Professional Documents
Culture Documents
ID Pengembalian Keuangan Negara Hasil Tinda
ID Pengembalian Keuangan Negara Hasil Tinda
Abstract
This is a juridical empirical research in combination with normative juridical. Based on the
results of the study indicate that the assets of the proceeds of corruption is the right of the state to
be returned to the state and the state that has the right to manage the assets and wealth of the
country to be used for the greatest prosperity and welfare of the people. The Founding Father
emphatically said that the purpose of Indonesia as stated in the fourth paragraph of the Preamble
The Constitution of the Republic of Indonesia is to protect the people of Indonesia and the entire
country of Indonesia, promote the general welfare, the intellectual life of the nation, and participate
in the establishment of world order, based on freedom , lasting peace and social justice. In this
theory is to give priority to the principle of expediency adding the state budget (Budget). Thus
people will get in terms of usefulness, because the economy will increase. Ideally in a country that
is based on state law (rechtstaat) commander law means what is stipulated in the law must be
obeyed by all the people, but still far from the expectations of Indonesian nation, In essence, the
return of the country's financial losses due to corruption is very important because obviously -clear
contrary to the provisions of applicable law.
Keywords: State Finance, Corruption results.
1
2 e-Jurnal Katalogis, Volume 3 Nomor 1, Januari 2015 hlm 1-9 ISSN: 2302-2019
kerugian uang negara melalui uang pengganti sebagai upaya pemulihan kerugian keuangan
seperti yang diatur dalam Pasal 18 Undang- negara dalam rangka mendukung
Undang Nomor 20 tahun 2001 Perubahan atas terlaksananya pembangunan nasional yang
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 adil dan makmur. Dalam teori ini dinyatakan
tentang Pemberantasan Tindak Pidana “konsep pemidanaan atas kesalahan,
Korupsi. pembalasan dan perlindungan terhadap hak
Idealnya dalam suatu negara yang individu”. delik hukum, adanya perbuatan dan
berdasarkan atas hukum (rechtstaat) hukum adanya kesalahan. Dengan demikian para
menjadi panglima artinya apa yang diatur pelaku tindak pidana korupsi tersebut wajib
dalam hukum harus ditaati oleh seluruh dipidana. Konsep pemidanaan tidak hanya
masyarakatnya, namun di Indonesia hal ditekankan kepada subyek pelaku saja, akan
tersebut masih jauh dari yang diharapkan tetapi akibat yang ditimbulkan juga harus
bahkan hukum terkadang dijadikan sebagai dapat dipertanggung jawabkan. Perlindungan
alat oleh sebagai orang (penguasa) untuk terhadap rakyat Indonesia yang terkena
melindungi kepentingannya serta dampak terhadap pengembalian asset negara
menjustifikasi suatu tindakan yang secara yang telah ditimbulkan. Konsep pemidanaan
jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan melalui konsep pengembalian asset negara
hukum berlaku. Di negara kita korupsi telah merupakan upaya negara lewat para penegak
menjadi suatu hal yang lumrah untuk hukumnya. Tanpa adanya maksud untuk
dilakukan. Bahkan korupsi diIndonesia dapat memenuhi keadilan akibat kerugian dari
dikatakan telah membudaya Pemberantasan tindak pidana korupsi dan kerugiaan itu akan
Tindak Pidana Korupsi disebutkan sebagai terjadi pembalasan bagi hak rakyat. Dalam
jenis tindak pidana yang sangat merugikan konteks keadilan sosial bagi masyarakat maka
keuangan negara serta menghambat agar saling terjadi hubungan dalam
pembangunan nasional. menciptakan tata keadilan sosial negara pihak
Pemulihan kerugian keuangan negara lain yang telah ada hubungan bilateral dengan
dengan upaya pengembalian kerugian Indonesia memiliki kewajiban agar asset yang
keuangan negara dalam tindak pidana korupsi berada di negara tersebut dapat dikembalikan.
