Professional Documents
Culture Documents
Referat Modul 2 Dermatitis Perioral Zahruddin Ahmad
Referat Modul 2 Dermatitis Perioral Zahruddin Ahmad
DERMATITIS PERIORAL
Oleh:
Zahruddin Ahmad
Pembimbing:
Septiana Widyantari
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………….. v
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
2.1 Definisi ........................................................................................................ 3
2.2 Epidemiologi ............................................................................................... 4
2.3 Etiologi ........................................................................................................ 4
2.4 Patogenesis .................................................................................................. 5
2.4.1 Kortikosteroid topikal........................................................................ 6
2.4.2 Bahan iritan pada kulit ...................................................................... 8
2.4.3 Faktor fisik ......................................................................................... 8
2.4.4 Faktor hormonal ................................................................................ 8
2.4.5 Faktor mikrobiologis ......................................................................... 9
2.5 Gambaran Klinis dan Klasifikasi ............................................................... 10
2.5.1 DP Klasik............................................................................................ 10
2.5.2 DP lupoid ............................................................................................ 13
2.5.3 Childhood granulomatous perioral dermatitis (CGPD) ...................... 13
2.6 Diagnosis ..................................................................................................... 15
2.7 Diagnosis Banding ...................................................................................... 17
2.7.1 Rosasea ............................................................................................... 18
2.7.2 Akne vulgaris ..................................................................................... 19
2.7.3 Dermatitis kontak .............................................................................. 20
2.7.4 Dermatitis seboroik ............................................................................ 20
2.7.5 “Lip-licking” dermatitis ..................................................................... 21
2.7.6 Lupus miliaris disseminatus faciei (LMDF) ................................... 22
2.8 Penatalaksanaan ......................................................................................... 23
2.8.1 Terapi topikal ..................................................................................... 24
2.8.2 Terapi sistemik ................................................................................... 27
2.9 Prognosis ....................................................................................................... 29
ii
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 32
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR SINGKATAN
AD : Atopic dermatitis
CS : corticosteroid
DP : Dermatitis perioral
HE : Hematoxylin-eosin
OTC : over-the-counter
vi
BAB I
PENDAHULUAN
gambaran klinis yang khas, yaitu berupa papul eritematosa, papulopustular atau
eritema yang merata.1–3 DP merupakan suatu kondisi inflamasi yang khas, pertama
kali dinyatakan pada tahun 1957 oleh Frumess dan Lewis dengan istilah “light-
sensitive seborrheid”, dan dikenal sebagai suatu penyakit tersendiri pada tahun
1964.3,4 Perubahan kulit secara khas tampak pada regio perioral dengan
karakteristik zona kulit normal atau tidak terdampak inflamasi pada tepi bibir. Lesi
bagian lateral palpebra inferior. Lesi yang melibatkan area perinasal dan periorbital
DP terjadi di seluruh dunia pada individu dengan segala latar belakang ras
dan etnik dengan frekuensi pada populasi sekitar 5%.6–8 Penyakit ini terutama lebih
sering ditemukan pada wanita usia muda dan pertengahan, antara 15-45 tahun.
pada laki-laki. DP juga telah dilaporkan diderita oleh anak-anak dengan usia antara
6 bulan dan 18 tahun, terutama oleh anak laki-laki, dengan puncak kejadian pada
1
Etiologi DP sampai saat ini masih belum jelas, tetapi sering kali ditemukan
merupakan salah satu golongan obat yang paling sering diresepkan pada praktik
klinis dan seringkali mengalami penyalahgunaan karena dijual bebas sebagai obat
pada DP, tetapi gejala akan muncul kembali dalam keadaan lebih buruk jika
pekerjaan.4,13,14
Makalah ini dibuat dengan meninjau dan meringkas beberapa artikel untuk
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
papulopustula atau papulovesikula, dengan ukuran biasanya tidak lebih dari 2 mm,
serta seringkali disertai eritema yang terdistribusi pada area periorifisial, terutama
tersendiri, tetapi oleh sebagian ahli yang lain dinyatakan sebagai variasi dari
penyakit rosasea.17
sebutan yang bervariasi, tetapi dengan definisi kriteria klinis yang masih kurang.
