Professional Documents
Culture Documents
Risk Analysis of Beef Production in Slaughterhouse Using Fuzzzy FMEA Method (Case Study at Slaughterhouse X)
Risk Analysis of Beef Production in Slaughterhouse Using Fuzzzy FMEA Method (Case Study at Slaughterhouse X)
ABSTRACT
Slaughtering is important to be controlled to produce halal, safe and quality beef. The risk of
beef production needs to be identified and anticipated. This study aimed to identify risks and
propose improvements for early prevention. Risk is analyzed using the method of Fuzzy
Failure Mode and Effect Analysis (F-FMEA) by weighting each factor and competency of each
expert. Each risk is prioritized with Fuzzy Risk Priority Numbers (F-RPN). The results showed
that out of 10 risks, there were 3 risks with the highest F-RPN values, namely non-compliant
workers, less skilled workers, and poor physical condition of meat. The risk was given an
improvement proposal in the form of periodic counseling and training regarding halal,
hygiene, and quality of beef to workers, improvement of facilities, and giving standard
operational procedure (SOP) posters in each production process room. In addition, clear and
firm reward and punishment are important to apply.
ABSTRAK
Penyembelihan penting dikontrol untuk memproduksi daging sapi yang halal, aman, dan
berkualitas. Risiko produksi daging sapi perlu diidentifikasi dan diantisipasi. Penelitian ini
bertujuan mengidentifikasi risiko dan memberi usul perbaikan untuk pencegahan dini. Risiko
diananlisis menggunakan metode Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (F-FMEA) dengan
pembobotan tiap faktor dan kompetensi setiap pakar. Setiap risiko dibuat prioritas dengan
Fuzzy Risk Priority Numbers (F-RPN). Hasil penelitian menunjukkan dari 10 risiko terdapat 3
risiko dengan nilai F-RPN tertinggi yaitu pekerja tidak taat aturan, pekerja kurang terampil,
dan kondisi fisik daging buruk. Risiko tersebut diberi usul perbaikan berupa penyuluhan dan
pelatihan berkala mengenai kehalalan, higienitas, dan mutu daging sapi pada pekerja,
pembenahan fasilitas, dan pemberian poster standard operational procedure (SOP) di setiap
ruang proses produksi. Selain itu, reward and punishment yang jelas dan tegas penting
diterapkan.
Sucipto, dkk. 2018. Analisis Risiko Produksi Daging Sapi di Rumah Potong Hewan Menggunakan
Fuzzy FMEA (Studi Kasus di RPH X). Jurnal Agroindustri Halal 4(2): xx – xx.
xx2 | Sucipto S, Putra DRL, Effendi M Analisis Risiko Produksi Daging Sapi dengan Fuzzy FMEA
Bontong et al. (2012) peralatan yang jarang et al. (2009) kesamaan sumber risiko dapat
dibersihkan pasca digunakan sangat menimbulkan multi risiko. Risiko selanjutnya
mungkin mengkontaminasi daging sapi. adalah kontaminasi karena metode
Setiap risiko memiliki penyebab masing- penyembelihan “perosotan” di RPH ini.
masing. Risiko sapi cedera/ luka pada proses Penyembelihan “perosotan” adalah teknik
ante mortem disebabkan perlakuan kasar penyembelihan sapi dengan memisahkan
pekerja saat menangani sapi. Perlakuan kasar seluruh bagian daging dari tulang di lantai.
pada sapi mulai sapi tiba di RPH X hingga sapi Berdasar peraturan penyembelihan di RPH
dipindah ke tempat penyembelihan untuk ini, metode penyembelihan “perosotan” tidak
disembelih. Risiko sapi terindikasi penyakit dibolehkan. Selain itu, berdasar UU No 18
disebabkan perawatan sapi oleh peternak tahun 2009 tentang Peternakan dan
kurang menjaga kebersihan pakan dan Kesehatan Hewan, untuk menjamin
kandang. Penyakit ini seperti anthrax yang menjamin produk hewan ASUH pemerintah
menular. Menurut Rahmat dan Bagus (2012) dan pemerintah daerah sesuai
gejala anthrax adalah suhu badan sangat kewenangannya melaksanakan pengawasan,
tinggi, 3 hari kemudian suhu turun, keluar pemeriksaan, pengujian, standardisasi,
darah dari mulut, hidung, dan vulva, nafsu sertifikasi, dan registrasi produk hewan.
makan hilang, sulit buang kotoran, dan diare. Menurut Murtidjo (2012) tubuh sapi yang
telah disembelih harus diletakan di atas
Risiko sapi stress disebabkan transportasi
cradle untuk menghindari kontaminasi,
dari tempat asal ke RPH terlalu lama kurang
kemudian dipotong kaki dan bagian bawah.
