37 69 1 SM PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

PENGARUH MUTILASI DAN ABLASI TERHADAP MOLTING

KEPITING BAKAU (Scylla Serrata) SEBAGAI KEPITING LUNAK

Khairiah1, Supriyono Eko Wardoyo2 dan Pasril Wahid3


1)3)
Fakultas Pertanian Universitas Nusa Bangsa Bogor
2)
Fakultas MIPA Universitas Nusa Bangsa Bogor
Jl. K. H. Soleh Iskandar, Cimanggu, Tanah Sareal – Bogor 16166
2e-mail : supriyono.wardoyo@yahoo.com1

ABSTRACT

Effect of Mutilation and Ablation to Molting of


Mangrove Crab (Scylla serrata) as Soft Crab

Soft crabs that are more expensive than regular crab, that having hard carapace, in nature and in
culture are very difficult to find. This study aimed to get the soft crabs more easily controlled the number of
molting in culture, by the method of mutilation and ablation. Thus the supply in market will be able to meet
existing demand. Four treatment techniques had been implemented namely mutilation, ablation, ablation +
mutilation, and controls which each performed four replications. Complete Randomized Desaign (CRD) was
used because the experiment was conducted in a fairly homogeneous patch of tambak pond. Experimental unit in
the form of bamboo pen cages with the size of 2x1x1m filled with 20 crabs. All experimental crabs were ready for
molting (dark color) even with 40-90 g of varied sizes. The results showed that each week until the third week, the
average number of crabs per unit experiment with techniques of mutilation was always having highest of molting
number, respectively 1.00, 3.25, and 11.00 crabs and having the lowest mortality rate, respectively 0. 25, 1.75,
and 1.25 crabs, compared with the ablation, mutilations + ablation technique, and control. Statistically four
treatments in molting, in week two and three was significantly different , eventhough in mortality was not (α =
5%).

Keywords : mangrove crab (Scilla serrata), soft crabs, mutilation, ablation

ABSTRAK

Kepiting lunak yang harganya lebih mahal dari kepiting biasa bercangkang keras, di alam maupun
dalam budidaya sangat susah ditemukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kepiting lunak yang lebih
mudah terkontrol jumlahnya dalam budidaya, dengan metoda mutilasi dan ablasi. Dengan demikian dalam pasar
ketersediaannya akan dapat memenuhi permintaan yang ada. Empat perlakuan telah dilaksanakan yaitu teknik
mutilasi, ablasi, mutilasi+ablasi, dan kontrol dengan masing-masing dilakukan empat kali ulangan. Rancangan
Acak Lengkap (RAL) digunakan karena percobaan ini dilakukan di suatu petak tambak yang cukup homogen.
Unit percobaan berupa keramba bambu tancap ukuran 2x1x1m yang diisi 20 kepiting yang semua kepiting dalam
percobaan siap molting (warnanya gelap) meskipun dengan ukuran yang bervariatif 40-90 g. Hasil penelitian
menunjukan bahwa tiap minggu sampai pada minggu ke tiga rata-rata jumlah kepiting per unit percobaan dengan
teknik mutilasi selalu tertinggi terjadinya proses molting yaitu masing–masing 1,00; 3,25; dan 11,00 ekor dan
mortalitasnya terendah yaitu 0,25; 1,75; dan 1,25 ekor dibanding dengan teknik ablasi, mutilasi+ablasi; dan
kontrol. Secara statistik ke empat perlakuan dalam molting pada minggu ke dua dan ke tiga berbeda nyata hasil
terbaik ditunjukkan oleh perlakuan mutilasi, meskipun dalam mortalitas tidak berbeda nyata (selang kepercayaan
95 %).

Kata Kunci : Kepiting bakau (Scilla serrata), kepiting lunak, mutilasi, ablasi.
82 Pengaruh Mutilasi dan Ablasi Terhadap Ganti Kulit ................................................................................