dalam kenyataannya masih menghadapi Pengembalian kerugian negara akibat
hambatan-hambatan baik pada tataran tindak pidana korupsi memang seakan
prosedural maupun pada tataran teknis. Pada mustahil dapat terganti karena jumlahnya
tataran prosedural memerlukan instrumen- yang sangat besar mulai dari kerugian materiil
intrumen hukum tertentu yang tepat sesuai dan immaterial. Selain itu hambatan lain
dengan modus operandi tindak pidana dan adalah proses pelacakan dan investigasi aset
obyek permasalahan hukumnya. Dalam kasus yang dikorupsi merupakan tantangan terbesar
tindak pidana korupsi hasil dari tindak pidana dalam penindakan hukum tindak pidana
yang berupa keuangan negara dalam korupsi. Alangkah baiknya kita nantinya
kenyataannya tidak hanya diterima atau dapat memahami dan memperhitungkan
dinikmati oleh terdakwa, tetapi juga diterima assessment atas tindak pidana korupsi
atau dinikmati oleh pihak ketiga yang tidak sehingga dapat mengurangi kerugian yang
menjadi terdakwa. Dalam hal yang demikian disebabkan tindak pidana korupsi.
upaya pengembalian kerugian keuangan Rumusan masalah pada penulisan ini
negara oleh pihak ketiga secara prosedural adalah 1. bagaimanakah konsep pengembalian
memerlukan instrumen hukum yang tepat dan keuangan negara hasil dari tindak pidana
efektif. korupsi? 2. kendala apakah yang di hadapi
Langkah hukum menarik keuangan dalam mengembalikan keuangan negara hasil
negara dari pelaku tindak pidana korupsi dari tindak pidana korupsi?. Adapun tujuan
4 e-Jurnal Katalogis, Volume 3 Nomor 1, Januari 2015 hlm 1-9 ISSN: 2302-2019
penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai pelaku Tindak Pidana korupsi tersebut tidak
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. boleh mendapatkan keuntung dari hasil
Untuk mengetahui konsep pengembalian aset korupsi. Dalam konteks tindak pidana yang
negara dari tindak pidana korupsi. 2. Untuk dilakukan oleh pelaku tindak pidana, maka
mengetahui kendala yang dihadapi dalam perampasan aset hasil tindak pidana korupsi
proses pengembalian aset negara dari tindak dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi
pidana korupsi. kerusakan dan degradasi kuantitas dan
kualitas perekonomian dan mensejahterakan
METODE masyarakat yang terkena dampak dari yang
diakibatkan oleh pelaku tindak pidana
Lokasi Penelitian ini dilakukan di BPK korupsi.
(Badan Pengawasan keuangan) dan Yang dapat dirampas dalam hal ini
Kejaksaan Tinggi diwilayah Sulawesi tengah. berupa: 1. Kekayaan yang diperoleh dari hasil
Penelitian ini menggunakan yuridis empiris usaha/kegiatan korupsi. 2. Kekayaan yang
(field researrch) di gabungkan yuridis diperoleh dari hasil usaha atau kegiatan hasil
normative (legal researrch), filed reserrchnya korupsi. 3. Kekayaan yang diperoleh dari
bagaimana Konsep Pengembalian Keuangan hasil usaha atau kegiatan korupsi yang
Negara dan legal reserrchnya pelaku tindak menghasilkan keuntungan dari perbuatan
pidana korupsi berdasarkan subject heading memberikan informasi palsu, menyesatkan,
yakni : judicial Case Study, non Judicial Case menghilangkan informasi, merusak informasi,
Study, Live Case Study. Yang in concret Ada atau memberikan keterangan yang tidak
2 (dua) aproach, yaitu: 1. Pendekatan benar.