lebih 2 hingga 3 jam. Grandin (2014)
menambahkan bahwa saat penanganan dan Risiko pekerja kurang terampil karena
transportasi hewan terjadi perlakuan kasar kurang pelatihan sehingga pekerja tidak
pada hewan. Penyebabnya pertimbangan bekerja efektif dan efisien. Berdasar SNI 01-
efisiensi produksi, tidak mempedulikan 6159-1999 tentang RPH, setiap pekerja harus
kondisi sapi, dan kurang pengetahuan mendapat pelatihan berkesinambungan
tentang kesejahteraan hewan. Aspek mengenai higiene dan mutu. Risiko pekerja
kesejahteraan hewan penting diperhatikan. tidak taat aturan karena kesadaran setiap
Dalam hal ini dikenal dengan 5 kebebasan, pekerja kurang baik. Sapi yang akan
diantaraya adalah bebas dari rasa takut dan disembelih diperlakukan dengan baik agar
stres (FAWC, 2009). Pada penyembelihan tidak stress. Fakta di lapang, pekerja
kesejahteraan dapat ternak dapat dinilai dari memperlakukan sapi secara kasar dan
prinsip pakan, tempat, dan kesehatan yang terburu-buru dengan alasan efisiensi
baik dan perilaku yang sesuai (Velarde and produksi. Menurut Murtidjo (2012) sapi
Dalmau, 2012). Risiko sapi mati sebelum harus dipuasakan lalu diperiksa sekali lagi
dipotong karena sapi digelonggong. Menurut sebelum dipotong. Penyembelihan di RPH X,
Prasetyo et al. (2009) daging sapi sapi hanya diperiksa sekali lalu digiring
gelonggongan memiliki kualitas gizi dan dengan kasar ke ruang penyembelihan tanpa
kadar protein lebih rendah dari daging sapi dipuasakan dan diperiksa kembali.
normal. Daging gelonggongan terjadi Risiko kondisi fisik daging buruk karena
kerusakan mikrostruktur organ hati, otot kurang optimal proses ante mortem dan
Longissimus Dorsi (LD), dan Biceps Femoris penyembelihan. Proses ante mortem/
(BF). Kerusakan tersebut dapat penyembelihan tidak optimal menyebabkan
menyebabkankualitas daging sapi menurun kontaminasi daging sapi. Risiko daging
dan mudah membusuk. Bahkan, berbau busuk disebabkan sapi digelonggong
penggelonggongan dapat menyebabkan sapi sebelum penyembelihan. Sapi digelonggong
mati sebelum dipotong. menyebabkan daging sapi memiliki
Risiko berat sapi menurun penyebabnya kandungan air berlebih sehingga lebih
sama dengan risiko sapi stress, yaitu sapi mudah busuk. Menurut Kiswanto (2012)
terlalu lama di perjalanan. Menurut Pujawan kelebihan air dalam daging mengakibatkan
7
penurunan kualitas daging dan subjektif setiap pakar (Suhartini dan Ziko,
mempersingkat waktu simpan. Penurunan 2013). Output dari tabel fuzzy adalah fuzzy
kualitas daging terindikasi melalui number. Penilaian S, O, dan D setiap risiko
perubahan warna, rasa, aroma, hingga dari setiap pakar pada Tabel 6 kolom 2-4.
pembusukan.
Perhitungan Agregasi Nilai Fuzzy untuk
Pengukuran Risiko Proses Produksi Faktor Severity, Occurrence, dan Detection
Daging Sapi Nilai severity, occurrence, dan detection
Iqbal et al. (2013) mengungkapkan yang diperoleh disesuaikan ke tabel nilai
bahwa F-FMEA merupakan pengembangan fuzzy setiap faktor S, O, dan, D untuk
metode FMEA yang memberi fleksibilitas memperoleh fuzzy number. Menurut
menampung ketidakpastian akibat samarnya Rusmiati (2012) penerapan logika fuzzy
informasi dan preferensi subjektif untuk dalam FMEA untuk menentukan nilai Fuzzy
penilaian mode kegagalan. Metode F-FMEA Risk Priority Number (FRPN) setiap risiko.
memiliki bobot faktor severity, occurrence, Kemudian, dilakukan agregasi dengan
dan detection, serta bobot setiap pakar. Pakar mengabung nilai fuzzy faktor S, O, dan D dari
memberi nilai dari skala di kuesioner. ketiga pakar menggunakan rumus agregasi
(Persamaan 1-3). Nilai agregasi untuk
Hasil kuesioner dimasukkan tabel tiap
menghitung nilai FRPN. Nilai agregasi tiap
faktor dan tabel fuzzy. Terdapat perbedaan
risiko faktor S, O, dan D pada Tabel 6 kolom 5-
nilai pada beberapa risiko. Perbedaan nilai S,
7.
