelanjutan
faktor pertama, menempatkan Pasifik Selatan bukan sebagai prioritas
Indonesia dalam melakukan hubungan diplomatik. Menurut Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pernah dimiliki Indonesia,
Pasifik Selatan menempati urutan kedua dalam prioritas politik luar
negeri Indonesia. Perhatian Indonesia ke Pasifik Selatan sangat timpang
di bandingkan dengan Asia Pasifik. Ketiga, wilayah Oseania memiliki
kemampuan ekonomi yang kecil, sehingga hampir tidak ada
keuntungan yang diperoleh Indonesia jika bekerjasama dengan
wilayah-wilayah tersebut, walaupun sebenarnya negara-negara Pasifik
memiliki Zona Ekonomi Eksklusif yang sangat luasyang
memungkinkan negara-negara tersebut menggali sumber-sumber
kekayaan lautnya. Selain kemampuan ekonominya yang kecil, berbagai
kendala yang dihadapi negara-negara kepulauan di Pasifik menjadi
penghambat pula bagi pengembangan lebih jauh hubungan yang saling
menguntungkan antara Indonesia dengan negara-negara kawasan.

Sekalipun menempati prioritas kedua dalam lingkaran


konsentris politik luar negeri Indonesia, hal tersebut tidak berarti bahwa
Pasifik Selatan tidak penting bagi Indonesia. Pengembangan kerjasama
sub-regional untuk menjalin hubungan yang lebih erat antara provinsi-
provinsi yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, merupakan
satu dari arah diplomasi ekonomi Indonesia di wilayah timur.7 Dengan
latar belakang dan kesamaan yang dimilki di kawasan sub-regional dan
pergerakan masyarakat yang melintas batas secara intens, kerjasama
sub-regional diperlukan untuk mendorong dan membentuk kawasan
pertumbuhan yang lebih fokus dan terarah.

2. Prosper Thy Neighbour

Peningkatan status Indonesia dari negara berkembang menjadi


middle income country (MIC) dan anggota G-20, membantu Indonesia
berperan dalam berbagai forum internasional guna mencapai target
pembangunan nasional. Salah cara yang ditempuh adalah
memberdayakan peran Indonesia sebagai negara pemberi bantuan
kepada negara berkembang melalui kebijakan Kerja Sama Selatan
Selatan (KSS). Kerja sama SelatanSelatan merupakan kerjasama
pembangunan sesama negara berkembang untuk membangun
kemandirian kolektif yang akan memperkuat posisi negara berkembang
di forum internasional. Melalui KSS negara-negara berkembang
diharapkan dapat saling membantu dan mengurangi ketergantungan
kepada negara maju dalam mengejar ketertinggalannya. Keberlanjutan
kebijakan luar negeri dijalankan dengan merujuk pada amanah
Konstitusi dan cara pandang Indonesia atas posisi dan peran
internasionalnya. Indonesia mengarahkan semua program KSS untuk
kepentingan nasional, yang berdasarkan pertimbangan yang bersifat
ekonomis, politis, dan pencitraan. Dengan menekankan pendekatan
kemitraan melalui cara berbagi pengalaman. Setiap program
peningkatan kapasitas yang diberikan kepada negara penerima

7
Wawancara dengan narasumber Bapak Heri Syarifuddin, selaku Ketua Badan
Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia, 27 September 2016.
hendaknya mampu mengubah persepsi atau kebijakan suatu negara
terhadap Indonesia menjadi semakin positif, menguntungkan bagi
kepentingan nasional Indonesia.

Bantuan Indonesia untuk negara berkembang pada umumnya


diberikan dalam bentuk hibah dan berbagai bentuk pelatihan
diantaranya di bidang pertanian, perikanan, good government serta
UKM dengan mitra negara-negara berkembang di Asia, Afrika dan
Pasifik Selatan. Dengan berperan aktif dalam KSS posisi Indonesia
semakin diperhitungkan di dunia internasional sehingga mempermudah
pencapaian kepentingan nasional. Kebijakan luar negeri merupakan
refleksi dari politik dalam negeri dan bersumber pada kepentingan
nasional. Pemerintah Indonesia mengubah prioritas negara tujuan
penerima bantuan KSS dari Afrika ke Pasifik Selatan karena adanya
kepentingan politik untuk mengatasi isu separatisme Papua dimana
Kawasan Pasifik Selatan merupakan pendukung gerakan separatisme
Papua. Dua organisasi yang sering didekati Organisasi Papua Merdeka
(OPM) untuk mendapatkan dukungan adalah Pasific Island Forum dan
Melanesian Spearhead Group.

Penulis melihat secara komposisi demografis beberapa etnis


dari Indonesia Timur juga merupakan bagian dari Pasifik Selatan.
Gerakan kemerdekaan Papua kerap menjadikan kawasan Pasifik
Selatan sebagai ruang kampanye politik mencari dukungan untuk
memerdekakan Papua dari NKRI. Oleh karena itu sebagai upaya
tandingan Indonesia berupaya menumbuhkan hubungan baik dengan
negara-negara di kawasan tersebut melalui kerja sama yang lebih erat.
Dalam upaya ini program bantuan KSS menjadi andalan diplomasi
Pemerintah Indonesia meraih simpati politik negara-negara di kawasan
Pasifik Selatan. Kemampuan diplomasi Indonesia sangat menentukan
keberhasilan meredam isu Papua merdeka di Pasifik Selatan.
Pemerintah Indonesia harus dapat “mengajak” negaranegara di
kawasan tersebut untuk mendukung NKRI. Internasionalisasi masalah
Papua oleh pihak yang tidak bertanggung jawab diharapkan bisa diatasi
dengan cara menjalin hubungan harmonis dengan negara-negara di
Pasifik Selatan dengan memperluas jejaring friends of Indonesia.
Pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan persahabatan, kerja
sama, dan kemitraan dengan negara-negara di kawasan tersebut untuk
meraih simpati dan kepercayaan pihak pihak yang berlawanan politik.
KSS menjadi alat soft power diplomacy Indonesia yang paling tepat
terhadap kawasan pendukung Papua merdeka tersebut.

3. Regional Power Policy

Indonesia sudah menunjukan diri sebagai regional power, bukan


hanya di Asia Tenggara tetapi juga di Pasifik. Indonesia memperluas
area berkiprahnya di wilayah Pasifik. Indonesia masuk kedalam
Melanesian Spearhead Group sama seperti Australia yang ingin
menjadi regional power. Namun perbedaannya adalah, Indonesia
masuk ke dalam Pasifik Selatan dengan lebih smooth. Australia dan
New Zealand yang memiliki kekuatan regional yang lebih besar dari
Indonesia merupakan salah satu faktor potensial yang bisa menjadi
penghambat Indonesia di wilayah Pasifik. Hal ini akan menjadi
persaingan peran mengingat selama ini Indonesia hanya bermain di
area Asia Tenggara, dan kemudian Indonesia mulai memebranikan diri
untuk menjajal area Pasifik. Bisa dilihat dikemudian hari jika Indonesia
tidak bergerak aktif, maka akan terjadi konflik kepentingan di wilayah
tersebut. Oleh karenanya Indonesia mulai masuk ke wilayah Pasifik
dengan menggunakan look east policy sebagai regional power. Di abad
ke-21, Indonesia terus membuka dan memperluas ruang gerak
diplomasi dengan negara manapun sepanjang mendukung kepentingan
nasional. Hal ini dikenal dengan Politik Luar Negeri ke segala arah (all
direction foreign policy) dan Sejuta kawan, tanpa satupun lawan (a
million friends and zero enemy). Hingga saat ini Indonesia juga terus
melaksanakan politik bebas aktif yang selalu berorientasi pada peluang,
memberikan nilai tambah bagi kepentingan nasional, dan menjadi
bagian dari solusi permasalahan dunia.

Membendung penggalangan dukungan oleh gerakan


separatisme Papua Barat di kawasan Melanesia merupakan salah satu
kepentingan strategis Indonesia untuk mengajukan keanggotaan pada
Melanesian Spearhead Group. Beberapa pernyataan para elit ULMWP
menunjukkan harapan besar agar negara-negara anggota Melanesian
Spearhead Group menjadi pendukung usaha kemerdekaan Papua Barat.
Buku Putih Pertahanan Indonesia tahun 2003 menyadari bahwa aktivis
Papua aktif mencari dan menggalang dukungan internasional melalui
jaringan Melanesian Spearhead Group yang dapat dikatakan memiliki
potensi besar untuk menggalang identitas kolektif diantara bangsa
Melanesia di Pasifik Barat Daya.8 Pemerintahan Papua Nugini
memperlihatkan keberpihakan mereka kepada Indonesia dengan tidak
mendukung Papua Barat. Konsistensi Papua Nugini untuk menghargai
kedaulatan Indonesia merupakan keputusan yang menghendaki sikap
yang sama dari pihak Indonesia. Hal ini menjadi penting terkait
permasalahan gerakan separatism yang dihadapi Papua Nugini di

8
Baiq L.S.W. Wardhani. 2015. Kajian Asia Pasifik : Politik Regionalisme dan
Perlindungan Manusia di Pasifik Selatan Menghadapi Kepentingan Negara Besar
dan Kejahatan Transnasional, Malang: Intrans Publishing
wilayah Bougenville. Papua Nugini cenderung untuk melakukan
kerjasama pengelolaan perbatasan dengan Indonesia.
C. Relationship Indonesia-Melanesia untuk Membangun Papua
dalam Bingkai NKRI

Bergabungnya Indonesia ke dalam Melanesian Spearhead Group


memang sudah menjadi sebuah keharusan, mengingat jumlah
masyarakat Melanesia dengan jumlah terbesar berada di Indonesia.
Status keanggotaan Indonesia sebagai associate member di dalam
Melanesian Spearhead Group berbeda dengan ULMWP yang hanya
sebagai observer. Perbedaan kriteria, sifat, dan hak-hak observer dan
associate member tidak terlalu terpaut jauh. Observer hanya berhak
mengikuti pertemuan jika mendapat undangan dari Melanesian
Spearhead Group. Namun, associate member memiliki sedikit
keistimewaan yaitu berhak meminta untuk diundang. Negara dalam
keanggotaan asosiasi juga memiliki kewajiban untuk memberi
kontribusi tahunan atau membayar iuran seuasi dengan jumlah yang
disepakati. Kewajiban memberi kontribusi tahunan ini menyerupai
kewajiban negara anggota. Dari perbedaan ini tampak bahwa Indonesia
dapat memainkan hak dan kewajibannya seiring dengan perubahan
status keanggotaan dalam Melanesian Spearhead Group. Indonesia
memiliki keistimewaan jika dibandingkan dengan posisi ULMWP
sebagai negara pengamat.9

Tidak dengan mudah Indonesia masuk kedalam forum ini melihat


begitu banyak isu-isu terkait separatism yang disuarakan. Sudah sangat
jelas jika Vanuatu menyuarakan ketidakberpihakannya terhadap
Indonesia dengan selalu mendukung ULMWP untuk terus menindas
9
Wawancara dengan narasumber bernama rezha Fernando Wanggai, Kementerian Luar Negeri
Indonesia, 29 September 2016
Indonesia. Lain halnya dengan Solomon Island yang sesaat berada di
pihak Indonesia dan sesaat kemudian menentang Indonesia. Namun hal
ini tidak menggoyahkan Indonesia di forum Melanesian Spearhead
Group, mengingat ada dua negara besar yaitu Papua Nugini dan Fiji
yang jelas memberikan dukungan penuh kepada Indonesia.

Setelah Papua bergabung dengan Indonesia pada tahun 1969,


Jakarta gencar membangun Nasionalisme di Papua. Sangat
disayangkan, pendekatan yang digunakan bersifat militeristik guna
mewujudkan konsep NKRI sebagai harga mati. Kompleksitas
perdebatan status politik integrasi Papua ke dalam NKRI hingga kini
menjadi perdebatan tanpa ini. Hal inilah yang kemudian memunculkan
berbagai isu-isu domestik yang dipergunakan oleh negara-negara yang
mendukung Papua merdeka untuk kemudian di jadikan isu
internasional. Terkait isu-isu yang selalu dilontarkan oleh Vanuatu dan
Solomon, hal ini memperlihatkan adanya “sindrom negara kecil”.
Negara-negara kecil, sebut saja Vanuatu dan Solomon, ingin mencari
perhatian di dunia Internasional sehingga selalu menyuarakan isu-isu
Papua untuk memojokkan posisi Indonesia. Isu adanya genosida,
perampasan Hak Asasi Manusi (HAM), dan Penentu Pendapat Rakyat
(Pepera) menjadi senjata bagi ULMWP dan juga negara pendukungnya
untuk menghentikan langkah Indonesia di dalam forum Melanesian
Spearhead Group.10

1. Genosida dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)


10
Wawancara dengan narasumber bernama rezha Fernando Wanggai, Kementerian Luar
Negeri Indonesia, 29 September 2016
Genoside dan pelanggran HAM adalah isu terberat yang
dilontarkan kepada Indonesia secara terus menerus yang telah menjadi
isu internasional. Sebagaimana diketahui bahwa Organisasi negara-
negara Melanesia telah memberikan tempat kepada Papua sebagai
peninjau, dan isu pelanggaran HAM di Papua menjadi isu yang menjadi
perjuangan di dunia internasional. Pada titik inilah, diplomasi Pasifik
Selatan dipandang mendesak.

Pemberitaan media kembali diwarnai permasalahan


penangkapan dua jurnalis asing asal Perancis akibat penyalahgunaan
visa. Thomas Dandois dan Valentine Bourrat hanya memiliki visa turis,
namun melakukan kegiatan jurnalis di Wamena, Papua. Pihak
keamanan setempat menyebut keduanya dapat menimbulkan
instabilitas keamanan di Papua. Penangkapan tersebut menimbulkan
reaksi pro dan kontra dari beberapa kalangan. Tuntutan terhadap
pembebasan kedua jurnalis Perancis tersebut tentunya tidak mudah
untuk dipenuhi, karena permasalahan ini bukan hanya menyangkut
persoalan pers. Permasalahan ini menyangkut kepentingan dan
kewenangan negara untuk dapat mengontrol dan memonitor kegiatan-
kegiatan asing yang dianggap dapat mengganggu stabilitas keamanan
nnasional. Kekhawatiran akan adanya indikasi-indikasi untuk
memprovokasi masyarakat Papua dengan pemerintah menjadi deteksi
dini bagi pihak keamanan setempat. Sehingga persatuan dan kesatuan,
serta keutuhan bangsa Indonesia sebagai negara berdaulat tidak akan
mudah dirongrong oleh kepentingan asing.

Pemerintah telah mengedepankan proses hukum yang berlaku,


sehingga pertanyaan-pertanyaan atau rumors yang terkait dengan
jurnalis dari Perancis yang konon katanya identitas keimigrasiannya
ada yang dipertanyakan tersebut dapat dituntaskan jika kasus hukum
dihormati semua pihak, termasuk Kedubes Perancis yang ada di
Jakarta. Karena penulis yakin, jika ada jurnalis dari Indonesia yang
tertangkap di negara lain karena melakukan pelanggaran misalnya pasti
juga akan diproses secara hukum oleh negara tersebut. Perjalanan dua
orang jurnalis dari Perancis tersebut juga diwarnai dengan "beberapa
kebohongan", karena sebenarnya pemerintah Indonesia cukup terbuka
kepada jurnalis asing untuk melakukan peliputan di Papua atau Papua
Barat, asalkan mereka memasuki wilayah tersebut secara "terhormat
dan tidak berbohong" serta tidak melakukan aktivitas apapun kecuali
aktivitas jurnalistik agar tidak dideportasi.

