Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

KECEMASAN PADA PENGANGGURAN...

(Nikmah Sari Nur Isnaini dan Rini Lestari) ISSN: 0854-2880

KECEMASAN PADA PENGANGGURAN TERDIDIK


LULUSAN UNIVERSITAS
Nikmah Sari Nur Isnaini1, Rini Lestari2
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
2
rinilestari3@yahoo.com

Abstract. This study aims to determine the level of anxiety experienced by university graduates
who are unemployed and uneducated to know the condition of unemployed university graduates.
Descriptive quantitative method chosen by the researcher to achieve the objectives of this study.
Respondents of this research is university graduates who are actively looking for work in the
ACEC (Alumny Career & Employment Center) University of Muhammadiyah Surakarta, at
least 2 months passed and more than 23 years of age. This study uses a scale of anxiety TMAS
and using an open questionnaire about the educated unemployed university graduates. The
results showed that the educated unemployed university graduates do not experience anxiety in
living circumstances as unemployed. It is based on the percentage that showed that 94% of the
unemployed educated university graduates do not experience anxiety, 6% for the category a bit
anxious, high anxious 0% and 0% are very worried. Educated unemployed university graduates
who actively search for jobs 58% were male, 46% of the first child and 38% of university
graduates the salaries of the parents is less than 2.5 million dollars. Soft skills are acquired
mostly college graduates, which is 94% gain in the field of computer skills and English, 58%
of respondents obtain entrepreneurship training, leadership and employment. The majority of
university graduates feel anxious / worried as when applying for a job with the percentage of
58%. University graduates are still unemployed, people respond to comments about either of the
family, community and peers by sharing information about job vacancies.

Keywords: anxiety, university graduates, unemployment

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan yang dialami oleh
lulusan universitas yang menganggur dan mengetahui kondisi pengangguran terdidik lulusan
universitas. Metode kuantitatif deskriptif dipilih oleh peneliti untuk mencapai tujuan penelitian
ini. Responden penelitian ini adalah lulusan universitas yang sedang aktif mencari pekerjaan
di ACEC (Alumny Career & Employment Center) Universitas Muhammadiyah Surakarta,
minimal 2 bulan dinyatakan lulus dan usia lebih dari 23 tahun. Penelitian ini menggunakan
skala kecemasan TMAS dan menggunakan kuesioner terbuka tentang pengangguran terdidik
lulusan universitas. Hasil menunjukkan bahwa pengangguran terdidik lulusan universitas
tidak mengalami kecemasan dalam menghayati keadaannya sebagai pengangguran. Hal ini
berdasarkan hasil prosentase yang menunjukkan bahwa 94% pengangguran terdidik lulusan
universitas tidak mengalami kecemasan, 6% untuk kategori agak cemas, 0% cemas tinggi dan
0% sangat cemas. Pengangguran terdidik lulusan universitas yang aktif mencari lowongan
pekerjaan 58% adalah laki-laki, 46% anak pertama dan 38% lulusan universitas yang jumlah
penghasilan orang tuanya kurang dari 2,5 juta rupiah. Soft skill yang diperoleh sebagian besar
lulusan universitas semasa kuliah, yaitu 94% memperoleh ketrampilan di bidang komputer
dan Bahasa Inggris, 58% responden memperoleh pelatihan enterpreneurship, leadership dan
ketenagakerjaan. Mayoritas lulusan universitas merasa cemas/khawatir saat saat melamar
pekerjaan dengan prosentase 58%.