PENDAHULUAN terbatas. Di alam keberadaan kepiting


lunak tidak dapat diprediksi dan susah
Indonesia merupakan negara didapat karena setelah molting kepiting
agraris, yaitu negara yang sebagian besar bakau akan membenamkan diri atau
mata pencaharian penduduknya berasal bersembunyi di dalam lubang sampai
dari sektor pertanian. Ruang lingkup cangkangya mengeras kembali
pertanian sangat luas, mencakup pertanian, (Pagcatipunan, 1972. Dalam Piliay, 1971).
perikanan, peternakan, perkebunan dan Selama ini kepiting bakau biasa
kehutanan. Pertanian modern adalah hanya dapat dikonsumsi sekian persen saja
pertanian yang selalu berubah sesuai dari seluruh bagian tubuhnya. Bagian
dengan kebutuhan manusia. Baik dalam terbesar dari tubuh kepiting berupa limbah
perubahan volume maupun jenis produksi. cangkang sebesar 60 %. Hanya sekitar
Penggunaan ilmu dan tehnologi yang 40% saja dari tubuhnya yang merupakan
berkembang, memungkinkan terciptanya bagian yang bisa dimakan (edible portion)
jenis produk yang disesuaikan dengan apa karena kepiting bakau memiliki cangkang
yang dibutuhkan. yang keras (Hanafi dan Sulaeman, 1992).
Kepiting produk perikanan Untuk dapat memanfaatkan atau
merupakan salah satu sumber protein mengkonsumsi kepiting secara
hewani yang dibutuhkan manusia untuk keseluruhan maka kepiting yang
pertumbuhan dan memelihara dikonsumsi harus dalam keadaan lunak
kesehatannya. Mineral Selenium dalam yaitu yang baru molting (ganti kulit).
kepiting berperan sebagai antioksidan dan Pertumbuhan kepiting bakau
untuk mencegah kerusakan sel dari radikal sangat dipengaruhi oleh molting karena
bebas penyebab kanker dan penyakit pertambahan bobot, panjang, dan lebar
jantung.asak lemak omega-3 dalam karapaks akan terjadi setelah molting.
kepiting berfungsi menurunkan kadar Selama masa pertumbuhan menjadi
kolesterol jahat dalam darah sehingga dewasa, kepiting akan mengalami
mencegah penyakit kardiovaskuler pergantian kulit, antara 17-20 kali
(jantung) (Arriola, 1990). tergantung kondisi lingkungan dan pakan
Ketersediaan kepiting bakau yang tersedia. Pada umumnya semua jenis
(Scylla serrata) masih tergantung hewan Crustacea (udang, kepiting)
tangkapan dari alam. Untuk memenuhi melakukan molting dalam pertumbuhan
permintaan pasar, petani tambak sudah nya. Mulai dari fase larva sampai dewasa
membudidayakan kepiting disela – sela kepiting bakau akan mengalami secara
waktu luang mereka menunggu musim terus – menerus proses ganti kulit. Pada
panen. Seiring berkembangnya teknologi saat ganti kulit tubuh kepiting bakau
makanan dan kemajuan ilmu pengetahuan seluruhnya akan lunak. Selain itu untuk
konsumen cenderung lebih menyukai molting kepiting juga memerlukan kondisi
makanan yang instan dan siap saji. Dalam lingkung an yang mendukung. Salinitas
hal ini produk kepiting bakau cangkang adalah salah satu faktor yang
keras sudah dirancang menjadi kepiting mempengaruhi proses molting pada
cangkang lunak (soft shelling crabs) kepiting bakau. Bahan organik secara
sebagai makanan yang instan dan siap saji alami juga dapat membantu proses molting
sesuai permintaan pasar. Konsumen lebih pada kepiting. Kedalaman air tambak
senang mengkonsumsi kepiting lunak. untuk molting dalam budidaya disarankan
Karena susahnya mendapatkan kepiting 70 cm ke atas, karena apabila kurang dari
lunuk di budidaya maupun di alam maka itu, akan menghambat kepiting untuk
harga kepiting inipun relatif lebih mahal molting. Demikian juga lumut yang
(Rp 80-85/kg) daripada kepiting cangkang menutupi bagian badan kepiting lunak
keras (Rp 45-50/kg) (komunikasi pribadi dapat menghambat proses molting yang
dengan pengepul kepiting bakau di Desa pada akhirnya dapat menyebabkan
Mayangan). Permintaan terhadap kepiting kematiaan karena sifat dasar lumut yang
lunak tinggi, sementara persediaan mengikat (Arriola, 1990).