perundang-undangan (statute approach) 2. Pengembalian uang hasil korupsi
Pendekatan Konsep (conceptual approach). terhadap sanksi pidana yang dijatuhkan
Jenis dan sumber data yang digunakan (terhadap pelaku) dijelaskan dalam pasal 4
dalam penelitian ini adalah: 1. Bahan hukum UU No. 31 Tahun 1999 tentang
sekunder, adalah data yang di peroleh melalui Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
study kepustakaan. 2. Bahan hukum primer 31/1999) serta penjelasannya. Dalam pasal 4
adalah bahan hokum yang diperoleh langsung UU 31/1999 dinyatakan antara lain bahwa
dari subjek penelitian dengan cara obsevasi, pengembalian kerugian keuangan negara atau
wawancara, kuisioner (kuisioner terbuka atau perekonomian negara tidak menghapuskan
tertutup, face to face), Sample, dan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi
sebagainya. 3. Bahan hukum tersier yaitu sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3
bahan hukum penunjang yang memberi UU tersebut. Kemudian, di dalam penjelasan
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan pasal 4 UU 31/1999 dijelaskan sebagai
hukum primer dan bahan hukum sekunder, berikut : Dalam hal pelaku tindak pidana
seperti Kamus hukum, Ensiklopedia, Majalah, korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
surat kabar, jurnal, website, ensiklopedia. dan pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal
dimaksud, maka pengembalian kerugian
HASIL DAN PEMBAHASAN keuangan negara atau perekonomian negara,
tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku
A. Bagaimanakah Konsep Pengembalian tindak pidana tersebut. Pengembalian
Keuangan Negara Hasil Dari Tindak kerugian keuangan negara atau perekonomian
Pidana Korupsi negara hanya merupakan salah satu faktor
Pengembalian keuangan hasil Tindak yang meringankan.
Pidana Korupsi sudah merupakan norma yang
berdiri sendiri, dengan prinsip hukum bahwa
Abd Razak Musahib, Pengembalian Keuangan Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi .. …………………………… 5
diperoleh dari tindak pidana korupsi, menjadi acuan bagi Pemerintah Pusat dan
termasuk perusahaan milik terpidana di mana seluruh Pemerintah Daerah di dalam
tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula menyusun dan menyajikan Laporan
dari barang yang menggantikan barang- Keuangan.
barang tersebut 2). pembayaran uang Upaya pengembalian aset hasil korupsi
pengganti yang jumlahnya sebanyak- dirasakan masih kurang dan belum cukup
banyaknya sama dengan harta benda yang dalam memberantas tindak pidana tersebut.
diperoleh dari tindak pidana korupsi. 3). Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala,
penutupan seluruh atau sebagian perusahaan antara lain: 1). Korupsi terjadi secara
untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun. 4). sistemik. 2). Adanya penyalahgunaan
pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak kekuasaan (Abuse Of Power)
tertentu atau penghapusan seluruh atau
sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau B. Kendala Apakah yang diHadapi Dalam
dapat diberikan oleh Pemerintah kepada Mengembalikan Keuangan Negara Hasil
terpidana. Dari Tindak Pidana Korupsi
Uang hasil korupsi yang di gunakan Kendala dalam mengembalikan aset
tersebut wajib dikembalikan oleh terpidana hasil korupsi juga disebabkan karena adanya
korupsi berupa uang pengganti yang penyalahgunaan kekuasaan, dimana ini terjadi
jumlahnya sama dengan harta benda yang dengan melibatkan upper economic class
diperoleh dari tindak pidana korupsi. Hal ini (konglomerat) maupun politik sebagai upper
juga dapat dilihat dari Pasal 4 UU power class (pejabat tinggi negara) yang
Pemberantasan Tipikor, yang secara implisit berkonspirasi dan bertujuan untuk
mengatakan adanya pengembalian kerugian kepentingan ekonomi kelompok. Secara
keuangan negara dalam tindak pidana konseptual, pada negara berkembang,
korupsi. Akan tetapi pengembalian kerugian pemikiran bahwa korupsi merupakan bagian
keuangan negara atau perekonomian negara dari kekuasaan, bahkan bagian dari sistem itu
tersebut hanya merupakan salah satu faktor sendiri, menjadi tidak diragukan. Karena itu,
yang meringankan, tidak menghilangkan ada yang berpendapat, penanggulangan yang
sanksi pidana. Sejalan dengan pengaturan terpadu adalah dengan memperbaiki sistem
dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana yang ada.