Kata kunci: kecemasan, lulusan universitas, pengangguran terdidik

39
ISSN: 0854-2880 Jurnal Indigenous Vol. 13, No. 1, Mei 2015: 39-50

PENDAHULUAN kerja. Bahkan penyumbang paling dominan


Dalam rentang kehidupan, individu pengangguran tersebut adalah angkatan
berkembang dari masa kanak-kanak yang kerja lulusan perguruan tinggi. Hal ini sesuai
sepenuhnya tergantung pada orangtua, ke dengan fakta yang dipaparkan oleh Badan
masa remaja yang ditandai oleh pencarian Pusat Statistik pada tahun 2010, bahwa dari
identitas diri dan kemudian ke masa dewasa. 8,32 juta orang pengangguran di Indonesia
Saat meraih gelar kesarjanaan, individu sampai Agustus 2010, ternyata paling banyak
sedang berada pada tahap kehidupan dewasa didominasi para lulusan sarjana dan diploma
awal. Tahap ini merupakan tahap dimana yang masing-masing berjumlah 11,92% dan
individu dapat memilih cara hidup sendiri 12,78%. Sementara pengangguran lulusan
dan mencari gaya hidup di luar keluarga. sekolah dasar ke bawah hanya 3,81%.
Saat usia dewasa awal, individu diharapkan Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per
sudah memiliki pilihan pekerjaan tertentu. Februari dan Agustus 2009, pengangguran
Namun, adanya tekanan dari lingkungan dan sarjana masing-masing hanya 12,94 persen
kompleksitas lingkungan pekerjaan membuat dan 13,08 persen. Pada Februari 2010 Badan
pemilihan dan pemerolehan pekerjaan Pusat Statistik mencatat jumlah pengangguran
menjadi sulit. terbuka berdasarkan riwayat pendidikan
Hurlock (2002) mengatakan bahwa  salah tertinggi ditempati oleh pendidikan diploma
satu tugas perkembangan individu adalah I/II/III yang mencapai 15,71 persen
adanya tuntutan dari lingkungan untuk dari 8,59 juta pengangguran. Sementara
bekerja, sebagai sarana untuk mencari nafkah untuk pengangguran lain dengan angka
juga memberikan status sosial. Hal ini sesuai pengangguran total 8,59 juta pengangguran
dengan pendapat Havighurst bahwa bekerja masing-masing adalah lulusan universitas
merupakan salah satu tugas perkembangan 14,24 persen, SMK 13,81 persen, SMA 11,9
pada masa dewasa awal (Monks dkk., 2002). persen, SMP 7,55 persen, dan SD ke bawah
Pekerjaan tidak hanya dipandang sebagai 3,71 persen. Dengan demikian, prosentase
lahan untuk mencari nafkah, namun nilai dan jumlah pengangguran di Indonesia dari tahun
kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan tidak ke tahun masih mengalami peningkatan
lagi semata–mata untuk memenuhi kebutuhan terutama pada lulusan universitas. Namun,
fisik, namun juga kebutuhan psikis dan sosial. di sisi lain perhatian maupun tindakan
Mencari lapangan pekerjaan justru menjadi pemerintah untuk menguranginya masih
hal yang tidak mudah. Hal ini disebabkan, minim dan terbatas (Sarjana Menganggur,
lajunya pembangunan kurang  disertai dengan 2010).
luasnya lapangan pekerjaan, padahal pencari Pengangguran adalah istilah untuk orang
kerja justru semakin bertambah. Akibatnya yang tidak bekerja sama sekali, sedang
mencari kerja menjadi suatu problem mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari
tersendiri bahkan untuk orang dengan latar selama seminggu, atau seseorang yang sedang
belakang pendidikan tinggi sekalipun. berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.
Menurut Heriawan (2010), jumlah Pengangguran umumnya disebabkan oleh
pengangguran sarjana meningkat jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja
dibandingkan dengan posisi tahun-tahun tidak sebanding dengan jumlah lapangan
sebelumnya. Hampir 30 persen lulusan kerja yang ada dan mampu menyerapnya
terdidik di Indonesia tidak terserap dunia (wikipedia.org, 2011). Dalam studi

40
KECEMASAN PADA PENGANGGURAN...(Nikmah Sari Nur Isnaini dan Rini Lestari) ISSN: 0854-2880

ketenagakerjaan (BPS 1999), mendefinisikan insomnia, kecanduan pada hal-hal tertentu


pengangguran sebagai angkatan kerja yang dan memiliki rasa cemas yang berlebihan
tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan (news-medical.net, 2011). Kecemasan
atau orang yang full timer dalam mencari merupakan ketidaknyamanan pikiran
pekerjaan. yang berkaitan dengan ketakutan untuk
Pengangguran itu terdiri dari tiga menghadapi masa depan. Seseorang yang
tingkatan (Hurlock, 2002). Pertama, apabila mengalami kegagalan dalam pekerjaan atau
pengangguran itu atas dasar suka rela, yang sedang berjuang untuk mendapatkan
efeknya akan jauh lebih kecil dibandingkan pekerjaan sering mengalami kecemasan.
orang yang menganggur karena terpaksa. Kecemasan ini terkadang tanpa alasan apapun
Kedua, lamanya waktu menganggur (Mulyana, 2003).
menentukan tinggi rendahnya tingkat efek Gambaran kecemasan pada
psikologisnya. Apabila pengangguran terjadi pengangguran terdidik lulusan universitas
dalam jangka waktu yang relatif pendek dapat digambarkan oleh AD. Saudara
maka dampak psikologisnya jauh lebih kecil AD menyelesaikan kuliahnya di Fakultas
dibandingkan dengan yang menganggur Hukum Universitas Padjajaran pada tahun
lama, khususnya apabila standar hidup telah 2009. Setelah lulus, AD mencoba mengikuti
berubah secara cepat, sehingga harus segera tes CPNS, namun ternyata gagal. Sejak
mendapatkan pekerjaan. Ketiga, beberapa mengalami kegagalan tersebut, AD menjadi
orang mengembangkan perilaku defensif pesimis untuk mengikuti seleksi karyawan,
dan cenderung menyalahkan dirinya sendiri karena takut akan mengalami kegagalan lagi.
bahwa keadaan menganggur berasal dari Bahkan, setelah berkeluarga dan mempunyai
kegagalannya. dua anak, AD masih bergantung dengan kedua
Seorang sarjana akan memunculkan orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan
reaksi yang berbeda-beda terhadap sehari-hari. Pada individu lain yang hampir
kondisinya, seiring dengan lamanya masa serupa yaitu WD, yang memutuskan resign
menganggur yang telah dialami. Menurut dari pekerjaannya untuk mengikuti suami
Powell (1983) hal ini disebabkan individu yang ditugaskan keluar kota. Kebiasaan
yang menganggur tidak dapat memenuhi selalu sibuk dengan pekerjaan sebelumnya
: pertama self preservation yaitu bekerja membuatnya tidak nyaman ketika WD sama
untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, sekali tidak bekerja. Bahkan, keadaan ini
kedua social bonding yang berkaitan dengan berlangsung selama kurang lebihnya 2 tahun.
hubungan individu dengan lingkungan Menurut Leahy (2009), keadaan
dan masyarakat, ketiga appreciation yaitu menganggur dapat menurunkan kualitas
kebutuhan akan adanya penghargaan dan kesehatan mental, kesejahteraan objektif
terakhir competence yaitu kemampuan dan kepuasan hidupnya. Individu yang
individu untuk mewujudkan sesuatu. menganggur cenderung mengkhawatirkan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan kondisi finansialnya untuk masa depan.
oleh para ahli di Robert Koch Institute Beberapa pengangguran menikmati
di Berlin, Jerman, menyatakan bahwa keadaannya yang menganggur dan memiliki
menganggur itu rawan dengan gangguan fisik keyakinan akan mampu merubah situasinya
dan mental. Para pengangguran cenderung menjadi lebih baik. Namun, sebagian besar
menderita gangguan fisik, emosional; seperti pengangguran mengalami depresi, sering