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 2, No. 1, Januari 2012, 81 – 91
................................................................................. Pengaruh Mutilasi dan Ablasi Terhadap Ganti Kulit 83

Tehnik mutilasi dan ablasi diduga pemakan sesama jenis (cannibalisme) dan
bisa mempercepat proses molting. Tapi pemakan segala, misal pemakan algae,
seberapa berpengaruhnya kedua tehnik bangkai, sisa-sisa potongan kayu, bambu
diatas masih membutuhkan penelitian dan benda-benda lain yang membusuk.
ilmiah untuk mendukung apakah tehnik Waktu makan kepiting bakau tidak teratur
mutilasi atau ablasi yang lebih dominan tapi umumnya lebih aktif pada malam hari
dalam mempengaruhi terjadinya molting dari pada siang hari, sehingga kepiting
pada kepiting bakau. tergolong hewan nokturnal yang aktif
dimalam hari (Queensland Departement of
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Aparimary Industries, 1989). Pengukuran
suhu air dilakukan setiap hari yaitu pagi
Penelitan dilaksanakan selama jam 6:00, siang jam 13:00, dan sore jam
kurang lebih 2 (dua) bulan mulai 1 Maret 17:00. pH dan salinitas diukur seminggu
2011 sampai 1 April 2011 di tambak air sekali yaitu setiap hari senin dengan tiga
payau (lampiran 1) desa Mayangan, Kec. titik sample air yang diambil pada waktu
Legonkulon, Kab. Subang, Jawa Barat. pagi hari. Jumlah kepiting molting diamati
Pengamatan molting dan mortalitas setiap hari mulai dari penebaran benih.
dilaksanakan di lokasi penelitian setiap Sedangkan SR dihitung setiap minggu
minggu sampai mingu ke 6. Pengukuran masing – masing keramba.
suhu dan pH air dilakukan di lapangan,
sedangkan pengukuran salinitas air tambak a. Mutilasi
dilakukan di Laboratorium Lingkungan
Perairan IPB, Bogor. Bagi kepiting proses dari mutilasi
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan proses alami yaitu usaha
yang digunakan berasal dari perairan menghindari bahaya dan regeneratif
pantai desa Mayangan, Subang, Jawa Barat dengan merangsang fisiologi hormonal
semua kepiting berwarna gelap indikator untuk menumbuhkan kembali anggota
ciri – ciri molting. Berat awal kepiting badan yang patah atau rusak pada proses
yang dipakai berkisar antara 40 – 90 gram, mutilasi diri sendiri. Naluri mutilasi diri
panjang antara 37 – 43 mm, dan lebar sendiri dan menumbuhkan anggota tubuh
antara 53 – 64. Penebaran kepiting bakau yang patah (body building) ini juga ada
dilakukan dengan menempatkan dalam pada cecak (tetapi cecak tidak melakukan
keramba tancap bilah bambu (dongdang) molting untuk menumbuhkan anggota
dengan ukuran 1 x 2 x 1 meter yang tubuhnya (Arriola, 1990).
ditempatkan dalam tambak dengan Perlakuan mutilasi adalah secara
kedalaman 1 meter. Kepadatan kepiting sengaja mematahkan satu pasang capit dan
dalam dongdang adalah 20 ekor, tiga pasang kaki jalan. Secara alami
penempatan perlakuan dalam keramba kepiting akan melepaskan sendiri keempat
dilakukan yaitu mutilasi, ablasi, pasang organ kakinya hanya dengan cara
mutilasi+ablasi, dan kontrol. Semua diganggu – ganggu saja dengan usaha
perlakuan di ulang 4 kali (Lampiran 2). menghindar dari bahaya yang datang,
Peralatan yang digunakan adalah seperti halnya cecak. Secara sengaja satu
thermometer untuk mengukur suhu air paang kaki renang tidak di ganggu sehinga
tambak, pH meter untuk mengukur pH air kepiting masih bisa berenang mencari
tambak, dan salinometer untuk mengukur makan agar tetap hidup sampai molting
salinitas air tambak. Peralatan dan terjadi.
perlengkapan lain yang digunakan adalah Prosedur tahapan proses mutilasi
keranjang, ember dan golok untuk adalah sebagai berikut :
mencacah pakan wideng (kepiting batu)
sebagai pakan. Pemberian pakan diberikan 1. Siapkan hewan uji berupa kepiting
dengan frekuensi 2 kali/hari yaitu pagi jam bakau ukuran bobot antara 40-90
6 : 00 dan sore jam 16 : 00. Arriola (1990), gram (13-14 ekor/kg) sebanyak 80
menyatakan bahwa kepiting bakau adalah ekor (Lampiran 3)

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 2, No. 1, Januari 2012, 81 – 91
84 Pengaruh Mutilasi dan Ablasi Terhadap Ganti Kulit ................................................................................