Frumess dan Lewis menyatakan istilah “light sensitive seborrheid” pada tahun
1957, yaitu suatu dermatitis berbentuk siklis yang mengenai kulit pada area
mendefinisikan penyakit ini lebih lanjut, dan baru-baru ini telah diusulkan istilah
“periorificial dermatitis”, karena penyakit ini bisa melibatkan area selain perioral,
3
2.2 Epidemiologi
dunia, pada individu dengan segala latar belakang ras dan etnik, terutama pada
populasi kulit putih dengan fototipe kulit I dan II. Frekuensi keseluruhan kasus DP
sekitar 6% wanita dan 0,3% laki-laki pada pelayanan dermatologi menderita DP.
pada usia antara 15-45 tahun, dengan puncak kejadian pada usia dekade ke-2 dan
ke-3. Jumlah kasus pada laki-laki lebih jarang, tetapi diduga semakin meningkat
mungkin terjadi pada anak-anak walaupun jarang. Kasus pada anak ditemukan pada
usia antara 6 bulan dan 18 tahun dan bertolak belakang dengan dewasa, pada anak-
anak mayoritas diderita oleh anak laki-laki, dengan puncak kejadian pada periode
pra pubertas.3,8,9,20 Lesi pada anak-anak seringkali melibatkan area yang lebih luas
jika dibandingkan dengan pada dewasa, yaitu sampai melibatkan area perinasal dan
periorbital.7 Prevalensi yang lebih tinggi diduga ada pada anak-anak keturunan
2.3 Etiologi
4
mayoritas pasien menunjukkan riwayat penggunaan kortikosteroid topikal pada
muka sebelumnya untuk berbagai keluhan, dengan semakin besar potensi terkait
faktor penyebab lain, seperti pengobatan topikal lainnya, produk kosmetik, faktor
gejala DP merupakan hasil dari reaksi intoleransi kulit muka terhadap iritasi
2.4 Patogenesis
Patogenesis DP sampai saat ini masih belum jelas, tetapi telah diusulkan
beberapa faktor etiopatologis, dengan yang paling sering didapatkan pada pasien
5
yaitu paparan kortikosteroid topikal sebelumnya.3,5,22 DP menunjukkan
fungsi sawar kulit diyakini sebagai faktor utama dalam patogenesis, yaitu adanya
eksogen akan menyebabkan dermatitis kontak dan reaksi iritasi. Dugaan tersebut
sifat dasar iritasi pada kulit dan perubahan mikroflora pada unit pilosebasea.3,7,9,21
muncul penyakit akan menginduksi gangguan fungsi epidermis. Hal tersebut akan
terjadinya gangguan fungsi sawar kulit dan peningkatan transepidermal water loss
(TEWL), sehingga menyebabkan sensasi rasa ketat dan kering pada kulit. Adanya
supresi pada sawar epidermis menunjukkan bahwa penyakit ini berbeda dengan
suatu siklus yang berulang-ulang. Reaksi inflamasi yang berulang pada akhirnya
biasanya mendahului terjadinya manifestasi klinis DP. Obat ini juga diduga bisa
6
perubahan mikroflora folikular. Hal tersebut akan diikuti oleh peningkatan
proliferasi dan aktivitas metabolik dari mikroorganisme pada kulit seperti Candida
awalnya dapat memperbaiki gambaran klinis DP, tetapi berisiko terjadi rebound
effect dengan gejala lebih parah jika dihentikan. Beberapa laporan kasus lain telah
aplikasi (muka dan leher memiliki daya absorbsi lebih besar), dan durasi
gejala klinis setelah pemakaian potensi ringan dan sedang hanya dalam waktu
beberapa minggu, sedangkan pada pasien lainnya gejala muncul setelah pemakaian
karena adanya kelainan kulit sebelumnya seperti dermatitis seboroik dan rosasea.3
sehingga terjadi edema sel-sel folikel, yang akan berperan pada terjadinya
7
granulomatous perioral dermatitis (GPD).3,24
Bahan iritan adalah zat yang memiliki efek toksik secara langsung terhadap
kulit, yang mana bisa bersifat iritan kuat ataupun lemah. Toksisitas bahan iritan
serta kerentanan pasien terhadap bahan iritan. Bahan iritan kemungkinan terdapat
petroleum jelly atau parafin, bisa menyebabkan sumbatan dan iritasi pada folikel.