Isu genosida dan HAM menajdi isu utama yang selalu diusung
oleh kelompok-kelompok yang tidak pro pembangunan dengan
Indonesia. Fakta-faktanya adalah tidak benar dan banyak terjadi
manupulasi yang menunjukan bahwa Indonesia telah melakukan hal-
hal tersebut. Kelompok-kelompok separatis sudah terlalu banyak
memberitakan isu-isu kebohongan yang luar biasa dan melakukan
banyak manipulasi.11 Sejumlah organisasi di Papua dan Papua Barat
tampaknya terus menerus melakukan manuver politiknya untuk
menginternasionalisasi masalah Papua dengan menjadikan isu
pelanggaran HAM di Papua Barat dan Papua sebagai isu sentralnya,
walaupun konon kalangan aktivis Papua ini juga tidak dapat
memberikan bukti-bukti yang kuat telah terjadi pelanggaran HAM.
Penulis melihat bahwa bagaimanapun juga, pers di Papua dan Papua
Barat memiliki peran signifikan untuk menjaga perdamaian dan

11
Wawancara dengan Bapak Reza Wirakara, Direktorat Kerjasama Intra Kawasan
Aspasaf, Kasubdi II. Menangani isu-isu kerjasama Indonesia di Kawasan Pasifik
Selatan, terkhusus organisasi sub-regional. 27 September 2016
jalannya pembangunan di Papua, termasuk integrasi Papua dalam
NKRI dengan mengedepankan jurnalisme damai, bukan jurnalisme
kebohongan, agitatif dan provokatif. Aksi dilakukan dalam rangka
mendukung ULMWP masuk menjadi anggota penuh Melanesian
Spearhead Group yang merupakan sebuah forum diplomatik di Pasifik
Selatan.

2. Penentu Pendapat Rakyat (PEPERA)

Wilayah Papua yang kaya akan sumberdaya alam terutama


tambang tidak menjadikan masyarakat lokal Papua memiliki kehidupan
ekonomi yang baik. Masalah ekonomi menjadi salah satu faktor pemicu
bertahannya gerakan separatism di Papua. Kompleksitas permasalahan
di Papua sangat tinggi karena secara nyata daerah tersebut sangat labil
terkena pengaruh negatif akibat perkembangan politik dan keamanan di
dalam negeri. Persoalan di Papua berawal dari adanya kelompok
masyarakat yang ingin menentukan nasib sendiri. Gerakan disintegrasi
terjadi sejak pemerintah kolonial Belanda meninggalkan Indonesia.
Faktor sejarah terkait proses integrasi ke dalam wilayah Indonesia
masih menyisakan masalah. Hingga saat ini sebagian besar masyarakat
Papua masih menganggap proses Gerakan Penentu Pendapat Rakyat
(Pepera) tidak sesuai hukum internasional. Sesuai kesepakatan dalam
New York Agreement, setiap rakyat Papua diberikan kesempatan untuk
memberikan hak suaranya melalui mekanisme one man one vote untuk
memilih integrasi ke Indonesia. Dalam proses tersebut, masyarakat
Papua meragukan keabsahan hasil karena tidak semua masyarakat
diikutsertakan. Masalah diperparah dengan kurangnya daya tawar dari
kalangan pemimpin Papua baik di lembaga negara maupun di tengah
masyarakat sipil dalam mempengaruhi kebijakan Jakarta. Kekecewaan
masyarakat Papua karena tidak dilibatkan dalam perjanjian New York
menjadi kekecewaan historis dari masyarakat Papua terhadap
Indonesia. Mereka menganggap bahwa telah terjadi pembohongan
dalam peristiwa Pepera yang kemudian menjadi awal gerakan
disintegrasi di Papua. Hal ini memunculkan kelompok dengan nama
Organisasi Papua Merdeka (OPM).

D. Indonesia Sebagai Main Actor dalam Pengambilan


Kebijakan untuk Bergabung dalam Melanesian Spearhead
Group (MSG)

Sebagai aktor utama, negara berkewajiban mempertahankan


kepentingan nasionalnya dalam kancah politik internasional. Negara
dalam konteks ini diasumsikan sebagai entitas yang bersifat tunggal
dan rasional. Maksudnya adalah dalam tataran negara, perbedaan
pandangan politis telah diselesaikan hingga menghasilkan satu suara.
Sedangkan negara dianggap rasional karena mampu mengkalkulasikan
bagaimana cara mencapai kepentingan agar mendapat hasil maksimal.
Graham T. Allison berpendapat bahwa suatu proses pengambilan
keputusan akan melewati tahapan penentuan tujuan, alternatif/opsi,
konsekuensi, dan pilihan keputusan. Diamana keputusan yang dibuat
merupakan suatu pilihan rasional yang telah didasarkan pada
pertimbangan rasional/intelektual dan kalkulasi untung rugi sehingga
diyakini menghasilkan keputusan yang matang, tepat, dan prudent.
Penulis menggunakan Actor Rational dengan pendekatan realisme
untuk melihat kebijakan politik luar negeri Indonesia yang kemudain
akan menunjukan alasan tergabungnya Indonesia di dalam Melanesian
Spearhead Group. Penulis melihat bahwa realis juga memusatkan
perhatian pada potensi konflik yang ada di antara aktor negara, dalam
rangka memperhatikan atau menjaga stabilitas internasional,
mengantisipasi kemungkinan kegagalan upaya penjagaan stabilitas,
memperhitungkan manfaat dari tindakan paksaan sebagai salah satu
cara pemecahan terhadap perselisihan, dan memberikan perlindungan
terhadap tindakan pelanggaran wilayah perbatasan. Oleh karena itu,
power adalah konsep kunci dalam hal ini. Dasar Normatif realisme
adalah keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara: ini
merupakan nilai-nilai yang menggerakkan doktrin kaum realis dan
kebijakan luar negeri kaum realis.
Realisme merupakan teori yang menyatakan bahwa negara
adalah satu-satunya aktor dalam hubungan internasional. Setiap
aktivitas interaksi aktor Hubungan Internasional harus dikaitkan dengan
aktor negara. Sama halnya dengan aktor rasional yang menjadikan
Negara sebagai aktor utama dalam pengam bilan keputusan. Dalam hal
ini, penulis melihat Indonesia sebagai aktor utama dalam pengambilan
kebijakan politik luar negeri. Keptusan Indonesia akhirnya
memutuskan untuk bergabung kedalam forum Pasifik Selatan karena
Indonesia merasa percaya diri dengan power yang dimiliki sebagai
Negara yang berpengaruh di wilayah Asia Tenggara. Melihat hal
tersebut, Indonesia mulai memberikan perhatian lebih kepada wilayah
Pasifik Selatan. Di bandingkan dengan negara-negara di wilayah
Pasifik Selatan, Indonesia memiliki keunggulan dari segi ekonomi, luas
Negara, dan peengaruh politik yang kuat. Untuk menjadikan Indonesia
sebagai Negara yang berpengaruh di wilayah Pasifik Selatan, Indonesia
masuk dengan cara yang smooth. Dalam hal ini Indonesia
menggunakan soft power dengan cara diplomasi.
Dengan mengedepankan identitas sebagai Negara kepulauan
dalam pelaksanaan diplomasi dan membangun kerjasama internasional
merupakan salah satu tujuan kebijakan politik luar negeri Indonesia
pada era Joko Widodo. Meningkatkan peran global melalui diplomasi
middle power yang eksis dan berkontribusi bagi dunia Internasional
yang menempatkan Indonesia sebagai kekuatan regional dan kekuatan
global secara selektif dengan memberikan prioritas kepada
permasalahan yang secara langsung berkaitan dengan kepentingan
Indonesia. Arah kebijakan luar negeri Indonesia pada era Joko Widodo
saat ini adalah diplomasi ekonomi dan pilar ekonomi menjadi salah
satu prioritas diplomasi luar negeri Indonesia. Kapasitas diplomasi
Indonesia dalam hal ekonomi ini sangat membantu Indonesia untuk
berkiprah di wilayah Pasifik Selatan. Penulis mengatakan demikian
karena diplomasi ekonomi ini bertujuan untuk menopang kemandirian
ekonomi nasional dan juga untuk secara internasional. Dikatakan secara
internasional karena dengan tingginya tingkat ekonomi Indonesia di
bandingkan dengan Negara-negara di kawasan pasifik Selatan, maka
Indonesia bias memanfaatkan hal ini untuk memberikan bantuan
kepada mereka.
Terkait isu-isu yang sering disuarakan oleh kelompok separatis
kemerdekaan Papua, hal ini mendorong Indonesia untuk meningkatkan
kapasitas diplomasi Indonesia. Peningkatan kapasitas diplomasi
Indonesia di katakana cukup berani dengan melakukan sesuatu yang
berbeda yang akan menjadikan Indonesia sebagai Negara yang
memiliki wibawa dikancah internasional. Kepercayaan diri Indonesia
yang tinggi terlihat pada siding PBB di New York pada September 2016
lalu, dimana Nara Rakhmatia yang merupakan seorang diplomat muda
Indonesia mencuri perhatian dunia dalam siding tersebut. Dalam siding
tersebut terdapat enam Negara kepulauan yang ada di Pasifik yaitu
Vanuatu, Solomon Island, Tonga, Nauru, marshall Island, dan Tuvalu
yang secara terang-terangan menyatakan keprihatinan tentang
pelanggaran HAM di Papua. Pada forum PBB tersebut, Negara-negara
kepulauan Pasifik itu menyerukan kebebasan bagi Papua Barat untuk
menentukan hasilnya sendiri.
Keberanian dan kepercayaan diri Indonesia dengan
mengirimkan diplomat muda sanggup menjawab tudingan Negara-
negara pendukung kemerdekaan Papua dengan tegas dan berani. Nara
mengecam tudingan Negara-negara di kepulauan Pasifik yang
mengkritik catatan HAM di Papua. Pernyataan enam kepala Negara itu
dilihat Indonesia sebagai motif politik karena mereka tidak mengerti
persoalan Papua dan kemudian mencampuri urusan dalam negeri
Indonesia. Mereka menggunakan Sidang Majelis Umum PBB untuk
mengalihkan perhatian dunia terhadap masalah sosial dan politik di
dalam negerinya dan secara tidak langsung telah melakukan intervensi
terhadap kedaulatan Negara Indonesia. Pernyataan enam kepala Negara
tersebut dibuat untuk mendukung kelompok separatis yang selalu
berusaha menciptakan rasa tidak aman di Papua. Selama ini Indonesia
telah berusaha membendung internasionalisasi masalah Papua. Hal
terakhir yang dilakukan adalah Indonesia berhasil membendung
keanggotaan kelompok separatis kemerdekaan Papua menjadi full
member di dalam forum Melanesian Spearhead Group, sementara
perbaikan kualitas hidup di Papua terus dilakukan oleh pemerintah
Indonesia di bawah pimpinan Joko Widodo.
Adanyan peningkatan kapasitas diplomasi Indonesia bukan
tanpa alasan, sebagaimana telah di ketahui bahwa selama ini Indonesia
menjadi bahan ejekan terkait isu-isu yang terjadi di Papua. Keterlibatan
Indonesia di dalam Melanesian Spearhead Group memberikan lebih
banyak keuntungan daripada kerugian. Mulai dari persamaan budaya
dan kepemilikan jumlah ras Melanesia terbanyak di banding negara-
negara kepulauan di Pasifik Selatan, letak geografis yang strategis,
tingkat ekonomi Indonesia yang jauh lebih tinggi, serta pengalaman
berpolitik Indonesia yang lebih mahir dari pada negera-negara di
Pasifik Selatan, menjadikan hal-hal tersebut sebagai tolak ukur bagi
Indonesia untuk memdapatkan status full member dalam forum
Melanesian Spearhead Group.
Dengan munculnya berbagai perlawanan dari para pendukung
Papua Merdeka, bukan tidak mungkin bagi Indonesia untuk melangkah
lebih jauh berperan di kawasan Pasifik Selatan. Kebijakan Indonesia
untuk bergabung ke dalam Melanesian Spearhead Group tentunya
dengan adanya pertimbangan-pertimbangan yang kemudian melihat
lebih banyak keuntungan bagi Indonesia untuk terlibat kedalamnya.
Dengan pengalaman berpolitik yang kuat di kawasan Asia Tenggara
dan menjadikan ASEAN sebagai lingkaran konsentris politik luar
negeri, maka Indonesia memiliki keinginan yang sama untuk memiliki
pengaruh yang kuat di kawasan Pasifik Selatan. Dengan menjadi motor
penggerak bagi negera-negara kepulauan di Pasifik Selatan, khususnya
negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group, maka akan
mempermudah Indonesia untuk merubah dukungan Melanesian
Spearhead Group terhadap kedaulatan Indonesia terhadap Papua.
Negara dianggap sebagai aktor rasional, meskipun kaum realis
sebenarnya takut pada kesalahpahaman orang-orang dalam memandang
negara sebagai rasional aktor. Aktor negara harus memaksimalkan
segala sumber daya untuk memperkuat pertahanan dalam menyerang
atau bertahan apabila berkonflik dengan negara lain. Dalam
menggunakan power untuk mencapai Kepentingan Nasionalnya, aktor
memiliki beberapa metode pengaplikasian power yang digunakan
sesuai dengan situasi yang diperlukan oleh aktor. Indonesia tidak
menggunakan hard power untuk terlibat lebih dalam ke dalam Pasifik
Selatan melalui militer, akan tetapi lebih menggunakan sofr power
melalui cara diplomasi. Yang pertama, adalah dalam berpolitik.
Indonesia sebagai negara dengan middle power bisa menjadi agen
perubahan di dunia internasional. Negara dengan middle power atau
yang kekuatannya berada di level menengah, justru adalah negara yang
bisa berkontribusi besar di dunia internasional. Melihat hal ini,
Indonesia berada di posisi lebih tingi dan memiliki potensi yang lebih
untuk mempengaruhi Negara-negara lainnya di wilayah Pasifik Selatan.
Kedua, melalui bidang ekonomi.
Seperti yang telah penulis katakan sebelumnya bahwa tingkat
ekonomi Indonesia berada jauh lebih tinggi daripada Negara-negara
anggota Melanesian seperti Papua Nugini, Fiji, Solomon Island,
Vanuatu dan Caledonia Baru. Jika kita kaitkan dengan aktor rasional
yang mepertimbangkan untung dan rugi, maka saat ini Indonesia belum
mendapatkan keuntungan banyak dari segi ekonomi. Untuk itu, strategi
Indonesia adalah dengan banyak memberi saat ini sehingga bisa banyak
menuai hasil di kemudian hari. Ketiga adalah melalui budaya, dimana
Indoenesia memiliki jumlah ras Melanesia terbesar di wilayah Pasifi
Selatan. Hal ini menjadikan Indonesia merasa pantas dan sudah
seharusnya berada di dalam forum Melanesian Spearhead Group.
Menurut Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, A.M Fachir pada The
20th Melanesian Spearhead Group Leaders’ Summit di Honiara “Since
its inception to the MSG in 2011, Indonesia, with its rich Melanesian
cultural spread across its five province: Papua Province, West Papua,
Maluku, North Maluku, to East Nusa Tenggara, has become an
inseparable part of this community and its heritage…Indonesia is not
only the neighbor that live next door but also a brother that share the
same hopes with the people of MSG”, dalam hal ini faktor kedekatan
kultural dan geografis lebih ditekankan sebagai alasan Indonesia
mengajukan keanggotaan, khususnya sebagai associate member, pada
Melanesian Spearhead Group. Indonesia merasa perlu untuk mewakili
dan menjembatani kepentingan sebelas juta warga ras Melanesia pada
lima wilayah Melanesia di Indonesia.
Untuk memberikan pengaruh yang kuat diwilayah Pasifik
Selatan, maka Indonesia membutuhkan basis peran kepemimpinan
yang kuat dan bervisi untuk dapat merangkul negara-negara di Pasifik
Selatan untuk menjalin kerjasama, terutama negara anggota Melanesian
Spearhead Group. Negara-negara tersebut tidak lagi dianggap rival,
melainkan sebagai partner untuk kemajuan yang bisa meyumbangkan
kemajuan bagi dinamika kawasan. Di sisi lain, Indonesia harus
memperhatikan unsur ekonominya. Tingkat ekonomi yang lebih rendah
dibandingkan dengan Indonesia, menjadi hal penting yang perlu
diiperhatikan. Mengingat bahwa adanya iuran wajib setiap negara
anggota Melanesia Spearhead Group setiap tahunnya. Indonesia perlu
lebih waspada akan adanya kemungkinan diperalat dalam hal ekonomi.
Bukan menajdi rahasia lagi bahwa diantara negara-negara anggota
Melanesia, Vanuatu menjadi salah satu negara yang memiliki utang di
dalam organisasi yang kemudian meminta bantuan negara lain yaitu
Papua Nugini untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini lah yang
menjadi salah satu hal yang harus tetap di waspadai oleh Indonesia.