2. Lepaskan tali pengikat hewan uji 3. Pemotongan tangkai mata ± 60 % dari


3. Timbang bobot individu hewan uji keseluruhan organ mata
dan ukur panjang dan lebar 4. Tali yang dipakai untuk mengikat
karapaksnya/cangkang hewan uji dibuka.
4. Lepaskan satu pasang capit dan 3 5. Setelah ablasi hewan uji dimasukkan
pasang kaki hewan uji, serta sisakan dalam antiseptik (Methylen Blue)
satu pasang kaki renang selama 5 menit
5. Masukkan kepiting yang telah 6. Setelah perendaman dalam methylen
dimutilasi kedalam media air yang blue hewan uji dipelihara dalam
mengandung anti septik MB karamba untuk diamati.
(Methylen Blue) (Lampiran 6) dengan 7. Pemberian pakan selama menunggu
dosis 5 ppm selama 5 menit proses ganti kulit sangat diperlukan,
6. Pindahkan kepiting yang telah yang diberikan adalah wideng
dimutilasi kedalam tempat secara ad libitum
pemeliharaaan (karamba) 8. Pengamatan meliputi kecepatan
7. Pelihara dan amati kepiting yang telah molting sampai jumlah puncaknya,
dimutilasi sampai semua kepiting jumlah molting, jumlah mortalitasnya
yang diberi perlakuan tersebut molting dalam satu keramba
(ganti kulit) 9. Seluruh data percobaan dikumpulkan
8. Selama pemeliharaan kepiting diberi dan di catat dalam tabel data
makan berupa wideng (kepiting batu) pengamatan.
secara ad libitum (sekenyang-
kenyangnya) c. Mutilasi dan Ablasi
9. Pengamatan meliputi kecepatan
molting mencapai puncaknya, jumlah Mutilasi dan ablasi adalah kedua
molting, jumlah mortalitas dalam satu proses dilakukan pada satu kepiting.
karamba
10. Seluruh data percobaan dikumpulkan 1. Persiapan hewan uji yaitu kepiting
dan di catat dalam tabel data bakau ukuran 13 – 14 ekor/kg
pengamatan. sebanyak 80 ekor
2. Hewan uji ditimbang untuk diukur
b. Ablasi bobot, panjang dan lebar.
3. Tali yang dipakai untuk mengikat
Ablasi (memotong tangkai mata) hewan uji dibuka
akan menghambat kerja organ –x yang ada 4. Kaki dicopot satu persatu yang
pada tangkai mata kepiting yang dimulai dari satu pasang capit, 3
memproduksi berbagai hormon, pasang kaki jalan.
diantaranya adalah MIH (Molting Inhibitor 5. Pemotongan tangkai mata ± 60 % dari
Hormon) yaitu hormon penghambat keseluruhan organ mata
molting pada kepiting (Hanafi dan 6. Setelah ablasi dan mutilasi hewan uji
Sulaeman, 1992). Dengan membuang dimasukkan dalam antiseptik MB
organ-x ini maka MIH tidak diproduksi (Methylen Blue) selama 5 menit
sehingga proses molting akan lebih cepat 7. Setelah perendaman dalam methylen
terjadi. Sisa satu matanya kepiting bisa blue hewan uji dipelihara dalam
mencari dan melihat makanan supaya dongdang ukuran 1m x 2m x 1m
kepiting bisa bertahan hidup. untuk diamati.
8. Pengamatan meliputi kecepatan
1. Persiapan hewan uji yaitu kepiting molting sampai jumlah puncaknya,
bakau ukuran 13 – 14 ekor/kg jumlah molting, jumlah mortalitas
sebanyak 80 ekor dalam satu keramba
2. Hewan uji ditimbang untuk diukur 9. Seluruh data percobaan dikumpulkan
bobot, panjang dan lebar. dan di catat dalam tabel data
pengamatan