41
ISSN: 0854-2880 Jurnal Indigenous Vol. 13, No. 1, Mei 2015: 39-50

melamun atau merenung, merasa putus asa dan Lebih lanjut, dikatakan oleh Hawari (2006)
mengalami kecemasan yang berkelanjutan. bahwa kecemasan (ansietas/ anxiety)
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka adalah gangguan alam perasaan (affective)
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah yang ditandai dengan perasaan ketakutan
bagaimana tingkat kecemasan pada individu atau kekhawatiran yang mendalam dan
pengangguran terdidik lulusan universitas. berkelanjutan, kepribadian dan pengalaman
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, terhadap realitas masih baik, perilaku dapat
maka peneliti tertarik untuk melakukan terganggu tetapi masih dalam batas-batas
penelitian dengan judul “Kecemasan pada normal.
Pengangguran Terdidik Lulusan Universitas”. Adanya kecemasan dapat dialami secara
Penelitian ini secara garis besar bertujuan sadar maupun tidak disadari, sehingga sering
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan terjadi individu merasa bahwa tidak ada
kondisi pada pengangguran terdidik lulusan sebab yang jelas mengapa merasa cemas,
universitas. namun demikian ada individu yang cemas
Penulis berharap agar data empirik pada situasi-situasi tertentu saja. Kartono
yang diperoleh dari hasil penelitian ini bisa (2001), membedakan kecemasan sebagai
memberikan manfaat bagi : suatu respon menjadi 2 jenis :
1. Lulusan universitas yang belum bekerja, 1. Kecemasan sesaat (state anxiety),
agar termotivasi untuk mencari pekerjaan timbul karena individu dihadapkan pada
dan mampu meminimalisir kecemasan situasi-situasi tertentu. Kecemasan ini
yang dirasakannya. tinggi apabila individu berada dalam
2. Kalangan Praktisi Psikologi, diharapkan keadaan yang dianggap mengancam dan
penelitian ini dapat memberikan informasi akan turun bila keadaan dianggap tidak
dan sumbangan ilmu pengetahuan menekan atau membahayakan. Persepsi
kepada psikologi untuk mengembangkan tentang membahayakan tidaknya suatu
pengetahuan yang berkaitan dengan keadaan dipengaruhi oleh pengalaman
fenomena pengangguran terdidik lulusan yang didapatkan atau dipelajari individu
universitas. pada waktu yang lalu.
3. Peneliti dengan tema sejenis, diharapkan 2. Kecemasan yang relatif menetap (trait
penelitian ini bisa memberikan informasi anxiety), merupakan suatu keadaan
dan sumbangan ilmu pengetahuan yang relatif menetap pada diri individu.
sebagai kajian teoritis kepada para Kecemasan yang tampak pada individu
peneliti lain yang ingin melakukan berhubungan dengan kepribadian
penelitian sejenis khususnya bidang individu tersebut. Kecemasan disini
psikologi sosial yang berkaitan dengan dipandang sebagai suatu keadaan yang
kecemasan pada pengangguran terdidik menunjukkan adanya kesukaran dalam
lulusan universitas. mengadakan proses penyesuaian diri.
Biasanya individu akan cenderung lebih
KECEMASAN mudah mengartikan lingkungan hidupnya
Spielbelger (dalam Amir, 2004), sebagai suatu kecemasan.
berpendapat bahwa kecemasan sebagai
rasa takut mengalami kegagalan (fear of Berdasarkan teori-teori di atas, dapat
failure) atau takut menderita kekalahan. disimpulkan bahwa terdapat beberapa macam