Dengan memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi Negara


lainnya, Indonesia terus berusaha mendekati satu per satu Negara-
negara di Pasifik Selatan untuk melihat Indonesia sebagai Negara yang
memiliki andil besar bagi mereka. Kalkulasi untung dan rugi Indonesia
terlibat di dalam Melanesian Spearhead Group bukan dengan gratis.
Indonesia terus aktif didalam pertemuan-pertemuan Pasifik Selatan dan
juga aktif dalam memberikan bantuan karena tentunya Indonesia ingin
mendapatkan sesuatu yang besar dari Negara-negara tersebut. Karena
Indonesia juga ingin mengembangkan diri meningkatkan kerja sama di
kawasan Pasifik untuk memajukan kawasan Timur Indonesia.
Pemerintah Indonesia harus menjadikan Kawasan Pasifik sebagai salah
satu kawasan yang cukup penting.

Berbagai program dan kerja sama juga harus sudah dirancang


dan segera direalisasikan untuk membangun hubungan dengan negara-
negara anggota Menalesia. Terkait kelompok separatis yang ingin
memisahkan diri dari Indonesia, Indonesia merasa perlu untuk
menggalang dukungan yang lebih banyakn dari dunia internasional.
Mengingat bahwa Vanuatu sangat gencar mendukung dan
menyuarakan kemerdekaan Papua, maka dengan keterlibatan Indonesia
di dalam Melanesian Spearhead Group Indonesia ingin mnejadi negara
yang berpengaruh sehingga menjadi salah satu cara untuk menggalamg
dukungan negara-negara Pasifik Selatan untuk meredam pergerakan
ULMWP untuk memerdekakan Papua, sehingga Papua akan tetap
menjadi harga mati di dalam wilayah Republik Indonesia.
BAB V

KESIMPULAN

Setelah pemaparan dan penjelasan pada bab-bab sebelumnya,


penulis menarik kesimpulan yang akan dijelaskan dalam bab V ini
mengenai alasan Indonesia bergabung ke dalam Melanesian Spearhead
Group. Dalam pemaparan pada bab-bab sebelumnya kita dapat melihat
bahwa bergabungnya Indonesia menjadi associate member di dalam
Melanesian Spearhead Group menimbulkan berbagai isu yang menjadi
polemik bagi Indonesia baik secara domestik, regional, maupun
Internasional, sehingga masih sangat menarik jika diangkat menjadi
sebuah bahan kajian secara akademis.

Dengan semakin berkembangnya Indonesia, kebijakan politik


luar negeri yang muncul juga semakin kompleks. Karena
bagaimanapun juga dengan perubahan-perubahan kapabilitas Negara
dan stabilitas politik dalam negeri memberikan pengaruh yang sangat
besar demi tercapainya tujuan tersebut. Namun, terlihat jelas, tidak
hanya dipengaruhi oleh dinamika politik domestik, politik luar negeri
Indonesia sekarang ini juga dipengaruhi oleh fenomena-fenomena yang
muncul dalam hubungan internasional. Berbagai isu-isu mengenai
separatisme tidak hanya sekali disuarakan, namun isu tersebut sudah
berlangsung sejak bergabungnya Papua ke dalam NKRI. Dal hal ini
tidak hanya menjadi boomerang bagi Indonesia di dalam negeri, tetapi
juga di luar negeri. Bergabungnya Indonesia menjadi bagian dari
Melanesian Spearhead Group terus mendapat halangan dari berbagai
pihak yang tidak pro terhadap pembangunan, dimana pemerintah
Indonesia di bawah pipinan Joko Widodo selalu dihadapkan dengan
isu-isu mengenai pembantaian HAM di Papua. Hal ini kemudian
membuat pemerintah Indonesia berupaya untuk dengan cepat dan tepat
namun secara terarah menangani isu-isu tersebut agar tidak merugikan
Indonesia dalam berperan aktif di wilayah Pasifik Selatan. Dalam
pembahan tesis ini, jangkauan penelitian penulis fokuskan pada
kebijakan politik luar negeri Indonesia di bawah pimpinan Joko
Widodo.

Latar belakang hubungan kerjasama Indonesia dan negara-


negara Pasifik Selatan didasari oleh kebutuhan dan kepentingan masing
masing tiap negara. Indonesia banyak memberi bantuan berupa
kerjasama teknis seperti capacity building di bidang ekonomi dan good
governance di bidang politik kepada negara-negara Pasifik Selatan
(Fiji, Vanuatu, Papua Nugini), sebab negara-negara di Pasifik Selatan
minim akan kemajuan pembangunan negaranya yang disebakan oleh
kapasitas sumber daya manusia yang kurang, demografi yang
jumlahnya sedikit, serta akses yang sulit dijangkau. Adapun tujuan
utama selain membantu pembangunan negara demi menjaga kestabilan
kawasan, manfaat yang Indonesia dapatkan adalah meredam dukungan-
dukungan ketiga negara tersebut dalam upaya kemerdekaan Papua
Barat dari Indonesia. Kesamaan etnis Melanesia yang membuat negara
negara di Pasifik Selatan yang dimana atas nama solidaritas
mendukung penuh separatism Papua Barat. Isu ini juga sudah menjadi
isu internasional yang mengkhawatirkan Indonesia terhadap ancaman
kedaulatan keutuhan NKRI.

Dukungan yang diberikan oleh beberapa negara anggota


Melanesian Spearhead Group terhadap kelompok separatis Papua
karena persamaan ras membuat Indonesia mengambil kebijakan soft
power dengan upaya diplomasi menggunakan kerjasama teknik yang
pada dasarnya diarahkan untuk mencapai sasaran seperti menjamin
keutuhan NKRI. Indonesia sebagai aktor utama telah mengambil
kebijakan secara rasional dengan memperhitungkan untung dan rugi
atas keterlibatannya dengan Melanesian Spearhead Group. Indonesia
melihat bahwa negera-negara di Pasifik Selatan memiliki potensi
sumberdaya yang bisa dikembangkan. Sehingga saat ini melalui soft
power, Indonesia masuk dengan smooth untuk menaburkan bantuan-
bantuan yang akan di panen oleh Indonesia di masa mendatang.

Upaya-upaya yang dilakukan Indonesia sejauh ini membuahkan


hasil yang baik. Hal ini terlihat dari ditolaknya permintaan ULMWP
untuk menjadi full member dalam Melanesian Spearhead Group.
Dukungan penuh dari Papua Nugini dan Fiji terhadap kedaulatan
Indonesia menjadi pegangan utama bagi Indonesia untuk menaikan
statusnya menjadi full member. Penolakan terhadap ULMWP adalah
karena mereka bukan sebuah negara, apapun alasannya merreka tidak
punya hak untuk menjadi full member dengan pertimbangan sesuai
prosedur ULMWP bukan wakil rakyat Papua secara keseluruhan.
Keberadaan Indonesia sebagai anggota Melanesian Spearhead Group
ini juga akan mengutungkan dalam membangun hubungan diplomasi,
terutama terkait isu Papua Merdeka. Adanya peningkatan kapsitas
diplomasi Indonesia di kancah internasional menjadi hal yang
menguntungkan bagi Indonesia untuk mengubah dukungan negara-
negara Melanesian Spearhead Group mengenai kedaulatan Indonesia
terhadap Papua sebagai bagian dari NKRI. Pemerintah akan lebih
mudah memberikan pemahaman bahwa Indonesia sangat peduli dengan
masyarakat Melanesia, terutama yang ada di Provinsi Papua dan Papua
Barat. Pemahaman ini tentu dilakukan dalam bentuk pembentukan
kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraaan
masyarakat. Indonesia telah menyadari bahwa sebenarnya masyarakat
Indonesia di Papua dalam keadaan baik-baik saja, masyarakat
menjalankan aktivitasnya secara normal dan kondusif. Roda
pemerintahan dan intervensi kebijakan yang dilakukan pemerintah pun
berjalan lancar. Sehingga ketika ada aksi masyarakat yang
mengatasnamakan rakyat Papua ingin merdeka tentu perlu
dipertanyakan, apakah benar itu sesuai dengan keinginan masyarakat
disana. Untuk itu, tergabungnya Indonesia sebagai anggota Melanesian
Spearhead Group diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan
masyarakat di dunia terutama rakyat Melanesian bahwa Indonsia masih
sangat mampu mengelola konflik rumah tangganya sendiri.
TESIS

ALASAN INDONESIA DALAM MELAKUKAN KERJA SAMA


DENGAN MELANESIAN SPEARHEAD GROUP (MSG)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S-2

pada Program Studi Magister Ilmu Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Wirda Wanda Sari Bekarekar

20141060054

MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016
NASKAH PUBLIKASI

ALASAN INDONESIA DALAM MELAKUKAN KERJASAMA DENGAN

MELANESIAN SPEARHEAD GROUP (MSG)

Disusun Oleh:

Wirda Wanda Sari Bekarekar

20141060054

MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Dengan ini kami selaku mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu


Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta:

Nama : Wirda Wanda Sari Bekarekar

NIM : 20141060054

Jenjang Program Studi : S2 Magister Ilmu Hubungan Internasional

SETUJU jika naskah publikasi (jurnal ilmiah) yang disusun oleh yang bersangkutan
setelah mendapat arahan dari pembimbing, dipublikasikan untuk kepentingan akademis.

Yogayakarta, Desember 2016

Wirda Wanda Sari Bekarekar

20141060054
ALASAN INDONESIA DALAM MELAKUKAN KERJASAMA DENGAN
MELANESIAN SPEARHEAD GROUP (MSG)

Wirda Wanda Sari Bekarekar


Magister Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Email: wirdabekarekar@yahoo.com

ABSTRACT
This study explains why Indonesia in cooperation with the Melanesian Spearhead
Group. Members of the Melanesian Spearhead Group are the countries in the South
Pacific region which has a Melanesian race. The vision of the Melanesian Spearhead
Group is decolonization and freedom for all countries of Melanesia with the efforts to
develop cultural identity and association, political, social and economic of
Melanesians. United Liberation Movement of West Papua is listed as an observer in the
Melanesian Spearhead Group. As an associate member, Indonesia tried to prevent the
movement of groups of Papuan independence as part of the Melanesian Spearhead
Group. Indonesia's involvement in the Melanesian Spearhead Group becomes a threat
to the Papuan independence groups to secede from the Unitary Republic of Indonesia.
Through the concept of foreign policy with Rational Actor model by Graham T. Allison,
that there are alternatives to policy guidelines that could be taken by the government in
the calculation of gains and losses over each of these alternatives. The decision-makers
must always be ready to make changes or adjustments in its discretion. This concept is
used by researchers to determine the involvement of Indonesia in the Melanesian
Spearhead Group. The main reason why Indonesia in cooperation with the Melanesian
Spearhead Group is to gain the support of the member countries of the Melanesian
Spearhead Group to prevent group of Papuan independence became a permanent
member to inhibit movement in liberating Papua.

Keywords: Rational Actor, Melanesian Spearhead Group, ULMWP, West Papua.

ABSTRAKSI
Penelitian ini menjelaskan mengapa Indonesia melakukan kerjasama dengan
Melanesian Spearhead Group. Anggota dari Melanesian Spearhead Group adalah
negara-negara di wilayah Pasifik Selatan yang memiliki ras Melanesia. Visi dari
Melanesian Spearhead Group adalah dekolonisasi dan kebebasan seluruh negara
Melanesia dengan upaya mengembangkan identitas dan keterkaitan budaya, politik,
sosial dan ekonomi masyarakat Melanesia. United Liberation Movement of West Papua
terdaftar sebagai observer di Melanesian Spearhead Group. Dengan status associate
member, Indonesia mencoba untuk mencegah meningkatnya pergerakan kelompok
Papua merdeka sebagai bagian dari Melanesian Spearhead Group. Keterlibatan
Indonesia di dalam Melanesian Spearhead Group menjadi ancaman bagi kelompok
Papua merdeka untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melalui konsep Politik Luar Negeri dengan model Aktoor Rasional oleh Graham T.
Allison bahwa terdapat alternatif-alternatif haluan kebijaksanaan yang bisa di ambil
oleh pemerintah dalam memperhitungkan untung dan rugi atas masing-masing alternatif
tersebut. Para pembuat keputusan harus selalu siap untuk melakukan perubahan atau
penyesuaian dalam kebijaksanaannya. Konsep ini digunakan oleh peneliti untuk
mengetahui keterlibatan Indonesia di dalam Melanesian Spearhead Group. Alasan
utama mengapa Indonesia melakukan kerjasama dengan Melanesian Spearhead Group
karena Indonesia mau mendapatkan dukungan dari negara-negara anggota Melanesian
Spearhead Group untuk mencegah kelompok Papua merdeka menjadi anggota tetap
untuk menghambat pergerakan dalam memerdekakan Papua.
Keywords: Aktor Rasional, Melanesian Spearhead Group, ULMWP, West Papua
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pasifik Selatan merupakan sebuah kawasan yang terdiri dari negara-negara


kepulauan dengan wilayah teritori yang amat kecil, namun sebagian besar eksistensinya
berada dalam suatu kawasan yang relatif "tenang dan stabil". Negara-negara tersebut
sangat rentan terhadap intervensi asing akibat kondisi geografis mereka yang sangat
strategis untuk melakukan kegiatan dagang dan untuk menaruh pangkalan militer di
masa Perang Dunia. Sampai saat ini proses dekolonisasi di kawasan Pasifik Selatan
belum selesai secara menyeluruh. Sejak terjadinya proses dekolonisasi, muncul negara-
negara kecil baru di kawasan Pasifik yang menjadikan kawasan ini semakin penting
artinya.1 Terdapat beberapa karakteristik yang menjadikannya negara-negara Pasifik
Selatan berbeda dengan kawasan lain. Pertama, negara di kawasan Pasifik Selatan
disebut dengan „microstate‟ karena memiliki jumlah populasi yang sedikit, serta
areanya yang sempit. Kedua adalah letaknya yang berada di pulau, jauh dengan pusat
dunia. Ketiga adalah negara yang berada di kawasan ini merupakan negara berkembang.
Karena karakateristik ini, diperlukanlah kerjasama antar kawasan untuk menjaga
eksistensinya dalam hubungan internasional.2 Kestabilan politik Luar Negeri di wilayah
Pasifik Selatan penting bagi Indonesia untuk menunjukkan eksistensi dan
konsistensinya di kawasan Pasifik Selatan dalam menangani masalah-masalah regional.