Fungsi sawar epidermis akan terganggu, sehingga terjadi edema pada stratum
korneum dan peningkatan TEWL. Hal tersebut akan menyebabkan rasa ketat dan
kering pada kulit. Bahan iritan kulit lainnya seperti kosmetik untuk make up, krim
dengan Sun Protecting Factor (SPF) yang tinggi, ataupun pasta gigi (fluorinated)
Cahaya matahari dan paparan radiasi sinar ultraviolet bisa menjadi faktor
lebih buruk selama musim dingin dan jika terkena paparan angin dalam waktu lama.
Cuaca panas juga merupakan faktor yang berperan sebagai pencetus terjadinya
DP.1,3,15,25
belum jelas, juga dipertimbangkan sebagai faktor etiologi berdasarkan bukti ilmiah
8
baru-baru ini. Fakta mayoritas penderita DP adalah wanita dan beberapa mendapati
oleh kehamilan.3,7,9,26
DP. Faktor mikrobiologis seperti bakteri Fusiform spirilla, Candida spp., Demodex
folliculorum, dan jenis jamur yang lain telah berhasil dikultur dari lesi kulit,
proliferasi dan aktivitas metabolik Candida albicans atau bakteri Fusiform, serta
A B
9
menemukan tungau Demodex pada biopsi kulit pasien DP.4 Peneliti lain
menyatakan bahwa infeksi sekunder oleh bakteri atau infestasi tungau Demodex
kemungkinan terjadi pada DP yang kronis dengan gejala klinis berupa lesi
berada pada rongga mulut dan faring manusia sebagai flora normal. DP cenderung
10
2.5 Gambaran Klinis dan Klasifikasi
2.5.1 DP klasik
Gejala klinis yang khas dari DP berupa papul multipel berukuran kecil,
serta seringkali disertai eritema yang merata. Lesi terletak pada dasar eritematosa
yang berbatas jelas, terutama pada area perioral, dengan karakteristik zona bebas
bisa juga saling menyatu dan mengenai area yang lebih luas sampai pada area
lipatan nasolabial, pipi, dan palpebra inferior dengan persebaran yang simetris.
Area muka yang lebih luas seperti glabela, palpebra superior, dan regio frontalis
lebih jarang terkena. Perluasan lesi tergantung pada derajat keparahan gejala.
Distribusi lesi yang mengenai lokasi selain perioral memiliki frekuensi sekitar 20%.
DP terkadang juga bisa mengenai area periorbita saja, yang disebut dengan tipe
periokular. Tabel 2.2 menunjukkan gambaran frekuensi berbagai area kulit muka
11
Eritema pada kulit yang tersebar merata menunjukkan gejala klinis berupa
skuama dan xerosis. Hal tersebut menimbulkan keluhan rasa ketat, rasa terbakar,
sedikit nyeri, serta terkadang rasa gatal pada lesi. Perjalanan klinis bisa bervariasi
dari subakut hingga kronis. Kasus yang kronis kemungkinan bisa disertai dengan
adanya infeksi sekunder oleh bakteri dan infestasi tungau Demodex.3,7,20 Gambar
2.3 menunjukkan gambaran khas lesi DP klasik pada area perioral dan perinasal,
A B
Gambar 2.3. Lesi khas pada DP A. Lesi berupa eritema, skuama, dan papula yang
tersebar pada area perioral, disertai zona bebas lesi pada perilabial; B.
