Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 51

Pasive Income

Perpajakan atas Penghasilan dari Modal


(Dividen, Bunga, Royalti)

Pertemuan ke 11
PPh atas Penghasilan dari Modal jika tanpa P3B
Tanpa P3B, penghasilan berasal dari modal (Passive Income):
• dividen,
• bunga, dan
• royalti,
yang dibayarkan atau yang terutang oleh:
 badan pemerintah,
 Subjek Pajak DN,
 penyelenggara kegiatan,
 BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
kepada Wajib Pajak LN selain BUT di Indonesia, dipotong PPh
psl 26 dengan tarif :
20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.
Dengan adanya P3B, tarif pemotongan pajak dimodifikasi
menjadi kurang dari 20%.
1.Dividen
ARTICLE 10 OECD- DIVIDENDS
1. Dividends paid by a company which is a resident of a Contracting State to a resident
of the other Contracting State may be taxed in that other State.

2. However, dividends paid by a company which is a resident of a Contracting State


may also be taxed in that State according to the laws of that State, but if the
beneficial owner of the dividends is a resident of the other Contracting State, the
tax so charged shall not exceed: a) 5 per cent of the gross amount of the dividends if
the beneficial owner is a company which holds directly at least 25 per cent of the
capital of the company paying the dividends throughout a 365 day period that
includes the day of the payment of the dividend (for the purpose of computing that
period, no account shall be taken of changes of ownership that would directly result
from a corporate reorganisation, such as a merger or divisive reorganisation, of the
company that holds the shares or that pays the dividend); b) 15 per cent of the
gross amount of the dividends in all other cases. The competent authorities of the
Contracting States shall by mutual agreement settle the mode of application of
these limitations. This paragraph shall not affect the taxation of the company in
respect of the profits out of which the dividends are paid.
3. The term “dividends” as used in this Article means income from shares,
“jouissance” shares or “jouissance” rights, mining shares, founders’ shares or
other rights, not being debt-claims, participating in profits, as well as income
from other corporate rights which is subjected to the same taxation treatment
as income from shares by the laws of the State of which the company making
the distribution is a resident.

4. The provisions of paragraphs 1 and 2 shall not apply if the beneficial owner of
the dividends, being a resident of a Contracting State, carries on business in
the other Contracting State of which the company paying the dividends is a
resident through a permanent establishment situated therein and the holding
in respect of which the dividends are paid is effectively connected with such
permanent establishment. In such case the provisions of Article 7 shall apply.
5. Where a company which is a resident of a Contracting State derives profits
or income from the other Contracting State, that other State may not
impose any tax on the dividends paid by the company, except insofar as such
dividends are paid to a resident of that other State or insofar as the holding
in respect of which the dividends are paid is effectively connected with a
permanent establishment situated in that other State, nor subject the
company’s undistributed profits to a tax on the company’s undistributed
profits, even if the dividends paid or the undistributed profits consist wholly
or partly of profits or income arising in such other State.
OECD Model Article 10-Dividen
Ayat 1. menjelaskan mengenai ruang lingkup penerapan psl 10 serta alokasi
hak pemajakan atas dividen. Priorotas hak pemajakan berada pd negara
domisili dari subjek pajak yg menerima penghasilan.
Syaratnya :
– Objek yg dibayarkan adalah dividen
– Dividen tsb harus dibayarkan (paid by)  yaitu pembayaran atas keuntungan .
– Pembayarabn dilakukan oleh perusahaan (by company) sesuai psl 3 ayat 1
huruf b OECD Model
– Perusahaan pembayar dividen sbg SPDN dari negara nya (sumber)
– Dividen dibayar kpd SPDN dari negara lain (resident of the other contracting
state- negara domisili) dpt berupa OP maupun badan.
– Negara domisili mempunyai hak pemajakan tdk terbatas atas dividen , tetapi
tdk bersifat ekslusif (may be taxed in that other state) , maksudnya bahwa hak
pemajakan negara sumber dibatasi (limited taxation right) - ... The tax so
charge shall not exceed..
OECD Model Article 10-Dividen
Ayat 2. Alokasi Hak Pemajakan )
merupakan pembatasan hak negara sumber utk mengenakan pajak atas
dividen dgn persentase tertentu dari jumlh bruto pembayaran dividen.
Persentase tsb ditentukan berdasarkan bentuk investasi sahamnya
(apakah substantial holding/direct investment /partisipasi atau
portofolio)
1.Dividen partisipasi (substantial holding/direct investment) syaratnya:
 jika penerima dividen adalah suatu perusahaan (selain persekutuan)
yang memiliki secara langsung sedikitnya 25% (dua puluh lima
persen) dari modal perusahaan yang membayar dividen.,
 tarif pemajakan negara sumber maksimum 5%.

