Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Velia Larasati, 1102417043,Rombel1 ,Velialarasati99@gmail.com

Kurikulum dan Teknologi Pendidikan

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Semarang

ABSTRACT
The word "corruption" comes from the Latin "corruptio" from Latin, then known as "corruption, corrupt"
(English), "corruption" (French) and "corruptie / korruptie" (Dutch). The changing meaning of the word
is deviation from holiness (profanity). What is said corruption that can be interpreted as something
rotten, crime and damage, based on this fact corruption is related: something that is contrary to
immorality, the nature and situation is rotten, related government or government apparatus, government
fraud in agreements and so forth. Based on the resolution, it can be found out about corruption that is
protected or embezzlement of money, authority is needed, and injustice. Thus, corruption is an act that
harms the State either directly or indirectly. While in terms of various normative aspects, corruption is a
violation or violation. Where the norms of socialism, legal norms and ethical norms in general are
approved the justice of corruption as a bad action. Anti-corruption education can be used as a conscious
effort and strives to tackle corruption and planned problems to realize processes and teaching and
learning that are critical of anti-corruption values. In addition to anti-corruption education, the role of the
community is in eradicating corruption by increasing and effective the implementation of social penalties
against corruption that have been contained in the Law on the Eradication of Corruption Crime on
Community Participation Article 41 paragraph 1-5.
Keywords: Corruption, Anti-corruption Education, Corruption Cases

ABSTRAK

Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah
“corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti
harfiah dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity). arti kata korupsi dapat
dimaknai sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi
menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi
atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan dan lain sebagainya. Berdasarkan
definisi tersebut, dapat diketahui bahwa korupsi itu meliputi pencurian atau penggelapan uang,
penyalahgunaan wewenang,dan ketidakadilan. Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan yang
merugikan Negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek
normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Di mana norma soisal, norma
hukum maupun norma etika pada umumnya secara tegas menganggap korupsi sebagai tindakan yang
buruk. pendidikan antikorupsi dapat digunakan sebagai usaha sadar serta upaya untuk menanggulangi
masalah korupsi dan terencana untuk mewujudkan proses dan belajar mengajar yang kritis terhadap
nilai-nilai antikorupsi. Selain pendidikan antikorupsi peran serta masyarakat dalam pemberantasan
korupsi dengan meningkatkan dan menegefektifkan pemberlakuan sanksi sosial terhadap pelaku korupsi
yang telah tertuang dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang Peran Serta Masyarakat
Pasal 41 ayat 1-5.

Kata Kunci: Korupsi, Pendidikan Antikorupsi, Kasus-kasus Korupsi

Pendahuluan

Salah satu masalah yang tak henti-hentikan dibicarakan di Indonesia adalah masalah korupsi , hampir di
semua bidang dan sektor pembangunan isu ini menjadi masalah yang paling krusial untuk dipecahkan.
Korupsi di Indonesia bisa dikatakan merajalela. Hampir setiap hari selalu ada berita tentang
tertangkapnya pelaku korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan
atau penggelapan uang negara atau perusahaan untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Korupsi secara
sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan menggelapkan dana untuk kepentingan sendiri. Sistem
birokrasi di Indonesia telah menjadi lahan subur bagi benih korupsi sehingga Korupsi harus dipandang
sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa
pula untuk memberantasnya. pendidikan antikorupsi sebagai usaha sadar serta upaya untuk
menanggulangi masalah korupsi dan terencana untuk mewujudkan proses dan belajar mengajar yang
kritis terhadap nilai-nilai antikorupsi. Pendidikan anti korupsi harus mengedepankan proses yang
ditunjukan pada pembentukan kepribadian, kecerdasan, ketrampilan, dan mampu mentransformasikan
nilai-nilai moral yang tidak toleran terhadap korupsi serta berfungsi melakukan rekaya social guna
membangun karakter manusia yang baik. Adanya penanaman nilai-nilai agama dan moral anti korupsi
secara spesifik mampu memberikan kontribusi pada pembangunan mental dan moral yang bersih dan
jujur. Sehingga akan lahir generasi yang bersih tanpa korupsi dan tercipta Indonesia yang bebas anti
korupsi.
Pembahasan