42
KECEMASAN PADA PENGANGGURAN...(Nikmah Sari Nur Isnaini dan Rini Lestari) ISSN: 0854-2880

kecemasan antara lain kecemasan realistik yang keliru tentang suatu hal dan reaksi
(the anxiety of fale and death atau ontic yang berlebihan terhadap hal-hal tersebut.
anxiety), kecemasan neurotik, kecemasan Kecemasan muncul karena terdapat
moral (the anxiety of guilt and pondermation beberapa situasi yang mengancam
atau moral anxiety), kecemasan menyeluruh; manusia sebagai makhluk sosial.
kecemasan traumatik, kecemasan sesaat, dan
kecemasan yang relatif menetap. Menurut Ancok (Yulianingsih, 2008),
Gejala kecemasan baik yang bersifat kecemasan timbul karena adanya pikiran
akut maupun kronik (menahun) merupakan yang keliru tentang suatu hal dan reaksi
komponen utama bagi hampir semua yang berlebihan terhadap hal-hal tersebut.
gangguan jiwa atau psychiatric (Hawari, Kecemasan muncul karena terdapat
2006). Maher (Agustin, 2008), mengatakan beberapa situasi yang mengancam manusia
gejala kecemasan terdiri dari : sebagai makhluk sosial. Faktor-faktor yang
a. Aspek fisiologis : diketahui dari mempengaruhi kecemasan menurut Page
munculnya reaksi-reaksi tubuh tertentu (Yulianingsih, 2008) antara lain :
yang sebagian besar merupakan hasil a. Faktor fisik
kerja sistem syaraf otonom yang b. Trauma dan konflik
mengontrol berbagai otot dan kelenjar c. Conditioning
tubuh. Jika pikiran individu dikuasai oleh d. Hereditas
kecemasan, maka sistem syaraf otonom e. Lingkungan awal yang tidak baik
akan berfungsi dan akan muncul gejala-
gejala fisik seperti jantung berdebar- PENGANGGURAN TERDIDIK LULUSAN
debar, tekanan darah meningkat, nafas UNIVERSITAS
menjadi cepat dan terjadi gangguan Individu yang menganggur adalah
pencernaan. individu yang dipandang mampu bekerja,
b. Aspek emosional : yaitu komponen memiliki keinginan untuk bekerja dan
kecemasan yang berkaitan dengan membutuhkan pekerjaan namun tidak atau
reaksi afektif individu. Komponen ini belum mempunyai pekerjaan (Baharuddin,
ditunjukkan dengan munculnya kondisi 1980). Mulyana dkk. (2003) berpendapat
perasaan yang tidak menyenangkan bahwa seseorang disebut menganggur jika
seperti kegugupan, kegelisahan dan tidak bekerja dan (a) telah melakukan upaya-
ketegangan. upaya tertentu untuk mendapatkan pekerjaan
c. Aspek kognitif: ditunjukkan dengan selama 4 minggu terakhir, (b) diberhentikan
adanya kekuatiran individu terhadap untuk sementara dan sedang menunggu untuk
konsekuensi-konsekuensi negatif yang dipanggil kembali bekerja, atau (c) sedang
mungkin akan dialaminya atau adanya menunggu untuk melaporkan diri siap bekerja
harapan yang negatif. Jika kekuatiran bulan depan.
ini meningkat, maka kemungkinan akan Menurut BPS (dalam Adi, 2011)
mengganggu kemampuan individu untuk pengangguran terdidik (educated
berpikir jernih, memecahkan masalah unemployment ) merupakan rasio jumlah
dan memenuhi tuntutan lingkungan. pencari kerja yang berpendidikan SLTA
d. Menurut Ancok (Yulianingsih, 2008), keatas (sebagai kelompok terdidik) terhadap
kecemasan timbul karena adanya pikiran besarnya angkatan kerja pada kelompok

43
ISSN: 0854-2880 Jurnal Indigenous Vol. 13, No. 1, Mei 2015: 39-50

tersebut. Dengan kata lain, pengangguran tidak bekerja, yaitu apabila belum musim
terdidik yaitu pengangguran lulusan SMA, panen atau bila setelah panen, para pekerja
Diploma, Sarjana dan tidak bekerja. Keadaan atau buruh ini adalah menganggur.
menganggur bagi lulusan universitas d. Setengah Penganggur (Penganggur
dapat menyebabkan efek negatif. Menurut Terselubung), adalah individu yang
Carlson (2007), setelah dinyatakan lulus bekerja kurang dari jam kerja normal,
oleh universitas, individu tidak mengerti apa melakukan pekerjaan secara terpaksa dan
yang harus dilakukan setelah lulus. Kondisi bekerja tetapi masih mencari pekerjaan
tersebut bisa menjadi stresor bagi lulusan lain.
universitas, sehingga akan menimbulkan
kecemasan. Taris (dalam Sjabadhyni, 2008) faktor
Baharuddin (1980) menggolongkan penyebab individu menganggur setelah
jenis-jenis pengangguran menjadi empat, meraih gelar sarjana atau lulus dari universitas
yaitu : yaitu mencari atau melamar pekerjaan yang
a. Penganggur Murni, ialah seseorang yang tidak sesuai dengan minat dan tipe atau
termasuk angkatan kerja/usia kerja yang tingkat pendidikan.
membutuhkan dan mempunyai keinginan Suroto (dalam Setiawan, 2010)
untuk bekerja, akan tetapi benar-benar berpendapat bahwa pengangguran terdidik
tidak ada kesempatan atau tidak ada disebabkan oleh beberapa faktor sebagai
lowongan. berikut :
b. Pencari Kerja, terdapat tiga pengertian a. Adanya penawaran tenaga kerja yang
mengenai “pencari kerja”, antara lain : melebihi dari permintaan tenaga kerja
a) Pencari kerja untuk pertama kali, (supply > demand), yaitu pada saat
yaitu seseorang yang belum pernah
tingkat kemakmuran masyarakat tinggi,
bekerja, dan baru pertama kali
menurunnya permintaan terhadap tenaga
mencari pekerjaan;
kerja dapat menurunkan partisipasi
b) Pencari kerja untuk beberapa kali,
masyarakat untuk masuk dalam dunia
karena sesuatu hal ; yaitu seseorang
kerja.
yang mencari kerja karena sesuatu
b. Kebijakan rekruitmen tenaga kerja
hal. Misalnya: karena terjadi
sering bersifat tertutup. Hasil penelitian
pemutusan hubungan kerja;
menunjukkan tenaga kerja lebih memilih
c) Mencari kerja, walaupun sudah
media lain yaitu teman atau famili yang
bekerja; seseorang yang telah
sudah bekerja lebih dahulu bekerja
mempunyai pekerjaan tetap, akan
pada perusahaan yang dilamar, hal ini
tetapi karena merasa tidak puas
membuktikan bahwa penerimaan tenaga
dengan pekerjaan yang ada, maka
dia berusaha mendapatkan pekerjaan kerja banyak yang dilakukan secara
lain, mencari pekerjaan baru. tertutup.
c. Penganggur Musiman, ialah para pekerja c. Perguruan tinggi belum berfungsi
atau tenaga kerja, yang mana bekerjanya sebagaimana mestinya. Sebagai lembaga
atau kesempatan kerjanya, sangat pendidikan perguruan tinggi dalam
bergantung kepada faktor musim. Para melaksanakan tugasnya harus mampu
pekerja semacam ini disebut sebagai mengembangkan tiga aspek kompetensi
buruh musiman, maka apabila pekerja ini yaitu, kepribadian, professional, dan