Wilayah Pasifik Selatan merupakan wilayah yang cukup strategis dalam


kaitannya dengan politik luar negeri Indonesia. Salah satu kepentingan utama Indonesia
dalam menjaga hubungan dengan negara-negara Pasifik Selatan adalah untuk menjaga
stabilitas nasional dan regional Pasifik. Asia Pasifik dalam keterkaitannya dengan
politik luar negeri Indonesia, merupakan bagian dari lingkaran konsentris. Dibuatnya
lingkaran konsentris salah satunya didasari oleh kepentingan antarnegara, sehingga
hubungan baik antarnegara pun selalu diupayakan demi kerjasama dan pencapaian
kepentingan. Indonesia telah memupuk hubungan yang baik dengan negara-negara
ASEAN sejak awal. Selain itu, Indonesia dan negara-negara di Asia Pasifik pun

1
Adil, Hilman. 1993. Dinamika Perkembangan Pasifik Selatan Dan Implikasinya Terhadap Indonesia. Jakarta :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kemasyarakatan dan Kebudayaan PDII-LIPI.
2
Ogashiwa, Yoko. 2002. “South Pacific Forum: Survival Under External Pressure” in New Regionalisms in the
Global Political Economy, by Shaun Breslin, Christopher W. Hughes, Nicola Phillips and Ben Rosamond (eds).
London: Routledge.
memiliki dinamika tersendiri dalam hubungan antarnegara, seperti hubungannya dengan
Australia, Timor Timur, dan Papua New Guinea.

Kondisi dan posisi geografis Indonesia yang sangat prospektif di Kawasan Asia
Pasifik. Indonesia merupakan negara yang berada diantara dua samudera yaitu
samudera Pasifik dan Hindia. Selain itu dari sisi politik Indonesia memiliki peranan
penting di Asia Pasifik, mengingat lingkaran konsentris pertama Politik Luar Negeri
Indonesia adalah ASEAN. Strategi Indonesia yang lain untuk berperan dalam
pengembangan kawasan Pasifik Selatan adalah melalui bantuan kapasitas. Kawasan
Pasifik Selatan sendiri didiami oleh tiga budaya besar, yaitu Melanesia, Polinesia dan
Mikronesia. Pengaruh budaya Melanesia terlihat dalam hubungan antara budaya dan
kepemimpinan, konstitusi, dan pemerintahan, dan juga hubungan internasional.
Melanesia merupakan gugus kepulauan yang memanjang dari Maluku lalu ke timur
sampai Pasifik bagian barat, serta utara dan timur laut Australia. Indonesia memiliki 3
wilayah yang memilki rumpun Melanesia yaitu wilayah Papua, Maluku dan Nusa
Tenggara Timur. Dengan adanya semangat solidaritas etnis yang tinggi dari beberap
negara ras Melanesia, kemudian terbentuklah sebuah organisasi antar pemerintah
(intergovernmental organization) yaitu Melanesian Spearhead Group (MSG).

Kawasan kepulauan pasifik memilki peranan penting bagi kedaulatan Indonesia


terutama mengenai permasalahan Papua Barat. Rasa solidaritas sebagai sesama bangsa
Melanesia membuat gerakan-gerakan yang menginginkan Papua Barat untuk merdeka
mendapat sambutan hangat di negara-negara Melanesia. Negara-negara tersebut
tergabung kedalam Melanesian Spearhead Group. Keberadaan negara-negara tersebut
penting bagi Indonesia mengingat kasus kemerdekaan Papua Barat merupakan hal yang
sensitif terutama dari dunia internasional karena menyangkut Hak Asasi manusia.
Hubungan dengan negara-negara pasifik jika tidak dikelola dengan baik di khawatirkan
oleh pemerintah Indonesia bahwa akan mengakibatkan mereka berpihak pada gerakan
Papua Merdeka. Suara negara pasifik dalam PBB juga cukup didengar, sehingga
menyulitkan posisi Indonesia di dunia Internasional. Meskipun pemerintah negara
anggota Melanesian Spearhead Group mengakui integritas Papua dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia semenjak disahkannya Resolusi PBB No. 2504 pada
tanggal 19 November 1969 tentang status Papua yang sah menurut hukum internasional
menjadi bagian dari NKRI,3 namun kenyataannya Melanesian Spearhead Group
melakukan bentuk-bentuk intervensi terhadap gerakan separatisme di Papua.

Terlihat menarik mengingat sudah lama Indonesia memprioritaskan ASEAN


pada politik luar negerinya. Namun, penduduk Indonesia yang sangat beragam
mendorong kerjasama dengan kawasan lain. Penduduk Indonesia tidak hanya
merepresentasikan ras Asia khususnya Melayu tetapi juga Melanesia. Hubungan antara
pemerintah pusat dengan ras Melanesia di wilayah Papua Barat dapat dikatakan kurang
harmonis yang terlihat dari adanya gerakan separatisme yang dilakukan sebagian
kelompok tersebut di wilayah Papua Barat.

Pada KTT Melanesian Spearhead Group ke-18 di Fiji, Indonesia diterima dan
diberikan status sebagai observer. Pada forum ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menjelaskan mengenai kondisi Papua serta mempersilakan perwakilan Melanesian
Spearhead Group melakukan kunjungan ke Papua untuk mendengar langsung terkait
kebijakan pembangunan ekonomi serta aspek keamanan di Papua dan melihat kondisi di
Papua secara langsung.4 Hal tersebut dilakukan terkait isu pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) yang diduga dilakukan oleh pemerintah Indonesia di Papua.
Keterlibatan Indonesia dalam Melanesian Spearhead Group, berdampak pada
munculnya perlawanan dari gerakan separatis di Papua yang terancam dipersulit untuk
memerdekakan Papua. Gerakan separatisme yang tergabung dalam United Liberation
Movement of West Papua (ULMWP) berkembang di kawasan Pasifik Selatan
menggalang dukungan dari negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group
(MSG). Pada organisasi regional Melanesian Spearhead Group ini, United Liberation
Movement of West Papua (ULMWP) juga diterima sebagai observer dengan catatan
sebagai wakil penduduk Indonesia yang tinggal di luar wilayah Indonesia dan bukan
sebagai entitas negara tersendiri. Hal ini mendatangkan kekhawatiran bagi pemerintah
Indonesia yang saat ini berstatus associate member. ULMWP sendiri merupakan
organisasi politik yang sama dengan FLNKS dalam hal sebagai gerakan pro-
kemerdekaan dari negara asal. Dengan demikian, fokus politik luar negeri Indonesia
dewasa ini mengindikasikan adanya kesadaran bahwa Indonesia merasa perlu untuk

3
Bhakti, Ikrar Nusa. 2006. Merajut Jaring-Jaring Kerja Sama Keamanan Indonesia-Australia: Suatu Upaya
Menstabilkan Hubungan Bilateral Kedua Negara. Jakarta: LIPI
4
SBY Kunjungi Fiji Untuk Jelaskan Kondisi Papua. http://www.voaindonesia.com/content/sby-kunjungi-fiji-untuk-
jelaskan-kondisi-papua/1938483.htm di akses pada 10 Mei 2016, pukul 20.30 WIB
membangun kedekatan dengan negara-negara di kawasan Melanesia untuk
membendung usaha gerakan separatisme ini.

B. RUMUSAN MASALAH
Berkaitan dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka dapat ditarik
rumusan masalah sebagai berikut:
- Mengapa Indonesia memutuskan untuk bergabung ke dalam Melanesian
Spearhead Group (MSG)?
C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang akan menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menjelaskan rasionalitas Indonesia dalam melakukan kerjasama dengan Melanesian
Spearhead Group (MSG).

D. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIK

Studi Pustaka digunakan untuk mendukung penelitian sebagai bahan acuan


sekaligus untuk menambah kajian mengenai keterlibatan Indonesia di dalam
Melanesian Spearhead Group. Beberapa penelitian yang sebelumnya telah dilakukan
dapat dijadikan acuan dengan tujuan mengembangkan pengetahuan yang dihasilkan
dalam penelitian ini. Sejauh ini, telah terdapat beberapa publikasi yang membahas
mengenai keterlibatan Indonesia sebagai anggota Melanesian Spearhead Group.
Beberapa studi yang membahas mengenai rasionalitas kebijakan Politik Luar Negeri
Indonesia terpapar dalam uraian berikut.
Menurut Dame Meg Taylor dalam tulisannya “Pacific Regiolism: Understanding
the Pacific‟s regional architecture” menguraikan tentang beberapa forum regional di
wilayah Pasifik. Salah satunya adalah Melanesian Sperahead Group (MSG), terdiri dari
Fiji, Papua New Guinea, Solomon Islands, Vanuatu dan New Caledonia, yang telah
menjadi pemecah politik yang efektif bagi permasalahan regional. Melanesian
Sperahead Group telah menerapkan perjanjian perdagangan bebas yang komprehensif
bagi barang dan jasa, termasuk peningkatan keterampilan para tenaga kerja dan
mencapai tingkat integrasi ekonomi yang belum ditemukan di wilayah pasifik secara
menyeluruh. Tahun 2003 Pacific Plan Review menemukan bahwa sebagian besar
pemimpin mengartikan kemunculan Melanesian Sperahead Group lebih bersifat
melengkapi dari pada bersaing. Melanesian Sperahead Group diartikan sebagai
cerminan keistimewaan dari ras Melanesia, Polinesia, dan Micronesia, serta sebagai
perwujudan nyata dari Melanesia Way. Melanesian Sperahead Group menghadapi
beberapa tantangan terkait keaadan buruk West Papua, di bawah kekuasaan Indonesia,
dengan memberikan status sebagai observer.
Gregory Poling melalui tulisannya yang berjudul “The Upside of Melanesian
Leaders‟ West Papua Compromise” menguraikan tentang perjuangan Melanesian
Sperahead Group terkait status keanggotaan West Papua yang masi diperdebatkan.
Keinginan Indonesia menjalin hubungan dengan Melanesian Sperahead Group terlihat
sebagai suatu cara untuk menghentikan aspirasi Papua tergabung dalam forum yang
sama. Dengan diberikannya status observer kepada West Papua menimbulkan
kekhawatiran bagi Indonesia jika status tersebut adalah langkah awal bagi West Papua
untuk menjadi anggota tetap walaupun pemimpin Melanesian Sperahead Group
menyatakan bahwa West Papua hanya akan mewakili masyarakat Papua yang berada di
luar wilayah Papua. Indonesia telah mengajukan petisi keras untuk mencegah kelompok
separatis Papua diterima sebagai anggota penuh Melanesian Spearhead Group.
Ronald May dalam “The Melanesian Spearhead Group: testing Pacific island
solidarity” menguraikan tentang hubungan kerasama yang dilakukan antara anggota-
anggota wilayah Pasifik yang tergabung ke dalam forum Melanesian Spearhead Group.
Dikatakan bahwa awal pembentukan Melanesian Spearhead Group adalah untuk
melakukan kerjasama perekonomian antara negara-negara anggota sehingga dapat
membentuk wilayah sub-regional perdagangan bebas di Pasifik, akan tetapi pada
kenyataannya Melanesian Spearhead Group dibentuk bukan dengan tujuan
perekonomian tetapi lebih kepada politik. Melanesian Spearhead Group memiliki
solidaritas dan tekat yang kuat untuk menyuarakan ras Melanesia di wilayah Pasifik,
baik kepada member countries maupun non-member countries. Selain Perjanjian
Perdagangan, sejumlah proyek dan kegiatan yang berlangsung di dalam sekretariat dan
di bawah arahan kepemimpinan politik. Beberapa kegiatan ekonomi, termasuk
pengembangan skema gerakan keterampilan untuk memfasilitasi migrasi tenaga kerja
antar negara anggota.
Solomon Deli dalam “The influencing factors of Melanesian Sperahead Group‟s
stand of West Papua Political Freedom”, menguraikan tentang motif pengaruh
Indonesia di dalam Melanesian Spearhead Group serta kepentingan dan dukungan
Melanesian Spearhead Group untuk kebebasan politik Papua Barat. Dengan
dberikannya bantuan finansial dan teknis secara langsung yang selama ini menjadi
incaran anggota-anggota Melanesian Spearhead Group, menjadi sambutan hangat bagi
Indonesia. Salah satu alasan bagi Kepulauan Solomon, Fiji, dan Papua New Guinea
membentuk hubungan lebih dekat dengan Indonesia adalah untuk fokus dan berdiskusi
mengenai Papua Barat. Indonesia melihat hal tersebut sebagai jawaban atas kepentingan
bersama dengan memberikan bantuan finansial untuk membungkam dukungan mereka
kepada Papua Meredeka. Melanesian Spearhead Group memiliki peran yang sangat
penting untuk memastikan bahwa selama mengakui aspirasi Vanuatu untuk mendukung
kasus Papua Barat, Melanesian Spearhead Group juga bisa mencari strategi baru untuk
melakukan perdebatan dengan Indonesia tanpa harus mempersulit keadaan. Selama
Indonesia mempertahankan pengaruh yang kuat terhadap politik regional, maka
kesempatan untuk menerima WPNCL perihal status keanggotaan Melanesian
Spearhead Group masih belum bisa dipastikan.
Dari uraian mengenai literatur review diatas, maka peneliti lebih sepakat dengan
pendapat dari Gregory Poling mengenai keterlibatan Indonesia di dalam Melanesian
Sperahead Group terlihat sebagai suatu cara untuk menghentikan aspirasi kelompok
Papua Merdeka yang tergabung dalam forum yang sama. Jika dikaitkan dengan
penelitian yang peneliti lakukan, maka perbedaannya adalah peneliti akan menganalisis
alasan Indonesia terlibat di dalam Melanesian Spearhead Group dari sudut pandang
yang berbeda dalam beberapa hal. Pertama, tesis ini akan mengkaji kebijakan politik
luar negeri Indonesia di wilayah Pasifik Selatan. Sebab, terlihat jelas bahwa wajah
Indonesia sangat terarah ke wilayah barat sehingga minim sekali untuk menoleh ke
wilayah timur. Hal tersebut akan penulis garis bawahi dengan mengubah pandangan
dari barat ke timur menjadi dari timur ke barat, serta mnejadikan Pasifik Selatan
sebagain halaman depan bagi Indonesia.
Kedua, tesis ini bertujuan menggunakan karakter kebijakan baru Joko Widodo
yaitu dalam peningkatan partisipasi di level Internasional / regional. Pembahasan dalam
tesis ini bertujuan mendiskusikan hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan dan
penerapan kebijakan di masa depan. Dalam hal ini penulis melihat dari sisi Indonesia
yang melibatkan diri di dalam forum Pasifik Selatan dengan melihat pertimbangan-
pertimbangan kebijakan politik luarv negeri Indonesia dalam masa perintahan Joko
Widodo. Penelitian ini bertujuan meyoroti keterkaitan antara Indonesia, Melanesian
Spearhead Group, dan kelompok separatis yang ingin memerdekakan Papua. Peneliti
menggunakan Aktor Rasional untuk melihat proses pengambilan kebijakan politik luar
negeri Indonesia yang hingga akhirnya memutuskan untuk bergabung kke dalam forum
sub-regional Melanesian Spearhead Group. Dalam konteks ini tentunya kebijakan
politik luar negeri Indonesia sangat berpengaruh terhadap strategi Indonesia untuk
mempertahankan Papua Barat sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