2.Dividen Portofolio
 Jika kepemilikannya dibawah 25%, maka dividen yang diterimanya disebut
Dividen Portofolio.
 Tarif pemajakan negara sumber maksimum 15%.
OECD Model Article 10-Dividen
Pembatasan hak pemajakan negara sumber atas dividen hanya berlaku jika:
1. Penerima dividen merupakan SPDN dari negara lainnya (neg.domisili).
2. Penrima manfaat yang sebenarnya dari dividen tsb. (beneficial owner)
Beneficial Owner
• bertindak tidak sebagai Agen yaitu :
orang atau badan yang bertindak sebagai perantara dan melakukan tindakan untuk
dan/atau atas nama pihak lain

• bertindak tidak sebagai Nominee. Yaitu :


orang atau badan yang secara hukum memiliki (legal owner) suatu harta dan/atau
penghasilan untuk kepentingan atau berdasarkan amanat pihak yang sebenarnya menjadi
pemilik harta dan/atau pihak yang sebenarnya menikmati manfaat atas penghasilan

• bukan Perusahaan Conduit.


Perusahaan Conduit adalah suatu perusahaan yang
memperoleh manfaat dari suatu P3B sehubungan dengan
penghasilan yang timbul di negara lain, sementara manfaat
ekonomis dari penghasilan tersebut dimiliki oleh orang-orang
di negara lain yang tidak akan dapat memperoleh hak
pemanfaatan P3B apabila penghasilan tersebut diterima
langsung
Beneficial Owner (BO)
• Pencegahan penyalahgunaan P3B
• Treaty Shopping adalah suatu cara pemanfaatan P3B oleh pihak yang
seharusnya tidak berhak mendapatkan manfaat P3B
• P3B hanya bisa dimanfaatkan oleh penduduk negara yang mengikat
persetujuan.
• Dalam Treaty shopping, melibatkan penduduk negara yang mengikat
persetujuan atau dengan sengaja membuat perusahaan di negara
yang mempunyai P3B (conduit company)
• Treaty Shopping:
– Direct Conduit Company
– Stepping-Stone-Conduit Company
Dividen
a. Berdasarkan Pasal 10 Model P3B Indonesia, dividen yang dibayarkan
oleh suatu perusahaan Indonesia kepada penduduk negara treaty
partner dapat dikenakan pajak di Indonesia dan juga di negara
treaty partner. Namun demikian, jika penerima dividen tersebut
adalah pemilik manfaat (beneficial owner) dari dividen tersebut, pajak
yang dikenakan oleh Indonesia tidak akan melebihi ... persen dari jumlah
bruto dividen.
b. Pada beberapa P3B yang berlaku sekarang, batasan tarif pemotongan
ada dua kelompok. Misalnya pada P3B Indonesia-Korea Selatan,
batasan tarif pemotongan pajak atas dividen terdiri dari:
1) 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto dividen untuk direct
investment, yaitu jika penerimanya adalah suatu perusahaan
(selain persekutuan) yang memiliki secara langsung sedikitnya 25%
(dua puluh lima persen) dari modal perusahaan yang membayar
dividen, atau
2) 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto dividen untuk kasus-
kasus lainnya (portfolio investment).
• Untuk menentukan apakah suatu kepemilikan saham
merupakan direct investment, harus dilihat ke masing-
masing naskah P3B (negara lain punya kriteria sendiri).
contoh:
• pemegang saham pada perusahaan Indonesia yang
merupakan penduduk Jepang akan dianggap
melakukan direct investment apabila dia mempunyai
kepemilikan saham minimal sebesar 25% dari total
saham yang beredar.
• Apabila kurang dari jumlah tersebut, akan termasuk
dalam kategori portfolio investment. Pada beberapa
P3B-nya, Indonesia tidak membedakan kategori
kepemilikan pemegang saham tersebut.
OECD Model Article 10-Dividen
Ayat 3. mengatur tentang definisi dividen.
Definisi Dividen dibagi atas:
1. Penghasilan dari saham, jouissance saham atau hak jouissance (bons de
jouissance), saham pertambangan, saham pendiri.
2. Penghasilan dari hak-hak lainnya yang bukan merupakan klaim atas utang
, namun berhak atas pembagian laba .
3. Penghasilan dari hak-hak perseroan lainnya (parts socialies) yg perlakuan
pajaknya dipersamakan sbg penghasilan dari saham oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dari negara tempat perusahaan yg
membagikan penghasilan tsb menjadi SPDN.
OECD Model Article 10-Dividen
Ayat 4.mengatur bahwa psl 10 ayat 1 dan 2 tdk dpt diterapkan apabila pihak
yg menerima dividen menjalankan usahanya di negara sumber melalui
BUT dan pembayaran dividen kpd pihak yg menerima dividen tsb memiliki
hubungan efektif dgn BUT yang dimilikinya dinegara sumber.
Ruang lingkup penerapannya :
a. Perusahaan yg merupakan SPDN dari negara domisili mempunyai BUT
atau cabang di negara sumber;
b. BUT atau cabang di negara sumber tsb menanamkan investasi saham di
negara sumber tsb dan menerima dividen atas investasi saham tsb, dan
c. Perusahaan di negara domisili mempunyai hubungan efektif dgn BUT
atau cabang yg dimilikinya di negara sumber.
Hubungan efektif: Pasal 5 ayat (1) huruf c

Betah Corp.