44
KECEMASAN PADA PENGANGGURAN...(Nikmah Sari Nur Isnaini dan Rini Lestari) ISSN: 0854-2880

kemasyarakatan. Sehingga hal tersebut hidupnya, dengan kata lain adanya jaminan
semakin menuntut mahasiswa untuk kelangsungan hidup jika tidak bekerja.
mandiri, kritis, kreatif serta ekspresif. Perasaan cemas pada pengangguran
Keempat sifat tersebut dapat dijadikan ditunjukkan dengan rasa rendah diri, tidak
sebagai modal dalam proses pencarian mempunyai rasa percaya diri, merasa diri
kerja, karena suatu perusahaan akan selalu gagal dalam segala hal, antisosial
memerlukan sumber daya manusia (terutama dengan peer group), menimbulkan
dengan kualitas yang tinggi semacam kekhawatiran- kekhawatiran seperti
d. Semakin tinggi pendidikan seseorang khawatir akan tidak adanya pekerjaan tetap,
maka semakin besar harapannya pada khawatir akan keberhasilan memperolah kerja
jenis pekerjaan yang aman. dan khawatir akan kemampuan menemukan
pekerjaan yang sesuai dengannya. Orang
Lebih lanjut menurut DIKTI (dalam menjadi cemas dan merasa dirinya tidak
Wijono, 2010) meningkatnya sarjana yang aman, karena  bagaimanapun juga pekerjaan
menganggur disebabkan oleh rendahnya soft diperlukan untuk kelangsungan hidup di
skill atau keterampilan di luar kemampuan kemudian hari.
utama dari sarjana yang bersangkutan. Jadi, Seseorang yang mengalami kegagalan
bukan karena rendahnya IPK melainkan dalam pekerjaan atau yang sedang berjuang
rendahnya kemampuan komunikasi untuk mendapatkan pekerjaan sering
interpersonal, kemampuan berhubungan mengalami kecemasan. Kecemasan ini
dengan orang lain dan diri sendiri. terkadang tanpa alasan apapun (Mulyana,
2003). Hal yang paling dikhawatirkan saat
KECEMASAN PADA PENGANGGURAN berjuang mendapatkan pekerjaan (melamar
TERDIDIK LULUSAN UNIVERSITAS kerja) yaitu psikotes dan interview. Menurut
Sarjana adalah salah satu gelar yang Astuti (2011), kegagalan saat mengikuti
diperoleh setelah menamatkan masa wawancara (interview) disebabkan oleh
pendidikan di bangku kuliah atau universitas irrational believe yang dapat mempengaruhi
tepatnya Strata Satu (S1). Salah satu tujuan pola pikir (kognitif), perasaan (emotion),
individu melanjutkan pendidikan ke tingkat dan perilaku (behavior). Ketika dihadapkan
perguruan tinggi yaitu setelah lulus menjadi dengan masalah yang sama, individu memiliki
seorang sarjana dapat bekerja sesuai dengan keyakinan tidak akan berhasil, sehingga
lapangan kerja yang diharapkan dengan menjadi cemas ketika akan menghadapi
bekal ilmu yang diperoleh dari perkuliahan wawancara.
(ekonomi.kompasiana.com, 2011). Telah Pekerjaan berperan penting dalam
diuraikan bahwa terdapat beberapa faktor memberikan indikasi status seseorang
penyebab lulusan universitas banyak yang di masyarakat, dan tentu saja dihadapan
menganggur, karena rendahnya soft skill, keluarganya. Oleh karena itu, orang memilih
melamar pekerjaan yang tidak sesuai pekerjaan yang sesuai dan bisa memenuhi
dengan latar belakang pendidikan dan kebutuhannya. Sementara penganggur tidak
kemampuan diri, terlalu menuntut gaji yang memiliki kesempatan untuk beraktivitas
besar ketika melamar kerja sehingga bisa dan harus terus mencari kegiatan untuk
memberatkan perusahaan dan bergantung mempertahankan keaktifannya. Pekerjaan
pada orangtua dalam mencukupi kebutuhan akan membuat waktu lebih terstruktur.