a. Konsep Politik Luar Negeri

Kepentingan nasional merupakan landasan terpenting dalam Politik Luar Negeri


suatu negara. Dalam hal ini kepentingan nasional adalah hal vital dalam perumusan
kebijakan luar negeri suatu negara. Pada umumnya kepentingan nasional selalu
berkaitan dengan kemanan, kesejahteraan, dan kekuasaan.5 Politik luar negeri secara
umum merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah serta sasaran untuk
mempertahankan, mengamankan dan memajukan kepentingan nasional di dalam
pencaturan dunia internasional.6 Sehingga bisa dikatakan Politik Luar Negeri juga
sebagai penentu arah bahkan menentukan posisi suatu negara dalam dalam dunia
internasional.
Politik luar negeri merupakan refleksi dari realitas yang terjadi di dalam negeri
serta juga dipengaruhi oleh situasi internasional. Hal ini diperkuat oleh Rosenau yang
menjelaskan pengkajian kebijakan luar negeri suatu negara akan menghadapi situasi
yang kompleks meliputi kebutuhan eksternal dan kehidupan internal. 7 Berarti kedua
kebutuhan tersebut sangat mempengaruhi perumusan kebijakan luar negeri. Adanya
faktor internal merupakan tempat pertautan kepentingan nasional, sedangkan eksternal
merupakan tempat dimana negara dapat mengartikulasikan kepentingan nasional
sehingga kepentingan tersebut dapat tercapai.
Politik luar negeri Indonesia memiliki landasan idiil yaitu dasar negara RI yang
berpedoman pada Pancasila, sedangkan landasan konstitusional Politik Luar Negeri RI
adalah UUD 1945 alinea pertama dan alinea keempat. Sebagai Landasan operasional
Politik luar negeri Indonesia adalah prinsip bebas aktif.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja penjelasan corak bebas dan aktif dari politik
luar negeri, sebagai berikut:8
“Bebas: dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada
kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif: berarti bahwa
5
Budiono Kusumohamidjojo. 1987. Hubungan Internasional: Kerangka Studi Analisis. Jakarta: Bina Cipta
6
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,
Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
7
Ibid
8
Mochtar Kusumaatmadja,1983, Politik Luar Negeri Indonesia dan Pelaksanaannya Dewasa ini (Kumpulan
karangan dan Pidato)”, Bandung: Penerbit Alumni
di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak
bersikap pasip-reaktip atas kejadian-kejadian internasionalnya, melainkan
bersikap aktip”
Sehingga pendapat Rosenau akan kebijakan luar negeri yang diliputi kebutuhan
eksternal dan internal dapat tergambar melalui Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-
Aktif, bahwa untuk merumuskan prinsip tersebut juga diwarnai akan dinamika politik
internasional.
Presiden Joko Widodo dalam menerapkan Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif
adalah menginterpretasikan makna “Bebas” didasarkan pada kemandirian, dan
kedaulatan dari Indonesia dalam menentukan kebijakan dan arah politik itu sendiri.9
Pemaknaan “Aktif” dalam Politik Luar Negeri Presiden Joko Widodo adalah dimaknai
dengan mewujudkan misi yaitu terselip makna gotong royong yang dalam hal ini
dimaknai dengan menciptakan kemndirian kedaulatan tidak bisa dilakukan sendiri
namun dapat merangkul berbagai kekuatan dan terlibat aktif dalam berbagai
momentum-momentum kerjasama. Kebijakan pengambilan keputusan Politik Luar
Negeri mengacu pada pilihan individu, kelompok, dan koalisi yang mempengaruhi
tindakan suatu bangsa di kancah internasional. Keputusan kebijakan Luar Negeri
biasanya memiliki resiko yang tinggi dan ketidakpastian yang sangat besar.10
Politik luar negeri adalah seperangkat maksud, tatacara, dan tujuan, yang
diformulasikan oleh orang-orang dalam posisi resmi atau otoritatif, yang ditujukan
terhadap sejumlah aktor ataupun kondisi di lingkungan luar wilayah kekuasaan suatu
negara, yang bertujuan mempengaruhi target tertentu dengan cara yang diinginkan oleh
para pembuat keputusan. Terdapat dua faktor yang harus dipertimbangkan dalam
pembuatan kebijakan politik luar negari: faktor internasional dan faktor domestik.
Kedua faktor ini digunakan sebagai basis pertimbangan oleh para pembuat kebijakan
politik luar negeri, yang melakukan proses pembuatan keputusan. Keputusan yang
dihasilkan dapat berupa penyesuaian, program, masalah/tujuan, dan orientasi
internasional.
Dalam memaparkan analisa terhadap kebijakan luar negeri, terdapat tiga teori
dasar mengenai studi analisis kebijakan luar negeri yakni realism, liberalism, dan
constructivism. Realisme melihat setiap kebijakan luar negeri suatu negara didasari pada
konsep groupism, egoism dan power centrism. Pada konsep groupism yang berarti
9
ibid
10
Renshon, J. & Renshon, S. 2008. The Theory and Practice of Foreign Policy Decision Making, Political
Psychology, Alex Mintz & Karl DeRouden Jr.2010. Understanding Foreign Policy Decision Making hal 3
bahwa negara membutuhkan warga masyarakat satu sama lain guna memenuhi
kebutuhan bersama sehingga negara merupakan kumpulan kesatuan warga masyarakat
itu sendiri. Kemudian, yang kedua yaitu Egoism yang berarti persaingan antar negara
akan dikejar oleh masing-masing pihak tanpa mempedulikan pihak lain karena kondisi
anarki dan perang merupakan hal yang tidak dapat terelakkan. Dan power centrism yang
berarti adanya penggunaan kekuatan negara yang krusial kaitannya denga kepentingan
negara.11 Dalam teori realisme hanya sekolompok negara yang berperan didalamnya
yaitu negara yang memiliki power terbesar yang memanfaatkan power terkait adanya
konflik.
Selain itu, David Singer menggunakan pendekatan berdasarkan tingkatan ruang
lingkup dalam analisa yang disebut sebagai Level of Analysis (LoA), mengatakan bahwa
ruang lingkup dibagi menjadi dua yakni tingkat domestik dan internasional. Tingkatan
internasional atau disebut sebagai level sistemik berfokus kepada konsep tingkah laku
dan sifat dari aktor negara itu sendiri yang mana dipengaruhi oleh kondisi sistem
internasional yang ada pada masa tersebut.12 Tingkatan kedua adalah tingkat domestik
atau sub-sistem. Tindakan negara ketika dihadapi oleh sebuah fenomena pada domestik
dalam negerinya mempengaruhi politik luar negeri negaranya.13 Nilai historis negara,
tradisi agama atau sosial, atau sifat ekonomi dan geografis negara menjadi panduan
negara dalam menerapkan dan menciptakan kebijakan luar negerinya. Pada dasarnya
Level of Analysis mencoba menjelaskan faktor yang dapat mempengaruhi aktor negara
dalam bertindak menggunakan kebijakan luar negerinya dalam menghadapi sebuah
fenomena berasal dari faktor-faktor yang ada.
Salah satu perspektif dalam ilmu Hubungan Internasional yang mengalami
banyak perkembangan adalah Realisme. Perspektif realis banyak membahas tentang
perang dan keamanan yang berkaitan dengan militer dan power. Realisme berkembang
dan mendasar pada pemikiran bahwa “man is evil”. Aktor dalam perspektif realisme
adalah negara, sebagai satu individual yang tidak akan bekerjasama dengan aktor lain
tanpa ada maksud tertentu (self-interested) dan akan selalu berusaha untuk memperkuat
dirinya sendiri. Strategi pendekatan yang digunakan oleh aktor negara dinamakan
kebijakan luar negeri yang mana menentukan arah interaksi antar aktor.

11
Wohlforth, William C., 2012. Realism and Foreign policy” dalam Steve Smith, Amelia Hadfield &
Tim Dunne, Foreign Policy, Theories, Actors, Cases. Oxford
12
Singer, J. David, 1961. “The Level-of-Analysis Problem in International Relations”, World Politics,
14(1), the International System: Theoretical Essays
13
Ibid
Sebagai aktor utama, negara berkewajiban mempertahankan kepentingan
nasionalnya dalam kancah politik internasional. Negara dalam konteks ini diasumsikan
sebagai entitas yang bersifat tunggal dan rasional. Maksudnya adalah dalam tataran
negara, perbedaan pandangan politis telah diselesaikan hingga menghasilkan satu suara.
Sedangkan negara dianggap rasional karena mampu mengkalkulasikan bagaimana cara
mencapai kepentingan agar mendapat hasil maksimal. Oleh karena itu, power adalah
konsep kunci dalam hal ini. Dasar Normatif realisme adalah keamanan nasional dan
kelangsungan hidup negara: ini merupakan nilai-nilai yang menggerakkan doktrin kaum
realis dan kebijakan luar negeri kaum realis.
Power menurut Morgenthau dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: mengontrol
pikiran dan tindakan, kemampuan mendapatkan apa yang diinginkan, dan untuk
mendapatkan power tidak hanya dilakukan dengan senjata / ancaman, tetapi dengan
pengaruh diplomasi dan otoritas. Penulis melihat bahwa kebijakan luar negeri
memerlukan alat dalam menganalisanya melalui teori. Kebijakan luar negeri juga dapat
dibatasi dengan mempersempit analisa yang ada melalui fenomena-fenomena hubungan
internasional yang berkembang, yang kemudian dapat menggambarkan perilaku negara
dengan menganalisa kebijakan luar negeri yang ada. Power pada dasarnya berarti
kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk melakukan apa yang kita inginkan.
Dalam pencapaian ini, dapat dilakukan dengan hard power atau soft power. Hard power
lebih bersifat memaksa dan keras, contohnya dengan menggunakan kekuatan militer.
Soft power bukan berarti tanpa kekuatan, namun soft power menggunakan pendekatan
yang berbeda. Soft power lebih ditujukan pada pengubahan cara pandang, ideologi, dan
sebagainya. Dalam tesis ini, penulis memilih untuk menggunakan soft power untuk
melihat pengaruh yang diberikan Indonesia di wilayah Pasifik Selatan, khususnya di
dalam Melanesian Spearhead Group.
b. Aktor Rasional (Rational Actor)
Menurut Graham T. Alisson, untuk menganalisis suatu proses kebijakan luar
negeri antara lain dapat digunakan rational policy model. Proses kebijakan itu sendiri
secara teoritik sangat dipengaruhi oleh adanya faktor politik domestik dan eksternal
internasional. Allison membuat kajian politik luar negeri yang revolusioner karena
dianggap menantang asumsi rasionalisme dalam politik luar negeri yang mengikuti
prinsip-prinsip ekonomi dan sedikit banyak dianut juga oleh realisme dalam
menjelaskan politik luar negeri suatu negara.14 Dalam asumsi rasionalisme, tindakan
suatu negara dianalisis dengan asumsi bahwa negara mempertimbangkan semua pilihan
dan bertindak secara rasional untuk memaksimalkan keuntungan. Politik luar negeri
dilihat sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional. Bagi Allison, analisis
rasional yang disebut „Model Aktor Rasional’ mendasarkan diri pada imajinasi karena
tidak mendasarkan analisis pada fakta empirik yang sering di sebut melanggar prinsip
hukum falsifiablility.
Dalam perspektif “Decision Making Process”, Graham T Allison dalam
bukunya Essence of Decision: Explaining The Cuban Missile Crisis, yang diterbitkan
Boston: Little, Brown and Company tahun 1971, mengajukan tiga paradigma yang
dapat digunakan untuk menganalisis kebijakan luar negeri negara-negara di dunia, yaitu
Model Aktor Rasional (MAR), Model Proses Organisasi (MPO), dan Model Politik
Birokratik (MPB), yang akan diuraikan secara singkat berikut ini: Model Aktor
Rasional (Rational Actor), model ini menekankan bahwa suatu proses pengambilan
keputusan akan melewati tahapan penentuan tujuan, alternatif/opsi, konsekuensi, dan
pilihan keputusan. Model ini menyatakan bahwa keputusan yang dibuat merupakan
suatu pilihan rasional yang telah didasarkan pada pertimbangan rasional/intelektual dan
kalkulasi untung rugi sehingga diyakini menghasilkan keputusan yang matang, tepat,
dan prudent. Model Proses Organisasi (the Organizational Process), model ini
menekankan bahwa suatu proses pengambilan keputusan merupakan suatu proses
mekanistis yang melewati tahapan, prosedur, dan mekanisme organisasi dengan
prosedur kerja baku (standard operating procedure) yang telah berlaku selama ini.
Keputusan yang ditetapkan dipandang sebagai output organisasi yang telah
mempertimbangkan tujuan, sasaran, dan skala prioritas organisasi. Model Politik
Birokratik (Bureaucratic/Governmental Politics), model ini menekankan bahwa suatu
proses pengambilan keputusan dirumuskan oleh berbagai aktor, kelompok, dan pihak
yang berkepentingan melalui proses tarik menarik, tawar menawar, saling
mempengaruhi dan kompromi antar stakeholders terkait. Keputusan yang ditetapkan
merupakan proses resultan politik yang melewati deliberasi yang panjang dan komplek
Setiap negara digambarkan sebagai aktor rasional yang selalu bertindak
didasarkan atas kepentingan dirinya sendiri. Dan yang paling mendasar adalah menjaga
kedaulatan dan mencapai kepentingan nasional. Dalam model ini digambarkan bahwa
14
Allison, Graham T.1971. Essence of Decision: Explaining the Cuban Missile Crisis. Boston: Little, Brown and
Company. Dalam Hara, A Eby. 2011. Pengantar Analisis Politik Luar Negeri: dari Realisme sampai
Konstruktivisme. Bandung: Nuansa.
para pembuat keputusan melakukan alternatif alternatif kebijakan untuk mendapatkan
hasil yang optimal. Asumsi dasar perspektif model aktor rasional yaitu bahwa negara-
negara dapat dianggap sebagai aktor yang berupaya untuk memaksimalkan pencapaian
tujuan mereka berdasarkan kalkulasi rasional di dalam kancah politik global.15 Dalam
model aktor rasional, negara digambarkan sebagai sebuah aktor individu rasional,
memiliki pengetahuan yang sempurna terhadap situasi dan mencoba memaksimalkan
nilai dan tujuan berdasarkan situasi yang ada. Berbagai tindakan negara-negara
dianalisis dengan asumsi bahwa negara-negara mempertimbangkan semua pilihan dan
bertindak rasional untuk memaksimalkan keuntungan. Dalam penulisan tesis ini, penulis
akan menjabarkan keuntungan dan kerugian mengenai keterlibatan Indonesia di dalam
Melanesian Spearhead Group. Ada beberapa hal yang penulis lihat adalah sebagai
keuntungan Indonesia bergabung ke dalam forum sub-regional Melanesian Spearhead
Group, yaitu: Indonesia merupakan negara dengan jumlah ras Melanesia terbanyak di
bandingkan dengan negara-negara yang terletak di wilayah Pasifik Selatan; secara
geografis Indonesia merupakan tertangga dekat dengan negara-negara Melanesia,
sehingga sangat mungkin bagi Indonesia untuk menjalin hubungan yang lebih dekat
lagi; dan tingkat ekonomi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara di Pasifik
Selatan sangat jauh di bawah Indonesia, sehingga merupakan salah satu peluang bagi
Indonesia untuk memberikan bantuan kepada mereka. Kemudian kerugian timbul
dengan bergabungnya Indonesia ke dalam Melanesian Spearhead Group adalah
munculnya perlawanan dari kelompok separatis Papua Merdeka dengan mengangkat
isu-isu yang terjadi di wilayah Papua.
Berdasarkan keuntungan dan kerugian yang telah di jabarkan di atas, penulis
melihat lebih banyak keuntungan yang akan di peroleh oleh Indonesia dengan
bergabung ke dalam Melanesian Spearhead Group. Hal ini lah yang menjadi dasar
pertimbangan Indonesia dalam mengambil keputusan untuk bergabung kedalam forum
tersebut. Aktor utama yaitu negara harus dapat mengambil keputusan secara rasional
dengan menimbang untung dan rugi yang akan di peroleh setelah keputusan di ambil.
Keamanan nasional dan kepentingan nasional merupakan prinsip utama dan
tujuan strategis dalam menyusun kebijakan luar negeri. Proses pembuatan kebijakan
luar negeri dilakukan oleh aktor yang mana masing-masing berperan sebagai pemain.
Hubungan antar aktor secara umum digambarkan dalam proses tarik ulur satu sama lain