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 2, No. 1, Januari 2012, 81 – 91
................................................................................. Pengaruh Mutilasi dan Ablasi Terhadap Ganti Kulit 85

d. Parameter Yang Diamati yang sama yaitu pada minggu pertama


(M1) mekipun pencapaian puncak jumlah
1. Kelangsungan Hidup, diamati setiap molting peralakuan mutilasi 11.0 dicapai
hari dan dihitung setiap minggu paling cepat pada minggu ketiga (M3).
2. Tingkat Molting Perlakuan mutilasi+ablasi dan kontrol,
baik molting pertama serta pencapaian
a. Kecepatan molting, diamati setiap puncak, jauh paling ketinggalan masing-
hari dan dihitung setiap minggu masing pada minggu keempat (M4) dan
b. Jumlah molting, diamati setiap hari minggu kelima (M5). Jumlah rata – rata
dan dihitung setiap minggu molting per keramba, perlakuan mutilasi
c. Regenerasi organ tubuh setelah memberikan angka yang paling tinggi
mutilasi (dan/atau ablasi) (11.0). Disimpulkan perlakuan mutilasi
yang pling efektif dalam hal jumlah
3. Kualitas Air molting dan kecepatan pencapaian puncak
(Tabel 1).
a. Suhu, diukur 3X sehari selama
percobaan 2. Mortalitas
b. pH, diukur 1X seminggu selama
percoban Demikian pula dengan data rata –
c. Salinitas, diukur 1X seminggu rata jumlah mortalitas per minggu/keramba
selama percobaan menunjukkan trend yang sama seperti data
molting. Tehnik mutilasi selalu terendah
e. Analisis Statistik terjadinya proses mortalitas yaitu masing –
masing 0.25, 1.75, dan 1.25. Disimpulkan
Data yang diperoleh dianalisis hal yang sama perlakuan mutilasi yang
dengan uji F, apabila uji F menunjukkan paling efektif dalam hal jumlah mortalitas
adanya pengaruh nyata dari perlakuan, dan keterlambatan pencapaian puncak
maka dilakukan uji Duncan pada selang (Tabel 2).
kepercayaan 95 %. Pengolahan data Satu hal perlu di laporkan
dilakukan dengan menggunakan software mengapa justru yang kontrol (tanpa
SAS. Uji stasistik dilakukan untuk menguji perlakuan) di dapatkan mortalitas yang
kesimpulan dari pengaruh taraf perlakuan tinggi, karena sempurnanya organ maka
yang diperoleh, di mana kita dihadapkan sifat kanibalisme dari kepiting itu sendiri
pada proses atau usaha untuk melakukan tinggi (Tabel 2 dan Lampiran 5),
penolakan atau penerimaan terhadap selebihnya mortalitas di perlakuan mutilasi
hipotesis yang telah dibuat (Stell and + ablasi juga tingi karena efek stres akibat
Torie, 1987) ketidak sempurnaannya organ yang terlalu
tinggi dari perlakuan mutilasi+ablasi
HASIL DAN PEMBAHASAN tersebut.

1. Molting 3. Regenerasi Organ Tubuh (kepiting


yang di mutilasi)
Secara umum keempat perlakuan
memberikan pengaruh, secara bertahap Regenerasi organ tubuh kepiting
terjadi kenaikan dari rata – rata jumlah bakau yang di mutilasi berkembang dari
moltingnya per keramba/minggu, sampai hari ke hari (Lampiran 4) kakinya yang
pada puncaknya dan akhirnya menurun melipat secara alami di bungkus oleh
sampai pada titik nol pada pengamatan selaput tipis (Lampiran 7). Setelah kaki
sampai ke 6 minggu (M6).Tehnik mutilasi tumbuh sempurna baru yang di bungkus
selalu tertingi terjadinya proses molting oleh selaput tipis. Setelah cangkang lepas
yaitu masing – masing 1.00, 3.25, dan pada saat molting dan selaput lepas
11.00. Perlakuan mutilasi dan ablasi bersama cangkang. Setelah perkembangan
menunjukkan kecepatan molting pertama organ kaki yang di mutilasi sudah

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 2, No. 1, Januari 2012, 81 – 91
86 Pengaruh Mutilasi dan Ablasi Terhadap Ganti Kulit ................................................................................