Negara X Dividen

Indonesia
Investasi

BUT
PT ABC
Betah Corp.

Terdapat hubungan efektif antara BUT dengan Investasi dari kantr Pusat yang
menghasilkan Dividen kepada kantor pusat  Dividen tsb diperlakukan sbg
laba Usaha bagi BUT
Pembayaran Dividen

Betah Corp.

BUT
Negara X
Betah Corp.
Indonesia
Investasi
Dividen

PT ABC

Dalam kasus ini Dividen tersebut tetap dianggap dividen, dan dikenakan tarif di
negara sumber sesuai pasl 10 ayat 1 dan ayat 2.
OECD Model Article 10-Dividen
Ayat 5. mengatur pemajakan di luar wilayah territorial (extra territorial
taxation of dividens), yaitu negara sumber dilarang untuk mengenakan
pajak atas dividen yang didistribusikan kpd subjek pajak dalam negeri dari
negara lainnya, meskipun dividen yg dibayarkan tsb berasal dari
keuntungan yg diperoleh dari negara sumber tsb.
• Pasal ini mencegah suatu negara utk memajaki dividen yg dibayarkan di
luar wilayah negaranya.
• Pasal ini mencegah pemajakan atas penghasilaan yg tidak dibagikan oleh
perusahaan yg merupakan subjek pajak dalam negeri di negara sumber.
Isu pajak atas Dividen
1. Pembebasan pajak atas dividen yg diterima oleh
Dana pensiun dan Entitas yg dibebaskan- saran
OECD Model.
Banyak P3B yg mengikuti saran ini.
2. Pembebasan Pajak atas Dividen yg diterima oleh
negara dan Badan yg dimiliki oleh Negara
3. Hybrid Financial Instrument:
Transaksi ini terjadi apabila instrumen keuangan
diperlakukan berbeda utk tujuan pajak yg
melibatkan dua negara atau lebih. Mis. Apabila
utang di suatu negara di anggap sbg modal di
negara lainnya.
Tarif P3B utk Dividen – lihat di Bahan ajar pajak
Internasional-
Dividen: Perbedaan antara Model P3B Indonesia dengan OECD
model dan UN Model

 UN Model : pemajakan dividen tergantung kesepakatan kedua negara, pada


umumnya lebih rendah dari model OECD.
 OECD Model: tarif dividen ditentukan sebesar 5% jika kepemilikan sahamnya
minimal 25%, sedangkan lainnya 15%, sedangkan model UN ditentukan
sebesar .... persen tergantung hasil negosiasi, namun tarif lebih rendah jika
kepemilikan sahamnya minimal 10%.
 Model Indonesia :
 Pasal 10 ayat 2, ... bahwa pembebanan pajak tidak melebihi ..... persen
dari jumlah kotor dividen. Ayat ini tidak akan mempengaruhi pajak
perusahaan menyangkut dividen dibayar dari laba mana yang
dikeluarkan.
 Pasal 10 ayat 5, ...bahwa Laba BUT akan dikenakan pajak tambahan
menurut hukum UU Pajak Indonesia, dan pajak tersebut tidak melebihi
...... persen dari jumlah laba setelah dikurangi PPh.
 tidak menerapkan Pasal 10 ayat 5 dalam UN Model.
 ... Pasal 10 ayat 6, ketentuan pada ayat 5 dari pasal ini (Pasal 10),
tidak mempengaruhi ketentuan yang terkandung dalam Kontrak Bagi
Hasil Minyak dan gas yang telah diputuskan oleh pemerintah Indonesia.
Dividen: Perbedaan antara Model P3B Indonesia dengan OECD
model dan UN Model