15
Bruce Russet dan Harvey Starr. 1998. World Politics: The Menu for Choice. 2nd ed. New York: W.H. Freeman and
Co.
(pulling and hauling). Kebijakan luar negeri dipahami sebagai political outcomes.
Menurut Allison outcomes bukanlah penyelesaian yang dipilih oleh para aktor tetapi
merupakan hasil dari kompromi, koalisi dan kompetisi antar aktor.16 Menganalisa
foreign policy sebagai bentuk proses rasionalitas atau disebut foreign policy making as
rational process menurut Allison bahwa Rational decision making model terbentuk dari
aktor kesatuan (unitary actor) yang menjalankan peran sebagai rasional aktor dalam
pengambilan sebuah keputusan. Kebijakan luar negeri tersebut menjadi sebuah langkah
dalam menangani konflik maupun permasalahan yang dihadapi negara. Seperti
dikatakan dalam kaitannya mengenai Rational Decision-Making Model adalah
bahwasanya sebagai “foreign policy as results from an intellectual process where the
actors choose what is the best for the country and select”. Maka dalam rasionalitas
pengambilan kebijakan sebagai tujuan menjalankan kebijakan yang terbaik bagi negara.
Politik Luar Negeri sebagai akibat tindakan-tindakan yang di pilih oleh aktor
rasional untuk mencapai target dari tujuan-tujuan yang di tetapkan oleh suatu negara.
Pembuatan Keputusan Politik Luar Negeri dari model ini disebut sebagai suatu proses
intelektual. Aktor-aktor rasional berusaha untuk membuat kebijakan luar negeri yang
dapat memaksimalkan pencapaian kepentingan nasional. Dalam hal ini negara dilihat
sebagai entitas monolitik. Allison menekankan bahwa kelemahan dari pandangan
tersebut adalah negara satu dengan negara lainnya tidak memiliki sifat yang homogen
sehingga aktor-aktor rasional tersebut tidak dapat menjelaskan politik luar negeri
maupun mekanisme internal dalam perumusannya dengan baik. Keterkaitan antara
model Aktor Rasional dan teori realis dapat dilihat dengan sangat jelas, dimana aktor
utamanya adalah negara. Dalam proses pembuatan keputusan, aktor memiliki peran
penting untuk mempengaruhi aktor lainnya dalam mencapai tujuan.
E. HIPOTESA

Dengan demikian, Indonesia memutuskan untuk bergabung ke dalam Melanesian


Spearhead Group karena adanya peningkatan kapasitas diplomasi Indonesia melalui
soft power sebagai motor penggerak di Kawasan Pasifik Selatan. Sehingga
mempermudah Indonesia untuk merubah dukungan negara-negara di kawasan tersebut,
khusunya anggota Melanesian Spearhead Group, mengenai kedaulatan Indonesia
terhadap Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

16
Ibid
II. METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode


eksplanatif. Metode eksplanatif bertujuan untuk menerangkan dan menguji hipotesis
dari veariable-variabel penelitian. Penulis menggunakan metode eksplanasi untuk
menjelaskan tentang kebijakan Politik Luar Negeri Republik Indonesia di kawasan
Pasifik Selatan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Politik luar negeri Indonesia yang tidak terlepas dari pengaruh beberapa faktor,
antara lain posisi geografis yang strategis, yaitu posisi silang antara dua benua dan dua
samudra; potensi sumber daya alam dan manusia berikut susunan demografi; dan sistem
sosial-politik yang sangat mempengaruhi sikap, cara pandang serta cara memposisikan
diri di panggung internasional. Beberapa faktor yang menjadi dasar pertimbangan
keterlibatan Indonesia di dalam forum pasifik adalah yang pertama faktor sosial budaya,
hal ini terlihat dari persamaan ras Melanesia yang ada di Indonesia dan juga yang ada di
Pasifik. Yang kedua adalah faktor geografi, dimana selain ASEAN, Indonesia juga
memiliki tetangga yang serupa yang terletak di bagian timur Indonesia. Kemudian
faktor ekonomi dan politik, dimana Indonesia saat ini sedang menebar bibit untuk dapat
di ambil hasilanya dikemudian hari. Jika dilihat dari sisi ekonomi, tingkat ekonomi
Indonesia jelas lebih tinggi dari pada negara-negara anggota lainnya.Oleh sebab itu, saat
ini Indonesia masih lebih banyak memberi daripada menerima. Berbicara mengenai
politik, Indonesia ingin mejadi negara berpengaruh di wilayah Pasifik Selatan, seperti
Indonesia yang telah berpengaruh di Asia Tenggara. Terkait isu-isu yang terjadi di
Papua maka Indonesia merasa untuk meredam isu-isu yang saat ini telah menjadi
internasional. Dalam perkembangannya dari masa ke masa, faktor internal yang terjadi
masih dengan hal yang sama. Penulis melihat bahwa permasalahan yang sering
disuarakan datang dari permasalahan mengenai kelompok separatis Papua yang ingin
memisahkan diri dari NKRI dengan meyuarakan isu-isu yang telah menjadi isu
internasional. Kelompok ini datang dari dalam wilayah Indonesia, dimana mereka
merasa tidak adil dengan perlakuan pemerintah Indonesia terhadap masyarakat
setempat.
Dengan bergabungnya Indonesia di dalam Melanesian Spearhead Group, kebijakan
pemerintah terkait kerjasama luar negeri di dalam forum internasional dan sub-regional,
dapat kita lihat sesuai dengan penjelasan yang telah penulis uraikan diatas bahwa
mengenai kebijakan politik luar negeri oleh Rosenau yang didasari oleh faktor internal
dan eksternal, dimana dengan bergabungnya Indonesia di dalam forum Pasifik Selatan
ini, pemerintah melalui presiden Joko Widodo melihat beberapa faktor yang bisa
dikembangkan dan juga menjadi keuntungan bagi Indonesia di kemudian hari.
Keuntungan dengan bergabungnya Indonesia ini terutama pada kerja sama dibidang
ekonomi mengingat nilai perdagangan Indonesia dengan negara-negara Melanesian
Spearhead Group sampai saat ini cukup besar. Artinya bahwa keterlibatan Indonesia
menjadi anggota Melanesian Spearhead Group dapat membantu untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat di negara-negara pasifik. Selain itu, keberadaan Indonesia
sebagai anggota Melanesian Spearhead Group ini juga akan mengutungkan dalam
membangun hubungan diplomasi, terutama terkait isu Papua Merdeka. Pemerintah akan
lebih mudah memberikan pemahaman bahwa Indonesia sangat peduli dengan
masyarakat Melanesia, terutama yang ada di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Pemahaman ini tentu dilakukan dalam bentuk pembentukan kebijakan yang
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraaan masyarakat. Kita pun telah menyadari
bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia di Papua dalam keadaan baik-baik saja,
masyarakat menjalankan aktivitasnya secara normal dan kondusif. Roda pemerintahan
dan intervensi kebijakan yang dilakukan pemerintah pun berjalan lancar. Sehingga
ketika ada aksi masyarakat yang mengatasnamakan rakyat Papua ingin merdeka tentu
perlu dipertanyakan, apakah benar itu sesuai dengan keinginan masyarakat disana.
Untuk itu, tergabungnya Indonesia sebagai anggota Melanesian Spearhead Group
diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat di dunia terutama rakyat
Melanesian bahwa Indonsia masih sangat mampu mengelola konflik rumah tangganya
sendiri.
Bergabungnya Indonesia dengan Melanesian Spearhead Group bukan tanpa tujuan.
Tujuan Indonesia antara lain meliputi keikutsertaan Indonesia dalam Melanesian
Spearhead Group merupakan bagian dari upaya untuk mereposisi kebijakan luar negeri
Indonesia yang selama ini lebih memberi penekanan kepada negara-negara ASEAN dan
negara Barat, menuju look east policy. Kehadiran Indonesia dalam Melanesian
Spearhead Group merupakan bagian dari upaya untuk medekatakan diri dengan negara-
negara di kawasan Pasifik, dan keikutsertaan Indonesia sebagai mitra dialog Melanesian
Spearhead Group dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan citra Indonesia di dunia
internasional sekaligus dapat dimanfaatkan untuk menggalang dukungan terhadap
Indonesia dalam forum internasional. Ada beberapa strategi yang digunakan Indonesia
untuk melakukan pendekatan di wilayah Pasifik Selatan, yaitu: look east policy;
prosper thy neighbour; dan regional power policy.
Sebagai aktor utama, negara berkewajiban mempertahankan kepentingan
nasionalnya dalam kancah politik internasional. Negara dalam konteks ini diasumsikan
sebagai entitas yang bersifat tunggal dan rasional. Maksudnya adalah dalam tataran
negara, perbedaan pandangan politis telah diselesaikan hingga menghasilkan satu suara.
Sedangkan negara dianggap rasional karena mampu mengkalkulasikan bagaimana cara
mencapai kepentingan agar mendapat hasil maksimal. Penulis menggunakan Actor
Rational dengan pendekatan realisme untuk melihat kebijakan politik luar negeri Indonesia
yang kemudain akan menunjukan alasan tergabungnya Indonesia di dalam Melanesian
Spearhead Group. Penulis melihat bahwa realis juga memusatkan perhatian pada potensi
konflik yang ada di antara aktor negara, dalam rangka memperhatikan atau menjaga stabilitas
internasional, mengantisipasi kemungkinan kegagalan upaya penjagaan stabilitas,
memperhitungkan manfaat dari tindakan paksaan sebagai salah satu cara pemecahan terhadap
perselisihan, dan memberikan perlindungan terhadap tindakan pelanggaran wilayah perbatasan.
Oleh karena itu, power adalah konsep kunci dalam hal ini. Dasar Normatif realisme adalah
keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara: ini merupakan nilai-nilai yang
menggerakkan doktrin kaum realis dan kebijakan luar negeri kaum realis.