Korupsi, Purwaning M. Yanuar dalam Masalah dalam pengembalian keuangan
bukunya berjudul Pengembalian Aset Hasil negara hasil korupsi kecenderungan semakin
Korupsi bahwa pengembalian kerugian tidak terkendalinya tindak pidana korupsi
keuangan negara dengan menggunakan dalam orde sekarang ini, sehingga upaya
instrumen pidana menurut UU Pemberantasan pengungkapan maupun pembuktiannya di
Tipikor dilakukan melalui proses penyitaan, pengadilan masih jauh dari harapan.
perampasan, dan aturan pidana denda. Diperparah lagi dengan adanya sinyalemen
Pada saat ini laporan keuangan bahwa berbagai oknum profesional tertentu
pemerintah dirasakan masih kurang (akuntan, financial analyst, lawyer dan
transparan dan akuntabel karena belum notaris) kerap memberikan jasa menghapus
sepenuhnya disusun mengikuti standar white collar crime itu. Belum lagi economic
akuntansi pemerintahan yang sejalan dengan power dan bureaucratic power yang membuat
standar akuntansi sektor publik yang diterima para koruptor beyond the law, semakin
secara internasional. Standar akuntansi memupus harapan terlaksananya penegakan
pemerintahan tersebut sesuai dengan hukum secara adil. Sementara itu, suatu
ketentuan Pasal 32 Undang-undang Nomor 17 penelitian di India menunjukkan differential
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara association theory dari Sutherland, telah
Abd Razak Musahib, Pengembalian Keuangan Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi .. …………………………… 7
terbukti dari sisi lain, yaitu meningkatnya berdiri sendiri. Demikian misalnya telah
korupsi karena “meneladani” kesuksesan dikriminalisir perbuatan penadahan (Pasal
ekonomi para koruptor. “Criminal behavior is 480, 481 dan 482 KUHP) ataupun pencucian
not invented but learned”, termasuk uang (money laundering) seperti yang
menyebabkan sementara orang menjadi dirumuskan dalam Undang-Undang No. 15
“berkeinginan” korupsi karena belajar dari Tahun 2002 jo Undang-Undang No. 25 Tahun
kesuksesan ekonomi para koruptor. Oleh 2003. Melakukan double criminality seperti
karena itu, “pencegahan” dan ini, merupakan upaya memberantas suatu
“penanggulangan” tindak pidana korupsi, tindak pidana dengan membuatnya sebagai
yang keduanya dapat diadopsi dalam istilah “tidak menguntungkan”, karena perbuatan-
“pemberantasan”, bukan hanya diarahkan perbuatan lain seperti menyembunyikan,
pada penangan perkaranya, berupa memperjualbelikan, atau menyamarkan, hasil
penyidikan, penuntutan ataupun pemeriksaan tindak pidananya merupakan tindak pidana
di sidang pengadilan, melainkan juga tersendiri. Bahkan pernah tercetus ide untuk
diupayakan untuk “menghalangi” ataupun memperluas rumusan tindak pidana dalam
“menutup kemungkinan” para koruptor Undang-Undang Korupsi, sehingga mencakup
menikmati hasil kejahatannya. Tanpa tiga kelompok (yang ada sekarang hanya dua
mengembangkan sikap antipati kepada kelompok), yaitu tindak pidana korupsi,
korupsi, termasuk untuk membuatnya “tidak tindak pidana lain yang berkaitan dengan
menarik” atau “tidak menguntungkan” untuk tindak pidana korupsi dan tindak pidana
dilakukan, dan mensinegikan hal itu dalam setelah terjadi korupsi. Hal yang tersebut
kehidupan sosial masyarakat secara terakhir ini adalah penarikan money
keseluruhan, tidak akan membuat efek laundering menjadi tindak pidana korupsi dan
tangkal hukum korupsi membaik. Diantaranya kriminalisasi bentuk-bentuk pembantuan
yang mungkin untuk itu adalah membangun setelah tindak pidana korupsi terjadi.