Perluasan lesi pada perinasal dan pipi.15
12
2.5.2 DP lupoid
klinis spesial dari DP. Perbedaan utama dengan DP klasik adalah adanya kelompok-
kecoklatan yang cukup besar dan padat, serta eksudatif pada area perioral seperti
tampak pada Gambar 2.5. Lesi juga bisa mengenai area periorbital. Lesi kulit
A B
inflamasi benign yang juga merupakan varian dari DP klasik yang terutama sering
terjadi pada anak-anak pada usia pra pubertas. Kelainan ini pertama kali ditemukan
oleh Gianotti dan kawan-kawan pada tahun 1970. CGPD pada mulanya dianggap
13
pertama kali dinamakan dengan, “facial Afro-Caribbean childhood eruption”
(FACE). Istilah CGPD, yang pertama kali digunakan oleh Urbatsch dan kawan-
kawan pada tahun 1989, merupakan istilah yang saat ini paling bisa diterima karena
CGPD terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 18 tahun, terutama pada
masa pra pubertas dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Kortikosteroid
14
topikal, terutama jenis fluorinated corticosteroids dianggap sebagai penyebab
utama ataupun juga sebagai faktor yang memperburuk klinisnya. Penyakit ini
secara klinis ditandai dengan adanya mikro papul monomorfik multipel berwarna
sentro-fasial, yaitu pada area perioral, perinasal, dan periorbital. Keterlibatan area
penyakit cukup ringan dan lesi kulit menyembuh dengan tanpa meninggalkan
jaringan parut ataupun gangguan kelainan pigmentasi. Lesi kulit bisa mengalami
2.6 Diagnosis
pada wajah (perioral, perinasal, periorbital), tanpa adanya komedo dan keterlibatan
area perbatasan bibir (vermilion border), serta tanpa adanya keterlibatan sistemik.
Pemeriksaan tambahan yang bisa dilakukan antara lain: pengecatan KOH, kerokan
kulit untuk Demodex spp., kultur bakteri dari lesi pustular, tes tempel kulit untuk
alergen yang dicurigai, dan biopsi kulit. Semua pemeriksaan tambahan tersebut
memeriksa.5,10,14,22
15
A B
ruam yang khas, riwayat penggunaan krim kortikosteroid topikal jangka panjang,
sebenarnya kurang berguna karena tidak spesifik. Pencarian Demodex spp. juga
cukup sulit dan jarang sekali positif. Biopsi juga jarang dilakukan untuk
sel raksasa (giant cells). Lesi papular baru, bisa menunjukkan gambaran akantosis
ringan, edema pada epidermis, dan parakeratosis. Biopsi pada pasien CGPD
16
2.7 Diagnosis Banding
suatu proses mirip akne dan proses eksematosa berskuama. Diagnosis banding
17
Gambar 2.8. Diagnosis banding DP pada anak-anak. A. Rosasea pada anak:
kemerahan pada area pipi, dagu, dan frontalis; B. Dermatitis
seboroik pada anak: krusta dan skuama berminyak, berwarna
kekuningan dengan dasar makula eritematosa pada area wajah; C.
Dermatitis atopik: xerosis dan tanda garukan pada dahi; D.
Dermatitis atopik: makula eritematosa kering dan berskuama pada
pipi dan periokular; E. Akne infantil: multipel nodul, pits, komedo
terbuka, dan skar pada pipi; F. Dermatitis kontak pada muka:
makula eritematosa, papul multipel, dan skuama halus pada
hampir seluruh area muka. 25
2.7.1 Rosasea
DP. Rosasea biasanya terjadi pada pasien usia lebih tua. Gambaran klinis khas
pada area pipi, dagu, dan sentro-fasial (nasolabial). Hidung dan pipi
merupakan area yang paling sering terkena. Komplikasi terkait rosasea seperti
histopatologis dengan CGPD, tetapi secara klinis berbeda, yaitu rosasea tipe
18
ini cenderung berkembang menjadi kronis, mengenai wanita paruh baya,
terdapat telangiektasia, serta tidak muncul gejala berupa pustula dan papula
pada daerah lateral wajah, leher, dan submandibula. 14 Gambaran klinis rosasea
A B
dicirikan dengan adanya gambaran komedo (sumbatan keratin dan sebum pada unit