Realisme merupakan teori yang menyatakan bahwa negara adalah satu-satunya


aktor dalam hubungan internasional. Setiap aktivitas interaksi aktor Hubungan
Internasional harus dikaitkan dengan aktor negara. Sama halnya dengan aktor rasional
yang menjadikan Negara sebagai aktor utama dalam pengam bilan keputusan. Dalam
hal ini, penulis melihat Indonesia sebagai aktor utama dalam pengambilan kebijakan
politik luar negeri. Keptusan Indonesia akhirnya memutuskan untuk bergabung kedalam
forum Pasifik Selatan karena Indonesia merasa percaya diri dengan power yang dimiliki
sebagai Negara yang berpengaruh di wilayah Asia Tenggara. Melihat hal tersebut,
Indonesia mulai memberikan perhatian lebih kepada wilayah Pasifik Selatan. Di
bandingkan dengan negara-negara di wilayah Pasifik Selatan, Indonesia memiliki
keunggulan dari segi ekonomi, luas Negara, dan peengaruh politik yang kuat. Untuk
menjadikan Indonesia sebagai Negara yang berpengaruh di wilayah Pasifik Selatan,
Indonesia masuk dengan cara yang smooth. Dalam hal ini Indonesia menggunakan soft
power dengan cara diplomasi.
Dengan mengedepankan identitas sebagai Negara kepulauan dalam pelaksanaan
diplomasi dan membangun kerjasama internasional merupakan salah satu tujuan
kebijakan politik luar negeri Indonesia pada era Joko Widodo. Meningkatkan peran
global melalui diplomasi middle power yang eksis dan berkontribusi bagi dunia
Internasional yang menempatkan Indonesia sebagai kekuatan regional dan kekuatan
global secara selektif dengan memberikan prioritas kepada permasalahan yang secara
langsung berkaitan dengan kepentingan Indonesia. Arah kebijakan luar negeri Indonesia
pada era Joko Widodo saat ini adalah diplomasi ekonomi dan pilar ekonomi menjadi
salah satu prioritas diplomasi luar negeri Indonesia. Kapasitas diplomasi Indonesia
dalam hal ekonomi ini sangat membantu Indonesia untuk berkiprah di wilayah Pasifik
Selatan. Penulis mengatakan demikian karena diplomasi ekonomi ini bertujuan untuk
menopang kemandirian ekonomi nasional dan juga untuk secara internasional.
Dikatakan secara internasional karena dengan tingginya tingkat ekonomi Indonesia di
bandingkan dengan Negara-negara di kawasan pasifik Selatan, maka Indonesia bias
memanfaatkan hal ini untuk memberikan bantuan kepada mereka.
Terkait isu-isu yang sering disuarakan oleh kelompok separatis kemerdekaan
Papua, hal ini mendorong Indonesia untuk meningkatkan kapasitas diplomasi Indonesia.
Peningkatan kapasitas diplomasi Indonesia di katakana cukup berani dengan melakukan
sesuatu yang berbeda yang akan menjadikan Indonesia sebagai Negara yang memiliki
wibawa dikancah internasional. Kepercayaan diri Indonesia yang tinggi terlihat pada
siding PBB di New York pada September 2016 lalu, dimana Nara Rakhmatia yang
merupakan seorang diplomat muda Indonesia mencuri perhatian dunia dalam siding
tersebut. Dalam siding tersebut terdapat enam Negara kepulauan yang ada di Pasifik
yaitu Vanuatu, Solomon Island, Tonga, Nauru, marshall Island, dan Tuvalu yang secara
terang-terangan menyatakan keprihatinan tentang pelanggaran HAM di Papua. Pada
forum PBB tersebut, Negara-negara kepulauan Pasifik itu menyerukan kebebasan bagi
Papua Barat untuk menentukan hasilnya sendiri.
Keberanian dan kepercayaan diri Indonesia dengan mengirimkan diplomat muda
sanggup menjawab tudingan Negara-negara pendukung kemerdekaan Papua dengan
tegas dan berani. Nara mengecam tudingan Negara-negara di kepulauan Pasifik yang
mengkritik catatan HAM di Papua. Pernyataan enam kepala Negara itu dilihat Indonesia
sebagai motif politik karena mereka tidak mengerti persoalan Papua dan kemudian
mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Mereka menggunakan Sidang Majelis
Umum PBB untuk mengalihkan perhatian dunia terhadap masalah sosial dan politik di
dalam negerinya dan secara tidak langsung telah melakukan intervensi terhadap
kedaulatan Negara Indonesia. Pernyataan enam kepala Negara tersebut dibuat untuk
mendukung kelompok separatis yang selalu berusaha menciptakan rasa tidak aman di
Papua. Selama ini Indonesia telah berusaha membendung internasionalisasi masalah
Papua. Hal terakhir yang dilakukan adalah Indonesia berhasil membendung
keanggotaan kelompok separatis kemerdekaan Papua menjadi full member di dalam
forum Melanesian Spearhead Group, sementara perbaikan kualitas hidup di Papua terus
dilakukan oleh pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Joko Widodo.
Adanyan peningkatan kapasitas diplomasi Indonesia bukan tanpa alasan,
sebagaimana telah di ketahui bahwa selama ini Indonesia menjadi bahan ejekan terkait
isu-isu yang terjadi di Papua. Keterlibatan Indonesia di dalam Melanesian Spearhead
Group memberikan lebih banyak keuntungan daripada kerugian. Mulai dari persamaan
budaya dan kepemilikan jumlah ras Melanesia terbanyak di banding negara-negara
kepulauan di Pasifik Selatan, letak geografis yang strategis, tingkat ekonomi Indonesia
yang jauh lebih tinggi, serta pengalaman berpolitik Indonesia yang lebih mahir dari
pada negera-negara di Pasifik Selatan, menjadikan hal-hal tersebut sebagai tolak ukur
bagi Indonesia untuk memdapatkan status full member dalam forum Melanesian
Spearhead Group. Dengan munculnya berbagai perlawanan dari para pendukung Papua
Merdeka, bukan tidak mungkin bagi Indonesia untuk melangkah lebih jauh berperan di
kawasan Pasifik Selatan. Kebijakan Indonesia untuk bergabung ke dalam Melanesian
Spearhead Group tentunya dengan adanya pertimbangan-pertimbangan yang kemudian
melihat lebih banyak keuntungan bagi Indonesia untuk terlibat kedalamnya. Dengan
pengalaman berpolitik yang kuat di kawasan Asia Tenggara dan menjadikan ASEAN
sebagai lingkaran konsentris politik luar negeri, maka Indonesia memiliki keinginan
yang sama untuk memiliki pengaruh yang kuat di kawasan Pasifik Selatan. Dengan
menjadi motor penggerak bagi negera-negara kepulauan di Pasifik Selatan, khususnya
negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group, maka akan mempermudah
Indonesia untuk merubah dukungan Melanesian Spearhead Group terhadap kedaulatan
Indonesia terhadap Papua.
Negara dianggap sebagai aktor rasional, meskipun kaum realis sebenarnya takut
pada kesalahpahaman orang-orang dalam memandang negara sebagai rasional aktor.
Aktor negara harus memaksimalkan segala sumber daya untuk memperkuat pertahanan
dalam menyerang atau bertahan apabila berkonflik dengan negara lain. Dalam
menggunakan power untuk mencapai Kepentingan Nasionalnya, aktor memiliki
beberapa metode pengaplikasian power yang digunakan sesuai dengan situasi yang
diperlukan oleh aktor. Indonesia tidak menggunakan hard power untuk terlibat lebih
dalam ke dalam Pasifik Selatan melalui militer, akan tetapi lebih menggunakan sofr
power melalui cara diplomasi. Yang pertama, adalah dalam berpolitik. Indonesia
sebagai negara dengan middle power bisa menjadi agen perubahan di dunia
internasional. Negara dengan middle power atau yang kekuatannya berada di level
menengah, justru adalah negara yang bisa berkontribusi besar di dunia internasional.
Melihat hal ini, Indonesia berada di posisi lebih tingi dan memiliki potensi yang lebih
untuk mempengaruhi Negara-negara lainnya di wilayah Pasifik Selatan. Kedua, melalui
bidang ekonomi.
Seperti yang telah penulis katakan sebelumnya bahwa tingkat ekonomi
Indonesia berada jauh lebih tinggi daripada Negara-negara anggota Melanesian seperti
Papua Nugini, Fiji, Solomon Island, Vanuatu dan Caledonia Baru. Jika kita kaitkan
dengan aktor rasional yang mepertimbangkan untung dan rugi, maka saat ini Indonesia
belum mendapatkan keuntungan banyak dari segi ekonomi. Untuk itu, strategi
Indonesia adalah dengan banyak memberi saat ini sehingga bisa banyak menuai hasil di
kemudian hari. Ketiga adalah melalui budaya, dimana Indoenesia memiliki jumlah ras
Melanesia terbesar di wilayah Pasifi Selatan. Hal ini menjadikan Indonesia merasa
pantas dan sudah seharusnya berada di dalam forum Melanesian Spearhead Group.
Untuk memberikan pengaruh yang kuat diwilayah Pasifik Selatan, maka
Indonesia membutuhkan basis peran kepemimpinan yang kuat dan bervisi untuk dapat
merangkul negara-negara di Pasifik Selatan untuk menjalin kerjasama, terutama negara
anggota Melanesian Spearhead Group. Negara-negara tersebut tidak lagi dianggap
rival, melainkan sebagai partner untuk kemajuan yang bisa meyumbangkan kemajuan
bagi dinamika kawasan. Di sisi lain, Indonesia harus memperhatikan unsur ekonominya.
Tingkat ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia, menjadi hal
penting yang perlu diiperhatikan. Mengingat bahwa adanya iuran wajib setiap negara
anggota Melanesia Spearhead Group setiap tahunnya. Indonesia perlu lebih waspada
akan adanya kemungkinan diperalat dalam hal ekonomi. Bukan menajdi rahasia lagi
bahwa diantara negara-negara anggota Melanesia, Vanuatu menjadi salah satu negara
yang memiliki utang di dalam organisasi yang kemudian meminta bantuan negara lain
yaitu Papua Nugini untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini lah yang menjadi
salah satu hal yang harus tetap di waspadai oleh Indonesia.
Dengan memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi Negara lainnya, Indonesia
terus berusaha mendekati satu per satu Negara-negara di Pasifik Selatan untuk melihat
Indonesia sebagai Negara yang memiliki andil besar bagi mereka. Kalkulasi untung dan
rugi Indonesia terlibat di dalam Melanesian Spearhead Group bukan dengan gratis.
Indonesia terus aktif didalam pertemuan-pertemuan Pasifik Selatan dan juga aktif dalam
memberikan bantuan karena tentunya Indonesia ingin mendapatkan sesuatu yang besar
dari Negara-negara tersebut. Karena Indonesia juga ingin mengembangkan diri
meningkatkan kerja sama di kawasan Pasifik untuk memajukan kawasan Timur
Indonesia. Pemerintah Indonesia harus menjadikan Kawasan Pasifik sebagai salah satu
kawasan yang cukup penting. Berbagai program dan kerja sama juga harus sudah
dirancang dan segera direalisasikan untuk membangun hubungan dengan Negara-negara
anggota Menalesia. Terkait kelompok separatis yang ingin memisahkan diri dari
Indonesia, Indonesia merasa perlu untuk menggalang dukungan yang lebih banyakn dari
dunia internasional. Mengingat bahwa Vanuatu sangat gencar mendukung dan
menyuarakan kemerdekaan Papua, maka dengan keterlibatan Indonesia di dalam
Melanesian Spearhead Group Indonesia ingin mnejadi negara yang berpengaruh
sehingga menjadi salah satu cara untuk menggalamg dukungan negara-negara Pasifik
Selatan untuk meredam pergerakan ULMWP untuk memerdekakan Papua, sehingga
Papua akan tetap menjadi harga mati di dalam wilayah Republik Indonesia.

IV. KESIMPULAN

Dengan semakin berkembangnya Indonesia, kebijakan politik luar negeri yang


muncul juga semakin kompleks. Karena bagaimanapun juga dengan perubahan-
perubahan kapabilitas Negara dan stabilitas politik dalam negeri memberikan pengaruh
yang sangat besar demi tercapainya tujuan tersebut. Namun, terlihat jelas, tidak hanya
dipengaruhi oleh dinamika politik domestik, politik luar negeri Indonesia sekarang ini
juga dipengaruhi oleh fenomena-fenomena yang muncul dalam hubungan internasional.
Berbagai isu-isu mengenai separatisme tidak hanya sekali disuarakan, namun isu
tersebut sudah berlangsung sejak bergabungnya Papua ke dalam NKRI. Dal hal ini tidak
hanya menjadi boomerang bagi Indonesia di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Bergabungnya Indonesia menjadi bagian dari Melanesian Spearhead Group terus
mendapat halangan dari berbagai pihak yang tidak pro terhadap pembangunan, dimana
pemerintah Indonesia di bawah pipinan Joko Widodo selalu dihadapkan dengan isu-isu
mengenai pembantaian HAM di Papua. Hal ini kemudian membuat pemerintah
Indonesia berupaya untuk dengan cepat dan tepat namun secara terarah menangani isu-
isu tersebut agar tidak merugikan Indonesia dalam berperan aktif di wilayah Pasifik
Selatan. Dalam pembahan tesis ini, jangkauan penelitian penulis fokuskan pada
kebijakan politik luar negeri Indonesia di bawah pimpinan Joko Widodo.

Latar belakang hubungan kerjasama Indonesia dan negara-negara Pasifik Selatan


didasari oleh kebutuhan dan kepentingan masing masing tiap negara. Indonesia banyak
memberi bantuan berupa kerjasama teknis seperti capacity building di bidang ekonomi
dan good governance di bidang politik kepada negara-negara Pasifik Selatan (Fiji,
Vanuatu, Papua Nugini), sebab negara-negara di Pasifik Selatan minim akan kemajuan
pembangunan negaranya yang disebakan oleh kapasitas sumber daya manusia yang
kurang, demografi yang jumlahnya sedikit, serta akses yang sulit dijangkau. Adapun
tujuan utama selain membantu pembangunan negara demi menjaga kestabilan kawasan,
manfaat yang Indonesia dapatkan adalah meredam dukungan-dukungan ketiga negara
tersebut dalam upaya kemerdekaan Papua Barat dari Indonesia. Kesamaan etnis
Melanesia yang membuat negara negara di Pasifik Selatan yang dimana atas nama
solidaritas mendukung penuh separatism Papua Barat. Isu ini juga sudah menjadi isu
internasional yang mengkhawatirkan Indonesia terhadap ancaman kedaulatan keutuhan
NKRI.

Dukungan yang diberikan oleh beberapa negara anggota Melanesian Spearhead


Group terhadap kelompok separatis Papua karena persamaan ras membuat Indonesia
mengambil kebijakan soft power dengan upaya diplomasi menggunakan kerjasama
teknik yang pada dasarnya diarahkan untuk mencapai sasaran seperti menjamin
keutuhan NKRI. Indonesia sebagai aktor utama telah mengambil kebijakan secara
rasional dengan memperhitungkan untung dan rugi atas keterlibatannya dengan
Melanesian Spearhead Group. Indonesia melihat bahwa negera-negara di Pasifik
Selatan memiliki potensi sumberdaya yang bisa dikembangkan. Sehingga saat ini
melalui soft power, Indonesia masuk dengan smooth untuk menaburkan bantuan-
bantuan yang akan di panen oleh Indonesia di masa mendatang.

Upaya -upaya yang dilakukan Indonesia sejauh ini membuahkan hasil yang baik.
Hal ini terlihat dari ditolaknya permintaan ULMWP untuk menjadi full member dalam
Melanesian Spearhead Group. Dukungan penuh dari Papua Nugini dan Fiji terhadap
kedaulatan Indonesia menjadi pegangan utama bagi Indonesia untuk menaikan
statusnya menjadi full member. Penolakan terhadap ULMWP adalah karena mereka
bukan sebuah negara, apapun alasannya merreka tidak punya hak untuk menjadi full
member dengan pertimbangan sesuai prosedur ULMWP bukan wakil rakyat Papua
secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia sebagai anggota Melanesian Spearhead
Group ini juga akan mengutungkan dalam membangun hubungan diplomasi, terutama
terkait isu Papua Merdeka. Adanya peningkatan kapsitas diplomasi Indonesia di kancah
internasional menjadi hal yang menguntungkan bagi Indonesia untuk mengubah
dukungan negara-negara Melanesian Spearhead Group mengenai kedaulatan Indonesia
terhadap Papua sebagai bagian dari NKRI. Pemerintah akan lebih mudah memberikan
pemahaman bahwa Indonesia sangat peduli dengan masyarakat Melanesia, terutama
yang ada di Provinsi Papua dan Papua Barat. Pemahaman ini tentu dilakukan dalam
bentuk pembentukan kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraaan
masyarakat. Indonesia telah menyadari bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia di
Papua dalam keadaan baik-baik saja, masyarakat menjalankan aktivitasnya secara
normal dan kondusif. Roda pemerintahan dan intervensi kebijakan yang dilakukan
pemerintah pun berjalan lancar. Sehingga ketika ada aksi masyarakat yang
mengatasnamakan rakyat Papua ingin merdeka tentu perlu dipertanyakan, apakah benar
itu sesuai dengan keinginan masyarakat disana. Untuk itu, tergabungnya Indonesia
sebagai anggota Melanesian Spearhead Group diharapkan mampu meningkatkan
kepercayaan masyarakat di dunia terutama rakyat Melanesian bahwa Indonsia masih
sangat mampu mengelola konflik rumah tangganya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Adil, Hilman. 1993. Dinamika Perkembangan Pasifik Selatan Dan Implikasinya
Terhadap Indonesia. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kemasyarakatan dan Kebudayaan PDII-LIPI.
Allison, Graham T.1971. Essence of Decision: Explaining the Cuban Missile Crisis.
Boston: Little, Brown and Company. Dalam Hara, A Eby. 2011. Pengantar
Analisis Politik Luar Negeri: dari Realisme sampai Konstruktivisme.
Bandung: Nuansa.
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
Bhakti, Ikrar Nusa. 2006. Merajut Jaring-Jaring Kerja Sama Keamanan Indonesia-
Australia: Suatu Upaya Menstabilkan Hubungan Bilateral Kedua Negara.
Jakarta: LIPI
Budiono Kusumohamidjojo. 1987. Hubungan Internasional: Kerangka Studi Analisis.
Jakarta: Bina Cipta
Hatta, Mohammad, 1953. Dasar Politik Luar Negeri Republik Indonesia. Jakarta,
Tintamas.
Hatta, Mohammad. 1976. Mendayung Antara Dua Karang. Jakarta: Bulan Bintang. Cet.
Pertama
Hery Saripuddin,dkk. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Asia
Pasifik & Afrika Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan. (2013).
Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Kawasan Pasifik Selatan: Menimbang
Etnis Melanesia Dalam Diplomasi Indonesia. Jakarta: P3K2 Aspasaf.
Haris, Syamsuddin. 1989. Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jurnal Politik. Jakarta: PT Gramedia.
Langie, Sam Jacob R. 1982. Indonesia di Pasifik. Jakarta: Sinar Harapan
Mochtar Kusumaatmadja,1983, Politik Luar Negeri Indonesia dan Pelaksanaannya
Dewasa ini (Kumpulan karangan dan Pidato)”, Bandung: Penerbit Alumni
Nasution, A.H. 1966. Sejarah Perjuangan Nasional di Bidang Bersenjata. Jakarta:
Mega Bookstore.
Ogashiwa, Yoko. 2002. “South Pacific Forum: Survival Under External Pressure” in
New Regionalisms in the Global Political Economy, by Shaun Breslin,
Christopher W. Hughes, Nicola Phillips and Ben Rosamond (eds). London:
Routledge.
Renshon, J. & Renshon, S. 2008. The Theory and Practice of Foreign Policy Decision
Making, Political Psychology, Alex Mintz & Karl DeRouden Jr.2010.
Understanding Foreign Policy Decision Making
Richard W Mansbach & Kristen L. Rafferty. 2012. “Pengantar Politik Global
(Introduction to Global Politics)”. Bandung: Nusa Media.
Usman, Asnani, 1994, Indonesia dan Pasifik Selatan, dalam Bantarto Bandoro [ed],
Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. Jakarta: CSIS.
Wuryandari, Ganewati, dkk. 2016. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran
Politk Domestik. Jakarta: P2P LIPI.
Yuwono, Ismantoro Dwi. 2014. “Jani-janji Jokowi-JK (Jika) Rakyat Tidak Sejahtera,
Turunkan Saja Mereka!”. Yogyakarta: Media Pressindo.

