Professional Documents
Culture Documents
456 852 1 SM
456 852 1 SM
Abstract
Background : Asthma is a worldwide health problem. People with asthma in the world
today was estimated at 300 million peoples, and expected in 2025 reached 400 million
peoples. In Indonesia, there were currently about 12.5 million peoples. In BBKPM
Makassar, the number of people with asthma who visit in 2009 were 291 patients, in
2010 to 292 patients, and in 2011 starting from January to November, as 243 patients.
It shows the number of people with asthma who visit the BBKPM Makassar each month
has increased. Therapy of asthma treatment often used was nebulizer using combivent
and bisolvon. Purpose this study to determine the effectiveness of provision nebulizer of
combivent and bisolvon therapy to airway patency in asthma bronchial patient at ER of
BBKPM Makassar. Method: used was quase experimental with two groups pretest and
posttest design. Sample of 40 patients who met the criteria were randomly selected to be
divided into two groups, 20 samples for nebulizer of combivent therapy, and 20 samples
for nebulizer of bisolvon therapy. Method: Technique of data analysis used was paired t
test. the Research result conducted on two groups of respondents, obtained t count
value frequency of respiratory and pulmonary physiology in the treatment group of
nebulizer using combivent obtained t count of the frequency of respiratory physiology
was 15.601 and pulmonary physiology was 23.083, while the treatment groups of
nebulizer using bisolvon obtained t count value was 7.701 and pulmonary physiology
was 12.606. Result: were both higher than the t table value 1.725 at significant level
95%. Conclusion: Provision nebulizer of combivent therapy provide greater
effectiveness in reducing airway obstruction in asthma bronchial patients at ER of
BBKPM Makassar in 2012.
86
Siti Lestari, Keefektifan Pemberian Nebulizer Terapi Combivent 87
5,4 persen dari seluruh penduduk benar agar tidak menyebabkan kematian.
Indonesia, artinya saat ini ada sekitar 12,5 Salah satu penatalaksanaan atau terapi
juta penderita asma di Indonesia (Dewan farmakologi pada pasien asma bronkial
Asma Indonesia / DAI 2009). adalah pemberian terapi kortikosteroid
Di Balai Besar Kesehatan Paru dan albuterol dalam bentuk inhalasi atau
Masyarakat (BBKPM) Makassar, jumlah dengan nebulizer (Widjaya, I, 2010).
penderita penyakit asma cukup tinggi. Berdasarkan penggunaannya maka obat
Tahun 2009, jumlah pasien asma bronkial asma terbagi atas dua golongan yaitu
yaitu 291 penderita. Tahun 2010 menjadi pengobatan jangka panjang untuk
292 penderita, dan pada tahun 2011 mengontrol gejala asma, dan pengobatan
terhitung dari Januari - November, total jangka cepat untuk mengatasi serangan
penderita asma bronkial sebanyak 243 akut asma. Untuk mengatasi serangan akut
penderita. Sedangkan jumlah pasien asma asma yang paling cepat biasanya
yang diberikan tindakan nebulizer diruang menggunakan larutan Nebulizer, MDI
Instalasi Gawat Darurat (IGD) BBKPM (Metered - Dose Inhaler), dan DPI (Dry -
Makassar terhitung dari bulan September Power Inhaler) (Ikawati. Z., 2011).
sebanyak 13 orang, Oktober sebanyak 17
orang, dan pada bulan November menjadi METODE PENELITIAN
25 orang. Ini menunjukkan jumlah Desain penelitian yang digunakan
penderita asma yang berkunjung diruang yaitu Quase experimental two groups
IGD BBKPM Makassar tiap bulannya pretest and posttest design. Populasi
mengalami peningkatan. Adapun terapi dalam penelitian ini adalah pasien asma
yang paling sering digunakan untuk bronkial yang ditangani diruang IGD
menangani pasien yang mengalami BBKPM Makassar provinsi Sulawesi
serangan asma bronkial yaitu Selatan. Pengambilan sampel terhadap 40
menggunakan terapi nebulizer dengan responden dilakukan dengan tekhnik
obat yang digunakan adalah Combivent purposive sampling.
0,1% 1 ML (1 MG) yang kandungannya
adalah Salbutamol dan Ipatropium HASIL PENELITIAN
Bromide dimana obat ini berfungsi untuk Responden dalam penelitian ini
melonggarkan saluran nafas dengan cara adalah 40 orang, terdiri laki-laki 18 (45
merelaksasi bronkus. Akan tetapi, %) dan perempuan 22 (55%).