Pendidikan Anti Korupsi

Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea : 1951) atau “corruptus”
(Webster Student Dictionary : 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata
“corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah
“corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda).Arti kata
korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian.Di Malaysia terdapat peraturan anti korupsi, dipakai kata
“resuah” berasal dari bahasa Arab “risywah”, menurut Kamus umum Arab-Indonesia artinya sama
dengan korupsi (Andi Hamzah: 2002). Risywah (suap) secara terminologis berarti pemberian yang
diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak
dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan (al-Misbah al-Munir–al Fayumi, al-Muhalla–Ibnu Hazm).
Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan
ini termasuk dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah
Nabawiyah yang antara lain menyatakan: ”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita
bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42). Dapat ditarik kesimpulan bahwa korupsi
adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar
dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya merekayang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Di Indonesia salah satu upaya
yang dilakuhkan untuk menanggulangi korupsi adalah diselenggarakannya pendidikan anti korupsi.
Pendidikan anti korupsi merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar
mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka Pendidikan
Antikorupsi menjadi upaya pemerintah dalam pembentukan karakter dan kesadaran moral dalam
melakukan menanggulangi perilaku yang mengarah ke perbuatan yang tidak baik (korupsi).

Dasar Pemikiran Pendidikan Anti Korupsi :

1. Realitas dan praktek korupsi di Indonesia sudah sangat akut, maka masalah tidak bisa diselesaikan
hanya melalui penegakan hukum.
2. Menurut Paulo Freire, pendidikan mesti menjadi jalan menuju pembebasan permanen agar manusia
menjadi sadar (disadarkan) tentang penindasan yang menimpanya, dan perlu melakukan aksi-aksi
budaya yang membebaskannya.
3. Perlawanan masyarakat terhadap korupsi masih sangat rendah jalur penyelenggaraan Pendidikan
Antikorupsi juga belom teralisasikan dengan maksimal.
Tujuan Pendidikan Antikorupsi
Ada dua tujuan dalam pendidikan antikorupsi yaitu, sebagai berikut.

1. Menyadari bahwa upaya pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab lembaga penegak
hukum seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan Agung, melainkan merupakan tanggung jawab
seluruh warga Negara Indonesia. Gerakan bersama anti korupsi akan memberikan dukungan moral
bagi KPK dan tekanan bagi penegak hukum sehingga mereka lebih semngat dalam menjalankan
tugasny untuk memberantas korupsi yang terjadi.
2. Untuk menanamkan semangat antikorupsi pada setiap warga negara Indonesia terkhusus peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa. Melalui pendidikan anti korupsi ini, diharapkan semangat
antikorupsi tertanam dalam diri setiap generasi dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Jika
jiwa anti korupsi sudah tertanam dalam diri setiap individu, korupsi yang terajadi dapat
diminimalisir. Sehingga pekerjaan membangun bangsa akan maksimal tanpa adanya korupsi lagi.

Pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi di Sekolah

Berdasarkan rumusan yang ditentukan oleh komisi pemberantasan korupsi (KPK), ada sembilan nilai
dasar yang perlu ditanamkan dan diperkuat melalui pelaksanaan pendidikan antikorupsi di sekolah, yaitu
nilai kejujuran, adil, berani, hidup sederhana, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, hemat dan mandiri.
Nilai-nilai ini sebenarnya ada di masyarakat sejak zaman dahulu, dan termuat secara jelas dalam dasar
falsafah negara Pancasila, namun mulai tergerus oleh budaya konsumerisme yang dibawa oleh arus
modernisasi dan globalisasi.
Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka pelaksanaan pendidikan antikorupsi di sekolah perlu
memperhatiakan beberapa hal terkait (Modern Didactic Center, 2006) diantaranya adalah :
1. Pengetahuan tentang korupsi.
Untuk memiliki pengetahuan yang benar dan tepat tentang korupsi, siswa perlu mendapatkan berbagai
informasi yang, terutama informasi yang memungkinkan mereka dapat mengenal tindakan korupsi dan
juga dapat membedakan antara tindakan kejahatan korupsi dengan tindakan kejahatan lainnya. Untuk itu
pembahasan tentang kriteria, penyebab dan akibat korupsi merupakan materi pokok yang harus
diinformasikan pada siswa. Disamping itu siswa juga memiliki argumen yang jelas mengapa perbuatan
korupsi dianggap sebagai perbuatan yang buruk dan harus dihindari. Analisis penyebab dan akibat dari
tindakan korupsi pada berbegai aspek kehidupan manusia, termasuk aspek moralitas akan memberi siswa
wawasan tentang korupsi yang lebih luas. Pada akhirnya berbagai alternatif yang dapat ditempuh untuk
menghindari korupsi dapat menjadi inpirasi bagi siswa tentang banyak cara yang dapat dilakukan dalam
memberantas korupsi. Kesemua ini merupakan modal dasar dalam penanaman atau pembentukan sikap
dan karakter antikorupsi.
Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki tersebut diharapkan siswa mampu untuk menilai adanya perilaku
korup dalam masyarakat atau institusi disekitarnya. Karena itu pemberian informasi tentang korupsi
bukanlah untuk memberikan informasi sebanyak mungkin kepada siswa, melainkan informasi itu
diperlukan agar siswa mampu membuat pertimbangan pertimbangan tertentu dalam menilai. Dengan kata
lain berdasarkan informasi dan pengetahuannnya tentang korupsi siswa mampu menilai apakah suatu
perbuatan itu termasuk korupsi atau tidak, dan apakah perbuatan tersebut dikategorikan baik atau buruk.
Dengan pertimbangan tersebut selanjutnya siswa dapat menentukan perilaku yang akan diperbuatnya.
2. Pengembangan sikap
Sebagai pendidikan nilai dan karakter, pendidikan antikorupsi memberi perhatian yang besar pada
pengembangan aspek sikap siswa. Sikap adalah disposisi penilaian yang diberikan terhadap suatu objek
yang didasarkan atas pengetahuan, reaksi afektif, kemauan dan perilaku sebelumnya akan objek tersebut
(Fishbean, & Ajzen 1973).). Kesemua elemen diatas saling berhubungan dan saling bertukar tempat
misalnya reaksi afektif dibayangi oleh perilaku yang biasa dilakukan. Karena itu sikap yang pro pada
korupsi bukanlah sebuah kategori saja melainkan juga mengandung hal lainnya .
Perubahan pada satu elemen akan merubah pula elemen yang lainnya. Misalnya menghilangkan intensi
dan perilaku mungkin akan merubah kognisi, sikap dan reaksi afektif. Oleh karena itu ketika
memberikan informasi tentang korupsi, guru berusaha mengembangkan sikap berdasarkan kognisi.
Untuk itu siswa harus memiliki kognisi atau pengetahuan yang benar dan dipahami secara baik, sehingga
pengetahuan itu bisa bertahan lama dalam memorinya dan dapat dipergunakan setiap kali mereka akan
membuat pertimbangan tertentu. Disamping itu keterlibatan yang intens dalam aktifitas yang
mengandung nilai-nilai antikorupsi juga akan mengembangkan sikap yang sesuai dengan nilai tersebut.
3. Perubahan sikap
Merubah sikap yang telah dimiliki sebelumnya merupakan pekerjaan dan tugas yang tidak gampang dan
terkadang menimbulkan rasa frustasi. Apalagi jika sikap yang telah dimiliki tersebut berlawanan dengan
sikap yang dikehendaki guru atau pendidik, misalnya sikap yang menganggap curang dalam ujian adalah
hal yang biasa dikalangan siswa, atau mencontoh tugas kawan untuk diakui sebagai tugas sendiri
merupakan hal yang lumrah. Hal ini akan berlanjut terus dengan sikap terhadap fenomena dalam
masyarakat seperti menyogok polisi karena melanggar peraturan lalu lintas, dan lain sebagainnya.
Pendidikan antikorupsi menghendaki sikap-sikap seperti ini perlu untuk dirubah agar sesuai dengan nilai-
nilai dasar antikorupsi. Untuk itu diperlukan pola dan strategi perubahan sikap yang bisa dipakai dari
berbagai sumber misalnya untuk membentuk persepsi tentang korupsi yang berlawanan dengan persepsi
yang dimiliki siswa dapat dilakukan dengan menyajikan informasi secara tak terduga melaui permainan
atau parodi.
Strategi lain dalam merubah sikap adalah dengan didasarkan pada fakta bahwa pengetahuan dan sikap
disimpan dalam tempat atau memori yang berbeda, karena itu diperlukan waktu untuk mencapai
keduanya, artinya proses pengetahuan berubah menjadi sikap memerlukan waktu yang cukup panjang.
Karena itu jika ada sikap yang pro pada korupsi sebaiknya tidak diserang secara langsung atau diatasi
dengan cara persuasif. Dalam waktu panjang sikap tersebut akan berganti dengan sendirinya jika
informasi yang mendiskreditkan korupsi disajikan dalam cara yang bermakna dan memancing siswa
untuk berpikir secara kritis tentang fenomena tersebut. Karena disinilah reaksi yang disebut
postponement effect, (Innerney, 2006), dimana pada awalnya informasi tidak akan dipercayai tapi
kemudian pengetahuan yang benar akan mengatasi reaksi afektif.
4. Perspektif Moral dan Konvensional
Pendidikan anti korupsi didasarkan pada pendidikan nilai yang tidak begitu membedakan secara tegas
antara dua regulasi sosial yaitu moralitas dan konvensi. Dalam perspektif moral, perilaku yang baik
dikatakan baik karena diterima secara universal dan merupakan kewajiban semua orang tanpa melihat
apa yang dipikirkan orang secara individual. Selanjutnya dari perspektif moral suatu tindakan dinilai
sebagai baik atau buruk dengan melihat pada konsekuensinya, apakan tindakan itu menyakitkan bagi
orang laian, atau membawa kerusakan, atau melanggar rasa keadilan bagi semua orang. Selanjutnya
kualitas suatu tindakan mungkin ditentukan oleh niat seseorang. Suatu tindakan tidak dapat diterima jika
niat atau maksud pelakunya itu buruk, meskipun pada suatu situasi hasilnya tidak jelek atau buruk, dan
sebaliknya dapat dipertimbangkan jika niatnya baik meskipun hasilnya gagal.
Konvensi adalah norma yang didasarkan pada kesepakatan bersama yang ada pada suatu masyarakat
pada suatu waktu tertentu, jadi tidak menjadi wajib bagi komunitas lain karena itu tidak universal. Dalam