sempurna ada maka kepiting akan (molting), dimana pertambahan ukuran


melakukan proses molting (Lampiran 8). tubuh baru akan kelihatan setelah proses
Kelengkapan organ kaki terjadi setelah molting selesai. Pertambahan berat badan
molting (Lampiran 9), dimana setelah bisa terlihat dari jumlah individu kepiting
organ kaki kepiting lengkap lalu per kg, pada saat awal penelitian berjumlah
mengalami pengerasan cangkang dan 13 – 14 ekor/kg kemudian disaat
kepiting kembali normal selama 6 – 7 hari. melakukan penimbangan pada akhir
Penambahan ukuran yang meliputi berat penelitian setelah kepiting molting bisa
badan, lebar dan panjang cangkang mencapai 8 – 10 ekor/kg, dengan berat
kepiting, juga terjadi setelah proses rata–rata setelah molting berkisar antara
molting. Hal ini sesuai dengan sifat dari 98–122 gram, panjang antara 40 – 52 mm,
hewan krustasea yang mengalami dan lebar berkisar antara 62 – 76 mm.
pertumbuhan dengan cara ganti kulit

Tabel 1. Tingkat molting Kepiting Bakau (Scylla serrata) pada semua Perlakuan (rata – rata
Jumlah molting/jumlah Kepiting dalam Dongdang (20 ekor) Setiap Minggu).

Waktu (minggu)
No Perlakuan
M1 M2 M3 M4 M5 M6
1 Mutilasi 1a 3.25 a 11.0 a 1.50 c 0.00 c 0.00 a

2 Ablasi 0.5 a 1.75 b 4.25 b 6.50 a 0.25 c 0.00 a

3 Mutilasi+ablasi 0.00 a 0.00 b 2.25 c 5,25 ba 2.75 b 0.00 a

4 Kontrol 0.00 a 0.00 b 0.00 d 2.50 bc 6.25 c 0.25 a

Keterangan : Angka – angka yang diikuti dengan huruf yang sama arah vertikal tidak
berbeda nyata menurut uji Duncan 5 M : minggu.

Tabel 2. Tingkat Mortalitas Kepiting Bakau (Scylla serrata) pada semua Perlakuan (rata –
rata Jumlah Mortalitas/jumlah Kepiting dalam Dongdang (20 ekor) Setiap
Minggu).

Waktu (minggu)
No Perlakuan
M1 M2 M3 M4 M5 M6

1 Mutilasi 0.25 b 1.75 a 1.25 a 0.00 b 0.00 a 0a

2 Ablasi 1.25 b 3.25 a 2.00 a 0.25 b 0.00 a 0a

3 Mutilasi+ ablasi 4.00 a 2.25 a 1.25 a 2.00 a 0.25 a 0a

4 Kontrol 3.25 a 4.00 a 2.25 a 1.50 a 0.00 a a


Keterangan : Angka – angka yang diikuti dengan huruf yang sama arah vertikal tidak
berbeda nyata menurut uji Duncan 5 %. M : minggu.

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 2, No. 1, Januari 2012, 81 – 91
................................................................................. Pengaruh Mutilasi dan Ablasi Terhadap Ganti Kulit 87

Tabel 3. Rata – rata Suhu Air Selama Penelitian

Kisaran suhu (°C) Rata –rata


Waktu Data referensi
selama masa percobaan (°C)

26,9
Pagi (6:00 - 7:00) 25,2 - 28,7
29,5
Siang (13:00 - 14:00) 26,8 - 31,3
23,0 °C – 32,0 °C
28,4 (Kasry, 1991)
Sore (17:00 - 17:30) 26,6 - 30,2
28,6
Rata – rata suhu harian