Penyakit ini biasa ditemukan pada usia akhir masa remaja dan dewasa muda,
sedangkan jika ditemukan pada anak-anak usia 1-7 tahun, harus dipertimbangkan
merupakan ciri khas akne vulgaris yang tidak didapatkan pada gejala klinis DP.20,22
19
2.7.3 Dermatitis kontak
kontak alergika (DKA) pada area perioral bisa disebabkan oleh zat perasa,
pengawet, surfaktan, dan bahan-bahan lain dari pasta gigi, permen karet, cairan
pencuci mulut, serta produk-produk kosmetik. Gejala klinis DKA sering kali
gejala berupa papula dan pustula akneiformis seperti pada DP. Pasien DKA
Dermatitis kontak iritan (DKI) bisa disebabkan oleh sabun, deterjen, dan
berbagai macam bahan kimia yang keras. Gejala klinis DKI berupa makula
eritematosa disertai skuama dan papula halus, tetapi bukan berupa papula dan
berlebihan dari jamur Pityrosporum dan lebih sering mengenai lali-laki. Orang
berupa eritema dan skuama tipis dengan distribusi tidak terbatas pada area
sentro-fasial, biasanya pada area kepala, alis, glabela, lipatan nasolabial, dan
kanalis auditorius eksternus. Penyakit ini juga cenderung tidak mengenai area
perioral dan bukan berupa papula. Gambaran klinis tersebut cukup bisa
20
Gambar 2.10. Gambaran klinis dermatitis seboroik: berupa skuama dan
eritema pada area alis, glabela, malar, lipatan nasolabial, dan
20
bibir atas.
cheilitis terutama terjadi pada bayi dan anak-anak dengan latar belakang atopik
atau merupakan manifestasi dari dermatitis atopik itu sendiri. Kelainan ini bisa
kelainan ini cukup kontras dengan DP yang menyisakan area normal pada tepi
batas bibir. Gejala eritema dan skuama pada kelainan ini justru melibatkan area
tepi batas bibir secara langsung sebagaimana tampak pada Gambar 2.11. 3,7,20,30
A B
21
2.7.6 Lupus miliaris disseminatus faciei (LMDF)
penyakit dermatosis inflamasi yang jarang dengan penyebab yang masih belum
mata dan sentro-fasial seperti hidung dan bibir atas, serta gambaran
penyembuhannya.14,22,31
22
2.8 Penatalaksanaan
memberikan petunjuk yang berguna secara umum, tetapi tidak ada pendekatan
pengetahuan mengenai penyebab yang tepat masih belum jelas. Kasus ringan
bisa sukses diterapi dengan agen topikal, sedangkan kasus sedang sampai berat
memerlukan terapi sistemik. Tabel 2.4 menunjukkan beberapa obat untuk DP,
mungkin sudah cukup bisa mengobati gajala klinis yang ringan dari DP tanpa
eritema, dan erupsi papulopustular disertai rasa gatal dan terbakar. Fase ini
psikologis dan edukasi yang baik kepada pasien. Pendekatan dalam hal
23
(tappering off) dengan mengurangi potensi, frekuensi aplikasi, atau keduanya,
“rebound phenomenon” yang berat, tetapi resolusi bisa terjadi lebih cepat (1-
3 bulan). 3,9,24
Terapi topikal sebagai “gold standard” pada kasus DP sampai saat ini
masih belum ada.7 Beberapa agen topikal telah sukses digunakan dalam pengobatan
kasus DP, tetapi tidak ada satu obat topikal yang lebih unggul daripada yang
dilaksanakan selama beberapa minggu, tetapi belum muncul efek yang diharapkan
24
serta biasanya obat topikal saja telah cukup pada kasus DP sedang. Beberapa pasien
diinduksi oleh kortikosteroid, sehingga pada pasien ini periode “zero therapy”
sebaiknya diperpanjang.3
Pimecrolimus A Doksisiklin D
Sulfacetamide B Minosiklin D
atau sulfur
Tacrolimus D
Adapalene D
yaitu kemampuan untuk menekan aktivitas bakteri flora pada kulit, melawan
krim ataupun gel bisa menghilangkan gejala ruam, dimana pengobatan dengan agen
tidak efektif. Obat ini juga terbukti efektif ketika pasien dalam kondisi
25
ini bervariasi antara 0,75–2% dan bisa diberikan 2 kali sehari selama 8-16 minggu.