 Dalam P3B Model Indonesiaterdp ketentuan mengenai perlakukan Branc Profit


Tax.
 OECD dan UN Model tdk ada Branch Profit Tax.
 Model P3B Indonesia, jika terdapat BUT dinegara pihak lainnya pada persetujuan
(negara sumber) , keuntungan BUT dpt dikenakan pjk tambahan di negara
lainnya (sumber) sesuai dgn hukum berlaku, namun pajak tambahan yg
dikenakan tidak akan melebihi… persen dari jumlah laba setelah pajak
penghasilan dan pajak-pajak lainnya atas penghasilan yg dikenakan atas nya di
negara sumber.
Contoh:
B Ltd perush yg didirikan dan berkedudukan di negara X . B Ltd melakukan kegiatan
di Indonesia melalui BUT. Penghasilan Kena Pjk BUT Rp.1 M.
Tarif PPh 25% , shg PPh Terutang: 25% x Rp 1 M= Rp. 250 jt.
Laba Bersih setelah Pjk= Rp 1 M- rp.250 jt= Rp 750 jt.
Thd Laba ini dekanakan Branch Profit Tax sesuai keketntuan PPh psl 26 ayat 4 tarif
20% . Jika P3B mengatur tarif BPT mis 10%, maka BPTnya = 10% x Rp 750 jt= Rp 75
jt.
Shg total beban pajak adalah: Rp 250 j + 75 j=Rp 325 jt.
Dividen:
Contoh1:
A Ltd perush yg didirikan dan berkedudukan di negara X , memiliki penyertaan
modal 80% dari modal yg disetor pd anak perush yaitu PT.C di Indonesia. Utk
mengendalikan anak perusahaannya A Ltd meberikan jasa manajemen pd PT C dan
sesuai dgn P3B pemberian jasa manajemen (telah melebihi time test) oleh A Ltd
berakbat timbulnya BUT A Ltd di Indonesia. Dgn pengemdalian menejemen tsb PT C
memperoleh laba Rp 1 M, dan dibagikan dividen tunai kpd A Ltd sebesar 80%=Rp
800 jt.
Solusi:
Dividen yg diterima A Ltd dapat dianggap memiliki hubungan efektif dgn BUT A Ltd
di Indonesia, maka dividen tsb diperlakukan sbg bagian laba usaha BUT A Ltd di
Indonesia. Dgn hak pemajakan penuh, Indonesia dapat memajaki penghasilan tsb
sesuai kketentuan perpajakan di Indonesia.
Dlm prakteknya ketika PT C melakukan pemotongan PPh psl 26 dgn tarif P3B, PPh
psl 26 yg dipotong atas dividen tsb dapat dikreditkan oleh BUT A Ltd.
Dividen:
Contoh2:
DF Ltd perush yg didirikan dan berkedudukan di negara X (memiliki P3B dgn
Indonesia) Kegiatan usaha DF Ltd meproduksi barang-barang elektronik dilakukan
melalui sebuah pabrik yg terletak di Indonesia (BUT DF Ltd). Saham-saham DF Ltd
dimiliki oleh S Ltd dan E Ltd yg berkedudukan di negara X. Suatu saat DF Ltd
melaporkan laba dan membagikan dividen kpd pemegang sahamnya.
Solusi:
Walaupun pembagian dividen berasal dari laba atas kegiatan di Indonesia (BUT DF
Ltd), Indonesia tdk boleh mengenakan pajak karena penerima dividen (S Ltd dan E
Ltd) bukan merupakan penduduk Indonesia.
2. BUNGA
ARTICLE 11 OECD Model - INTEREST

1. Interest arising in a Contracting State and paid to a resident of the


other Contracting State may be taxed in that other State.
2. However, interest arising in a Contracting State may also be taxed in
that State according to the laws of that State, but if the beneficial
owner of the interest is a resident of the other Contracting State, the
tax so charged shall not exceed 10 per cent of the gross amount of
the interest. The competent authorities of the Contracting States
shall by mutual agreement settle the mode of application of this
limitation.
3. The term “interest” as used in this Article means income from debt-
claims of every kind, whether or not secured by mortgage and
whether or not carrying a right to participate in the debtor’s profits,
and in particular, income from government securities and income
from bonds or debentures, including premiums and prizes attaching
to such securities, bonds or debentures. Penalty charges for late
payment shall not be regarded as interest for the purpose of this
Article.
4. The provisions of paragraphs 1 and 2 shall not apply if the beneficial owner of the
interest, being a resident of a Contracting State, carries on business in the other
Contracting State in which the interest arises through a permanent establishment
situated therein and the debt-claim in respect of which the interest is paid is
effectively connected with such permanent establishment. In such case the
provisions of Article 7 shall apply.

5. Interest shall be deemed to arise in a Contracting State when the payer is a resident
of that State. Where, however, the person paying the interest, whether he is a
resident of a Contracting State or not, has in a Contracting State a permanent
establishment in connection with which the indebtedness on which the interest is
paid was incurred, and such interest is borne by such permanent establishment, then
such interest shall be deemed to arise in the State in which the permanent
establishment is situated.