45
ISSN: 0854-2880 Jurnal Indigenous Vol. 13, No. 1, Mei 2015: 39-50

Kegiatan yang akan dilakukan setiap hari, b. Apa saja faktor yang menyebabkan
setiap minggu, setiap bulan dan seterusnya lulusan universitas masih banyak
akan lebih jelas. Hilangnya struktur ini dapat yang menganggur?
menyebabkan hilangnya orientasi akan waktu, c. Apa faktor yang mempengaruhi
yang akhirnya dapat menyebabkan gejala kecemasan pada pengangguran
kecemasan. Penganggur tidak memiliki status terdidik lulusan universitas?
kepegawaian dan identitas, dan hal ini akan d. Bagaimana tanggapan pengangguran
menurunkan harga dirinya. terdidik lulusan universitas terhadap
Keadaan menganggur bagi lulusan komentar orang-orang di sekitarnya?
universitas dapat menyebabkan efek negatif.
Menurut Carlson (2007), setelah dinyatakan METODE PENELITIAN
lulus oleh universitas, sebagian besar individu 1. Identifikasi Variabel Penelitian
tidak mengerti apa yang harus dilakukan Variabel yang digunakan dalam penelitian
setelah lulus. Kondisi tersebut menjadi ini adalah kecemasan pada pengangguran
stresor bagi lulusan universitas, dan akan terdidik lulusan universitas.
menimbulkan kecemasan.
Dari paparan di atas diperoleh kesimpulan 2. Subjek Penelitian
bahwa banyaknya lulusan universitas yang Populasi yang digunakan pada penelitian
masih menganggur, disebabkan oleh beberapa ini adalah mahasiswa alumni Universitas
hal, meliputi rendahnya soft skill, relasi Muhammadiyah Surakarta baik pria atau
dan tingkat ekonomi orang tua. Beberapa wanita yang belum bekerja, entah karena
pengangguran menikmati keadaannya yang belum mendapatkan pekerjaan yang sesuai
menganggur dan memiliki keyakinan akan dengan harapan, berkali-kali mencoba
mampu merubah situasinya menjadi lebih melamar pekerjaan namun gagal ataupun
baik. Namun, sebagian besar pengangguran yang sengaja menganggur.
mengalami depresi, sering melamun atau Penelitian ini menggunakan purposive
merenung, merasa putus asa dan mengalami sample, yaitu penelitian pada sekelompok
kecemasan. subjek didasarkan atas ciri-ciri populasi
yang sudah diketahui sebelumnya (Arikunto,
PERTANYAAN PENELITIAN 2002). Sampel yang diambil berjumlah 50
Pada penelitian yang akan dilaksanakan orang dengan karakteristik atau ciri-ciri yang
ini, penulis mengajukan pertanyaan penelitian ditentukan oleh peneliti yakni:
sebagai berikut : a. Pria / wanita lulusan Universitas
1. Bagaimana tingkat kecemasan pada b. Lamanya menganggur minimal 2 bulan
pengangguran terdidik lulusan setelah lulus
universitas? c. Sedang aktif mencari kerja
2. Bagaimanakah kondisi lulusan universitas d. Usia lebih dari 23 tahun
yang masih menganggur, yang mencakup e. Menjadi pengunjung ACEC (Alumny
beberapa hal berikut : Career & Employment Center)
a. Apa saja faktor yang mempengaruhi
pengangguran terdidik lulusan Alasan dipilihnya pria/wanita usia lebih
universitas untuk mencari lowongan dari 23 tahun, lulusan universitas dan sedang
pekerjaan? aktif mencari kerja, sesuai dengan pendapat