Ipatropium Bromide juga mempunyai efek
samping yaitu menyebabkan mulut kering, Tabel 1. Karakteristik responden
mengantuk, dan gangguan penglihatan berdasarkan adanya peningkatan frekuensi
sehingga pemberiannya harus tepat sesuai nafas pasien asma bronkial di ruang IGD
dengan dosis yang ada. Obat yang juga BBKPM Makassar
sering digunakan yaitu Bisolvon 0,2 % 1 Tanda dan Gejala
ML (2 MG) yang kandungannya yaitu No Peningkatan Frekuensi Frekuensi (f) Persent
Bromhexine Hydrocloride yang berfungsi Nafas ase (%)
untuk mengencerkan dahak. 1 Ada 40 100
2 Tidak Ada 0 0
Kecenderungan peningkatan
jumlah penderita asma yang cukup tinggi, Total 40 100
diperlukan pengobatan yang tepat dan
88 Jurnal Keperawatan Global, Volume 3, No 2, Desember 2018 hlm 58-131
kambuh tiap kali terpapar oleh Hal ini sesuai dengan yang
alergen. Sedangkan yang kedua dikemukakan Khairiyaf, O.C &
adalah faktor ekstrinsik yaitu Yusrizal, F. (2002) dalam
mengacu pada faktor diluar penelitiannya, bahwa pengobatan
mekanisme imunitas dan umumnya pasien asma bronkial lebih efektif
dijumpai pada usia dewasa. Faktor menggunakan nebulisasi dari pada
ini meliputi stress, olahraga, menggunakan terbutalin sub kutan.
aktifitas yang berat serta obat- Didukung dengan teori bahwa
obatan. pemberian nebulizer pada pasien
h. Riwayat penyakit lain asma bronkial menimbulkan
Berdasarkan penelitian yang medikasi langsung pada tempat /
telah dilakukan pada 40 responden, sasaran aksinya (seperti paru),
sebagian besar responden tidak pengiriman obat ke paru sangat cepat,
mengalami penyakit lain selain sehingga aksinya lebih cepat daripada
asma bronkial yaitu sebanyak 25 rute lainnya seperti subkutan atau
responden (62,5%). Ini sesuai oral, serta dosis yang rendah dapat
dengan Ikawati (2011), sebagian menurunkan absorbsi sistemik dan
besar penderita asma disebabkan efek samping sistemik (Ikawati,
oleh adanya riwayat alergi, yaitu 2011).
80%. 3. Analisa bivariat
2. Analisa univariat Berdasarkan hasil analisa data
Untuk mengetahui keefektifan mengenai perbedaan keefektifan
penggunaan nebulizer terapi penggunaan nebulizer terapi
combivent dan terapi bisolvon combivent dan terapi bisolvon
(kelompok kontrol) terhadap (kelompok kontrol) terhadap
penurunan frekuensi nafas dan penurunan frekuensi nafas dan
peningkatan faal paru (FEV1) pada peningkatan faal paru (FEV1) pada
pasien asma bronkial pasien asma bronkial didapatkan
Berdasarkan hasil analisa data signifikan atau ada perbedaan
mengenai keefektifan penggunaan penurunan frekuensi nafas dan
nebulizer terhadap penurunan peningkatan faal paru (FEV1) antara
frekuensi nafas dan peningkatan faal kelompok perlakuan nebulizer terapi
paru (FEV1) pada dua kelompok combivent dan terapi bisolvon
responden pasien asma bronkial, yaitu (kelompok kontrol). Dan didapatkan
kelompok perlakuan nebulizer terapi data:
combivent dan kelompok perlakuan a. Penurunan frekuensi nafas lebih
nebulizer terapi bisolvon (kelompok besar terjadi pada kelompok
kontrol), didapatkan bahwa signifikan perlakuan nebulizer terapi
atau ada perbedaan skor frekuensi combivent, yaitu dengan
nafas dan perbedaan skor peningkatan penurunan rata-rata skor sebesar
nilai faal paru (FEV1) antara skor 15,601 sedangkan pada kelompok
pretest dan skor posttest pada kedua perlakuan nebulizer terapi bisolvon
kelompok. didapatkan dengan penurunan rata-
rata skor 7,701
96 Jurnal Keperawatan Global, Volume 3, No 2, Desember 2018 hlm 58-131
p2ptm/subdit-penyakit-paru-kronik-
dan-gangguan-imunologi/asma-
bronkial-faq
Saryono. (2009). Biokimia Respirasi.
Yogyakarta: Nuha Medika
Setyawan, B. (2011). Kefektifan
Penggunaan Nebulizer selama 20
Menit terhadap Penurunan
Obstruksi Jalan Nafas pada Pasien
Asma Bronchiale di Ruan IGD RSD
Mardi Waluyo Kota Blitar”. Skripsi
pada Program D-IV Keperawatan
Gawat Darurat, Poltekkes Surakarta
(Tidak Dipublikasikan).
Sibuaahe, W.H; Panggabean, M.M. &
Gultom, S.P. (2005). Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumantri, I. (2009). Asuhan Keperawatan
Pasien dengan Ganguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba
Medika.
Wijaya, I. (2010). Buku Pintar Atasi
Asma . Yogyakarta: Pinang Merah
WHO, (2015) https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/asthm