6. Where, by reason of a special relationship between the payer and the beneficial
owner or between both of them and some other person, the amount of the interest,
having regard to the debt-claim for which it is paid, exceeds the amount which would
have been agreed upon by the payer and the beneficial owner in the absence of
such relationship, the provisions of this Article shall apply only to the last-mentioned
amount. In such case, the excess part of the payments shall remain taxable according
to the laws of each Contracting State, due regard being had to the other provisions
of this Convention. A
Ketentuan dari masing-masing ayat :
Ayat 1.
Menjelaskan bahwa negara domisili dapat mengenakan pajak atas bunga dan hak
pemajakan negara domisili tdk dibatasi.
Psl 11 OECD tdk memberikan alokasi hak pemajakan atas bunga secara eklusif, baik pd
negara sumber maupun domisili, hal ini terlihat dari terminologi “may be taxed “.

Ayat 2: Alokasi Hak Pemajakan.


Merupakan pembatasan atas hak negara sumber utk mengenakan pajak atas bunga
dgn persentase tertentu dari jmlh pembayaran bunga. Rumusan ayat ini juga memuat
ketentuan beneficial owner sbg suatu persyaratan pihak penerima penghasilan bunga
utk mendapat pengurangan tarif pemotongan pajak atas bunga.
Akan tetapi hak pemajakan negara sumber dibatasi sampai suatu persentase
tertentu dari jumlah bruto pembayaran bunga. (OECD Model memberi batasan tarif
tdk lebih 10%).
Ketentuan dari masing-masing ayat :
Ayat 3. mengatur tentang definisi bunga
Definisi Bunga:
1. Penghasilan dari semua jenis tagihan piutamg yg dijamin dgn hipotik
maupun tdk, dan yg mempunyai hak atas pembagian laba maupun tdk.
2. Penghasilan dari sekuritas yg diterbitkan pemerintah dan penghasilan dari
surat2 obligasi atau surat2 utang.
3. Premi dan hadiah yg melekat pd sekuritas, obligasi, atau surat utang.
4. Denda atas keterlambatan pembayaran tdk diperlakukan sbg bunga.

Ayat 4: Mengatur bahwa psl 11 tdk dpt diterapkan bila pihak yg menerima
pembayaran bunga memiliki BUT di negara sumber dan pembayaran bunga
kpd pihak yg menerima pembayaran bunga tsb memiliki hubungan efektif
dgn BUT yg dimilikinya di negara sumber.
Penghasilan bunga akan diperlakukan sbg laba usaha jika tagihan utang yg
memunculkan pembayaran bunga itu meiliki hunungan efektif dgn BUT yg
berada dinegara sumber.
Hubungan efektif: Pasal 5 ayat (1) huruf c Bunga
sbg Laba Usaha
Betah Corp.

Negara X Bunga

Indonesia
Pinjaman

BUT
PT ABC
Betah Corp.

Terdapat hubungan efektif antara BUT dengan pinjaman dari kantr Pusat yang
menghasilkan Bunga kepada kantor pusat  Bunga tsb diperlakukan sbg laba
Usaha bagi BUT
Pembayaran Bunga dikenakan pajak di negara
sumber
Betah Corp.

BUT
Negara X
Betah Corp.
Indonesia
Pinjaman
Bunga

PT ABC

Dalam kasus ini Pembayaran Bunga tersebut tetap dianggap bunga , dan
dikenakan tarif di negara sumber sesuai pasl 11 ayat 1 dan ayat 2.
Ketentuan dari masing-masing ayat :
Ayat 5: menjelaskan pengertian ‘arising in’ dan tempat bunga diperoleh
Penghasilan bunga akan di anggap bersumber (arise in) di suatu negara jika:
1. Pihak pembayar adalah SPDN dari negara sumber.
2. Apabila bunga tsb dibebankan pd BUT yg berada di salah satu negara yg
mengadakan P3B, bunga tsb di anggap timbul di negara BUT tsb berada tanpa
memperhatikan bunga tsb dibayarkan dari negara mana, sepanjang terdapat
hubungan ekonomis antara pinjaman dan bunga yg dibebankan kpd BUT.
Apabila tdk terdpt hub ekonnomis antara pinjaman dan bunga yg dibebankan pd BUT,
negara BUT tsb berada tdk diperlakukan sebagai negara sumber dari penghasilan
bunga. , Kriteria utk menentukan hubungan tsb dpt diketahui dari berbagai kondisi
sbb:
a. Manajemen dari BUT secara langsung mengikat kontrak pinjaman utk keperluan
BUT dan pinjaman tsb dicatat dlm neraca BUT. Semua pembayaran terkait
pinjaman tsb dibayarkan secara langsung oleh BUT kpd kreditur.
b. Kantor pusat mengikat kontrak pinjaman, tetapi pinjaman tsb digunakan
sepenuhnya utk kepentingan BUT, dan bunga yg dibayarkan atas pinjaman tsb
dibebankan kpd BUT, atau
c. Kontrak pinjuaman dilakukan oleh kantor pusat dan pinjaman tsb digunakan utk
beberapa BUT di berbagai negara yg berbeda.
Pembayaran Bunga dikenakan pajak di negara
sumber
Betah Corp.
ABC Corp.