O, dan D karena penilaian berdasar opini
sapi. Pekerja tidak taat aturan dan kurang Agriculture Fisheries, and
terampil menyebabkan RPH X sulit Conservation Department Newsletter.
mendapat daging sapi berkualitas baik dan 1(4):1-12.
memenuhi standar ASUH. https://www.afcd.gov.hk/english/qua
Rekomendasi tindakan untuk rantine/qua_vb/files/AW8.pdf
menanggulangi risiko ini adalah Brown VR, Ebel ED, Williams MS. 2013.
melakukan penyuluhan dan pelatihan Risk assessment of intervention
berkala ke pekerja. Tindakan reward and strategies for fallen carcasses in beef
punishment untuk mengatasi risiko pekerja slaughter establishments. Food
tidak taat aturan dan kurang terampil Control. 33: 254-261.
dapat dipertegas. Hal ini penting karena
risiko pekerja tidak taat aturan, pekerja Bugallo PMB, Laura CA, Maria ADLT, dan
kurang terampil, dan kondisi fisik daging Rosa TL. 2013. Analysis of The
buruk merupakan 3 risiko utama di RPH X Slaughterhouse in Galicia (NW Spain).
dengan keterkaitan tinggi. Science of The Total Environment.
Santiago de Compostela.
Jamhari. 2000. Perubahan sifat fisik dan Mikrostruktur Otot daari Sapi
organoleptik daging sapi selama Glonggongan. Seminar Nasional
penyimpanan beku. Buletin Teknologi Peternakan dan Veteriner,
Peternakan. 24(1): 43-50. Balai Penelitian Ternak, Bogor. 322-
https://doi.org/10.21059/buletinpeternak. 332.
v24i1.1404
Pujawan IN and Geraldin LH. 2009. House
Jong CH, Tay KM, Lim CP. 2013. Application of Risk: A Model for Proactive Supply
of the fuzzy failure mode and effect Chain Risk Management. Business
analysis methodology to edible bird Process Management Journal. 15(6):
nest processing. Computer Electronic 953-967. https://doi.org/
and Agriculture. 96: 90-108. 10.1108/14637150911003801
Kartasudjana R. 2011. Proses Pemotongan Rahmat dan Bagus H. 2012. 3 Jurus Sukses
Ternak di RPH. Modul Budidaya Menggemukan Sapi Potong. PT Agro
Ternak Program Keahlian. Jakarta. Media Pustaka. Jakarta.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Rusmiati E. 2012. Penerapan fuzzy failure
Transmigrasi RI No 196 Tahun 2014 mode and effect analysis (Fuzzy FMEA)
tentang Penetapan standar dalam mengidentifikasi kegagalan
kompetensi kerja nasional Indonesia pada proses produksi di PT Daesol
kategori pertanian, kehutanan dan Indonesia. Jurnal Teknologi dan
perikanan golongan pokok jasa Manajemen. 10(2): 1693-2285.
penunjang peternakan bidang
penyembelihan hewan halal. Shirouyehzad H, Mostafa B, Reza D, dan
Hamidreza P. 2010. Fuzzy FMEA
Kiswanto. 2012. Identifikasi Citra untuk analysis for identification and control
Mengidentifikasi Jenis Daging Sapi of failure preferences in ERP
dengan Menggunakan Transformasi implementation. The Journal of
Wavelet Haar. [Tesis]. UNDIP. Mathematics and Computer Science.
Semarang. 1(4): 366-376.
Komariah, Surajudin, dan Purnomo D. Smith BA, Fazil A and Lammerding AM.
2005. Aneka Olahan Daging Sapi. 2012. A risk assessment model for
Agromedia Pustaka. Jakarta. Escherichia coli O157:H7 in ground
Kuntoro B, Maheswari RRA, dan Nuraini H. beef and beef cuts in Canada:
2013. Mutu fisik dan mikrobiologi evaluating the effects of interventions.
daging sapi asal rumah potong hewan Food Control. 29(2): 364-381.
(RPH) Kota Pekan Baru. Jurnal Suharjito. 2011. Pemodelan Sistem
Peternakan. 10(1): 1-8. Pendukung Pengambilan Keputusan
Kutlu AC, Ekmekçioğlu M. 2012. Fuzzy Cerdas Manajemen Risiko Rantai
failure modes and effects analysis by Pasok Produk/ Komoditi Jagung.
using fuzzy TOPSIS-based fuzzy AHP. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Expert Syst. Appl. 39(1): 61–67. Suhartini dan Ziko D. 2013. Analisa Risiko
LPPOM MUI. 2012. Pedoman pemenuhan Kegagalan Proses Produksi di PDAM
kriteria sistem jaminan halal di rumah dengan Metode Fuzzy FMEA.
potong hewan (HAS 23103). Jakarta: Proceeding Industrial Design National
LPPOM MUI. Seminar. Universitas Diponegoro,
Semarang. Hal.1-7.
Murtidjo BA. 2012. Beternak Sapi Potong
Edisi 20. Kanisius. Yogyakarta. Sunahwan V. Dania, WAP, dan Dewi IA.
2014. Pengukuran Risiko Rantai Pasok
Prasetyo AT, Prasetyo, dan Subandriyo. Produk Hortikultura Organik
2009. Tinjauan Gizi, Finansial, dan
xx12 | Sucipto S, Putra DRL, dan Effendi M Analisis Risiko Produksi Daging Sapi dengan Fuzzy FMEA