46
KECEMASAN PADA PENGANGGURAN...(Nikmah Sari Nur Isnaini dan Rini Lestari) ISSN: 0854-2880

Hurlock (2002) mengatakan bahwa salah satu 94 %. Jumlah responden yang merasa agak
tugas perkembangan adalah adanya tuntutan cemas yaitu 6%, 2 diantaranya memiliki
dari lingkungan untuk bekerja, sebagai sarana kriteria sudah menganggur selama 4 bulan dan
untuk mencari nafkah juga memberikan merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
status sosial. Hal ini juga diungkapkan oleh Kedua responden tersebut masing-masing
Havighurst bahwa bekerja merupakan salah pernah dua kali mencoba melamar pekerjaan.
satu tugas perkembangan pada masa dewasa Satu responden yang lain adalah laki-laki dan
awal (Monks dkk., 2002). merupakan anak pertama dari tiga bersaudara,
Menurut Carlson (2007), setelah sudah menganggur selama 6 bulan, serta
dinyatakan lulus oleh universitas, sebagian sudah dua kali melamar kerja.
besar individu tidak mengerti apa yang harus Mayoritas lulusan universitas merasa
dilakukan setelah lulus. Kondisi tersebut sudah mencari/melamar pekerjaan yang
menjadi stresor bagi lulusan universitas, dan sesuai dengan minat, latar belakang
akan menimbulkan kecemasan. pendidikan, dan softskill yang diperoleh
Teknik pengambilan sampel yang selama kuliah. Keyakinan – keyakinan
digunakan dalam penelitian ini adalah tersebut meminimalisir perasaan cemas yang
purposive non random sampling yaitu tidak dialami oleh lulusan universitas. Hal ini tidak
semua anggota populasi mempunyai peluang sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan
atau kesempatan yang sama untuk dipilih oleh Carlson (2007), bahwa setelah
sebagai sampel tetapi berdasarkan ciri-ciri dinyatakan lulus oleh universitas, sebagian
yang sudah ditentukan peneliti sebelumnya. besar individu tidak mengerti apa yang harus
3. Metode Pengumpulan Data dilakukan setelah lulus. Kondisi tersebut
Metode yang di gunakan dalam penelitian menjadi stresor bagi lulusan universitas,
ini menggunakan skala kecemasan TMAS dan akan menimbulkan kecemasan. Pada
dan kuesioner terbuka tentang pengangguran kenyataannya, berdasarkan hasil penelitian
terdidik lulusan universitas. yang diperoleh, sebagian besar pengangguran
terdidik lulusan universitas tidak mengalami
4. Metode Analisis Data kecemasan dan meyakini bahwa masih banyak
Dalam penelitian ini diketahui hanya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan.
terdapat satu variabel. Dalam konteks Kondisi tersebut lebih sesuai dengan hasil
keberadaan prediktor tersebut, maka metode penelitian yang telah dilakukan oleh Leahy
analisis data yang dirasa paling tepat adalah (2009) yang menyatakan bahwa beberapa
dengan menggunakan metode analisis pengangguran menikmati keadaannya yang
deskriptif kuantitatif, yaitu data yang menganggur dan memiliki keyakinan akan
dianalisis adalah data yang diangkakan dan mampu merubah situasinya menjadi lebih
kemudian dideskripsikan. baik. Hal ini juga didukung dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hofstede
HASIL DAN PEMBAHASAN (dalam Wishnuwardhani dan Mangundjaya,
Berdasarkan data yang diperoleh dari 50 2008) menunjukkan budaya Indonesia lebih
responden, dapat diketahui bahwa responden bersifat kolektif sedangkan negara-negara
yang termasuk dalam kategori sangat cemas barat lebih bersifat individualis. Menurut
sebanyak 0 %, kategori cemas tinggi 0 %, Triandis (dalam Melly, 2008) pada budaya
kategori agak cemas 6 % dan tidak cemas kolektif lebih menekankan pada pentingnya

47
ISSN: 0854-2880 Jurnal Indigenous Vol. 13, No. 1, Mei 2015: 39-50

kesesuaian perilaku seseorang dengan norma melamar/mencari pekerjaan. Hal yang paling
sosial dibandingkan budaya individualis. dikhawatirkan lulusan universitas ketika
Sebaliknya, pada budaya individualis lebih melamar pekerjaan yaitu ketika interview atau
mementingkan sikap individu itu sendiri wawancara. Hal ini juga diungkapkan oleh
dan meletakkan kepentingan pribadi di atas beberapa responden yang menyatakan bahwa
kepentingan kelompok. Dengan demikian, ketika proses wawancara, sering merasa
cemas yang dirasakan tinggi pada orang- bingung dengan apa yang harus dilakukan dan
orang di negara barat berbeda dengan orang cenderung takut salah menjawab. Menurut
di Indonesia. Astuti (2011), kegagalan saat mengikuti
Urutan kelahiran dapat menjadi ukuran wawancara (interview) disebabkan oleh
pada pengangguran terdidik untuk mencari irrational believe yang dapat mempengaruhi
pekerjaan. Data-data tersebut memberikan pola pikir (kognitif), perasaan (emotion), dan
gambaran nyata bahwa lulusan universitas perilaku (behavior). Setiap kali dihadapkan
yang urutan kelahiran dalam keluarganya dengan masalah yang sama, maka memiliki
adalah anak pertama (anak sulung) memiliki keyakinan tidak akan berhasil, sehingga
kemauan yang lebih besar untuk secepatnya menjadi cemas ketika akan menghadapi
memperoleh pekerjaan, sehingga frekuensi wawancara.
mereka untuk mencari informasi lowongan Softskill yang diperoleh saat kuliah
pekerjaan dan mencoba melamar pekerjaan hanya terbatas pada bidang komputer dan
lebih sering daripada lulusan universitas Bahasa Inggris. Pelatihan-pelatihan kerja
yang bukan anak pertama. Hal ini karena (job training) yang diperoleh para lulusan
anak pertama memiliki keinginan yang universitas juga masih terbatas pada softskill
lebih besar untuk membantu orang tua dan yang sifatnya masih umum, dalam arti belum
cenderung mendapatkan tuntutan untuk mengacu pada bidang yang ditekuninya
segera mendapatkan pekerjaan. Hal ini sesuai semasa kuliah. Misalnya: pada mahasiswa
dengan hasil penelitian Murtiati (2006) jurusan akuntansi diberikan ketrampilan
bahwa anak pertama (anak sulung) memiliki tentang brevet pajak dan pada mahasiswa
kekhawatiran yang lebih kompleks saat teknik mesin diberikan ketrampilan tambahan
belum memiliki pekerjaan, karena tuntutan berupa teknik pengelasan. Menurut DIKTI
dari orang tua yang berlebihan sehingga (dalam Wijono, 2010) meningkatnya sarjana
mengakibatkan terjadinya konflik dalam yang menganggur disebabkan oleh rendahnya
diri dan harus menghadapi kejadian yang soft skill atau ketrampilan di luar kemampuan
tidak dapat diprediksi seperti saat menunggu utama dari sarjana yang bersangkutan. Jadi,
panggilan kerja. Hal ini menimbulkan situasi bukan karena rendahnya IPK melainkan
yang tidak biasa apalagi adanya dua pendapat rendahnya kemampuan komunikasi
yang berbeda antar keinginan subjek dengan interpersonal, kemampuan berhubungan
tuntutan orang tua. dengan orang lain dan diri sendiri.
Berdasarkan data-data yang diperoleh, Saat mengalami kegagalan dalam
para lulusan universitas yang masih melamar pekerjaan, mayoritas lulusan
menganggur tidak mengalami kecemasan universitas merasa kecewa dan putus asa
terhadap kondisi menganggur, namun karena sangat membutuhkan pekerjaan
justru merasa cemas/khawatir pada saat setelah lulus dari universitas. Keterkaitan