JURNAL
Anshari, Yumna Sani. 2016. Hubungan Kerjasama Indonesia dengan Negara-Negara
Pasifik Selatan. Makassar: Departemen Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.
Anwar, D.F. (2003). Kew Aspects in Indonesia‟s Foreign Policy: Change and
Continuity amidst a Changing Environment. Indonesia: Foreign Policy and
Domestics. Singapore: ISEAS.
Bruce Russet dan Harvey Starr. 1998. World Politics: The Menu for Choice. 2nd ed.
New York: W.H. Freeman and Co.
Departemen Pertahanan Republik Indonesia. 2008. Buku Putih Pertahanan Indonesia
2008.
DeRouen, K. Mintz. A. 2010. Understanding Foreign Policy Decision Making.
Cambridge University Press. New York.
Diplomasi Indonesia 2014. Direktorat Informasi dan Media, Direktorat Jenderal
Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia.
Elmslie, Jim. 2015. „Indonesian Diplomatic Manuvering in Melanesia: Challenges and
Opportunities‟ dalam Azizian, Rouben (eds.), Regionalism, Security &
Cooperation in Oceania, Asia-Pacific Center for Security Studies,
Honolulu.
Habib, A Hasnan. 1990. Kapita Selekta; Strategi dan Hubungan Internasional. Jakarta:
CSIS.
Hard, I. 2007. Breaking and Making International Norms: American Revionalisme and
Crises of Legitimacy. International Politic.
J. Kusnanto Anggoro. 1987. Dinamika Politik di Pasific Barat Daya, Analisa,Th, XVI,
NO. 2.
Kementerian Luar Negeri Indonesia, Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri
Indonesia tahun 2015.
Mac Queen, N., „Sharpening the Spearhead: Sub regionalism in Melanesia‟, Pacific
Studies Vol. 12 No.2.
May, Ronald, The Melanesian Spearhead Group: Testing Pacific Island Solidarity,
Australian Strategic Policy Institute.
Michel, Leifer . 1983. Indonesia‟s Foreign Policy, London: Royal Institute For
Internasional Affairs George Allen and Unwin.
Nur Amaliyah, 2015, Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Di Bawah Pemerintahan
Presiden Jokowi, Makassar: Universitas Hasanuddin
Pujajnti, A. 2015. Arah Hubungan Bilateral Indonesia – Malaysia di Masa Perintahan
Jokowi. Pusat Pengkajian, Pengelolaan Data dan Informasi. Seketariat
Jenderal DPR PR. Jakarta.
Singer, J. David, 1961. “The Level-of-Analysis Problem in International Relations”,
World Politics, 14(1), the International System: Theoretical Essays.
Wohlforth, William C., 2012. Realism and Foreign policy” dalam Steve Smith, Amelia
Hadfield & Tim Dunne, Foreign Policy, Theories, Actors, Cases. Oxford.
York, Michael. “Selat Malaka Dalam Politik Luar Negeri Indonesia”. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta: MIHI.
Zonggonau, Lenie Marlina. 2011.. Pembentukan Kerjasama Sub-Regional the
Melanesian Spearhead Group Tahun 1988Yogyakarta: Jurusan Ilmu
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional "Veteran".

INTERNET
Arto Suryodipuro, “Building Relations with Pacific Islands Countries,” The Jakarta
Post (daring), 25 January 2014,
http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/25/building-relations-with-
pacific-island-countries.html
Forau, P. and T. Newton Cain, 2014, „Peter Forau on Why the Melanesian Spearhead
Free West Papua Campaign, “Solomon Island&Vanuatu Supporting West
Papua for Full Membership of the Melanesian Spearhead Group”, Fre West
Papua Campaign (daring),
https://www.freewestpapua.org/2016/05/12/solomon-islands-vanuatu-
supporting-west-papua-for-full-membership-of-the-melanesian-spearhead-
group-msg/
Group is a Success’, Devpolicy (daring), 5 Maret, <devpolicy.org/peterforau-
https://bennyw10.wordpress.com/2016/07/14/apa-itu-melanesia-spearhead-
group-msg-dan-apa-saja-yang-dilakukan-msg/
Mambor, Victor, “MSG Chair Said The MSG‟s Principle is Decolonization of
Melanesia”, Tabloid Jubi (daring), http://tabloidjubi.com/eng/msg-chair-
said-the-msgs-principle-is-decolonisation-of-melanesia
Memperkuat Kehadiran Indonesia di Pasifik Selatan
http://m.antaranews.com/berita/552083/memperkuat-kehadiran-indonesia-
di-pasifik-selatan
Memperkuat Kemitraan dengan The Melanesian Spearhead Group.
http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/219-4-articles-juli-
2015/1928- memperkuat-kemitraan-dengan-the-melanesian-spearhead-
group.html
MSG: trading on political capital and Melanesian solidarity‟, Pacific Institute of Public
Policy, Briefing Paper 2(2008), 2,
http://www.sastrapapua.com/2016/02/melanesia-sejarah-dan-politik-
sebuah_7.html
Pentingnya Kerjasama Ekonomi Indonesia-Vanuatu.
http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/pentingnya-kerja-sama-ekonomi-
indonesia-%E2%80%93-vanuatu
Radio New Zealand, “Strong Fiji Backing for West Papua-Ro Teimumu” Radio New
Zealand (daring), , http://www.radionz.co.nz/international/pacific-
news/308573/strong-fiji-backing-for-west-papua-ro-teimumu
SBY Kunjungi Fiji Untuk Jelaskan Kondisi Papua.
http://www.voaindonesia.com/content/sby-kunjungi-fiji-untuk-jelaskan-
kondisi-papua/1938483.htm
Tarere, W., “Bainimarama has no problem with West Papua in MSG”, Vanuatu Daily
Post (daring), http://www.dailypost.vu/content/bainimarama-has-no-
problem-west-papua-msg
The Melanesian Spearhead Group. (2012). Annual Report 2012. Port Vila: MSG
Secretariat. http://www.msgsec.info/index.php/publicationsdocuments-a-
downloads/annualreports?download=285%3A2012-annual-report Dalam
Munandar, Yusuf. Pentingnya Kerja Sama Ekonomi Indonesia – Vanuatu.
Jakarta: pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan
TESIS

ALASAN INDONESIA DALAM MELAKUKAN KERJA SAMA


DENGAN MELANESIAN SPEARHEAD GROUP (MSG)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S-2

pada Program Studi Magister Ilmu Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Wirda Wanda Sari Bekarekar

20141060054

MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016
i
TESIS

ALASAN INDONESIA DALAM MELAKUKAN KERJA SAMA


DENGAN MELANESIAN SPEARHEAD GROUP (MSG)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S-2

pada Program Studi Magister Ilmu Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Wirda Wanda Sari Bekarekar

20141060054

Pembimbing Tesis

Ali Muhammad, Ph.d

MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016
ii
TESIS

ALASAN INDONESIA DALAM MELAKUKAN KERJA SAMA


DENGAN MELANESIAN SPEARHEAD GROUP (MSG)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S-2

pada Program Studi Magister Ilmu Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Wirda Wanda Sari Bekarekar

20141060054

Pembimbing Tesis

Ali Muhammad, Ph.d

MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016
iii
HALAMAN PENGESAHAN

Tesis dengan Judul:

ALASAN INDONESIA DALAM MELAKUKAN KERJA SAMA


DENGAN MELANESIAN SPEARHEAD GROUP (MSG)

Disusun Oleh:

WIRDA WANDA SARI BEKAREKAR

20141060054

Telah dipertahankan dalam Ujian Tesis, dinyatakan lulus dan didepan


Tim Penguji Program Studi Magister Ilmu Hubungan Internasional

Program Pasca Sarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pada:

Hari/Tanggal : Jum’at, 23 Desember 2016

Pukul : 15.00 WIB

Tim Penguji

Ali Muhammad, Ph.d

Dr. Surwandono, M.Si Ratih Hernaningtyas, M.A

Penguji I Penguji II

iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis saya ini adalah asli dan
belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik baik di
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atau pun di Perguruan Tinggi
lain. Dalam Tesis saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah
ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan
jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan
nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini saya buat
dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat
ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 29 Desember 2016

Wirda Wanda Sari Bekarekar, S.S

v
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam penulis haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman
kejahilian kepada era pencerahan seperti sekarang ini.

Alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikan tesis strata-2


Program Magister Ilmu Hubungan Internasional dengan judul “Alasan
Indonesia dalam Melakukan Kerjasama dengan Melanesian
Sperahead Group (MSG)”. Dengan suatu proses yang panjang dan
tanggung jawab sebagai mahasiswa sehingga tesis ini dapat
terselesaikan dengan baik. Penulis berharap bahwa tesis ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca nantinya.

Keberhasilan penulisan tesis ini tidak dapat terwujud tanpa


adanya bantuan serta pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu,
melalui kata pengantar ini penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih kepada:

1. Allah SWT, keyakinan iman ini membuat langkah semakin


teguh dan yakin dalam menimba Ilmu.
2. Bapak Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P selaku Rektor
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Bapak Dr. Achmad Nurmadi, selaku Direktur Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
4. Bapak Dr. Surwandono, selaku Kepala Program Magister
Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta sekaligus sebagai dosen penguji tesis ini.
vi
5. Bapak Ali Muhammad, Ph.d selaku Dosen Pembimbing
sekaligus Ketua Penguji yang telah memberikan kemudahan
dan kelancaran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis
ini.
6. Ibu Ratih Hernaningtyas, M.A selaku Dosen Penguji II,
terima kasih atas kerjasamanya selama menguji tesis ini.
7. Kepada segenap jajaran di Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia, Bapak Djauhari Oratmangun, Bapak
Rizal Wirakara, Bapak Rezha Fernando Wanggai, Bapak
Mohamad Hery Saripudin, yang telah berkenan menjadi
narasumber sehingga penulis dapat melengkapi data dalam
tesis ini dengan baik.
8. Kepada Bapak Laode Muhammad Fathun dan Bapak Adirio
Arianto, selaku dosen Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jakarta yang telah bersedia menjadi narasumber
dalam penulisan tesis ini.
9. Kedua orang tua, Mama Arti Winarsih & Papa Markus
Bekarekar, yang telah memberikan semangat dan keyakinan
dalam menyelesaikan tesis ini.
10. Adik-adik tercinta, kakak Dwi, kakak Tri, abang Kiki, &
adek Fallery, yang selalu mendukung dengan penuh kasih
sayang.
11. Sahabat yang telah memberikan semangat dan keyakinan
dalam pengerjaan tesis ini Uca, Elvira, Fiki, Rica, Estu,
Putri, dan banyak lagi yang tidak bisa di sebutkan satu per
satu.

vii
12. Segenap Civitas akademika & Karyawan MIHI Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan
pengetahuan dan arahan selama menjalani proses studi ini.
13. Mb Nana dan Mas Tholhah yang super sabar mendengar
keluh kesah dan kepanikan penulis dalam menyelesaikan
tesis ini.
14. Pak Tejo dan Ibu Inung yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis hingga akhirnya penulis mampu
menyelesaikan tesis ini dengan baik.
15. Partners in crime Tsalsa & Tika yang tidak pernah bosan
untuk bilang “tesis tesis, ingat tesis” sehingga penulis selalu
termotivasi untuk menyelesaikan tesis ini.
16. My best friend camp Tegar Sembada, yang selalu mau di
ajak nongkrong dan berdiskusi.
17. Teman-teman angkatan MIHI yang luar biasa, Laras, Agfa
(teman seperjuangan tesis), Hayu, Tegar, Pak Laode (teman
diskusi yang luar biasa), Al, Della, Bang Jali aka Assazali,
Mb Yuna, Dede, Arguby, Mas Seno, Arsil, Mas Gunarto, dll
yang tidak bisa disebutkan satu per-satu. Terima kasih teleh
menemani perjalanan studi ini.

viii
Akhir dari kata pengantar ini, penulis menyadari bahwa tesis ini
masih jauh dari kata sempurna sehingga perlu adanya saran dan
kritikan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
terutama di kalangan mahasiswa Hubungan Internasional

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, Desember 2016

Wirda Wanda Sari Bekarekar

ix
“Indeed Allah is with those who patiently endure”

(Qur’an, 8:46)

“Yakinlah ada sesuatu yang menantimu selepas banyak kesabaran


(yang kau jalani) yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa
pedihnya rasa sakit”.

(Imam Ali bin Abi Thalib AS)

x
Tesis ini saya persembahkan untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta,

Markus Bekarekar dan Arti Winarsih

Serta untuk keempat adik saya,

Dwi Wana Lestari Bekarekar

Tri Wahyuni Rahmadani Bekarekar

Denny Rizky Muharram Bekarekar

Fallery Angelica Azalea Bekarekar,

Semoga tesis ini, perjalanan studi kakak bisa menjadi penyemangat


bagi kalian untuk bisa lebih baik dari kakak dalam belajar dan
mengejar ilmu..

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................... iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ..................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................ vi
HALAMAN MOTTO ................................................................ x
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................ xi
DAFTAR ISI .............................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................. xv
DAFTAR TABEL ...................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1


A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 7
C. Tujuan Penelitian............................................................... 7
D. Kontribusi Penelitian ......................................................... 7
E. Studi Pustaka ..................................................................... 8
F. Kerangka Pemikiran .......................................................... 13
G. Hipotesa............................................................................. 25
H. Metode Penelitian .............................................................. 25
I. Sistematika Penulisan ....................................................... 29

BAB II POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA


DI KAWASAN PASIFIK SELATAN………………………… 31
A. Landasan, Prinsip dan Karakteristik Politik Luar
Negeri Indonesia dalam Pemerintahan Joko Widodo …... 32

xii
B. Politik Luar Negeri Indonesia di Kawasan Asia
Pasifik ………………………………………………………...... 54
C. Politik Luar Negeri Indonesia di Kawasan
Pasifik Selatan……………………………………………..….. 58

BAB III FORUM SUB-REGIONAL PASIFIK


SELATAN: MELANESIAN SPEARHEAD GROUP (MSG)…… 69
A. Selayang Pandang Melanesian Spearhead Group
(MSG) ……………………………………………………… 70
B. Indonesia dan Negara Anggota Melanesian
Spearhead Group (MSG) …………………………………... 85
C. Negara-Negara Anggota Melanesia Spearhead
Group terhadap Isu Papua Barat dan Pengajuan
Keanggotaan tetap oleh ULMWP ………………………...... 95
D. Kepentingan Indonesia di dalam Melanesian
Spearhead Group (MSG) ………………………………….. 102

BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN POLITIK LUAR


NEGERI INDONESIA DALAM MASA PEMERINTAH
JOKO WIDODO TERHADAP MELANESIAN
SPEARHEAD GROUP (MSG) …………………………………... 107
A. Pengambilan Kebiijakan oleh Pemerintah Indonesia
untuk bergabung di dalam Melanesian Spearhead
Group (MSG) ……………………………………………… 107
B. Strategi Pendekatan Indonesia di Kawasan
Pasifik Selatan……………………………………………… 111

xiii
C. Relationship Indonesia-Melanesia
untuk Membangun Papua dalam Bingkai NKRI .…………. 124
D. Indonesia Sebagai Main Actor dalam Pengambilan
Kebijakan untuk Bergabung ke dalam Melanesian
Spearhead Group (MSG) ………………………………….. 129

BAB V KESIMPULAN …………………………………………... 137


DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….. 141

xiv
DAFTAR GAMBAR
Skema 1.1. Bagan Politik Luar Negeri ......................................... 17
Peta Melanesian Spearhead Group .............................................. 69

DAFTAR TABEL
1.1. Literature review ................................................................... 11

xv

You might also like