mekanisme pengembalian aset (asset Menurut Sajipto Raharjoi, ada dua
recovery) hasil tindak pidana korupsi. fungsi yang dapat dimainkan oleh hukum
Dalam hukum pidana Indonesia, upaya yaitu sebagai social control mengandung arti
untuk “menghalangi” atau “menuntup bahwa betugas untuk menjaga masyarakat
kemungkinan” para pelaku kejahatan tetap berada dalam pola- pola tingkah laku
(termasuk koruptor) menikmati hasil yang telah diterima olehnya. Dalam rangka
kejahatannya, telah dilakukan dengan prrspektif hukum sebagai social cintrol fungsi
berbagai cara. Dalam tataran filosofis secara utama sisterm hukm bersifat integrative.
terbatas mengenai hal ini telah pula menjadi Maksudanya hukum untuk mengatur dan
pemikiran para pemikir-pemikir tua seperti memelihara regulitas social. Tanpa hukum,
Jeremy Bentham. Sedangkan secara manusian bias menjadi homo homini lupus
pragmatis, hal itu dapat dilakukan dalam (manusia yang satu menjadi serigala bagi
proses acara, misalnya dapat dilakukan dari manusia lainnya). Tiada masyarakat yang bias
sejak awal berupa penyitaan (Pasal 39 hidup lama tanpa control social dari hukum
KUHAP) atau pemblokiran (Pasal 32 didalamnya. Untuk mengatasi faktor-faktor
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 jo yang menjadi kendala efektifitas palaksanaan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2003), eksekusi pidana pembayaran uang pengganti
ataupun pembekuan rekening (Pasal 42 dalam tindak pidana korupsi, terlebih dahulu
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo perlu dikemukakan disini pendapat Soerjono
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998). Selain Soekanto bahwa pada pokoknya masalah
itu, dapat juga dilakukan dengan menjadikan tersebut sebenarnya terletak pada faktor-
perbuatan tersebut sebagai tindak pidana yang faktor yang mungkin mempengaruhinya.
8 e-Jurnal Katalogis, Volume 3 Nomor 1, Januari 2015 hlm 1-9 ISSN: 2302-2019
Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang perilaku politik dan social, kendala dalam
netral, sehingga dampak positif dan penegmbalian hasil korupsi ini bukan
negatifnya terletak pada isi faktor-faktor hanya pihak birokrasi untuk mencapai
tersebut. 1). faktor hukuman itu sendiri, yang kepentingan sekelompok atau orang.
didalam tulisan ini akan di batasi pada Tetapi disebabkan oleh kekuasaan umum
peraturan pernudang- undangan saja. 2). (pejabat birokrat) yang dapat dikatakan
faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak telah memposisikan mereka dalam status
yang membentuk maupun menerapkan beyond the law, sehingga hukum sering
hokum. 3). faktor sarana dan prasarana atau dikatakan sebagai kekuatan politik saja.
fasilitas yang mendukung penegakan hokum. Abouse of power suda terstruktur dan masif
4). faktor masyarakat, kani menyangkut Sehingga pengembalian keuangan Negara
lingkungan dimana hukum tersebut berlaku terasa sangat sulit untuk di kembaliakan.
dan di terapkan. 5). faktor kebudayaan, yakni Elit economic power dan bureaucan
sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang negara ratic power yang membuat para
didasarkan pada karsa manusia didalam koruptor beyond the law, semakin
pergaulan hidup. 6). faktor diatas saling memupus harapan terlaksananya
berkaitan erat, oleh karena merupakan esensi penegakan hukum
dari penegakan hukum, dan juga merupakan
tolak ukur dari efektifitas penegakan hukum. Rekomendasi