48
KECEMASAN PADA PENGANGGURAN...(Nikmah Sari Nur Isnaini dan Rini Lestari) ISSN: 0854-2880

ini diungkapkan oleh Leahy (2009) bahwa memiliki tingkat kecemasan pada
sebagian besar pengangguran mengalami kategori sangat cemas sebanyak 0%,
depresi, sering melamun atau merenung, cemas tinggi 0%, agak cemas 6% dan
merasa putus asa dan mengalami kecemasan. tidak cemas 94%.
Berbagai upaya yang dilakukan untuk 2. Kondisi pengangguran terdidik lulusan
menghadapi kegagalan antara lain dengan universitas dapat dipahami melalui
berusaha di kesempatan yang lain dan beberapa kesimpulan berikut :
melamar pekerjaan di perusahaan lain. Hal a. Pengangguran terdidik lulusan
inilah yang memberikan kontribusi bagi universitas yang aktif mencari
mereka untuk bangkit dan tidak putus asa lowongan pekerjaan adalah lulusan
untuk mencoba melamar pekerjaan. universitas yang jumlah penghasilan
Ketika menghadapi keluarga, masyarakat orang tuanya kurang dari 2,5 juta
dan teman sebaya yang memberikan komentar rupiah.
terhadap keadaan belum bekerja, mayoritas b. Soft skill yang diperoleh sebagian
lulusan universitas menanggapinya dengan besar lulusan universitas semasa
sabar, sharing atau sekedar bertukar informasi kuliah, antara lain bidang
tentang lowongan pekerjaan. Sebagian komputer, Bahasa Inggris, pelatihan
dari lulusan universitas justru menganggap enterpreneurship, leadership dan
komentar tersebut sebagai motivasi untuk ketenagakerjaan.
tetap optimis bahwa secepatnya akan c. Lulusan universitas mampu
mendapatkan pekerjaan, sehingga tetap mengendalikan diri dari tanggapan
berusaha mencari/melamar pekerjaan. orang-orang sekitar baik dari
SIMPULAN keluarga, masyarakat maupun teman
1. Lulusan universitas yang masih sebaya dengan cara sharing tentang
menganggur (proses mencari kerja) informasi lowongan pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin,A. (2008). Hubungan Antara Kematangan Vokasional dengan Kecemasan menghadapi


Dunia kerja. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi UMS
Arikunto, (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Arsyad, Lincoln. (2004). Ekonomi Pembangunan. Edisi keempat. Yogyakarta: STIE YKPN
Astuti, D.T. (2011). Mengatasi Wawancara Kerja dan Psikotes. http://www.psikologizone.
com//. Diakses 16 Oktober 2011
Baharuddin, M. 1980. Tuna Karya/ Pengangguran Indonesia, masalah Penanggulangan:
Yayasan kesejahteraan Keluarga Pemuda “66”
Carlson, R. 2003. Don’t sweet guide for graduates. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Hawari, D. 2006. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Hurlock, E.B. 2002. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (terjemahan : Istiwidayati Tjandrasa). Jakarta : Erlangga

49
ISSN: 0854-2880 Jurnal Indigenous Vol. 13, No. 1, Mei 2015: 39-50

Kartono, K. 1989. Psikologi Wanita. Jakarta : CV. Rajawali.


Leahy, R.L. 2009. Facing Unemployment: Ten Steps to Handling Your Unemployment Anxiety.
www.pschologytoday.com. Diakses 10 Mei 2011
Melly. 2008. Hubungan Antara Kreativitas dengan Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama
Jurusan Arsitektur. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Monks, F.J. Knoers, A.M.P. Haditono, S.R . 2002. Psikologi Perkembangan : Pengantar
dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Mulyana, D. 2003. Penduduk dan Pengangguran. http://matakuliah.files.wordpress.
com/2007/09/penduduk-dan-pengangguran.pdf. Diakses 22 Maret 2011
Nevid, dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Powell, D.H. 1983. Understanding Human Adjustment. Canada : Little, Brown & Company
Setiawan, S.A. 2010. Pengaruh Umur, Pendidikan, Pendapatan, Pengalaman Kerja Dan Jenis
Kelamin Terhadap Lama Mencari Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik Di Kota Magelang.
Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Yulianingsih, E. 2008. Hubungan Antara Obesitas dengan Kecemasan Memperoleh Pasangan
Hidup pada Perempuan Dewasa Awal. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Lebih dari 1,2 Juta Sarjana Jadi Penganggur. http://www.vivanews.com. Diakses 21 Februari
2011
Sarjana Menganggur Lebih Banyak Ketimbang SD. http://www.vivanews.com. Diakses 21
Februari 2011

50

You might also like