Konsentrasi yang lebih tinggi tidak terkait dengan berkurangnya durasi pengobatan.
pengobatan sistemik. Obat ini juga merupakan lini pertama pada kasus DP pada
anak-anak, diberikan selama 1-2 bulan, dengan kombinasi eritromisin oral jika
7 minggu, dimana untuk tetrasiklin oral bisa efektif dalam waktu kurang dari 6
minggu. Obat ini sering digunakan sebagai lini pertama karena tidak memiliki efek
dengan usia antara 21-69 tahun menunjukkan bahwa krim pimecrolimus 1% yang
2 minggu pemakaian. Obat ini harus digunakan dengan hati-hati karena terdapat
rosasea. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena salep yang bersifat oklusif
dan proliferasi Demodex yang diakibatkan oleh imunosupresi lokal dan kemampuan
adalah tacrolimus yang memiliki cara kerja sama seperti pimecrolimus sebagai anti
26
Krim Azelaic acid merupakan modalitas terapi topikal lain yang telah
mununjukkan hasil yang baik pada penelitian baik pada dewasa dan anak-anak.
Waktu yang diperlukan untuk pengobatan pada pasien dewasa sekitar 2-4 minggu,
sedangkan pada pasien anak-anak sekitar 4-8 minggu. Cara kerja obat ini sampai
saat ini masih belum diketahui, tetapi diduga memiliki efek anti bakteri, anti
dan eritematosa.5,10
baru diperlukan pada kasus-kasus yang berat dan kasus ringan sampai sedang yang
atau retinoid telah digunakan untuk pengobatan kasus DP yang refrakter, walaupun
tidak satupun dari agen tersebut secara eksplisit diindikasikan untuk kelainan
tersebut.3,7
DP, kecuali pasien anak-anak dengan usia dibawah 8 tahun, wanita hamil, dan pada
generasi pertama telah digantikan oleh doksisiklin dan minosiklin. Doksisiklin saat
ini lebih dipilih sebagai agen sistemik karena minosiklin bisa menginduksi hepatitis
27
Doksisiklin biasanya diberikan dengan dosis awal 100 sampai 200 mg per
hari, kemudian diturunkan setengahnya setelah 3-4 minggu dan diteruskan sampai
regresi lengkap dari gejala klinis. Bukti bahwa DP disebabkan oleh bakteri sampai
saat ini masih belum jelas, sehingga doksisiklin bisa juga diberikan dengan dosis
resistensi antibiotik dan efek samping gastrointestinal. Lama terapi yang diperlukan
biasanya 8-10 minggu dan biasanya kekambuhan jarang terjadi setelah penghentian
efikasi eritromisin oral sampai saat ini masih belum ada, tetapi beberapa publikasi
dinyatakan efektif oleh beberapa laporan kasus. Waktu yang diperlukan untuk
lain yang bisa digunakan adalah azitromisin yang bisa diberikan dengan frekuensi
Pasien yang tidak berespon baik terhadap modalitas terapi yang dijelaskan
di atas, bisa diberikan isotretinoin oral dengan dosis permulaan 0,2 mg/kg/hari,
kemudian diturunkan menjadi 0,1 mg/kg/hari atau sampai 0,05 mg/kg/hari. Durasi
28
terapi sebaiknya direncanakan untuk jangka panjang, yaitu lebih dari 6 bulan. 7,9
Hasil yang baik dengan pengobatan ini telah dilaporkan pada kasus DP lupoid dan
kasus CGPD.3 Pemberian obat ini juga harus memperhatikan kemungkinan efek
samping jangka panjang, sehingga harus dilakukan evaluasi terutama pada wanita
yang aktif secara seksual terkait kehamilan dan potensi efek samping terhadap
janinnya.5
2.9 Prognosis
yang berkembang selama beberapa minggu dan sembuh setelah beberapa bulan
serta jarang sampai tahunan. Kondisi ini dapat menjadi semakin menipis dan
29
BAB III
KESIMPULAN
berupa papul multipel berukuran kecil, berwarna merah sampai merah kecoklatan,
merata. Lesi terutama pada area perioral, dengan karakteristik zona bebas lesi pada
perilabial, di sepanjang tepi bibir. Lesi juga bisa mengenai area yang lebih luas
sampai pada area lipatan nasolabial, pipi, dan palpebra inferior dengan persebaran
DP bisa diderita oleh anak-anak maupun dewasa dan terutama lebih sering
ditemukan pada wanita usia muda dan pertengahan. Etiologi DP sampai saat ini
masih belum jelas, dengan banyak faktor telah dinyatakan sebagai penyebab, tetapi
pada muka. Gejala DP bisa menetap tanpa pengobatan yang adekuat, sehingga
gangguan psikologis, dan keterbatasan fungsi sosial serta pekerjaan dari pasien.