kehidupan nyata moralitas dan konvensi saling terkait. Prinsip moral yang umum turun menjadi norma
seperti jangan mencuri, jangan berbohong, bertindak adil pada orang lain. Sedangkan pelanggaran
terhadap konvensi yang dianggap sangat penting oleh suatu komunitas seperti menghormati orang yang
telah mati, bisa juga menjadi pelanggaran moral karena itu menyakiti perasaan orang lain.
Perilaku manusia dalam menanggapi pelanggaran moral atau konvensi juga berbeda. Jika mereka
melanggar prinsip moral mereka minta maaf atau mencoba mencari pembenaran atau alasan dari
tindakan mereka itu, tetapi prinsip moral itu sendiri tidaklah dipertanyakan. Sementara kalau mereka
melanggar konvensi maka mereka akan mengkritisi sumber norma tersebut. Karena itu manusia tahu
secara instingtif mana yang moralitas dan mana yang konfensi.
Berdasarkan pandangan Kohlberg (dalam Slavin, 2004) tentang tahap-tahap perkembangam moral siswa
dan penerimaannya atas konvensi, maka pendidikan antikorupsi, sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan
kematangan perkembangan moral yang dimiliki siswa. Siswa sekolah menegah atas yang telah berusia
antara 14 sampai dengan 17 tahun dapat diberi penjelasan bahwa standar perilaku antikorupsi adalah
wajib bagi setiap orang dalam posisi apapun untuk mempertahankan sistem sosial yang ada. Satu hal
yang paling penting adalah korupsi itu dinilai jahat dilihat dari perspektif moral dan konvensi.
Lebih lanjut Aspin (2007) juga mengemukakan bahwa apapun juga nilai yang ingin dimasukan dalam
pendidikan, maka pendidikan menyangkut moral adalah hal yang utama, karena itu merupakan bagian
dari kewajiban untuk mempersiapkan generasi muda memasuki dunia yang menghendaki perilaku lebih
baik dari yang pernah ada. Oleh karena itu pendidikan yang memperkuat moralitas peserta didik haruslah
ditangani oleh institusi pendidikan secara serius.
5. Pengembangan Karakter Antikorupsi
Pendidikan antikorupsi bukanlah seperangkat aturan perilaku yang dibuat oleh seseorang dan harus
diikuti oleh orang lain. Sebagaimana halnya dengan kejahatan lainnya, korupsi juga merupakan sebuah
pilihan yang bisa dilakukan atau dihindari. Karena itu pendidikan pada dasarnya adalah mengkondisikan
agar perilaku siswa sesuai dengan tuntutan masyarakat. Agar perilaku tersebut dapat menjadi karakter
siswa, maka beberapa langkah bisa dilakukan dalam pendidikan antikorupsi, diantaranya adalah:
a. Melatih siswa untuk menentukan pilihan perilakunya. Untuk itu siswa harus diberi tahu tentang hak,
kewajiban dan konsekuensi dari tindakan yang dilakukannya. Jika dalam diskusi siswa mengemukakan
pilihannya terhadap sesuatu maka guru bisa memberikan beberapa alternatif lain, misalnya untuk
mendapatkan nilai bagus banyak cara yang bisa dilakukan. Berdasarkan alternatif pilihan tersebut siswa
bisa menentukan mana yang baik atau yang buruk. Jika siswa mampu memutuskan sendiri berdasarkan
pilihan yang dibuatnya, maka mereka juga berani mengatakan tidak atau ya terhadap sesuatu.
b. Memberi siswa kesempatan untuk mengembangkan pemahaman yang luas dengan menciptakan situasi
yang fleksibel dimana siswa bisa berkerjasama, berbagi, dan memperoleh bimbingan yang diperlukan
dari guru. Karena itu kegiatan dalam menganalisis kasus, diskusi, bermain peran atau wawancara siswa
merupakan situasi yang akan mengembangkan karakter antikorupsi pada diri siswa.
c. Tidak begitu terfokus pada temuan fakta seperti, berapa persen PNS yang terlibat korupsi, berapa
banyak uang Negara yang hilang dikorupsi pertahun atau berapa hukuman yang tepat untuk pelaku
korupsi dsb. Hal itu juga penting tetapi yang lebih penting adalah bagaimana membantu siswa
menemukan sumber informasi, seperti bagaimana dan dengan cara apa
informasi bisa dikumpulkan, seberapa penting informasi yang didapat, pengetahuan apa yang bisa
diandalkan, dan posisi apa yang harus dipilih dsb. Siswa diminta untuk menganalisis posisi yang
diambilnya, menyatakan pilihanya dan mengapa posisi lain tidak diambil. Dengan melatih siswa
menggunakan tehnik berpikir kritis pertanyaan tersebut akan dapat dijawabnya.
d. Melibatkan siswa dalam berbagai aktifitas sosial disekolah dan di lingkungannya. Ini ditujukan untuk
menanamkan rasa tanggung jawab dan respek pada orang lain dalam rangka melatih mereka untuk
berbagi tanggung jawab sosial dimana mereka tinggal. Bukan berarti karakter lain tidak penting tetapi
dengan mengemukakan rasa tanggung jawab dan respek pada orang lain akan mengurangi rasa egoisme
dan mementingkan diri sendiri yang pada umumnya banyak dimiliki para koruptor.
Perlunya pendidikan antikorupsi sebenarnya sudah menjadi bagian dari pendidikan nasional sebagaimana
dinyatakan dalam peraturan menteri pendidikan nasional (Permendiknas) No.22 dan No. 23 Th.2006
tentang standar isi dan Standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Dalam
permendiknas tersebut dinyatakan bahwa pengembangan sikap dan perilaku antikorupsi merupakan
bagian dari kurikulum bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam pendidikan antikorupsi diajarkan beberapa nilai-nilai antikorupsi, sebagai berikut:
1. Kejujuran
Menurut Sugono (2008) kata jujur dapat di definisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, tidak
curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan mahasiswa, tanpa sifat jujur
mahasiswa tidak akan dipercaya dalam kehidupan sosialnya.
2. Tanggung jawab
Tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya atau fungsi menerima
pembebanan sebagai akibat pihak sendiri atau orang lain (Pusat Bahasa Depdiknas, 2002:1139).
3. Keberanian
Keberanian adalah tindakan untuk memperjuangkan sesuatu yang diyakini kebenarannya (Sutrisno
dan Eva Sasongko, t.th:30).
4. Keadialan
Keadilan berasal dari kata adil, artinya sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak
kepada yang benar, berpegang kepada kebenaran, sepatutnya, tidak sewenang-wenang (Pusat Bahasa
Depdiknas, 2002:8).
5. Keterbukaan
Keterbukaan berasal dari kata terbuka, artinya tidak tertutup, tersingkap, tidak dirahasiakan (Pusat
Bahasa Depdiknas, 2002:171).
6. Kedisiplinan
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin, artinya tata tertib, ketaatan kepada peraturan (Pusat Bahasa
Depdiknas, 2002:268).
7. Kesederhanaan
Kesederhanaan bersal dari kata sederhana, artinya bersahaja, tidak berlebih-lebihan (Pusat Bahasa
Depdiknas, 2002:1008).
8. Kerja keras
Kata “kerja” bermakna kegiatan melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah
(Pusat Bahasa Depdiknas, 2002:554). Wujud dari nilai kerja keras dalam kehidupan di sekolah
diantaranya adalah tidak mengambil jalan pintas dalam mencapai tujuan, menghargai proses tidak
sekedar mencapai hasil akhir.
9. Kepedulian
Kepedulian berasal dari kata “peduli”, artinya mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan (Pusat
Bahasa Depdiknas, 2002:841).
Peran Mahasiswa Dalam Pendidikan Anti Korupsi