d. Kualitas Air 1. Suhu

2. pH mutilasi berbeda nyata dengan perlakuan –


perlakuan lain (Tabel 1 dan 2).
Dari hasil pengukuran pH setiap
minggu selama penelitian (sebanyak lima KESIMPULAN DAN SARAN
kali) dilakukan setiap hari senin maka
diperoleh kisaran pH antara 6,2 – 7,1 nilai KESIMPULAN
pH rata – rata 6,7. Nilai ini masih berada
dalam batas kisaran toleransi untuk 1. Perlakuan mutilasi memberikan hasil
kehidupan kepiting bakau yang berkisar molting yang paling tinggi
antara 6.5 – 7.5 (Kasry, 1991). dibandingkan dengan perlakuan –
perlakun lain serta hasil jumlah
3. Salinitas mortalitas paling rendah. Sehingga
selanjutnya tehnik mutilasi paling
Hasil pengukuran salinitas selama baik untuk budidaya kepiting lunak.
penelitian yang dilakukan lima kali maka 2. Secara statistik ke empat perlakuan
diperoleh rata – rata nilai salinitas di lokasi dalam molting pada minggu ke dua
penelitian adalah 31,2 – 33,6 ppt nilai dan ke tiga berbeda nyata meskipun
salinitas rata – rata 32,4 ppt. Angka ini dalam mortalitas tidak pada selang
masih berada dalam kisaran toleransi nilai kepercayan 95 %.
salinitas untuk kehidupan kepiting bakau 3. Kimia fisika air (suhu, pH, dan
yang berkisar antara 2 ppt - 50 ppt salinitas) yang ada di tambak air
(Queensland Departement of Primary payau desa Mayangan masih berada
Industries, 1989) dalam kisaran layak untuk budidaya
kepiting bakau.
e. Analisis Statistik
SARAN
Secara statistik dengan selang
kepercayan 95 % ke empat perlakuan 1. Saran perlu ada suatu percobaan
dalam molting pada minggu ke dua dan ke mengenai kepiting yang
tiga berbeda nyata meskipun dalam tingkat menempatkan satu kepiting dalam
mortalitas tidak terdapat perbedaan yang satu ruangan karena sifat kanibalisme.
nyata. Uji Duncan menunjukkan perlakuan

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 2, No. 1, Januari 2012, 81 – 91
88 Pengaruh Mutilasi dan Ablasi Terhadap Ganti Kulit ................................................................................

2. Juga perlu saran suatu percobaan Komoditas Ekspor Non Migas.


molting dengan perlakuan jenis Ujung Pandang. 21 April 1992.
makanan.
Kasry, A., 1991. Budidaya Kepiting Bakau
DAFTAR PUSTAKA dan Biologi Ringkas. Penerbit
Bhratara, Jakarta.
Arriola, F. J. 1990. A Preliminary Study of
Life History of Scylla serrata Piliay, T. K. R. 1971, ed. Coastal
Forskal. Phil. J. Sci. 73(4); Aquaculture in the Indo-Pasifik
437-456.(http://soka- Region. Fishing News (Books)
farm.blogspot.com/2009/2/budi 362 – 365.
daya-perikanan-dengan-
kendalanya.html) Queensland Departement of Prmary
(http://akuakulturunhas.blogsp Industries. 1989. Life Cycle of
ot.com./2009/03/kepiting- The Mud Crab (Scyllaserrata).
lunakbehttp:// ) Queensland Departement of
Pirmary Industries. QL 84002.
Hanafi, A. dan Sulaeman. 1992. Teknologi 2p.
Kepiting Bakau. (Scylla
Serrata) dan pasca panen. Steel, R. G. D., and J. H., Torrie, 1987,
Makalah disampaikan pada Principles and Prosedures of
seminar sehari Prospek Statistiks, Mac Graw Hiu Book
pengembangan dan Pemasaran Cd. Inc, New York.
kepiting Bakau sebagai

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 2, No. 1, Januari 2012, 81 – 91
................................................................................. Pengaruh Mutilasi dan Ablasi Terhadap Ganti Kulit 89

LAMPIRAN

Lampiran1. Lokasi Penelitian

Lampiran 2. Penempatan Hewan Uji dalam Keramba

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 2, No. 1, Januari 2012, 81 – 91
90 Pengaruh Mutilasi dan Ablasi Terhadap Ganti Kulit ................................................................................

Lampiran 3. Hewan Uji yang Telah diberikan Perlakuan

Lampiran 4. Perkembangan Organ Kaki Kepiting Mutilasi

Lampiran 5. Kematian Karena Kanibalisme

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 2, No. 1, Januari 2012, 81 – 91
................................................................................. Pengaruh Mutilasi dan Ablasi Terhadap Ganti Kulit 91

Lampiran 6. Perendaman dalam Metylend Blue

Lampiran 7. Selaput Tipis yang Lepas Bersama

Lampiran 8. Kepiting yang sedang molting cangkang

Lampiran 9. Kelengkapan organ kaki setelah molting

Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Vol. 2, No. 1, Januari 2012, 81 – 91

You might also like