Negara X Pinjaman

Indonesia

BUT Bunga
Betah Corp.

Dalam kasus ini Pembayaran Bunga tersebut tetap dianggap bunga , dan
dikenakan tarif di negara sumber (Indonesia) sesuai pasl 11 ayat 1 dan ayat 2.
Pembayaran Bunga bukan objek P3B krn sama2
di negara sumber
Betah Corp.

Negara X

Indonesia

Pinjaman
BUT
PT ABC
Betah Corp.

Bunga

Dalam kasus ini Pembayaran Bunga tersebut tetap dianggap bunga namun tdk
merupakan objek P3B, dan dikenakan aturan pajak domestik negara sumber.
Ketentuan dari masing-masing ayat :
Ayat 6:
Mengatur bahwa apabila terjadi pembayaran bunga yg tdk wajar yg terjadi
antara pihak2 yg memiliki hubungan istimewa. Pasal ini tdk dpt diterapkan
dan mengacu kpd ketentuan pajak domestik negara sumber dan ketentuan
lainnya yg terdpt dlm P3B.
Pembayaran yang dilakukan harus dilakukan analisis sebagaimana yang di
atur dalam aturan Transfer Pricing, analisis kesebandingan, Fungsi, Aset,
Risiko.
Pembayaran Bunga dikenakan pajak di negara
sumber
Betah Corp.
Investasi
ABC Corp.

Negara X Pinjaman

Indonesia

BUT Bunga
Betah Corp.
Bunga
Pasal 11 Model P3B Indonesia:
bunga yang bersumber di Indonesia dan dibayarkan kepada
penduduk negara treaty partner dapat dikenakan pajak di Indonesia
dan juga di negara treaty partner.
• Namun jika penerima bunga tersebut adalah pemilik manfaat
(beneficial owner) dari bunga tersebut, pajak yang dikenakan oleh
Indonesia tidak akan melebihi... persen dari jumlah bruto bunga.
 Menyimpang dari ketentuan di atas,
bunga yang diterima oleh Pemerintah negara treaty partner,
termasuk pemerintah daerahnya, bagian ketatanegaraannya, Bank
Sentral, atau lembaga keuangan yang dikuasai oleh Pemerintah
tersebut, yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah tersebut,
akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Indonesia.
2. Bunga: Perbedaan antara Model P3B Indonesia
dengan OECD model dan UN Model

 Pasal 11 ayat 2, UN dan Model Indonesia menegaskan persentase


tergantung kesepakatan kedua negara, sedangkan

 OECD jelas menegaskan bahwa pemajakan bunga tidak boleh


melebihi 10% dari jumlah bruto.

o Pasal 11 ayat 4, UN lebih menjelaskan bahwa untuk tidak


dikenakan obyek bunga adalah apabila ia menjalankan pekerjaan
bebas di negara lainnya melalui suatu tempat tetap yang berada di
sana.
 Model Indonesia, menambahkan Pasal 11 ayat 3, yang
menyatakan bahwa bunga yang diterima oleh pemerintah, negara
bagian atau pemerintah daerah, akan dibebaskan pengenaan
pajaknya.