Salah satu upaya pemberantasan korupsi secara sadar yaitu dengan melakukan gerakan anti korupsi dan
menumbuhkan budaya anti korupsi pada setiap warga negara. Dengan adanya hal ini, diharapkan dapat
meminimalisir munculnya perilaku koruptif. Gerakan ini merupakan gerakan jangka panjang yang harus
melibatkan seluruh elemen penting yang terkait, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pada
dasarnya korupsi terjadi karena adanya pertemuan antara tiga faktorutama, yaitu niat, kesempatan, dan
kewenangan. Apabila salah satu factor tersebut tidak ada maka tindakan korupsi akan minim terjadi.
Sehingga upaya memerangi koruppsi pada dasarnya adalah upaya untuk meminimalisir atau bahkan
menghilangkan ketiga faktor tersebut. Dalam sejarah peralanan Indonesia mahasiswa memiliki peran
penting didalamnya. Mahasiswa tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang mereka miliki yaitu,
intelektualitas, jiwa muda, dan idealisme. Dengan karakteristiknya mahasiswa diharapkan mampu
menjadi agen perubhan untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan yang koruptif dan mampu menjadi watch
dog lembaga-lembaga negara dan penegak hokum, serta mampu menyuarakan kepentingan rakyat.
Keterlinatannya dalam gerakan anti korupsi dapat dibedakan menjadi empat wilayah yaitu, (1)
lingkungan keluarga dimana mahasiswa dipercaya untuk menjadi tolak ukur bagi dirinya sendiri maupun
keluarganya, (2) lingkungan kampus, disini mahasiswa tidk dapat dilepaskan dari kewajibannya sebagai
peserta didik, (3) lingkungan masayarakat, (4) lingkungan local/nasional terkait statusnya sebagai arga
negara Indonesia. Mahasiswa dapat memulai dari diri sendiri dengan pendidikan karakter yang baik
kemudian menjadi elemen penti dalam melakukan gerakan anti korupsi.
Daftar Pustaka