jelas. Kasus ringan bisa sukses tanpa terapi atau diterapi dengan agen topikal,
Metronidazol merupakan obat topikal yang paling sering digunakan dan terbukti
30
sistemik, sedangkan untuk terapi sistemik doksisiklin saat ini merupakan pilihan
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Weedon's Skin Pathology. 3rd ed. Brisbane: Churchil Livingstone Elsevire.
2010. p. 170-94.
18. Powell FC. Rosacea: Periorificial dermatitis. In: Griffifths CEM, Barker J,
Bleiker T, Chalmer R, editors. Rook’s Textbook of dermatology. 9th ed.
London: Wiley blackwell; 2016. p. 91.17-8.
19. Bolognia LJ, Schaffer JV, Duncan KO, Ko CJ. Rosacea and periorificial
dermatitis. In: Bolognia LJ, Schaffer JV, Duncan KO, Ko CJ, editors.
Dermatology essentials. New York: Saunders Elsevire 2014. p. 261-67.
20. Lim GFS, Cusack CAR, Kist JM. Perioral Lesions and Dermatoses. Dent
Clin NA. 2014;58(2):401-35.
21. Martin MR, Rodriguez MS, Rodriguez AC, Sarto MS, et al. Case Letters:
Treatment of perioral dermatitis with topical pimecrolimus. J am acad
dermatol. 2007;56(3):529-530.
22. Kellen R, Silverberg NB. Pediatric Periorificial Dermatitis. Cutis.
2017;100(6):385-388
23. Clementson B, Smidt AC. Periorificial Dermatitis Due to Systemic
Corticosteroids in Children : Report of Two Cases. Pediatric Dermatology.
2012;29(3):2011-2012.
24. Rosso JQD. Management of Papulopustular Rosacea and Perioral Dermatitis
with Emphasis on Iatrogenic Causation or Exacerbation of Inflammatory
Facial Dermatoses Use of Doxycycline-modified Release 40mg Capsule
Once Daily in Combination with Properly Selected Skin Care as an Effective
Therapeutic Approach. J Clin Aesthet Dermatol. 2011;4(8):20–30.
25. Chiriac A, Diaconeasa A, Podoleanu C, Stolnicu S. Childhood Perioral
Dermatitis - Challenging Treatment. Journal of Interdisciplinary Medicine.
2018;3(38):50-53.
26. Maeda A, Ishiguro N, Kawashima M. The pathogenetic role of rod-shaped
bacteria containing intracellular granules in the vellus hairs of a patient with
perioral dermatitis: A comparison with perioral corticosteroid-induced
rosacea. Australas J Dermatol. 2016;57(3):225-8.
27. Hsu C, Hsu MM, Lee JY. Demodicosis: A clinicopathological study. J Am
Dermatology. 2008;60(3):453-462.
28. Baratli J, Megahed M. Lupoide periorale Dermatitis. Hautarzt. 2013;64:888-
890.
29. Ibarguren AM, Pedrero RM, Rodriguez MF. Case for diagnosis: periorificial
lesions in a young girl. Actas Dermo-Sifiliogr. 2016;170(9):1-2.
30. Mini PN, Anoop TM. Clinical correspondence: Lip–lick dermatitis. NZ Med
J. 2017;130(1451):68-69.
31. Toda-brito H, Manuel J, Aranha P, Tavares ES. Case Report Lupus miliaris
disseminatus faciei. An Bras Dermatol. 2017;92(6):851-3.
33