 Untuk ayat lainnya dalam Pasal 11, tidak ada perbedaan antara UN,
OECD dan Indonesia Model.
3. Royalty
ARTICLE 12-- ROYALTIES
1. Royalties arising in a Contracting State and beneficially owned by a resident of the
other Contracting State shall be taxable only in that other State.
2. The term “royalties” as used in this Article means payments of any kind received
as a consideration for the use of, or the right to use, any copyright of literary,
artistic or scientific work including cinematograph films, any patent, trade mark,
design or model, plan, secret formula or process, or for information concerning
industrial, commercial or scientific experience.
3. The provisions of paragraph 1 shall not apply if the beneficial owner of the
royalties, being a resident of a Contracting State, carries on business in the other
Contracting State in which the royalties arise through a permanent establishment
situated therein and the right or property in respect of which the royalties are
paid is effectively connected with such permanent establishment. In such case
the provisions of Article 7 shall apply.
4. Where, by reason of a special relationship between the payer and the beneficial
owner or between both of them and some other person, the amount of the
royalties, having regard to the use, right or information for which they are paid,
exceeds the amount which would have been agreed upon by the payer and the
beneficial owner in the absence of such relationship, the provisions of this Article
shall apply only to the last-mentioned amount. In such case, the excess part of
the payments shall remain taxable according to the laws of each Contracting
State, due regard being had to the other provisions of this Convention.
3. Royalti
 Berdasarkan Pasal 12 Model P3B Indonesia: royalti
yang bersumber di Indonesia dan dibayarkan kepada
penduduk negara treaty partner dapat dikenakan
pajak di Indonesia dan juga di negara treaty
partner. Namun demikian, jika penerima royalti
tersebut adalah pemilik manfaat (beneficial owner)
dari royalti tersebut, pajak yang dikenakan tidak
melebihi... persen dari jumlah bruto royalti.
Ketentuan Masing2 ayat:
Ayat 1:
Menjelaskan mengenai hak pemajakan. Royalty yg timbul di negara
sumber yg diterima oleh penerima manfaat sebenarnya (beneficial
owner) hanya dapat dikenakan pajak di negara domisili dari penerima
manfaat sebenarnya (exclusive taxing right), hal ini di cerminkan dgn
kata... Shall be taxable only in..
Hal ini sejalan dgn cerminan negara OECD sbg negara maju _ capital
exporter countries.
UN Model memberikan hak pemajakan royalti pd negara sumber.
Ketentuan Masing2 ayat:
Ayat 2: tentang Definisi Royalty. Versi OECD
Royalti dibedakan menjadi 2:
1. Setiap pembayaran yg diterima sbg imbalan utk menggunakan atau nhak
menggunakan:
a. Hak cipta atas karya tulis, karya seni, atau karya ilmiah, termasuk film
bioskop.
b. Hak paten, merek dagang, pola atau model, rencana, rumus rahasia
atau proses rahasia, atau
2. Setiap pembayaran yang diterima sebagai imbalan atas informasi yg
berkenaan dgn pengalaman di bidang industri, perdagangan, atau ilmu
pengetahuan disebut sbg Know-How.
Perlu juga diperhatikan cakupan definisi royalti bergantung pd jenis aset
/hak yg menjadi objek sewa (underlying aset or right)
Dlm UN Model terdpt perbedaan dlm underlying aset or right: UN Model
memasukkan jenis pembayaran sbg royalti, yaitu pembayaran:
1. Pembayaran yg diterima utk menggunakan atau hak menggunakan hak cipta
atas karya seni berupa pita-pita yg dipakai utk penyiaran radio dan TV.
2. Pembayaran yg diterima utk menggunakan atau hak menggunakan utk
menggunakan perlengkapan perindutrian, perdagangan, atau ilmiah.
Ketentuan Masing2 ayat:

Ayat 3: penerapan pasal ini tdk dpt diterapkan jika pihak penerima aroyalty
memimili BUT di negara tempat royalti tsb timbul (negara sumber) dan
pembayaran royalti kpd pihak yg menerima pembayaran royalti tsb
memiliki hubungan efektif dgn BUT yg dimiliki di negara sumber.
Royalti tsb dianggap sbg Laba Usaha
Hubungan efektif: Pasal 5 ayat (1) huruf c
Royalti sbg Laba Usaha
Betah Corp.

Negara X Royalty

Indonesia
Know How

BUT
PT ABC
Betah Corp.

Terdapat hubungan efektif antara BUT dengan Know How dari kantr Pusat kpd
PT ABC yang menghasilkan Royalti kepada kantor pusat  Royalti tsb
diperlakukan sbg laba Usaha bagi BUT
Ketentuan Masing2 ayat:

Ayat 4:
Mengatur tentang koreksi /penyesuaian pembayaran royalti kpd perusahaan
afiliasi dlm hal royalti yg dibayar kan tsb melebihi kewajaran. (dengan
prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle . Bagian
royalti yg melebihi kewajaran, tetap dikenakan pajak berdasarkan ketentuan
domestik masing2 negara yg mengadakan P3B.
Beda Model P3B Indonesia dengan OECD Model dan UN Model terkait
dengan royalti sebagai berikut:
 Pasal 12 ayat 2 di UN dan Indonesia Model mengatur tentang tarif
royalti berdasarkan kesepakatan kedua negara dalam persetujuan,
sedangkan dalam OECD tidak dijelaskan lebih lanjut tarif persentase
atas royalti tersebut.
 Pasal 12 ayat 3 di Indonesia Model, istilah "royalti" lebih diperjelas yaitu
pembayaran secara berkala atau bukan, dan dalam bentuk apapun yang
dibuat sebagai pertimbangan untuk:
a. penggunaan dari, atau hak untuk menggunakan, hak cipta apapun,
hak paten, disain atau model, rencana, rumusan yang rahasia atau
cara pengolahan, merek dagang atau hak milik lainnya atau hak
atau ;
b. penggunaan dari, atau hak menggunakan industri, perdagangan
atau pengetahuan perlengkapan-perlengkapan industri,
c. persediaan dari informasi atau pengetahuan ilmiah, teknis,
pengetahuan komersial atau industri atau informasi; atau
d. persediaan tentang segala bantuan yang pokok atau sampingan
tentang hak kekayaan atau hak milik sebagaimana di
sebutkan dalam subparagrap a) apapun peralatan seperti
tersebut di dalam subparagraf (b) atau apapun pengetahuan
atau informasi seperti tersebut di dalam subparagraf (c);
atau
e. penggunaan dari, atau hak untuk penggunaan; film gambar
hidup; ataufilm atau video untuk digunakan dalam penghubung
dengan televisi; atau tape untuk digunakan dalam
penghubung dengan siaran radio.
4. Sewa
Model P3B Indonesia tidak mengatur penghasilan sewa secara terpisah.
a. Jika penghasilan sewa yang diterima oleh Subjek Pajak luar negeri
berhubungan dengan harta tidak bergerak yang terletak di Indonesia,
penghasilan sewa tersebut akan tunduk pada Pasal 6 Model P3B Indonesia
(Penghasilan dari Harta Tidak Bergerak) dan dapat dipajaki di Indonesia.
b. Jika penghasilan sewa tersebut berhubungan dengan harta bergerak yang
tercakup dalam pengertian royalti, penghasilan sewa tersebut akan tunduk
pada Pasal 12 Model P3B Indonesia (Royalti) dan dapat dipajaki di
Indonesia dengan tarif yang sesuai dengan Model P3B Indonesia yang
berlaku.
c. Jika penghasilan sewa tersebut berhubungan dengan harta bergerak yang
tidak tercakup dalam pengertian royalti, penghasilan sewa tersebut akan
tunduk pada Pasal 7 Model P3B Indonesia (Laba Usaha) dan dapat dipajaki
di Indonesia apabila Subjek Pajak luar negeri yang menerima penghasilan
tersebut mempunyai BUT di Indonesia.
d. Jika ketentuan-ketentuan di atas tidak dapat diberlakukan, penghasilan
sewa tersebut akan tunduk pada Pasal 22 Model P3B Indonesia
(Penghasilan Lain-Lain)
Catatan:
Secara umum, tarif P3B atas penghasilan dari modal di atas hanya akan
berlaku terhadap penghasilan yang tidak dapat dikaitkan (attributable)
dengan BUT di Indonesia.
Pemajakan atas dividen, bunga, royalti, dan sewa yang dapat dikaitkan
dengan BUT akan tunduk pada Pasal 7 (Laba Usaha). Penghasilan dari
modal akan dianggap terkait dengan BUT apabila
• pemilik manfaat dari dividen, bunga, dan royalti, yang merupakan
penduduk negara treaty partner, menjalankan usahanya di Indonesia
melalui BUT atau tempat usaha tetap yang ada di Indonesia, dan
• dividen, bunga, dan royalti yang dibayarkan mempunyai hubungan
efektif dengan BUT atau tempat usaha tetap tersebut.
Masalah hubungan efektif ini telah dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya tentang Aspek Perpajakan Internasional dalam UU PPh.
Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
Contoh :
X Inc. menutup perjanjian lisensi dengan PT Y untuk mempergunakan merek
dagang X Inc. Atas penggunaan hak tersebut X Inc. menerima imbalan berupa
royalti dari PT Y. Sehubungan dengan perjanjian tersebut, X Inc. juga
memberikan jasa manajemen kepada PT Y melalui BUT-nya di Indonesia
dalam rangka pemasaran produk PT Y yang mempergunakan merek dagang
tersebut. Dalam hal demikian, penggunaan
merek dagang oleh PT Y mempunyai hubungan efektif dengan BUT di
Indonesia, dan oleh karena itu penghasilan X Inc. yang berupa royalti tersebut
diperlakukan sebagai penghasilan BUT.
Konsekuensi perpajakan dalam kasus tersebut adalah sebagai berikut:
• PT X sebagai pihak pembayar royalti wajib memotong PPh berdasarkan
Pasal 26 UU PPh namun dengan tarif yang sesuai dengan P3B yang
berlaku.
• Sehubungan dengan adanya hubungan efektif antara royalti tersebut
denganBUT di Indonesia, royalti tersebut harus dilaporkan sebagai
penghasilan BUT yang akan dikenakan pajak berdasarkan tarif progresif
sesuai Pasal 17 UU PPh.
• PPh yang telah dipotong oleh PT X atas royalti di atas boleh dikreditkan
oleh BUT.

You might also like