Erlangga, Yugha. 2014. Panduan Pendidikan Antikorupsi untuk Siswa Menciptakan


Budaya Antikorupsi di Sekolah. Jakarta: Erlangga.
Gurning, Nuriani Laura Malau, dkk. 2014. Implementasi Pendidikan Antikorupsi
melalui Warung Kejujuran di SMP Keluarga Kudus, Surakarta, Jurnal Teknologi
Pendidikan dan Pembelajaran: Vol 2. No 1; http://jurnal.fkip.uns.ac.id Diakses pad
tanggal 25 juni 2019.
Kompas. 2019. Untuk Pertama Kalinya, Pendidikan Antikorupsi di Sekolah di terapkan
di Jateng. https://regional.kompas.com/read/2019/04/08/10480651/untuk-pertama-
kalinya-pendidikan-antikorupsi-di-sekolah-di-terapkan-di-jateng Diakses tanggal 27
juni 2019.
Montessori, Maria. 2012. Pendidikan Antikorupsi sebagai Pendidikan Karakter di
Sekolah. Jurnal Demokrasi: Vol 11. No 1;
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jd/article/view/2561/2166 Diakses tanggal 25 Juni
2019
Supriyanta. 2012. Pendidikan Anti Korupsi Di Indonesia, Surakarta, Wacana Hukum
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi: Vol 11. No 1;
http://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/Wacana/article/view/726/601 Diakses pada tanggal
27 juni 2019 pukul 14.05 WIB
Suradi, S.E.,Mpd., Akuntan. 2014. Pendidikan Antikorupsi. Yogjakarta: Gava Media.
Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi. 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: Kemendikbud.
Wiyono, R. 2009. Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.

You might also like